KINERJA
TITLE
DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT
TAHUN
2020
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat dan rahmatNya sehingga Laporan Kinerja Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tahun 2020
dapat disusun dengan baik.
Tahun 2020 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN, Renstra dan RAP Ditjen P2P
periode 2020-2024, dan Indonesia dihadapkan pada pandemi COVID-19 yang harus
segera ditanggulangi dan dikendalikan. Pandemi COVID-19 memberi tantangan besar
dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan berdampak
terhadap Sistem Kesehatan Indonesia yang terlihat dari penurunan kinerja pada beberapa
program kesehatan. Hal ini disebabkan prioritas pada penanggulangan pandemi COVID-19
serta adanya kekhawatiran masyarakat dan petugas terhadap penularan COVID-19. Di
beberapa wilayah, situasi pandemi COVID-19 bahkan berdampak pada penutupan
sementara dan/atau penundaan layanan kesehatan khususnya di posyandu dan
puskesmas. Hal ini berdampak pada tidak tercapainya target pada beberapa Indikator
Kinerja Program P2P. Laporan kinerja ini akan menjelaskan secara memadai hasil analisis
terhadap pengukuran kinerja P2P.
Pada akhirnya, tidak semua yang kita rencanakan berjalan sesuai dengan harapan, namun
demikian dengan adanya laporan kinerja ini kami berharap dapat memperoleh umpan balik
untuk peningkatan kinerja Ditjen P2P melalui perbaikan penerapan fungsi-fungsi
manajemen secara benar, mulai dari perencanaan, pengukuran, pelaporan, evaluasi dan
pencapaian kinerja, sehingga dapat menilai keberhasilan dan kegagalan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta meningkatkan akuntabilitas instansi
pemerintah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Semoga informasi yang disajikan
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Januari 2021
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit
IKHTISAR EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Direktur Jenderal
P2P beserta jajarannya kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan seluruh
pemangku kepentingan, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung. Laporan
Kinerja Ditjen P2P menjabarkan capaian kinerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja
Ditjen P2P, mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 dan Rencana
Aksi Program Ditjen P2P Tahun 2020-2024. Dari 13 Indikator Kinerja yang ditetapkan
dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2020 yang dijanjikan oleh Direktur Jenderal P2P kepada
Menteri Kesehatan, terdapat 3 Indikator kinerja sasaran strategis yang memiliki kinerja
mencapai atau melebihi target dan 10 indikator tidak mencapai target yaitu:
1. Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi ARV (ODHA on ART),
tercapai 26,3% dari target 40% dengan pencapaian kinerja 65,8%
2. Persentase angka keberhasilan pengobatan pasien TB/Succes Rate (SR) tercapai
91,01% dari target 90%, dengan capaian kinerja 101,2%.
3. Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria tercapai 318 Kab/Kota dari target
325 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 97,8%.
4. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi kusta tercapai 401 Kab/Kota dari target 416
Kab/Kota, dengan capaian kinerja 96,4%.
5. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi tercapai 64
Kab/Kota dari target 80 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 80%.
6. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan perokok usia <18 tahun tercapai
19 Kab/Kota dari target 50 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 38%.
7. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM tercapai
2 Kab/Kota dari target 52 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 3,8%.
8. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap anak usia 0-
12 bulan, tercapai 32,7% dari target 79,3% dengan capaian kinerja 41,2%.
9. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan
penyalahgunaan napza tercapai 205 Kab/Kota dari target 330 Kab/Kota, dengan
capaian kinerja 62,1%
10. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas dalam pencegahan dan
pengendalian KKM tercapai 56% dari target 56%, dengan capaian kinerja 100%.
11. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan
tercapai 18 Kab/Kota dari target 42 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 42,9%.
12. Persentase faktor risiko penyakit di pintu masuk yang dikendalikan tercapai 99,9% dari
target 86% dengan kinerja 116,2%.
13. Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan tercapai 48% dari target 80%, dengan capaian kinerja
60%.
Untuk kinerja keuangan pada tahun 2020, data per 22 Januari 2021 berdasarkan Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), realisasi anggaran semua jenis belanja
mencapai 91,3%, dengan realisasi 3.838.062.886.858 dari pagu total sebesar Rp.
4.203.943.210.000,00.
ii|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
IKHTISAR EKSEKUTIF ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
LAMPIRAN
iii|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Indikator Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
2020 – 2024 .................................................................................................... 14
Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
2020.................................................................................................................. 16
Tabel 3.1. Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2020............................... 17
Tabel 3.2. Angka keberhasilan pengobatan di dunia Tahun 2019 ................................... 28
Tabel 3.3. Estimasi Beban TBC Tahun 2019 ................................................................... 30
Tabel 3.4. Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria sampai tahun 2020 .................. 35
Tabel 3.5. Jumlah Kab/Kota endemis filariasis telah berhasil mencapai eliminasi
filariasis sampai tahun 2020 ............................................................................ 56
Tabel 3.6 Kab/Kota yang mempunyai kapasitas dalam Pencegahan dan Pengendalian
KKM .................................................................................................................. 84
Tabel 3.7 Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan dan Jenis Belanja Tahun 2020
.......................................................................................................................... 102
Tabel 3.8 Realisasi Anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Tahun 2020 .......................... 105
Tabel 3.9 Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja Tahun 2020 ................................... 106
Tabel 3.10 Pembandingan Realisasi Anggaran dan Capaian Kinerja Tahun 2020 ......... 107
Tabel 3.11 Efisiensi Per Layanan Output .......................................................................... 110
iv|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Distribusi Pegawai pada Ditjen P2P Tahun 2020 .............................. 10
Grafik 1.3 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional Tahun 2020 ... 11
Grafik 3.1 Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2018-
2020 .................................................................................................... 19
Grafik 3.2 Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2020-
2024 .................................................................................................... 19
Grafik 3.3 Cascade HIV dan ART sampai Desember 2020 ............................... 20
Grafik 3.4 Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2016- September
2020 .................................................................................................... 21
Grafik 3.11 Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota dengan Eliminasi Kusta
Tahun 2016-2020................................................................................ 48
Grafik 3.16 Provinsi yang memiliki Kab/Kota dengan proporsi perokok usia
10-18 tahun melebihi angka nasional................................................. 64
v|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.21 Jumlah orang yang melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM
Tahun 2017-2020................................................................................ 71
Grafik 3.24 Target dan Capaian Persentase Kab/Kota yang mencapai 80%
IDL anak usia 0-11 bulan Tahun 2020-2024 ...................................... 78
Grafik 3.25 Target dan Capaian Persentase Kab/Kota yang mencapai 80%
IDL anak usia 0-11 bulan Tahun 2018-2020 ...................................... 78
Grafik 3.26 Target dan Capaian Kab/Kota yang mempunyai kapasitas dalam
pencegahan dan pengendalian KKM Tahun 2020-2024 ................... 83
Grafik 3.27 Target dan Capaian Kab/Kota yang mempunyai kapasitas dalam
pencegahan dan pengendalian KKM Tahun 2016-2020 ................... 85
Grafik 3.29 Target dan Capaian Persentase Faktor Risiko dipintu masuk
yang dikendalikan Tahun 2020-2024 ................................................. 94
Grafik 3.30 Persentase Faktor Risiko dipintu masuk yang dikendalikan oleh
KKP Tahun 2020................................................................................. 95
Grafik 3.33 Distribusi pagu anggaran berdasarkan sumber dana Tahun 2020 ... 102
Grafik 3.34 Pagu dan realisasi anggaran Ditjen P2P Tahun 2018-2020 ............. 103
Grafik 3.35 Realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja Tahun 2020 .............. 104
Grafik 3.36 Realisasi anggaran berdasarkan sumber dana Tahun 2020 ............. 104
vi|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Struktur Organisasi Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ............. 9
Gambar 3.1. Media KIE HIV AIDS ...................................................................................... 23
Gambar 3.2. Penyampaian dukungan Presiden RI dalam pencanangan Gerakan Bersama
Menuju Eliminasi TBC 2030 ........................................................................... 32
Gambar 3.3. Talking Points Menteri Kesehatan RI dalam Peringatan Hari TBC Sedunia
Tahun 2020 .................................................................................................... 32
Gambar 3.4. Workshop Peningkatan Kapasitas Asesor Uji Kompetensi Mikroskopis
Malaria ............................................................................................................ 41
Gambar 3.5. Assesment Peningkatan Kasus dan SKD/KLB Malaria di Rokan Hilir Prov
Riau ................................................................................................................ 43
Gambar 3.6. Pertemuan Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap Percepatan
Eliminasi Malaria ........................................................................................... 44
Gambar 3.7. Peta Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Kusta <1/10.000 penduduk Tahun
2020 ................................................................................................................ 48
Gambar 3.8. Pelaksanaan Ujian OSPE dan Praktek Pemeriksaan Suspek Kusta pada
Pelatihan Nasional P2 Kusta dan Frambusia Tahun 2020 ........................... 51
Gambar 3.9. Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional P2 Kusta
dan Frambusia yang dilakukan secara daring ............................................... 51
Gambar 3.10. Video Pelaksanaan Belkaga Tahun 2020 ..................................................... 58
Gambar 3.11. Situasi Frambusia Tahun 2019 dan 2020 ...................................................... 89
Gambar 3.12. Peta Endemisitas Frambusia di Indonesia .................................................... 89
vii|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
DAFTAR LAMPIRAN
viii|
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 merupakan
tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025 sehingga hasil RPJMN 2020-2024 akan mempengaruhi pencapaian target
pembangunan dalam RPJPN, dimana pendapatan perkapita Indonesia akan mencapai
tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas
(upper-middle income country/MIC) yang memiliki kondisi infrastruktur, kualitas sumber
daya manusia, layanan publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Sesuai
dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024
adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur
melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif
di berbagai bidang yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan
berdaya saing. Terdapat 7 agenda pembangunan dalam RPJMN Tahun 2020-2024
dan pembangunan kesehatan masuk dalam agenda ke-3 yakni meningkatkan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing. Pemerintah Indonesia
berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM yang sehat dan
cerdas, adaptif, inovatif, terampil dan berkarakter, salah satunya melalui peningkatan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta
terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) dengan
mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif, didukung inovasi dan
pemanfaatan teknologi. Cakupan Kesehatan Semesta menjamin seluruh masyarakat
mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif.
1|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
d. Peningkatan sinergisme lintas sektor, pusat dan daerah untuk menuju konvergensi
dalam intervensi sasaran prioritas dan program prioritas, termasuk integrasi lintas
program dengan pendekatan keluarga (PISPK).
Dalam Rencana Aksi Program P2P, disebutkan bahwa Ditjen P2P menyelenggarakan
pencegahan dan pengendalian penyakit serta masalah kesehatan jiwa secara berhasil
guna dan berdaya guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya melalui kegiatan surveilans dan karantina kesehatan,
pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor zoonotik, pencegahan penyakit
menular langsung dan penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan jiwa dan napza, dukungan pelayanan kekarantinaan di pintu masuk dan
wilayah, pelaksanaan dukungan pelayanan surveilans dan laboratorium kesehatan
masyarakan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit serta pelaksanaan
dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program P2P.
Laporan kinerja Ditjen P2P ini akan menjelaskan secara memadai hasil analisis
terhadap capaian program, permasalahan dan tantangan serta strategi pemecahan
masalah. Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud pelaksanaan Perpres No.
29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan
Permenpan dan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian
Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah. Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal P2P adalah
untuk:
1. Memberikan informasi kinerja Ditjen P2P selama tahun 2020 yang telah ditetapkan
dalam dokumen perjanjian kinerja.
2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen P2P dalam mencapai sasaran/tujuan
strategis instansi.
3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Ditjen P2P untuk meningkatkan
kinerjanya.
4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif,
transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah satu
agenda penting dalam reformasi pemerintah.
Selain itu, Laporan Kinerja Ditjen P2P sekaligus menjadi alat dan bahan evaluasi guna
peningkatan kinerja Ditjen P2P dimasa depan.
2|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
B. ISU STRATEGIS
1. Penyakit Tidak Menular
Dalam periode tiga dekade terakhir, telah terjadi perubahan beban penyakit dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan penyebab utama Disability Adjusted Life Years (DALYs) lost. Penyebab
utama DALYs lost tahun 1990 adalah neonatal disorders, lower respiratory infection,
diarrheal disease, tuberculosis dan stroke. Pada tahun 2017, lima penyebab utama
DALYs lost adalah stroke, ischemic heart disease, diabetes, neonatal disorders dan
tuberculosis. DALYs lost akibat stroke mengalami peningkatan dari peringkat kelima
pada tahun 1990 menjadi peringkat pertama pada tahun 2017, dengan peningkatan
sebesar 93,4%. Peningkatan yang tajam DALYs lost dari tahun 1990 ke tahun 2017
terutama terlihat pada penyakit diabetes (157,1%), penyakit jantung iskemik
(113,9%) dan kanker paru (113,1%). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 menunjukkan prevalensi PTM mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus,
dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari 1,4% menjadi 1,8%, prevalensi stroke
naik dari 7% menjadi 10,9% dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%.
Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi
8,5% dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi
34,1%.
Kenaikan prevalensi PTM ini berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok,
kurang aktivitas fisik serta kurang konsumsi buah dan sayur. Sejak tahun 2013
prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun) terus meningkat, yaitu 7,2%
(Riskesdas 2013), 8,8% (Sirkesnas 2016) dan 9,1% (Riskesdas 2018). Demikian
juga proporsi kurangnya aktivitas fisik meningkat dari 26,1% menjadi 33,5%, dan
0,8% mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Tren ini juga diikuti dengan
peningkatan penduduk di Indonesia yang cenderung memiliki berat badan lebih
(overweight) atau bahkan obesitas dari tahun ke tahun. Overweight meningkat dari
8,6% di tahun 2007 menjadi 13,6% di tahun 2018, obese meningkat dari 10,5% di
tahun 2007 menjadi 21,8% di tahun 2018. Sementara itu juga tercatat lebih dari
95,5% masyarakat Indonesia yang berusia lebih dari 5 tahun mengkonsumi kurang
dari 5 porsi buah dan sayur dalam sehari. Balitbangkes Kemenkes merilis data
terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 menunjukkan bahwa
40,6% pelajar di Indonesia usia 13-15 tahun, 2 dari 3 anak laki-laki dan hampir 1
dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau. Selain itu,
19,2% pelajar saat ini merokok dan di antara jumlah tersebut, 60,6% bahkan tidak
dicegah ketika membeli rokok karena usia mereka, dan dua pertiga dari mereka
dapat membeli rokok secara eceran. Data GYTS juga menunjukkan hampir 7 dari
10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam
30 hari terakhir, dan sepertiga pelajar merasa pernah melihat iklan di internet atau
media sosial.
100.000 penduduk dan diikuti oleh kanker leher rahim dengan incidence rate
sebesar 23.4 per 100.000. Data RS Kanker Dharmais dari tahun 2010-2013
menunjukan bahwa penyakit kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais adalah
kanker payudara, serviks, paru, ovarium, rektum, tiroid, usus besar, hepatoma, dan
nasofaring. Jumlah kasus baru serta jumlah kematian akibat kanker tersebut terus
meningkat. Berdasarkan Riskesdas 2018 menyebutkan angka prevalensi penyakit
kanker di Indonesia sebesar 1,79 per 1000 penduduk.
Berdasarkan data dari World Report of Vision tahun 2019, saat ini di seluruh dunia
terdapat sekitar 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan penglihatan. Dari
seluruh orang dengan gangguan penglihatan, hampir setengahnya atau sekitar 1
miliar orang, merupakan gangguan penglihatan yang dapat dihindari, baik dicegah
maupun diobati. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
bahwa prevalensi kebutaan pada penduduk dengan usia ≥ 6 tahun di Indonesia
mencapai 0,4%. Sekitar 80% dari para penyandang gangguan penglihatan dan
kebutaan dapat dicegah atau diobati. Oleh karena itu, upaya promotif-preventif
sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan gangguang penglihatan. Data
WHO tahun 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 466 juta penduduk dunia
mengalami gangguan pendengaran dan 34 juta diantaranya adalah anak-anak.
Selain itu diperkirakan 1,1 miliar anak muda berusia 12-35 tahun berisiko
mengalami gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan. Hasil Riskesdas
tahun 2013 menunjukan bahwa penduduk Indonesia usia 5 tahun keatas mengalami
gangguan pendengaran sebanyak 2,6%, ketulian 0,09%, sumbatan serumen 18,8%,
dan sekret di liang telinga sebanyak 2,4%.
2. Penyakit Menular
Pengendalian faktor risiko utama untuk menurunkan beban penyakit menular harus
dipantau melalui pengawasan atau surveilans yang efektif secara rutin dan
terkoordinasi. Penyakit menular yang perlu menjadi perhatian khusus adalah
tuberkulosis, HIV/AIDS, malaria, penyakit-penyakit infeksi baru yang menyebabkan
kedaruratan kesehatan masyarakat, serta penyakit-penyakit tropis terabaikan
(neglected tropical diseases).
Hasil studi inventori TB Tahun 2017 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan menemukan
bahwa angka Under-Reporting (Missing Cases) secara nasional sebesar 41%,
dengan proporsi terbanyak pada klinik swasta, Dokter Praktek Mandiri (DPM) dan
Rumah Sakit dimana kasus missing cases terbanyak terjadi pada kasus TB anak
dan kasus TB extra pulmonary. Penyebaran penyakit TB di Indonesia sangat luas
dan menyebabkan kematian. Secara global, diperkirakan ada sebanyak 10 juta
kasus TB pada tahun 2019, namun demikian angka ini telah menurun secara
perlahan akhir-akhir ini. Berdasarkan letak geografisnya, kasus TB pada tahun 2019
paling banyak di regional Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat
(18%), dan persentase yang sedikit di Timur Tengah (8,2%), Amerika (2,9%) dan
Eropa (2,5%). Ada 8 negara dengan jumlah kasus dua per tiga dari total kasus
global, yaitu India (26%), Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6%), Pakistan
4|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
(5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%) d an Afrika Selatan (3,6%). Dari daftar
30 negara dengan beban kasus TB yang tinggi tersisa 22 negara dengan total 21%
dari jumlah kasus global. Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia WHO yang dimuat
pada Global TB Report 2020, indikator yang dipakai dalam mencapai tujuan “End
the Global TB epidemic” adalah jumlah kematian akibat TB per tahun, angka
kejadian (incidence rate) per tahun serta persentase rumah tangga yang
menanggung biaya pengobatan TB. Menurut TB Global Report tahun 2020, angka
kejadian (insidensi) TB tahun 2019 adalah 312 per 100.000 (sekitar 845.000 pasien
TB), dan 2,2% (19.000 kasus) di antaranya dengan TB/HIV. Angka kematian TB
adalah 34 per 100.000 penduduk (jumlah kematian 92.000) tidak termasuk angka
kematian akibat TB/HIV. WHO memperkirakan ada 24.000 kasus Multi Drug
Resistence (MDR) di Indonesia.
Secara global, epidemi HIV mengalami penurunan sekitar 33% sejak 2001,
sehingga pada tahun 2012 diperkirakan terjadi sekitar 2.3 juta infeksi baru pada
dewasa dan anak. Kematian yang dikaitkan dengan AIDS menurun sampai 30%
sejak 2005 karena peningkatan akses pengobatan ARV, termasuk kematian yang
dikaitkan dengan TBC juga menurun sampai 30% sejak 2004. Kematian terkait
AIDS menurun dari puncaknya pada 2014 dengan 1,7 juta kematian terkait AIDS
pertahun menjadi 770 ribu kematian terkait AIDS pada tahun 2018. Program untuk
meningkatkan cakupan pengobatan ARV juga mulai menuai hasil. Data WHO
menunjukkan pada akhir tahun 2018 terdapat 23.3 juta penderita HIV yang sudah
menerima pengobatan ARV. Peningkatan dari 7,7 juta pada tahun 2007 dan 17 juta
pada tahun 2015. Secara relatif, terjadi peningkatan proporsi ODHA yang
mendapatkan ARV dari 48% pada tahun 2015 menjadi 62% tahun 2018. Beberapa
negara telah menjalankan Test and Treat dimana inisiasi pengobatan ARV
dilakukan segera setelah hasil tes HIV positif tanpa perlu merujuk pada nilai CD4.
Pengendalian HIV dan AIDS di Asia Pasifik cukup berhasil menurunkan infeksi baru
HIV sampai dengan 9% sejak 2010. Di regional Asia Pasifik juga terjadi peningkatan
cakupan pengobatan ARV dari 42% (tahun 2015) menjadi 54% (tahun 2018).
Kematian yang dikaitkan dengan AIDS diperkirakan menurunkan sampai 200.000
orang atau menurunkan dari 240.000 orang pada 2015. Situasi epidemi HIV AIDS
di Indonesia sampai dengan bulan September tahun 2020 masih terkonsentrasi
pada populasi kunci dengan penyebaran kasus HIV AIDS di 484 (90.07%) dari 514
kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan
perkembangan HIV AIDS Kementerian Kesehatan hingga September tahun 2020
diketahui bahwa jumlah kumulatif kasus HIV yang ditemukan sebesar 409.857
kasus, sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 127.873 orang.
World Malaria Report tahun 2020, melaporkan secara global diperkirakan terdapat
229 juta kasus malaria pada tahun 2019 di 87 negara endemis malaria, menurun
dari 238 juta kasus di 108 negara endemis malaria pada tahun 2000. Kematian
malaria terus menurun selama periode 2000–2019, dari 736.000 pada tahun 2000
menjadi 409.000 pada 2019. Persentase kematian akibat malaria total pada anak-
anak di bawah usia 5 tahun adalah 84% pada tahun 2000 dan 67% pada tahun
2019. Sekitar 95% kematian akibat malaria terjadi di 32 negara. Nigeria (23%),
5|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Republik Demokratik Kongo (11%), Republik Bersatu Tanzania (5%), Burkina Faso
(4%), Mozambik (4%) dan Niger (4%) menyumbang sekitar 51% dari semua
kematian akibat malaria secara global pada tahun 2019 Indonesia menyumbang
sekitar 49 (1%) kematian pada tahun 2019 di tingkat global. Indonesia merupakan
negara kedua di wilayah Asia Tenggara dengan kasus malaria terbanyak setelah
India dengan jumlah kasus malaria tahun 2019 di Indonesia sebanyak 250.644,
kasus tertinggi yaitu di Provinsi Papua sebanyak 216.380 kasus, disusul dengan
Provinsi NTT sebanyak 12.909 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079
kasus.
Satu miliar penduduk di dunia berisiko tertular penyakit kaki gajah atau filariasis di
72 negara dan diperkirakan sekitar 36 juta orang mengalami kecacatan akibat
filariasis. Dalam Pertemuan ke 73 World Health Assembly (WHA) secara virtual
tanggal 12 November 2020, WHO telah meluncurkan Roadmap untuk penyakit
tropis terabaikan (Neglected Tropical Diseases /NTDs) tahun 2021−2030. Roadmap
NTDs tersebut menargetkan eliminasi dan eradikasi pada penyakit NTDs salah
satunya penyakit filariasis pada Tahun 2030. Indonesia termasuk salah satu negara
dengan jumlah penduduk terbanyak yang berisiko tinggi tertular penyakit kaki gajah.
Pemetaan endemisitas Kabupaten/Kota yang dilaksanakan sampai tahun 2014
menetapkan 236 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota di Indonesia sebagai
daerah endemis filariasis. Pemerintah bertekad mewujudkan Indonesia bebas kaki
gajah, oleh karena itu melalui kampanye Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah
(BELKAGA), setiap penduduk kabupaten/kota endemis filariasis serentak minum
obat pencegahan setiap bulan Oktober selama 5 tahun berturut-turut. Pada tahun
2020, sebanyak 162 kabupaten/kota diantaranya telah selesai melaksanakan
Pemberian Obat Pencegahan Masal (POPM) Filariasis selama 5 tahun. Sementara
sebanyak 74 kabupaten kota masih melaksanakan POPM filariasis.
Tahun 2020, terjadi pandemi COVID-19 diseluruh dunia yang ditemukan pertama
kali di Kota Wuhan, China. Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO China Country
Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota
Wuhan, Provinsi Hubei, China. Pada tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi
kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO
menetapkan kejadian tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC) dan pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19
sebagai pandemi. Peningkatan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat,
dan menyebar ke berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 17
Januari 2020, WHO melaporkan 93.194.922 kasus konfirmasi dengan 2.014.729
kematian di 223 negara di seluruh dunia (CFR 2,2%). Di Indonesia, kasus pertama
kali dilaporkan pada tanggal 2 Maret 2020, kasus terus meningkat dan menyebar
dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan tanggal 18 Januari
2021, Kementerian Kesehatan melaporkan 907.929 kasus konfirmasi COVID-19
dengan 25.987 kasus meninggal (CFR 2,9%).
6|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan terjadi perubahan SOTK
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menjadi
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit memiliki 1 Sekretariat dan 5 Direktorat yakni:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal.
2. Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK)
3. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML)
4. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
(P2PTVZ)
5. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)
6. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
(P2PMKJN)
8|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans epidemiologi dan
karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,
penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit; dan
7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Struktur organisasi Ditjen P2P mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan sebagai berikut:
Gambar 1.1
Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)
9|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 1.1
Distribusi Pegawai pada Ditjen P2P Tahun 2020
Sumber data : Bagian Kepagawaian dan Umum Tahun 2020 per tanggal 21 Desember 2020
Sumber data : Bagian Kepagawaian dan Umum Tahun 2020 per tanggal 21 Desember 2020
Grafik 1.3
Sumber data : Bagian Kepegawaian dan Umum Tahun 2020, per tanggal 21 Desember 2020
F. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Bab I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada
aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang
dihadapi organisasi.
b. Realisasi Anggaran
Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan dan telah
digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen
Perjanjian Kinerja.
4. Bab IV Penutup
Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah
di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.
11|
BAB II
PERENCANAAN
KINERJA
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
BAB II
PERENCANAAN KINERJA
A. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang
ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis
dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala
yang ada atau yang mungkin timbul. Direktorat Jenderal P2P telah menyusun
Rencana Aksi Program (RAP) Tahun 2020-2024 yang mengacu kepada Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan dan RPJMN Tahun 2020-2024. Dalam
Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 telah ditetapkan sasaran strategis
yakni:
1. Meningkatnya kesehatan ibu, anak dan gizi masyarakat;
2. Meningkatnya ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan;
3. Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit serta pengelolaan
kedaruratan kesehatan masyarakat;
4. Meningkatnya akses, kemandirian dan mutu kefarmasian dan alat kesehatan;
5. Meningkatnya pemenuhan SDM Kesehatan dan kompetensi sesuai standar;
6. Terjaminnya pembiayaan kesehatan;
7. Meningkatnya sinergisme pusat dan daerah serta meningkatnya tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih;
8. Meningkatnya efektivitas pengelolaan litbangkes dan sistem informasi kesehatan
untuk pengambilan keputusan.
Guna mencapai sasaran strategis, disusun strategi Program P2P yang mengacu
pada strategi Kementerian Kesehatan yakni:
12|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
a. Perluasan cakupan deteksi dini Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular,
termasuk pencapaian cakupan SPM Bidang Kesehatan;
b. Peningkatan inovasi pengendalian vektor, termasuk pengendalian vektor
terpadu, dan pengendalian vektor secara biologis;
c. Penguatan tata laksana penanganan penyakit dan cedera;
d. Penguatan sanitasi total berbasis masyarakat;
e. Peningkatan akses air bersih dan perilaku higienis;
f. Penguatan legislasi, kebijakan dan pembiayaan untuk kegawatdaruratan
kesehatan masyarakat;
g. Peningkatan advokasi dan komunikasi;
h. Peningkatan program pencegahan resistensi antibiotika, penyakit zoonosis,
keamanan pangan, manajemen biorisiko;
i. Penguatan sistem laboratorium nasional, termasuk laboratorium kesehatan
masyarakat untuk penguatan surveilans;
j. Penguatan reporting dan real time surveillance untuk penyakit berpotensi wabah
dan penyakit baru muncul (new emerging diseases);
k. Membangun sistem kewaspadaan dini;
l. Membangun kemampuan fasyankes untuk respon cepat;
m. Peningkatan kemampuan daerah termasuk Sumber Daya Manusia.
13|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Indikator Kinerja Program Ditjen P2P tahun 2020-2024 digambarkan dalam tabel
berikut ini:
Tabel 2.1
Indikator Kinera Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2020-2024
14|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
B. PERJANJIAN KINERJA
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
merupakan dokumen pernyataan dan kesepakatan kinerja antara Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia untuk mewujudkan target-target Indikator Kinerja Program Ditjen P2P.
Perjanjian Kinerja Ditjen P2P disusun berdasarkan pada indikator yang tertuang
dalam Rencana Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2020-2024 dan telah mendapat persetujuan anggaran. Perjanjian Kinerja
Ditjen P2P Tahun 2020 telah ditandatangani, didokumentasikan dan ditetapkan
setelah turunnya DIPA Tahun 2020 pada bulan Desember 2019. Perjanjian Kinerja
Ditjen P2P telah mengalami revisi pada bulan Agustus 2020 sehubungan dengan
terbitnya Renstra Kemenkes dan RAP Tahun 2020-2024. Target-target kinerja
sasaran kegiatan yang ingin dicapai Ditjen P2P dalam dokumen Perjanjian Kinerja
Tahun 2020 adalah sebagai berikut:
15|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Tabel 2.2
Perjanjian Kinerja
Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2020
Pada Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
telah dialokasikan anggaran sebesar Rp. Rp. 3.479.552.838.000
16|
BAB III
AKUNTABILITAS
KINERJA
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. CAPAIAN KINERJA
Tahun 2020 merupakan tahun pertama pelaksanaan Rencana Aksi Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020-2024. Pengukuran kinerja
dilakukan dengan membandingkan capaian kinerja dengan target kinerja dari masing-
masing indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja. Berikut adalah
target dan capaian indikator program pencegahan dan pengendalian penyakit tahun
2020:
Tabel 3.1
Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2020
NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA
1 Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang 40% 26,3% 65,8%
menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)
2 Persentase angka keberhasilan pengobatan 90% 91,05% 101,2%
TBC (TBC succes rate)
3 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 325 318 97,8%
eliminasi malaria Kab/Kota Kab/Kota
4 Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi 416 401 96,4%
kusta Kab/Kota Kab/Kota
5 Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis 80 Kab/Kota 64 80%
yang mencapai eliminasi Kab/Kota
6 Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 50 Kab/Kota 19 38%
pencegahan perokok usia < 18 tahun Kab/Kota
7 Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 52 Kab/Kota 2 Kab/Kota 3,8%
pencegahan dan pengendalian PTM
8 Persentase kabupaten/kota yang mencapai 79,3% 32,7% 41,2%
80% imunisasi dasar lengkap anak usia 0-
11 bulan
9 Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan 330 205 62,1%
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan Kab/Kota Kab/Kota
penyalahgunaan napza
10 Persentase kabupaten/kota yang 56% 56% 100%
mempunyai kapasitas dalam pencegahan
dan pengendalian KKM
11 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 42 Kab/Kota 18 42,9%
eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan Kab/Kota
12 Persentase faktor resiko penyakit di pintu 86% 99,9% 116,2%
masuk yang dikendalikan
17|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
1. Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)
sebesar 40%
a. Penjelasan Indikator
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) adalah orang yang secara positif didiagnosa
terinfeksi HIV/AIDS. Indikator ODHA on ART merupakan salah satu indikator
dalam pencegahan dan pengendalian penyakit HIV AIDS. Untuk memutuskan
mata rantai penularan HIV AIDS untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030, maka
diharapkan setiap ODHA yang ditemukan diobati, sehingga virus dapat tersupresi
(jumlah virus didalam tubuh sangat rendah) dan tidak lagi berpotensi menularkan
kepada orang lain.
b. Defenisi Operasional
Jumlah Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) yang sedang menjalani terapi obat Anti
Retro Virus (ARV) terus menerus, baik pada ODHA yang baru memulai terapi di
tahun ini maupun ODHA yang memulai terapi dari tahun-tahun sebelumnya.
c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah ODHA Dengan HIV AIDS (ODHA)
Persentase Orang
yang sedang menjalani terapi obat Anti
Dengan HIV-AIDS
Retro Virus (ARV) terus menerus (ODHA
yang menjalani
on ART) x 100%
Terapi ARV (ODHA =
Jumlah estimasi ODHA dalam kurun
on ART)
waktu tertentu
d. Capaian Indikator
Perhitungan capaian indikator ODHA on ART pada tahun 2015-2019 berbeda
dengan tahun 2020. Capaian ODHA on ART tahun 2015-2019 dihitung dari
ODHA yang masih mendapatkan ARV dibandingkan dengan ODHA yang
ditemukan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan pengobatan. ODHA yang
memenuhi syarat untuk memulai terapi ARV dengan melihat hasil pemeriksaan
laboratorium untuk mengukur fungsi hati, fungsi ginjal atau pemeriksaan
18|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
laboratorium penunjang lainnya dan hasil CD4. Pada tahun 2020-2024, indikator
dihitung dengan membandingkan antara jumlah ODHA yang sedang menjalani
terapi obat Anti Retro Virus (ARV) terus menerus (ODHA on ART) dibagi dengan
jumlah estimasi ODHA, dalam kurun waktu tertentu. Penerapan kebijakan test
dan treat all, tanpa melihat hasil pemeriksaan laboratorium untuk CD4, fungsi hati
maupun fungsi ginjal. Adanya perbedaan denominator tahun 2015 – 2019 yaitu
ODHA yang memenuhi syarat untuk memulai terapi ARV sedangkan
denominator tahun 2020 – 2024 yaitu jumlah estimasi ODHA, mempengaruhi
pencapaian indikator yang telah ditetapkan. Capaian indikator persentase ODHA
on ART tahun 2018-2020 digambarkan dalam grafik dibawah ini:
Grafik 3.1
Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2018-2020
Capaian indikator ODHA on ART pada tahun 2020 sebesar 26,31% dari target
40% dengan capaian kinerja sebesar 65,7%. Jika dibandingkan dengan tahun
2019 dan 2018, capaian tahun 2020 lebih rendah dibandingkan dengan capaian
tahun 2018 (55,61%) dan tahun 2019 (49,48%). Bila dibandingkan dengan target
jangka menengah maka perbandingannya terlihat dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.2
Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2020-2024
Dari grafik diatas terlihat bahwa, capaian indikator tahun 2020 tidak berjalan
sesuai dengan yang ditargetkan karena adanya pandemi COVID-19 tetapi pada
tahun 2021 akan dilakukan akselerasi percepatan pencapaian sehingga
diharapkan target tahun 2021-2024 berjalan on track.
Dari data cascading HIV dan ART sampai Desember 2020 menunjukkan target
ODHA on ART tahun 2020 sebesar 40%, berdasarkan data SIHA online bulan
Desember tahun 2020, jumlah estimasi ODHA tahun 2020 sebanyak 543.100 orang,
jumlah ODHA yang ditemukan sebanyak 418.961 orang (77%) dimana sebanyak
316.191 (58%) ODHA masih hidup dan ODHA yang meninggal sebanyak 102.770
orang. Jumlah ODHA on ART sebanyak 142.871 orang (26,3%) dan Loss to Follow
Up (LFU) sebanyak 65.772 orang (12%) dan yang stop pengobatan sebanyak 6.914
orang (1.27%). Untuk ODHA yang diperiksa viral load sebanyak 31.624 orang dan
yang virusnya tersupresi sebanyak 27.303 orang (86,3%). Tingginya angka LFU
ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain akses layanan pengobatan, jam
operasional layanan kesehatan, ODHA merasa sudah sehat, dan adanya
kebosanan ODHA untuk menelan ARV. Setiap tahun angka ini dapat disesuaikan
dengan data cascade yang dicatat dan dilaporkan dalam SIHA. Upaya
pencegahan dan pengendalian HIV akan berdampak pada penurunan angka
kesakitan yang dapat diukur melalui insidensi, prevalensi dan angka kematian
akibat AIDS. Secara lengkap dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.3
Cascade HIV dan ART sampai Desember 2020
Tren temuan kasus HIV dan AIDS sejak tahun 2016 – 2019 menunjukkan bahwa
kasus HIV setiap tahun berada pada angka 40.000 – 50.000 kasus sedangkan
pada tahun 2020 mengalami penurunan. Kasus AIDS digambarkan kurang dari
10.000 kasus per tahun sejak 2019. Kebijakan pengendalian HIV adalah
melakukan tes dan pengobatan (test and Treat) dimana setiap kasus yang
ditemukan harus mendapatkan pengobatan. Kebijakan ini diharapkan dapat
menekan kasus yang terlambat mendapatkan akses pengobatan sehingga
ODHA lebih dini mendapatkan tatalaksana yang baik dan memiliki kualitas hidup
yang optimal dan sehat. Tujuan akhirnya adalah dapat menekan angka kematian
20|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.4
Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2016 – September 2020*
21|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
22|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Gambar 3.1
Media KIE HIV AIDS
23|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
7. Penguatan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis online dan real time
sehingga keberhasilan dari kebijakan yang telah dilaksanakan dapat terukur
dengan baik.
8. Membuat Protokol Pelaksanaan Layanan HIV AIDS selama pandemi
COVID-19 dimana Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan untuk
HIV AIDS dan IMS dilaksanakan sesuai standard precaution (kewaspadaan
standar) untuk pencegahan dan pengendalian infeksi. Bagi layanan PDP
termasuk PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) yang menjadi layanan
rujukan COVID-19 dapat memperimbangkan untuk mengalihkan layanan
PDP/ARV/PTRM tersebut ke layanan PDP/ARV/PTRM lain. Pemberian
persediaan obat ARV untuk masa 2-3 bulan dapat dipertimbangkan bagi
ODHA yang stabil, secara selektif dan hanya dilakukan jika persediaan ARV
mencukupi, selanjutnya pemberian multi bulan ARV (2-3 bulan)
diprioritaskan bagi ODHA yang tinggal di wilayah episentrum COVID-19,
kerjasama dengan komunitas/pendukung ODHA untuk memastikan kondisi
dan keberlangsungan ARV pada ODHA.
h. Pemecahan Masalah
1. Perluasan layanan mampu tes dan pengobatan untuk HIV dan PIMS melalui
kegiatan pelatihan PDP.
2. Peningkatan edukasi atau konseling tentang pengobatan ARV secara
lengkap dan terus menerus kepada ODHA.
3. Penyediaan KIE mengikuti perkembangan teknologi saat ini dan edukasi
dikemas dalam bentuk video, leaflet, dan lain-lain, yang kemudian
ditayangkan dan diberikan kepada pasien dan keluarga, sehingga pasien
maupun keluarga bisa dengan mudah menerima informasi tentang
pengobatan ARV maupun penyakit HIV serta mendorong penggunaan
layanan kesehatan terkait HIV, AIDS dan IMS kepada individu dan
kelompok agar lebih aman dari risiko penularan HIV dan IMS.
4. Peningkatan kualitas layanan Kesehatan melalui workshop dan pelatihan
fasilitas pelayanan kesehatan. Fasyankes wajib melakukan pencatatan
perawatan, tindak lanjut perawatan pasien HIV dan pemberian ARV serta
mendokumentasikannya dalam rekam medis.
5. Melakukan integrasi layanan pada layanan rutin dan membentuk jejaring
layanan.
6. Pengembangan SIHA online 1.7 menjadi SIHA online 2.0 dimana berbasis
Android dan Web, wajib menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK)
dan terdapat informasi notifikasi dimana ODHA dapat melakukan
pengobatan di fasyankes yang diinginkan dengan menggunakan NIK.
7. Memberi pemahaman dan mendorong perilaku tidak beresiko pada individu
dan kelompok agar tidak terjadi penularan HIV dan IMS seperti intervensi
perubahan perilaku, konseling HIV, AIDS, dan IMS, edukasi penggunaan
kondom dan pelicin termasuk pemanfaatan alat suntik steril dan
pengurangan dampak buruk dengan terapi PTRM, penatalaksanaan IMS,
sirkumsisi, pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik,
pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak dan pemberian obat
antiretroviral profilaksis untuk pencegahan HIV.
8. Dukungan dan perberdayaan kelompok-kelompok dukungan sebaya (KDS)
sebagai mitra kerja yang efektif dalam mengurangi stigma dan diskriminasi
9. Penyebaran informasi yang berhubungan dengan penanggulangan
HIV/AIDS, peningkatan kapasitas bagi lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, misalnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang ada di
25|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
b. Definisi Operasional
Jumlah semua kasus TBC yang sembuh dan pengobatan lengkap di antara
semua kasus TBC yang diobati dan dilaporkan dalam satu tahun.
c. Rumus/cara perhitungan
d. Capaian Indikator
Indikator persentase angka keberhasilan pengobatan TBC (Success Rate)
merupakan indikator yang tetap dilanjutkan pada RAP P2P tahun 2020-2024.
Indikator ini mencapai target dari tahun 2016 tetapi tidak mencapai target tahun
2017-2019, meskipun demikian capaian success rate tahun 2016-2018
meningkat terus. Tahun 2020, indikator TBC success rate mencapai target
dengan capaian 91,05% dari target 90% dengan persentase kinerja sebesar
101.2%. Data ini masih bersifat sementara dengan kelengkapan laporan 83,6%.
Secara lengkap dapat dilihat pada grafik berikut:
26|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.5
Target dan Capaian
Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan TBC
Tahun 2016 – 2020
Indikator ini adalah indikator positif yang artinya jika semakin besar capaian
maka semakin baik kinerjanya dan sebaliknya jika semakin kecil capaian maka
semakin buruk kinerjanya. Bila dibandingkan dengan target jangka menengah
maka perbandingannya adalah sebagai berikut:
Grafik 3.6
Target dan Capaian
Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan TBC
Tahun 2020-2024
Dari grafik tersebut terlihat bahwa target indikator capaian angka keberhasilan
pengobatan di Indonesia sebesar 90% pada tahun 2020-2024 dan capaian
tahun 2020 on track karena telah mencapai target, meskipun demikian capaian
ini masih bersifat sementara karena belum semua data dan laporan diterima,
berdasarkan hasil capaian tahun 2016-2019, capaian dalam range 80%-90%,
maka prognosa capaian tahun 2020-2024 akan berada pada range yang sama.
28|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Secara global, diperkirakan ada sebanyak 10 juta kasus TBC pada tahun 2019,
namun demikian angka ini telah menurun secara perlahan akhir-akhir ini.
Berdasarkan letak geografisnya, kasus TBC pada tahun 2019 paling banyak di
regional Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat (18%), dan
persentase yang sedikit di Timur Tengah (8,2%), Amerika (2,9%) dan Eropah
(2,5%). Ada 8 negara dengan jumlah kasus dua per tiga dari total kasus global,
yaitu India (26%), Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6%), Pakistan
(5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%) dan Afrika Selatan (3,6%). Dari
daftar 30 negara dengan beban kasus TBC yang tinggi tersisa 22 negara
dengan total 21% dari jumlah kasus global.
29|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Tabel 3.3
Estimasi Beban TBC tahun 2019
30|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
31|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Gambar 3.2
Penyampaian dukungan Presiden RI dalam pencanangan
Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030
Gambar 3.3
Talking Points Menteri Kesehatan RI
Peringatan Hari TBC Sedunia Tahun 2020
32|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
Untuk mencapai target, Program TBC melaksanakan kegiatan yang berdasarkan
6 strategi yaitu:
1) Penguatan Kepemimpinan Program TBC di Kabupaten/Kota
- Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
- Regulasi dan peningkatan pembiayaan
- Koordinasi dan sinergi program
2) Peningkatan Akses Layanan “TOSS-TBC” yang Bermutu
- Peningkatan jejaring layanan TBC melalui PPM (public-private mix)
- Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat
- Peningkatan kolaborasi layanan melalui TBC-HIV, TBC-DM, MTBCS,
PAL, dan lain sebagainya
- Inovasi diagnosis TBC sesuai dengan alat / saran diagnostik yang baru
- Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien atau Case holding
- Bekerjasama dengan asuransi kesehatan dalam rangka Cakupan
Layanan Semesta (health universal coverage).
3) Pengendalian Faktor Risiko
- Promosi lingkungan dan hidup sehat.
- Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC.
- Pengobatan pencegahan dan imunisasi TBC.
- Memaksimalkan penemuan TBC secara dini, mempertahankan cakupan
dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.
4) Peningkatan Kemitraan melalui Forum Koordinasi TBC
- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TBC di pusat
- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TBC di daerah
5) Peningkatan Kemandirian Masyarakat dalam Penanggulangan TBC
- Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan masyarakat.
- Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, dan
dukungan pengobatan TBC.
33|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
34|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
b. Definisi operasional
Suatu wilayah yang sudah tidak ditemukan penularan malaria setempat
(indigenous) kembali selama tiga tahun berturut-turut dan bukan berarti tidak ada
kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut
sehingga tetap dibutuhkan kewaspadaan untuk mempertahankan status bebas
malaria. Status eliminasi malaria ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI berupa
pemberian sertifikat eliminasi malaria kepada Kabupaten/Kota yang telah
memenuhi syarat.
c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah kab/kota yang mencapai eliminasi malaria diakhir tahun.
d. Capaian indikator
Kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria pada tahun 2020 yaitu
sebanyak 318 kabupaten/kota dari target yang ditentukan sebesar 325 kab/kota
atau pencapaian kinerja sebesar 97,8%. Berikut dijelaskan dalam tabel capaian
persentasi kabupaten/kota yang mencapai eliminasi:
Tabel 3.4
Jumlah Kab/Kota dengan Eliminasi Malaria sampai tahun 2020
No Provinsi Jumlah Jumlah Kab/Kota %
Kab/Kota Eliminasi
1 DKI Jakarta 6 6 100%
2 Jawa Timur 38 38 100%
3 Bali 9 9 100%
4 Jawa Tengah 35 33 94%
5 Jawa Barat 27 25 93%
6 Aceh 23 21 91%
7 Sumatera Barat 19 17 89%
8 Sulawesi Selatan 24 21 88%
9 Kep Bangka Belitung 7 6 86%
10 Riau 12 10 83%
11 Sulawesi Barat 6 5 83%
12 DI Yogyakarta 5 4 80%
13 Kalimantan Tengah 14 11 79%
14 Banten 8 6 75%
15 Lampung 15 11 73%
16 Sulawesi Tenggara 17 11 65%
17 Jambi 11 7 64%
18 Sumatera Utara 33 21 64%
19 Kalimantan Utara 5 3 60%
20 Kalimantan Selatan 13 7 54%
21 Sumatera Selatan 17 9 53%
22 Sulawesi Utara 15 8 53%
23 Sulawesi Tengah 13 6 46%
35|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Tren capaian eliminasi Malaria dapat digambarkan pada grafik diatas dimana
terjadi peningkatan capaian realisasi jumlah kabupaten/kota yang mencapai
eliminasi malaria yakni sebanyak 266 Kab/Kota pada tahun 2017 menjadi 285
Kab/Kota pada tahun 2018, 300 kab/kota pada tahun 2019, dan mencapai 318
36|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Pada grafik diatas terlihat capaian tahun 2020 tidak tercapai karena adanya
pandemi COVID-19 yang mempengaruhi capaian, dan akan dilakukan akselerasi
pencapaian kinerja tahun 2021 dengan memasukkan Kab/Kota yang belum
eliminasi sebagai tambahan target 2021 sehingga sampai tahun 2024
diharapkan capaian on track sesuai dengan target yang ditetapkan. Selain itu,
37|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
bila melihat tren capaian tahun 2016-2019 tercapai 100%, maka tahun 2021-
2024 berpotensi untuk tercapai bila tidak ada faktor external yang
mempengaruhi.
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa 18 kabupaten/kota di Indonesia (53%) telah
mencapai target nasional dalam konfirmasi laboratorium pemeriksaan darah
malaria. Target yang nasional sebesar 95% dengan capaian tahun 2020 data per
12 Januari 2020 sebesar 97% dengan jumlah suspek sebanyak 1.688.948 orang
dan jumlah pemeriksaan sediaan darah dikonfirmasi laboratorium sebanyak
1.634.961 orang.
Persentasi Pasien Malaria positif yang diobati sesuai standar ACT (Artemisinin
based Combination Therapy) adalah proporsi pasien Malaria yang diobati sesuai
standar tata laksana malaria dengan menggunakan ACT. Artemisinin based
Combination Therapy (ACT) saat ini merupakan obat yang paling efektif untuk
membunuh parasit Malaria. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium. Target dan capaian indikator Persentasi Pasien
Malaria positif yang diobati sesuai standar ACT adalah sebagai berikut:
38|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.10
Persentasi Malaria Positif diobati sesuai standar
Selain menjadi indikator RAP Ditjen P2P, indikator ini juga merupakan indikator
RPJMN yakni Jumlah Kab/Kota yang mencapai eliminasi malaria dan indikator
Renstra Kementerian Kesehatan yakni meningkatkan eliminasi malaria dengan
target yang sama sehingga tidak diperlukan pembandingan. Bila dibandingkan
dengan tahun 2019, maka peningkatan Kab/Kota yang mencapai eliminasi
malaria sebesar 6% yakni dari 300 Kab/Kota pada tahun 2019 menjadi 318 pada
tahun 2020.
surveilans migrasi yang biasanya dilakukan oleh juru malaria desa. Kondisi
pandemi COVID 19 menyebabkan terhambatnya penemuan aktif oleh kader
dan tenaga kesehatan. Selain itu, SDM malaria diperbantukan dalam
pengendalian COVID-19 dilapangan. Terbatasnya kegiatan penemuan
kasus tersebut sangat berkaitan dengan upaya pencegahan dan
pengendalian malaria yang dilakukan.
Gambar 3.4
Workshop Peningkatan Kapasitas Asesor
Uji Kompetensi Mikroskopis Malaria
41|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
3) Surveilans Malaria
Surveilans merupakan kegiatan penting dalam upaya eliminasi, karena salah
satu syarat eliminasi adalah pelaksanaan surveilans yang baik dimana
surveilans diperlukan untuk mengidentifikasi daerah atau kelompok populasi
yang berisiko malaria serta melakukan perencanaan sumber daya yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan pengendalian malaria. Kegiatan
surveilans malaria dilaksanakan sesuai dengan tingkat endemisitas. Daerah
yang telah masuk pada tahap eliminasi dan pemeliharaan harus melakukan
penyelidikan epidemiologi terhadap setiap kasus positif malaria sebagai upaya
kewaspadaan dini kejadian luar biasa malaria dengan melakukan pencegahan
terjadinya penularan.
Berikut beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam mendukung kegiatan
surveilans, sistem informasi dan monitoring dan evaluasi malaria:
a. Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Program Malaria Tahun 2019 dan
Perencanaan Program Tahun 2020.
b. Workshop SISMAL versi 2 di 10 provinsi yakni Provinsi DKI Jakarta,
Aceh, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan Jawa Barat.
c. Pertemuan Pembahasan Kurmod Pelatihan Surveilans Vektor Malaria.
d. Pertemuan Virtual Validasi Data Program Malaria Semester 1 Tahun
2020.
e. Pertemuan Virtual Koordinasi Penanggulangan Peningkatan Kasus
Malaria Di Kabupaten Rokan Hilir.
f. Seminar Daring Nasional AMRI-2 dengan tema Surveilans Malaria.
42|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Gambar 3.5
Asesment Peningkatan Kasus dan SKD/KLB Malaria
di Rokan Hilir Prov Riau
43|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Gambar 3.6
Pertemuan Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat
terhadap Percepatan Eliminasi Malaria
44|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
Beberapa permasalahan yang disebutkan diatas memerlukan pemecahan
masalah sehingga kegiatan dapat berjalan efektif dan efisien dan indikator dapat
dicapai. Berikut ini beberapa pemecahan masalah yang dilakukan:
1) Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu.
- Desentralisasi pelaksanaan program oleh Kab/kota.
- Integrasi kedalam layanan kesehatan primer.
- Penemuan dini dengan konfirmasi dan pengobatan yang tepat sesuai
dengan standar dan pemantauan kepatuhan minum obat.
- Penerapan sistem jejaring public-privite mix layanan malaria.
2) Pencegahan dan pengendalian vektor terpadu.
3) Intervensi kombinasi (LLIN, IRS, Larvasida, pengelolaan lingkungan,
personal protection, profilaksis) dengan berbasis bukti melalui pendekatan
kolaboratif.
4) Pemantauan efektifitas dan resistensi OAM.
5) Penguatan surveilans termasuk surveilans migrasi, Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penanggulangan KLB.
6) Sosialisasi penggunaan dana yang bisa dimanfaatkan untuk Penyelidikan
Epidemiologi baik Dana Dekonsentrasi, DAK non fisik, APBD, Global Fund,
Dana Desa, dan Dana Kapitasi.
7) Terdapat tenaga pendamping dari UNICEF dan WHO untuk Dinas
Kesehatan Kab/kota dalam mempercepat penurunan kasus dan
mempercepat eliminasi malaria khususnya Kab/Kota endemis tinggi
sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia.
45|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
8) Peningkatan akses layanan malaria pada daerah sulit dan populasi khusus
seperti penambang illegal, pekerja pembalakan liar, perkebunan illegal dan
suku asli yang hidup di hutan.
9) Menjaga daerah yang telah mendapat sertifikat tidak terjadi penularan
kembali.
10) Pengembangan SISMAL V2 online dan sosialiasi sampai tingkat fasyankes.
11) Pelatihan Penyelidikan Epidemiologi termasuk pelatihan pemetaan GIS,
pengembangan pemetaan fokus di aplikasi SISMAL V2.
12) Membuat surat edaran menteri untuk Bupati di wilayah-wilayah tersebut,
membuat permodelan penanggulangan malaria di daerah outdoor
transmission dengan adanya mobile migrant population.
13) Integrasi ke layanan kesehatan dasar.
14) Diagnosis Malaria terkonfirmasi mikroskop atau uji reaksi cepat
15) Penguatan sistem informasi strategis dan penelitian operasional untuk
menunjang basis bukti program.
16) Penguatan manajemen fungsional program, advokasi dan promosi program
dan berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan.
17) Surat Edaran terkait protokol layanan malaria dalam masa pandemic
COVID-19
18) Primakuin dimasukan ke dalam e-catatog LKPP
b. Definisi operasional
Jumlah Kabupaten/Kota dengan eliminasi kusta adalah jumlah provinsi yang
mempunyai angka prevalensi kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk pada
tahun tertentu.
c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah Kabupaten/Kota yang telah mencapai eliminasi kusta (angka
prevalensi <1/10.000 penduduk) pada tahun tertentu. Sedangkan rumus
menghitung angka prevalensi adalah sebagai berikut:
46|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
d. Capaian indikator
WHO menerbitkan “Ending the Neglect to Attain the Sustainable Development
Goals–A Road Map for Neglected Tropical Diseases 2021-2030” yang
mencantumkan target pencapaian eliminasi tahun 2030, dengan target turunan
berupa nol kasus asli, penurunan kasus cacat tingkat 2 hingga 63.000, angka
cacat tingkat 2 menurun hingga 0,12 per 1 juta populasi dan angka penemuan
kasus baru menurun hingga 0,77 per 1 juta populasi anak. Strategi ini diharapkan
dapat diadopsi oleh negara-negara di dunia. Data global tahun 2019 yang
dilaporkan WHO dalam Weekly Epidemiological Record Tahun 2020 menyatakan
bahwa pada tahun 2019 sebanyak 177.175 kasus terdaftar di akhir tahun dengan
angka prevalensi mencapai 22,4 per 1.000.000 penduduk. Dari 16 negara
dengan jumlah kasus di atas 1000 setiap tahunnya, 4 di antaranya masih
memiliki prevalensi > 1 per 10.000 penduduk, yaitu Brazil, Somalia, Mozambiq,
dan Nepal, sementara Indonesia sudah sejak tahun 2000 memiliki angka
prevalensi < 1 per 10.000 penduduk secara nasional. Penemuan kasus baru
mencapai 202.185 kasus baru dengan CDR mencapai 25,9 per 1.000.000
penduduk. Penurunan penemuan kasus kusta baru terjadi secara bertahap
dalam 10 tahun terakhir. 3 negara termasuk Brazil, India dan Indonesia
melaporkan >10.000 kasus baru. Dari total kasus baru yang ditemukan di dunia,
sebanyak 14.981 kasus anak ditemukan (7,4%) menurun dari 14.981 pada tahun
2019, dengan persen penurunan sebesar 27%. Sebanyak 10.813 kasus baru
dengan cacat tingkat 2 ditemukan pada tahun 2019. Penurunan kasus cacat
tingkat 2 cukup signifikan terlihat di wilayah SEAR hingga 45% dari 87.92 di
tahun 2015 menjadi 4.817 di tahun 2019. Total 370 kasus anak dengan cacat
tingkat 2 terdeteksi secara global dimana 75% nya kasus tersebut ditemukan di 5
negara dengan beban tinggi kusta, termasuk Indonesia.
47|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
dari provinsi dan akan difinalisasi pada bulan Maret-April tahun 2021, sehingga
capaian indikator tersebut dapat berubah.
Gambar 3.7
Peta Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Kusta < 1/10.000 Penduduk
Tahun 2020
Grafik 3.11
Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi kusta
Tahun 2016-2020
48|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Pada awal tahun 2020, Ditjen P2P telah menganggarkan kegiatan penemuan
kasus kusta secara aktif berikut kegiatan advokasi dan sosialisasi ke LS/LP serta
orientasi singkat petugas kesehatan dan kader, serta kampanye penurunan
stigma bersumber dana dekonsentrasi yang dilaksanakan pada kabupaten/kota
endemis kusta di seluruh provinsi di wilayah Indonesia. Kegiatan tersebut telah
berjalan secara kontinu dan berkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir dengan
harapan dapat memutus mata rantai penularan di lokus-lokus kusta. Pandemi
COVID-19 menyebabkan adanya refocusing anggaran Program Pencegahan dan
Pengendalian Kusta pada Ditjen P2P sebesar 87,4%, anggaran dekonsentrasi
seluruh provinsi serta anggaran APBD lainnya. Hal tersebut menyebabkan
terbatasnya kegiatan yang dapat dilakukan baik di pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota. Adanya pandemi COVID-19 juga menyebabkan diberlakukannya
pembatasan kegiatan yang berpotensi meningkatkan penularan pada
masyarakat. Pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian kusta di
lapangan tetap berjalan dengan segala keterbatasan. Kegiatan penemuan aktif,
pelayanan kusta di fasyankes hingga rehabilitasi medis ditunda pelaksanaannya
49|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Angka prevalensi dihitung dari jumlah kasus yang masih terdaftar menerima
pengobatan di akhir tahun berjalan dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah
tersebut, sehingga sangat dipengaruhi oleh keteraturan pengobatan pasien
kusta. Pasien kusta yang menyelesaikan pengobatan tidak tepat waktu (lebih dari
6 bulan untuk pasien kusta tipe PB dan lebih dari 12 bulan untuk tipe MB),
kemungkinan akan melanjutkan pengobatannya di tahun selanjutnya. Tidak
dapat dipungkiri, bahwa adanya pandemi menyebabkan kesulitan distribusi MDT
hingga ke daerah hingga kosongnya stok obat yang berimbas pada penundaan
pasien kusta menyelesaikan obat tepat waktu. Hal tersebut berakibat pada
jumlah penderita terdaftar di akhir tahun yang semakin meningkat, mempeberat
angka prevalensi, sehingga mengarah pada tidak tercapainya status eliminasi.
50|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Gambar 3.8
Pelaksanaan Ujian OSPE dan Praktek Pemeriksaan Suspek Kusta
pada Pelatihan Nasional P2 Kusta dan Frambusia Tahun 2020
Gambar 3.9
Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional
P2 Kusta dan Frambusia yang dilakukan secara daring
51|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
52|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
1) Melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan
memaksimalkan penggunaan perangkat digital.
2) Menerbitkan Surat Edaran Dirjen P2P pada tentang Pelaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kusta Frambusia Dalam Era New
Normal Pandemi COVID-19.
3) Memaksimalkan layanan dan surveilans kusta dengan tetap
memperhatikan mematuhi protokol pencegahan covid-19:
- Kegiatan penemuan aktif dilakukan dengan menghindari kerumunan
orang dan memperhatikan physical distancing.
- Fasyankes mengembangkan mekanisme kunjungan pasien
berdasarkan perjanjian.
- Pemberian obat MDT kusta dapat dilakukan untuk 2-3 bulan apabila
stok mencukupi.
4) Memanfaatkan perangkat digital untuk berkoordinasi dan melakukan
monitoring dan evaluasi program.
5) Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap
pemangku kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dalam
pencapaian eliminasi kusta.
6) Menganggarkan dan melaksanakan peningkatan kapasitas tenaga
kesehatan secara rutin.
53|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
b. Definisi operasional
Indikator jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi Filariasis dihitung dari jumlah
akumulasi kab/kota yang berhasil lulus dalam survei evaluasi penilaian penularan
filariasis tahap kedua.
54|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi
pada tahun tersebut.
d. Capaian indikator
Pada tahun 2016 – 2019 target jumlah kabupaten/kota endemis Filariasis yang
mencapai eliminasi berhasil dicapai sebesar 183% tahun 2016, 187% tahun
2017, 158% tahun 2018, dan 160% pada tahun 2019. Tetapi karena adanya
pandemi COVID-19 pada tahun 2020, dari target 80 kabupaten/kota endemis
Filariasis yang mencapai eliminasi hanya berhasil dicapai sebanyak 64
kabupaten/kota atau dengan capaian sebesar 80%. Data capaian jumlah
kabupaten/kota endemis Filariasis yang mencapai eliminasi tahun 2016 – 2020
terlihat dalam grafik dibawah ini.
Grafik 3.12
Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang mencapai eliminasi
Tahun 2016-2020
55|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Tabel 3.5
Jumlah Kab/Kota endemis filariasis telah berhasil mencapai eliminasi filariasis
sampai tahun 2020
Dari data diatas terdapat provinsi yang seluruh kabupaten/kota endemis dinilai
telah mencapai eliminasi filariasis yaitu Provinsi Banten. Sedangkan provinsi yang
capaian eliminasinya masih 0% dikarenakan kabupaten/kota endemis masih
melaksanakan POPM atau masuk dalam tahap surveilans pasca POPM antara
lain Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara, Maluku, dan Papua Barat. Indikator Kab/Kota endemis filariasis
tidak menjadi indikator indikator RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan
56|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.13
Target dan Capaian Kab/Kota endemis yang mencapai eliminasi
Tahun 2020-2024
Pada tahun 2020, anggaran operasional dan logistik untuk kegiatan survei
evaluasi Filariasis pada kabupaten/kota endemis sesuai tahapan eliminasi telah
57|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Gambar 3.10
Video Pelaksanaan Belkaga 2020
58|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
59|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
1. Pelaksanaan POPM Filariasis dan Survei Evaluasi Filariasis dilaksanakan
dengan memperhatikan protokol Kesehatan sesuai juknis yang telah disusun.
2. Advokasi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan komitmen dalam
menjangkau daerah-daerah sulit dalam pelaksanaan POPM Filariasis, serta
mengoptimalkan mobilisasi tenaga kesehatan yang ada untuk menjangkau
daerah-daerah sulit dan terpencil.
3. Konsolidasi dan penguatan jejaring Komisi Ahli penanggulangan kejadian
ikutan pasca POPM Filariasis baik di tingkat Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota untuk mengantisipasi kejadian ikutan yang terjadi selama
pelaksanaan POPM Filariasis.
4. Penganggaran kembali Survei Evaluasi Filariasis tahun 2021 di beberapa
kabupaten/kota yang anggarannya telah direvisi untuk penanggulangan
COVID-19.
5. Percepatan penyediaan logistik Survei Evaluasi Filariasis pada awal tahun
2021, sehingga survei evaluasi filariasis yang tertunda tahun 2020 dapat
segera dilaksanakan pada awal tahun 2021.
61|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
b. Definisi Operasional
Jumlah kabupaten/kota yang ≥ 40% FKTP menyelenggarakan layanan Upaya
Berhenti Merokok (UBM) dan atau melaksanakan implementasi kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok.
c. Rumus/Cara perhitungan
Indikator ini dihitung dari akumulasi jumlah Kab/Kota yang ≥ 40% FKTP
menyelenggarakan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) dan atau
melaksanakan implementasi Kawasan Tanpa Rokok.
d. Capaian Indikator
Indikator ini merupakan indikator baru pada periode tahun 2020-2024, karena
tidak ada di tahun sebelumnya. Tahun 2020 target yang ditetapkan adalah 50
kab/kota dan tercapai 19 (38,0%) kab/kota. Terdiri dari 13 kab/kota yang telah
menyelenggarakan layanan upaya berhenti merokok (UBM) dan 6 kab/kota yang
menerbitkan/mengimplementasikan Perda/Perkada KTR. Pada grafik ini terlihat
bahwa dari target sebanyak 350 yang ditetapkan pada tahun 2024, maka pada
tahun 2020 tidak mencapai target karena adanya pandemi COVID-19 dan akan
dilakukan percepatan pencapaian pada tahun 2021, target dan sasaran Kab/Kota
yang tidak tercapai pada tahun 2020 akan ditambahkan menjadi target 2021
sehingga diharapkan target 2024 dapat dicapai on track. Kondisi ini
dimungkinkan bila penanganan pandemi COVID-19 dapat dikendalikan.
62|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.14
Target dan Capaian Jumlah Kabupaten/Kota yang melakukan
pencegahan perokok usia <18 tahun
Tahun 2020-2024
Grafik 3.15
Jumlah Kabupaten/Kota yang ≥ 40% FKTP menyelenggarakan layanan UBM
Tahun 2020
63|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.16
Provinsi yang memiliki Kab/Kota dengan proporsi perokok
usia 10-18 tahun melebihi angka nasional
64|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.17
Provinsi dengan Kab/Kota telah menerapkan Perda KTR
66|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
67|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
1) Optimalisasi dukungan komitmen lintas sektor dan lintas program melalui
upaya advokasi dan sosialisasi pengendalian tembakau serta mendorong
pengembangan regulasi Kawasan Tanpa Rokok di berbagai tingkat
pemerintahan yang didukung oleh semua pihak terkait dan masyarakat.
2) Untuk memaksimalkan Penerapan Kebijakan KTR di daerah dengan upaya
sebagai berikut:
a. Optimalisasi dukungan stakeholder dan mitra kesehatan dalam rangka
mencapai Implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)
termasuk melaksanakan kebijakan KTR.
b. Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
c. Mengoptimalkan upaya advokasi dan sosialisasi melalui dukungan
Audiensi dari Tim Aliansi Bupati/Walikota peduli Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) dan PTM kepada Bupati dan Walikota di Indonesia.
d. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam penegakan
Kebijakan KTR yang telah ditetapkan.
e. Membangun komitmen masyarakat untuk menerapkan KTR di rumah
tangga, RT/RW, Kelurahan/desa, dan Kecamatan melalui pemicuan/ FGD
partisipatori.
3) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya
konsumsi rokok, melalui berbagai media Komunikasi-Informasi-Edukasi
(KIE) dan berkoordinasi dengan seluruh stakeholder dan mitra kesehatan.
4) Mendorong FKTP untuk melakakukan input data offline layanan UBM yang
sudah dilakukan dan mendorong Kab/Kota untuk melakukan upload data
tersebut ke dalam SIPTM berbasis web.
5) Penyegaran dalam penggunaan SIPTM berbasis web dan pemanfaatan
datanya agar dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam
penggunaan SIPTM.
b. Definisi Operasional
Kab/Kota yang menyelenggarakan deteksi dini faktor risiko meliputi pengukuran
BB, TB, TD, GDS, IMT dan lingkar perut, paling kurang 80% populasi usia ≥ 15
tahun di UKBM dan FKTP. Capaian ≥ 80% populasi = 1 kab/kota.
68|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
c. Rumus/Cara perhitungan
Akumulasi jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian
PTM. Sedangkan cara perhitungan Kab/Kota yang menyelenggarakan deteksi
dini faktor risiko meliputi pengukuran BB, TB, TD, GDS, IMT dan lingkar perut,
paling kurang 80% populasi usia ≥ 15 tahun di UKBM dan FKTP adalah sebagai
berikut:
Kabupaten/kota yang Kab/Kota yang melakukan deteksi
melakukan Deteksi Dini dini TD, GDs, IMT dan lingkar perut
Faktor Risiko PTM ≥ 80% pada populasi usia ≥ 15 tahun x 100%
Populasi Usia ≥ 15 Tahun Populasi usia ≥ 15 Tahun di
Kab/Kota tersebut
Capaian ≥ 80% populasi = 1 kab/kota.
d. Capaian Indikator
Indikator jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
merupakan indikator baru tahun 2020-2024 dengan target awal tahun 2020
adalah 52 kab/kota dan akhir tahun 2024 sebanyak 514 Kab/Kota. Tahun 2020,
jumlah kab/Kota yang telah melakukan program pencegahan dan pengendalian
PTM sesuai standar sebanyak 242 kab/kota. Provinsi yang seluruh kab/kotanya
telah melakukan program pencegahan dan pengendalian PTM sesuai standar
yaitu Provinsi Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara dan Sulawesi Barat.
Grafik 3.18
Jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
Tahun 2020
grafik dibawah ini. Dalam grafik terlihat bahwa capaian yang masih sangat
rendah pada tahun 2020 akan mempengaruhi hasil akhir tahun 2024 karena
target tahun 2020 akan menjadi target tambahan pada tahun 2021 dan tahun
berikutnya. Oleh karena itu, akan dilakukan akselerasi pencapaian target di
tahun 2021 sehingga capaian sampai tahun 2024 bisa berjalan on track.
Grafik 3.19
Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan
dan pengendalian PTM Tahun 2020
Kab/Kota yang telah mencapai target deteksi dini ≥ 80% pada populasi usia ≥ 15
tahun pada tahun 2020 adalah Kab Lombok Barat (93%) dan Kab. Lombok Utara
(85%). Selain 2 kab/kota yang telah mencapai target 80% juga terdapat 4
kab/kota yang telah mencapai lebih dari 50% deteksi dini pada populasi usia ≥ 15
tahun yaitu Kab. Bima (76%), Kab. Sumbawa Barat (69%), Kab. Lombok Timur
(57%), dan Kota Bima (53%) serta terdapat 46 kab/kota dengan capaian di
bawah 50%. Secara lengkap dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.20
Persentase Capaian Deteksi Dini Populasi di Kab/Kota
Tahun 2020
70|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.21
Jumlah orang yang melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM
Tahun 2017-2020
h. Pemecahan Masalah
1) Untuk menghadapi masalah COVID-19 maka dibuat panduan adaptasi
kebiaasaan baru yang merupakan panduan untuk seluruh masyarakat
termasuk pemegang program. Dengan adanya panduan ini maka
diharapkan program deteksi dini faktor risiko PTM melalui kegiatan posbindu
dapat tetap dilaksanakan di masyarakat.
2) Terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang adaptasi kebiasan
baru sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan posbindu dengan
menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker
dan menjaga jarak saat berada di kegiatan posbindu.
3) Melakukan advokasi dan sosialisai yang bersifat masif dan terintegrasi
dalam mendukung kegiatan Posbindu PTM ditengah pandemic Covid-19
72|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
b. Definisi Operasional
Kabupaten/ Kota yang 25% puskesmasnya melakukan deteksi dini masalah
kesehatan jiwa dan penyalahguna NAPZA terhadap seluruh kelompok usia
dengan menggunakan instrumen SDQ (untuk anak usia 4-18 tahun) dan/ atau
SRQ 20 (usia diatas 18 tahun), dan ASSIST yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan/ atau guru terlatih sesuai alur deteksi dini
73|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
c. Cara perhitungan
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang
melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan penyalahguna NAPZA.
Target per provinsi ditetapkan melalui penghitungan secara proporsi, yaitu
jumlah kabupaten/kota sesuai target indikator pada tahun tersebut dibagi jumlah
kabupaten/ kota seluruh Indonesia dikalikan jumlah kabupaten/ kota yang ada di
provinsi tersebut, misalnya Provinsi Jawa Timur target tahun 2020 adalah
330/514 x 39 = 25 kab/ kota. Capaian tahunan dihitung pada akhir tahun
berjalan
d. Capaian indikator
Capaian indikator jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini
masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza sebanyak 205 kab kota
atau mencapai 62,12% dari target 330 kab /kota. Capaian tahun 2020 tidak
berjalan on track dan akan mempengaruhi capaian tahun 2021-2024. Target
yang tidak tercapai tahun 2020 akan menjadi target tambahan pada tahun 2021
dan tahun berikutnya sehingga capaian tahun 2024 diharapkan menjadi on
track. Secara lengkap terlihat dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.22
Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan napza
Tahun 2020-2024
74|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.23
Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan napza
Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
1) Meningkatkan upaya advokasi, sosialisasi dan koordinasi bidang keswa
pada daerah.
2) Mengalokasikan dana kesehatan jiwa melalui anggaran dekonsentrasi dan
Dana Alokasi Khusus bidang keswa.
3) Meningkatkan kapasitas SDM bidang keswa termasuk untuk pencatatan dan
pelaporan melalui pelatihan dan bimtek bagi tenaga kesehatan.
4) Melakukan bimbingan teknis terkait program kegiatan indikator dan
pelaporan bidang keswa dan napza.
b. Definisi Operasional
Kabupaten/kota dengan 80% jumlah bayi usia 0-11 bulan yang berada di
kabupaten/kota tersebut telah mendapat imunisasi dasar lengkap meliputi 1
dosis Hep B pd usia 0-7 hari, 1 dosis BCG, 4 dosis Polio tetes dan 1 dosis IPV, 3
dosis DPT-HB-Hib, serta 1 dosis MR selama kurun waktu 1 tahun.
c. Cara perhitungan
Jumlah kabupaten/kota yang mencapai cakupan imunisasi dasar lengkap ≥80%
dibagi jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia pada tahun yang sama dikali
100%.
∑ K80% IDL
% K80%
= x 100%
IDL ∑ KK
Keterangan:
% K80% IDL : Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi
dasar lengkap anak usia 0-11 bulan
∑ K80% IDL : Jumlah kabupaten/kota yang mencapai cakupan imunisasi
dasar lengkap ≥80%
∑ KK : Jumlah seluruh kabupaten/kota pada tahun yang sama
d. Capaian indikator
Berdasarkan data s.d 20 Januari 2021, persentase kabupaten/kota dengan
80% bayi usia 0-11 bulan sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebesar
32,7% (168 kabupaten/kota) dari target 79,3% (401 kabupaten/kota), sehingga
capaian kinerja tahun 2020 sebesar 41,2%. Pada grafik dibawah ini terlihat, bila
dibandingkan dengan target jangka menengah pada tahun 2020-2024, maka
capaian indikator tahun 2020 belum berjalan on track, meskipun demikian
capaian tahun 2020 tidak akan mempengaruhi capaian tahun 2021-2024
karena capaian indikator Persentase Kab/Kota yang mencapai 80% IDL anak
usia 0-11 bulan dihitung per tahun. Kondisi capaian imunisasi tahun 2021
77|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Bila dibandingkan capaian tahun 2020 jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2019
dan 2018. Pada tahun 2018 sebanyak 72,8% (374 kabupaten/kota) telah
mencapai target untuk memenuhi minimal 80% sasaran bayi usia 0-11 bulan
mendapatkan imunisasi dasar lengkap dari target 90%, sehingga capaian kinerja
tahun 2018 sebesar 81%. Sedangkan, pada tahun 2019, sebanyak 73,5% (378
kabupaten/kota) telah mencapai target untuk memenuhi minimal 80% sasaran bayi
usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap dari target 95%, sehingga
capaian kinerja tahun 2019 sebesar 77%. Secara lengkap dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.25
Target dan Capaian
Persentase Kab/Kota yang mencapai 80% IDL anak usia 0-11 bulan
Tahun 2018-2020
78|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Indikator tidak dapat mencapai target yang ditentukan karena adanya pandemi
COVID-19. Terjadinya pandemi COVID-19 menyebabkan pelayanan imunisasi di
sebagian daerah terhenti, baik karena adanya kebijakan dari pemerintah daerah
setempat atau karena ketakutan petugas untuk memberikan layanan imunisasi di
tengah situasi pandemi COVID-19. Adanya pandemi COVID-19 juga menimbulkan
kekhawatiran orang tua untuk membawa anaknya ke pelayanan kesehatan,
termasuk pelayanan imunisasi, sehingga kunjungan untuk imunisasi pun menurun.
Selain itu, hal lain yang juga sangat berpengaruh terhadap tidak tercapainya
indikator adalah terjadinya kekosongan vaksin IPV (polio suntik) sejak akhir 2019
s.d Minggu ke-4 September 2020, dimana vaksin tersebut merupakan salah satu
vaksin yang masuk dalam perhitungan indikator imunisasi dasar lengkap.
79|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
3) Peningkatan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait dalam
hal pelayanan dan penggerakan masyarakat.
80|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
1) Melakukan sosialisasi petunjuk teknis pelayanan imunisasi pada masa
pandemi COVID-19 secara berjenjang dengan massive;
2) Melakukan koordinasi intensif dengan Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dalam upaya percepatan penyediaan vaksin;
3) Melakukan advokasi dan sosialisasi dengan melibatkan tokoh agama, tokoh
masyarakat dan organisasi profesi untuk mengatasi rumor negatif imunisasi;
4) Melakukan sustainable outreach services (SOS) untuk menjangkau daerah-
daerah dengan geografis sulit;
5) Melakukan peningkatan kompetensi petugas kesehatan secara benjenjang,
baik melalui kegiatan peningkatan kapasitas secara langsung dalam bentuk
pertemuan ataupun on the job training, maupun melalui virtual training;
6) Mengoptimalkan sistem pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi berbasis
excel yang sudah berjalan saat ini yaitu aplikasi pemantauan wilayah
setempat (PWS) dan bekerja sama dengan Pusat Data dan Informasi untuk
mengembangkan sistem pencatatan pelaporan imunisais berbasis DHIS2
melalui aplikasi datu data kesehatan.
7) Pembentukan Forum Komunikasi Peduli Imunisasi di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan puskesmas;
8) Melakukan koordinasi secara intensif dengan Kemendagri terkait pelaksanaan
imunisasi
9) Melaksanakan implementasi strategi komunikasi melalui pendekatan Human
Centered Design (HCD)/ Human Centered Strategic Planning;
10) Pelaksanaan pertemuan koordinasi secara intensif dengan ITAGI dan
Komnas PP KIPI, organisasi profesi, organisasi keagamaan, serta mitra
pembangunan nasional dan internasional;
11) Melakukan supervisi suportif dan monitoring evaluasi pelaksanaan imunisasi
secara berkala dan berjenjang disertai dengan pelaksanaan on the job training
serta pemberian umpan balik/ tindakan perbaikan secara langsung;
12) Penyusunan Pedoman Public Private Mix (PPM) atau jejaring layanan
imunisasi untuk memperkuat keterlibatan lintas program dan lintas sektor
dalam penyelenggaraan imunisasi.
b. Definisi operasional
Kabupaten/Kota yang memiliki bandar udara dan/atau pelabuhan dan/atau
PLBDN yang melakukan deteksi, pencegahan dan respons terhadap
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Dalam hal ini kabupaten/kota melakukan
upaya deteksi, pencegahan dan respons terhadap potensi kedaruratan
kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit, bahan kimia, radio nuklir
dan keamanan pangan. Upaya tersebut termasuk menyusun dokumen kebijakan
bersama lintas program dan lintas sektor terkait yang ada di daerah dalam
rangka pencegahan dan pengendalian kedaruratan kesehatan masyarakat.
82|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki
Persentase Kab/Kota bandar udara dan/atau pelabuhan
yang mempunyai dan/atau PLBDN yang melakukan deteksi,
kapasitas dalam pencegahan dan respons terhadap KKM
x 100%
pencegahan dan = Jumlah seluruh Kabupaten/Kota yang
pengendalian KKM memiliki bandar udara dan/atau
pelabuhan dan/atau PLBDN
d. Capaian indikator
Indikator ini merupakan indikator kinerja sasaran dalam Renstra Kementerian
Kesehatan periode tahun 2020-2024. Pada tahun 2020, dari target 56% atau 22
Kab/Kota, telah tercapai 56% (22 Kab/Kota) dengan pintu masuk yang yang
melaksanakan kegiatan penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
(KKM) dalam hal ini penanggulangan COVID-19, sehingga capaian kinerja
sebesar 100%. Capaian kinerja tersebut digambarkan dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.26
Target dan Capaian Kab/Kota Yang Mempunyai Kapasitas dalam
Pencegahan dan Pengendalian KKM
Tahun 2020-2024
Dari grafik diatas terlihat bahwa capaian tahun 2020 telah on track dan
diperkirakan sampai tahun 2024 akan tercapai sesuai dengan target yang
ditetapkan. Adapun kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan
penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dalam hal ini
COVID-19 tahun 2020 adalah sebagai berikut:
83|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Tabel 3.6
Kab/Kota Yang Mempunyai Kapasitas dalam Pencegahan
dan Pengendalian KKM
Indikator ini sudah ada sejak tahun 2015-2019, tetapi dengan perbedaan defenisi
operasional dengan tahun 2020. Tahun 2015-2019 target dihitung dari Kab/Kota
yang mempunyai pintu masuk internasional sedangkan tahun 2020-2024 dihitung
dari semua pintu masuk termasuk domestik. Kabupaten/Kota yang mempunyai
kapasitas dalam pencegahan dan pengendalian KKM dipintu masuk internasional
telah tercapai sehingga cakupan diperluas dengan meningkatkan kapasitas
Kab/Kota yang mempunyai pintu masuk domestik. Tahun 2020 indikator ini
dimasukkan kembali untuk menjawab sasaran strategis dalam Renstra
Kementerian Kesehatan yakni meningkatnya pencegahan dan pengendalian
penyakit serta pengelolaan kedaruratan kesehatan masyarakat.
Dari grafik dibawah ini terlihat seolah-olah target dan capaian menurun, tetapi
bila melihat persentase capaian sebesar 100% dari target jumlah Kab/Kota yang
baru.
84|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.27
Target dan Capaian Kab/Kota Yang Mempunyai Kapasitas dalam
Pencegahan dan Pengendalian KKM
Tahun 2016-2020
85|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
1) Melaksanakan Workshop Koordinasi dan Integrasi antara Pintu Masuk dan
Wilayah dalam Merespon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
2) Sosialisasi dan advokasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap faktor
risiko kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melibatkan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan lintas sektor.
3) Review dan update dokumen kebijakan yang telah disusun di kabupaten/kota
4) Meningkatkan koordinasi dengan daerah terkait kelengkapan dokumen
kegiatan pencegahan dan pengendalian COVID-19 pada tahun 2020.
5) Melaksanakan penyusunan renkon melalui mekanisme virtual meeting.
86|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
b. Definisi Operasional
Jumlah kabupaten/kota yang ≥90% puskesmasnya melaporkan laporan
Program P2 Frambusia secara rutin, termasuk zero reporting serta terdapat
kegiatan surveilans aktif berupa pemeriksaan anak sekolah dan pemeriksaan di
desa atau puskesmas keliling.
c. Cara perhitungan
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang yang ≥90% puskesmasnya melaporkan
laporan Program P2 Frambusia secara rutin, termasuk zero reporting. Laporan
dikatakan lengkap ≥90% apabila seluruh puskesmas di wilayah tersebut rutin
melaporkan laporan bulanan frambusia dalam satu tahun sebanyak 90%
d. Capaian indikator
Di tingkat global, WHO menggunakan indikator adanya jumlah kasus baru
konfirmasi serologis yang terlaporkan dan cakupan pengobatan frambusia pada
populasi target sebagai tolok ukur program Pencegahan dan Pengendalian
Frambusia. Kedua indikator tersebut mempersyaratkan surveilans berjalan
dengan baik, seperti laporan bulanan terdokumentasi dengan baik dan
pencarian kasus aktif berjalan. Hal tersebut sejalan dengan indikator yang
ditetapkan oleh Indonesia yaitu Kabupaten/Kota dengan surveilans berkinerja
baik. WHO dalam Weekly Epidemiological Record for Yaws tahun 2018
menginformasikan bahwa dari 56 negara yang melaporkan ke WHO, sebanyak
23 (41%) negara pernah mencatat adanya kasus frambusia sejak tahun 1950.
Sebanyak 62.784 kasus suspek frambusia dilaporkan selama periode 2014-
2016. Negara dengan beban terbesar selama periode 2014-2018 yaitu
Kepulauan Solomon (41.130), Indonesia (7.662), Cote d’Ivoire (6.171), Ghana
(5.172), dan Kamerun (1.883). Frambusia terlaporkan dalam sistem surveilans
penyakit di 13 negara, dan diketahui tercantum dalam rencana nasional
penanggulangan penyakit pada 4 negara, termasuk Indonesia. Disebutkan
bahwa untuk dapat mendapatkan sertifikasi eradikasi frambusia, nantinya suatu
87|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.28
Target dan Capaian
Jumlah Kab/Kota dengan surveilans Frambusia berkinerja baik
Tahun 2019-2024
88|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Gambar 3.11
Situasi Frambusia Tahun 2019 dan 2020
Gambar 3.12
Peta Endemisitas Frambusia di Indonesia
89|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
90|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
91|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
h. Pemecahan Masalah
1) Memanfaatkan perangkat digital untuk berkoordinasi dan melakukan
monitoring dan evaluasi program.
2) Apabila mendapatkan izin dari Pemda setempat, tetap melaksanakan
kegiatan yang melibatkan masyarakat luas, seperti kegiatan pencarian
kasus, survei serologi atau POPM frambusia dengan memperhatikan
protokol kesehatan dan mengubah metode menjadi door to door.
3) Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap LP/LS
serta pemangku kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dan
dukungan dalam pencapaian bebas frambusia.
4) Memperkuat surveilans frambusia dengan melakukan penemuan kasus baik
secara aktif maupun pasif serta memonitoring adanya kasus frambusia di
wilayah masing-masing.
5) Sosialisasi dan refreshing materi frambusia kepada pengelola program
provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas.
6) Melalukan kegiatan promosi serta penyebaran media KIE frambusia ke
masyarakat.
7) Sosialisasi pengisian laporan bulanan frambusia baik yang bersifat manual
maupun yang diisi secara online.
8) Mendorong kabupaten/kota untuk mengajukan usulan bebas frambusia.
9) Sosialisasi mengenai sertifikasi bebas frambusia baik di kabupaten/kota non
endemis maupun endemis.
10) Memperkuat jejaring kemitraan dengan lintas program, lintas sektor,
organisasi profesi.
12. Persentase faktor risiko penyakit dipintu masuk yang dikendalikan sebesar
86%
a. Penjelasan indikator
Faktor risiko penyakit yang dikendalikan di pintu masuk adalah faktor risiko
yang dapat menimbulkan permasalahan kekarantinaan kesehatan yang terdiri
dari faktor risiko pada alat angkut dan isinya, faktor risiko lingkungan darat, air,
udara, limbah, dan faktor risiko pada tempat-tempat umum. Pengendalian faktor
risiko dilakukan dengan melakukan pemeriksaan semua faktor risiko agar tetap
dalam batas aman sesuai ambang batas yang ditentukan dan upaya respon
terhadap faktor risiko yang ditemukan.
92|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Pemeriksaan alat angkut antara lain pemeriksaan gendec yang meliputi asal
penerbangan, jumlah crew pesawat, jumlah penumpang, dan ada tidaknya
penumpang yang sakit di atas pesawat. Kegiatan ini merupakan pemeriksaan
dokumen perjalanan internasional yang berisi peristiwa yang berhubungan
dengan kesehatan pesawat yang diisi oleh pursher/pilot untuk mengetahui
ada/tidaknya penumpang/kru yang sakit atau berpotensi membawa penyakit
menular. Pemeriksaan COP dilakukan untuk melihat sertifikat izin bebas
karantina yang diberikan kepada pesawat yang datang dari luar negeri dan atau
daerah terjangkit. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan sanitasi alat angkut
untuk mengetahui faktor risiko sanitasi dan keberadaan vektor penyakit pada
alat angkut yang dapat menjadi media penualran penyakit.
Pemeriksaan barang meliputi pemeriksaan barang bawaan, penerbitan surat ijin
angkut jenazah dan penerbitan sertifikat OMKABA. Pengawasan lalu lintas
OMKABA dilakukan dengan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen
muatan dan barang bawaan yang termasuk komoditi OMKABA. Hasil
pengawasan berupa penerbitan Surat Keterangan Kesehatan OMKABA yang
bertujuan agar OMKABA yang masuk maupun keluar melalui tidak
membahayakan kesehatan masyarakat.
93|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
b. Definisi Operasional
Faktor risiko yang dikendalikan berdasarkan temuan pada pemeriksaan orang,
alat angkut, barang dan lingkungan dalam satu tahun.
c. Cara perhitungan
d. Capaian indikator
Capaian indikator persentase faktor risiko penyakit di pintu masuk yang
dikendalikan telah tercapai 99,9% dari target 86% dengan capaian kinerja
sebesar 116%. Data tahun 2020 menunjukkan jumlah pemeriksaan orang, alat
angkut, barang dan lingkungan sebanyak 101.948.825 pemeriksaan, jumlah
faktor risiko yang ditemukan sebanyak 7.271.523 dan faktor risiko yang
dikendalikan sebanyak 7.271.182 sehingga capaian faktor risiko yang
dkendalikan sebesar 99,9%. Secara lengkap terlihat dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.29
Target dan Capaian Persentase faktor risiko
di pintu masuk yang dikendalikan
Tahun 2020-2024
Pada grafik diatas, capaian tahun 2020 telah tercapai 99,9% dan telah melebihi
target 2020 bahkan target tahun 2023 sehingga diperkirakan sampai tahun
2024, target indikator ini akan tercapai. Hal ini terjadi salah satunya karena
tahun 2020 terjadi pandemi COVID-19 sehingga KKP melakukan pengawasan
dan pengendalian COVID-19 dipintu masuk, yang berdampak pada
peningkatan jumlah pemeriksaan orang dan faktor risiko yang dikendalikan.
94|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Capaian persentase faktor risiko di pintu masuk untuk setiap KKP digambarkan
dalam grafik berikut:
Grafik 3.30
Capaian Persentase faktor risiko di pintu masuk yang dikendalikan
oleh KKP Tahun 2020
95|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Bila dibandingkan dengan target nasional yakni sebesar 86% maka semua KKP
telah mencapai target nasional dengan capaian terendah sebesar 86% yakni
KKP Kelas II Tanjung Balai Karimun dan KKP Kelas III Sampit sebesar 96%,
sedangkan KKP lainnya telah tercapai 100%.
96|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
2) Layanan kesehatan pada situasi khusus arus mudik dan arus balik pada
hari besar keagamaan.
3) Pemeriksaan higiene sanilasi alat angkut dan pengawasan tindakan
sanitasi alat angkut seperti disinseksi, disinfeksi, fumigasi maupun
dekontaminasi.
4) lnspeksi sanitasi tempat-tempat umum, gedung, bangunan dan perusahaan
di pelabuhan dan bandar udara, serta upaya tindakan perbaikan terhadap
hasil pemeriksaan yang hasilnya kurang dengan diseminasi informasi hasil
inspeksi sanitasi tempat-tempat umum.
5) lnspeksi sanitasi tempat pengelolaan makanan (TPM) di pelabuhan dan
bandar udara serta saran-saran perbaikan dari kelengkapan administrasi
dan kelengkapan teknis.
6) Survey vektor pes, diare, malaria dan DBD pada wilayah kerja KKP.
3) Kordinasi dan kerjasama LPLS untuk mendukung pelaksanan kegiatan,
dibeberapa KKP telah terbentik jejaring kemitraan dengan LPLS dalam
bentuk forum pelabuhan/bandara sehat seperti di KKP Probolinggo, KKP
Balikpapan dan lainnya.
4) Pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan diantaranya
ambulance paramedik, kendaraan operasional vektor dan sarana
prasarana lainnya.
i. Pemecahan Masalah
1) Mengusulkan penambahan SDM teknis untuk pengendalian faktor risiko di
KKP.
2) Melakukan pertemuan Lintas Program Lintas Sektor dan penyampaian KIE
kepada sasaran. Dalam kegiatan ini dapat dilakukan diseminasi informasi
sehingga diperoleh feedback dari LPLS terkait.
3) Sosialisasi kepada penumpang, pemasangan banner di Pelabuhan dan
Bandara tentang pengisian eHAC.
4) Meningkatkan kordinasi dengan Lintas Program Lintas Sektor untuk
pengawasan dan pengendalian COVID-19.
97|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
13. Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan sebesar 80%
a. Penjelasan Indikator
Rekomendasi kajian surveilans faktor risiko penyakit yang berbasis laboratorium
adalah rekomendasi dari B/BTKLPP ke Dirjen P2P tentang hasil surveilans faktor
risiko penyakit yang digunakan sebagai upaya deteksi dini pencegahan dan
respon kejadian penyakit. Surveilans faktor risiko yang dilakukan meliputi
penyakit yang menjadi sasaran RPJMN dan Renstra serta penyakit yang dapat
menimbulkan wabah.
b. Definisi operasional
Rekomendasi hasil kegiatan surveilans atau kajian/Survei faktor risiko
kesehatan berbasis laboratorium baik surveilans epidemiologi, surveilans faktor
risiko penyakit, kajian/survei penyakit dan faktor risiko penyakit, pengembangan
pengujian dan kendali mutu laboratorium oleh B/BTKLPP yang ditindaklanjuti/
dilaksanakan oleh B/BTKLPP dan stakeholder terkait dalam periode 3 tahun
terakhir.
c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah rekomendasi hasil kegiatan
surveilans atau kajian/survei faktor risiko
Persentase
kesehatan berbasis laboratorium yang
rekomendasi
dilaksanakan/ ditindaklajuti oleh B/BTKLPP
hasil surveilans
dan stakeholder terkait sampai dengan 3 tahun
faktor risiko dan
sejak rekomendasi dikeluarkan x
penyakit berbasis =
Jumlah rekomendasi hasil kegiatan 100%
laboratorium
surveilans atau kajian/survei faktor risiko
yang
kesehatan berbasis laboratorium yang
dimanfaatkan
disampaikan kepada stakeholder terkait
selama 3 tahun terakhir
d. Capaian indikator
Sebanyak 742 rekomendasi telah dikeluarkan oleh B/BTKLPP selama 3 tahun
terakhir sejak tahun 2018-2020, dari rekomendasi tersebut, telah dimanfaatkan
356 rekomendasi baik oleh B/BTKLPP sendiri maupun stakeholder lainnya
sehingga capaian indikator ini sebesar 48%. Bila dibandingkan dengan target
80% maka indikator ini tidak tercapai dengan capaian sebesar 60%. Capaian
persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan digambarkan dalam grafik berikut ini:
98|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.31
Target dan Capaian
Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko
dan penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan
Tahun 2020 - 2024
Grafik 3.32
Persentase capaian rekomendasi hasil surveilans faktor risiko
dan penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan
Tahun 2020
99|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Secara keseluruhan indikator ini tidak tercapai, hal ini disebabkan oleh:
1) Pandemi COVID-19 berakibat terhadap pembatalan kegiatan sehingga
rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti sesuai rencana. Salah satu contoh
adalah kegiatan kajian dengan sasaran anak sekolah, yang tidak dapat
dilaksanakan karena ada kebijakan penyelenggaran pendidikan sekolah
secara daring, sehingga kegiatan harus dibatalkan.
2) Sebagian stakeholders di daerah memiliki kebijakan dan prioritas masing-
masing, terutama penganggaran, sehingga pemanfaatan rekomendasi yang
diterbitkan B/BTKLPP bukan sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh
stakeholder.
100|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
i. Pemecahan Masalah
Terhadap permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan,
BBTKLPP melakukan pemecahan masalah sebagai berikut:
1) Menyampaikan hasil kajian atau rekomendasi kepada Ditjen P2P maupun
LPLS terkait.
2) Melakukan koordinasi dengan LPLS dalam melaksanakan kegiatan terkait
dengan tindak lanjut yang telah direkomendasikan sehingga terjadi
kesinambungan kegiatan.
3) Melakukan monitoring evaluasi sesudah kegiatan untuk mengetahui tindak
lanjut yang telah dilaksanakan, termasuk umpan balik secara tertulis.
4) Bekerja sama dengan instansi lain yang diluar dinas Kesehatan seperti
otoritas bandara sehingga mengetahui tindak lanjut yang telah dilaksanakan.
101|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
B. REALISASI ANGGARAN
1. Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan
Pagu awal anggaran Ditjen P2P Tahun Anggaran 2020 adalah
2.085.337.669.000,00 kemudian dilakukan revisi DIPA sehingga pagu akhir menjadi
Rp. 4.203.943.210.000. Sebanyak 81% anggaran Ditjen P2P berasal dari Rupaih
Murni, 17% dari PNBP dan 2% dari Hibah Langsung Luar Negeri. Secara lengkap
distribusi pagu anggaran Ditjen P2P berdasarkan sumber dana terlihat dalam grafik
dibawah ini:
Grafik 3.33
Distribusi Pagu Anggaran Berdasarkan Sumber Dana Tahun 2020
Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021
Realisasi anggaran Ditjen P2P tahun 2020 sebesar 91,3%, dari pagu total sebesar
Rp. 4.203.943.210.000, telah direalisasikan sebesar Rp. 3.838.062.886.858 Secara
lengkap pada tabel berikut ini:
Tabel 3.7
Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan dan Jenis Belanja
Tahun 2020
Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021
Realisasi tertinggi pada kantor daerah sebesar 92,35% dimana realisasi B/BTKLPP
lebih tinggi (93.11%) dibandingkan dengan realisasi KKP (92,08%). Realisasi
terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker dekonsentrasi yakni
102|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
sebesar 83,81%. Realisasi Dinas Kesehatan Provinsi masih belum optimal karena
fokus kegiatan Dinas Kesehatan beralih untuk pengendalian COVID-19, anggaran
daerah untuk pengendalian pandemi cukup besar dan adanya Surat Edaran Kepala
Daerah untuk pembatasan sosial sehingga tidak memungkinkan kegiatan
pertemuan berjalan sehingga beberapa kegiatan lain tidak terlaksana.
Bila dibandingkan dengan target realisasi anggaran yakni 95% maka realisasi
anggaran Ditjen P2P belum mencapai target (kurang 2,65%). Bila dibandingkan
realisasi anggaran Ditjen P2P selama tahun 2018-2019, maka dalam grafik dibawah
ini terlihat bahwa pagu tertinggi Ditjen P2P pada tahun 2020 sedangkan realisasi
tertinggi pada tahun 2019. (94,2%) dan realisasi tahun 2020 lebih rendah dari taun
2019. Peningkatan pagu anggaran terlihat dari tahun 2019 ke tahun 2020
sedangkan jumlah realisasi anggaran meningkat dari tahun 2018-2020
Grafik 3.34
Pagu dan Realisasi Anggaran Ditjen P2P Tahun 2018-2020
Bila dilihat realisasi anggaran per jenis belanja maka realisasi tertinggi pada belanja
barang dan jasa (93%), kemudian belanja pegawai (92%) dan realisasi terendah
pada belanja modal (64%), seperti pada grafik berikut ini:
103|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Grafik 3.35
Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2020
Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021
Bila dilihat realisasi anggaran Ditjen P2P berdasarkan sumber dana maka terlihat
bahwa realisasi tertinggi pada HLN (92.6%), kemudian Rupiah Murni (91%) dan
PNBP (90,9%).
Grafik 3.36
Realisasi Anggaran Berdasarkan Sumber Dana Tahun 2020
Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021
104|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Secara lengkap realisasi anggaran per indikator dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 3.9
Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja Tahun 2020
No Indikator Kinerja Program Pagu Realisasi %
1 Persentase Orang Dengan HIV- 418.179.342.000 393.670.723.460 94,1%
AIDS yang menjalani Terapi
ARV (ODHA on ART)
2 Persentase angka keberhasilan 741.277.247.000 577.691.795.869 77,9%
pengobatan TBC (TBC succes
rate)
3 Jumlah kabupaten/kota yang 94.687.641.000 87.277.593.508 92,2%
mencapai eliminasi malaria
4 Jumlah kabupaten/kota dengan 6.900.199.000 6.459.305.302 93,6%
eliminasi kusta
5 Jumlah kabupaten/kota endemis 20.198.326.000 18.672.351.469 92,4%
filariasis yang mencapai
eliminasi
6 Jumlah kabupaten/kota yang 7.645.769.000 7.200.427.256 94,2%
melakukan pencegahan perokok
usia < 18 tahun
106|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Pada awal tahun 2020 telah disusun kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai
target kinerja yang ditetapkan tetapi pada bulan Mei tahun 2020 dilakukan
refocusing anggaran untuk pengendalian pandemi COVID-19 sehingga program
dan kegiatan tidak berjalan optimal karena hanya memanfaatkan sisa anggaran
yang tidak di refocusing. Hal ini menyebabkan terjadi ketidaksesuaian (tidak linear)
antara capaian kinerja dengan realisasi anggaran dimana realisasi terlihat tinggi
karena sudah disesuaikan dengan anggaran yang di efisiensi sedangkan capaian
kinerja tidak tercapai. Pembandingan antara capaian kinerja dengan realisasi
keuangan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.10
Pembandingan Realisasi Anggaran dan Capaian Kinerja Tahun 2020
No Indikator Kinerja Program Capaian Kinerja Realisasi Anggaran
1 Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang 65,8% 94,1%
menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)
2 Persentase angka keberhasilan 101,2% 77,9%
pengobatan TBC (TBC succes rate)
107|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Dari tabel diatas terlihat beberapa indikator capaian kinerja tidak linear dengan
realisasi anggaran sebagai berikut:
1. Pada indikator Orang Dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi ARV (ODHA on
ART), capaian indikator tercapai 65,8% tetapi realisasi anggaran sebesar
94,1%. Hal ini terjadi karena pada anggaran APBN, setelah dilakukan efisiensi
maka komponen yang terealisasi/dapat dibiayai untuk pemenuhan reagen
pemeriksaan HIV AIDS, pemenuhan mesin PCR untuk pemeriksaan Viral Load
dalam rangka evaluasi pengobatan ARV dan juga dapat dimanfaatkan untk
pemeriksaan COVID-19 sedangkan komponen lainnya untuk menunjang tugas
fungsi subdit HIV AIDS dan PIMS dalam melakukan sosialisasi advokasi,
penyusunan NSPK dan bimbingan teknis, penguatan SDMK termasuk
perluasan layanan HIV AIDS dan PIMS, advokasi, sosialisasi dan rapat
koordinas,validasi data dan kegiatan manajemen lainnya di level prov/kab/kota
memanfaatkan dana Hibah Luar Negeri.
108|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
E : Efisiensi
PAKi : Pagu Anggaran Keluaran
RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran
CKi : Capaian Keluaran
Nilai efisiensi diperoleh dengan asumsi bahwa miniman efisiensi yang dicapai sebesar
-20% dan nilai paling tinggi sebesar 20%. Oleh karena itu dilakukan transformasi skala
efisiensi agar diperoleh skala nilai yang berkisar 0% sampai 100% dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
NE : Nilai Efisiensi
E : Efisiensi
Jika efisiensi diperoleh lebih dari 20%, maka NE yang digunakan dalam perhitungan
adalah nilai skala maksimal (100%) dan jika efisiensi yang diperoleh kurang dari -20%,
maka NE yang digunakan adalah skala minimal 0% Dari hasil perhitungan tersebut,
diperoleh Nilai Efisiensi sebagai berikut:
Tabel 3.11
Efisiensi Per Layanan Output
Tahun 2020
Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
1. Layanan Kewaspadaan Dini dan 20.248.924.000 16.473.882.061 0,96 0,15 88%
Respon Penyakit Potensial KLB
2. Layanan Imunisasi 20.870.568.000 17.684.270.770 0,92 0,08 70%
110|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
5. Layanan Imunisasi di Papua dan 926.937.000 657.596.000 0,77 0,08 71%
Papua Barat
6. Layanan Sarana dan Prasarana 519.114.000 509.039.200 0,99 0,01 52%
Internal
7. Layanan Dukungan Manajemen 5.700.729.000 5.158.906.586 1,00 0,10 74%
Satker
8. Layanan Intensifikasi Eliminasi 94.077.232.000 87.160.311.508 0,75 -0,24 0%
Malaria
9. Layanan Pengendalian Penyakit 6.791.484.000 6.160.917.454 0,99 0,08 70%
Arbovirosis
10. Layanan Pengendalian Penyakit 2.702.586.000 2.541.221.965 1,00 0,06 65%
Zoonosis
11. Layanan Pengendalian Penyakit 18.548.577.000 17.102.982.069 1,01 0,09 72%
Filariasis dan Kecacingan
12. Layanan Pengendalian Vektor 4.154.611.000 4.026.866.000 1,00 0,03 58%
dan Binatang Pembawa
Penyakit
13. Layanan Pengendalian Penyakit 2.006.280.000 1.996.124.450 1,00 0,01 51%
Schistosomiasis
14. Intensifikasi Percepatan 610.409.000 117.282.000 0,14 -0,34 -36%
Eliminasi Malaria Papua dan
Papua Barat
15. Layanan pencegahan dan 1.649.749.000 1.569.369.400 1,00 0,05 62%
pengendalian filariasis di Papua
dan Papua Barat
16. Dukungan Pencegahan dan 2.004.310.000 1.978.599.800 1,00 0,01 53%
Pengendalian Tular Vektor dan
Zoonotik di sekitar Venue PON
Papua
17. Layanan Sarana dan Prasarana 161.400.000 161.216.000 1,00 0,00 50%
Internal
18. Layanan Dukungan Manajemen 830.336.000 798.141.900 1,00 0,04 60%
Satker
19. Layanan Pencegahan dan 417.749.742.000 393.541.923.460 1,04 0,09 74%
Pengendalian Penyakit HIV
AIDS
20. Layanan Pencegahan dan 1.660.214.000 1.191.623.676 1,00 0,28 121%
Pengendalian Penyakit IMS
21. Layanan Pengendalian Penyakit 740.877.907.000 577.592.889.869 0,83 0,06 66%
TBC
22. Intensifikasi Penemuan Kasus 6.602.254.000 6.164.284.902 1,00 0,07 67%
Kusta
23. Layanan Pencegahan dan 269.105.000 253.652.700 0,91 -0,04 41%
Pengendalian Penyakit
frambusia
24. Layanan Pencegahan dan 153.994.138.000 139.779.289.957 0,96 0,05 63%
Pengendalian Penyakit Hepatitis
25. Layanan Pencegahan dan 280.400.000 265.250.600 0,67 -0,42 -55%
Pengendalian Penyakit ISP
26. Layanan Pencegahan dan 430.408.819.000 394.739.434.725 1,13 0,18 96%
Pengendalian Penyakit ISPA
27. Layanan Pencegahan dan 297.945.000 295.020.400 1,00 0,01 52%
Pengendalian Penyakit Kusta di
Papua dan Papua Barat
28. Layanan Pencegahan dan 429.600.000 128.800.000 0,29 -0,05 38%
Pengendalian HIV/AIDS di
Papua dan Papua Barat
29. Layanan Pencegahan dan 240.200.000 230.564.100 1,00 0,04 60%
Pengendalian Penyakit ISPA di
111|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
Papua dan Papua Barat
30. Layanan Pencegahan dan 292.369.000 284.151.000 1,00 0,03 57%
Pengendalian Penyakit
Frambusia di Papua dan Papua
Barat
31. Layanan Pencegahan dan 399.340.000 98.906.000 0,50 0,50 100%
Pengendalian Penyakit TBC di
Papua dan Papua Barat
32. Layanan Sarana dan Prasarana 141.824.000 70.642.000 2,00 0,75 100%
Internal
33. Layanan Dukungan Manajemen 176.230.912.000 72.604.036.615 0,50 0,18 94%
Satker
34. Deteksi Dini Faktor Risiko 5.434.789.000 4.985.767.016 1,01 0,09 72%
Penyakit Tidak Menular
35. Layanan Upaya Berhenti 7.155.923.000 6.832.542.706 1,00 0,05 61%
Merokok
36. Deteksi dini kanker 4.758.627.000 4.460.858.933 0,95 0,01 53%
37. Deteksi dini gangguan indera 2.554.794.000 2.270.486.024 1,02 0,13 81%
38. Layanan Terpadu PTM 4.523.668.000 4.169.375.020 0,97 0,05 62%
112|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
55. Layanan Dukungan Manajemen 1.307.859.000 1.215.589.902 1,00 0,07 68%
Satker
Sumber Data : E Monev DJA, 21 Januari 2021
113|
BAB IV
PENUTUP
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Pencapaian kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
kurang optimal pada tahun 2020, sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah
ditetapkan dengan rata –rata capaian kinerja sebesar 72,4%. Pencapaian kinerja
tahun 2020 (72,4%) menurun bila dibandingkan dengan tahun 2019 (147%). Kondisi
tidak tercapai ini terjadi karena adanya pandemi COVID-19 yang berdampak pada
terhambatnya pelaksanaan program dan kegiatan lain. Meskipun demikian,
indikator terkait pengendalian faktor risiko di tingkat Unit Pelaksana Teknis dan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat khususnya pengendalian COVID-19 tercapai
100% karena fokus anggaran, SDM dan sumber daya lainnya beralih pada
pencegahan dan pengendalian pandemi COVID-19.
2. Berdasarkan pengukuran indikator kinerja dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2020,
dari 13 Indikator kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
2020, sebanyak 3 indikator telah mencapai atau melebihi target yang ditetapkan
(≥100%), sedangkan 10 indikator tidak mencapai target. Pencapaian kinerja
tertinggi pada indikator Persentase faktor resiko penyakit di pintu masuk yang
dikendalikan sedangkan terendah pada indikator Jumlah kabupaten/kota yang
melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
3. Berdasarkan penyerapan dan pengukuran kinerja anggaran tahun 2020, kinerja
anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebesar 91,3%,
dengan realisasi 3.838.062.886.858 dari pagu total sebesar Rp.
4.203.943.210.000,00.
4. Realisasi tertinggi pada kantor daerah sebesar 92,35% dimana realisasi B/BTKLPP
lebih tinggi (93.11%) dibandingkan dengan realisasi KKP (92,08%). Realisasi
terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker dekonsentrasi yakni
sebesar 83,81%.
B. TINDAK LANJUT
Berikut ini Rencana Tindak Lanjut yang akan dilaksanakan oleh Ditjen P2P yakni:
1. Tahun 2020 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN, Renstra Kementerian
Kesehatan dan RAP P2P periode tahun 2020 - 2024 dan saat ini dunia termasuk
Indonesia sedang menghadapi tantangan adanya pandemi COVID-19, yang tidak
dapat dipungkiri berdampak pada capaian program lainnya. Tahun 2021, akan
dimulai dengan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 diseluruh Indonesia. Oleh karena
itu, Ditjen P2P telah membentuk tim pemantau pelaksanaan vaksin di Indonesia dan
bekerjasama dengan semua pihak untuk mensukseskan pelaksanaan vaksinasi.
2. Pelaksanaan program dan kegiatan selain pengendalian COVID-19 akan dipastikan
pelaksaaannya dan semua pimpinan dan pemegang program menyusun strategi
114|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
pencapaian target indikator tahun 2021 sehingga capaian sampai akhir tahun 2024
berjalan on track dan memastikan kegiatan yang direncanakan terlaksana.
3. Menyusun dan mereviu pedoman atau petunjuk teknis tata laksana program dan
kegiatan pada masa pandemi COVID-19.
4. Pemantauan dan pengendalian Rencana Operasional Kegiatan akan dilakukan
secara berkala dan selektif untuk memastikan seluruh kegiatan on track dengan
perencanaan.
5. Berkordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan berkontribusi untuk
menyelesaikan masalah program kesehatan di daerah, menyusun rencana kegiatan
secara terpadu.
Direktorat Jenderal P2P selalu berupaya untuk memberikan alternatif solusi terhadap
seluruh masalah penyakit guna mencegah, mengendalikan berbagai penyakit menular
dan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik yang
bersifat endemis, pandemi, potensial menimbulkan wabah, maupun antisipasi terhadap
munculnya penyakit baru. Dalam melaksanakan program dan kegiatan Ditjen P2P akan
melakukan berbagai upaya-upaya antara lain:
1. Memetakan daerah bermasalah dan menfokuskan kegiatan program di daerah
tersebut.
2. Konsultasi teknis akan dilakukan secara kontinyu melalui daring dengan melibatkan
petugas kesehatan sampai level Puskesmas.
3. Berkordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan berkontribusi untuk
menyelesaikan masalah program kesehatan di daerah, menyusun rencana kegiatan
secara terpadu.
4. Secara aktif berkordinasi dengan semua pihak untuk menemukan, mencegah dan
merespon kejadian penyakit ataupun masalah pelaksanaan program.
5. Melakukan penilaian anggaran agar pelaksanaan program dan kegiatan efektif dan
efisien serta memastikan kegiatan fokus pada pencapaian target indikator.
6. Berkolaborasi dan sinergi dalam program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
baik Pusat, UPT, daerah maupun lintas program dan lintas sektor.
115|
LAMPIRAN
Hasil Akhir Pengobatan TB Tahun 2020
Persentase Hasil Akhir Pengobatan TB
Sembuh dan
No Provinsi
Pengobatan Meninggal Gagal LFU
Lengkap
1 ACEH 91.97% 2.00% 0.13% 5.90%
2 BALI 88.87% 8.30% 0.70% 2.13%
3 BANTEN 93.08% 1.73% 0.28% 4.69%
4 BENGKULU 91.12% 2.64% 0.03% 6.21%
5 DI YOGYAKARTA 86.72% 7.01% 1.09% 5.12%
6 DKI JAKARTA 85.74% 2.30% 0.74% 10.18%
7 GORONTALO 95.58% 2.16% 0.15% 1.08%
8 JAMBI 96.19% 2.19% 0.19% 1.42%
9 JAWA BARAT 89.79% 1.80% 0.51% 7.03%
10 JAWA TENGAH 89.75% 2.93% 0.55% 5.97%
11 JAWA TIMUR 91.46% 3.89% 0.40% 3.92%
12 KALIMANTAN BARAT 91.77% 3.15% 0.35% 2.56%
13 KALIMANTAN SELATAN 90.52% 4.66% 0.40% 4.42%
14 KALIMANTAN TENGAH 88.06% 3.60% 0.62% 7.11%
15 KALIMANTAN TIMUR 92.07% 3.91% 0.42% 2.43%
16 KALIMANTAN UTARA 77.95% 6.65% 0.44% 14.96%
17 KEP. RIAU 89.58% 3.00% 0.14% 7.26%
18 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 90.65% 4.73% 0.33% 3.56%
19 LAMPUNG 98.33% 1.24% 0.08% 0.35%
20 MALUKU 95.78% 3.71% 0.13% 0.38%
21 MALUKU UTARA 83.77% 7.77% 0.95% 7.51%
22 NUSA TENGGARA BARAT 95.03% 4.21% 0.06% 0.70%
23 NUSA TENGGARA TIMUR 95.12% 2.82% 0.09% 1.97%
24 PAPUA 78.77% 4.62% 0.77% 14.89%
25 PAPUA BARAT 78.84% 4.21% 0.30% 16.61%
26 RIAU 93.22% 2.82% 0.12% 3.80%
27 SULAWESI BARAT 94.56% 3.75% 0.29% 1.24%
28 SULAWESI SELATAN 89.78% 4.42% 0.40% 5.38%
29 SULAWESI TENGAH 94.19% 3.34% 0.19% 2.27%
30 SULAWESI TENGGARA 91.27% 4.83% 0.10% 3.21%
31 SULAWESI UTARA 96.08% 1.73% 0.15% 1.92%
32 SUMATERA BARAT 93.01% 3.26% 0.24% 3.45%
33 SUMATERA SELATAN 97.65% 1.37% 0.10% 0.88%
34 SUMATERA UTARA 93.36% 2.14% 0.25% 3.58%
INDONESIA 91.05% 2.78% 0.40% 5.26%
1 Aceh 12 2 16,7%
2 Sumatera Utara 9 5 55,6%
3 Sumatera Barat 10 7 70,0%
4 Riau 10 6 60,0%
5 Jambi 5 1 20,0%
6 Sumatera Selatan 9 2 22,2%
7 Bengkulu 5 1 20,0%
8 Lampung 1 0 0,0%
9 Kep. Banqka Belitunq 7 5 71,4%
10 Kep. Riau 3 0 0,0%
11 DKI Jakarta 0 0
12 Jawa Barat 11 6 54,5%
13 Jawa Tengah 9 0 0.0%
14 Dl. Yoqyakarta 0 0
15 Jawa Timur 0 0
16 Banten 5 5 100,0%
17 Bali 0 0
18 Nusa Tenqqara Barat 0 0
19 Nusa Tengqara Timur 18 2 11,1%
20 Kalimantan Barat 9 0 0,0%
21 Kalimantan Tengah 11 3 27,3%
22 Kalimantan Selatan 8 1 12,5%
23 Kalimantan Timur 6 0 0,0%
24 Kalimantan Utara 4 0 0,0%
25 Sulawesi Utara 0 0
26 Sulawesi Tengah 9 3 33,3%
27 Sulawesi Selatan 4 2 50,0%
28 Sulawesi Tengqara 12 3 25,0%
29 Gorontalo 6 4 66,7%
30 Sulawesi Barat 4 1 25,0%
31 Maluku 8 0 0.0%
32 Maluku Utara 6 1 16,7%
33 Papua 23 4 17,4%
34 Papua Barat 12 0 0,0%
i INDONESIA 236 64 27.1% . B
Jakarta, Januari2021
Mengetahui,
Direktur P2PTVZ
1 Pidie
Aceh
2 Aceh Besar
3 Labuhan Batu
4 Deli Serdanq
Sumatera Utara 5 Labuhan Batu Selatan
6 Labuhan Batu Utara
7 Nias
8 Pelalawan
9 Kota Dumai
10 Kuantan Singingi
Riau
11 Kepulauan Meranti
12 Indragiri Hulu
13 Rokan Hilir
Jambi 14 Tanjunq Jabunq Barat
15 Lima Putuh Kota
16 Kota Bukittinqqi
17 Aqam
Sumatera Barat 18 Pesisir Selatan
19 Kota Padanq
20 Siiuniunq
21 Pasaman Barat
22 Banvuasin
Sumatera Selatan
23 Muara Enim
Benakulu 24 Bengkulu Selatan
25 Belitunq
26 Bangka Barat
Kepulauan Bangka Belitung 27 Bangka Tengah
28 Belitung Timur
29 Kota Pangkal Pinang
30 Tangerang
31 Kota Tanqeranq Selatan
Banten 32 Kota Seranq
33 Kota Tangeranq
34 Lebak
35 Bandunq
36 Bekasi
37 Kota Depok
Jawa Barat
38 Kota Boqor
39 Kota Bekasi
40 Subang
41 Alor
Nusa Tenggara Timur
42 Rote Ndao
43 Kotawaringin Barat
Kalimantan Tengah 44 Barito Selatan
45 Sukamara
Kalimantan Setatan 46 Hulu Sungai Utara
Sulawesi Barat 47 Polewali Mandar
48 Enrekang
Sulawesi Selatan
49 Luwu Timur
50 Parigi Moutong
Sulawesi Tengah 51 Poso
52 Donggala
53 Buton
Sulawesi Tenggara 54 Bombana
55 Kolaka Utara
56 Gorontalo
57 Gorontalo Utara
Gorontalo
58 Kota Gorontalo
59 Pohuwato
Maluku Utara 60 Kota Tidore Kepulauan
61 Merauke
62 Jayapura
Papua
63 Mappi
64 Supiori
i2>
Jakarta. Januari2021
Mengetahui,
Direktur P2PTVZ
Kode Subdit 22
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP
L P JUMLAH
# % # % # %
1 2 3 4 113 114 115 116 117 118
L P JUMLAH
# % # % # %
45 1222 LABUHAN_BATU_SELATAN 3.056 73,9 3.115 79,3 6.171 76,5
46 1223 LABUHAN_BATU_UTARA 3.739 93,2 3.736 93,7 7.475 93,4
47 1224 NIAS_UTARA 715 45,3 803 56,2 1.518 50,5
48 1225 NIAS_BARAT 726 73,6 693 70,9 1.419 72,3
49 1271 KOTA_SIBOLGA 425 48,6 453 55,7 878 52,0
50 1272 KOTA_TANJUNG_BALAI 532 29,7 464 26,1 996 27,9
51 1273 KOTA_PEMATANG_SIANTAR 1.780 79,9 1.710 79,2 3.490 79,5
52 1274 KOTA_TEBING_TINGGI 723 46,4 772 51,1 1.495 48,7
53 1275 KOTA_MEDAN 12.996 68,4 13.085 70,3 26.081 69,4
54 1276 KOTA_BINJAI 1.499 59,0 1.540 61,9 3.039 60,4
55 1277 KOTA_PADANGSIDIMPUAN 1.701 77,1 1.652 71,8 3.353 74,4
56 1278 KOTA_GUNUNGSITOLI 804 48,2 704 46,2 1.508 47,3
57 1301 KEPULAUAN_MENTAWAI 926 80,2 857 73,4 1.783 76,8
58 1302 PESISIR_SELATAN 2.826 63,8 2.810 65,0 5.636 64,4
59 1303 SOLOK 2.710 73,1 2.626 75,1 5.336 74,0
60 1304 SIJUNJUNG 1.831 68,7 1.749 69,5 3.580 69,1
61 1305 TANAH_DATAR 717 24,3 663 22,9 1.380 23,6
62 1306 PADANG_PARIAMAN 2.242 59,6 2.241 61,6 4.483 60,6
63 1307 AGAM 1.602 34,4 1.480 33,8 3.082 34,1
SUMATERA BARAT
JAMBI
L P JUMLAH
# % # % # %
95 1508 TEBO 3.159 97,6 3.051 100,1 6.210 98,8
96 1509 BUNGO 3.142 85,6 3.041 86,1 6.183 85,9
97 1571 KOTA_JAMBI 3.716 71,7 3.563 71,3 7.279 71,5
98 1572 KOTA_SUNGAI_PENUH 581 80,0 542 83,0 1.123 81,4
99 1601 OGAN_KOMERING_ULU 3.700 110,2 3.484 106,3 7.184 108,3
100 1602 OGAN_KOMERING_ILIR 6.841 84,0 6.782 87,1 13.623 85,5
101 1603 MUARA_ENIM 5.514 87,8 5.443 91,6 10.957 89,7
102 1604 LAHAT 3.510 96,2 3.405 100,0 6.915 98,0
103 1605 MUSI_RAWAS 3.637 98,3 3.558 101,5 7.195 99,9
104 1606 MUSI_BANYUASIN 6.644 104,1 6.558 105,7 13.202 104,9
SUMATERA SELATAN
L P JUMLAH
# % # % # %
145 1905 BANGKA_SELATAN 1.571 77,7 1.499 77,1 3.070 77,4
146 1906 BELITUNG_TIMUR 1.076 116,3 960 104,1 2.036 110,2
147 1971 PANGKALPINANG 1.730 87,0 1.561 82,1 3.291 84,6
148 2101 KARIMUN 1.690 106,4 1.647 119,5 3.337 112,5
KEPULAUAN RIAU
L P JUMLAH
# % # % # %
195 3308 MAGELANG 7.043 72,7 6.760 74,1 13.803 73,4
196 3309 BOYOLALI 6.522 87,5 6.189 89,3 12.711 88,4
197 3310 KLATEN 6.919 82,7 6.687 82,0 13.606 82,4
198 3311 SUKOHARJO 5.828 92,4 5.633 91,2 11.461 91,8
199 3312 WONOGIRI 2.325 43,1 2.283 43,7 4.608 43,4
200 3313 KARANGANYAR 5.382 81,9 4.976 80,0 10.358 81,0
201 3314 SRAGEN 5.223 82,7 5.002 84,0 10.225 83,3
202 3315 GROBOGAN 7.147 70,5 6.669 69,0 13.816 69,7
203 3316 BLORA 4.851 83,9 4.699 90,0 9.550 86,7
JAWA TENGAH
L P JUMLAH
# % # % # %
246 3519 MADIUN 3.567 76,0 3.336 77,0 6.903 76,5
247 3520 MAGETAN 3.476 82,4 3.390 87,2 6.866 84,7
248 3521 NGAWI 5.154 94,7 4.847 94,9 10.001 94,8
249 3522 BOJONEGORO 7.096 85,8 6.784 88,5 13.880 87,1
250 3523 TUBAN 7.949 98,4 7.696 103,5 15.645 100,9
251 3524 LAMONGAN 7.063 89,0 6.631 89,1 13.694 89,1
252 3525 GRESIK 9.844 95,6 9.399 95,6 19.243 95,6
253 3526 BANGKALAN 4.116 56,5 4.111 56,6 8.227 56,5
254 3527 SAMPANG 4.770 67,7 4.612 67,4 9.382 67,5
255 3528 PAMEKASAN 4.563 69,7 4.401 72,1 8.964 70,9
256 3529 SUMENEP 5.816 85,7 5.954 90,3 11.770 87,9
257 3571 KOTA_KEDIRI 2.088 92,8 1.964 86,6 4.052 89,7
258 3572 KOTA_BLITAR 932 82,3 862 77,7 1.794 80,0
259 3573 KOTA_MALANG 4.254 70,3 4.136 66,3 8.390 68,3
260 3574 KOTA_PROBOLINGGO 1.403 76,6 1.489 81,5 2.892 79,1
261 3575 KOTA_PASURUAN 1.251 76,5 1.264 75,3 2.515 75,9
262 3576 KOTA_MOJOKERTO 964 94,0 906 86,9 1.870 90,4
263 3577 KOTA_MADIUN 950 78,9 951 75,7 1.901 77,3
264 3578 KOTA_SURABAYA 15.946 77,2 15.911 77,1 31.857 77,2
265 3579 KOTA_BATU 1.285 84,0 1.255 82,8 2.540 83,4
266 3601 PANDEGLANG 10.070 89,6 9.242 88,2 19.312 88,9
267 3602 LEBAK 9.668 86,9 9.188 87,5 18.856 87,2
268 3603 TANGERANG 36.598 97,4 35.491 98,0 72.089 97,7
BANTEN
L P JUMLAH
# % # % # %
298 5306 BELU 2.192 88,7 2.138 87,7 4.330 88,2
299 5307 ALOR 1.861 63,6 1.738 61,9 3.599 62,8
300 5308 LEMBATA 1.018 59,7 939 59,2 1.957 59,4
NUSA TENGGARA TIMUR
L P JUMLAH
# % # % # %
350 6308 HULU_SUNGAI_UTARA 637 32,2 574 29,4 1.211 30,8
351 6309 TABALONG 851 35,1 843 37,9 1.694 36,5
352 6310 TANAH_BUMBU 934 22,7 945 23,6 1.879 23,1
353 6311 BALANGAN 635 49,4 555 43,9 1.190 46,7
354 6371 KOTA_BANJARMASIN 3.652 55,6 3.557 57,5 7.209 56,5
355 6372 KOTA_BANJAR_BARU 1.794 68,2 1.720 67,4 3.514 67,8
356 6401 PASER 1.739 63,3 1.649 62,5 3.388 62,9
357 6402 KUTAI_BARAT 598 48,0 548 47,7 1.146 47,9
KALIMANTAN TIMUR
L P JUMLAH
# % # % # %
402 7304 JENEPONTO 2.286 68,4 2.295 71,4 4.581 69,9
403 7305 TAKALAR 1.895 66,8 1.781 67,7 3.676 67,3
404 7306 GOWA 4.739 63,0 4.665 67,1 9.404 65,0
405 7307 SINJAI 1.263 59,7 1.203 60,6 2.466 60,2
406 7308 MAROS 2.313 63,4 2.438 67,6 4.751 65,5
407 7309 PANGKAJENE_KEPULAUAN 1.665 53,8 1.552 52,8 3.217 53,3
408 7310 BARRU 740 48,9 748 51,5 1.488 50,2
SULAWESI SELATAN
L P JUMLAH
# % # % # %
454 8103 MALUKU_TENGAH 1.387 34,6 1.513 40,2 2.900 37,3
455 8104 BURU 981 57,5 864 51,4 1.845 54,5
456 8105 KEPULAUAN_ARU 543 37,6 503 38,9 1.046 38,2
MALUKU
L P JUMLAH
# % # % # %
506 9429 NDUGA 64 9,8 0 0,0 64 5,3
507 9430 LANNY_JAYA 145 14,5 181 20,2 326 17,2
508 9431 MAMBERAMO_TENGAH 151 52,8 120 57,4 271 54,7
509 9432 YALIMO 130 34,9 157 50,0 287 41,8
510 9433 PUNCAK 623 52,3 618 58,5 1.241 55,2
511 9434 DOGIYAI 126 9,4 124 9,6 250 9,5
512 9435 INTAN_JAYA 38 5,9 35 5,7 73 5,8
513 9436 DEIYAI 40 3,8 35 3,8 75 3,8
514 9471 KOTA_JAYAPURA 2.608 84,4 2.481 83,7 5.089 84,1
NIP 196407051995031003
Target dan Capaian 2020
Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan
penyalahgunaan napza
Jumlah rekomendasi yang Jumlah rekomendasi yang Jumlah Rekomendasi yang dimanfaatkan oleh Total Rekomendasi yang
Timestamp Nama Satker Persentase Capaian
dikeluarkan dimanfaatkan oleh BTKLPP instansi/satker/LPLS diluar BTKLPP dimanfaatkan
1/12/2021 8.40.31 BBTKLPP Banjarbaru 55 1 24 25 45%
1/12/2021 9.28.20 BBTKLPP Jakarta 278 10 48 58 21%
1/11/2021 18.33.26 BBTKLPP Surabaya 41 41 41 41 100%
1/12/2021 8.14.56 BBTKLPP Yogyakarta 157 1 50 51 32%
1/12/2021 9.42.21 BTKLPP Kelas I Batam 46 10 12 22 48%
1/11/2021 15.53.15 BTKLPP Kelas I Makassar 54 30 24 54 100%
1/12/2021 10.18.32 BTKLPP Kelas I Manado 15 11 4 15 100%
1/11/2021 14.52.32 BTKLPP Kelas I Medan 12 8 4 12 100%
1/11/2021 19.18.49 BTKLPP Kelas I Palembang 24 4 20 24 100%
1/12/2021 7.29.56 BTKLPP Kelas II Ambon 60 11 43 54 90%
Total 742 127 270 356 48%