Anda di halaman 1dari 23

GAMBARAN HIPERTENSI ANGGOTA KELOMPOKSENAM

LANSIA DI PUSKESMAS CENDRAWASI

Disusun oleh :
FRANSISKAWATI BAWOLE
(2119033)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
GEMA INSAN AKADEMIK
MAKASSAR
2021-2022
BABI

PENDAHULUAN
A. LatarBelakang

Menurut Departemen Kesehatan RI yang disebut usia lansia adalah usia


65 tahun keatas. Sedangkan menurut organisasi kesehatan dunia WHO
yang disebut usia lansia adalah usia 60 tahun keatas.Pada usia ini
sangatlah rentan terhadap kejadian tekanan darah tinggi atau hipertensi.
Dengan bertambahnya usia maka akan terjadi peningkatan tekanan darah
baik sistolik diastolik. Beberapa penelitia menunjukkan bahwa hipertensi
pada lansia berkaitan erat dengan jenis kelamin, bertambahnya umur sesea
ng,kebiasaan merokok,kebiasaan  konsumsi garam yang berlebihan,hiperlipi
demia diabetes mellitus, obesitas, faktor psikologis dan kurangnya aktivitas fi
sik seseorang.Data epidemiologis di Amerika dan Eropa menunjukkan bahw
aprefalens itekanan darah tinggi pada usia lansia berkisarantara 53% dan
72% (BabatsikouandZavitsanau, 2010).
Tekanan darah tinggi pada lansia berkaitan erat dengan timbulnya pen
yakit jantung, ginjal, stroke dan penyakit pembuluh darah yang lainnya. Modi
fikasi gaya hidup dengan melakukan latihan fisik terbukti banyak bermanfaat
bagi penderita hipertensi dalam membantu menurunkan tekanan darah.Latih
an fisik yang dilakukanterutama adalah latihan fisik aerobik dan atau dapat di
kombinasikan dengan latihan beban.Latihan fisik yang teratur merupakan sal
ah satu upaya untuk membantu menurunkan level tekanan darah pada
lansia.

Latihan fisikmerupakan bentuk dari aktivitas fisik yang terencana,


terstruktur,terukur, dan progresif yang melibatkan gerakan tubuh (otot-otot
tubuh) berulang-ulangdan dikerjakan dengan maksud untuk mendapatkan
peningkatan kebugaran jasmani.Dalam melakukan latihan fisik harus memen
uhi beberapa sarat dalam frekuensi,intensitas. Durasi dan jenis latihan yang
dilakukan agar memperoleh hasil seperti yang diharapkan.
Penderita hipertensi yang mendapatkan obat obatanan tihipertensi dap
at melakukan aktivitas fisik aerobik, bahkan latihan fisik yang bersifat kompet
isi, namunperlu dilakukan pemeriksaan dan monitoring ketat oleh tenaga
profesional. Penggunaa nobat obatanan tihipertensi perlu mendapat perhatia
n karena selain dapat menurunkan tekanan darah,obat  obatan tersebut juga
dapat menurunkan penampilan(exersiseperformance). Dengan demikian
latihan fisik diharapkan dapat membantu mencegah terjadinya komplikasi
akibat tekanan darah tinggi yang sering dialami oleh kelompok umur lanjut
usia.

Selama ini belum tersedia data tentang level tekanan darah pada kelo
mpok senam lansia yang sangat diperlukan dalam mengetahui profil tekanan 
darah pada kelompok lansia yang secara teratur melakukan aktivitas fisik se
namlansia,serta untuk mengetahui manfaat senam lansia pada kelompok
lansia untuk membantu menstabilkan tekanan darah.
B. RumusanMasalah
1. TUJUAN UMUM

Diketahuinya gambaran hipertensi anggota kelompok senam


lansia di puskesmas cendrawasi

2. Tujuan Khusus
1. mengetahui gambaran level hipertensi kelompok senamlansia
2. mengetahui efek senam lansia terhadap hipertensi kelompok senam
lansia.

1.Manfaat Teoritis
a. Bagi Pendidikan
Penelitian ini di harapkan menjadi sumbangan ilmiah dan masukan
untuk pengembangan ilmu pengetahuan serta dapat digunakan
sebagai bahan pustaka atau bahan perbandingan bagi peneliti
selanjutnya.

b. Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi
kepada pendidikan ilmu keperawatan tingkat pengetahuan pasien
terhadap hiprtensi
BABII

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUANTEORI HIPERTENSI
1. DEFINISI
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
dalam arteri. Secara umum, Hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa
gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggidi didalam arteri menyebabkan
peningkatannya resiko stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan
kerusakan ginjal
2. KLASIFIKASI

Menurut WHO, Hipertensi adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah


memiliki tekanan darah tinggi (tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darah diastolik ≥ 90 mmHg) (Sunarwinadi, 2017).
3. ETIOLOGI
hipertensi terbagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Masing-masing memiliki penyebab yang berbeda, seperti berikut ini.

a.  Hipertensi Primer

sering kali, penyebab terjadinya hipertensi pada kebanyakan orang dewasa


tidak diketahui. Hipertensi primer cenderung berkembang secara bertahap
selama bertahun-tahun.

2. Hipertensi Sekunder

Beberapa orang memiliki tekanan darah tinggi karena kondisi kesehatan yang
mendasarinya.Hipertensi sekunder cenderung muncul tiba-tiba dan
menyebabkan tekanan darah lebih tinggi daripada hipertensi primer.
Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan hipertensi sekunder, antara lain:

Obstruktif sleep apnea (OSA).

 Masalah ginjal.

 Tumor kelenjar adrenal.

 Masalah tiroid.

 Cacat bawaan di pembuluh darah.

 Obat-obatan, seperti pil KB, obat flu, dekongestan, obat penghilang


rasa sakit yang dijual bebas.

4. EPIDEMIOLOGI
Prevalensi hipertensi terus meningkat tak hanya pada populasi di
negara miskin dan berkembang, tetapi juga di negara maju.Dalam 20 tahun,
jumlah penderita bertambah 400 juta hingga total mencapai 1 triliun pengidap
hipertensi pada tahun 2008. 40% penduduk usia ≥ 25 tahun mengalami
hipertensi.[15].Tingginya kasus hipertensi diduga disebabkan oleh
peningkatan usia, obesitas serta pola diet tinggi garam.
Di Amerika kasus hipertensi juga tinggi. Data NHANES 2012
menunjukkan 80 juta penduduk (32,6%) usia ≥20 tahun menderita hipertensi
dengan didominasi oleh laki-laki pada populasi usia 20-45 tahun. Pada
populasi 45-64 tahun jumlah penderita laki-laki sebanding dengan
perempuan. Penderita laki-laki lebih sedikit dibanding wanita pada populasi
usia>64 tahun. Data Global Burden of Disease 2015 menunjukkan tingginya
angka prevalensi penyakit jantung hipertensi mencapai sekitar 6 juta.
Sebagian besar kasus hipertensi merupakan hipertensi primer, hanya
sekitar 5% yang termasuk hipertensi sekunder.
5. FAKTOR RESIKO
Seiring bertambahnya usia, seseorang akan memiliki kemungkinan yang lebih
tinggi untuk mengalami hipertensi. Beberapa faktor yang bisa meningkatkan
risiko hipertensi yaitu:

 Berusia di atas 65 tahun.

 Konsumsi makanan tinggi garam berlebihan.

 Kelebihan berat badan atau obesitas.

 Adanya riwayat keluarga dengan kondisi medis yang sama.

 Kurang asupan buah dan sayuran.

 Jarang berolahraga.

 Mengonsumsi terlalu banyak makanan atau minuman yang


mengandung kafein.

 Mengonsumsi minuman beralkohol

6. MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar penderita hipertensi tidak dijumpai kelainan apapun
selain peningkatan tekanan darah yang merupakan satu-satunya gejala.
Setelah beberapa tahun penderita akan mengalami beberapa keluhan
seperti nyeri kepala di pagi hari sebelum bangun tidur, nyeri ini biasanya
hilang setelah bangun. Jika terdapat gejala, maka gejala tersebut
menunjukkan adanya kerusakan vaskuler dengan manifestasi khas sesuai
sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah bersangkutan
Melalui survey dan berbagai hasil penelitian di Indonesia, menunjukkan
bahwa keluhan penderita hipertensi yang tercatat berupa pusing, telinga
berdengung, cepat marah, sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk,
mudah lelah, sakit kepala, mata berkunang-kunang, gangguan neurologi,
jantung, gagal ginjal kronik juga tidak jarang dijumpai. Dengan adanya
gejala tersebut merupakan pertanda bahwa hipertensi perlu segera
ditangani dengan baik dan patuh
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik utama yakni pengukuran tekanan
darah.Pemeriksaan fisik secara lengkap juga perlu dilakukan untuk menilai
ada tidaknya komorbid serta komplikasi.
teknik pengukuran darah harus tepat agar didapatkan hasil
pengukuran yang benar. Cara pengukuran tekanan darah yang tepat harus
memperhatikan berbagai aspek di antaranya alat tensimeter yang
digunakan, ukuran dan pemasangan cuff tensimeter, posisi pasien, waktu
pengukuran serta jumlah pengukuran tensi.
posisi lengan setinggi jantung, punggung bersandar serta tungkai tidak
menyilang. Posisi yang tidak sesuai terbukti memberikan hasil pengukuran
yang lebih tinggi.Pasien tidak berbicara saat dilakukan pengukuran.
Pengukuran juga dilakukan minimal setelah 5 menit pasien duduk.Setelah
posisi tepat, lakukan pengukuran tekanan darah.
Pompa manset tensimeter hingga pulsasi arteri radialis menghilang.
Lanjutkan pompa tensimeter hingga 30 mmHg di atas sistolik (di atas batas
nilai saat pulsasi menghilang).Letakan stetoskop pada area arteri brachialis
dengan penekanan ringan.Kempeskan manset tensi perlahan dengan
kecepatan 2 sampai 3 mmHg per denyut nadi.TDS ditandai dengan Korotkoff
fase I (bunyi pulsasi yang terdengar pertama kali). Bunyi pulsasi akan
perlahan menghilang. Bunyi terakhir yang terdengar atau dikenal dengan
Korotkoff fase V merupakan TDD. 
Pemeriksaan fisik lain yang sebaiknya dilakukan adalah :
 Pemeriksaan fisik lengkap
 Pemeriksaan Antropometri : Perhitungan indeks massa tubuh
diperlukanuntuk pemantauan berat badan. Obesitas terbukti
merupakan faktor risiko hipertensi. Data berat badan diperlukan untuk
evaluasi pencapaian berat badan ideal.
 Lingkar pinggang : Komponen sindroma metabolik salah satunya yakni
lingkar pinggang (pria >102 cm dan wanita >88 cm). Tak hanya
sindroma metabolik tetapi juga menilai kemungkinan DM tipe 2.
 Pemeriksaan fisik terkait komplikasi hipertensi :
 Pemeriksaan neurologis. Pemeriksaan neurologis lengkap harus
dilakukan jika secara klinis terdapat gejala stroke
 Pemeriksaan mata. Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan pada
fundus okuli. Selain itu cek ada tidaknya xanthoma sebagai tanda
gangguan metabolisme lipid
 Tanda kongesti. Pada pasien gagal jantung dapat ditemukan tanda
kongesti seperti peningkatan tekanan vena jugularis, ronki basah
halus, hepatomegalli dan pitting edema. Pembesaran ventrikel kiri
dapat dicurigai jika apeks teraba bergeser ke lateral saat palpasi
 Pulsasi. Penyakit arteri perifer dapat ditandai dengan melemah bahkan
hilangnya pulsasi perifer

8. PENATALAKSAAN MEDIS
Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan melalui dua metode yaitu
farmakologi dan nonfarmakologi.Metode farmakologi merupakan sebuah
metode yang menggunakan obat-obatan medis. Dalam hal ini pemilihan obat
yang akan diberikan pada penderita hipertensi tidak bisa sama. Dirangkum
dari berbagai sumber, berikut adalah tabel tentang pemberian obat-obatan
medis bagi penderita hipertensi berdasarkan target tekanan darah.
Penatalaksanaan hipertensi pada dasarnya memiliki prinsip dasar
dimana penurunan tekanan darah berperan sangat penting dalam
menurunkan risiko mayor kejadian kardiovaskuler pada pasien hipertensi.
Dengan begitu focus utama dalam penanganan hipertensi yaitu mengontrol
tekanan darah pada penderita hipertensi. Selain penatalaksanaan dengan
obat-obat medis, modifikasi gaya hidup turut berperan penting dalam
mengurangi risiko hipertensi semakin kronik. (Kandarini, 2018)
Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi konsumsi
garam menjadi 6gr / hari, menurunkan berat badan, menghindari minuman
berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olahraga secara rutin dan tidur
yang berkualitas dengan 6-8 jam tidur per hari dapat membantu mengurangi
stres
1. Pengurangan konsumsi garam
Konsumsi garam pada kondisi normal berkisar pada 2-3 sdt per hari
dimana jumlah ini masih rentan terhadap peningkatan hipertensi.Oleh karena
itu pengurangan konsumsi garam pada pasien hipertensi menjadi ¼ - ½ sdt
per hari merupakan salah satu langkah yang dianjurkan. Baik garam dapur
atau garam lainnya, mengandung kadar natrium yang cukup tinggi. Sehingga
bagi penderita hipertensi, pembatasan natrium menjadi 2-3 sdt per hari
berhasil menurunkan tekanan darah sistolik 3,7 mmHg dan tekanan darah
diastolic 2 mmHg.
2. Menurunkan berat badan
Kondisi berat badan berlebih dapat memicu hipertensi semakin
meningkat. Diet atau menurunkan berat badan menjadi berat badan yang
ideal dianjurkan untuk mengontrol tekanan darah semakin meningkat
3. Menghindari minuman berkafein
Mengkonsumsi kopi dalam jumlah banyak dan jangka waktu yang lama
diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit hipertensi.Bagi para penggemar
kopi relative memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dari penderita hipertensi
yang tidak suka mengonsumsi kopi. Maka untuk mengurangi risiko penyakit
hipertensi, frekuensi konsumsi kopi sebaiknya dikurangi..
4. Menghindari rokok
Kebiasaan merokok pada masyarakat laki-laki terutama penderita
hipertensi memiliki risiko diabetes, serangan jantung, dan stroke. Jika
kebiasaan ini dilanjutkan dalam jangka waktu yang lama, hal ini akan menjadi
kombinasi penyakit yang sangat berbahaya.
5. Olahraga secara rutin
Risiko penyakit hipertensi semakin meningkat jika penderitanya kurang
dalam melakukan aktivitas fisik. Jalan kaki di lingkungan sekitar dapat
membantu program gaya hidup sehat
6. Tidur berkualitas
Istirahat dengan waktu yang cukup sangat penting bagi penderita
hipertensi sebagaimana yang dianjurkan 6-8 jam sehari. Kualitas tidur yang
baik akan merilekskan anggota tubuh maupun organ tubuh sehingga mampu
bekerja secara maksimal (Aminuddin, 2019).
Bagi penderita hipertensi juga memperhatikan makanan apa saja yang
hendak dikonsumsi. Beberapa makanan yang dilarang untuk penderita
hipertensi yaitu :
1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak
kelapa, gajih).
2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit,
crackers, keripik dan makanan kering yang asin).
3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta
buah-buahan dalam kaleng, soft drink).
4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin,
pindang, udang kering, telur asin, selai kacang).
5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber
protein hewani yang tinggi kolesterol seperti daging merah (sapi/kambing),
kuning telur, kulit ayam).
6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal,
tauco serta bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam
natrium.
7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape
(Kemenkes, 2018).

B.Tinjauan teori senam lansia

A. Lansia
Lanjut usia adalah seorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Yang secara fisik
terlihat berbeda dengan kelompok lainnya
B. Klasifikasi lansia
a) Usia pertengahan atau midlw age yaitu seorang yang berusia 45-59
tahun
b) Lanjut usia atau elderly yaitu seorang yang berusia 60-74 tahun
c) Lanjut usia atau old yaitu yang berusia 75-90 tahun
d) Lanjut usia sangat tua atau very old yaitu seorang yang berusia di atas
90 tahun
C. Perubahan funsional pada lanjut usia
Fungsi masing- masimg organ pada usia lanjut menurun secara kualitatif.
Tubuh manusia yang menagalami proses degeneratif.
1. Perubahan fisik
 Sel : jumlah berkurang cukup membesar dan cairan tubuh
menurun
 Sistem persarafan : saraf pencindra mengecil sehingga funsinya
menurun serta lambat dalam merespon. Respom motorik dan
refleks juga menurun
 Sistem pendengaran : membran timpati atrofi sehingga terjadi
gangguan pendengaran
 Sistem penglihatan : respon terhadap sinar, adaptasi terhadap
gelap, akomodasi dan lapang pandang menurun
 Sistem kardiovaskuler katub jantung menebal dan kaku
kemampuan memompa darah menurun serta meningkatkan
resitensi pembuluh darah parifel sehingga tekanan darah
meningkat
 Sistem pernafan terjadi penurunan kekuatan otot-otot
pernapasan dan terjadi kaku, menarik nafas lebih berat,
kemampuan batuk menurun, serta terjadi penyampaian bronkus
 Sistem gastrointestinal asam lambung, rasa lapar dan indra
pengecapan menurun
 Sistem guniturinaria terjadi penurunan kemampuan untuk
mengonsentrasi urin. Otot kandung kemih melemah sehingga
frekuensi buang air kecil meningkat.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriktif yang menggunakan rancangan
studi cross sectional.Penelitian cacross sectional adalah suatu penelitian
dimana variabel yang termasuk faktor resiko dan variabel yang termasuk efek
diobservasi pada waktu yang sama.

B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian akan dilaksanakan di RS.dr.Doris Sylvanus Palangkaraya selama
bulan 1 Maret – 31 maret 2013.

C. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN


1. Populasi
Jumlah pasien hipertensi rawat inap terhitung 1 maret sampai dengan
31 maret 2013 di RS.dr.Doris sylvanus.

2. Sampel
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah yang memenuhi
kriteria inkulsi. Adapun cara pengambilan sampel adalah nonprobability
yaitu dengan purosive sampling adalah suatu teknik penetapan sampel
dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang
dikehendaki peneliti (tujuan /masalah dalam penelitian).

Sampel ditentukan dengan rumus.

n= N/I+N(d)²
Keterangan:

n : perkiraan jumlah sampel

N :perkiraan besar sampel

d :tingkat signifikan (0.1)

D. KRITERIA INKLUSI DAN EKLUSI

Dalam penelitian ini terdapat kriteria inklusi dan eksklusi, yaitu :

a. Kriteria inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

o Penderita hipertensi yang rawat inap di RS.dr.Doris Sylvanus Palangkaraya

o Penderita berusia dari 45-60 tahun ke atas

o Penderita bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

Kriteria eksklusi meliputi :

o Penderita hipertensi komplikasi penyakit ginjal, Diabetes mellitus

E. PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara, pengisian kuesioner
dan pengukuran variabel penelitian yang dilakukan langsung oleh
peneliti.Sebelum dilakukan pengukuran data primer, peneliti melakukan uji
coba kuesioner terlebih dahulu dan dilakukan terhadap penderita hipertensi di
wilayah lainyang bukan sampel.Uji coba ini dilakukan untuk mendapat
kejelasan dari setiap pertanyaan yang dibuat.Data yang dikumpulkan dalam
penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer diperoleh diperoleh secara langsung dari responden.

Yang terdiri dari :

a. Data tekanan darah atau hipertensi, diperoleh dengan menggunakan alat


Spyghmomanometer air raksa dan stetoskop sesuai prosedur pengukuran
tekanan darah yang benar. Dilakukan sebanyak 2 kali dengan posisi
pengukuran yang sama dan hasilnya diambil dari rata-rata.
b. Pengukuran terakhir. Selain itu, peneliti juga melakukan pengecekan
terhadap data hasil diagnosis dan pemeriksaan laboratorium yang ada
sebagai data pendukung jika responden memilikinya. Bagi responden
yang telah terdianosis memiliki hipertensi oleh dokter atau tenaga
kesehatan dan sering memeriksakan tekanan darahnya secara teratur,
pengukuran tekanan darah hanya dilakukan 1 kali pengukuran. Tetapi,
jika tidak atau belum pernah terdiagnosis hipertensi maka peneliti
melakukan pengukuran tekanan darah sebanyak 3 kali dalam kurun
waktu tidak lebih dari 1 minggu. Dalam penelitian dikatakan hipertensi jika
tekanan sistolik ≥ 140 mmHg secara terus menerus, tekanan diastolik ≥
90 mmHg secara terus menerus atau keduanya dan tidak hipertensi jika
tekanan sistolik < 140 mmHg dan atau tekanan diatolik < 90 mmHg.
Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam kondisi sebagai berikut:
1) Dalam keadaan tenang, santai, tidak stress atau sedang
mengalamin suatu masalah berat.
2) Beristirahat 5-10 menit terlebih dahulu, setelah responden sedang
melakukan suatu pekerjaan yang berat.
3) Tidak diperbolehkan merokok atau minum kopi ± 30 menit sebelum
pengukuran tekanan darah.
c. Data jenis kelamin, merokok, dan stres didapat dari wawancara
terstruktur dengan bantuan kuesioner. Pengisian kuesioner dalam
penelitian ini diisi langsung oleh peneliti.
d. Data obesitas, diperoleh dari pengukuran berat badan (BB) dengan
menggunakan timbangan dan tinggi badan (TB) dengan menggunakan
mikrotoa/meteran. Jika responden masih bisa berdiri tegak maka yang
diukur adalah TB dengan melepas alas kaki, tetapi jika responden sudah
membungkuk atau tidak dapat berdiri tegak maka yang diukur adalah
PRT. Pengukuran PRT digunakan untuk mengganti data TB bagi lansia
yang sudah membungku/tidak dapat berdiri tegak. Rumus dari ukuran
rentang lengan (PRT), yaitu: TB laki-laki= 53,4 + (0,67 x PRT) dan TB
perempuan= 81,0 + (0,48 x PRT) (Arisman, 2010).
Sedangkan pengukuran BB responden juga diminta untuk melepas alas
kaki dan berdiri dengan tegak diatas timbangan. Kemudian untuk
mendapatkan hasil status gizi (obesitas), maka digunakan rumus : BB
(kg)/TB (m)2.

2. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari :

1. Arsip RS.dr.Doris Sylvanus Palangkaraya berupa data rekam medis


mengenai tingginya prevalensi yang menderita hipertensi di Kota
Palangkaraya.
2. Rawat inap Ruang H RS.dr Doris Sylvanus Palangaraya Maret – Maret
2013

F. VARIABEL DAN DEFINISI OPERASIONAL


1. Variabel
a. Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, riwayat
hipertensi dalam keluarga, obesitas, kebiasaan merokok.

b. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian hipertensi


2. Definisi Operasional (DO)
Tabel 3.1

Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Hasil Ukur Skal a


Operasional Ukur

1 Hipertensi Disebut Tekanan darah 1. 1. Hipertensi Nomina


hipertensi, jika diukur dengan 2. 2. Tidak l

tekanan darah menggunakan hipertensi


sistolik > 140 sphygmomanome
mmHg dan ter air raksa.
Diastolik ≥ 90 Tekanan darah
mmHg. diukur sebanyak
2 kali oleh tenaga
medis.

2 Umur Umur adalah Responden 1. Umur 45-64 th Ordinal


banyaknya tahun mengisi cheklist 2. Umur 60 Tahun
yang dilalui oleh pada kolom umur keatas
yang telah tersedia
responden
dihitung
berdasarkan
ulang tahun
terakhir.

3. Jenis Pembagian dua Responden 1.Perempuan Nomina


3 kelamin jenis kelamin mengisi cheklist 2.Laki – laki l

yang ditentukan pada kolom umur


yang telah tersedia
secara biologis
dan anatomis
yang melekat
pada jenis
kelamin tertentu

4 Riwayat Data riwayat Responden mengisi 1.Ada riwayat Nomina


Hipertensi hipertensi dalam cheklist pada kolom hipertensi l
keluarga keluarga umur yang telah dalam keluarga
tersedia
diperoleh dari 2.Tidak ada
kuesioner. riwayat
Keluarga yang hipertensi
dimaksud yaitu dalam keluarga
antara lain: orang
tua, saudara
kandung, nenek,
dan kakek.

4. Obesitas Keadaan di mana indeks yang IMT normal :19- Ordinal


5 terjadi kelebihan diperoleh dari 29,9
berat badan. pengukuran berat [BB(kg)/TB(m²)]
Indikator obesitas badan dengan
dengan menggunakan Obesitas : Jika
penentuan IMT timbangan injak IMT > dari 30
(Indeks Masa (kg) dan
Tubuh). pengukuran tinggi Tidak
badan dengan Obesitas :Jika
menggunakan IMT ≤ dari 30
microtoise (m).

5. Kebiasaa Perilaku / Responden mengisi a. Bukan Ordinal


6 n kebiasaan cheklist pada kolom perokok (tidak
merokok menghisap rokok umur yang telah memiliki
tersedia
dan atau pernah kebiasaan
merokok merokok)
(pertama kali b. Perokok
merokok sampai ringan : < 10
berhenti merokok
hingga pengisian batang
kuesioner) dalam c. Perokok
sehari-hari, sedang : 10-20
sebelum batang
didiagnosis d. Perokok
hipertensi. berat : > 20
batang
KUESIONER
GAMBARAN HIPERTENSI ANGGOTA KELOMPOK SENAM LANSIA
DI PUSKESMAS CENDRAWASI

Nama Responden :..................................................


Usia :..................................................
Jenis Kelamn : Laki-Laki/ Perempuan
A. Keikutsertaan Senam Lansia
Petunjuk: pilihlah jawaban yang telah disediakan yang sesuai menurut
bapak/ibu
1. Apakah bapak/ibuu pernah mengikuti kegiatan senam lansia?
a. Ya b. Tidak

2. Jika pernah, berapa kali dalam sebulan mengikuti kegiatan senam lansia?
a. 1x/bulan
b. 2x/bulan
c. 3x/bulan
d. 4x/bulan
B. Pengetahuan Lansia
Petunjuk: Berikan tanda contreng (V) pada kolom jawaban yang telah
disediakan yang menurut kakek/nenek paling tepat

Pertanyaan Jawaban
no
Benar Salah
Senam merupakan serangkaian gerak yang
1
tidak teratur dan terarah
2 Senam adalah kegiatan yang hanya boleh
dilakukan bagi anak muda
Senam bermanfaat untuk memperlambat
3
proses penuaan
Senam lansia dapat mempercepat pengeroposan
4
tulang
Senam lansia dapat menurunkan resiko
5
terkenademensia (kepikunan)
Senam bagi lansia sebaiknya dilakukan lebih
6 dari 30
Menit
Untuk mempertahankan kesegaran hidup,
7 sebaiknya senam dilakukan minimal
1x/minggu
8Senam lebih baik dilakukan pada siang hari
Prinsip utama dilakukan senam adalah
9 membantutubuh agar tetap bergerak dan
mencegah kekakuanotot-otot
Pemeriksaan denyut nadi perlu dilakukan
10
sebelum melakukan senam
Senam tidak harus dimulai dengan gerakan
11
pemanasan
Pemanasan dilakukan untuk mempersiapkan
12
otot dan sendi
+KUNCI JAWABAN

1. S
2. S
3. B
4. S
5. B
6. B
7. B
8. B
9. B
10. B
11. S
12. B
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Nangga Dipa, 2012. Senam lansia. Diakses dari situs


http://muhammadnanggadipa.wordpress.com/2012/01/12/gangguan-pendengaran-pada-
lansia/. Tgl 01/12.2014.

Sandhi Indra Yanas, 2014. Askep Presbiakusis dan tuli. Diakses dari
http://sandhiindrayanas.blogspot.com/2014/04/askep-presbikusis-dan-tuli-toksik.html?m=1.
Tgl 01/12/2014.

Emir Zanuri Wicaksono, 2013. Presbiakusis. Diakses dari


emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/10/presbiakusis/. Tgl 01/12/2014

Dongoes Marlyn E, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai