Anda di halaman 1dari 61

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Lanjut usia cenderung menurunnya kapasitas fungsional baik pada tingkat

seluler maupun pada tingkat organ sejalan dengan terjadinya proses menua.

Akibatnya mereka cenderung sulit memelihara homeostasis tubuh. Salah satu

perubahan fisik yang biasanya terjadi pada lansia adalah meningkatnya tekanan

darah atau hipertensi. Hipertensi adalah suatu keadaan tekanan darah dengan melebihi

batas normal. Tekanan darah orang tua sedikit lebih tinggi dibandingan anak muda.

Karena perbedaan kelompok usia tersebut maka seseorang dikatakan mengidap hepertensi

apabilah tekanan darahnya melebihi 140/90 mm Hg. Hipertensi pada lanjut usia

sebagian besar merupakan hipertensi sistolik terisolasi (HST), meningkatnya

tekanan sistolik menyebabkan besarnya kemungkinan timbulnya kejadian stroke

dan infark myocard bahkan walaupun tekanan diastoliknya dalam batas normal

(isolated systolic hypertension). Isolated systolic hypertension adalah bentuk

hipertensi yang paling sering terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi

menempati 87% kasus pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya

hipertensi, baik HST maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor

risiko morbiditas dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih

merupakan faktor risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner,

dimana peranannya diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih
muda (Kuswardhani, 2007) Beberapa faktor yang menjadi penyebab naiknya tekanan

darah pada lansia antara lain pada pembuluh darah orang tua terbentuk endapan kotoran

misalnya kolesterol, dan fungsi beberapa organ tubuh yang berhubungan dengan tekanan

darah mulai menurun (Soeryoko .2010 ) . selain itu, Stress yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti

akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan

dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stres yang

dialami kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Syahrini, Susanto, & Udiyono,

2012).

Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini

terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya

meninggal setiap tahunnya. Didapatkan dari  januari sampai Desember 2007 dan

januari sampai maret 2008 Jumlah penderita Hipertensi yang dirawat diberbagai

Rumah Sakit didunia mengalami peningkatan antara 10% sampai dengan 20%

dalam setahun. (http//www.sinarharapan.com//news08, 2008). Berdasarkan data

WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui hanya 25% yang mendapat

pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik. Di Indonesia masalah

yang dihadapi dalam pemeliharaan dan peningkatan kesehatan keluarga salah

satunya adalah meningkatnya penyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit

jantung dan gagal ginjal. Berdasarkan survei demografi dan kesehatan Indonesia

(SDKI) dalam tiga tahun terakhir, memperkirakan bahwa antara 100 juta sampai

150 juta penduduk didunia menderita hipertensi dan diperkirakan Jumlahnya terus
bertambah antara sekitar 100.000 setiap tahunnya, dan di Indonesia terjadinya

hipertensi diperkirakan 10 juta sampai 50  juta penduduk dalam usia dewasa tua.

(http//www.sindo.com//news07, 2007 ). Prevalensi hipertensi di Indonesia pada daerah

urban dan rural berkisar antara 17-21%. Menurut profil kesehatan Provinsi Jawa Timur

pada tahun 2010, data jumlah penderita hipertensi yang diperoleh dari dinas

kesehatan Provinsi Jawa Timur terdapat 275.000 jiwa penderita hipertensi. Dari

hasil survei tentang penyakit terbanyak di rumah sakit di Provinsi Jawa Timur,

jumlah penderita hipertensi sebesar 4,89% pada hipertensi essensial dan 1,08%

pada hipertensi sekunder. Sementara dari kunjungan penyakit terbanyak di

puskesmas di Provinsi Jawa Timur, penyakit hipertensi menduduki peringkat ke 3

setelah influenza dan diare dengan prosentase sebesar 12,41% (DinkesProvinsi

Jawa Timur, 2010). Prevalensi hipertensi yang tergolong lansia (55 sampai 65

tahun) di Indonesia mencapai 62,8%. Lansia yang hipertensi lebih banyak

didapatkan dengan kebiasaan merokok yakni sebesar 84,4% dibandingkan dengan

yang tidak merokok yakni sebesar 60,9%. Selain itu, faktor stres juga berpengaruh

pada kenaikan tekanan darah secara bertahap karena dapat meningkatkan aktivitas

saraf simpatis (Nugroho, 2008).

Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan

akhirnya akan memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun. Selain itu

penurunan tekanan darah dapat mencegah demensia dan penurunan kognitif pada

usia lanjut. Kemunduran kognitif ditandai dengan lupa pada hal-hal yang baru,

akan tetapi masih dapat melakukan aktifitas sehari-hari. Kerusakan organ yang
terjadi berkaitan dengan derajat keparahan hipertensi. Perubahan utama organ

yang terjadi akibat hipertensi yaitu jantung berupa komplikasi berupa infark

miokard, angina pectoris, gagal jantung. Sedangkan pada ginjal dapat terjadi gagal

ginjal karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kapiler ginjal

glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir ke unitunit

fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik dan

kematian. Dengan rusaknya membran glomerous, protein akan keluar melalui urin

sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang

sering dijumpai pada hipertensi kronik. Pada otak komplikasinya berupa stroke

dan serangan iskemik. Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi di

otak tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang

memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan menebal, sehingga aliran darah ke

daerah-daerah yang diperdarahi berkurang. Arteri-arteri otak yang mengalami

arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya

anurisma (Gunawan, 2001).

Berdasarkan penjelasan di atas kasus hipertensi harus segera diatasi.

Penanganan hipertensi dapat dilakukan secara farmakologis dan nonfarmakologis.

Penanganan secara farmakologi dapat dilakukan dengan mengkonsumsi obat

penurun hipertensi. Sedangkan penanganan secara nonfarmakologis dapat

dilakukan dengan memberikan terapi yang memberikan manfaat relaksasi kepada

tubuh. Manajemen nonfarmakologi yang diberikan yaitu terapi alternative

komplementer. Terapi alternatif komplementer merupakan sebuah kelompok dari

bermacam-macam sistem pengobatan dan perawatan kesehatan atau praktek dan


produk yang secara umum tidak menjadi bagian dari pengobatan konvensional.

Salah satu terapi alternatif yaitu masasse. Dalam penelitian ini, peneliti akan

melihat pengaruh masasse ekstrimitas terhadap penurunan tekanan darah pada

lansia dengan hipertensi. Salah satu cara terbaik untuk menurunkan tekanan darah

yaitu dengan terapi pijat. Sejumlah studi menunjukkan bahwa terapi pijat yang

dilakukan secara teratur dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik,

menurunkan kadar hormon stress cortisol, menurunkan kecemasan sehingga

tekanan darah akan turun dan fungsi tubuh semakin membaik (Tarigan dalam

Ayunani, 2012). Penelitian dari Holand & Pokorny (2011) menyatakan intervensi

pijat (massage) kepada pasien yang berada di ruang rehabilitasi memberi efek

berupa menghilangkan kecemasan, rasa tenang dan kondisi yang rileks.. Hasil

studi pendahuluan pada bulan Oktober 2013 di Kelurahan Bugih RW 8 Pamekasan

terdapat 80 lansia yang aktif mengikuti posyandu lansia. Jumlah lansia yang

terkena hipertensi di Posyandu Bugih RW 8 Pamekasan Madura sebanyak 50

(62,5%) lansia. Lansia biasanya mengeluh pusing dan setelah diperiksa tekanan

darah meningkat atau hipertensi. Tingginya keluhan hipertensi yang terjadi pada

lansia di Kelurahan Bugih Pamekasan Madura membuat peneliti tertarik

mengadakan penelitian yang bertempat di kelurahan tersebut, selain itu lansia yang

mengalami hipertensi di Kelurahan Bugih Pamekasan Madura belum mengenal

masase sebagai upaya untuk menurunkan tingkat hipertensi, karena itulah penulis

mengangkat masalah tentang pengaruh masasse ekstrimitas terhadap penurunan

tekanan darah pada lansia hipertensi.


2. Identifikasi Penyebab Masalah

Penyebab hipertensi terdiri dari 2 faktor :

a. Fakitor yang tidak dapat dikontrol :

1. Jenis kelamin

2. Umur

3. Keturunan

b. Faktor yang tidak dapat dikontrol :

1. Obesitas

2. Kurang olahraga

3. Kebiasaan merokok

4. Mengkonsumsi garam berlebih

5. Minum alkohol

6. Minum kopi

7. Stress

8. Penyakit jasmani

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Sebagai

pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional

pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah

yang terjadi pada usia lanjut


3. Batasan Masalah

Sehubungan dengan luasnya permasalahan penyakit Hipertensi, permasalahan

yang di teliti hanya pada pengaruh masase ekstremitas serta dampaknya terhadap

penurunan tekanan darah pada satu komunitas.

4. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: “ Adakah pengaruh massase ekstrimitas terhadap

penurunan tekanan darah pada lansia hipertensi di Kelurahan Bugih RW 8

Pamekasan ?”

5. Tujuan Penelitian

Tujuan umum dan tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh massase

ektrimitas terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di

Kelurahan Bugih Pamekasan.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:

a. Mengetahui tekanan darah pada lansia dengan hipertensi sebelum diberikan

terapi masase ekstremitas di Kelurahan Bugih Pamekasan RW 8

Pamekasan.

b. Mengetahui tekanan darah pada lansia dengan hipertensi setelah diberikan

masasse ekstrimitas di Kelurahan Bugih RW 8 Pamekasan.

c. Menganalisis pengaruh pemberian terapi massase ekstrimitas pada lansia


dengan hipertensi di Kelurahan Kelurahan Bugih RW 8 Pamekasan

6. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat. Manfaat

penelitian ini terbagi menjadi empat yaitu manfaat bagi peneliti, institusi

pendidikan, institusi kesehatan dan saranan pelayanan keperawatan, serta

masyarakat.

1. Manfaat bagi peneliti.

Penelitian ini menjadi acuan proses belajar dalam menerapkan ilmu yang telah

diperoleh selama perkuliahan melalui proses pengumpulan data-data dan

informasi-informasi ilmiah untuk kemudian dikaji, diteliti, dianalisis, dan

disusun dalam sebuah karya tulis yang ilmiah, informatif, bermanfaat, serta

menambah kekayaan intelektual.

2. Bagi institusi pendidikan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai sumbangan pemikiran dan acuan

sebagai kajian yang lebih mendalam tentang perbandingan tekanan darah pada

lansia dengan hipertensi sebelum dan setelah diberikan masasse ekstrimitas di

Kelurahan Bugih Pamekasan.

3. Bagi institusi kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan

Penelitian ini diharapkan memberi masukan pada pelayanan kesehatan seperti

di posyandu lansia, panti jompo untuk menginformasikan manfaat massase

ekstrimitas terhadap penurunan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi di

Kelurahan Bugih Pamekasan


4. Bagi keluarga dan masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan informasi yang

ilmiah mengenai manfaat massase ekstrimitas terhadap penurunan tekanan

darah pada lansia dengan hipertensi di Kelurahan Bugih Pamekasan.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Dasar

1. Lansia

a. Pengertian Lansia

Lansia adalah kelanjutan dari usia dewasa terdiri dari fase prasenium yaitu

lansia dari usia 55 – 65 tahun dan senium yaitu lansia yang usianya lebih

dari 65 tahun (Nugroho, 2008). Sedangkan pengertian lansia menurut

Stanley & Beare (2007) lansia adalah kelanjutan dari usia dewasa yang

dengan seiring waktu akan mengalami penurunan fisik dan tidak lagi

melaksanakan fungsi peranan sosial seperti dewasa normal.

b. Batasan Lansia

Menurut Dra. Ny. Jos Masdani (psikolog dari Universitas Indonesia), lansia

merupakan kelanjutan dari usia dewasa. Kedewasaan dapat dibagi menjadi

empat bagian, yaitu:

a) Fase iuventus, antara usia 25 – 40 tahun.

b) Fase verilitas, antara usia 40 – 50 tahun.

c) Fase prasenium, antara usia 55 – 65 tahun.

d) Fase senium, antara usia 65 tahun hingga tutup usia (Nugroho, 2008).

Uraian beberapa ahli mengenai batasan umur lansia bila ditelaah dapat

disimpulkan bahwa yang disebut lansia adalah orang yang berumur 55

tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam UU No. 4 tahun 1965 pasal 1

dinyatakan sebagai berikut : “ Seseorang dapat dinyatakan sebagai


seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan mempunyai

umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah

sendiri untuk keperluan sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain “

c. Teori Proses Menua

Menua didefinisikan sebagai proses yang mengubah seorang dewasa sehat

menjadi seorang yang frail (lemah dan rentan) dengan berkurangnya

sebagian besar cadangan sistem fisiologis dan meningkatkan kerentanan

terhadap berbagai penyakit dan kematian. Menua juga didefinisikan sebagai

penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap berbagai

penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan,

serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Setiani dkk dalam Aru

dkk, 2009). Nugroho (2008) mengemukakan berbagai teori tentang proses

penuaan, antara lain :

1) Teori Biologis

a) Teori Genetik

Teori ini menjelaskan bahwa didalam tubuh terdapat jam biologis yang

mengatur gen dan menentukan jalannya proses penuaan. Teori genetik

mengakui adanya mutasi somatik yang mengakibatkan kegagalan

pengadaan Deoxyribonucleic Acid (DNA).


b) Teori Non Genetik

Teori ini terbagi lagi dalam beberapa teori :

(1) Teori Radikal Bebas

Radikal bebas yang terdapat di lingkungan mengakibatkan

terjadinya perubahan pigmen dan kolagen pada proses penuaan.

(2) Teori Rantai Silang (Cross Link Theory)

Molekul kolagen dan zat kimia mengubah fungsi jaringan dan

mengakibatkan terjadinya jaringan yang kaku pada proses

penuaan.

(3) Teori Kekebalan

Perubahan pada jaringan limpoid mengakibatkan tidak adanya

keseimbangan dalam sel T sehingga produksi antibodi dan

kekebalan menurun.

(4) Teori Menua Akibat Metabolisme

Pengurangan asupan kalori dapat memperpanjang umur,

sedangkan perubahan asupan kalori yang menyebabkan

kegemukan dapat memperpendek umur.

(5) Teori Fisiologis

Terdiri dari teori oksidasi stres (penyebab terjadinya stress

oksidasi adalah penyakit degenerasi basal ganglion yang

menyebabkan terjadinya toksin dan menyebabkan kematian dan

pada usia dewasa terjadi fase disintegrasi jaringan dan organ tubuh
yang sering dipakai, bila tidak ada proses penggantian sel, proses

tersebut akan diakhiri dengan kematian).

2) Teori Sosiologis

a) Teori Interaksi Sosial

Kemampuan lanjut usia untuk terus menjalin interaksi sosial

merupakan kunci mempertahankan status sosialnya berdasarkan

kemampuan bersosialisasi.

b) Teori Aktivitas

Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan banyak ikut

serta dalam kegiatan sosial. Lanjut usia akan merasakan puas apabila

dapat melakukan aktivitas dan mempertahankan aktivitas selama

mungkin.

c) Teori Kepribadian Berlanjut

Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus

kehidupan lanjut usia. Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat

merupakan gambarannya kelak pada saat ia menjadi lanjut usia. Hal ini

dapat dilihat dari gaya hidup, perilaku, dan harapan seseorang ternyata

tidak berubah walaupun ia telah lanjut usia.

d) Teori Pembebasan/ Penarikan Diri

Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya lanjut usia maka

lansia secara berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan

sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitar. Keadaan ini

mengakibatkan interaksi social lanjut usia menurun. Menurut teori ini


seorang lanjut usia dinyatakan mengalami proses menua yang berhasil

apabila ia menarik diri dari kegiatan terdahulu kemudian dapat

memusatkan diri pada persoalan pribadi dan mempersiapkan diri

menghadapi kematiannya.

d. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Menurut Hutapea (2005), perubahan-perubahan yang dialami oleh lansia

adalah :

1) Perubahan Fisik

a) Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi dimana tubuh

menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit.

b) Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan menurunnya jumlah

energi yang dikeluarkan tubuh.

c) Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya sel – sel

yang mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.

d) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan

mencerna makanan serta penyerapan mulai lamban dan kurang efisien,

gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi.

e) Perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan

metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun.

f) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat,

kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang,

pendengaran berkurang, reaksi lambat, fungsi mental menurun, dan

ingatan visual berkurang.


g) Perubahan pada sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya

elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga dapat

mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat.

h) Kehilangan elastisitas dan fleksibilitas persendian, tulang mulai

keropos.

2) Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial menyebabkan rasa tidak aman, takut merasa

penyakit selalu mengancam, sering binggung, panik dan depresif. Hal ini

disebabkan karena ketergantungan fisik dan sosio ekonomi.

2. Hipertensi Pada Lansia

a. Pengertian

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana

tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada

populasi lansia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg (Rohaendi, 2008).

b. Etiologi

Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya

perubahan – perubahan pada elastisitas dinding aorta menurun, katup

jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah

menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung

memompa darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan

volumenya. Selain itu, kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi

karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi dan


meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer (Syahrini, Susanto, &

Udiyono, 2012).

c. Jenis Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya, hipertpensi dapat dikelompokkan menjadi dua

golongan yaitu :

1. Hipertensi Primer

Hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya sehingga karenanya disebut

juga dengan hipertensi esensial. Terjadi peningkatan kerja jantung akibat

penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar 90-95 % penderita

termasuk pengidap hipertensi primer.

2. Hipertensi Sekunder

Disebabkan oleh penyakit sistematik lain, misalnya gangguan hormon

(gushing), penyempitan pembuluh darah utama ginjal (stenosis arteri

renalis), akibat penyakit ginjal (glomerulonefritis), dan penyakkit sistematik

lainnya seperti lupus nefritis. Di Amerika, jumlah penderita hipertensi

sekunder kurang dari 5 % penduduk dewasa (WHO, 2010)

d. Patofisiologi

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah

terletak dipusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini

bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan

keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan

abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls

yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis.


Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya norepineprin mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi

respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Pada saat

bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah

sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,

mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal

mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal

mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons

vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin

merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang

sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi

natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra

vaskuler. Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.

Sebagai pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan

fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan

tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi

aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam

relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan

kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya,


aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi

volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)

mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Gunawan, 2001).

e. Klasifikasi Hipertensi

Menurut The Seventh Report of The National Committe on Prevention

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII)

(dalam Sustriani, Alam & Hadibroto, 2006) klasifikasi hipertensi pada usia

lanjut dapat dibedakan:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC VII

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg) :

Normal < 120 < 80


Pre Hipertensi 130-139 80-89
Hipertensi:
Stage 1 140-159 90-99
Stage 2 ≥ 160 ≥ 100
f. Gejala Hipertensi

Menurut Dalyoko (2010), gejala-gejala yang mudah diamati antara

lain yaitu :

1) Gejala ringan seperti pusing atau sakit kepala

2) Sering gelisah

3) Wajah merah

4) Tengkuk terasa pegal

5) Mudah marah

6) Telinga berdengung

7) Sukar tidur

8) Sesak napas

9) Rasa berat ditengkuk

10) Mudah lelah

11) Mata berkunang-kunang

12) Mimisan ( keluar darah dari hidung).

g. Faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi

Faktor risiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat atau tidak dapat

dikontrol, antara lain:

1) Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Dikontrol:

a) Jenis kelamin

Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun

wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause.

Harrison, Wilson dan Kasper (2005) mengatakan bahwa wanita yang


belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang

berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).

Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam

mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen

dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia

premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit

demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh

darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon

estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita

secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55

tahun. Penjelasan di atas mengungkapkan bahwa estrogen berperan

penting mampu menurunkan tekanan darah pada wanita muda. Saat

siklus menstruasi terjadi, tekanan darah akan menurun, ini terjadi

ketika fase luteal akan berubah menjadi fase folikular. Setelah wanita

tidak menstruasi lagi atau postmenoupause maka tidak akan terjadi

perubahan fase menstruasi di atas, dari fase luteal berubah menjadi

fase folikular sehingga tekanan darah tidak menurun dan justru

cenderung naik (Staessen, 2008). Dari hasil penelitian didapatkan hasil

lebih dari setengah penderita hipertensi berjenis kelamin wanita sekitar

56,5%. Hipertensi lebih banyak terjadi pada pria bila terjadi pada usia

dewasa muda. Tetapi lebih banyak menyerang wanita setelah umur 55

tahun, sekitar 60% penderita hipertensi adalah wanita. Hal ini sering
dikaitkan dengan perubahan hormone setelah menopause (Aisyah,

2009).

b) Umur

Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya, jadi

orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi

dari orang yang berusia lebih muda (Harison, Wilson & Kasper, 2005).

Hipertensi pada usia lanjut harus ditangani secara khusus. Tetapi pada

kebanyakan kasus ,hipertensi banyak terjadi pada usia lanjut. Pada

wanita, hipertensi sering terjadi pada usia di atas 50 tahun. Hal ini

disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause. Kondisi

yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping dari keausan

arteriosklerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari

berkurangnya kelenturan. Mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi

semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri.

Bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga

prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 %

dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri kehilangan

elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring

dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan

berkembang pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan

bertambahnya umur, dapat meningkatkan risiko hipertensi (Brunner &

Suddarth, 2006).
c) Keturunan (Genetik)

Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan

keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini

berhubungan dengan peningkatan kadar sodium intraseluler dan

rendahnya rasio antara potassium terhadap sodium. Individu dengan

orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai

keluarga dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80%

kasus hipertensi esensial dengan riwayat hipertensi dalam keluarga

(Anggraini dkk dalam Sumarna, 2012). Seseorang akan memiliki

kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang

tuanya adalah penderita hipertensi. Menurut Santoso (2010),

mengatakan bahwa tekanan darah tinggi cenderung diwariskan dalam

keluarganya. Jika salah seorang dari orang tua anda ada yang

mengidap tekanan darah tinggi, maka anda akan mempunyai peluang

sebesar 25% untuk mewarisinya selama hidup anda. Jika kedua orang

tua mempunyai tekanan darah tingi maka peluang anda untuk terkena

penyakit ini akan meningkat menjadi 60%.

2. Faktor Resiko Yang Dapat Dikontrol:

a) Obesitas

Pada usia pertengahan (+50 tahun) dan dewasa lanjut asupan kalori

sehingga mengimbangi penurunan kebutuhan energi karena kurangnya

aktivitas. Itu sebabnya berat badan meningkat. Obesitas dapat


memperburuk kondisi lansia. Kelompok lansia karena dapat memicu

timbulnya berbagai penyakit seperti artritis, jantung dan pembuluh

darah, hipertensi. Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas

atau tidak, dapat dilakukan dengan mengukur berat badan dengan

tinggi badan, yang kemudian disebut dengan Indeks Massa Tubuh

(IMT). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:

Berat Badan (kg)

IMT = ------------------------------------------------

Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan

darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang

obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat

badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30%

memiliki berat badan lebih. Obesitas berisiko terhadap munculnya

berbagai penyakit jantung dan pembuluh darah. Disebut obesitas

apabila melebihi Body Mass Index (BMI) atau Indeks Massa Tubuh

(IMT). BMI untuk orang Indonesia adalah 25. BMI memberikan

gambaran tentang risiko kesehatan yang berhubungan dengan berat

badan (Aisyah, 2009).

b) Kurang olahraga

Kurangnya aktivitas fisik dapat mengakibatkan hipertensi yaitu karena

terjadinya penurunan cardiac output (curah jantung) sehingga

pemompaan ke jantung menjadi lebih kurang. Kurangnya latihan


aktvitas fisik dapat menyebabkan terjadinya kekakuan pembuluh

darah, sehingga aliran darah tersumbat dan dapat menyebabkan

hipertensi. Kurangnya aktivitas fisik menaikkan risiko tekanan darah

tinggi karena bertambahnya risiko untuk menjadi gemuk. Orang-orang

yang tidak aktif cenderung mempunyai detak jantung lebih cepat dan

otot jantung mereka harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi,

semakin keras dan sering jantung harus memompa semakin besar pula

kekakuan yang mendesak arteri. Latihan fisik berupa berjalan kaki

selama 30-60 menit setiap hari sangat bermanfaat untuk menjaga

jantung dan peredaran darah. Bagi penderita tekanan darah tinggi,

jantung atau masalah pada peredaran darah, sebaiknya tidak

menggunakan beban waktu jalan (Aisyah, 2009).

c) Kebiasaan Merokok

Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.Perokok berat dapat

dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan

risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis.

Merokok meyebabkan hipertensi karena nikotin yg terkandung di

dalam rokok memiliki kecenderungan untuk menyempitkan pembuluh

darah dan arteri yang dapat menyebabkan plak. Plak menyempitkan

pembuluh darah. Nikotin juga memiliki kemampuan untuk

merangsang produksi hormone epinefrin juga dikenal sebagai

adrenalin yang menyebabkan pembuluh darah mengerut (Hopkinson,

2011). Dalam penelitian kohort prospektif oleh dr. Thomas S Bowman


28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat hipertensi, 51% subyek

tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5% subyek merokok

1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih dari 15

batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8

tahun (Aisyah, 2009).

d) Mengkonsumsi garam berlebih

Badan Kesehatan Dunia WHO merekomendasikan pola konsumsi

garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya hipertensi. Kadar

yodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100 mmol

(sekitar 2,4 gram yodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi

natrium yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam

cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menormalkannya cairan

intraseluler ditarik ke luar, sehingga volume cairan ekstraseluler

meningkat. Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut

menyebabkan meningkatnya volume darah, sehingga berdampak

kepada timbulnya hipertensi. (Basha, 2004).

e) Minum alkohol

Banyak penelitian membuktikan bahwa alkohol dapat merusak jantung

dan organ-organ lain, termasuk pembuluh darah. Kebiasaan minum

alkohol berlebihan termasuk salah satu faktor risiko hipertensi

(Aisyah, 2009).
f) Minum kopi

Faktor kebiasaan minum kopi didapatkan dari satu cangkir kopi

mengandung 75 – 200 mg kafein, di mana dalam satu cangkir tersebut

berpotensi meningkatkan tekanan darah 5 -10 mmHg (Dalyoko, 2010).

g) Stres

Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf

simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan darah secara

intermiten (tidak menentu). Stress yang berkepanjangan dapat

mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum

terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih

tinggi dibandingkan dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan

dengan pengaruh stres yang dialami kelompok masyarakat yang

tinggal di kota (Syahrini, Susanto, & Udiyono, 2012). Menurut

Anggraini dkk dalam Sumarna, (2012) mengatakan stress akan

meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer dan curah jantung

sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis. Adapun stress ini

dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi, dan

karakteristik personal.

h) Penyakit jasmani

Penyakit jasmani merupakan penyakit yang dapat menyebabkan

meningkatkan hipertensi yaitu asam urat, arterosklerosis,

hiperkolesterol dan hiperuresemi. Asam urat dapat menyebabkan

peningkatan hipertensi karena asam urat akan menyumbat aliran darah


ke jantung sehingga jantung akan bekerja lebih keras dalam memompa

jantung. Dengan demikian tekanan darah akan meningkat (Brunner &

Suddarth, 2001).

h. Komplikasi Hipertensi

Menurut Soeharto (2001), membiarkan hipertensi membiarkan jantung

bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan dinding pembuluh

darah berlangsung dengan lebih cepat. Hipertensi meningkatkan resiko

penyakit jantung dua kali dan meningkatkan risiko stroke delapan kali

dibanding dengan orang yang tidak mengalami hipertensi. Selain itu

hipertensi juga menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal

dan kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat

mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan fungsi

kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek jangka panjangnya

yang berupa kematian mendadak. Komplikasi hipertensi antara lain :

1) Penyakit jantung koroner dan arteri

Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh akan

semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal. Hipertensi sering

diasosiasikan dengan kondisi arteri yang mengeras ini.

2) Payah jantung

Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana jantung

tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan tubuh. Kondisi ini

terjadi karena kerusakan otot jantung atau sistem listrik jantung.


3) Stroke

Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke, karena

tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pembuluh darah

yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh

darah di otak, maka terjadi perdarahan otak yang dapat berakibat

kematian. Stroke juga dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah

yang macet di pembuluh yang sudah menyempit.

4) Kerusakan ginjal

Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah yang

menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran tubuh. Dengan

adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring lebih sedikit cairan dan

membuangnya kembali ke darah. Gagal ginjal dapat terjadi dan

diperlukan cangkok ginjal baru.

5) Kerusakan penglihatan

Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di mata,

sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau kebutaan.

i. Pencegahan hipertensi

Agar terhindar dari komplikasi fatal hipertensi, harus diambil tindakan

pencegahan yang baik antara lain dengan cara sebagai berikut:

1) Mengurangi konsumsi garam

Pembatasan konsumsi garam sangat dianjurkan, maksimal 2 g garam

dapur untuk diet setiap hari.


2) Menghindari kegemukan (obesitas)

Hindarkan kegemukan (obesitas) dengan menjaga berat badan (b.b)

normal atau tidak berlebihan. Batasan kegemukan adalah jika berat badan

lebih 10% dari berat badan normal.

3) Membatasi konsumsi lemak

Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak

terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan

terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Lama

kelamaan, jika endapan kolesterol bertambah akan menyumbat pembuluh

nadi dan menggangu peredaran darah. Dengan demikian, akan

memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah

hipertensi

4) Olahraga teratur

Menurut penelitian, olahraga secara teratur dapat menyerap atau

menghilangkan endapan kolesterol dan pembuluh nadi. Olahraga yang

dimaksud adalah latihan menggerakkan semua sendi dan otot tubuh

(latihan isotonik atau dinamik), seperti gerak jalan, berenang, naik sepeda.

Tidak dianjurkan melakukan olahraga yang menegangkan seperti tinju,

gulat, atau angkat besi, karena latihan yang berat bahkan dapat

menimbulkan hipertensi.
5) Makan banyak buah dan sayuran segar

Buah dan sayuran segar mengandung banyak vitamin dan mineral. Buah

yang banyak mengandung mineral kalium dapat membantu menurunkan

tekanan darah.

6) Tidak merokok dan minum alkohol

7) Latihan relaksasi atau meditas

Relaksasi atau meditasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan

jiwa. Relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan mengendorkan

otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang damai, indah, dan

menyenangkan. Relaksasi dapat pula dilakukan dengan mendengarkan

musik, atau bernyanyi.

8) Berusaha membina hidup yang positif.

Dalam kehidupan dunia modern yang penuh dengan persaingan, tuntutan

atau tantangan yang menumpuk menjadi tekanan atau beban stress

(ketegangan) bagi setiap orang. Jika tekanan stress terlampau besar

sehingga melampaui daya tahan individu, akan menimbulkan sakit

kepala, suka marah, tidak bisa tidur, ataupun timbul hipertensi. Agar

terhindar dari efek negative tersebut, orang harus berusaha membina

hidup yang positif (Gunawan, 2001).

j. Terapi

Hipertensi mungkin dapat dikendalikan dengan terapi non farmakoterapi

atau terapi farmakoterapi. Semua pasien tanpa memperhatikan apakah terapi

dengan obat dibutuhkan, sebaiknya dipertimbangkan juga untuk terapi tanpa


obat, caranya antara lainmengendalikan berat badan, pembatasan asupan

garam (sodium/Na) dan lemak jenuh ke dalam tubuh, menjaga kondisi tubuh

agar tetap rileks (tidak stres) dan olah raga yang teratur, serta meninggalkan

kebiasaan merokok dan minum alkohol.

1) Farmakologi

Menurut Knight (2008), selama tahun terakhir ini ada kemajuan pesat

yang dicapai dalam bidang pengobatan tekanan darah tinggi, karena itu

sebagai keseluruhan sudah berkurang komplikasi yang berat.

a) Diuretik

Diuretik merupakan antihipertensi yang telah diteliti secara luas serta

secara konsisten efektif dalam uji klinis. Diuretik menurunkan tekanan

darah pada awalnya dengan cara menurunkan volume plasma (dengan

menekan absorbsi natrium oleh tubulus ginjal sehingga meningkatkan

ekskresi natrium dan air) dan curah jantung, tetapi selama terapi kronis

pengaruh hemodinamik yang utama adalah mengurangi resistensi

vaskuler perifer.

b) Agen Penghambat Beta Adrenegik

Obat ini efektif untuk hipertensi karena menurunkan denyut jantung

dan curah jantung. Bahkan setelah penggunaan kontinyu penghambat

beta, curah jantung tetap lebih rendah dan resistensi vaskuler sistemik

lebih tinggi dengan agen yang tidak mempunyai aktivitas

simpatomimetik intrinsik atau penghambat alfa. Penghambat beta juga

menurunkan pelepasan renin. Obat tersebut menetralkan efek takikardi


yang disebabkan oleh vasodilatasi dan terutama bermanfaat pada

pasien dengan kondisi lain yang menyertai yang mendapatkan manfaat

dari bentuk terapi tersebut. Efek samping semua penghambat beta

antara lain menginduksi atau mengeksaserbasi bronkospasmus pada

pasien yang sudah mempunyai kecenderungan (pasien asma, beberapa

pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik), depresi konduksi nodus

sinus dan atrioventrikuler, kongesti nasal.

c) Penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme)

Obat ini semakin banyak digunakan sebagai pengobatan awal pada

hipertensi ringan sampai sedang. Aksi utama kerja obat ini adalah

dengan menghambat sistem rennin-angiotensin-aldosteron, terapi juga

menghambat degradasi bradikinin, menstimulasi sintesis prostlagandin

dan kadang – kadang mengurangi aktivitas system saraf simpatis.

Ruam kulit dapat terjadi akibat penghambatan ACE jenis apa pun.

Perubahan pengecap dijumpai lebih sering akibat kaptopril dari pada

gen yang tidak mengandung sulfhidril (ealapril dan lisinopril) tetapi

sering menghilang dengan terapi. Angiodema tidak bisa dijumpai

tetapi merupakan efek samping yang potensial berbahaya dari semua

agen kelas ini sebab pengaruh inhibisi sekunder obat ini terhadap

kinase. Menurut Moser et al (2008), peghambat ACE diberikan pada

pasien ddengan diabetes dengan tanda – tanda nefropati.


d) Agen Penghambat Reseptor Angiotensin II

Meskipun losartan, anggota pertama kelompok obat ini, kurang poten

dalam menurunkan tekanan darah dibandingkan dengan penghambat

ACE, antagonis angiotensi II yang lebih baru (valsartan, irbesrtanm

candesartan, telmisartan dan eprosartan) tampaknya sama potennya.

Penghambat reseptor angiotensin II tidak mengakibatkan batuk dan

jarang disertai dengan ruam kulit yang merupakan efek samping paling

umum akibat penghambat ACE. Namun, obat tersebut masih

menimbulkan risiko hipotensi dan gagal ginjal pada pasien dengan

stenosi renal bilateral dan hiperkalemia.

e) Agen Penghambat Saluran Kalsium

Agen kelas ini mengurangi tekanan dan sejumlah agen baru dengan

durasi aksi yang lebih lama dan mungkin aktivitas inotropik negatif

yang kurang poten tersedia. Obat ini berinteraksi dengan cara

menyebabkan vasodilatasi perifer, yang berkaitan dengan reflex

takikardi yang kurang begitu nyata dan retensi cairan daripada

vasodilator yang lain. Agen ini efektif sebagai terapi tunggal pada 60%

pasien dan nampaknya efektif pada semua kelompok demografi dan

semua derajat hipertensi. Penghambat saluran kalsium dan diuretik

kurang memberikan manfaat tambahan jika diberikan bersamaan bila

dibandingkan jika masing-masing obat tersebut dikombinasikan

dengan penghambat beta atau penghambat ACE


f) Antagonis Adrenoseptor

Prazosin, terazosin dan doksazosin memblok reseptor alfa pasca

sinaptik, membuat rileks otot polos dan menurunkan tekanan darah

dengan menurunkan tekanan darah dengan menurunkan resistensi

vaskuler perifer. Agen ini efektif sebagai terapi obat tunggal pada

beberapa individu, tetapi dapat terjadi takfilaksis selama terapi jangka

panjang dan relatif jarang terjadi efek samping. Efek samping utama

adalah hipertensi yang nyata dan sinkop setelah dosis pertama, yang

oleh karena itu sebaiknya diberikan dosis kecil dan diberikan pada saat

akan tidur. Palpitasi, nyeri kepala dan kecemasan dapat terus terjasi

selama terapikronik.

2) Terapi Non Farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis dengan modifikasi gaya hidup sangat

penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian

yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah tinggi.

Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologis terdiri dari berbagai

macam cara modifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah

menurut Ridwanamiruddin (2007), yaitu :

a) Mempertahankan berat badan ideal

Body Mass Index (BMI) dengan rentang 18,5-24,9 kg/m2 (Kaplan,

2006). BMI dapat diketahui dengan membagi berat badan dengan

tinggi badan yang dikuadratkan dalam satuan meter. Dekker (2006) ,

mengatakan bahwa hal ini dapat dilakukan dengan cara jangan makan
banyak, karena berat badan yang berlebihan juga menambah jumlah

keseluruhan darah. Mengatasi obesitas (kegemukan) juga dapat

dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun kaya

dengan serat dan protein, dan jika berhasil menurunkan berat badan

2,5-5 kg maka tekanan darah diastolik dapat diturunkan sebanyak 5

mmHg (Radmarssy, 2007). Secara garis besar, ada empat macam diet

untuk menanggulangi atau minimal mempertahankan keadaan tekanan

darah, yakni diet rendah garam, diet rendah kolesterol, lemak terbatas

serta tinggi serat, dan rendah kalori bila kelebihan berat badan.

Menurut Yasein et al (2010), mengikuti pola makan yang sehat,

meningkatkan aktivitas fisik, mempertahankan berat badan normal,

dan mengontrol tekanan darah merupakan tindakan sederhana untuk

mempertahankan kesehatan.

b) Kurangi asupan natrium (sodium)

Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah

garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (Kaplan, 2006). Jumlah

yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai kurang dari 2300

mm (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam menjadi

½ sendok teh/hari dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5

mmHg dan tekanan diastolik sekitar 2,5 mmHg (Radmarssy, 2007)

c) Menghindari rokok

Merokok sangat besar perannya dalam meningkatkan tekanan darah,

hal ini disebabkan oleh nikotin yang terdapat di dalam rokok yang
memicu hormon adrenalin yang menyebabkan tekanan darah

meningkat. Nikotin diserap oleh pembuluh darah di dalam paru-paru

dan diedarkan keseluruh aliran darah sehingga penyempitan pembuluh

darah. Hal ini menyebabkan kerja jantung

semakin meningkat untuk memompa darah keseluruh tubuh melalui

pembuluh darah yang sempit. Dengan berhenti merokok tekanan darah

akan turun secara perlahan, disamping itu jika merokok maka obat

yang dikonsumsi tidak akan bekerja secara optimal dan dengan

berhenti merokok efektifitas obat akan meningkat.

d) Penurunan stres

Stres memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap namun jika

episode stres sering terjadi dapat menyebabkan kenaikan sementara

yang sangat tinggi (Sheps, 2005). Perasaan gelisah dapat menyebabkan

ketegangan dan emosi terus menerus sehingga dapat meningkatan

tekanan darah. Usahakan tidur dan beristirahat secukupnya untuk

mempertahankan konsisi badan, karena tekanan darah menurun pada

waktu tidur, lebih rendah dari pada waktu siang hari. menghindari stres

dengan menciptakan suasana yang menyenangkan hati bagi penderita

hipertensi dan memperkenalkan

berbagai metode relaksasi seperti yoga, atau meditasi yang mengontrol

sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan

darah.
e) Pengobatan Non Konvensional

Penyakit hipertensi tidak cukup hanya dengan menggunakan terapi

obat saja, tetapi harus dikolaborasikan dengan terapi tradisional atau

non konvensional yang bertujuan supaya pengobatan penyakit

hipertensi lebih maksimal. Contoh pengobatan non konvensional ini

yaitu akupuntur, hipnoterapi, dan akupresur.

1. Biologically based practice, hal ini meliputi dari penggunaan

suplemen vitamin bdan mineral produk alami seperti chondroitin

sulfat yang berasal dari turunan tulang kartilago ikan hiu

2. Mind body medicine, jenis pendekatan ini melalui pendekatan

spiritual seperti meditasi dan tekhnik relaksasi

3. Alternative medical system, seperti acupuncture, ayurveda,

cupping teraphy, homeophatic treatment, naturophaty

4. Energy medicine, pendekatan ini menggunakan terpi yang meliputi

penggunaan energi seperti biofield atau bioelectromagnetic.

5. Manipulative and body based approaches, jenis pendekatan ini

meliputi pijjat (masase) sudah digunakan sejak abad 19

6. Manipulative and body based approaches, jenis pendekatan ini

meliputi pijjat (masase) sudah digunakan sejak abad 19

macam – macam masase :

a. Pijat batu panas, lebih dikenal dengan nama hot stone terapi ini

berfungsi untuk mengurangi rasa sakit dan merlonggarkan otot


– otot yang kejang di area tersebut. Tekanan ,batu yang lembut

membantu tubuh lebih rileks

b. Aroma teraphy, pijat ini bertujuan unjtuk mengurangi stres dan

membuat tubuh lebih berenergi

c. Deep tissue masase, merupakan pijatan yang dilakukan tukang

pijat dengan tangannya pijjat jaringan dalam ini sangat efektif

bila anda merasakan ketegangan pada otot – otot dan pegal –

pegal

d. Pijat punggung, bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah

di tubuh.

e. Pijat reflexy (ekstremitas) bertujuan untuk memberikan

bantuan dari nyeri otot dan ketegangan

1. Massase Ekstrimitas

Proses penuaan yang terjadi secara alami dengan

konsekuensi timbulnya masalah fisik, mental, dan sosial

(Sumampouw, 2007). Masalah yang terjadi akibat proses

penuaan membuat kebutuhan hidup lansia tidak terpenuhi

dengan baik. Setiap manusia memiliki kebutuhan hidup

termasuk orang yang telah memasuki usia lanjut juga

memiliki kebutuhan hidup agar dapat hidup sejahtera.

Kebutuhan hidup terbesar bagi lansia adalah peningkatan

kesehatan. Peningkatan kesehatan pada lansia merupakan

suatu hal yang kompleks. Lansia biasanya mengeluh


tekanan darah meningkat atau hipertensi. Massase dapat

menghasilkan relaksasi oleh stimulasi taktil di jaringan

tubuh menyebabkan respon neurohumoral yang kompleks

dalam The Hypothalamic–Pituitary Axis (HPA) ke sirkuit

melalui pusat jalur sistem saraf. Stimulus tersebut

didistribusikan otak tengah melalui korteks di otak dan

diinterpretasikan sebagai respon relaksasi (Lawton, 2005).

Adaptasi terhadap stres diatur oleh kapasitas HPA untuk

mensekresikan hormon seperti kortisol dan endorfin yang

mengurangi aktivitas sistem saraf simpatik dan

meningkatkan respon sistem syaraf parasimpatis. Kortisol

adalah hormon stres yang utama dan sebagai produk akhir

dari syaraf simpatik. Diperkirakan bahwa rangsangan taktil

dari pijat melawan kelebihan produksi kortisol dengan

mempengaruhi sekresi kortikotropin dari HPA.

Kortikotropin dalam dapat menurunkan kortisol dan

diintrepetasikan sebagai relaksasi (Remington, 2005).

Massase menjadi proses mediasi untuk pengurangan stres

fisiologis dan psikologis pada lansia.

a. Definisi

Massase ekstrimitas merupakan salah satu cara perawatan

tubuh dengan menggunakan kedua tangan pada bagian

telapak tangan dan kaki maupun jari-jari tangan dan kaki.


Massase yang berarti penekanan secara pelan. Di

Indonesia lebih dikenal dengan istilah pijat.

b. Manfaat Massase

Manfaat massase adalah memperlancar peredaran darah

dan getah bening. Dimana massase akan membantu

memperlancar metabolism dalam tubuh. Treatment

massase akan mempengaruhi kontraksi dinding kapiler

sehingga terjadi keadaan vasodilatasi atau melebarnya

pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.

Aliran oksigen dalam darah meningkat, pembuangan

sisa-sisa metabolik semakin lancar sehingga memacu

hormon endorphin yang berfungsi memberikan rasa

nyaman. Selain hal tersebut banyak sekali manfaat

massase bagi peningkatan fungsi-fungsi fisiologis tubuh.

Efek kesembuhan secara holistikpun bias didapatkan dari

massase yaitu menimbulkan relaksasi pada pikiran,

menghilangkan depresi dan perasaan panik dengan

meluangkan sedikit waktu untuk melakukan kontak

khusus yang ditimbulkan dari sentuhan massase (Jurch,

2009).
c. Macam-macam gerakan massase

1) Mengusap (Efflurage/strocking)

Gerakan mengusap dengan menggunakan telapak

tangan atau bantalan jari tangan. Gerakan ini

dilakukan sesuai dengan peredaran darah menuju

jantung maupun kelenjar-kelenjar getah bening.

Manfaat gerakan ini adalah merelaksasi otot dan

ujung-ujung syaraf (Snyder,2006).

2) Meremas (Petrisage)

Gerakan memijit atau meremas dengan menggunakan

telapak tangan atau jari-jari tangan. Teknik ini

digunakan pada area tubuh yang berlemak dan

jaringan otot yang tebal.

3) Friction

Gerakan melingkar kecil-kecil dengan penekanan yang

lebih dalam menggunakan jari atau ibu jari. Gerakan

ini hanya digunakan pada area tubuh tertentu yang

bertujuan untuk penyembuhan ketegangan otot akibat

asam laktat yang berlebih.

4) Menggetar (vibration)

Gerakan menggetar yang ditimbulkan oleh pangkal

lengan dengan menggunakan telapak tangan ataupun

jari-jari tangan (Snyder,2006).


5) Memukul (tapotement/ tapotage)

Gerakan menepuk atau memukul dan bersifat

merangsang jaringan otot, dilakukan dengan kedua

tangan bergantian. Untuk memperoleh hentakan

tangan yang ringan, tidak sakit pada klien tapi

merangsang sesuai dengan tujuannya, maka diperlukan

fleksibilitas pergelangan tangan. Tapotement tidak

boleh dikenakan pada area yang bertulang menonjol

ataupun pada otot yang tegang serta area yang terasa

sakit atau nyeri. Variasi gerakan tapotement, yaitu :

a) Memukul (beating)

b) Mencincang (hacking)

c) Menepuk (clapping)

d. Gerak ( movement ) dan Irama ( rythme )

1) Gerak (movement) teknik massase

Untuk mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan

massase maka harus dipahami dengan benar

bagaimana seseorang melakukan gerakan gerakan dari

tiap teknik gerakan sesuai dengan tujuan dan area

tubuh yang dimassase.

2) Irama (rythme)

Interval antara gerakan ke gerakan dimana hal tersebut

akan sangat mempengaruhi rangsangan pada bagian


bagian tubuh yang dimassase maupun kenyamanan

bagi klien itu sendiri. Massase yang baik adalah bila

irama gerakan teratur, stabil serta tidak terlalu cepat

ataupun lambat (Jurch, 2009).

e. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan

masasse Untuk mencapai hasil massase yang semaksimal

mungkin sesuai tujuaan dan manfaatnya, serta untuk

menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terhadap

keselamatan klien maka perlu memperhatikan hal-hal

berikut :

1) Cek kontra indikasi seperti Tumor (bengkak), colour

(hematoma/ memar), dolor (suhu panas tubuh),

fraktur ,varises, awal kehamilan, penyakit kulit,

jantung , diabetes, epilepsi.

2) Persyaratan terapis: tidak boleh memelihara kuku jari

panjang, tidak mengenakan perhiasan, kondisi sehat

dan melaksanakan sanitasi, menjaga konsentrasi dan

fleksibilitas tangan harus dikuasai selain

pengetahuan-pengetahuan dasar yang berkaitan

dengan massase. Sikap ramah dan penuh perhatian

sebagai pelayan pada klien.


f. Tahap Pelaksanaan Massase

Snyder (2006) menyatakan prosedur pelaksanaan massase

ektrimitas dapat dilakukan sebagai berikut:

Intervensi massase diberikan dalam 10 menit selama

seminggu 3x. Adapun standar operasional prosedur

pelaksanaan massase ekstrimitas sebagai berikut:

1) Identifikasi faktor-faktor atau kondisi seperti fraktur

tulang rusuk atau vertebrata, luka bakar, daerah

kemerahan pada kulit, atau luka terbuka dan

responden tidak mengkonsumsi obat anti-hipertensi.

2) Pada klien yang mempunyai riwayat hipertensi atau

disritmia, kaji denyut nadi dan tekanan darah.

3) Jelaskan prosedur dan posisi yang diinginkan klien.

4) Persiapan bahan dan instrumen massage meliputi

lotion atau minyak hangat, handuk, selimut, dan

stopwatch

5) Pemberi intervensi mencuci tangan dalam air hangat.

Hangatkan lotion dengan cara tempatkan botol lotion

ke dalam air hangat. Tuang sedikit lotion di tangan.

Jelaskan pada responden bahwa lotion akan terasa

hangat dan basah. Gunakan lotion sesuai kebutuhan.


 Teknik Massase Kaki

a) Klien dapat memposisikan telentang atau duduk

di kursi.

b) Seluruh kaki dan pergelangan kaki daerah

digosok dengan minyak

c) Dengan tegas, membuat gerakan melingkar pada

daerah pergelangan kaki dan di atas daerah

ventral seluruh di kaki.

d) Gunakan jari untuk memijat daerah antara

tendon pada kaki, mulai dari jari kaki dan

bergerak menuju pergelangan kaki.

e) Gerakan meremas digunakan untuk memijat sisi

masing-masing kaki.

f) Pada akhir, memijat kaki, ujung jari kaki

diremas, dengan gerakan melingkar pada telapak

kaki.

g) Gerakan menyapu dari atas dan bawah kaki

digunakan untuk menyimpulkan pijat kaki

pertama sebelum pindah ke kaki kedua.

 Teknik Massase Tangan

a) Punggung tangan

(1) Lakukan pemijatan dari pergelangan tangan

sampai ke ujung jari, tekanan sedang.


(2) Selanjutnya, pemijatan pada daerah sisi

tangan dengan setengah lingkaran

menggunakan tekanan sedang

b) Telapak tangan

(1) Pemijatan dilakukan pada telapak tangan

sampai ujung jari menggunakan tekanan

sedang

(2) Remas dengan lembut pada seluruh telapak

tangan dilakukan dengan menggunakan

tekanan sedang.

(3) Gerakan melingkar di atas telapak seluruh

menggunakan tekanan sedang.

(4) Pemijatan setengah lingkaran digunakan dari

pusat telapak tangan ke sisi menggunakan

tekanan sedang.

c) Jari

(1) Remas dengan lembut setiap jari dari pangkal

ke ujung di kedua sisi dan bagian depan dan

belakang menggunakan tekanan ringan

(2) Lakukan gerakan meremas dengan lembut

pada jari

(3) Berikan tekanan pada kuku


6) Penyelesaian

Letakkan tangan responden pada tangan peneliti dan

tarik tangan responden ke arah peneliti beberapa kali.

Kemudian, putar tangan klien atas dan dengan

lembut menarik ke arah peneliti beberapa kali.

7) Akhiri usapan dengan gerakan memanjang dan

beritahu klien bahwa pemberi intervensi mengakhiri

usapan.

8) Bersihkan kelebihan lubrikan dengan handuk mandi.

Bantu lansia merapikan bajunya kembali.

9) Bantu klien kembali pada posisi yang nyaman.

10) Letakkan handuk yang kotor pada tempatnya dan cuci

tangan.

11) Kaji kembali denyut nadi dan tekanan darah.

12) Catat respon terhadap massase dan kondisi kulit.


2. Kerangka Konseptual

Berdasarkan kerangka teori diatas dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut:

- Perubahan pada sistem


Proses Menua kekebalan
LANSIA - Perubahan fisik - Konsumsi energi turun secara
nyata
- Perubahan psikososial
- Perubahan pada sistem
metabolic
- respon pembuluh darah
Tekanan darah menurun terhadap rangsang
Faktor Yang (vasokonstriksi)
Mempengaruhi: - elastisitas dinding
aorta menurun
1. Jenis kelamin
Vasodilatasi 2. Umur
- katup jantung
vaskuler 3. Keturunan menebal dan
4. Obesitas menjadi kaku
5. Kurang olahraga - elastisitas
6. Kebiasaan pembuluh darah
Relaksasi syaraf Merokok
- penurunan
7. Mengkonsumsi
garam berlebih kemampuan
8. Minum alkohol memompa jantung
Penurunan kortisol dan endorfin 9. Minum kopi
yang mengurangi aktivitas sistem 10. stres
saraf simpatik dan meningkatkan
respon sistem syaraf parasimpatis

Masase ekstremitas HIPERTENSI

Mempengaruhi sekresi
Respon neurohumoral yang kompleks
kortikotropin
dalam The Hypothalamic–Pituitary Axis Relaksasi oleh stimulasi taktil
(HPA) ke sirkuit melalui pusat jalur di jaringan tubuh
sistem saraf

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Keterangan :

= variabel yang diteliti

= variabel yang tidak diteliti

= arah variabel
BAB 3

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian pre-eksperimen dengan rancangan penelitian one group pre

test and post test design adalah rancangan penelitian yang menggunakan satu

kelompok subyek dengan cara melakukan pengukuran sebelum dan setelah

perlakuan. Perbedaan kedua hasil pengukuran dianggap sebagai efek perlakuan.

Penelitian ini dilakukan untuk yaitu mengetahui pengaruh massase ekstrimitas

terhadap penurunan tekanan darah pada lansia degan hipertensi di Kelurahan

Bugih RW 8 Pamekasan (Saryono, 2011).

Penelitian ini hanya menggunakan satu kelompok sampel tanpa

menggunakan kelompok kontrol. Kelompok sampel diberi tes awal (pre test)

lalu diberikan perlakuan sebanyak tiga kali dan kemudian diberikan tes akhir

(post test).

O1 X1 O2

Gambar 3.1 Desain Penelitian

Keterangan :

O1: Observasi dan pengukuran tekanan darah sebelum diberi perlakuan

massase ekstremitas.

X1: perlakuan (masasse ekstremitas)

O2: Observasi dan pengukuran tekanan darah setelah diberi perlakuan massase

ekstremitas.
2. Identifikasi Variabel

Menurut Sugiyono (2010), variabel merupakan gejala yang menjadi fokus

peneliti untuk diamati. Variabel sebagai atribut dari sekelompok orang atau obyek

yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam sekelompok itu.

Variabel adalah suatu konsep yang dapat dibedakan menjadi dua, yakni yang

bersifat kuantitatif dan kualitatif (Hidayat, 2009). Dalam penelitian ini

membuktikan pengaruh massase ekstrimitas terhadap penurunan tekanan darah

pada lansia. Untuk dapat membuktikan pengaruh tersebut maka peneliti

menetapkan variabel sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Variable Independent)

Variabel bebas (Variable Independent) adalah variabel yang mempengaruhi

variabel atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat

atau variable dependent (Sugiyono, 2010). Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah masase ekstrimitas.

2. Variabel Terikat (Variable Dependent)

Variabel terikat (Variable Dependent) adalah variabel yang dipengaruhi dan

menjadi akibat variabel bebas atau variabel dependent (Sugiyono, 2010).

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penurunan tekanan darah pada

lansia hipertensi.
3. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Variabel Cara ukur Hasil Skala data

1 Masase Terapi - - -
nonfarmakologis
ekstrimitas
dengan
memberikan
masase tangan
dan kaki dengan
melakukan
usapan secara
perlahan dalam
10 menit selama
seminggu 3x

2 Tekanan darah Tekanan yang Observasi Tekanan rasio


dialami darah
lansia
pada pembuluh darah
darah arteri
ketika darah (mmhg)
dipompa oleh
jantung
keseluruh tubuh.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

4. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2010).

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi yang tinggal di

wilayah Kelurahan Bugih RW 8 Pamekasan. Data yang diperoleh dari


Posyandu Lansia di Kelurahan Bugih RW 8 pamekasan sebanyak 50 lansia

dengan hipertensi.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan

menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili

populasinya. Tekhnik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada

kriteria tertentu yang sebelumnya ditetapkan oleh peneliti, subjek yang

memenuhi kriteria tersebut menjadi sampel (Santjaka, 2008).

Keterangan:

N.Z2.p.q
n=
d2.n-1+Z2.p.q

50.(1.64) .0,5 .0,5


2

n=
0,1 (50-1)+(1,64) . 0,5.0,5
2 2

33,62
n=
1,16
n= 28, 9

n = 29

N : total populasi

P : proporsi kejadian, jika belum diketahui, dianggap 50%

Q : 1-P (0,5)

Z : nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,64)

d : Tingkat kejadian yang dipilih


Jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 29 responden.

Sampel pada penelitian ini adalah lansia dengan hipertensi yang berada di

Kelurahan Bugih RW 8 Pamekasan dengan kriteria penelitian sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah batasan ciri atau karakter umum pada subyek

penelitian, dikurangi karakter yang masuk dalam kriteria eksklusi (Saryono,

2011). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Lansia yang bersedia menjadi responden.

2) Lansia yang berumur 55-65 tahun.

3) Lansia yang tidak mengkonsumsi obat hipertensi.

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memenuhi criteria inklusi

yang dikeluarkan dari penelitian karena dapat mempengaruhi hasil penelitian

sehingga terjadi bias (Saryono, 2011). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1) Lansia dengan fraktur, luka bakar, daerah kemerahan pada kulit, atau luka

terbuka pada daerah ekstrimitas.

2) Lansia yang mengikuti perawatan alternatif semacam pijat lainnya seperti

akupuntur.

3) Lansia dengan asam urat.


5. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah posisi geografis yang merupakan tempat keberadaan

responden penelitian sehingga mendukung dilakukan penelitian.Tempat penelitian

yang telah ditetapkan peneliti yaitu Kelurahan Bugih RW 8 Pamekasan.

6. Alat Pengumpulan Data

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam

mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasil lebih baik sehingga

lebih mudah diolah (Saryono, 2011). Instrumen dalam penelitin ini yaitu lembar

observasional berisikan data responden dari hasil pengamatan selama penelitian,

spigmomanometer dan stetoskop. Hasil pengumpulan data tekanan darah

berdasarkan perhitungan diatas, dianalisis melalui uji statistic t-test berpasangan

alternatif wilcoxon karena distribusi data tidak normal.

7. Validitas dan Reliabilitas

1. Validitas

Validitas merupakan indeks yang menunjukan alat ukur tersebut benar-benar

mengukur apa yang diukur. Prinsip validitas mengacu pada pengukuran dan

pengamatan yang berarti prinsip keandalan instrumen dalam pengumpulan data

(Saryono, 2009). Reliabilitas merupakan kesamaan hasil pengukuran atau

pengamatan bila fakta atau kenyataan tersebut diukur atau diamati berkali-kali

dalam waktu yang berlainan. Alat ukur yang digunakan peneliti dalam

penelitian adalah spigmomanometer. Spigmomanometer merupakan alat ukur

baku yang digunakan dalam mengukur tekanan darah, sehingga tidak perlu

dilakukan uji validitas.


2. Relibialitas

Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur

dapat dipercaya atau dapat diandlkan. Hasil pengukuran konsisten atau tetap

azas bila dilakukan pengukuran berulang (Saryono, 2011). Pada penelitian ini

tidak dilakukan uji reliabilitas, karena skala yang digunakan sudah dibakukan.

8. Cara Pengumpulan Data dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian dilaksanakan selama satu bulan. Tahapan pengumpulan data selama

penelitian adalah sebagai berikut :

1. Tahapan Persiapan

a. Permohonan ijin dari pihak jurusan keperawatan untuk melakukan studi

pendahuluan, peneliti meminta ijin kepada Kantor Kelurahan bugih untuk

melakukan pengambilan data pasien hipertensi di Posyandu Lansia

Kelurahan bugih RW 8 Pamekasan.

b. Peneliti mempersiapkan materi dan konsep yang akan mendukung penelitian.

c. Peneliti membuat proposal penelitian yang dilanjutkan dengan pengujian

proposal penelitian.

2. Tahapan Pelaksanaan

a. Peneliti memohon surat izin penelitian kepada Jurusan keperawatan.

b. Peneliti mengumpulkan data primer dan data sekunder.

c. Peneliti menentukan responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kemudian peneliti memberikan informed consent pada responden untuk

ditandatangani sebagai bukti persetujuan menjadi responden penelitian.


d. Peneliti melakukan pengukuran tekanan darah yang pertama sebelum

diberikan massase ekstrimitas kepada semua sampel.

e. Responden yang diberikan massase ekstrimitas diminta untuk mencari posisi

yang dirasa paling nyaman.

f. Responden yang diberikan masasse ekstrimitas sebanyak 3 kali dalam

seminggu untuk setiap respondennya dan setiap intervensi selama 10 menit.

3. Peneliti melakukan pengukuran darah yang setelah diberikan massase

ekstrimitas

4. Pengumpulan Data Terakhir

Peneliti mengumpulkan data terakhir untuk kemudian dilakukan analisis data.

5. Teknik Pengumpulan Data

Data yang diperoleh berasal dari data primer, merupakan data yang

dikumpulkan dan diperoleh secara langsung di lapangan oleh peneliti. Data

primer dari penelitian ini adalah data jumlah lansia yang berada di Kelurahan

bugih RW 8 pamekasan.

9. Pengolahan Data

Analisis data dilakukan untuk memberikan kemudahan dalam menginterpretasikan

hasil penelitian. Untuk itu data diolah terlebih dahulu dengan tujuan mengubah

data menjadi informasi. Data yang diperoleh diolah dengan komputer

menggunakan program SPSS. Hidayat (2009) menyatakan bahwa proses

pengolahan data tersebut melalui langkah-langkah berikut:


a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh

atau dikumpulkan. Dalam penelitian ini dilakukan kegiatan pengecekan

kembali data dokumentasi pada lembar observasi mengenai hasil pemeriksaan.

b. Coding

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik (angka) terhadap data

yang terdiri atas beberapa kategori. Mengubah data dari yang berbentuk huruf

menjadi data berbentuk angka untuk memudahkan penginterpretasian hasil

penelitian.

c. Entry Data

Entry Data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke

dalam master tabel atau database computer. Entry Data dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0 for windows.

d. Tabulating

Tabulating adalah membuat distribusi frekuensi sederhana atau tabel

kontingensi yang telah diberi skor dan dimasukkan ke dalam tabel.

10. Analisis Data

Setelah dilakukan pengumpulan data, maka komponen variabel penelitian dapat

dilakukan analisis. Berdasarkan Saryono (2011), analisis data dilakukan dalam 2

tahap yaitu:
a. Analisis Univariat

Analisis data univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil

penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi

frekuensi (Notoadmodjo, 2002). Analisis univariat dalam penelitian ini

dilakukan untuk mengetahui karakteristik lansia (umur, jenis kelamin), dan

mengetahui tekanan darah sebelum dan sesudah masasse ekstrimitas .

Pada analisis univariat, data yang diperoleh dari hasil pengumpulan

dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi

sentral atau grafik. Jika data mempunyai distribusi normal, maka mean dapat

digunakan sebagai ukuran pemusatan dan standar deviasi (SD) sebagai ukuran

penyebaran. Jika distribusi tidak normal maka sebaiknya menggunakan

median sebagai ukuran pemusatan dan minimum-maksimum sebagai ukuran

penyebaran.

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui

ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan variabel

terikat (Notoatmodjo, 2002). Analisis bivariat dalam penelitian ini dilakukan

untuk mengetahui pengaruh masasse terhadap penurunan tekanan darah pada

lansia dengan melihat pre test dan post test. Analisis ini menggunakan uji

statistik uji “t” test berpasangan dengan rumus:


Zα +Zβ S
N=
X1-X2

Keterangan:

n = Besar Sampel

Z = Kesalahan tipe I (Z 1,64)

Z = Kesalahan tipe II (Z )

S = Standar deviasi (4)

X1-X2 = Selisih minimal yang dianggap bermakna (X1-X2= 2)

Berdasarkan hasil penelitian menggunakan uji statistik t-test berpasangan

alternatif wilcoxon karena data tidak terdistribusi normal.


11. Kerangka Kerja
Populasi

Semua lansia dengan hipertensi di


kelurahan bugih RW 8 pamekasan
sebanyak 50 orang

Purposive sampling

Sampel

Sebagian lansia dengan hipertensi yang


tidak mengkonsumsi obat hipertensi

Desain penelitian

Pre eksperimental, one group pre test post


test

Pre test : pengukuran tekanan darah sebelum


dilakukan masase ekstremitas

Masase ekstremitas Analisa data

Univariat dan bivariat

Post test : pengukuran tekanan darah setelah


dilakukan masase ekstremitas

Penyajian hasil

Tabel dan narasi

Kesimpulan

Hasil signifikan menunjukkan ρ = 0, 000


dengan α < 0, 05 , sehingga h0 ditolak dan h1
diterima
12. Etika Penelitian

Masalah etika penelitian yang menggunakan subyek manusia menjadi

isusentral yang sedang berkembang. Secara umum prinsip etika dalam penelitan

atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi prinsip manfaat, prinsip

menghargai subyek, dan prinsip keadilan (Nursalam, 2003).

Penelitian ini telah dirancang sesuai dengan petunjuk dan aturan yang telah

ditetapkan serta telah mendapatkan rekomendasi dari Tim Komisi Skripsi

Jurusan Keperawatan STIKES Ngudia Husada Madura. Peneliti mengajukan

permohonan ijin kepada pihak Kepala Kelurahan bugih , kemudian dalam

penelitian menekankan pada masalah etika yang meliputi:

1. Informed concent

Peneliti menjelaskan tujuan dari penelitian kepada responden.Responden

yang bersedia selanjutnya diminta menandatangani lembar persetujuan.

2. Confidentiality

Semua responden harus dijaga kerahasiaannya. Peneliti menjaga kerahasiaan

semua informasi serta data-data penelitian.

3. Anonymity

Peneliti merahasiakan dan tidak mencantumkan nama melainkan

menggunakan kode responden.

Anda mungkin juga menyukai