Anda di halaman 1dari 17

FARMAKOTERAPI SKR

“STUDI KASUS HIPERTENSI”

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


YAHDI THIA RHAHMADINI 2022212107

MARIA MELDA MOLA 2022212109

RITA PUSPITA 2022212110

YOSEVINA SARALOTA DOSI 2022212112

RIKA NOPRIYANTI 2022212113

SENJANURSA 2022212114

JESSICA SIHOMBING 2022212115

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSIITAS PANCASILA
JAKARTA
2023
I. LATAR BELAKANG

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dari 140
mmHg dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/ tenang (Kemenkes RI, 2021).
Penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskuler) merupakan masalah kesehatan
utama di negara maju maupun negara berkembang. Hipertensi menjadi penyebab kematian
nomor satu di dunia setiap tahunnya. Hipertensi merupakan salah satu penyakit
kardiovaskular yang paling umum dan paling banyak disandang masyarakat (Kemenkes RI,
2019).
Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar 1,13 Miliar
orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis hipertensi.
Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada tahun
2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4
juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasinya (Kemenkes RI, 2019).
Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) tahun 2017 menyatakan tentang
faktor risiko penyebab kematian prematur dan disabilitas di dunia berdasarkan angka
Disability Adjusted Life Years (DAILYs) untuk semua kelompok umur. Berdasarkan
DAILYs tersebut, tiga faktor risiko tertinggi pada laki-laki yaitu merokok, peningkatan
tekanan darah sistolik, dan peningkatan kadar gula. Sedangkan faktor risiko pada wanita yaitu
peningkatan tekanan darah sistolik, peningkatan kadar gula darah dan IMT tinggi (Kemenkes
RI, 2019).
Menurut data Sample Registration System (SRS) Indonesia tahun 2014, Hipertensi
dengan komplikasi (5,3%) merupakan penyebab kematian nomor 5 (lima) pada semua umur.
Sedangkan berdasarkan data International Health Metrics Monitoring and Evaluation (IHME)
tahun 2017 di Indonesia, penyebab kematian pada peringkat pertama disebabkan oleh Stroke,
diikuti dengan Penyakit Jantung Iskemik, Diabetes, Tuberkulosa, Sirosis , diare, PPOK,
Alzheimer, Infeksi saluran napas bawah dan Gangguan neonatal serta kecelakaan lalu lintas
(Kemenkes RI, 2019).
Data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan menyebutkan bahwa biaya
pelayanan hipertensi mengalami peningkatan setiap tahunnya yaitu pada tahun 2016 sebesar
2,8 Triliun rupiah, tahun 2017 dan tahun 2018 sebesar 3 Triliun rupiah (Kemenkes RI, 2019).
Dari prevalensi hipertensi sebesar 34,1% diketahui bahwa sebesar 8,8% terdiagnosis
hipertensi dan 13,3% orang yang terdiagnosis hipertensi tidak minum obat serta 32,3% tidak
rutin minum obat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita Hipertensi tidak
mengetahui bahwa dirinya Hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan. Alasan
penderita hipertensi tidak minum obat antara lain karena penderita hipertensi merasa sehat
(59,8%), kunjungan tidak teratur ke fasyankes (31,3%), minum obat tradisional (14,5%),
menggunakan terapi lain (12,5%), lupa minum obat (11,5%), tidak mampu beli obat (8,1%),
terdapat efek samping obat (4,5%), dan obat hipertensi tidak tersedia di Fasyankes (2%)
(Kemenkes RI, 2019).
Perubahan gaya hidup, seperti merokok, obesitas, tidak aktif, serta stres psikologis
menjadi penyebab tekanan darah tinggi. Dengan meningkatnya prevalensi hipertensi di
Indoensia, maka perlu ditanggunglangi, terutama dengan obat dan pengobatan
nonfarmokologis. Latihan nafas dalam ialah sebuah bentuk terapi non obat dimana perawat
mengajarkan klien cara bernafas dalam (bernafas perlahan dan tetap erinspirasi sebanyak
mungkin) dan cara menghembuskan nafas perlahan, selain itu memberikan bantuan dari
kejang. Selain itu, teknik relaksasi pernapasan dalam bisa meningkatkan ventilasi paru-paru
dan kadar oksigen darah.
Stres ialah sebuah ele men yang mungkin berkontribusi terhadap tekanan darah tinggi.
Stres ialah reaksi tubuh yang tidak spesifik terhadap 4 setiap tekanan maupun tuntutan,
terlepas dari apakah itu menyenangkan atau tidak. Stres fisik ataupun stres psikologi
mennjadi penyebab tidak stabilnya emosional serta merangsang pusat vasomotor yang
terletak di medula oblongata, sehingga mempengaruhi fungsi sistem saraf otonom serta
sirkulasi hormon. Stimulasi ini akan mengaktifkan sistem saraf simpatis serta memicu
lepasnya beberapa hormon, akibatnya terjadi kenaikan tekanan darah. Stres jangka panjang
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi terus-menerus, sehingga peril dikelola dengan tepat.
Kegagalan dalam melaksanakan manipulasi akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah,
yang menimbulkan masalah seperti penyakit jantung koroner, stroke, penyakit ginjal, dan
bahkan kematian. (Soeharto, 2004).
Penanganan hipertensi mesti komprehensif, meliputi rekomendasi, pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi. Penanganan hipertensi yang ditujukan untuk menurunkan
tekanan darah meliputi pengobatan hipertensi secara farmokologis dan nonfarmakologis
dengsan memakai obat antihipertensi. Sementara itu, pengobatan non-obat untuk hipertensi
ialah terapi non-medis yang dipakai sebagai penurun tekanan darah terkait stres 5 dengan
penerapan perubahan gaya hidup sehat, seperti meminimalisir asupan garam serta lemak,
memperbesar konsumsi buah dan sayur, serta menghilangkan kebiasaan merokok serta
alkohol. Turunkan berat badan ekstra secara teratur, istirahat yang cukup, berolahraga secara
rutin, dan memenejemen stres. Selain latihan pernapasan lambat dan dalam, akupunktur,
terapi fisik, psikoterapi, yoga, dan meditasi, terapi komplementer ialah sebuah pengobatan
nonfarmakologis yang bisa diberikan kepada pasien dengan tekanan darah tinggi (Susanti,
2015).
Jika tekanan darah tidak diobati dan dikelola, komplikasi akan menyebabkan kerusakan
jangka panjang pada arteri tubuh dan organ yang mendapatkan aliran darah dari arteri itu.
Tekanan darah tinggi bisa menyebabkan komplikasi pada jantung, otak, ginjal, dan mata yang
bisa menyebabkan gagal jantung, risiko stroke, kerusakan ginjal, serta kebutaan (Yolanda,
2017).
Hipertensi disebut sebagai the silent killer karena sering tanpa keluhan, sehingga
penderita tidak mengetahui dirinya menyandang hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi
komplikasi.
Kerusakan organ target akibat komplikasi Hipertensi akan tergantung kepada besarnya
peningkatan tekanan darah dan lamanya kondisi tekanan darah yang tidak terdiagnosis dan
tidak diobati.

II. PATOFISIOLOGI
Pusat vasomotor sumsum tulang belakang otak berisi proses yang mengatur penyempitan
dan relaksasi pembuluh darah. Jalur saraf simpatis berasal dari pusat vasomotor ini, berjalan
menuruni medula spinalis, dan meninggalkan kolumna vertebralis medula spinalis untuk
mencapai ganglia simpatis toraks dan abdomen. Rangsangan dari pusat vasomotor dikirim ke
ganglia simpatis melalui sistem saraf simpatis. Pada tahap ini, neuron hamil menghasilkan
asetilkolin, yang mendorong serabut saraf post-neuronal ke pembuluh darah, sedangkan
pelepasan norepinefrin 11 menginduksi penyempitan pembuluh darah. Beberapa variabel,
seperti kecemasan vasokonstriksi. Tidak diketahui apa penyebab pasien dengan hipertensi
sangat rentan terhadap norepinefrin.
Dalam hubungannya dengan stimulasi sistem saraf simpatis pembuluh darah sebagai
reaksi terhadap rangsangan emosional, kelenjar adrenal juga diaktifkan, menghasilkan
aktivitas vasokonstriktor lebih lanjut. Medula adrenal menghasilkan hormon vasokonstriksi
epinefrin. Kortisol dan hormon lain yang disekresikan oleh korteks adrenal dapat
meningkatkan respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang menurunkan aliran darah ke ginjal serta memicu pelepasan renin.
Apa yang disekresikan mendorong sintesis angiotensin I, yang selanjutnya diubah menjadi
vasokonstriktor kuat angiotensin II, yang meningkatkan sekresi aldosteron di korteks adrenal.
Hormon tersebut meningkatkan volume pembuluh darah dengan menjadi penyebab retensi
garam dan air di tubulus ginjal. Semua ini cenderung berkontribusi terhadap tekanan darah
tinggi (Asipiani, 2016).

II.1Gejala Klinis

Menurut Kemenkes RI, 2018 tidak semua penderita hipertensi memiliki gejala secara
tampak, mayoritas dari penderitanya mengetahui menderita hipertensi setelah melakukan
pemeriksaan pada fasilitas kesehatan baik primer maupun sekunder. Hal ini pula yang
mengakibatkan hipertensi dikenal dengan sebutan the silent killer. Tetapi pada beberapa
penderita memiliki gejala seperti :
a. Sakit Kepala
b. Gelisah
c. Jantung berdebar-debar
d. Pusing
e. Penglihatan kabur
f. Rasa sesak di dada
g. Mudah lelah
Sebagian besar penderita hipertensi tidak dijumpai kelainan apapun selain
peningkatan tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala. Setelah beberapa tahun
penderita akan mengalami beberapa keluhan seperti nyeri kepala di pagi hari sebelum
bangun tidur, nyeri ini biasanya hilang setelah bangun. Jika terdapat gejala, maka gejala
tersebut menunjukkan adanya kerusakan vaskuler dengan manifestasi khas sesuai sistem
organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan. Melalui survey dan
berbagai hasil penelitian di Indonesia, menunjukkan bahwa keluhan penderita hipertensi
yang tercatat berupa pusing, telinga berdengung, cepat marah, sukar tidur, sesak nafas,
rasa berat di tengkuk, mudah lelah, sakit kepala, mata berkunang-kunang, gangguan
neurologi, jantung, gagal ginjal kronik juga tidak jarang dijumpai. Dengan adanya gejala
tersebut merupakan pertanda bahwa hipertensi perlu segera ditangani dengan baik dan
patuh.

Gejala klinis pada kasus Hipertensi


Keluhan utama :
1. Pasien baru saja sembuh dari flu
2. Sakit kepala sesekali
3. Pusing di pagi hari
4. Batuk kronis "biasa"
5. Sesak napas, terutama saat berjalan jarak sedang (menyatakan, "Saya tidak bugar")

II.2 Etiologi
Berdasarkan penyebabnya hipertensi terbagi menjadi dua golongan menurut (Aspiani,
2014) :

A. Hipertensi primer atau hipertensi esensial


Hipertensi primer atau hipertensi esensial disebut juga hipertensi idiopatik karena
tidak diketahui penyebabnya.
Faktor yang memengaruhi yaitu : (Aspiani, 2014)
1. Genetik Individu yang mempunyai riwayat keluarga dengan hipertensi, beresiko
tinggi untuk mendapatkan penyakit ini. Faktor genetik ini tidak dapat
dikendalikan, jika memiliki riwayat keluarga yang memliki tekanan darah
tinggi.
2. Jenis kelamin dan usia Laki - laki berusia 35- 50 tahun dan wanita menopause
beresiko tinggi untuk mengalami hipertensi. Jika usia bertambah maka tekanan
darah 11 meningkat faktor ini tidak dapat dikendalikan serta jenis kelamin laki–
laki lebih tinggi dari pada perempuan.
3. Diet Konsumsi diet tinggi garam secara langsung berhubungan dengan
berkembangnya hipertensi. Faktor ini bisa dikendalikan oleh penderita dengan
mengurangi konsumsinya, jika garam yang dikonsumsi berlebihan, ginjal yang
bertugas untuk mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak dari pada
yang seharusnya didalam tubuh. Banyaknya cairan yang tertahan menyebabkan
peningkatan pada volume darah. Beban ekstra yang dibawa oleh pembuluh
darah inilah yang menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra yakni adanya
peningkatan tekanan darah didalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan
tekanan darah meningkat.
4. Berat badan Faktor ini dapat dikendalikan dimana bisa menjaga berat badan
dalam keadaan normal atau ideal. Obesitas (>25% diatas BB ideal) dikaitkan
dengan berkembangnya peningkatan tekanan darah atau hipertensi.
5. Gaya hidup Faktor ini dapat dikendalikan dengan pasien hidup dengan pola
hidup sehat dengan menghindari faktor pemicu hipertensi yaitu merokok,
dengan merokok berkaitan dengan jumlah rokok yang dihisap dalam waktu
sehari dan dapat menghabiskan berapa putung rokok dan lama merokok
berpengaruh dengan tekanan darah pasien. Konsumsi alkohol yang sering, atau
berlebihan dan terus menerus dapat meningkatkan tekanan darah pasien
sebaiknya jika memiliki tekanan darah tinggi pasien diminta untuk 12
menghindari alkohol agar tekanan darah pasien dalam batas stabil dan pelihara
gaya hidup sehat penting agar terhindar dari komplikasi yang bisa terjadi.

B. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder terjadi akibat penyebab yang jelas salah satu contoh
hipertensi sekunder adalah hipertensi vaskular rena, yang terjadi akibat stenosi arteri
renalis. Kelainan ini dapat bersifat kongenital atau akibat aterosklerosis.stenosis
arteri renalis menurunkan aliran darah ke ginjalsehingga terjadi pengaktifan
baroreseptor ginjal, perangsangan pelepasn renin, dan pembentukan angiostenin II.
Angiostenin II secara langsung meningkatkan tekanan darahdan secara tidak
langsung meningkatkan sintesis andosteron danreabsorbsi natrium. Apabiladapat
dilakukan perbaikan pada stenosis,atau apabila ginjal yang terkena diangkat,tekanan
darah akan kembalike normal (Aspiani, 2014).

II.3Diagnostik
Diagnosis hipertensi ditegakkan bila tekanan darah ≥ 140/90
mmHg. Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran
tekanan darah sistolik dan diastolik.

III. PENATALAKSANAAN
1. Non Farmakologi
Pada pasien yang menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,
maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang harus dijalani
setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu tersebut, tidak didapatkan
penurunan tekanan darah yang diharapkan atau didapatkan faktor risiko kardiovaskular
yang lain, maka sangat dianjurkan untuk memulai terapi farmakologi.
Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan untuk mengontrol tekanan darah, yaitu :
• Penurunan berat badan. Pasien dianjurkan mengganti makanan yang tidak sehat
dengan memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dengan rekomendasi 5 porsi
buah dan sayur per hari.
• Mengurangi asupan garam. Pasien dianjurkan untuk
mengurangi asupan garam, karena diet rendah garam ini juga
bermanfaat untuk mengurangi dosis obat antihipertensi pada
pasien hipertensi derajat ≥ 2. Dianjurkan untuk asupan garam
tidak melebihi 2 g/hari
• Olah raga. Olah raga jalan kaki 2-3 km yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 –
60 menit minimal 3 kali / minggu, dapat menolong penurunan tekanan darah.
Terhadap pasien yang tidak memiliki waktu untuk berolahraga secara khusus,
sebaiknya harus tetap dianjurkan untuk berjalan kaki, mengendarai sepeda atau
menaiki tangga dalam aktifitas rutin mereka di tempat kerjanya.
• Mengurangi konsumsi alkohol. Dianjurkan untuk mengurangi konsumsi alkohol,
dikarenakan konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau 1 gelas per
hari pada wanita, dapat meningkatkan tekanan darah. Dengan demikian membatasi
atau menghentikan konsumsi alkohol sangat membantu dalam penurunan tekanan
darah.
• Berhenti merokok. Walaupun sampai saat ini belum terbukti berefek langsung dapat
menurunkan tekanan darah, tetapi merokok merupakan salah satu faktor risiko utama
penyakit kardiovaskular dan pasien sebaiknya dianjurkan untuk berhenti merokok.

2. Farmakologi
Secara umum, terapi farmakologi pada hipertensi dimulai
bila pada pasien hipertensi derajat 1 yang tidak mengalami
penurunan tekanan darah setelah > 6 bulan menjalani pola hidup
sehat dan pada pasien dengan hipertensi derajat ≥ 2.
Beberapa prinsip dasar terapi farmakologi yang perlu diperhatikan untuk menjaga
kepatuhan dan meminimalisasi efek samping, yaitu :
a. Bila memungkinkan, berikan obat dosis tunggal
b. Berikan obat generik (non-paten) bila sesuai dan dapat mengurangi biaya
c. Berikan obat pada pasien usia lanjut (di atas usia 80 tahun) sama seperti pada usia
55 – 80 tahun.
d. Berikan edukasi yang menyeluruh kepada pasien mengenai terapi farmakologi
e. Lakukan pemantauan efek terapi dan efek samping obat secara teratur.
f. Penatalaksanaan Hipertensi pada ibu hamil dan ibu menyusui perlu diperhatikan
pemilihan obat untuk keamanan ibu dan janin. Dapat dilihat ditabel lampiran 1 dan
lampiran 2.

Untuk lebih mudah memahami secara lengkap penatalaksanaan hipertensi, dapat dilihat
gambar algoritma pada penyakit hipertensi sebagai berikut: Algoritma pada pasien
hipertensi (PERKI) (Kemenkes RI, 2019).
IV. KASUS
V. PENYELESAIAN KASUS DENGAN METODE SOAP

Nilai Rujukan

Darah Satuan Nilai Rujukan Fungsi Ginjal Satuan Nilai Rujukan


Eritrosit (sel darah merah) juta/µl 4,0 – 5,0 (P) Kreatinin U/L 60 – 150 (P)
4,5 – 5,5 (L) 70 – 160 (L)
Hemoglobin (Hb) g/dL 12,0 – 14,0 (P) Urea mg/dL 8 – 25
13,0 – 16,0 (L)
Hematokrit % 40 – 50 (P) Natrium mmol/L 135 – 145
45 – 55 (L)
Hitung Jenis Klorid mmol/L 94 – 111
Basofil % 0,0 – 1,0 Kalium mmol/L 3,5 – 5,0
Eosinofil % 1,0 – 3,0
Batang1 % 2,0 – 6,0
Segmen1 % 50,0 – 70,0 Profil Lipid Satuan Nilai Rujukan
Limfosit % 20,0 – 40,0 Kolesterol total mg/dL 150 – 200
Monosit % 2,0 – 8,0 HDL mg/dL 45 – 65 (P)
35 – 55 (L)
Laju endap darah (LED) mm/jam < 15 (P) Trigliserid mg/dL 120 – 190
< 10 (L)
Leukosit (sel darah putih) 103/µl 5,0 – 10,0 Lain Satuan Nilai Rujukan
MCH/HER pg 27 – 31 Glukosa (darah, puasa) mg/dL 70 – 100
MCHC/KHER g/dL 32 – 36 Amilase U/L 30 – 130
MCV/VER fl 80 – 96 Asam Urat mg/dL 2,4 – 5,7 (P)
3,4 – 7,0 (W)
Trombosit 103/µl 150 – 400
ALT (SGPT) U/L < 23 (P)
< 30 (L)
AST (SGOT) U/L < 21 (P)
< 25 (L)
Alkalin fosfatase U/L 15 – 69
GGT (Gamma GT) U/L 5 – 38
Bilirubin total mg/dL 0,25 – 1,0
Bilirubin langsung mg/dL 0,0 – 0,25
Protein total g/L 61 – 82
Albumin g/L 37 – 52

a. Subjective :

1. Keluhan utama dan riwayat penyakit sekarang : Pasien baru saja sembuh dari flu, tetapi
masih merasakan sakit kepala sesekali dan pusing di pagi hari,Dia melaporkan batuk
kronis "biasa" dan sesak napas, terutama saat berjalan jarak sedang (menyatakan, "Saya
tidak bugar").

Catatan : pasien tidak mengikuti saran mantan dokternya untuk diet rendah
natrium/garam

2. Riwayat penyakit sebelumnya :

Hipertensi × 15 tahun, Diabetes melitus tipe 1, Penyakit paru obstruktif kronik, Tahap 2
(Sedang) Hiperplasia prostat jinak, Penyakit ginjal kronis
b. Objective :

1. Umum
Berkembang dengan baik, bergizi baik (WDWN), laki-laki Afrika-Amerika; kelebihan
berat badan sedang; tidak dalam tekanan akut.

2. Tanda Vital
TD 168/92 mm Hg (duduk; ulangi 170/90), HR 76 bpm (reguler), RR 16 per menit, T
37°C; Berat 95 kg, Ht 6'2''

3. Lab

4. Analisa urin
Kuning, bening, SG 1,007, pH 5,5, (+) protein, (–) glukosa, (–) keton, (–) bilirubin, (–)
darah, (–) nitrit, RBC 0/hpf, WBC 1–2/ hpf, bakteri neg, 1-5 sel epitel
EKG Irama sinus normal
ECHO (6 bulan lalu) LVH ringan, perkiraan EF 45%

5. Riwayat Pengobatan :
Triamterene/hydrochlorothiazide 37.5 mg/25 mg po setiap pagi hari
Insulin 70/30, 24 unit setiap pagi hari, 12 unit setiap malam hari
Doxazosin 2 mg po setiap pagi hari
Albuterol INH (inhalation) 2 isapan setiap 4–6 jam jika sesak napas
Tiotropium DPI (dry powder inhaler) 18 mcg 1 kapsul INH (inhalation) setiap hari
Salmeterol DPI (dry powder inhaler) 1 INH (inhalation) 2x sehari
Entex PSE 1 kapsul setiap 12 jam jika gejala batuk dan pilek
Acetaminophen 325 mg po setiap 6 jam jika sakit kepala
c. Assessment :

Riwayat Penyakit Subyektif Obyektif Terapi DRP


(diatas batas
normal)

Hipertensi tak - Sakit kepala TG : 151 triamterene/HCT -Obat yang salah


terkontrol Sesekali mg/dl 37,5/25 mg po -Terapi Obat
(Stage 2) - Pusing di pagi Glucose 136 PM, Insulin tidak perlu
hari mg/dl 70/30, 24 unit am, -Efek samping
Diabetes tipe I - Batuk biasa Protein (+) 12 unit pm, obat
dan sesak Scr : 1,6 Doxazosin 2mg
Moderate COPD nafas mg/dL po am, Albuterol
TD : 168/92 Inh, Tiotropium
CKD saat duduk : DPI, Salmeterol
TD : 170/90 DPI, Entex PSE.
BPH Stage 2 Acetaminofen 325
mg prn

d. Plan :

No Mengidentifikasi dan menilai Rencana Pengobatan (Plan/Intervensi )


masalah (assesment)

1 Obat yang salah Memberikan saran/ rekomendasi kepada dokter Untuk


pasien Hipertensi Stage 2 dengan PPOK, CKD dan
BPH lini pertama adalah golongan ARB (candesartan
8 mg, 1x1) , CCB non dihidropiridin ( verapamil )
pemberian verapamil karena hasil lab darah protein (+)
atau proteinuria dan pemberian 𝛼1-bloker (Doxazosin
2mg, 1x1) tetap dilanjutkan.
Obat diuretik dihentikan karena masa kerja cukup
panjang dan pasien menderita CKD, dipilih ARB
karena pasien menderita PPOK

2 Terapi obat yang tidak perlu Memberikan saran/ rekomendasi kepada dokter bahwa :
pemberian dua golongan obat LABA (Long acting B
Agonist ) tidak perlu karena pasien menderita PPOK
moderete cukup diberikan Albuterol bersama
Tiotropium DPI

3 Efek samping Memberikan saran/ rekomendasi kepada dokter bahwa:


penggunaan albuterol untuk dapat dipantau jika terjadi
hipokalemia dan sakit kepala

Memberikan saran/ rekomendasi kepada dokter bahwa:


entex pse disarankan untuk di hentikan jika pasien
sudah tidak mengalami batuk dan pilek, dan tidak perlu
digunakan kembali. jika pasien mengalami batuk dan
pilek lagi disarankan menggunakan obat yang lain
karena obat tersebut memiliki efek samping rash dan
sensasi terbakar di kulit

4 Kadar TG :151 mg/dL masuk Memberikan saran/ rekomendasi kepada pasien untuk
ke dalam borderline high melakukan terapi non farmakologi dengan Mofikasi
gaya hidup : menurunkan berat badan, Diet dengan
DASH, olahraga secara teratur

Pasien dengan PPOK Memberikan saran/ rekomendasi kepada pasien untuk


melakukan terapi non farmakologi dengan mengurangi
alkohol dan rokok

DAFTAR PUSTAKA
Aspiani, R. Y. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: CV. Trans Info Media
Aspiani, R.Y. 2016. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular Aplikasi
NIC & NOC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
ESH and ESC Guidelines. 2013 ESH/ESC Guidelines for the management of arterial
hypertension. J Hypertension.
Kementrian Kesehatan RI. 2018. Hipertensi Penyakit Paling Banyak Diidap Masyarakat.
Jakarta: Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 09 April 2023 dari
https://www.kemkes.go.id/article/view/19051700002/hipertensi-penyakit-paling-
banyak-diidap-masyarakat.html
Kementrian Kesehatan RI. 2019. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Pada Hipertensi. Jakarta:
Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 10 April 2023 dari
https://www.kemkes.go.id/article/view/19051700002/hipertensi-penyakit-paling-
banyak-diidap-masyarakat.html
Soeharto, I. 2004, Serangan Jantung dan Stroke. Edisi Kedua. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Susanti, M. R. (2015). Hubungan Asupan Natrium Dan Kalium Dengan Tekanan Darah Pada
Lansia Di Kelurahan Pajang
Yolanda, 2017. Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hipertensi Pada Lansia.
Wells Barbara G.dkk.Pharmacotherapy Handbook.Seventh edition
Anggriani Yusi. Panduan Penerapan Pharmaceutical Care.2022.Penerbit buku kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai