Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN HIPERTENSI DI

PUSKESMAS BANGETAYU SEMARANG

Disusun Oleh :

Ilham Fauzan

(40902100001)
PRODI D3 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG

2023/2024

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyebab paling umum terjadinya penyakit kardiovaskuler dan


merupakan masalah utama di negara maju maupun berkembang. Kardiovaskuler juga
menjadi penyebab nomor satu kematian di dunia setiap tahunnya (Kementrian Kesehatan RI,
2018). Faktor yang dapat mempengaruhi hipertensi ada dua yaitu faktor yang dapat
dikendalikan seperti obesitas, medikasi, gaya hidup dan stress dan faktor yang tidak dapat di
kendalikan seperti usia, riwayat keluarga, dan jenis kelamin (Junaedi dkk, 2013).

Data world health organization (WHO) 2015 menyebutkan jumlah penderita hipertensi
akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang bertambah pada tahun 2025
mendatang diperkirakan sekitar 29% warga di dunia terkena hipertensi. World health
organization (WHO) 2015 menyebutkan Negara ekonomi berkembang memiliki penderita
hipertensi sebesar 40% dibandingkan Negara maju yang hanya 35%.

Bertambahnya usia mengakibatkan tekanan darah meningkat, karena dinding arteri


pada lansia akan mengalami penebalan yang mengakibatkan penumpukan zat kolagen pada
lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku
(Anggraini, 2009). Proses menua dapat mempengaruhi perubahan fisik dan mental yang
mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit dan yang paling sering ditemukan pada
lansia adalah penyakit hipertensi (Tamher & Noorkasiani, 2009). Penyakit hipertensi
merupakan tekanan darah yang memberikan gejala berlanjut pada target organ, seperti stroke
untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot jantung
(Amiruddin, 2007).

Gejala klinis yang dialami oleh penderita hipertensi yaitu meliputi nyeri kepala, pusing,
susah tidur, mudah marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sesak nafas, mata
berkunang-kunang, dan mimisan (Martha, 2012). Oleh karena itu hipertensi harus segera
ditangani. Hipertensi yang terlalu tinggi merupakan salah satu faktor risiko untuk stroke,
serangan jantung dan aneurisma arterial penyebab utama gagal jantung kronis. Upaya yang
bisa dilakukan adalah pemberian terapi farmakologi. Selain penggunaan terapi farmakologi
diperlukan dan nonfarmakologik.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum

Memberikan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan


hipertensi melalui pendekatan proses keperawatan.

b. Tujuan Khusus
1. Melakukan pengkajian pada lansia dengan Hipertensi baik secara anamnesa,
pemeriksaan fisik, observasi dll.
2. Menegakkan diagnosa keperawatan keluarga pada lansia dengan Hipertensi
3. Menyusun rencana asuhan keperawatan keluarga pada lansia dengan Hipertensi
4. Melakukan tindakan keperawatan keluarga pada lansia dengan Hipertensi
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian

Hipertensi berarti tekanan darah didalam pembuluh-pembuluh darah sangat tinggi.


Pembuluh-pembuluh darah yang dimaksud disini adalah pembuluh darah yang mengangkut
darah dari jantung yang memompa darah keseluruh jaringan dan organ-organ tubuh (Susuilo
& Wulandari, 2011).

Hipertensi atau biasa dikenal dengan penyakit darah tinggi didefenisikan sebagai suatu
keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal, baik tekanan
darah sistolik maupun tekanan darah diastolik. Pada umumnya, tekanan darah sistolik yang
nilainya diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastolik diatas 90 mmHg sudah dianggap
merupakan garis batas hipertensi (Junaidi, 2010).

2. Etiologi

Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi
sebagai respons peningkatan curah jantung atau peningkatan tekanan perifer. Akan tetapi,
ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi.

1. Genetik : respon neurologi terhadap stess atau kelainan sekresi atau respon
2. Obesitas terkait dengan tingkat insulin yang tinggi yang meningkatkan tekanan darah
meningkat. Karna kondisi ini mengganggu metabolisme lemak serta meningkatkan
kolesterol dan trigliserida. Pada akhirnya resistensi insulin mengakibatkan peningkatan
lemak tubuh dan obesitas.
3. Stress karena lingkungan
4. Hilangnya elastis jaringan dan arterosklerosis pada orang tua serta pelebaran pembuluh
darah.
Pada orang lanjut usia, penyebab hipertensi di sebabkan terjadinya perubahan pada
elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal dan menjadi kaku, kemampuan
jantung memompa darah, kehilangan elastisitas pembuluh darah, dan meningkatkan
resistensi pembuluh darah perifer. Setelah usia 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun 1% tiap tahun sehingga menyebabkan menurunya kontraksi dan volume.
Elastisitas pembuluh darah menghilang karena terjadi berkurangnya efektifitas pembuluh
darah perifer untuk oksigenasi (Reny, 2014).

3. Manifestasi Klinis

Pasien yang menderita hipertensi terkadang tidak menampakan gejala hingga bertahun-
tahun. Jika ada gejala menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan manifestasi yang
khas sesuai sistem organ yang divaskulasrisasikan oleh pembuluh darah bersangkutan.

Pada pemeriksaan fisik, tidak di jumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang
tinggi, tetapi dapat pula di temukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat,
penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).

Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemiak
transien (transient ischemic attac, TIA) yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada
satu sisi (hemiplegia) atau gangguan tajam pengelihatan (Smelzter, 2002 dalam Reny, 2014

Gejala umum yang di timbulkan akibat menderita hipertensi tidak sama pada setiap
orang, bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala yang di keluhkan oleh
penderita hipertensi sebagai berikut :

- Sakit kepala
- Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk
- Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh
- Berdebar atau detak jantung terasa cepat
- Telinga berdengung
- Mudah Lelah,letih, dan lesu
- Mudah emosi atau marah
4. Patofisiologi
Tekanan darah merupakan hasil interaksi antara curah jantung (cardiac out put)
dan derajat dilatasi atau konstriksi arteriola (resistensi vascular sistemik). Tekanan
darah arteri dikontrol dalam waktu singkat oleh baroreseptor arteri yang mendeteksi
perubahan tekanan pada arteri utama.

Baroreseptor dalam komponen kardiovaskuler tekanan rendah, seperti vena,


atrium dan sirkulasi pulmonary, memainkan peranan penting dalam pengaturan
hormonal volume vaskuler.Penderita hipertensi dipastikan mengalami peningkatan
salah satu atau kedua komponen ini, yakni curah jantung dan atau resistensi vascular
sistemik.

Sedangkan tekanan intracranial yang berefek pada tekanan intraocular akan


mempengaruhi fungsi penglihatan bahkan jika penanganan tidak segera dilakukan,
penderita akan mengalami kebutaan (Nugraha, 2016). Mekanisme yang mengontrol
konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medulla
diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah
ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di
toraks dan abdomen.

Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk implus yang bergerak


kebawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah.

Berbagai factor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons


pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien dengan hipertensi sangat
sensitive terhadap norepineprin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan ketika system saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi.

Medula adrenal menyekresi epineprin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks


adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran
darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II , vasokontriktor
kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume instravaskuler. Semua factor tersebut cenderung menyebabkan hipertensi
(Aspiani, 2019).

5. Komplikasi
a. Stroke

Stroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi diotak, atau akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang.
(Triyanto, 2014).

b. Infark miokard

Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis tidak dapat
menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang
menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Hipertensi kronik dan
hipertensi ventrikel, maka kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat terpenuhi
dan dapat menimbulkan perubahan-perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel
sehingga terjadi distrimia, hipoksia jantung dan peningkatan resiko pembentukan bekuan
(Triyanto, 2014).

c. Gagal ginjal

Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-
kapiler ginjal, glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir keunit-unit
fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian. Dengan rusaknya membran glomerulus, protein akan keluar melalui urin
sehingga tekanan osmitik koloid plasma berkurang,menyebabkan edema yang sering
dijumpai pada hipertensi kronik (Triyanto, 2014).

d. Gangguan kognitif dan demensia gangguan daya pikir dan isi pikir

Tekanan darah yang tinggi bisa mempengaruhi kesehatan otak. Hasilnya akan muncul
dimensia atau pikun dan gangguan kognitif atau daya pikir. Penyebabnya hampir sama
dengan yang terjadi pada retina mata, yaitu penyempitan arteri di beberapa bagian otak.
Individu yang mengalami gangguan ini akan mengalami masalah dalam ingatan,
berhitung, berpikir, memutuskan sesuatu, memilih, dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut kowalak (2016) komplikasi hipertensi meliputi; Krisis hipertensi,


penyakit arteri perifer, aneurisma, aorta dissecting, PJK, angina, infark miokard, gagal
jantung, aritmia, kematian mendadak, serangan iskemik sepintas, stroke, retinopati,
ensefalopati hipertensi dan gagal ginjal

6. Pemeriksaan Penunjang
1. Hb/Ht : kaji adanya sel terhadap volume cairan(viskositas) serta bisa indikasi
faktor pemicu yaitu : hipokoagulabilitas, kekurangan darah.
2. BUN / kreatinin : menginformasikan data perfusi ataupun fungsi ginjal.
3. Glucosa : Hiperglikemi (DM merupakan penyebab hipertensi) bisa berakibat
keluar kadar ketokolamin.
4. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal serta terdapat
DM.
5. . CT Scan : Kaji ada tumor cerebral, encelopati.
6. EKG : Bisa memberitahu pola keregangan, dimana luas, ketinggian gelombang P
merupakan ciri menandakan penyakit jantung hipertensi.
7. IUP : mengenal penyebab hipertensi semacam : Batu ginjal perbaikan ginjal.
8. Photo dada : Tunjuk destruksi kalsifikasi di area katup, pembesaran jantung.
BAB III

PERUBAHAN LANSIA SECARA TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

1. Perubahan anatomik dan fisiologik

Pada perubahan fisiologisterjadi penurunan sistem kekebalan tubuh dalam menghadapi


gangguan dari dalam maupun luar tubuh. Salah satu gangguan kesehatan yang paling banyak
dialami oleh lansia adalah pada sistem kardiovaskuler (Teguh, 2009). Secara alamiah lansia
akan mengalami penurunan fungsi organ dan mengalami labilitas tekanan darah (Mubarak
dkk, 2006). Oleh sebab itu, lansia dianjurkan untuk selalu memeriksakan tekanan darah
secara teratur agar dapat mencegah penyakit kardiovaskuler khususnya hipertensi (Martono
& Pranaka, 2009).

Hipertensi merupakan faktor resiko dari penyakit kardiovaskuler. Hipertensi dapat


meningkatkan lima kali resiko terkena penyakit jantung koroner. Tingginya angka kejadian
hipertensi pada lansia menuntut peran tenaga kesehatan untuk melakukan pencegahan dan
upaya promosi kesehatan. Ada beberapa cara pencegahan yang dapat dilakukan oleh lansia
agar terhindar dari penyakit hipertensi dengan semboyan SEHAT yaitu Seimbangkan gizi,
Enyahkan rokok, Hindari stres, Awasi tekanan darah, dan Teratur berolahraga. Teratur
berolahraga dapat dilakukan dengan cara latihan fisik yang sesuai dengan lansia diantaranya
berjalan-jalan, bersepeda, berenang, melakukan pekerjaan rumah dan senam (Maryam dkk,
2008). Latihan fisik seperti senam yang teratur juga membantu mencegah keadaan –keadaan
atau penyakit kronis, seperti tekanan darah tinggi (hipertensi) (Once, 2011). Senam dapat
meningkatkan aktivitas metabolisme tubuh dan kebutuhan oksigen. Jenis latihan fisik yang
dapat dilakukan oleh lansia adalah senam. Senam lansia sangat penting untuk para lanjut usia
untuk menjaga kesehatan tubuh mereka.

2. Faktor Resiko dan Konsekuensi fungsional


a. Faktor risiko hipertensi yang tidak dapat dimodifikasi
1) Faktor Jenis Kelamin
Menurut Endang Triyanto tahun 2014 wanita diketahui mempunyai tekanan darah
yang lebih rendah dibandingkan dengan pria saat berusia 20-30 tahun. Tetapi
hipertensi akan lebih mudah menyerang wanita pada saat berumur 55 tahun lebih,
sekitar 60 % menderita hipertensi berpengaruh pada wanita dan 12 hal ini dikaitkan
pada perubahan hormon setelah menopause yang dialami wanita.

2) Usia

Prevalensi penderita hipertensi meningkat sesuai dengan usia sehingga semakin tua
maka akan semakin meningkat tekanan darahnya. Tekanan darah sistolik meningkat
progresif sesuai usia dan lansia dengan hipertensi merupakan risiko terbesar untuk
penyakit kardiovaskuler (Pikir, 2014).

3) Genetik

Faktor genetik sangat berpengaruh terhadap kesehatan keluarga, hipertensi pada orang
yang memiliki Riwayat hipertensi didalam keluarganya akan lebih beresiko 15-35 % .
Hipertensi dapat disebabkan oleh mutasi gen tunggal yang diturunkan dan dijelaskan
pada hukum mendel (Pikir, 2014).

4) Ras

Menurut Llyod-James dkk dalam Pikir tahun 2014 orang Amerika yang berkulit hitam
cenderung menderita hipertensi dengan angka lebih tinggi daripada yang bukan kulit
hitam.

b. Faktor risiko hipertensi yang dapat dimodifikasiyaitu


1) Pendidikan

Hipertensi memiliki hubungan yang terbalik dengan tingkat edukasi, orang yang
memiliki pendidikan tinggi mempunyai informasi tentang Kesehatan termasuk
hipertensi dan lebih mudah untuk menerima gaya hidup yang lebih sehat.

2) Obesitas

Lemak badan mempengaruhi kenaikan tekanan darah, obesitas sendiri terjadi pada 64
% pasien penderita hipertensi. Obesitas dan hipertensi memiliki gen mempunyai
informasi tentang Kesehatan termasuk hipertensi dan lebih mudah untuk menerima
gaya hidup yang lebih sehat.
3) Alkohol

Mengonsumsi alkohol dapat meningkatkan risiko terkena hipertensi karena


meningkatnya transport kalsium ke dalam sel otot polos dan melalui peningkatan
katekolamin plasma. Terjadinya hipertensi akan lebih tinggi pada orang yang
mengonsumsi alkohol berat akibat aktivitas simpatetik.

4) Rokok

Rokok menghasilkan nikotin dan karbon monoksida, suatu vasokontriktor atau


penyempitan pembuluh darah yang menyebabkan terjadinya hipertensi. Merokok
meningkatkan tekanan darah karena juga terjadi peningkatan norepinefrin plasma dari
saraf simpatetik.

5) Diet Garam

Konsumsi garam yang berlebih akan membuat tekanan darah menjadi tinggi oleh
karena itu dianjurkan untuk mengubah pola makan dengan mengurangi asupan garam.
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIKAL

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan langkah awal pelaksanaan asuhan keperawatan, agar diperoleh


data pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga. Sumber informasi dari
tahapan pengkaajian dapat menggunakan metode wawancara keluarga, observasi fasilitas
rumah, pemeriksaan fisik pada anggota keluarga dan data sekunder.

I. Data Umum

Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi :

 Nama kepala keluarga


 Usia
 Pendidikan kepala keluarga
 Pekerjaan
 Alamat
 Komposisi keluarga, status imunisasi dan genogram
 Tipe keluarga
 Suku bangsa
 Agama
 Status sosial ekonomi keluarga
 Aktifitas rekreasi keluarga
II. Riwayat dan tahap perkembangan keluarga meliputi :
 Tahap perkembangan keluarga saat ini ditentukan dengan anak tertua dari keluarga
inti.
 Tahap keluarga yang belum terpenuhi yaitu menjelaskan mengenai tugas
perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas
perkembangan tersebut belum terpenuhi.
 Riwayat keluarga inti yaitu menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga
inti yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing
anggota keluarga, perhatian terhadap pencegahan penyakit, sumber pelayanan
kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalamanpengalaman terhadap
pelayanan kesehatan.
 Riwayat keluarga sebelumnya yaitu dijelaskan mengenai riwayat kesehatan pada
keluarga dari pihak suami dan istri.
III. Pengkajian Lingkungan
 Karakteristik rumah
 Karakteristik tetangga dan komunitas RW
 Mobilitas geoografis keluarga
 Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
 Sistem pendukung keluarga
IV. Struktur keluarga
 Pola komunikasi keluarga yaitu menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antar
anggota keluarga.
 Struktur kekuatan keluarga yaitu kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan
mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.
 Struktur peran yaitu menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik
secara formal maupun informal.
 Nilai atau norma keluarga yaitu menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut
oleh keluarga yang berhubungan dengaan kesehatan.
V. Fungsi keluarga :
 Fungsi afèktif, yaitu perlu dikaji gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki
dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lain,
bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga
mengembangkan sikap saling menghargai.
 Fungsi sosialisai, yaitu perlu mengkaji bagaimana berinteraksi atau hubungan dalam
keluarga, sejauh mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan
perilaku.
 Fungsi perawatan kesehatan, yaitu mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil
keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan kesehatan pada anggota
keluarga yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatan kesehatan dan
keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan
setempat.
 Kebutuhan nutrisi keluarga
 Kebiasaan tidur, istirahat dan latihan
 Fungsi reproduksi
 Fungsi ekonomi
VI. Stres dan koping keluarga
 Stressor jangka pendek dan panjang. Stressor jangka pendek yaitu stressor yang
dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang dari 5 bulan.
Stressor jangka panjang yaitu stressor yang dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan.
 Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/ stressor
 Strategi koping yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.
 Strategi adaptasi fungsional yang divunakan bila menghadapi permasalah
VII. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan terhadap semua anggotaa keluarga. Metode yang
digunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik di
puskesmas. Harapan keluarga yang dilakukan pada akhir pengkajian, menanyakan
harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.
2. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif
Intervensi :Dukungan Pengambilan eputusan

Observasi :

 Identifikasi persepsi mengenai masalah dan informasi yang


memicu konflik

Terapeutik

 Fasilitasi mengklarifikasi nilai dan harapan yang membantu


membuat pilihan
 Motivasi mengungkapkan tujuan perawatan yang diharapkan
 Fasilitasi hubungan antara pasien ,keluarga ,dan tenaga
kesehatan lainnya
 Fasilitasi pengambilan keputusan secara kolaboratif

Edukasi

 Informasikan alternatif solusi secara jelas


 Berikan informasi yang diminta pasien

Kolaborasi

 Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam memfasilitasi


pengambilan keputusan

2. Kesiapan peningkatan koping keluarga


Intervensi : Dukungan Koping Keluarga

Observasi

 Identifikasi respons emosional terhadapa kondisi saat ini


 Identifikasi kesesuaian anatra harapan pasien , keluarga dan
tenaga kesehatan
 Identifikasi pemahaman tentang keputusan perawatan setelah
pulang

Teraupetik

 Dengarkan masalah , perasaan,dan pertanyaan keluarga


 Diskusikan rencana medis dan perawatan
 Fasilitasi pengambilan keputusan dalam merencanakan
perawatan jangka panjang
 Hargai dan dukung mekanisme koping adaftif yang digunakan

Edukasi

 Informasikan kemajuan pasien secara berkala


 Informasikan fasilitas perawatan kesehatan yang bersedia

Kolaborasi
 Rujuk untuk terapi keluarga

DAFTAR PUSTAKA

Aspiani. 2019. “Efektifitas Terapi Relaksasi Benson Terhadap Tekanan Darah Pada Penderita
Hipertensi.” Interest : Jurnal Ilmu Kesehatan 8(1): 51–60.

Angshera, Rike, Fuji Rahmawati, and Eka Yulia Fitri Y. 2020. “Dukungan Keluarga Pra Lansia Yang
Menderita Hipertensi Di Kelurahan Indralaya Mulya.” Seminar Nasional Keperawatan “Pemenuhan
Kebutuhan Dasar dalam Perawatan Paliatif pada Era Normal Baru”: 14–19.

Annisa, Dona Fitri, and Ifdil Ifdil. 2016. “Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lanjut Usia (Lansia).”
Konselor 5(2): 93.

Rosita, Marlina Dwi. 2012. “Hubungan Antara Fungsi Kognitif Dengan Kemampuan Interaksi Sosial
Pada Lansia Di Kelurahan Mandan Wilayah Kerja Puskesmas Sukoharjo.” : 1–17.

SDKI.SLKI,SIKI
Dokumentasi :

Anda mungkin juga menyukai