Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAAN

PADA ANAK

OLEH :

M. Iqbal Basuki (14.401.17.054)


Nike Alistina (14.401.17.064)
Nur Inayah (14.401.17.065)
Nur Itikavia (14.401.17.066)
Qisi Ayu Andini (14.401.17.071)
Shifwatul Jayyidah Luthfi (14.401.17.078)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat-Nya yang melimpahkan
rahmat serta hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah “KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ANAK PJB”
Makalah ini kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk ini kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi sususan maupun tata
bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang Konsep Asuhan


Keperawatan Anak PJB oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Krikilan, 10
September 2019

Penulis

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congenital heart diseases ( CHD ) atau penyakit jantung bawaan merupakan
kelainan yang sering ditemukan, yaitu 10% daei seluruh kelainan bawaan dan
sebagau penyebab utama kematian pada neonates. Perkembangan di bidang
diagnostic, tatalaksana medikamentosa dan teknik intervensi non bedah maupun
bedah jantung dalam 40 tahun terakhir memberikan harapan hidup sangat besar
pad neonates dengan CHD yang kritis. Bahkan dengan perkembangan
ekokardiografi fetal, telah dapat dideteksi defek anatomi jantung, distritmia serta
disfungsi miolard pada masa janin. Di bidang pencegahan terhadap timbulnya
gangguan organosgenesis jantung pada masa janin sampai saat ini masih belum
memuaskan, walaupun sudah dapat diindentifikasi adanya multifactor yang
saling berinteraksi yaitu factor genetic dan lingkungan. Penyakit jantung
congenital bisa terjadi kepada anak-anak di dunia tanpa melihat kedudukan
social ekonomi. Kejadia ini berlaku antara 8-20 kesehatan bagi setiap 1000
kelahiran hidup. Penyakit jantung congenital merupakan 42 % dari keseluruhan
kecacatan kelahiran . sebaguan besar dari kematian bayi akibat kecacatan
kelahiran adalah disebabkan oleh keabnormalan jantung. Mengikuti peraturan
Amerika, pada tahun 1992, kecacatan kelahiran. Kira-kira 40.000 bayi yang
dilahirkan setiap tahun mendapata kecacatan jantung . congenital heart disease (
CHD ) yang berat dan tidak diatasi segera akan menimbulkan kegawat dan
kematian pada masa awal kehidupan bayi. Selain factor tenaga dan fasilotas
medis yang terbatas, problem financial banyak menjadi penyebab bayi-bayi
CHD tak dapat hidup. Kebanyakan orang tua bayi CHD adalah pasangan muda
yang ekonominya masih rendah. Insiden penyakit jantung bawaan di dunia
diperkirakan 8/1000 kelahiran hidup (muttaqin, 2009).
B. Batasan Masalah

2
Masalah ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit
penyakit jantung bawaan.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep teori dari penyakit penyakit jantung bawaan?
2. Bagaimana pengkajian keperawatan klien dengan penyakit penyakit jantung
bawaan?
3. Bagaimana diagnosa keperawatan klien penyakit penyakit jantung bawaan?
4. Bagaimana intervensi keperawatan klien penyakit penyakit jantung
bawaan?

D. Tujuan
1. Tujuan umum
Diharapkan dapat memahami dan menegetahui tentang konsep teori dan
asuhan keperawatan penyakit jantung bawaan.
2. Tujuan Khusus
a) Mahasiswa mampu mengetahui konsep penyakit penyakit jantung
bawaan .
b) Mahasiswa mampu mengetahui pengkajian pada pasien dengan
penyakit penyakit jantung bawaan.
c) Mahasiswa mampu mengetaui diagnosa keperawatan pada pasien
dengan penyakit penyakit jantung bawaan.
d) Mahasiswa mampu mengetahui intervensi keperawatan pada pasien
dengan penyakit penyakit jantung bawaan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Penyakit jantung congenital atau penyakit jantung bawaan ( PJB ) adalah
sekumpulan malformasi atruktur jantung atau pembuluh darah besar yang
telah ada sejak lahir. Penyakit jantung bawaan yang kompleks terutama pada
bayi dan anak. Apabila tidak dioperasi, kebanyakan akan meninggal pada
waktu bayi. Oleh karena itu penyakit jantung bawaan yang ditemukan pada
orang dewasa menunjukkan bahwa klien tersebut mampu melalui seleksi
alam, atau telah mengalami tindakan oprasi dini pada usia muda. Hal ini
pulalah yang menyebabkan perbedaan pada penyakit jantung bawaab pada
anak dan pada orang dewasa (Muttaqin, 2009)

PJB adalah penyakit yang dibawa oleh anak sejak ia dilahirkan akibat
proses pembentukan jantung yang kurang sempurna. Proses pembentukan
jantung ini terjadi pada awal pembuahan (konsepsi). Pada waktu jantung
mengalami proses pertumbuhan di dalam kandungan, ada kemungkinan
mengalami gangguan. Gangguan pertumbuhan jantung pada janin ini terjadi
pada usia tiga bulan pertama kehamilan, karena jantung terbentuk sempurna
pada saat janin berusia empat bulan (Erika, 2017, p. 35)

Penyakit Jantung Bawaan memiliki beberapa pengertian. Penyakit jantung


bawaan merupakan suatu kelainan jantung yang terjadi sejak bayi lahir
(Kasron, 2012)

4
2. Etiologi
Penyebab penyakit jantung congenital berkaitan dengan kelainan
perkembangan embriotonik, pada usia lima sampai delapan minggu, jantung
dan pembuluh darah besar dibentuk. Penyebab utama terjadinya penyakit
jantung congenital belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa
faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian
penyakit jantung bawaan :
a. Faktor Prenatal
1. Ibu menderita penyakit infeksi :
Rubela, influenza atau chicken fox
2. Ibu alkoholisme
3. Umur ibu lebih dari 60 tahun.
4. Ibu menderita penyakit diabetes militus (DM) yang memerlukan
insulin
5. Ibu meminum obat-obatan penenang atau jamu dan sebelumnya ikut
program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa resep dokter,
(thalidmide,dextroamphetamine, aminoptrein, amethopterin).
6. Terpajan radiasi (sinar X)
7. Gizi ibu yang buruk
8. Kecanduan obat-obatan yang mempengaruhi perkembangan embrio.
9. Faktor genetik
1) ayah / ibu menderita penyakit jantung bawaan
2) kelainan kromoson seperti sindrom Down
3) lahir dengan kelainan bawaan yang lain. (Rilantono, 2013)

3. Tanda dan Gejala


a. Bibir kebiruan, kulit,jari dan kaki, terutama biru menjadi semakin tampak
ketika bayi menagis
b. Sesak napas atau kesulitan bernapas
c. Kesulitan makan
d. Berat atau ukuran lahir kecil

5
e. Kadar oksigen rendah atau bayi sering pingsan
f. Sakit dada
g. Pertumbuhan tertunda

4. Klasifikasi
PJB dapat dibagi atas dua golongan besar, yaitu :
a. Penyakit jantung bawaan non sianotik.
1) Defek septum atrium ( atrial septa defect-ASD )
Kelainan septum, atrium disebabkan dari suatu lubang pada foramen
ovale atau pada septum atrium. Tekanan pada foramen oral atau septum
atrium, tekanan pada sisi kanan jantung meningkat.
2) Defek septum ventricular ( ventricular septa defect-VSD)
DSV terjadi bila sekat ventrikel tidak terbentuk dengan sempurna.
Akibatnya darah bilik kiri mengalir ke bilik kanan pada systole.
3) Duktus arteriosus paten ( patent ductus arteriosus –PDA )
PDA terjadi bila duktus tidak menutup bila bayi lahir. Penyebab PDA
bermacam-macam, bisa karena infeksi rubella pada ibu dan
prematuritas.
4) Stenosis pulmoner ( pulmonary stenosis-SP )
Adanya penyempitan pada katup pulmonal
5) Koarktasio aorta ( coarctatio aorta-CA)
Kelainan pada koartasi aorta, aorta berkontriksi dengan beberapa cara.
Kontriksi mungkin proksimal atau distal terhadap duktus arteriosus.
Kelainan pada kontriksi berat. Untuk itu, penting melakukan skrening
anak saat memeriksa kesehatannya, khususnya bila anak mengikuti
olahraga.
b. Penyakit jantung bawaan sianotik
1) Tetralogi fallot ( TOP ) adalah kelainan jantung dengan gangguan
sianosis yang ditandai dengan kombinasi 4 hal yang abnormal meliputi
defek septum, (VSD ), obstruksi aliran keluar ventrikel kanan ( stenosis
pulmonal ), overriding aorta, dan hipertropi ventrikel kanan

6
2) Transposisi pembeuluh darah besar ( transposision of the great arteries
–TGAS ), apabila pembuluh darah besar mengalami transposisi aorta,
arteri aorta dan pulmonal secara anatomis akan terpengaruh. Anak tidak
akan hidup kecuali ada suatu duktus ariosus menetap atau menyebabkan
bercampurnya darah arteri-vena (Erika, 2017)

5. Patofisiologi
Stenosis pulmonalis, tahanan yang merintangi aliran darah yang
menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan. Jika terjadi kegagalan ventrikel
kanan, tekanan atrium kanan akan meningkat dan keadaan ini akan
mengakibatkan terbukanya kembali foramen ovale sehingga darah miskin
oksigen memintas kedalam atrium kiri dan terjadi sianosis sistemik. Defek
penyerta seperti paten ductus arteriosus akan menghasilkan kompensasi
parsial yang mengimbangi obstruksi tersebut melalui pemintasan aliran darah
dari aorta ke arteri pulmunalis dan dalam paru. (Wong, 2009)
Bila katup pulmonal dan sekitarnya normal, volume aliran darah yang
memulai katup pulmonal sama dengan yang melalui katup aorta. Bila
komisura dari ketiga katup ini melekat satu sama lain maka pada waktu
systole, katup tidak dapat membuka dengan baik. Akibatnya tahanan pada
katupnaik, dan ini akan menaikkan tekanan pada ventrikel. Otot-otot ventrikel
kanan hipertrofi terutama m.supraventrikularis. alibatnya saluran
infundibulum menyempit dan tentunya keadaan stenosis tambah berat.
Hipertrofi ventriekl kanan akibat stenosis pulmonal adalah hipertrifi ventrikel
kanan tipe tekanan atau disebut pressure overload atau systole overload.
Struktur pada saluran keluar aorta menimbulkan tahann yang merintangi
ejeksi darah dari ventrikel kiri. Beban kerja ekstra yang ditanggung oleh
ventrikel kiri menyebabkan hipertrifi. Jika terjadi gagal ventrikel kiri, tekanan
atrium kiri akan meningkat, keadaan ini akan menyebabkan penigkatan
tekanan dalam vena pulmonalis sehingga timbul kongesti vascular
pulmonalis (Wong, 2009)

7
Kardiomiopati hipertrofik – pergerakan lembar anterior katup mitral
abnormal selama fase sistolik. Keadaan tersebut mengakibatkan bulging
hipertrofi pada septum interventrikuler, yang akhirnya mengakibatkan
hambatan aliran darah keluar, dan pada saat yang sama terjadi regurgitasi
mitral.
Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang
memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri
ke kanan. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm.
Ukuran fisik defek adalah besar, tetapi bukan satu-satunya yang
menentukan besar shunt dari kiri ke kanan. Besar shunt juga ditentukan oleh
tingkat tahanan vaskuler pulmonal dibanding dengan tahanan vaskuler
sistemik. Bila ada komunikasi kecil (biasanya <0,5 cm2), defek disebut
restriktif (membatasi)dan tekanan ventrikel kanan normal. Tekanan yang
lebih tinggi di ventrikel kiri mendorong shunt dari kiri ke kanan; namun,
ukuran defek membatasi besarnya shunt. Pada defek besar nonrestriktif
(biasanya >1,0 cm2), tekanan ventrikel kanan dan kiri seimbang. Pada defek
ini, arah dan besar shunt ditentukan oleh rasio tahanan vaskuler pulmonal
terhadap sistemik. Darah kaya oksigen bercampur dengan darah miskin
oksigen. Sehingga jantung memompa sebagian darah miskin oksigen ke
tubuh dan juga darah kayaoksigen dipompa jantung ke paru. Ini berarti kerja
jantung tidak efisien Kadangkala VSD dapat menutup sendiri. Jika VSD
besar biasanya selalu harus dioperasi..VSD ini tergolong Penyakit Jantung
bawaan (PJB) nonsianotik dengan vaskularisasi paru bertambah. VSD ini
memiliki sifat khusus,yaitu: shunt pada daerah ventrikel, aliran darah pada
arteri pulmonalis lebih banyak, tidak ada sianosis. Defek septum ventrikel
biasa sebagai defek terisolasi dan sebagai komponen anomali gabungan.
Lubang biasanya tunggal dan terletak pada bagian membranosa septum.
Gangguan fungsional lebih tergantung pada ukurannya dan keadaan
bantalan vaskuler paru, dari pada lokasi defek.
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui
defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium

8
kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang
pada atrium kanan 5 mmHg)
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beban pada ventrikel
kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar,
maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah
yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan
adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik,
sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya
perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada
ASD merupakan bising dari stenosis relative katup pulmonal ).
Juga pada valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini
juga terjadi stenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar bising
diastolic.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri
pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri
pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan
yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD
I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral
atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel
kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu
systole.Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi
tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu
proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut.Normalnya setelah
bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada
ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan
berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta ukuran atrium kanan dan
ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun

9
akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang.
Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler
paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi
dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung
darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis

10
6. Komplikasi
a. Sindrom Eisenmenger. Komplikasi ini terjadi pada PJB non-sianotik
yang menyebabkan aliran darah ke paru yang meningkat. Akibatnya lama
kelamaan pembuluh kapiler di paru akan bereaksi dengan meningkatkan
resistensinya sehingga tekanan di arteri pulmonal dan di ventrikel kanan
meningkat. Jika tekanan di ventrikel kanan melebihi tekanan di ventrikel
kiri maka terjadi pirau terbalik dari kanan ke kiri sehingga anak mulai
sianosis. Tindakan bedah sebaiknya dilakukan sebelum timbul komplikasi
ini.
b. Serangan sianotik. Komplikasi ini terjadi pada PJB sianotik. Pada saat
serangan anak menjadi lebih biru dari kondisi sebelumnya, tampak sesak
bahkan dapat timbul kejang. Kalau tidak cepat ditanggulangi dapat
menimbulkan kematian.
c. Abses otak.Abses otak biasanya terjadi pada PJB sianotik. Biasanya
abses otak terjadi pada anak yang berusia di atas 2 tahun. Kelainan ini
diakibatkan adanya hipoksia dan melambatnya aliran darah di otak. Anak
biasanya datang dengan kejang dan terdapat defisit neurologis.

7. Pemeriksaan penunjang
a. USG (utrasonography) dada yang digunakan untuk menentukan besar
jantung, bentuknya vaskularisasi paru, dan mengetahui keadaan thymus,
trakhea, dan esophagus.
b. EKG (elektro kardiografi) berguna untuk mengetahui adanya aritmia atau
hipertofi.
c. Echo Kardiografi berguna untuk mengetahui hemodinamik dan anatomi
jantung
d. Kateterisasi dan angiografi untuk mengetahui gangguan anatomi jantung
yang dilakukan dengan tindakan pembedahan

11
e. Pemeriksaan laoratorium biasanya pemeriksaan darah untuk serum
elektrolit, Hb, (Sari, 2013)

8. Penatalaksanaan
a. Terapi Farmakologi
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk
mencegah komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut ini:
b. Tumor necrosis factor (TNF) inhibitirs. Agen ini mencegah sitokin
endogen dari mengikat ke reseptor permukaan sel dan mengarahkan
aktivitas biologis.
c. Immunomodulators. Agen ini mengatur faktor-faktor kunci dari system
kekebalan.
d. Kortikosteriod. Digunakan dalam moderat hingga berat kasus aktif untuk
induksi remisi. Agen ini tidak memiliki manfaat dalam mencegah remisi;
pengguna jangka panjang dapat menyebabkan efek samping (Sari, 2013)

12
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Perlu diketahui usia berapa gejala mulai timbul .Pada anak dengan PJB tidak selalu
disertai tanda-tanda yang sepsifik. Anak dapat melakukan aktivitas secara normal.
Kadang-kadang gejala muncul setelah anak remaja atau menginjak dewasa.

b. Status kesehatan saat ini


1) Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari
jenis dan derajat defek yang terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi
biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada tungkai dan berkeringat banyak.
Menanyakan adanya keluhan-keluhan utama yang dirasakan: nadi kecil dan
tidak teratur, berdebar- debar, sesak napas, nyeri dada, kelelahan, kejang-
kejang,keringat berlebihan. (Sari, 2013)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Biasanya pasien mengeluh Biasanya klien mengaluh sesak nafas dan merasa
cepat lelah
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien PJB, biasanya akan diawali tanda-tanda respiratory distress,
dispnea, tqacipnea, hipertropi ventrikel kiri, retraksi dada dan hipoksemia
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Kaji riwayat kesehatan ibu sewaktu mmengandung gaya hidup (diet,latihan olah
raga kebiasaan merokok, alcohol, stress, mengkonsumsi obat-obatan dan jamu
serta riwayat penyakit kardiovaskuler), perlu ditanyakan apakah pasien lahir
premagtur atau ibu menderita infeksi rubella.
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Kesadaran klien yang terdiri atas compos metis, apatis, somnolen, sopor,
atau koma , pasien tampak lemah atau cukup baik atau rampak sait berat
atau tampak sesak

8
b) Tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan PJB biasanya
didapat peningkatan suhu tubuh secara signifikan apabila ada infeksi,
denyut nadi takikardi, respirasi rate pasien takipnea, dispneu
2) Pengkajian fisik
a) Pernafasan
Nafas cepat, sesak nafas,terdapat bunyi tambahan(marchiner).
b) Kardiovaskuler
Jantung membesar, hipertropi ventrikel kiri, peningkatan tekanan darah
sistolik, edema tungkai, clubbing finger, sianosis
c) Persyarafan
Otot muka tegang, gelisah, menangis, penurunan kesadaran.
d) Perkemihan
Produksi urine menurun (oliguria)
e) Pencernaan
Nafsu makan menrun (anoreksia), porsi nakan tidak habis. Teraba adanya
pembesaran hepar(hepatomegali)/ splenpmegali
f) Muskuloskeletal/integument
Terjadi sianosis perifer hingga sianosis central, diaphoresis, oedem tungkai,
kelemahan, ujung-ujung hiperemik. Pada pasien tertentu seperti pada
tetralogi fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan
2. Diagnosa keperawatan
a. Penurunan curah jantung (PPNI, 2016)
Definisi: ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh
Penyebab:
a. Perubahan irama jantung
b. Perubahan frekuensi jantung
c. Perubahan kontraktilitas
d. Perubahan preload
e. Perubhan afterload
Gejala dan tanda mayor
Subjektif
1. Perubahan irama jantung

9
Palpitasi
2. Perubahan preload
Lelah
3. Perubahan afterload
Dispnea
4. Perubahan kontraktilitas
1) Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
2) Ortopnea
3) Batuk
Objektif
1. Perubahan preload
1) Murmur Jantung
2) BB bertambah
3) Pulmonary artery wedge pressure ( PAWP) menurun
2. Perubahan afterload
1) Pulmonary vascular resistance ( PVR ) meningkat/menurun
2) Systematic vascular resistance (SVR) meningkat/menurun
3. Perubahan Kontraktilitas
1) Cardiac index (CI) menurun
2) Left ventricular stroke work index (LVSWI) menurun
4. Perilaku/Emosional
(Tidak Tersedia)
Kondisi Klinis Terkait
1. Gagal jantung kongesif
2. Sindrom koroner akut
3. Stenosis mitral
4. Regurgitsi mitral
5. Stenosis aorta
6. Regurgitasi aortta
7. Stenosis trikuspidal
8. Regurgitasi trikuspidal
9. Stenosis pulmonal
10. Regurgitasi pulmonal
11. Aritmia

10
12. Penyakit jantung bawaan

b. Gangguan perutakan gas (PPNI, 2016)


Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan eleminasi karbondioksida pada
membran alveolus kapiler.
Penyebab :
Kertidakseimbangan ventilasi-perfusi
Perubahan membran alveolus-kapiler
Gejala dan Tanda mayor
Subjektif
1. Dispnea
Objektif
1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. bunyi nafas tambahan
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. pusing
2. penglihatan kabur
Objektif
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Nafas cuping hidung
5. Pola napas abnormal ( cepat/lambat.regular/iregular,dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis. Pucat,kebiruan)
7. Kesadaran menurun
Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
2. Gagal jantung kongesif
3. Asma
4. Pneumonia

11
5. Tuberculosis paru
6. Penyakit membran hialin
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas
3. Intervensi (Wilkinson, 2017)

Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi


Penurunan Setelah diberikan tindakan 1. Observasi terhadap
curah jantung 3X24 jam, diharapkan tanda-tanda vital klien
b.d sirkulasi penurunan cardiac output pada 2. Observasi adanya
yang tidak klien diatasi, dengan kriteria serangan atau sianosis
efektif hasil: yang dialami klien
 Denyut nadi klien 3. Berikan posisi knee
kembali normal yaitu chest pada klien
60-100 x/menit 4. Kolaborasi dalam
 Klien tidak terlihat pucat :pemeriksaan EKG dan
 Klien tidak terlihat 5. Foto thorax serta
lemah kolaborasi dalam
 Warna kebiran yang tindakan pembedahan,
timbul pada tubuh dapat serta kolaborasi dalam
berkurang pemberian terapi
digoxin
Gangguan Setelah siberi asuhan 1. Melakukan observasi
pertukaran Gas keperawatan 3X24 jam terhadap tanda-tanda
b.d ketidak diharapkan gangguan vital klien
seimbangan pertukaran gas dalam tubuh 2. Kaji frekuensi
perfusi klien dapat diatasi dengan kedalaman dan
ventrikel kriteria hasil: kemudahan bernafas
 Bernafas dengan normal 3. Obervasi warna kulit,
yaitu 18-20 menit membrane mukosa, dan
 Saturasi oksigen kembali kuku catat adanya
normal

12
 Warna kebiruan yang sianosis perifer atau
timbul pada tubuh dapat sianosis sentral
berkurang 4. Kolaborasi pemberian
oksigen dengan benar.

13
DAFTAR PUSTAKA

Erika, D. K. (2017). Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler Anak. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Kasron. (2012). Kelainan dan Pencegahan Penyakit Jantung. Yogjakarta: Nuha Medika.

Muttaqin, A. (2009). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler. Jakarta:
Salemba Medika.

PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia . Jakarta: PPNI.

Rilantono. (2013). Penyakit Jantung Kardiovaskuler (PKV). Jakarta: FKUI.

Sari, A. M. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson, J. M. (2017). Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.

Wong, D. H. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC.

14

Anda mungkin juga menyukai