Anda di halaman 1dari 206

LAPORAN

KINERJA
TITLE
DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN PENYAKIT

TAHUN
2020
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat dan rahmatNya sehingga Laporan Kinerja Direktorat
Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit tahun 2020
dapat disusun dengan baik.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006


tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja lnslansi Pemerintah,
Perpres Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas
Kinerja lnstansi Pemerintah (SAKIP), dan Permen PAN dan RB Nomor 53 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Tata Cara Reviu atas
Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) maka Ditjen P2P menyusun Laporan Kinerja
sebagai bentuk pertanggungjawaban atas capaian kerja berdasarkan penggunaan
anggaran yang telah dialokasikan. Laporan Kinerja Ditjen P2P merupakan laporan tingkat
pencapaian kinerja selama tahun 2020 sebagaimana yang telah ditetapkan dalam
dokumen perjanjian kinerja tahun 2020.

Tahun 2020 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN, Renstra dan RAP Ditjen P2P
periode 2020-2024, dan Indonesia dihadapkan pada pandemi COVID-19 yang harus
segera ditanggulangi dan dikendalikan. Pandemi COVID-19 memberi tantangan besar
dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan berdampak
terhadap Sistem Kesehatan Indonesia yang terlihat dari penurunan kinerja pada beberapa
program kesehatan. Hal ini disebabkan prioritas pada penanggulangan pandemi COVID-19
serta adanya kekhawatiran masyarakat dan petugas terhadap penularan COVID-19. Di
beberapa wilayah, situasi pandemi COVID-19 bahkan berdampak pada penutupan
sementara dan/atau penundaan layanan kesehatan khususnya di posyandu dan
puskesmas. Hal ini berdampak pada tidak tercapainya target pada beberapa Indikator
Kinerja Program P2P. Laporan kinerja ini akan menjelaskan secara memadai hasil analisis
terhadap pengukuran kinerja P2P.

Pada akhirnya, tidak semua yang kita rencanakan berjalan sesuai dengan harapan, namun
demikian dengan adanya laporan kinerja ini kami berharap dapat memperoleh umpan balik
untuk peningkatan kinerja Ditjen P2P melalui perbaikan penerapan fungsi-fungsi
manajemen secara benar, mulai dari perencanaan, pengukuran, pelaporan, evaluasi dan
pencapaian kinerja, sehingga dapat menilai keberhasilan dan kegagalan dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab serta meningkatkan akuntabilitas instansi
pemerintah dan meningkatkan kepercayaan masyarakat. Semoga informasi yang disajikan
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Jakarta, Januari 2021
Plt. Direktur Jenderal Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit

Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS


NIP 196405201991031003
i|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

IKHTISAR EKSEKUTIF
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
merupakan sarana untuk menyampaikan pertanggungjawaban kinerja Direktur Jenderal
P2P beserta jajarannya kepada Menteri Kesehatan Republik Indonesia dan seluruh
pemangku kepentingan, baik yang terkait langsung maupun tidak langsung. Laporan
Kinerja Ditjen P2P menjabarkan capaian kinerja yang ditetapkan dalam Perjanjian Kinerja
Ditjen P2P, mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
2020-2024, Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 dan Rencana
Aksi Program Ditjen P2P Tahun 2020-2024. Dari 13 Indikator Kinerja yang ditetapkan
dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2020 yang dijanjikan oleh Direktur Jenderal P2P kepada
Menteri Kesehatan, terdapat 3 Indikator kinerja sasaran strategis yang memiliki kinerja
mencapai atau melebihi target dan 10 indikator tidak mencapai target yaitu:

1. Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi ARV (ODHA on ART),
tercapai 26,3% dari target 40% dengan pencapaian kinerja 65,8%
2. Persentase angka keberhasilan pengobatan pasien TB/Succes Rate (SR) tercapai
91,01% dari target 90%, dengan capaian kinerja 101,2%.
3. Jumlah kabupaten/kota mencapai eliminasi malaria tercapai 318 Kab/Kota dari target
325 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 97,8%.
4. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi kusta tercapai 401 Kab/Kota dari target 416
Kab/Kota, dengan capaian kinerja 96,4%.
5. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi tercapai 64
Kab/Kota dari target 80 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 80%.
6. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan perokok usia <18 tahun tercapai
19 Kab/Kota dari target 50 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 38%.
7. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM tercapai
2 Kab/Kota dari target 52 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 3,8%.
8. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap anak usia 0-
12 bulan, tercapai 32,7% dari target 79,3% dengan capaian kinerja 41,2%.
9. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan
penyalahgunaan napza tercapai 205 Kab/Kota dari target 330 Kab/Kota, dengan
capaian kinerja 62,1%
10. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas dalam pencegahan dan
pengendalian KKM tercapai 56% dari target 56%, dengan capaian kinerja 100%.
11. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan
tercapai 18 Kab/Kota dari target 42 Kab/Kota, dengan capaian kinerja 42,9%.
12. Persentase faktor risiko penyakit di pintu masuk yang dikendalikan tercapai 99,9% dari
target 86% dengan kinerja 116,2%.
13. Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan tercapai 48% dari target 80%, dengan capaian kinerja
60%.

Untuk kinerja keuangan pada tahun 2020, data per 22 Januari 2021 berdasarkan Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN), realisasi anggaran semua jenis belanja
mencapai 91,3%, dengan realisasi 3.838.062.886.858 dari pagu total sebesar Rp.
4.203.943.210.000,00.
ii|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................................... i
IKHTISAR EKSEKUTIF ...................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................................. iv
DAFTAR GRAFIK ............................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... viii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................... 1

B. ISU STRATEGIS ......................................................................................... 3

C. VISI DAN MISI ............................................................................................. 7

D. TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI .................................. 8

E. SUMBER DAYA MANUSIA ....................................................................... 9

F. SISTEMATIKA PENULISAN ...................................................................... 11

BAB II. PERENCANAAN KINERJA................................................................................ 11


A. PERENCANAAN KINERJA......................................................................... 12

B. PERJANJIAN KINERJA ............................................................................. 15

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA ............................................................................... 17


A. CAPAIAN KINERJA .................................................................................... 17

B. REALISASI ANGGARAN ............................................................................ 102

C. EFISIENSI SUMBER DAYA ....................................................................... 109

BAB IV. PENUTUP .......................................................................................................... 114


A. KESIMPULAN ............................................................................................. 114

TINDAK LANJUT......................................................................................... 114

LAMPIRAN

iii|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Indikator Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
2020 – 2024 .................................................................................................... 14
Tabel 2.2. Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
2020.................................................................................................................. 16
Tabel 3.1. Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2020............................... 17
Tabel 3.2. Angka keberhasilan pengobatan di dunia Tahun 2019 ................................... 28
Tabel 3.3. Estimasi Beban TBC Tahun 2019 ................................................................... 30
Tabel 3.4. Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi malaria sampai tahun 2020 .................. 35
Tabel 3.5. Jumlah Kab/Kota endemis filariasis telah berhasil mencapai eliminasi
filariasis sampai tahun 2020 ............................................................................ 56
Tabel 3.6 Kab/Kota yang mempunyai kapasitas dalam Pencegahan dan Pengendalian
KKM .................................................................................................................. 84
Tabel 3.7 Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan dan Jenis Belanja Tahun 2020
.......................................................................................................................... 102
Tabel 3.8 Realisasi Anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Tahun 2020 .......................... 105
Tabel 3.9 Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja Tahun 2020 ................................... 106
Tabel 3.10 Pembandingan Realisasi Anggaran dan Capaian Kinerja Tahun 2020 ......... 107
Tabel 3.11 Efisiensi Per Layanan Output .......................................................................... 110

iv|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Distribusi Pegawai pada Ditjen P2P Tahun 2020 .............................. 10

Grafik 1.2 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Tahun 2020 ...................... 10

Grafik 1.3 Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional Tahun 2020 ... 11

Grafik 3.1 Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2018-
2020 .................................................................................................... 19

Grafik 3.2 Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2020-
2024 .................................................................................................... 19

Grafik 3.3 Cascade HIV dan ART sampai Desember 2020 ............................... 20

Grafik 3.4 Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2016- September
2020 .................................................................................................... 21

Grafik 3.5 Target dan Capaian Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan


TBC Tahun 2016-2020 ....................................................................... 27

Grafik 3.6 Target dan Capaian Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan


TBC Tahun 2020-2024 ....................................................................... 27

Grafik 3.7 Capaian Eliminasi Malaria di Indonesia tahun 2016-2020................. 36

Grafik 3.8 Capaian Eliminasi Malaria di Indonesia tahun 2020-2024................. 37

Grafik 3.9 Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah .......................................... 38

Grafik 3.10 Persentase Malaria Positif diobati sesuai standar ............................. 39

Grafik 3.11 Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota dengan Eliminasi Kusta
Tahun 2016-2020................................................................................ 48

Grafik 3.12 Jumlah Kabupaten/Kota Endemis Filariasis yang mencapai


eliminasi Tahun 2016-2020 ................................................................ 55

Grafik 3.13 Target dan Capaian Kabupaten/Kota Endemis Filariasis yang


mencapai eliminasi Tahun 2020-2024 ............................................... 57

Grafik 3.14 Target dan Capaian Jumlah Kabupaten/Kota yang melakukan


pencegahan perokok usia <18 tahun Tahun 2020-2024 ................... 63

Grafik 3.15 Jumlah Kabupaten/kota ≥ 40% FKTP yang menyelenggarakan


layanan UBM Tahun 2020 .................................................................. 63

Grafik 3.16 Provinsi yang memiliki Kab/Kota dengan proporsi perokok usia
10-18 tahun melebihi angka nasional................................................. 64

Grafik 3.17 Provinsi dengan Kab/Kota telah menerapkan Perda KTR................. 65

v|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.18 Jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan


pengendalian PTM Tahun 2020 ......................................................... 69

Grafik 3.19 Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang melakukan


pencegahan dan pengendalian PTM Tahun 2020 ............................. 70

Grafik 3.20 Persentase capaian deteksi dini populasi di Kab/Kota Tahun


2020 .................................................................................................... 70

Grafik 3.21 Jumlah orang yang melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM
Tahun 2017-2020................................................................................ 71

Grafik 3.22 Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan


deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan napza Tahun 2020-2024 .. 74

Grafik 3.23 Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini masalah


kesehatan jiwa dan napza Tahun 2020 ............................................. 75

Grafik 3.24 Target dan Capaian Persentase Kab/Kota yang mencapai 80%
IDL anak usia 0-11 bulan Tahun 2020-2024 ...................................... 78

Grafik 3.25 Target dan Capaian Persentase Kab/Kota yang mencapai 80%
IDL anak usia 0-11 bulan Tahun 2018-2020 ...................................... 78

Grafik 3.26 Target dan Capaian Kab/Kota yang mempunyai kapasitas dalam
pencegahan dan pengendalian KKM Tahun 2020-2024 ................... 83

Grafik 3.27 Target dan Capaian Kab/Kota yang mempunyai kapasitas dalam
pencegahan dan pengendalian KKM Tahun 2016-2020 ................... 85

Grafik 3.28 Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota dengan surveilans


Frambusia berkinerja baik Tahun 2019-2024 .................................... 88

Grafik 3.29 Target dan Capaian Persentase Faktor Risiko dipintu masuk
yang dikendalikan Tahun 2020-2024 ................................................. 94

Grafik 3.30 Persentase Faktor Risiko dipintu masuk yang dikendalikan oleh
KKP Tahun 2020................................................................................. 95

Grafik 3.31 Target dan Capaian Persentase rekomendasi hasil surveilans


faktor risiko dan penyakit berbasis laboratorium yang
dimanfaatkan Tahun 2019-2024 ........................................................ 99

Grafik 3.32 Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan


penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan Tahun 2020 ...... 99

Grafik 3.33 Distribusi pagu anggaran berdasarkan sumber dana Tahun 2020 ... 102

Grafik 3.34 Pagu dan realisasi anggaran Ditjen P2P Tahun 2018-2020 ............. 103

Grafik 3.35 Realisasi anggaran berdasarkan jenis belanja Tahun 2020 .............. 104

Grafik 3.36 Realisasi anggaran berdasarkan sumber dana Tahun 2020 ............. 104

vi|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Struktur Organisasi Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit ............. 9
Gambar 3.1. Media KIE HIV AIDS ...................................................................................... 23
Gambar 3.2. Penyampaian dukungan Presiden RI dalam pencanangan Gerakan Bersama
Menuju Eliminasi TBC 2030 ........................................................................... 32
Gambar 3.3. Talking Points Menteri Kesehatan RI dalam Peringatan Hari TBC Sedunia
Tahun 2020 .................................................................................................... 32
Gambar 3.4. Workshop Peningkatan Kapasitas Asesor Uji Kompetensi Mikroskopis
Malaria ............................................................................................................ 41
Gambar 3.5. Assesment Peningkatan Kasus dan SKD/KLB Malaria di Rokan Hilir Prov
Riau ................................................................................................................ 43
Gambar 3.6. Pertemuan Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat terhadap Percepatan
Eliminasi Malaria ........................................................................................... 44
Gambar 3.7. Peta Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Kusta <1/10.000 penduduk Tahun
2020 ................................................................................................................ 48
Gambar 3.8. Pelaksanaan Ujian OSPE dan Praktek Pemeriksaan Suspek Kusta pada
Pelatihan Nasional P2 Kusta dan Frambusia Tahun 2020 ........................... 51
Gambar 3.9. Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional P2 Kusta
dan Frambusia yang dilakukan secara daring ............................................... 51
Gambar 3.10. Video Pelaksanaan Belkaga Tahun 2020 ..................................................... 58
Gambar 3.11. Situasi Frambusia Tahun 2019 dan 2020 ...................................................... 89
Gambar 3.12. Peta Endemisitas Frambusia di Indonesia .................................................... 89

vii|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun 2020.


Lampiran 2. Data ODHA on ART Per Provinsi Tahun 2020.
Lampiran 3. Hasil Akhir Pengobatan TB Tahun 2020.
Lampiran 4. Daftar Kabupaten/Kota Eliminasi Malaria Sampai Dengan Periode Desember
2020.
Lampiran 5. SK Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tentang
Kabupaten/Kota dengan Eliminasi Kusta Tahun 2020.
Lampiran 6. Data Capaian Jumlah Kab/Kota Endemis Filariasis yang mencapai eliminasi
Per Provinsi Tahun 2020.
Lampiran 7. Peraturan Daerah/Peraturan Kepala Daerah tentang Kawasan Tanpa Rokok
yang diterbitkan tahun 2020.
Lampiran 8. Daftar Kab/Kota yang 40% Puskesmasnya telah menyelenggarakan
Layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM)
Lampiran 9. Daftar Kab/Kota yang melakukan Pencegahan dan Pengendalian PTM
Tahun 2020.
Lampiran 10. Daftar Cakupan Imunisasi Dasar Lengkap Tahun 2020.
Lampiran 11. Target dan Capauan Tahun 2020 Indikator Kab/Kota yang melaksanakan
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza.
Lampiran 12. Kabupatem Kota Dengan Surveilans Berkinerja Baik Tahun 2020.
Lampiran 13. Rekap Indikator Persentase Faktor Risiko Penyakit di pintu masuk yang
dikendalikan
Lampiran 14. Rekap Indikator Persentase Rekomendasi Hasil Surveilans Faktor Risiko
dan penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan.
Lampiran 15. Realisasi Keuangan Ditjen P2P Tahun 2020

viii|
BAB I
PENDAHULUAN
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 merupakan
tahapan terakhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
2005-2025 sehingga hasil RPJMN 2020-2024 akan mempengaruhi pencapaian target
pembangunan dalam RPJPN, dimana pendapatan perkapita Indonesia akan mencapai
tingkat kesejahteraan setara dengan negara-negara berpenghasilan menengah atas
(upper-middle income country/MIC) yang memiliki kondisi infrastruktur, kualitas sumber
daya manusia, layanan publik, serta kesejahteraan rakyat yang lebih baik. Sesuai
dengan RPJPN 2005-2025, sasaran pembangunan jangka menengah 2020-2024
adalah mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur
melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan
terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif
di berbagai bidang yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan
berdaya saing. Terdapat 7 agenda pembangunan dalam RPJMN Tahun 2020-2024
dan pembangunan kesehatan masuk dalam agenda ke-3 yakni meningkatkan Sumber
Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing. Pemerintah Indonesia
berkomitmen untuk meningkatkan kualitas dan daya saing SDM yang sehat dan
cerdas, adaptif, inovatif, terampil dan berkarakter, salah satunya melalui peningkatan
akses dan kualitas pelayanan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta
terutama penguatan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care) dengan
mendorong peningkatan upaya promotif dan preventif, didukung inovasi dan
pemanfaatan teknologi. Cakupan Kesehatan Semesta menjamin seluruh masyarakat
mempunyai akses untuk kebutuhan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif
dan rehabilitatif yang berkualitas dan efektif.

Pembangunan kesehatan pada hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh


semua komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran,
kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Keberhasilan
pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program
dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang telah dilaksanakan dalam
periode sebelumnya. Upaya-upaya yang telah dilaksanakan pada periode sebelumnya
dan akan terus berkesinambungan dalam periode tahun 2020-2024 diantaranya:
a. Penguatan pelayanan kesehatan primer, pelayanan kesehatan menggunakan
pendekatan siklus hidup, dan intervensi secara kontinyum (promotif, preventif,
kuratif, rehabilitatif) dengan penekanan pada promotif dan pereventif.
b. Penguatan pencegahan faktor risiko, deteksi dini, dan aksi multisektoral
pembudayaan Gerakan Masyarakat (GERMAS), guna pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular.
c. Penguatan sistem kesehatan di semua level pemerintahan menjadi responsif dan
tangguh, guna mencapai cakupan kesehatan

1|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

d. Peningkatan sinergisme lintas sektor, pusat dan daerah untuk menuju konvergensi
dalam intervensi sasaran prioritas dan program prioritas, termasuk integrasi lintas
program dengan pendekatan keluarga (PISPK).

Dalam Rencana Aksi Program P2P, disebutkan bahwa Ditjen P2P menyelenggarakan
pencegahan dan pengendalian penyakit serta masalah kesehatan jiwa secara berhasil
guna dan berdaya guna dalam mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya melalui kegiatan surveilans dan karantina kesehatan,
pencegahan dan pengendalian penyakit tular vektor zoonotik, pencegahan penyakit
menular langsung dan penyakit tidak menular, pencegahan dan pengendalian masalah
kesehatan jiwa dan napza, dukungan pelayanan kekarantinaan di pintu masuk dan
wilayah, pelaksanaan dukungan pelayanan surveilans dan laboratorium kesehatan
masyarakan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit serta pelaksanaan
dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya pada program P2P.

Penyelenggaraan program pencegahan dan pengendalian penyakit pada tahun 2020


mengalami tantangan terbesar yakni pandemi COVID-19 sejak bulan Maret 2020.
Situasi pandemi COVID berdampak pada pelaksanaan kegiatan Program P2P.
Sebagian besar kegiatan dan pelayanan terhambat dan tidak berjalan karena adanya
pembatasan sosial dan ketakutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Meningkatnya kasus COVID-19 juga
mengakibatkan terjadinya refocusing anggaran maupun sumber daya manusia untuk
pengendalian COVID-19 yang menyebabkan kegiatan lain tidak berjalan optimal.
Terhambatnya pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian penyakit
berdampak pada tidak tercapainya kinerja program pada sebagian besar indikator
kinerja P2P.

Laporan kinerja Ditjen P2P ini akan menjelaskan secara memadai hasil analisis
terhadap capaian program, permasalahan dan tantangan serta strategi pemecahan
masalah. Penyusunan Laporan Kinerja merupakan wujud pelaksanaan Perpres No.
29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan
Permenpan dan RB Nomor 53 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis Perjanjian
Kinerja, Pelaporan Kinerja Dan Tata Cara Reviu Atas Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah. Tujuan penyusunan Laporan Kinerja Direktorat Jenderal P2P adalah
untuk:
1. Memberikan informasi kinerja Ditjen P2P selama tahun 2020 yang telah ditetapkan
dalam dokumen perjanjian kinerja.
2. Sebagai bentuk pertanggung jawaban Ditjen P2P dalam mencapai sasaran/tujuan
strategis instansi.
3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Ditjen P2P untuk meningkatkan
kinerjanya.
4. Sebagai salah satu upaya mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif,
transparan dan akuntabel serta berorientasi pada hasil yang merupakan salah satu
agenda penting dalam reformasi pemerintah.
Selain itu, Laporan Kinerja Ditjen P2P sekaligus menjadi alat dan bahan evaluasi guna
peningkatan kinerja Ditjen P2P dimasa depan.
2|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

B. ISU STRATEGIS
1. Penyakit Tidak Menular
Dalam periode tiga dekade terakhir, telah terjadi perubahan beban penyakit dari
penyakit menular menjadi penyakit tidak menular. Hal ini dapat dilihat dari
perubahan penyebab utama Disability Adjusted Life Years (DALYs) lost. Penyebab
utama DALYs lost tahun 1990 adalah neonatal disorders, lower respiratory infection,
diarrheal disease, tuberculosis dan stroke. Pada tahun 2017, lima penyebab utama
DALYs lost adalah stroke, ischemic heart disease, diabetes, neonatal disorders dan
tuberculosis. DALYs lost akibat stroke mengalami peningkatan dari peringkat kelima
pada tahun 1990 menjadi peringkat pertama pada tahun 2017, dengan peningkatan
sebesar 93,4%. Peningkatan yang tajam DALYs lost dari tahun 1990 ke tahun 2017
terutama terlihat pada penyakit diabetes (157,1%), penyakit jantung iskemik
(113,9%) dan kanker paru (113,1%). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 menunjukkan prevalensi PTM mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
Riskesdas 2013, antara lain kanker, stroke, penyakit ginjal kronis, diabetes melitus,
dan hipertensi. Prevalensi kanker naik dari 1,4% menjadi 1,8%, prevalensi stroke
naik dari 7% menjadi 10,9% dan penyakit ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%.
Berdasarkan pemeriksaan gula darah, diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi
8,5% dan hasil pengukuran tekanan darah, hipertensi naik dari 25,8% menjadi
34,1%.

Kenaikan prevalensi PTM ini berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok,
kurang aktivitas fisik serta kurang konsumsi buah dan sayur. Sejak tahun 2013
prevalensi merokok pada remaja (10-18 tahun) terus meningkat, yaitu 7,2%
(Riskesdas 2013), 8,8% (Sirkesnas 2016) dan 9,1% (Riskesdas 2018). Demikian
juga proporsi kurangnya aktivitas fisik meningkat dari 26,1% menjadi 33,5%, dan
0,8% mengonsumsi minuman beralkohol berlebihan. Tren ini juga diikuti dengan
peningkatan penduduk di Indonesia yang cenderung memiliki berat badan lebih
(overweight) atau bahkan obesitas dari tahun ke tahun. Overweight meningkat dari
8,6% di tahun 2007 menjadi 13,6% di tahun 2018, obese meningkat dari 10,5% di
tahun 2007 menjadi 21,8% di tahun 2018. Sementara itu juga tercatat lebih dari
95,5% masyarakat Indonesia yang berusia lebih dari 5 tahun mengkonsumi kurang
dari 5 porsi buah dan sayur dalam sehari. Balitbangkes Kemenkes merilis data
terbaru dari Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019 menunjukkan bahwa
40,6% pelajar di Indonesia usia 13-15 tahun, 2 dari 3 anak laki-laki dan hampir 1
dari 5 anak perempuan sudah pernah menggunakan produk tembakau. Selain itu,
19,2% pelajar saat ini merokok dan di antara jumlah tersebut, 60,6% bahkan tidak
dicegah ketika membeli rokok karena usia mereka, dan dua pertiga dari mereka
dapat membeli rokok secara eceran. Data GYTS juga menunjukkan hampir 7 dari
10 pelajar melihat iklan atau promosi rokok di televisi atau tempat penjualan dalam
30 hari terakhir, dan sepertiga pelajar merasa pernah melihat iklan di internet atau
media sosial.

Berdasarkan Globocan 2018 yang bersumber dari Registrasi Kanker Nasional,


kanker payudara merupakan kanker terbanyak di Indonesia saat ini dengan insidens
rate sebesar 42.1 per 100.000 penduduk dengan angka kematian sebesar 17 per
3|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

100.000 penduduk dan diikuti oleh kanker leher rahim dengan incidence rate
sebesar 23.4 per 100.000. Data RS Kanker Dharmais dari tahun 2010-2013
menunjukan bahwa penyakit kanker terbanyak di RS Kanker Dharmais adalah
kanker payudara, serviks, paru, ovarium, rektum, tiroid, usus besar, hepatoma, dan
nasofaring. Jumlah kasus baru serta jumlah kematian akibat kanker tersebut terus
meningkat. Berdasarkan Riskesdas 2018 menyebutkan angka prevalensi penyakit
kanker di Indonesia sebesar 1,79 per 1000 penduduk.

Berdasarkan data dari World Report of Vision tahun 2019, saat ini di seluruh dunia
terdapat sekitar 2,2 miliar orang yang mengalami gangguan penglihatan. Dari
seluruh orang dengan gangguan penglihatan, hampir setengahnya atau sekitar 1
miliar orang, merupakan gangguan penglihatan yang dapat dihindari, baik dicegah
maupun diobati. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan
bahwa prevalensi kebutaan pada penduduk dengan usia ≥ 6 tahun di Indonesia
mencapai 0,4%. Sekitar 80% dari para penyandang gangguan penglihatan dan
kebutaan dapat dicegah atau diobati. Oleh karena itu, upaya promotif-preventif
sangat penting untuk mencegah dan mengendalikan gangguang penglihatan. Data
WHO tahun 2018 menunjukkan bahwa sebanyak 466 juta penduduk dunia
mengalami gangguan pendengaran dan 34 juta diantaranya adalah anak-anak.
Selain itu diperkirakan 1,1 miliar anak muda berusia 12-35 tahun berisiko
mengalami gangguan pendengaran akibat paparan kebisingan. Hasil Riskesdas
tahun 2013 menunjukan bahwa penduduk Indonesia usia 5 tahun keatas mengalami
gangguan pendengaran sebanyak 2,6%, ketulian 0,09%, sumbatan serumen 18,8%,
dan sekret di liang telinga sebanyak 2,4%.

2. Penyakit Menular
Pengendalian faktor risiko utama untuk menurunkan beban penyakit menular harus
dipantau melalui pengawasan atau surveilans yang efektif secara rutin dan
terkoordinasi. Penyakit menular yang perlu menjadi perhatian khusus adalah
tuberkulosis, HIV/AIDS, malaria, penyakit-penyakit infeksi baru yang menyebabkan
kedaruratan kesehatan masyarakat, serta penyakit-penyakit tropis terabaikan
(neglected tropical diseases).

Hasil studi inventori TB Tahun 2017 yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kementerian Kesehatan menemukan
bahwa angka Under-Reporting (Missing Cases) secara nasional sebesar 41%,
dengan proporsi terbanyak pada klinik swasta, Dokter Praktek Mandiri (DPM) dan
Rumah Sakit dimana kasus missing cases terbanyak terjadi pada kasus TB anak
dan kasus TB extra pulmonary. Penyebaran penyakit TB di Indonesia sangat luas
dan menyebabkan kematian. Secara global, diperkirakan ada sebanyak 10 juta
kasus TB pada tahun 2019, namun demikian angka ini telah menurun secara
perlahan akhir-akhir ini. Berdasarkan letak geografisnya, kasus TB pada tahun 2019
paling banyak di regional Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat
(18%), dan persentase yang sedikit di Timur Tengah (8,2%), Amerika (2,9%) dan
Eropa (2,5%). Ada 8 negara dengan jumlah kasus dua per tiga dari total kasus
global, yaitu India (26%), Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6%), Pakistan
4|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

(5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%) d an Afrika Selatan (3,6%). Dari daftar
30 negara dengan beban kasus TB yang tinggi tersisa 22 negara dengan total 21%
dari jumlah kasus global. Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia WHO yang dimuat
pada Global TB Report 2020, indikator yang dipakai dalam mencapai tujuan “End
the Global TB epidemic” adalah jumlah kematian akibat TB per tahun, angka
kejadian (incidence rate) per tahun serta persentase rumah tangga yang
menanggung biaya pengobatan TB. Menurut TB Global Report tahun 2020, angka
kejadian (insidensi) TB tahun 2019 adalah 312 per 100.000 (sekitar 845.000 pasien
TB), dan 2,2% (19.000 kasus) di antaranya dengan TB/HIV. Angka kematian TB
adalah 34 per 100.000 penduduk (jumlah kematian 92.000) tidak termasuk angka
kematian akibat TB/HIV. WHO memperkirakan ada 24.000 kasus Multi Drug
Resistence (MDR) di Indonesia.

Secara global, epidemi HIV mengalami penurunan sekitar 33% sejak 2001,
sehingga pada tahun 2012 diperkirakan terjadi sekitar 2.3 juta infeksi baru pada
dewasa dan anak. Kematian yang dikaitkan dengan AIDS menurun sampai 30%
sejak 2005 karena peningkatan akses pengobatan ARV, termasuk kematian yang
dikaitkan dengan TBC juga menurun sampai 30% sejak 2004. Kematian terkait
AIDS menurun dari puncaknya pada 2014 dengan 1,7 juta kematian terkait AIDS
pertahun menjadi 770 ribu kematian terkait AIDS pada tahun 2018. Program untuk
meningkatkan cakupan pengobatan ARV juga mulai menuai hasil. Data WHO
menunjukkan pada akhir tahun 2018 terdapat 23.3 juta penderita HIV yang sudah
menerima pengobatan ARV. Peningkatan dari 7,7 juta pada tahun 2007 dan 17 juta
pada tahun 2015. Secara relatif, terjadi peningkatan proporsi ODHA yang
mendapatkan ARV dari 48% pada tahun 2015 menjadi 62% tahun 2018. Beberapa
negara telah menjalankan Test and Treat dimana inisiasi pengobatan ARV
dilakukan segera setelah hasil tes HIV positif tanpa perlu merujuk pada nilai CD4.
Pengendalian HIV dan AIDS di Asia Pasifik cukup berhasil menurunkan infeksi baru
HIV sampai dengan 9% sejak 2010. Di regional Asia Pasifik juga terjadi peningkatan
cakupan pengobatan ARV dari 42% (tahun 2015) menjadi 54% (tahun 2018).
Kematian yang dikaitkan dengan AIDS diperkirakan menurunkan sampai 200.000
orang atau menurunkan dari 240.000 orang pada 2015. Situasi epidemi HIV AIDS
di Indonesia sampai dengan bulan September tahun 2020 masih terkonsentrasi
pada populasi kunci dengan penyebaran kasus HIV AIDS di 484 (90.07%) dari 514
kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia. Berdasarkan laporan
perkembangan HIV AIDS Kementerian Kesehatan hingga September tahun 2020
diketahui bahwa jumlah kumulatif kasus HIV yang ditemukan sebesar 409.857
kasus, sedangkan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 127.873 orang.

World Malaria Report tahun 2020, melaporkan secara global diperkirakan terdapat
229 juta kasus malaria pada tahun 2019 di 87 negara endemis malaria, menurun
dari 238 juta kasus di 108 negara endemis malaria pada tahun 2000. Kematian
malaria terus menurun selama periode 2000–2019, dari 736.000 pada tahun 2000
menjadi 409.000 pada 2019. Persentase kematian akibat malaria total pada anak-
anak di bawah usia 5 tahun adalah 84% pada tahun 2000 dan 67% pada tahun
2019. Sekitar 95% kematian akibat malaria terjadi di 32 negara. Nigeria (23%),
5|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Republik Demokratik Kongo (11%), Republik Bersatu Tanzania (5%), Burkina Faso
(4%), Mozambik (4%) dan Niger (4%) menyumbang sekitar 51% dari semua
kematian akibat malaria secara global pada tahun 2019 Indonesia menyumbang
sekitar 49 (1%) kematian pada tahun 2019 di tingkat global. Indonesia merupakan
negara kedua di wilayah Asia Tenggara dengan kasus malaria terbanyak setelah
India dengan jumlah kasus malaria tahun 2019 di Indonesia sebanyak 250.644,
kasus tertinggi yaitu di Provinsi Papua sebanyak 216.380 kasus, disusul dengan
Provinsi NTT sebanyak 12.909 kasus dan Provinsi Papua Barat sebanyak 7.079
kasus.

Satu miliar penduduk di dunia berisiko tertular penyakit kaki gajah atau filariasis di
72 negara dan diperkirakan sekitar 36 juta orang mengalami kecacatan akibat
filariasis. Dalam Pertemuan ke 73 World Health Assembly (WHA) secara virtual
tanggal 12 November 2020, WHO telah meluncurkan Roadmap untuk penyakit
tropis terabaikan (Neglected Tropical Diseases /NTDs) tahun 2021−2030. Roadmap
NTDs tersebut menargetkan eliminasi dan eradikasi pada penyakit NTDs salah
satunya penyakit filariasis pada Tahun 2030. Indonesia termasuk salah satu negara
dengan jumlah penduduk terbanyak yang berisiko tinggi tertular penyakit kaki gajah.
Pemetaan endemisitas Kabupaten/Kota yang dilaksanakan sampai tahun 2014
menetapkan 236 kabupaten/kota dari 514 kabupaten/kota di Indonesia sebagai
daerah endemis filariasis. Pemerintah bertekad mewujudkan Indonesia bebas kaki
gajah, oleh karena itu melalui kampanye Bulan Eliminasi Penyakit Kaki Gajah
(BELKAGA), setiap penduduk kabupaten/kota endemis filariasis serentak minum
obat pencegahan setiap bulan Oktober selama 5 tahun berturut-turut. Pada tahun
2020, sebanyak 162 kabupaten/kota diantaranya telah selesai melaksanakan
Pemberian Obat Pencegahan Masal (POPM) Filariasis selama 5 tahun. Sementara
sebanyak 74 kabupaten kota masih melaksanakan POPM filariasis.

Tahun 2020, terjadi pandemi COVID-19 diseluruh dunia yang ditemukan pertama
kali di Kota Wuhan, China. Pada tanggal 31 Desember 2019, WHO China Country
Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Kota
Wuhan, Provinsi Hubei, China. Pada tanggal 7 Januari 2020, China mengidentifikasi
kasus tersebut sebagai jenis baru coronavirus. Pada tanggal 30 Januari 2020 WHO
menetapkan kejadian tersebut sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD)/Public Health Emergency of International Concern
(PHEIC) dan pada tanggal 11 Maret 2020, WHO sudah menetapkan COVID-19
sebagai pandemi. Peningkatan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat,
dan menyebar ke berbagai negara dalam waktu singkat. Sampai dengan tanggal 17
Januari 2020, WHO melaporkan 93.194.922 kasus konfirmasi dengan 2.014.729
kematian di 223 negara di seluruh dunia (CFR 2,2%). Di Indonesia, kasus pertama
kali dilaporkan pada tanggal 2 Maret 2020, kasus terus meningkat dan menyebar
dengan cepat di seluruh wilayah Indonesia. Sampai dengan tanggal 18 Januari
2021, Kementerian Kesehatan melaporkan 907.929 kasus konfirmasi COVID-19
dengan 25.987 kasus meninggal (CFR 2,9%).

6|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Situasi pandemi COVID-19 di Indonesia berdampak pada semua sektor seperti


sektor kesehatan, ekonomi dan sektor lainnya. Penerapan kebijakan lockdown
dibeberapa negara dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan
untuk menekan penyebaran virus ini. PSBB adalah salah satu upaya dari
pemerintah Indonesia untuk memutus dan mencegah penyebaran virus corona yang
semakin meluas di Indonesia. PSBB diterapkan selama masa inkubasi terpanjang
14 hari tetapi tidak menutup kemungkinan diperpanjang jika masih terdapat bukti
penyebaran. Selain PSBB, dibeberapa daerah diberlakukan juga pembatasan
kegiatan berkumpul lainnya yang diterbitkan melalui Surat Kepala Daerah. Hal ini
berdampak pada tidak berjalannya beberapa program kesehatan di Indonesia
antara lain kegiatan imunisasi di Posyandu menjadi terhenti di beberapa daerah
baik karena adanya kebijakan dari Pemda setempat maupun karena ketakutan dan
petugas memberikan layanan imunisasi di situasi pandemi COVID-19 serta
kekhawatiran orang tua untuk membawa anaknya ke pelayanan imunisasi, sehingga
kunjungan untuk imunisasi pun menurun. Hasil penilaian cepat pada April 2020,
kerjasama Kementerian Kesehatan dengan UNICEF menunjukkan bahwa 51%
responden melaporkan bahwa mereka dalam satu-dua bulan terakhir
mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan atau pos pelayanan imunisasi selama
pandemi COVID-19 untuk mengimunisasi anaknya. Sedangkan hampir 50%
responden lainnya tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan atau pos
pelayanan imunisasi karena kondisi yang ditimbulkan oleh pandemi COVID-19
atau karena anak-anak tidak membutuhkan vaksin dalam jangka waktu yang
ditentukan. Sebelum COVID-19, di Indonesia, sekitar 90% anak diimunisasi di
fasilitas umum yakni 75% di posyandu, 10% di puskesmas, 5% di polindes dan
10% anak-anak lainnya diimunisasi di klinik dan rumah sakit swasta. Akan tetapi,
selama pandemi COVID-19 responden survei menunjukkan bahwa klinik dan
rumah sakit swasta menjadi sumber utama untuk mendapatkan layanan
imunisasi untuk anak mereka (lebih dari 43%), puskesmas (29%) dan posyandu
(21%).

C. VISI DAN MISI


Visi dan Misi Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 mengikuti Visi dan Misi
Presiden Republik Indonesia yaitu “Terwujudnya Indonesia maju yang berdaulat,
mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong”. Upaya untuk mewujudkan
visi ini dilaksanakan melalui 9 misi pembangunan yaitu:
1. Peningkatan kualitas manusia Indonesia;
2. Struktur ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing.
3. Pembangunan yang merata dan berkeadilan
4. Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan.
5. Kemajuan budaya yang mencerminkan kepribadian bangsa.
6. Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan tepercaya.
7. Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh
warga.
8. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan tepercaya.
9. Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka Negara Kesatuan.
7|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Untuk mewujudkan visi dan misi Presiden, Kementerian Kesehatan menetapkan 5


tujuan strategis yakni:
1. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat melalui pendekatan siklus hidup.
2. Penguatan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan.
3. Peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit dan pengelolaan kedaruratan
kesehatan masyarakat.
4. Peningkatan sumber daya kesehatan.
5. Peningkatan tata kelola yang baik, bersih, dan inovatif.

D. TUGAS, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 64 tahun 2015
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan terjadi perubahan SOTK
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menjadi
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit memiliki 1 Sekretariat dan 5 Direktorat yakni:
1. Sekretariat Direktorat Jenderal.
2. Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan (SKK)
3. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML)
4. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik
(P2PTVZ)
5. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM)
6. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza
(P2PMKJN)

Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai tugas


menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pencegahan dan
pengendalian penyakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit melaksanakan fungsi antara lain sebagai berikut:
1. Perumusan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit
zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang surveilans epidemiologi dan karantina,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor, penyakit
zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan Narkotika,
Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
3. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria di bidang surveilans
epidemiologi dan karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular,
penyakit tular vektor, penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya
kesehatan jiwa dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang surveilans epidemiologi dan
karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,

8|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang surveilans epidemiologi dan
karantina, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, penyakit tular vektor,
penyakit zoonotik, dan penyakit tidak menular, serta upaya kesehatan jiwa dan
Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif lainnya (NAPZA);
6. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian
Penyakit; dan
7. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.

Struktur organisasi Ditjen P2P mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 64 Tahun 2015 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian
Kesehatan sebagai berikut:
Gambar 1.1
Struktur Organisasi
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P)

E. SUMBER DAYA MANUSIA


Pada tahun 2020, jumlah pegawai Ditjen P2P tersebar pada Satuan Kerja yang berada
pada Unit Pusat maupun Unit Pelaksana Teknis sebanyak 4.385 orang. Jumlah
pegawai pada Balai Besar/Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan
Penyakit (B/BTKLPP) sebanyak 723 orang (16,5%), Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) sebanyak 3104 orang (70,8%), dan jumlah pegawai Ditjen P2P pada kantor
pusat adalah 558 orang (12,7%) seperti dalam grafik berikut ini:

9|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 1.1
Distribusi Pegawai pada Ditjen P2P Tahun 2020

Sumber data : Bagian Kepagawaian dan Umum Tahun 2020 per tanggal 21 Desember 2020

Distribusi pegawai berdasarkan jabatan terbagi menjadi staf (jabatan pelaksana),


jabatan struktural, dan jabatan fungsional tertentu. Berdasarkan grafik dibawah ini,
maka jabatan paling banyak pada Ditjen P2P adalah jabatan pelaksana sebanyak
2.653 orang, jabatan struktural sebanyak 449 orang dan jabatan fungsional tertentu
sebanyak 1283 orang, seperti dalam grafik dibawah ini:
Grafik 1.2
Distribusi pegawai berdasarkan jabatan Tahun 2020

Sumber data : Bagian Kepagawaian dan Umum Tahun 2020 per tanggal 21 Desember 2020

Distribusi pegawai berdasarkan jabatan fungsional tertentu digambarkan dalam grafik


berikut ini dimana jabatan fungsional terbanyak adalah epidemiolog sebanyak 481
orang, sanitarian 207 orang dan entomolog sebanyak 184 orang, seperti dalam grafik
berikut ini:
10|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 1.3

Distribusi Pegawai Berdasarkan Jabatan Fungsional Tahun 2020

Sumber data : Bagian Kepegawaian dan Umum Tahun 2020, per tanggal 21 Desember 2020

F. SISTEMATIKA PENULISAN
1. Bab I Pendahuluan
Pada bab ini disajikan penjelasan umum organisasi, dengan penekanan kepada
aspek strategis organisasi serta permasalahan utama (strategic issue) yang sedang
dihadapi organisasi.

2. Bab II Perencanaan Kinerja


Bab ini menguraikan ringkasan/ikhtisar perjanjian kinerja Ditjen P2P Tahun 2020.

3. Bab III Akuntabilitas Kinerja


a. Capaian Kinerja Organisasi
Sub bab ini menyajikan capaian kinerja organisasi untuk setiap pernyataan
kinerja sasaran strategis organisasi sesuai dengan hasil pengukuran kinerja
organisasi.

b. Realisasi Anggaran
Sub bab ini menguraikan tentang realisasi anggaran yang digunakan dan telah
digunakan untuk mewujudkan kinerja organisasi sesuai dengan dokumen
Perjanjian Kinerja.

4. Bab IV Penutup
Bab ini menguraikan simpulan umum atas capaian kinerja organisasi serta langkah
di masa mendatang yang akan dilakukan organisasi untuk meningkatkan kinerjanya.

11|
BAB II
PERENCANAAN
KINERJA
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

BAB II
PERENCANAAN KINERJA

A. PERENCANAAN KINERJA
Perencanaan kinerja merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang
ingin dicapai selama kurun waktu satu sampai dengan lima tahun secara sistematis
dan berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala
yang ada atau yang mungkin timbul. Direktorat Jenderal P2P telah menyusun
Rencana Aksi Program (RAP) Tahun 2020-2024 yang mengacu kepada Rencana
Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan dan RPJMN Tahun 2020-2024. Dalam
Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2020-2024 telah ditetapkan sasaran strategis
yakni:
1. Meningkatnya kesehatan ibu, anak dan gizi masyarakat;
2. Meningkatnya ketersediaan dan mutu fasilitas pelayanan kesehatan dasar dan
rujukan;
3. Meningkatnya pencegahan dan pengendalian penyakit serta pengelolaan
kedaruratan kesehatan masyarakat;
4. Meningkatnya akses, kemandirian dan mutu kefarmasian dan alat kesehatan;
5. Meningkatnya pemenuhan SDM Kesehatan dan kompetensi sesuai standar;
6. Terjaminnya pembiayaan kesehatan;
7. Meningkatnya sinergisme pusat dan daerah serta meningkatnya tata kelola
pemerintahan yang baik dan bersih;
8. Meningkatnya efektivitas pengelolaan litbangkes dan sistem informasi kesehatan
untuk pengambilan keputusan.

Sasaran strategis Kementerian Kesehatan terkait Program Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit yakni meningkatkan pencegahan dan pengendalian penyakit
serta pengelolaan kedaruratan kesehatan masyarakat dijabarkan melalui Indikator
Kinerja Strategis yakni:
1. Menurunnya insidensi TB menjadi 190 per 100.000 penduduk pada tahun 2024;
2. Menurunnya insidensi HIV menjadi 0,18% pada tahun 2024;
3. Meningkatkan eliminasi malaria di 405 kab/kota pada tahun 2024;
4. Kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap sebanyak 95%
pada tahun 2024;
5. Meningkatnya Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
dan penyakit menular lainnya termasuk NTD sebanyak 514 Kabupaten/Kota
pada tahun 2024;
6. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas dalam pencegahan dan
pengendalian KKM sebesar 86% pada tahun 2024.

Guna mencapai sasaran strategis, disusun strategi Program P2P yang mengacu
pada strategi Kementerian Kesehatan yakni:

12|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

a. Perluasan cakupan deteksi dini Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular,
termasuk pencapaian cakupan SPM Bidang Kesehatan;
b. Peningkatan inovasi pengendalian vektor, termasuk pengendalian vektor
terpadu, dan pengendalian vektor secara biologis;
c. Penguatan tata laksana penanganan penyakit dan cedera;
d. Penguatan sanitasi total berbasis masyarakat;
e. Peningkatan akses air bersih dan perilaku higienis;
f. Penguatan legislasi, kebijakan dan pembiayaan untuk kegawatdaruratan
kesehatan masyarakat;
g. Peningkatan advokasi dan komunikasi;
h. Peningkatan program pencegahan resistensi antibiotika, penyakit zoonosis,
keamanan pangan, manajemen biorisiko;
i. Penguatan sistem laboratorium nasional, termasuk laboratorium kesehatan
masyarakat untuk penguatan surveilans;
j. Penguatan reporting dan real time surveillance untuk penyakit berpotensi wabah
dan penyakit baru muncul (new emerging diseases);
k. Membangun sistem kewaspadaan dini;
l. Membangun kemampuan fasyankes untuk respon cepat;
m. Peningkatan kemampuan daerah termasuk Sumber Daya Manusia.

Dalam rangka menjamin tercapainya Tujuan Strategis, Sasaran Strategis, dan


Indikator Sasaran Strategis, maka ditetapkan Sasaran Program, Indikator Kinerja
Program (IKP), Sasaran Kegiatan, dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK). Sasaran
Program dan IKP Ditjen P2P telah ditetapkan dalam RAP Tahun 2020-2024 dengan
penyesuaian pada tugas pokok dan fungsi Ditjen P2P. Sasaran program P2P adalah
menurunnya penyakit menular, penyakit tidak menular serta meningkatnya kesehatan
jiwa, yang ditandai dengan Indikator Kinerja Program (IKP) yakni:
1. Persentase Orang dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi ARV (ODHA on
ART) sebesar 60% pada akhir tahun 2024;
2. Persentase angka keberhasilan pengobatan TBC (TBC succes rate) sebesar
90% pada akhir tahun 2024;
3. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria sebanyak 405
kabupaten/kota pada akhir tahun 2024;
4. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi kusta sebanyak 514 kabupaten/kota
pada akhir tahun 2024;
5. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi sebanyak 190
kabupaten/kota pada akhir tahun 2024;
6. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan perokok usia < 18 tahun
sebanyak 350 kabupaten/kota pada akhir tahun 2024;
7. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
sebanyak 514 kabupaten/kota pada akhir tahun 2024;
8. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap anak
usia 0-11 bulan sebesar 95% pada akhir tahun 2024;
9. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa
dan penyalahgunaan napza sebanyak 514 kabupaten/kota pada akhir tahun
2024;

13|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

10. Persentase kabupaten/kota yang mempunyai kapasitas dalam pencegahan dan


pengendalian KKM sebesar 86% pada akhir tahun 2024;
11. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi penyakit infeksi tropis
terabaikan sebanyak 472 kabupaten/kota pada akhir tahun 2024.

Indikator Kinerja Program Ditjen P2P tahun 2020-2024 digambarkan dalam tabel
berikut ini:
Tabel 2.1
Indikator Kinera Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2020-2024

SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET


PROGRAM PROGRAM 2020 2021 2022 2023 2024
Menurunnya 1. Persentase Orang 40 45 50 55 60
penyakit Dengan HIV-AIDS yang
menular, menjalani Terapi ARV
penyakit tidak (ODHA on ART)
menular serta 2. Persentase angka 90 90 90 90 90
meningkatnya keberhasilan pengobatan
kesehatan jiwa TBC (TBC succes rate)
3. Jumlah kabupaten/kota 325 345 365 385 405
yang mencapai eliminasi
malaria
4. Jumlah kabupaten/kota 416 436 458 482 514
dengan eliminasi kusta
5. Jumlah kabupaten/kota 80 93 106 150 190
endemis filariasis yang
mencapai eliminasi
6. Jumlah kabupaten/kota 50 100 175 275 350
yang melakukan
pencegahan perokok usia
< 18 tahun
7. Jumlah kabupaten/kota 52 129 232 360 514
yang melakukan
pencegahan dan
pengendalian PTM
8. Persentase 79,3 83,8 87,9 91,6 95
kabupaten/kota yang
mencapai 80% imunisasi
dasar lengkap anak usia
0-11 bulan
9. Jumlah kabupaten/kota 330 380 430 480 514
yang melaksanakan
deteksi dini masalah
kesehatan jiwa dan
penyalahgunaan napza

14|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

SASARAN INDIKATOR KINERJA TARGET


PROGRAM PROGRAM 2020 2021 2022 2023 2024
10. Persentase 56 65 74 83 86
kabupaten/kota yang
mempunyai kapasitas
dalam pencegahan dan
pengendalian KKM
11. Jumlah kabupaten/kota 42 172 283 383 472
yang mencapai eliminasi
penyakit infeksi tropis
terabaikan
12. Persentase faktor resiko 86 89 93 97 100
penyakit di pintu masuk
yang dikendalikan
13 Persentase rekomendasi 80 85 90 95 100
hasil surveilans faktor
risiko dan penyakit
berbasis laboratorium
yang dimanfaatkan

B. PERJANJIAN KINERJA
Perjanjian kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
merupakan dokumen pernyataan dan kesepakatan kinerja antara Direktur Jenderal
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit dengan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia untuk mewujudkan target-target Indikator Kinerja Program Ditjen P2P.
Perjanjian Kinerja Ditjen P2P disusun berdasarkan pada indikator yang tertuang
dalam Rencana Rencana Aksi Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2020-2024 dan telah mendapat persetujuan anggaran. Perjanjian Kinerja
Ditjen P2P Tahun 2020 telah ditandatangani, didokumentasikan dan ditetapkan
setelah turunnya DIPA Tahun 2020 pada bulan Desember 2019. Perjanjian Kinerja
Ditjen P2P telah mengalami revisi pada bulan Agustus 2020 sehubungan dengan
terbitnya Renstra Kemenkes dan RAP Tahun 2020-2024. Target-target kinerja
sasaran kegiatan yang ingin dicapai Ditjen P2P dalam dokumen Perjanjian Kinerja
Tahun 2020 adalah sebagai berikut:

15|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Tabel 2.2
Perjanjian Kinerja
Program Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit
Tahun 2020

No Sasaran Indikator Kinerja Target

1. Menurunnya 1. Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang 40%


penyakit menular, menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)
penyakit tidak 2. Persentase angka keberhasilan pengobatan 90%
menular serta TBC (TBC succes rate)
meningkatnya 3. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 325
kesehatan jiwa eliminasi malaria kab/kota
4. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi 416
kusta kab/kota
5. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis 80 kab/kota
yang mencapai eliminasi
6. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 50 kab/kota
pencegahan perokok usia < 18 tahun
7. Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 52 kab/kota
pencegahan dan pengendalian PTM
8. Persentase kabupaten/kota yang mencapai 330
80% imunisasi dasar lengkap anak usia 0- kab/kota
11 bulan
9. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan 79,3%
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan
penyalahgunaan napza
10. Persentase kabupaten/kota yang 56%
mempunyai kapasitas dalam pencegahan
dan pengendalian KKM
11. Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 42 kab/kota
eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan
12. Persentase faktor resiko penyakit di pintu 86%
masuk yang dikendalikan
13. Persentase rekomendasi hasil surveilans 80%
faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan

Pada Perjanjian Kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020
telah dialokasikan anggaran sebesar Rp. Rp. 3.479.552.838.000

16|
BAB III
AKUNTABILITAS
KINERJA
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA

A. CAPAIAN KINERJA
Tahun 2020 merupakan tahun pertama pelaksanaan Rencana Aksi Program
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020-2024. Pengukuran kinerja
dilakukan dengan membandingkan capaian kinerja dengan target kinerja dari masing-
masing indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja. Berikut adalah
target dan capaian indikator program pencegahan dan pengendalian penyakit tahun
2020:
Tabel 3.1
Target dan Capaian Indikator Program P2P Tahun 2020
NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA
1 Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang 40% 26,3% 65,8%
menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)
2 Persentase angka keberhasilan pengobatan 90% 91,05% 101,2%
TBC (TBC succes rate)
3 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 325 318 97,8%
eliminasi malaria Kab/Kota Kab/Kota
4 Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi 416 401 96,4%
kusta Kab/Kota Kab/Kota
5 Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis 80 Kab/Kota 64 80%
yang mencapai eliminasi Kab/Kota
6 Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 50 Kab/Kota 19 38%
pencegahan perokok usia < 18 tahun Kab/Kota
7 Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 52 Kab/Kota 2 Kab/Kota 3,8%
pencegahan dan pengendalian PTM
8 Persentase kabupaten/kota yang mencapai 79,3% 32,7% 41,2%
80% imunisasi dasar lengkap anak usia 0-
11 bulan
9 Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan 330 205 62,1%
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan Kab/Kota Kab/Kota
penyalahgunaan napza
10 Persentase kabupaten/kota yang 56% 56% 100%
mempunyai kapasitas dalam pencegahan
dan pengendalian KKM
11 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 42 Kab/Kota 18 42,9%
eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan Kab/Kota
12 Persentase faktor resiko penyakit di pintu 86% 99,9% 116,2%
masuk yang dikendalikan

17|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

NO INDIKATOR TARGET CAPAIAN KINERJA


13 Persentase rekomendasi hasil surveilans 80% 48% 60%
faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan
Rata-Rata Capaian 72,4%

Dari 13 indikator pada Perjanjian Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan


Pengendalian Penyakit Tahun 2020, terdapat 3 indikator yang mencapai/melebihi target
yang ditetapkan sedangkan 10 indikator tidak mencapai target, sehingga rata-rata
capaian kinerja sebesar 72,4%. Jika dibandingkan dengan rata-rata capaian tahun 2019,
maka rata-rata capaian tahun 2020 (72,4%) lebih rendah dari tahun 2019 (147%).
Gambaran atas upaya peningkatan pencegahan dan pengendalian penyakit pada tahun
2020 dijelaskan pada 13 Indikator Kinerja Program P2P di bawah ini:

1. Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)
sebesar 40%
a. Penjelasan Indikator
Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) adalah orang yang secara positif didiagnosa
terinfeksi HIV/AIDS. Indikator ODHA on ART merupakan salah satu indikator
dalam pencegahan dan pengendalian penyakit HIV AIDS. Untuk memutuskan
mata rantai penularan HIV AIDS untuk mengakhiri AIDS pada tahun 2030, maka
diharapkan setiap ODHA yang ditemukan diobati, sehingga virus dapat tersupresi
(jumlah virus didalam tubuh sangat rendah) dan tidak lagi berpotensi menularkan
kepada orang lain.

b. Defenisi Operasional
Jumlah Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) yang sedang menjalani terapi obat Anti
Retro Virus (ARV) terus menerus, baik pada ODHA yang baru memulai terapi di
tahun ini maupun ODHA yang memulai terapi dari tahun-tahun sebelumnya.

c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah ODHA Dengan HIV AIDS (ODHA)
Persentase Orang
yang sedang menjalani terapi obat Anti
Dengan HIV-AIDS
Retro Virus (ARV) terus menerus (ODHA
yang menjalani
on ART) x 100%
Terapi ARV (ODHA =
Jumlah estimasi ODHA dalam kurun
on ART)
waktu tertentu

d. Capaian Indikator
Perhitungan capaian indikator ODHA on ART pada tahun 2015-2019 berbeda
dengan tahun 2020. Capaian ODHA on ART tahun 2015-2019 dihitung dari
ODHA yang masih mendapatkan ARV dibandingkan dengan ODHA yang
ditemukan dan memenuhi syarat untuk mendapatkan pengobatan. ODHA yang
memenuhi syarat untuk memulai terapi ARV dengan melihat hasil pemeriksaan
laboratorium untuk mengukur fungsi hati, fungsi ginjal atau pemeriksaan
18|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

laboratorium penunjang lainnya dan hasil CD4. Pada tahun 2020-2024, indikator
dihitung dengan membandingkan antara jumlah ODHA yang sedang menjalani
terapi obat Anti Retro Virus (ARV) terus menerus (ODHA on ART) dibagi dengan
jumlah estimasi ODHA, dalam kurun waktu tertentu. Penerapan kebijakan test
dan treat all, tanpa melihat hasil pemeriksaan laboratorium untuk CD4, fungsi hati
maupun fungsi ginjal. Adanya perbedaan denominator tahun 2015 – 2019 yaitu
ODHA yang memenuhi syarat untuk memulai terapi ARV sedangkan
denominator tahun 2020 – 2024 yaitu jumlah estimasi ODHA, mempengaruhi
pencapaian indikator yang telah ditetapkan. Capaian indikator persentase ODHA
on ART tahun 2018-2020 digambarkan dalam grafik dibawah ini:

Grafik 3.1
Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2018-2020

Sumber data : Laporan Subdit HIV AIDS per 13 Januari 2021

Capaian indikator ODHA on ART pada tahun 2020 sebesar 26,31% dari target
40% dengan capaian kinerja sebesar 65,7%. Jika dibandingkan dengan tahun
2019 dan 2018, capaian tahun 2020 lebih rendah dibandingkan dengan capaian
tahun 2018 (55,61%) dan tahun 2019 (49,48%). Bila dibandingkan dengan target
jangka menengah maka perbandingannya terlihat dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.2
Target dan Capaian Persentase ODHA on ART Tahun 2020-2024

Sumber data : Laporan Subdit HIV AIDS per 13 Januari 2021


19|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Dari grafik diatas terlihat bahwa, capaian indikator tahun 2020 tidak berjalan
sesuai dengan yang ditargetkan karena adanya pandemi COVID-19 tetapi pada
tahun 2021 akan dilakukan akselerasi percepatan pencapaian sehingga
diharapkan target tahun 2021-2024 berjalan on track.

Dari data cascading HIV dan ART sampai Desember 2020 menunjukkan target
ODHA on ART tahun 2020 sebesar 40%, berdasarkan data SIHA online bulan
Desember tahun 2020, jumlah estimasi ODHA tahun 2020 sebanyak 543.100 orang,
jumlah ODHA yang ditemukan sebanyak 418.961 orang (77%) dimana sebanyak
316.191 (58%) ODHA masih hidup dan ODHA yang meninggal sebanyak 102.770
orang. Jumlah ODHA on ART sebanyak 142.871 orang (26,3%) dan Loss to Follow
Up (LFU) sebanyak 65.772 orang (12%) dan yang stop pengobatan sebanyak 6.914
orang (1.27%). Untuk ODHA yang diperiksa viral load sebanyak 31.624 orang dan
yang virusnya tersupresi sebanyak 27.303 orang (86,3%). Tingginya angka LFU
ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain akses layanan pengobatan, jam
operasional layanan kesehatan, ODHA merasa sudah sehat, dan adanya
kebosanan ODHA untuk menelan ARV. Setiap tahun angka ini dapat disesuaikan
dengan data cascade yang dicatat dan dilaporkan dalam SIHA. Upaya
pencegahan dan pengendalian HIV akan berdampak pada penurunan angka
kesakitan yang dapat diukur melalui insidensi, prevalensi dan angka kematian
akibat AIDS. Secara lengkap dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.3
Cascade HIV dan ART sampai Desember 2020

Sumber data : Laporan Subdit HIV AIDS per 13 Januari 2021

Tren temuan kasus HIV dan AIDS sejak tahun 2016 – 2019 menunjukkan bahwa
kasus HIV setiap tahun berada pada angka 40.000 – 50.000 kasus sedangkan
pada tahun 2020 mengalami penurunan. Kasus AIDS digambarkan kurang dari
10.000 kasus per tahun sejak 2019. Kebijakan pengendalian HIV adalah
melakukan tes dan pengobatan (test and Treat) dimana setiap kasus yang
ditemukan harus mendapatkan pengobatan. Kebijakan ini diharapkan dapat
menekan kasus yang terlambat mendapatkan akses pengobatan sehingga
ODHA lebih dini mendapatkan tatalaksana yang baik dan memiliki kualitas hidup
yang optimal dan sehat. Tujuan akhirnya adalah dapat menekan angka kematian
20|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

yang berhubungan dengan AIDS sekaligus mendukung pemerintah dalam


meningkatkan SDM yang berkualitas dan memiliki daya saing. Secara lengkap
trend kasus HIV/AIDS digambarkan dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.4
Jumlah Kasus HIV dan Kasus AIDS Tahun 2016 – September 2020*

Sumber data : Laporan Subdit HIV AIDS per 13 Januari 2021

Bila dibandingkan dengan indikator RPJMN dan indikator sasaran strategis


dalam Renstra Kementerian Kesehatan yakni menurunnya insidens HIV menjadi
0,21 per 1.000 penduduk yang tidak terinfeksi HIV, maka keberhasilan indikator
ODHA on ART dapat mempengaruhi insidensi HIV. Bila ODHA teratur minum
ARV maka setelah 6 bulan virusnya akan tersupresi dan potensi penularan
kepada orang lain menjadi sangat rendah. Hal ini tentu dapat menekan terjadinya
infeksi baru. Saat ini data riil infeksi baru belum dapat dilihat dari sistem
pencatatan yang ada. Infeksi baru atau insidensi dapat diukur dengan
memasukkan data temuan kasus HIV, ODHA on ARV, angka penjangkauan,
pemanfaatan kondom dalam pencegahan dan beberapa variabel lain yang terkait
ke dalam tools AEM dan menghasilkan angka estimasi.

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Pada awal kasus HIV pertama kali ditemukan di Indonesia, arah kebijakan terus
berkembang. Pengobatan HIV awalnya dilaksanakan di level FKRTL (Rumah
Sakit) sementara layanan kesehatan dilevel layanan primer (Puskesmas) belum
semuanya mampu menemukan kasus HIV dan melakukan pengobatan untuk
kasus HIV yang ditemukan. Kebijakan pengobatan dilakukan ketika hasil CD4
ODHA kurang dari 200 kemudian menjadi kurang dari 350 sejalan dengan
ketersediaan ARV baik secara global maupun secara nasional. Hal ini
merupakan salah satu penyebab masih kurangnya ODHA yang menjalani
pengobatan ARV (ODHA on ART). Arah kebijakan terus berkembang, saat ini

21|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Indonesia memiliki kebijakan untuk melakukan tatalaksana semua kasus HIV


yang ditemukan tanpa memandang hasil CD4 atau menunggu hasil pemeriksaan
laboratorium untuk mengukur fungsi hati, fungsi ginjal atau pemeriksaan
laboratorium penunjang lainnya.

Kepatuhan atau aderen terhadap terapi antiretroviral (ART) juga merupakan


kunci keberhasilan pengobatan infeksi HIV. Aderen terhadap ART dipengaruhi
oleh sejumlah faktor, termasuk kondisi klinis pasien, kondisi sosial, jenis obat
yang dikonsumsi, dan hubungan pasien dengan penyedia layanan. Sebelum
dimulainya terapi ARV, setiap pasien diharapkan menerima dan mengetahui
informasi tentang penyakit HIV termasuk tujuan terapi yakni menekan jumlah
virus, menurunkan morbiditas dan mortalitas, mencegah penularan HIV melalui
kontak seks. Selain itu harus mengetahui jenis obat yg diberikan termasuk dosis
dan efek sampingnya, pentingnya patuh minum obat, serta risiko resistensi obat
jika tidak patuh. Meskipun demikian, informasi saja tidak cukup untuk menjamin
tingginya tingkat aderen. Pasien juga harus memiliki motivasi positif untuk
memulai dan mempertahankan terapi. Selain itu, ketidakpatuhan kadang
diakibatkan karena salah satu atau lebih dari beberapa faktor psikososial, seperti
depresi dan gangguan mental, gangguan neurokognitif, rendahnya pengetahuan
tentang kesehatan, rendahnya support social, konsumsi alkohol berlebihan,
pengguna napsa aktif, tunawisma, kemiskinan, menjaga rahasia status HIV,
penolakan, stigma. Selain itu, umur pasien juga mempengaruhi aderen.
khususnya, beberapa remaja dan pasien HIV dewasa muda merupakan
kelompok yang memiliki tantangan yang cukup besar dalam mencapai tingkat
kepatuhan. Kegiatan ambil obat untuk sehari-hari atau menggunakan sistem
pengingat obat atau organizer pil, juga terkait dengan kegagalan pengobatan.

Fasilitas layanan kesehatan juga berperan penting dalam keberhasilan atau


kegagalan aderen pengobatan. Perawatan multidisiplin komprehensif (seperti
manajer kasus, dokter, perawat, laboran dan petuigas pencatatan dan pelaopran)
akan meningkatkan keberhasilan dalam mensuport kebutuhan pasien. yang
sangat komplek, termasuk kebutuhan untuk kepatuhan berobat. Jumlah seluruh
fasilitas layanan Kesehatan di Indonesia adalah 13.058 fasyankes. Jumlah
fasyankes yang mampu memberikan konseling dan tes HIV sampai akhir
Desember 2020 adalah sebanyak 9.951 layanan atau 76,2% sedangkan jumlah
fasyankes yang memberikan layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan
(PDP) sebanyak 2.346 layanan rujukan dan 264 layanan satelit serta 6.222
layanan PIMS.

Tahun 2020, seluruh dunia termasuk Indonesia menghadapi pandemi COVID-19,


sehingga penerapan kebijakan pencegahan dan pengendalian HIV dan PIMS
juga tidak maksimal. Pembatasan pergerakan antar daerah dimasa pandemi
berpengaruh pada distribusi ARV dan kepatuhan ODHA. Kepatuhan ODHA
terhadap terapi antiretroviral (ART) menurun karena kekhawatiran dan ketakutan
untuk mengambil obat untuk sehari-hari.

22|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


Berbagai upaya terus dilakukan untuk mendekatkan akses layanan yang
berkualitas dan bermutu kepada masyarakat yang membutuhkan sekaligus dapat
meningkatkan akses ODHA untuk mendapatkan pengobatan ARV. Upaya yang
dilakukan untuk mencapai indikator ODHA on ART antara lain:
1. Meningkatkan kapasitas SDM, perluasan layanan ARV dan penguatan
layanan FKTP yang ada melalui rangkaian kegiatan Pelatihan PDP
(Perawatan, Dukungan dan Pengobatan) bagi petugas Kesehatan
sehingga akses fasyankes terutama FKTP dalam menemukan dan
melakukan tatalaksana HIV tanpa komplikasi dapat ditingkatkan. Akses
layanan yang dekat dengan masyarakat ini diharapkan dapat menekan
angka LFU dan setiap ODHA yang ditemukan dapat mencapai akses
pengobatan;
2. Penerapan kebijakan Test & Treat di semua layanan melalui Surat Edaran
Dirjen P2P nomor PR.01.05/I/1822/2019, tanggal 31 Jul 2019, perihal
Akselerasi ART pada tahun 2019-2020, untuk melakukan Akselerasi ART
dengan mengintensifkan penerapan kebijakan Test & Treat, penemuan
kasus lama yang belum ART dan Loss to Follow Up serta penemuan kasus
baru termasuk pada pasien IMS, TB dan Hepatitis;
3. Kampanye bulan pemeriksaan Viral Load yaitu pemeriksaan yang dilakukan
untuk melihat efektivitas terapi ARV pada ODHA pada bulan ke 6 dan bulan
ke 12 sejak mulai ARV.
4. Penguatan pendampingan ODHA oleh pendukung sebaya (komunitas)
maupun oleh Kader Kesehatan
5. Meningkatkan kerja sama lintas program dan lintas sektor dalam upaya
pencegahan dan pengendalian penularan HIV.
6. Peningkatan pengetahuan komprehensif melalui media KIE cetak dan
elektronik.

Gambar 3.1
Media KIE HIV AIDS

23|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

7. Penguatan sistem pencatatan dan pelaporan berbasis online dan real time
sehingga keberhasilan dari kebijakan yang telah dilaksanakan dapat terukur
dengan baik.
8. Membuat Protokol Pelaksanaan Layanan HIV AIDS selama pandemi
COVID-19 dimana Layanan Perawatan, Dukungan dan Pengobatan untuk
HIV AIDS dan IMS dilaksanakan sesuai standard precaution (kewaspadaan
standar) untuk pencegahan dan pengendalian infeksi. Bagi layanan PDP
termasuk PTRM (Program Terapi Rumatan Metadon) yang menjadi layanan
rujukan COVID-19 dapat memperimbangkan untuk mengalihkan layanan
PDP/ARV/PTRM tersebut ke layanan PDP/ARV/PTRM lain. Pemberian
persediaan obat ARV untuk masa 2-3 bulan dapat dipertimbangkan bagi
ODHA yang stabil, secara selektif dan hanya dilakukan jika persediaan ARV
mencukupi, selanjutnya pemberian multi bulan ARV (2-3 bulan)
diprioritaskan bagi ODHA yang tinggal di wilayah episentrum COVID-19,
kerjasama dengan komunitas/pendukung ODHA untuk memastikan kondisi
dan keberlangsungan ARV pada ODHA.

g. Kendala/masalah yang dihadapi


1. Pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang HIV dan pencegahan
penularannya masih perlu ditingkatkan
a) Obat ARV terdiri dari gabungan/paduan beberapa jenis obat yang harus
diminum seumur hidup, maka dengan itu diperlukan kepatuhan yang
tinggi (>95%) dan setiap pasien harus minum obat sesuai dosis dan
waktu yang ditentukan. Ketidakpatuhan dalam pengobatan akan
membuat ODHA resisten terhadap terapi dan risiko tinggi akan
menularkan virus ke orang lain.
b) Masih banyak kelompok di masyarakat yang masih awam terhadap risiko
penularan HIV, terutama masyarakat dengan keterbatasan sumber
informasi dan juga pada populasi remaja.
c) Belum terbangunnya kesadaran pada populasi berisiko untuk menolong
diri sendiri dan bertanggung jawab pada anggota keluarga serta
masyarakat dari risiko penularan HIV-AIDS dan IMS.
d) Kesadaran masyarakat termasuk populasi berisiko untuk mengetahui
status HIV nya masih relatif rendah.
e) Masih tingginya stigma dan perlakuan diskriminatif masyarakat dan
petugas kesehatan kepada ODHA, mempengaruhi kepatuhan keteraturan
minum obat ARV dan kegagalan intervensi pelaksanaan program HIV/
AIDS.

2. Terbatasnya ketersediaan layanan kesehatan komprehensif HIV-AIDS


dan IMS
a) Masih terbatasnya tim perawatan dukungan dan pengobatan (tim PDP)
bagi ODHA.
b) Jumlah dan kualitas fasilitas layanan kesehatan yang mampu
memberikan layanan kesehatan komprehensif terkait masih perlu
ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan.
24|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

c) Proses rujukan jaminan kesehatan membutuhkan waktu yang lebih untuk


membuat surat rujukan.

3. Hambatan dalam sistem pencatatan dan pelaporan serta monitoring dan


evaluasi
a) Pelaporan pelayanan kesehatan promosi, pencegahan, pengobatan dan
rehabilitasi terkait HIV dan IMS belum terintegrasi dalam sistem
informasi fasilitas layanan kesehatan.
b) Keterbatasan jumlah dan kapasitas SDM petugas pencatatan dan
pelaporan program HIV AIDS dan IMS.

h. Pemecahan Masalah
1. Perluasan layanan mampu tes dan pengobatan untuk HIV dan PIMS melalui
kegiatan pelatihan PDP.
2. Peningkatan edukasi atau konseling tentang pengobatan ARV secara
lengkap dan terus menerus kepada ODHA.
3. Penyediaan KIE mengikuti perkembangan teknologi saat ini dan edukasi
dikemas dalam bentuk video, leaflet, dan lain-lain, yang kemudian
ditayangkan dan diberikan kepada pasien dan keluarga, sehingga pasien
maupun keluarga bisa dengan mudah menerima informasi tentang
pengobatan ARV maupun penyakit HIV serta mendorong penggunaan
layanan kesehatan terkait HIV, AIDS dan IMS kepada individu dan
kelompok agar lebih aman dari risiko penularan HIV dan IMS.
4. Peningkatan kualitas layanan Kesehatan melalui workshop dan pelatihan
fasilitas pelayanan kesehatan. Fasyankes wajib melakukan pencatatan
perawatan, tindak lanjut perawatan pasien HIV dan pemberian ARV serta
mendokumentasikannya dalam rekam medis.
5. Melakukan integrasi layanan pada layanan rutin dan membentuk jejaring
layanan.
6. Pengembangan SIHA online 1.7 menjadi SIHA online 2.0 dimana berbasis
Android dan Web, wajib menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK)
dan terdapat informasi notifikasi dimana ODHA dapat melakukan
pengobatan di fasyankes yang diinginkan dengan menggunakan NIK.
7. Memberi pemahaman dan mendorong perilaku tidak beresiko pada individu
dan kelompok agar tidak terjadi penularan HIV dan IMS seperti intervensi
perubahan perilaku, konseling HIV, AIDS, dan IMS, edukasi penggunaan
kondom dan pelicin termasuk pemanfaatan alat suntik steril dan
pengurangan dampak buruk dengan terapi PTRM, penatalaksanaan IMS,
sirkumsisi, pengurangan dampak buruk pada pengguna napza suntik,
pencegahan Penularan HIV dan Sifilis dari Ibu ke Anak dan pemberian obat
antiretroviral profilaksis untuk pencegahan HIV.
8. Dukungan dan perberdayaan kelompok-kelompok dukungan sebaya (KDS)
sebagai mitra kerja yang efektif dalam mengurangi stigma dan diskriminasi
9. Penyebaran informasi yang berhubungan dengan penanggulangan
HIV/AIDS, peningkatan kapasitas bagi lembaga-lembaga swadaya
masyarakat, misalnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat yang ada di

25|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

daerah untuk memberikan informasi yang tepat tentang HIV/AIDS pada


masyarakat. Kegiatan seperti ini perlu dilakukan guna mencegah infeksi
baru pada masyarakat luas serta menurunkan stigma dan diskriminasi pada
penderita.

2. Persentase angka keberhasilan pengobatan TBC/ TBC Success Rate sebesar


90%
a. Penjelasan Indikator
Persentase angka keberhasilan pengobatan TBC/ Success Rate merupakan
indikator yang memberikan gambaran kualitas pengobatan TBC yaitu seberapa
besar keberhasilan pengobatan pada pasien TBC yang sudah mendapat
pengobatan dan dilaporkan. Angka ini menggambarkan besaran pasien TBC
yang berhasil dalam pengobatannya baik dengan kategori sembuh maupun
kategori pengobatan lengkap. Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) yang menjadi indikator kinerja program P2TB adalah Insidensi
TBC. Insidensi TBC adalah indikator yang memberikan gambaran beban
penyakit TB dan dapat memberikan petunjuk seberapa banyak jumlah kasus TB
yang baru muncul pada setiap tahunnya.

b. Definisi Operasional
Jumlah semua kasus TBC yang sembuh dan pengobatan lengkap di antara
semua kasus TBC yang diobati dan dilaporkan dalam satu tahun.

c. Rumus/cara perhitungan

Persentase angka Jumlah semua kasus TBC yang sembuh


keberhasilan dan pengobatan lengkap
x 100%
pengobatan TBC = Jumlah semua kasus TBC yang diobati
dan dilaporkan

d. Capaian Indikator
Indikator persentase angka keberhasilan pengobatan TBC (Success Rate)
merupakan indikator yang tetap dilanjutkan pada RAP P2P tahun 2020-2024.
Indikator ini mencapai target dari tahun 2016 tetapi tidak mencapai target tahun
2017-2019, meskipun demikian capaian success rate tahun 2016-2018
meningkat terus. Tahun 2020, indikator TBC success rate mencapai target
dengan capaian 91,05% dari target 90% dengan persentase kinerja sebesar
101.2%. Data ini masih bersifat sementara dengan kelengkapan laporan 83,6%.
Secara lengkap dapat dilihat pada grafik berikut:

26|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.5
Target dan Capaian
Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan TBC
Tahun 2016 – 2020

Sumber data : Laporan Subdit TBC per 13 Januari 2021

Indikator ini adalah indikator positif yang artinya jika semakin besar capaian
maka semakin baik kinerjanya dan sebaliknya jika semakin kecil capaian maka
semakin buruk kinerjanya. Bila dibandingkan dengan target jangka menengah
maka perbandingannya adalah sebagai berikut:
Grafik 3.6
Target dan Capaian
Persentase Angka Keberhasilan Pengobatan TBC
Tahun 2020-2024

Sumber data : Laporan Subdit TBC per 13 Januari 2021


27|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Dari grafik tersebut terlihat bahwa target indikator capaian angka keberhasilan
pengobatan di Indonesia sebesar 90% pada tahun 2020-2024 dan capaian
tahun 2020 on track karena telah mencapai target, meskipun demikian capaian
ini masih bersifat sementara karena belum semua data dan laporan diterima,
berdasarkan hasil capaian tahun 2016-2019, capaian dalam range 80%-90%,
maka prognosa capaian tahun 2020-2024 akan berada pada range yang sama.

Bila dibandingkan angka keberhasilan pengobatan di Indonesia dibandingkan


dengan negara lain di dunia, Indonesia menempati urutan ke-30 dari 48 negara
dengan angka keberhasilan pengobatan sebesar 83% pada tahun 2019. Tiga
negara dengan angka keberhasilan pengobatan tertinggi yakni Bangladesh
(94%), Cambodia (94%) dan China (94%). Secara lengkap terlihat dalam tabel
berikut ini:
Tabel 3.2
Angka keberhasilan pengobatan di dunia Tahun 2019

Sumber data : Global TBC Report, 2020

28|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Bila dibandingkan dengan indikator RPJMN dan indikator strategis Renstra


Kementerian Kesehatan yakni menurunnya insidensi TBC per 100.000
penduduk, maka angka keberhasilan pengobatan akan mempengaruhi
insidensi TBC. Data Global Report TB, 2020 menujukkan insidensi TBC di
Indonesia sebesar 312 per 100.000 penduduk pada tahun 2019, menurun bila
dibandingkan dengan insidensi TBC tahun 2018 yakni 316 per 100.000
penduduk. Angka insidensi menggambarkan jumlah kasus TBC di populasi,
tidak hanya kasus TBC yang datang ke pelayanan kesehatan dan dilaporkan ke
program. Angka ini dipengaruhi oleh kondisi masyarakat termasuk kemiskinan,
ketimpangan pendapatan, akses terhadap layanan kesehatan, gaya hidup, dan
buruknya sanitasi lingkungan yang berakibat pada tingginya risiko masyarakat
terjangkit TBC. Insidensi TBC dengan angka keberhasilan pengobatan memiliki
hubungan negatif yang artinya jika angka keberhasilan pengobatan semakin
tinggi, maka insidensi TBC akan menurun dan sebaliknya angka keberhasilan
pengobatan semakin tinggi berarti penderita TBC yang sembuh semakin
banyak dan kemungkinan untuk menularkan akan berkurang. Jika penularan
berkurang maka jumlah penderita TBC di populasi juga berkurang, dengan
demikian insidensi juga menurun. Pemantauan insiden TBC diperlukan untuk
mengetahui penyebaran kasus baru TBC dan kambuh TBC di masyarakat.
Insidensi TBC tidak hanya dipengaruhi oleh angka keberhasilan pengobatan
saja tetapi juga cakupan penemuan kasus (TBC coverage).

Secara global, diperkirakan ada sebanyak 10 juta kasus TBC pada tahun 2019,
namun demikian angka ini telah menurun secara perlahan akhir-akhir ini.
Berdasarkan letak geografisnya, kasus TBC pada tahun 2019 paling banyak di
regional Asia Tenggara (44%), Afrika (25%) dan Pasifik Barat (18%), dan
persentase yang sedikit di Timur Tengah (8,2%), Amerika (2,9%) dan Eropah
(2,5%). Ada 8 negara dengan jumlah kasus dua per tiga dari total kasus global,
yaitu India (26%), Indonesia (8,5%), Cina (8,4%), Filipina (6%), Pakistan
(5,7%), Nigeria (4,4%), Bangladesh (3,6%) dan Afrika Selatan (3,6%). Dari
daftar 30 negara dengan beban kasus TBC yang tinggi tersisa 22 negara
dengan total 21% dari jumlah kasus global.

Berdasarkan Badan Kesehatan Dunia (World Health Organization/ WHO) yang


dimuat pada Global TB report 2020, indikator yang dipakai dalam mencapai
tujuan “End the Global TB epidemic” adalah jumlah kematian akibat TBC per
tahun, angka kejadian (incidence rate) per tahun serta persentase rumah
tangga yang menanggung biaya pengobatan TBC. Menurut laporan TB Global
Report, 2020, angka kejadian (insidensi) TBC tahun 2019 adalah 312 per
100.000 (sekitar 845.000 pasien TBC), dan 2,2% (19.000 kasus) diantaranya
dengan TB/HIV. Angka kematian TBC adalah 34 per 100.000 penduduk (jumlah
kematian 92.000) tidak termasuk angka kematian akibat TBC/HIV. WHO
memperkirakan ada 24.000 kasus MDR di Indonesia. Secara lengkap terlihat
dalam tabel berikut ini:

29|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Tabel 3.3
Estimasi Beban TBC tahun 2019

Sumber data : Global TBC Report Tahun 2020

e. Analisa Penyebab Keberhasilan


Indikator persentase cakupan keberhasilan pengobatan TBC tahun 2020
mencapai target. Data ini masih merupakan data sementara dan bisa berubah
setelah semua Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan. Tercapainya
target disebabkan karena berbagai ekspansi yang sudah dilaksanakan seperti
ekspansi laboratorium pemeriksaan TB, ekspansi fasilitas pelayanan TBC RO
sehingga mendukung meningkatnya kasus TB yang ditemukan dan diobati, peran
pengawas menelan obat dan fasilitas layanan kesehatan yang semakin baik, serta
telah dilaksanakannya moping up/penyisiran kasus ke RS yang ada di Provinsi
dan Kabupaten/ Kota.

30|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


1. Peningkatan notifikasi kasus dengan pelaksanaan Mopping Up/ penyisiran
kasus ke rumah sakit-rumah sakit baik rumah sakit pemerintah maupun
swasta.
2. Perbaikan sistem pencatatan dan pelaporan dengan melakukan link dengan
SIMRS dan penyedia layanan mandiri (swasta).
3. Penerapan Mandatory Notification yang lebih tegas.
4. Link dengan sistem informasi BPJS untuk peningkatan Case Finding dan
kualitas pengobatan.
5. Intensified TBC Case Findings dari Fasilitas Kesehatan dan Komunitas.
6. Menegaskan lagi kewajiban melakukan pemeriksaan konfirmasi bakteriologis
untuk semua terduga TBC.
7. Regulasi yang lebih ketat mengenai pemberian pengobatan dan
pengawasan.
8. Pelaksanaan investigasi kontak berdasarkan panduan yang telah
didiseminasi ke seluruh provinsi.
9. Pelaksanaan penemuan kasus TBC pada populasi risiko tinggi seperti pada
pasien diabetes di puskesmas dan faskes rujukan sesuai panduan yang
telah didiseminasi ke seluruh provinsi.
10. Adanya sistem informasi TBC yang baru (TBC information system/ SITB)
telah menyambungkan jejaring sistem rujukan internal dan eksternal yang
sudah mengintegrasikan puskesmas, rumah sakit dan laboratorium rujukan.
11. Pengiriman umpan balik hasil entri SITT dan hasil penyisiran kasus ke
rumah sakit yang ada di provinsi dan kabupaten/ kota.
12. Pelaksanaan dan monitoring Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Strategi
Nasional (Stranas) TBC.
13. Pendekatan Multi-Sectoral Accountability Framework (MAF) dengan
disusunnya Perpres.
14. Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030. Dalam rangka Gerakan
Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030, Presiden Jokowi mengadakan
Kunjungan Kerja bidang kesehatan di Cimahi pada tanggal 29 Januari 2020
yang berlokasi di Cimahi Techno Park, Cimahi, Jawa Barat. Tujuan dari
adanya Gerakan Bersama ini adalah mendorong penetapan TBC sebagai
prioritas pembangunan kesehatan nasional dan harmonisasi kegiatan
dengan seluruh Lembaga dan Kementerian yang ada serta sumber daya
para pemangku kepentingan dalam mencapai Eliminasi TBC 2030. Selain
itu, acara ini turut mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk proaktif dalam
upaya untuk mengakhiri TBC di Indonesia. Presiden secara tegas
menyatakan dukungan atas dilaksanakannya kegiatan tersebut, mengingat
pembangunan sumber daya manusia merupakan salah satu fokus kerja
pemerintah dalam 5 tahun ke depan

31|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Gambar 3.2
Penyampaian dukungan Presiden RI dalam pencanangan
Gerakan Bersama Menuju Eliminasi TBC 2030

15. Kampanye Hari Tuberkulosis Sedunia. Pada tanggal 24 Maret 2020,


diperingati sebagai Hari Tuberkulosis Sedunia. Subdit Tuberkulosis bersama
Mitra mengadakan kegiatan berupa pembuatan Microsite HTBS yang
berisikan materi KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) berdasarkan
strategi komunikasi TBC. Program Penanggulangan TBC juga berupaya
untuk meningkatkan awareness public terkait pencegahan dan pengendalian
TBC dengan Talking Points yang diisi oleh tokoh dan Public Figure seperti
Menteri Kesehatan RI, dr Reisa, Kaka Slank, dan lain sebagainya yang di
sebar di media sosial.

Gambar 3.3
Talking Points Menteri Kesehatan RI
Peringatan Hari TBC Sedunia Tahun 2020
32|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

g. Kendala/masalah yang dihadapi


Adanya pandemi COVID-19 mempengaruhi pelaksanaan program TB antara lain:
1. Pengelolaan sumber daya program TBC yang belum memadai dan
diperbantukan dalam penanggulangan pandemi COVID-19
2. Penggunaan alat tes cepat molekuler (TCM) untuk mendukung diagnosa
TBC dan TBC resisten obat juga dipergunakan untuk diagnosa COVID-19.
3. Belum semua kasus TBC berhasil dijangkau, investigasi kontak belum
maksimal yang dikarenakan adanya kekhawatiran dan ketakutan masyarakat
untuk mengunjungi fasilitas kesehatan.
4. Pasien tidak datang mengambil obat.
5. Monitoring terganggu karena pasien tidak mengumpulkan dahak.
6. Laboratorium rujukan berhenti melakukan pemeriksaan terduga TBC.
7. Pengawasan minum obat terganggu.
8. Enabler tidak bisa diberikan secara rutin.
9. Fasyankes berhenti memberikan layanan TBC Resisten Obat (TBRO).
10. Monitoring pengobatan terganggu karena terkendala pengiriman spesimen.

h. Pemecahan Masalah
Untuk mencapai target, Program TBC melaksanakan kegiatan yang berdasarkan
6 strategi yaitu:
1) Penguatan Kepemimpinan Program TBC di Kabupaten/Kota
- Promosi: Advokasi, Komunikasi dan Mobilisasi Sosial
- Regulasi dan peningkatan pembiayaan
- Koordinasi dan sinergi program
2) Peningkatan Akses Layanan “TOSS-TBC” yang Bermutu
- Peningkatan jejaring layanan TBC melalui PPM (public-private mix)
- Penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat
- Peningkatan kolaborasi layanan melalui TBC-HIV, TBC-DM, MTBCS,
PAL, dan lain sebagainya
- Inovasi diagnosis TBC sesuai dengan alat / saran diagnostik yang baru
- Kepatuhan dan Kelangsungan pengobatan pasien atau Case holding
- Bekerjasama dengan asuransi kesehatan dalam rangka Cakupan
Layanan Semesta (health universal coverage).
3) Pengendalian Faktor Risiko
- Promosi lingkungan dan hidup sehat.
- Penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi TBC.
- Pengobatan pencegahan dan imunisasi TBC.
- Memaksimalkan penemuan TBC secara dini, mempertahankan cakupan
dan keberhasilan pengobatan yang tinggi.
4) Peningkatan Kemitraan melalui Forum Koordinasi TBC
- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TBC di pusat
- Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TBC di daerah
5) Peningkatan Kemandirian Masyarakat dalam Penanggulangan TBC
- Peningkatan partisipasi pasien, mantan pasien, keluarga dan masyarakat.
- Pelibatan peran masyarakat dalam promosi, penemuan kasus, dan
dukungan pengobatan TBC.

33|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

- Pemberdayan masyarakat melalui integrasi TBC di upaya kesehatan


berbasis keluarga dan masyarakat.
6) Penguatan Sistem kesehatan
- Sumber Daya Manusia yang memadai dan kompeten.
- Mengelola logistic secara efektif.
- Meningkatkan pembiayaan, advokasi dan regulasi.
- Memperkuat Sistem Informasi Startegis, surveilans proaktif termasuk
kewajiban melaporkan (mandatory notification).
- Jaringan dalam penelitian dan pengembangan inovasi program.

3. Jumlah kab/kota yang mencapai eliminasi malaria sebesar 325 kab/kota


a. Penjelasan Indikator
Tujuan program malaria di Indonesia adalah untuk mencapai eliminasi malaria
yang ditegaskan melalui Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor.
293/Menkes/SK/IV/2009 tanggal 28 April 2009 tentang Eliminasi Malaria di
Indonesia dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor. 443.41/465/SJ
tanggal 8 Februari 2010 kepada seluruh Gubernur dan Bupati/Walikota tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Eliminasi Malaria di Indonesia yang harus
dicapai secara bertahap mulai dari tahun 2010 sampai seluruh wilayah Indonesia
bebas malaria selambat-lambatnya tahun 2030. Hal tersebut juga telah
disepakati oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo bersama kepala
negara lainnya di kawasan Asia-Pasifik dalam acara East Asia Summit yang ke-9
di Myanmar. Untuk mencapai tujuan tersebut eliminasi malaria adalah suatu
upaya untuk menghentikan penularan malaria setempat dalam satu wilayah
geografi tertentu, dan bukan berarti tidak ada kasus malaria impor serta sudah
tidak ada vektor di wilayah tersebut, sehingga tetap dibutuhkan kegiatan
kewaspadaan untuk mencegah penularan kembali. Kabupaten/kota yang telah
memenuhi persyaratan dasar eliminasi malaria harus mengirimkan surat
pengajuan penilaian eliminasi kepada Subdit Malaria Ditjen P2P, kemudian tim
penilai eliminasi yang terdiri dari Subdit Malaria dan para ahli malaria akan
menilai kabupaten/kota tersebut menggunakan tools yang telah dibuat dengan
beberapa hal yang menjadi pertimbangan yaitu:
1. Pelaksanaan penemuan dan tatalaksana kasus malaria
2. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
3. Surveilans dan penanggulangan KLB
4. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
5. Peningkatan sumber daya manusia
6. Komitmen pemerintah daerah
Setelah dilakukan penilaian maka tim penilai akan mengajukan rekomendasi
hasil penilaian tersebut di dalam rapat komisi eliminasi malaria, apabila disetujui
maka komisi akan mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk diberikan
sertifikat eliminasi malaria pada kabupaten tersebut.

34|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

b. Definisi operasional
Suatu wilayah yang sudah tidak ditemukan penularan malaria setempat
(indigenous) kembali selama tiga tahun berturut-turut dan bukan berarti tidak ada
kasus malaria impor serta sudah tidak ada vektor malaria di wilayah tersebut
sehingga tetap dibutuhkan kewaspadaan untuk mempertahankan status bebas
malaria. Status eliminasi malaria ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI berupa
pemberian sertifikat eliminasi malaria kepada Kabupaten/Kota yang telah
memenuhi syarat.

c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah kab/kota yang mencapai eliminasi malaria diakhir tahun.

d. Capaian indikator
Kabupaten/kota yang telah mencapai eliminasi malaria pada tahun 2020 yaitu
sebanyak 318 kabupaten/kota dari target yang ditentukan sebesar 325 kab/kota
atau pencapaian kinerja sebesar 97,8%. Berikut dijelaskan dalam tabel capaian
persentasi kabupaten/kota yang mencapai eliminasi:
Tabel 3.4
Jumlah Kab/Kota dengan Eliminasi Malaria sampai tahun 2020
No Provinsi Jumlah Jumlah Kab/Kota %
Kab/Kota Eliminasi
1 DKI Jakarta 6 6 100%
2 Jawa Timur 38 38 100%
3 Bali 9 9 100%
4 Jawa Tengah 35 33 94%
5 Jawa Barat 27 25 93%
6 Aceh 23 21 91%
7 Sumatera Barat 19 17 89%
8 Sulawesi Selatan 24 21 88%
9 Kep Bangka Belitung 7 6 86%
10 Riau 12 10 83%
11 Sulawesi Barat 6 5 83%
12 DI Yogyakarta 5 4 80%
13 Kalimantan Tengah 14 11 79%
14 Banten 8 6 75%
15 Lampung 15 11 73%
16 Sulawesi Tenggara 17 11 65%
17 Jambi 11 7 64%
18 Sumatera Utara 33 21 64%
19 Kalimantan Utara 5 3 60%
20 Kalimantan Selatan 13 7 54%
21 Sumatera Selatan 17 9 53%
22 Sulawesi Utara 15 8 53%
23 Sulawesi Tengah 13 6 46%

35|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

No Provinsi Jumlah Jumlah Kab/Kota %


Kab/Kota Eliminasi
24 Kep Riau 7 3 43%
25 Bengkulu 10 4 40%
26 Gorontalo 6 2 33%
27 Nusa Tenggara Barat 10 3 30%
28 Kalimantan Timur 10 3 30%
29 Kalimantan Barat 14 4 29%
30 Maluku Utara 10 1 10%
31 Nusa Tenggara Timur 22 3 14%
32 Maluku 11 0 0%
33 Papua Barat 13 0 0
34 Papua 29 0 0
Indonesia 514 318 62
Sumber data : Laporan Subdit Malaria per 13 Januari 2021

Berdasarkan tabel diatas, sebanyak 62% kabupaten/kota di Indonesia telah


mencapai eliminasi malaria dengan persentasi terbanyak pada Provinsi DKI
Jakarta, Bali, dan Jawa Timur dimana seluruh kabupaten/kotanya telah bebas
malaria (100%). Tahun 2020 terdapat 4 kabupaten/kota di Kawasan Timur
Indonesia (KTI) yang telah mencapai eliminasi malaria yaitu Kabupaten
Manggarai, Manggarai Timur, Kota Kupang dan Kota Tidore Kepulauan. Hal
tersebut menjadikan apresiasi tersendiri karena sebelumnya wilayah KTI belum
pernah mencapai eliminasi malaria.
Grafik 3.7
Capaian Eliminasi Malaria di Indonesia tahun 2016-2020

Sumber data : Laporan rutin Subdit Malaria Tahun 2019

Sumber data: Laporan Subdit Malaria per 13 Januari 2021

Tren capaian eliminasi Malaria dapat digambarkan pada grafik diatas dimana
terjadi peningkatan capaian realisasi jumlah kabupaten/kota yang mencapai
eliminasi malaria yakni sebanyak 266 Kab/Kota pada tahun 2017 menjadi 285
Kab/Kota pada tahun 2018, 300 kab/kota pada tahun 2019, dan mencapai 318
36|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

kab/kota pada tahun 2020. Penambahan jumlah Kab/Kota yang mencapai


eliminasi malaria berasal dari 18 Kabupaten/Kota yaitu 1 Kab/Kota di Provinsi
Bengkulu, 2 Kab/Kota di Provinsi Jawa Barat, 2 Kab/kota di Provinsi Kalimantan
Utara, 2 Kab/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara, 2 Kab/Kota di Provinsi
Kalimantan Tengah, 2 Kab/Kota di Provinsi Sulawesi Utara, 1 Kab/Kota di
Provinsi Sulawesi Tengah, 1 Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Barat, 1 Kab/Kota
di Provinsi Sulawesi, 1 Kab/Kota di Provinsi Maluku Utara dan 3 Kab/Kota di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Penambahan kabupaten/kota eliminasi hanya
sebesar 18 (72%) kabupaten/kota dari 25 kabupaten/kota yang ditargetkan pada
tahun 2020. Jadi secara nasional untuk target kumulatif sebanyak 325 kab/kota
elimiasi malaria tidak tercapai. Berdasarkan World Malaria Report tahun 2020,
secara global diperkirakan terdapat 229 juta kasus malaria pada tahun 2019 di
87 negara endemis malaria, menurun dari 238 juta kasus di 108 negara endemis
malaria pada tahun 2000. Kematian malaria terus menurun selama periode
2000–2019, dari 736.000 pada tahun 2000 menjadi 409.000 pada 2019.
Persentase kematian akibat malaria total pada anak-anak di bawah usia 5 tahun
meningkat yakni 84% pada tahun 2000 dan 67% pada tahun 2019. Pada tahun
2019, Indonesia menyumbang sekitar 49 kasus (1%) kematian di tingkat global.
Oleh karena itu Indonesia berkomitmen mencapai eliminasi malaria pada tahun
2030.

Bila dibandingkan dengan target jangka menengah maka perbandingannya


terlihat dalam grafik berikut ini:
Grafik 3.8
Target dan Capaian Eliminasi Malaria di Indonesia tahun 2020-2024

Sumber data: Laporan Subdit Malaria per 13 Januari 2021

Pada grafik diatas terlihat capaian tahun 2020 tidak tercapai karena adanya
pandemi COVID-19 yang mempengaruhi capaian, dan akan dilakukan akselerasi
pencapaian kinerja tahun 2021 dengan memasukkan Kab/Kota yang belum
eliminasi sebagai tambahan target 2021 sehingga sampai tahun 2024
diharapkan capaian on track sesuai dengan target yang ditetapkan. Selain itu,

37|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

bila melihat tren capaian tahun 2016-2019 tercapai 100%, maka tahun 2021-
2024 berpotensi untuk tercapai bila tidak ada faktor external yang
mempengaruhi.

Untuk mencapai target eliminasi malaria maka diperlukan indikator komposit


untuk mendukung tercapainya cakupan yaitu persentase konfirmasi sediaan
darah serta persentase pengobatan standar yang juga merupakan indikator
Pemantauan Program Prioritas Janji Presiden tahun 2020 oleh KSP (Kantor Staf
Presiden) yang dipantau setiap tiga bulan. Persentase pemeriksaan sediaan
darah adalah persentasi suspek malaria yang dilakukan konfirmasi laboratorium
baik menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostik Test (RDT) dari semua
suspek yang ditemukan. Persentase pemeriksaan sediaan darah adalah
persentasi suspek Malaria yang dilakukan konfirmasi laboratorium baik
menggunakan mikroskop maupun Rapid Diagnostik Test (RDT) dari semua
suspek yang ditemukan. Target dan capaian indikator persentase pemeriksaan
darah adalah sebagai berikut:
Grafik 3.9
Persentase Pemeriksaan Sediaan Darah

Sumber data: Laporan Subdit Malaria 13 Januari 2021

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa 18 kabupaten/kota di Indonesia (53%) telah
mencapai target nasional dalam konfirmasi laboratorium pemeriksaan darah
malaria. Target yang nasional sebesar 95% dengan capaian tahun 2020 data per
12 Januari 2020 sebesar 97% dengan jumlah suspek sebanyak 1.688.948 orang
dan jumlah pemeriksaan sediaan darah dikonfirmasi laboratorium sebanyak
1.634.961 orang.

Persentasi Pasien Malaria positif yang diobati sesuai standar ACT (Artemisinin
based Combination Therapy) adalah proporsi pasien Malaria yang diobati sesuai
standar tata laksana malaria dengan menggunakan ACT. Artemisinin based
Combination Therapy (ACT) saat ini merupakan obat yang paling efektif untuk
membunuh parasit Malaria. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil
pemeriksaan laboratorium. Target dan capaian indikator Persentasi Pasien
Malaria positif yang diobati sesuai standar ACT adalah sebagai berikut:
38|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.10
Persentasi Malaria Positif diobati sesuai standar

Sumber data: Laporan Subdit Malaria 13 Januari 2021

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa 19 kabupaten/kota di Indonesia (55,8%)


telah mencapai target nasional dalam pengobatan malaria yang sesuai standar.
Target capaian pengobatan standar ACT yaitu sebesar 95% dan capaian pada
tahun 2020 yaitu sebesar 84 % dengan jumlah positif malaria sebanyak 223.448
orang dan jumlah pengobatan standar sebesar 211.776 (kelengkapan data per
12 Januari 2020).

Selain menjadi indikator RAP Ditjen P2P, indikator ini juga merupakan indikator
RPJMN yakni Jumlah Kab/Kota yang mencapai eliminasi malaria dan indikator
Renstra Kementerian Kesehatan yakni meningkatkan eliminasi malaria dengan
target yang sama sehingga tidak diperlukan pembandingan. Bila dibandingkan
dengan tahun 2019, maka peningkatan Kab/Kota yang mencapai eliminasi
malaria sebesar 6% yakni dari 300 Kab/Kota pada tahun 2019 menjadi 318 pada
tahun 2020.

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi malaria pada tahun 2020
sebanyak 318 kabupaten/kota, jumlah tersebut belum mencapai target indikator
RPJMN/Renstra/RAP sebanyak 325 Kabupaten/kota. Beberapa hal yang
mempengaruhi ketidaktercapaian tersebut antara lain:
1) Terbatasnya kegiatan penemuan kasus malaria
Penemuan kasus hanya berdasarkan penemuan pasif yang datang
memeriksakan diri kefasilitas pelayanan kesehatan setempat. Terbatasnya
penemuan aktif baik dari tenaga kesehatan maupun kader setempat dan
terbatasanya kegiatan untuk mendukung penemuan aktif tersebut seperti
39|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

surveilans migrasi yang biasanya dilakukan oleh juru malaria desa. Kondisi
pandemi COVID 19 menyebabkan terhambatnya penemuan aktif oleh kader
dan tenaga kesehatan. Selain itu, SDM malaria diperbantukan dalam
pengendalian COVID-19 dilapangan. Terbatasnya kegiatan penemuan
kasus tersebut sangat berkaitan dengan upaya pencegahan dan
pengendalian malaria yang dilakukan.

2) Penyelidikan epidemiologi setiap kasus malaria


Daerah yang telah mencapai endemis rendah harus melakukan
penyelidikan epidemiologi terhadap kasus malaria, laporan mingguan SKDR
(Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon KLB) melaporkan kasus malaria
setiap minggu yang ditindaklanjuti dengan penyelidikan epidemiologi untuk
setiap kasus, kegiataan tersebut bertujuan untuk menentukan asal
penularan sehingga dapat melakukan upaya pencegahan yang sesuai.
Kegiatan Penyelidikan Epidimiologi pada awal sampai pertengahan tahun
tidak di lakukan sesuai dengan kebijakan program sebelumnya. Kendala
tersebut sejalan dengan Pandemic COVID-19 dan aturan masing masing
daerah dalam pembatasan kegiatan yang tidak memungkinkan untuk turun
ke lapangan.

3) Distribusi Logistik Malaria


Kegiatan pendukung yang sangat berpengaruh terhadap upaya pencegahan
dan pengendalian malaria terkait sarana dan prasarana seperti logistik
malaria. Pengadaan alat dan bahan pencegahan dan pengendalian malaria
yang terbatas akibat adanya refocusing anggaran program untuk
pengendalian COVID 19. Selain itu, distribusi obat yang terlambat seperti
pengadaan primakuin tahun 2019 mengakibatkan adanya stok kosong di
beberapa wilayah pada tahun 2020.

f. Upaya yang dilaksanakan untuk mencapai target indikator


Beberapa upaya telah dilakukan untuk mencapai indikator tersebut, antara lain:
1) Diagnostik Malaria
Kebijakan pengendalian malaria terkini dalam rangka mendukung eliminasi
malaria adalah bahwa diagnosis malaria harus terkonfirmasi melalui
pemeriksaan laboratorium baik dengan mikroskop ataupun Rapid Diagnostic
Test (RDT). Penegakkan diagnosa tersebut harus berkualitas dan bermutu
sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat dan memberikan
data yang tepat dan akurat. Berbagai kegiatan dalam rangka meningkatkan
mutu diagnosis terus dilakukan. Kualitas pemeriksaan sediaan darah
dipantau melalui mekanisme uji silang di tingkat kab/kota, provinsi dan pusat.
Kualitas pelayanan laboratorium malaria sangat diperlukan dalam
menegakan diagnosis dan sangat tergantung pada kompetensi dan kinerja
petugas laboratorium di setiap jenjang fasilitas pelayanan kesehatan.
Penguatan laboratorium pemeriksaan malaria yang berkualitas dilakukan
melalui pengembangan jejaring dan pemantapan mutu laboratorium
40|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

pemeriksa malaria mulai dari tingkat pelayanan seperti laboratorium


Puskesmas, Rumah Sakit serta laboratorium kesehatan swasta sampai ke
laboratorium rujukan uji silang di tingkat Kabupaten/Kota, Provinsi dan
Pusat. Kegiatan dalam rangka peningkatan kualitas diagnostik malaria telah
dilaksanakan sepanjang tahun 2020, antara lain:
a. Peningkatan Kapasitas Asesor Uji Kompetensi Mikroskopis (External
Competency Assesment Malaria Microscopy - ECAMM)
b. Seminar Daring Nasional AMRI ke-2 dengan tema Diagnosis dan Biologi
Molekuler Malaria.
c. Virtual Learning Mikroskopis Malaria bagi Tenaga ATLM (Ahli Teknologi
Laboratorium Medik)
d. Pendampingan Diagnosis dan Tatalaksana malaria.
e. Workshop Peningkatan Kapasitas Asesor Uji Kompetensi Mikroskopis
Malaria.

Gambar 3.4
Workshop Peningkatan Kapasitas Asesor
Uji Kompetensi Mikroskopis Malaria

2) Tatalaksana Kasus Malaria


Kementerian Kesehatan telah merekomendasikan pengobatan malaria
menggunakan obat pilihan yaitu kombinasi derivate artemisinin dengan obat
anti malaria lainnya yang biasa disebut dengan Artemisinin based
Combination Therapy (ACT). ACT merupakan obat yang paling efektif untuk
membunuh parasit sedangkan obat lainnya seperti klorokuin telah resisten.
Pada tahun 2019 telah ditetapkan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Tata Laksana Malaria dalam bentuk Keputusan Menkes RI Nomor
HK.01.07/Menkes/556/2019. Berdasarkan Kepmenkes tersebut juga
diterbitkan buku pedoman tata laksana kasus malaria terkini sesuai dengan
perkembangan terkini dan hasil riset mutakhir. Adapun penggunaan ACT
harus berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, hal tersebut merupakan
salah satu upaya mencegah terjadinya resistensi. Pencegahan resistensi
dilakukan dengan monitoring efikasi obat anti malaria. Tahun 2019

41|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

bekerjasama dengan BTKL, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan


lembaga Eijkman di beberapa daerah yang representatif. Salah satu pilar
untuk mencapai eliminasi malaria adalah menjamin universal akses dalam
pencegahan, diagnosis dan pengobatan, sehingga diperlukan keterlibatan
semua sektor terkait termasuk swasta. Berikut beberapa kegiatan yang telah
dilakukan dalam mendukung kualitas tatalaksana malaria tahun 2020 yaitu:
a. Monitoring evaluasi tatalaksana malaria di lingkungan TNI dan POLRI di
Provinsi Papua.
b. Webinar tatalaksana malaria dalam era pandemi COVID-19.
c. Seminar daring nasional AMRI tentang eliminasi malaria, inovasi dari
Lapangan.
d. Sosialisasi KMK No. 556/2019 tentang Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Malaria Regional Barat, Tengah dan
Timur.
e. Sosialisasi pedoman terbaru pelayanan terpadu malaria dengan
Kesehatan Ibu dan Balita
f. Seminar daring nasional AMRI-2 Seri 7 dengan tema Pengobatan
Malaria
g. Sosialisasi protokol layanan kesehatan malaria dalam pencegahan
COVID-19 di masa adaptasi kebiasaan baru.

3) Surveilans Malaria
Surveilans merupakan kegiatan penting dalam upaya eliminasi, karena salah
satu syarat eliminasi adalah pelaksanaan surveilans yang baik dimana
surveilans diperlukan untuk mengidentifikasi daerah atau kelompok populasi
yang berisiko malaria serta melakukan perencanaan sumber daya yang
diperlukan untuk melakukan kegiatan pengendalian malaria. Kegiatan
surveilans malaria dilaksanakan sesuai dengan tingkat endemisitas. Daerah
yang telah masuk pada tahap eliminasi dan pemeliharaan harus melakukan
penyelidikan epidemiologi terhadap setiap kasus positif malaria sebagai upaya
kewaspadaan dini kejadian luar biasa malaria dengan melakukan pencegahan
terjadinya penularan.
Berikut beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam mendukung kegiatan
surveilans, sistem informasi dan monitoring dan evaluasi malaria:
a. Pertemuan Monitoring dan Evaluasi Program Malaria Tahun 2019 dan
Perencanaan Program Tahun 2020.
b. Workshop SISMAL versi 2 di 10 provinsi yakni Provinsi DKI Jakarta,
Aceh, Riau, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sulawesi Barat,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Papua Barat, dan Jawa Barat.
c. Pertemuan Pembahasan Kurmod Pelatihan Surveilans Vektor Malaria.
d. Pertemuan Virtual Validasi Data Program Malaria Semester 1 Tahun
2020.
e. Pertemuan Virtual Koordinasi Penanggulangan Peningkatan Kasus
Malaria Di Kabupaten Rokan Hilir.
f. Seminar Daring Nasional AMRI-2 dengan tema Surveilans Malaria.

42|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

g. Seminar Daring Nasional AMRI-2 dengan tema Menggali Pengetahuan


Lokal Epidemiologi Untuk Strategi Riset Eliminasi Malaria.
h. Sosialisasi Pedoman Surveilans Plasmodium Knowlesi.
i. Asesment Penilaian Eliminasi Malaria.
j. Assesment Peningkatan Kasus dan SKD/KLB Malaria.
k. Monitoring dan Evaluasi Program Malaria.

Gambar 3.5
Asesment Peningkatan Kasus dan SKD/KLB Malaria
di Rokan Hilir Prov Riau

4) Pengendalian Vektor Malaria


Sampai saat ini nyamuk Anopheles telah dikonfirmasi menjadi vektor malaria
di Indonesia sebanyak 25 jenis (species). Jenis intervensi pengendalian vektor
malaria dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain memakai kelambu
berinsektisida (LLINs = Long lasting insecticide nets), melakukan
penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (IRS = Indoor Residual
Spraying), melakukan larviciding, melakukan penebaran ikan pemakan larva,
dan pengelolaan lingkungan. Penggunaan kelambu berinsektisida merupakan
cara perlindungan dari gigitan nyamuk anopheles. pembagian kelambu ke
masyarakat dilakukan dengan 2 metode, yaitu pembagian secara massal
(mass campaign) dan pembagian rutin. Pembagian secara massal dilakukan
pada daerah/kabupaten/kota endemis tinggi dengan cakupan minimal 80%.
Pembagian ini diulang setiap 3 tahun, jika belum ada penurunan tingkat
endemisitas. Pembagian kelambu secara rutin diberikan kepada ibu hamil
yang tinggal di daerah endemis tinggi. Kegiatan ini bertujuan untuk melindungi
populasi prioritas, yaitu ibu hamil dari risiko penularan malaria. Selain kegiatan
tersebut, pembagian kelambu juga dilakukan pada daerah yang terkena
bencana. Berikut beberapa kegiatan yang telah dilakukan dalam mendukung
kegiatan pengendalian vektor malaria:

43|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

a. Mikroplanning Persiapan Pelaksanaan Kelambu Massal 2020.


b. Pertemuan Perencanaan Distribusi Kelambu Massal Wilayah Timur dan
Barat.
c. Pertemuan Virtual Sosialisasi Monitoring dan Evaluasi Distribusi Kelambu
Massal dan Massal Fokus Tahun 2020.
d. Seminar Daring Nasional AMRI-2 Seri 3 dengan tema Pengendalian
Vektor Malaria.
e. Pertemuan Monitoring Evaluasi Distribusi Kelambu.
f. Mikroplanning Persiapan Pelaksanaan Kelambu Massal

5) Promosi, Advokasi dan kemitraan dalam upaya pengendalian malaria


Sosialisasi pentingnya upaya pengendalian malaria merupakan hal yang
penting dengan sasaran meliputi pengambil kebijkan, pelaksana teknis dan
masyarakat luas. Komunikasi, Informasi dan edukasi (KIE) kepada
masyarakat luas dilakukan dengan membuat Iklan Layanan Masyarakat (ILM)
mengenai Malaria. Beberapa kegiatan selama Tahun 2020 dalam mendukung
promosi, advokasi dan kemitraan dalam upaya pengendalian malaria antara
lain:
a. Workshop Fasilitator Strategi Komunikasi Malaria.
b. Pertemuan Pembahasan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Penanggulangan Malaria.
c. Pertemuan Advokasi Dalam Rangka Audiensi Percepatan Eliminasi
Malaria di Kab. Sukabumi.
d. Pertemuan Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat Terhadap
Percepatan Eliminasi Malaria.

Gambar 3.6
Pertemuan Dukungan Lembaga Swadaya Masyarakat
terhadap Percepatan Eliminasi Malaria

44|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

g. Kendala/Masalah yang dihadapi


Dalam melaksanakan program dan kegiatan untuk mencapai eliminasi malaria di
Indonesia, ditemukan permasalahan yang menjadi tantangan seperti:
1) Disparitas angka kejadian malaia antara wilayah Kawasan Timur Indonesia
khususnya Papua dengan wilayah lainnya.
2) Akses dan cakupan layanan baik Rumah Sakit, klinik, DPS pada remote
area masih belum memadai.
3) Pengendalian resistensi Obat Anti Malaria (OAM) dengan prinsip one gate
policy, reserve drug policy dan free market control belum optimal.
4) Rujukan layanan dan jejaring tatalaksana belum optimal.
5) Manajemen ketersediaan OAM belum optimal.
6) Pengawasan penggunaan kelambu masih kurang adekuat, daerah belum
melakukan pengawasan penggunaan kelambu.
7) Migrasi penduduk mempengaruhi potensi penyebaran malaria.
8) Didaerah endemis rendah banyak terdapat daerah fokus malaria yang sulit
(tambang liar, illegal logging, perkebunan illegal, tambak terbengkelai)
9) Ketepatan dan kelengkapan pelaporan yang belum optimal
10) Belum semua daerah pembebasan dan pemeliharaan mempunyai
pemetaan daerah focus

h. Pemecahan Masalah
Beberapa permasalahan yang disebutkan diatas memerlukan pemecahan
masalah sehingga kegiatan dapat berjalan efektif dan efisien dan indikator dapat
dicapai. Berikut ini beberapa pemecahan masalah yang dilakukan:
1) Peningkatan akses layanan malaria yang bermutu.
- Desentralisasi pelaksanaan program oleh Kab/kota.
- Integrasi kedalam layanan kesehatan primer.
- Penemuan dini dengan konfirmasi dan pengobatan yang tepat sesuai
dengan standar dan pemantauan kepatuhan minum obat.
- Penerapan sistem jejaring public-privite mix layanan malaria.
2) Pencegahan dan pengendalian vektor terpadu.
3) Intervensi kombinasi (LLIN, IRS, Larvasida, pengelolaan lingkungan,
personal protection, profilaksis) dengan berbasis bukti melalui pendekatan
kolaboratif.
4) Pemantauan efektifitas dan resistensi OAM.
5) Penguatan surveilans termasuk surveilans migrasi, Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) dan penanggulangan KLB.
6) Sosialisasi penggunaan dana yang bisa dimanfaatkan untuk Penyelidikan
Epidemiologi baik Dana Dekonsentrasi, DAK non fisik, APBD, Global Fund,
Dana Desa, dan Dana Kapitasi.
7) Terdapat tenaga pendamping dari UNICEF dan WHO untuk Dinas
Kesehatan Kab/kota dalam mempercepat penurunan kasus dan
mempercepat eliminasi malaria khususnya Kab/Kota endemis tinggi
sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia.
45|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

8) Peningkatan akses layanan malaria pada daerah sulit dan populasi khusus
seperti penambang illegal, pekerja pembalakan liar, perkebunan illegal dan
suku asli yang hidup di hutan.
9) Menjaga daerah yang telah mendapat sertifikat tidak terjadi penularan
kembali.
10) Pengembangan SISMAL V2 online dan sosialiasi sampai tingkat fasyankes.
11) Pelatihan Penyelidikan Epidemiologi termasuk pelatihan pemetaan GIS,
pengembangan pemetaan fokus di aplikasi SISMAL V2.
12) Membuat surat edaran menteri untuk Bupati di wilayah-wilayah tersebut,
membuat permodelan penanggulangan malaria di daerah outdoor
transmission dengan adanya mobile migrant population.
13) Integrasi ke layanan kesehatan dasar.
14) Diagnosis Malaria terkonfirmasi mikroskop atau uji reaksi cepat
15) Penguatan sistem informasi strategis dan penelitian operasional untuk
menunjang basis bukti program.
16) Penguatan manajemen fungsional program, advokasi dan promosi program
dan berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan.
17) Surat Edaran terkait protokol layanan malaria dalam masa pandemic
COVID-19
18) Primakuin dimasukan ke dalam e-catatog LKPP

4. Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi kusta sebesar 416 Kab/Kota


a. Penjelasan Indikator
Eliminasi merupakan upaya pengurangan terhadap penyakit secara
berkesinambungan di wilayah tertentu sehingga angka kesakitan penyakit
tersebut dapat ditekan serendah mungkin agar tidak menjadi masalah kesehatan
di wilayah yang bersangkutan. Eliminasi kusta berarti angka prevalensi
<1/10.000 penduduk. Secara nasional, Indonesia telah mencapai eliminasi sejak
tahun 2000, sedangkan eliminasi tingkat Kab/Kota ditargetkan dapat dicapai
pada tahun 2024.

b. Definisi operasional
Jumlah Kabupaten/Kota dengan eliminasi kusta adalah jumlah provinsi yang
mempunyai angka prevalensi kurang dari 1 kasus per 10.000 penduduk pada
tahun tertentu.

c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah Kabupaten/Kota yang telah mencapai eliminasi kusta (angka
prevalensi <1/10.000 penduduk) pada tahun tertentu. Sedangkan rumus
menghitung angka prevalensi adalah sebagai berikut:

46|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Jumlah kasus kusta terdaftar


akhir tahun
Prevalensi Kusta = x 10.000 penduduk
Jumlah penduduk pada tahun
tersebut

Pembilang (nominator) adalah jumlah kasus terdaftar pada suatu Kab/Kota di


akhir tahun, sedangkan penyebut (denominator) adalah jumlah penduduk pada
tahun tersebut.

d. Capaian indikator
WHO menerbitkan “Ending the Neglect to Attain the Sustainable Development
Goals–A Road Map for Neglected Tropical Diseases 2021-2030” yang
mencantumkan target pencapaian eliminasi tahun 2030, dengan target turunan
berupa nol kasus asli, penurunan kasus cacat tingkat 2 hingga 63.000, angka
cacat tingkat 2 menurun hingga 0,12 per 1 juta populasi dan angka penemuan
kasus baru menurun hingga 0,77 per 1 juta populasi anak. Strategi ini diharapkan
dapat diadopsi oleh negara-negara di dunia. Data global tahun 2019 yang
dilaporkan WHO dalam Weekly Epidemiological Record Tahun 2020 menyatakan
bahwa pada tahun 2019 sebanyak 177.175 kasus terdaftar di akhir tahun dengan
angka prevalensi mencapai 22,4 per 1.000.000 penduduk. Dari 16 negara
dengan jumlah kasus di atas 1000 setiap tahunnya, 4 di antaranya masih
memiliki prevalensi > 1 per 10.000 penduduk, yaitu Brazil, Somalia, Mozambiq,
dan Nepal, sementara Indonesia sudah sejak tahun 2000 memiliki angka
prevalensi < 1 per 10.000 penduduk secara nasional. Penemuan kasus baru
mencapai 202.185 kasus baru dengan CDR mencapai 25,9 per 1.000.000
penduduk. Penurunan penemuan kasus kusta baru terjadi secara bertahap
dalam 10 tahun terakhir. 3 negara termasuk Brazil, India dan Indonesia
melaporkan >10.000 kasus baru. Dari total kasus baru yang ditemukan di dunia,
sebanyak 14.981 kasus anak ditemukan (7,4%) menurun dari 14.981 pada tahun
2019, dengan persen penurunan sebesar 27%. Sebanyak 10.813 kasus baru
dengan cacat tingkat 2 ditemukan pada tahun 2019. Penurunan kasus cacat
tingkat 2 cukup signifikan terlihat di wilayah SEAR hingga 45% dari 87.92 di
tahun 2015 menjadi 4.817 di tahun 2019. Total 370 kasus anak dengan cacat
tingkat 2 terdeteksi secara global dimana 75% nya kasus tersebut ditemukan di 5
negara dengan beban tinggi kusta, termasuk Indonesia.

Indonesia menetapkan target indikator “Kabupaten/Kota dengan Eliminasi Kusta”


pada tahun 2020-2024 sebanyak 416 Kab/Kota pada tahun 2020, 436 Kab/Kota
pada tahun 2021, 458 Kab/Kota pada tahun 2022, 482 Kab/Kota pada tahun
2023 dan 514 kabupaten/kota pada tahun 2024. Tahun 2020, telah tercapai 401
Kab/Kota yang mencapai eliminasi kusta, berdasarkan data per triwulan 3 tahun
2020 dengan angka prevalensi di bawah 10.000 penduduk dengan persentase
pencapaian target sebesar 96,4%. Data triwulan 4 tahun 2020 belum didapatkan

47|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

dari provinsi dan akan difinalisasi pada bulan Maret-April tahun 2021, sehingga
capaian indikator tersebut dapat berubah.

Gambar 3.7
Peta Kabupaten/Kota dengan Prevalensi Kusta < 1/10.000 Penduduk
Tahun 2020

Tahun 2016-2019, indikator tersebut belum dijadikan Indikator Kinerja Program


(IKP) tetapi menjadi Indikator Kinerja Kegiatan (IKK). Pada tahun 2016, sebanyak
375 kab/kota mencapai eliminasi, mengalami penurunan pada tahun 2017
menjadi 372 kab/kota. Tahun 2018, jumlah kab/kota mencapai eliminasi kusta
mengalami peningkatan menjadi 382 kab/kota, namun menurun kembali pada
tahun 2019 menjadi 368 kab/kota. Grafik meningkat kembali pada triwulan 3
tahun 2020 dengan capaian sebesar 401 kab/kota. Grafik pencapaian indikator
Kabupaten/kota eliminasi kota dari tahun ke tahun adalah sebagai berikut:

Grafik 3.11
Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota dengan eliminasi kusta
Tahun 2016-2020

Sumber data : Laporan rutin Subdit PTML Tahun 2020

48|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Apabila dibandingkan dengan capaian tahun 2016-2019, terjadi peningkatan


kabupaten/kota eliminasi kusta dari 368 kabupaten/kota pada tahun 2019
menjadi 401 kabupaten/kota di tahun 2020. Hal tersebut kemungkinan terjadi
karena penurunan jumlah kasus baru yang ditemukan. Adanya pandemi COVID-
19 menyebabkan diberlakukannya pembatasan kegiatan yang mengarah pada
pengumpulan masyarakat, sehingga pelaksanaan surveilans kusta di lapangan
berjalan kurang maksimal dan kasus baru yang ditemukan mengalami penurunan
secara signifikan. Hingga triwulan 3 tahun 2020, diketahui bahwa sebanyak
6.843 kasus baru ditemukan (CDR 2,52 per 100.000 penduduk) menurun secara
signifikan dari penemuan kasus baru tahun 2019 sebesar 13.526 kasus baru
(CDR 5,5 per 100.000 penduduk). Sebanyak 18.025 penderita terdaftar dengan
angka prevalensi mencapai 0,66 per 10.000 penduduk. Proporsi kasus baru anak
mencapai 9,45% menurun dari pencapaian tahun lalu sebesar 11%, sementara
itu angka cacat tingkat dua juga mengalami penurunan signifikan dari angka 6,6
per 1 juta penduduk menjadi 1,35 per 1 juta penduduk. Sebanyak 11.323 kasus
baru dengan cacat tingkat 2 ditemukan (90,2%). Penurunan persentase kasus
baru dengan cacat tingkat 2 terlihat di seluruh wilayah di dunia mengindikasikan
peningkatan kegiatan deteksi dini kasus. Strategi global terbaru menetapkan
target 0 kasus anak dengan cacat tingkat 2 pada tahun 2020 sebagai indikator
adanya transmisi penularan di masyarakat. Sebanyak 16.013 kasus baru anak
ditemukan di seluruh dunia, 350 kasus di antaranya merupakan kasus anak
dengan cacat tingkat 2.

e. Analisa penyebab kegagalan pencapaian


Eliminasi kusta tingkat kabupaten/kota merupakan suatu hal yang sangat dinamis
dan dipengaruhi oleh banyak faktor terkait. Dalam mencapai status eliminasi
kusta, pemutusan transmisi kasus di masyarakat melalui penemuan dini sumber
penularan yang diikuti dengan pengobatan yang tepat perlu diupayakan. Dengan
demikian, angka penemuan kasus baru dapat ditekan serendah mungkin.

Pada awal tahun 2020, Ditjen P2P telah menganggarkan kegiatan penemuan
kasus kusta secara aktif berikut kegiatan advokasi dan sosialisasi ke LS/LP serta
orientasi singkat petugas kesehatan dan kader, serta kampanye penurunan
stigma bersumber dana dekonsentrasi yang dilaksanakan pada kabupaten/kota
endemis kusta di seluruh provinsi di wilayah Indonesia. Kegiatan tersebut telah
berjalan secara kontinu dan berkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir dengan
harapan dapat memutus mata rantai penularan di lokus-lokus kusta. Pandemi
COVID-19 menyebabkan adanya refocusing anggaran Program Pencegahan dan
Pengendalian Kusta pada Ditjen P2P sebesar 87,4%, anggaran dekonsentrasi
seluruh provinsi serta anggaran APBD lainnya. Hal tersebut menyebabkan
terbatasnya kegiatan yang dapat dilakukan baik di pusat, provinsi maupun
kabupaten/kota. Adanya pandemi COVID-19 juga menyebabkan diberlakukannya
pembatasan kegiatan yang berpotensi meningkatkan penularan pada
masyarakat. Pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian kusta di
lapangan tetap berjalan dengan segala keterbatasan. Kegiatan penemuan aktif,
pelayanan kusta di fasyankes hingga rehabilitasi medis ditunda pelaksanaannya
49|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

ataupun dilaksanakan dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan, namun


hasilnya kurang maksimal.

Beberapa daerah memfokuskan sumber daya termasuk SDM kepada


penanggulangan COVID-19 sehingga hampir seluruh pengelola program kusta di
daerah memiliki tambahan tanggung jawab sebagai tim surveilans COVID-19.
Salah satu yang paling berpengaruh adalah performa ketepatan waktu dan
kelengkapan pencatatan dan pelaporan. Evaluasi setiap triwulan memperlihatkan
pelaporan dari puskesmas ke kabupaten/kota, provinsi dan pusat secara
berjenjang mengalami keterlambatan. Beberapa kegiatan koordinasi, pertemuan
monitoring, evaluasi, pelatihan petugas, bimbingan teknis dan supervisi dilakukan
secara daring, namun dirasa masih kurang efektif karena bergantung pada
kerjasama daerah dan koneksi internet. Validasi data terbatas melalui telepon
maupun secara daring, sehingga terkendala dalam menilai suatu kabupaten/kota
sudah mencapai status eliminasi.

Angka prevalensi dihitung dari jumlah kasus yang masih terdaftar menerima
pengobatan di akhir tahun berjalan dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah
tersebut, sehingga sangat dipengaruhi oleh keteraturan pengobatan pasien
kusta. Pasien kusta yang menyelesaikan pengobatan tidak tepat waktu (lebih dari
6 bulan untuk pasien kusta tipe PB dan lebih dari 12 bulan untuk tipe MB),
kemungkinan akan melanjutkan pengobatannya di tahun selanjutnya. Tidak
dapat dipungkiri, bahwa adanya pandemi menyebabkan kesulitan distribusi MDT
hingga ke daerah hingga kosongnya stok obat yang berimbas pada penundaan
pasien kusta menyelesaikan obat tepat waktu. Hal tersebut berakibat pada
jumlah penderita terdaftar di akhir tahun yang semakin meningkat, mempeberat
angka prevalensi, sehingga mengarah pada tidak tercapainya status eliminasi.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator


1) Sebagian besar anggaran program P2 Kusta dialihkan menjadi dana
dekonsentrasi bagi 34 provinsi. Adapun bentuk kegiatan yang dilakukan
adalah advokasi dan sosialisasi bagi LP/LS, pelatihan singkat bagi petugas,
pelaksanaan intensifikasi penemuan kasus kusta dan frambusia di
kabupaten/kota endemis, survei desa, pertemuan monitoring evaluasi dan
validasi kohort tingkat provinsi, peningkatan kapasitas petugas, dokter
puskesmas dan petugas laboratorium.
2) Pelatihan Nasional Pemegang Program Pencegahan dan Pengendalian
Kusta dan Frambusia terakreditasi yang diselenggarakan sebanyak 2 batch.
Pelatihan tersebut terselenggara dengan dana WHO. Dilakukan terutama
untuk mengatasi permasalahan tingginya mutasi pengelola program kusta
dan frambusia di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

50|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Gambar 3.8
Pelaksanaan Ujian OSPE dan Praktek Pemeriksaan Suspek Kusta
pada Pelatihan Nasional P2 Kusta dan Frambusia Tahun 2020

3) Menyusun draft petunjuk teknis Drugs Resistance Surveillance, Petunjuk


Teknis Kemoprofilaksis, Petunjuk Teknis Surveilans Kusta, serta revisi Modul
dan akreditasi pelatihan pengelola program P2 kusta tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
4) Menyelenggarakan beberapa pertemuan penting secara daring antara lain
 Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional P2
Kusta dan Frambusia dalam rangka melakukan monitoring dan evaluasi
program yang dilaksanakan oleh provinsi di Indonesia serta melakukan
validasi dan finalisasi data tahun 2019.

Gambar 3.9
Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional
P2 Kusta dan Frambusia yang dilakukan secara daring

51|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

 Pertemuan Koordinasi dan Evaluasi Realisasi Anggaran Dekonsentrasi


Tahun 2020 dalam rangka mengevaluasi realisasi kegiatan bersumber
dana dekonsentrasi dan koordinasi penyusunan perencanaan kegiatan
dekonsentrasi pada tahun selanjutnya.
 Pertemuan Integrasi, Evaluasi, Validasi Data, dan Perencanaan Subdit
PTML Regional Barat dan Timur dalam rangka melakukan monitoring
dan evaluasi program berkala tahun 2020.
 Pertemuan Penyusun Teknis Drugs Resistance Surveillance, Petunjuk
Teknis Kemoprofilaksis, Petunjuk Teknis Surveilans Kusta dengan
komite ahli dan pihak terkait.

5) Melanjutkan pelaksanaan dan melakukan perluasan daerah sasaran


Pemberian Obat Pencegahan Kusta (kemoprofilaksis) ke beberapa
kabupaten/kota endemis tinggi kusta, yaitu Indramayu, Subang, Kab Tegal,
Kota Cilegon, Sampang, Sumenep, Bangkalan, Situbondo, Probolinggo,
Jember, Pasurua, Tuban, Kota Bima, Kab Bima, Kota Kupang, Bone,
Jeneponto, Bolmong, Bolmut, Minahasa Selatan, Minahasa Utara, Kpta
Ternate, Halmahera Barat, Kota Sorong, dan Kota Jayapura.
6) Rangkaian Peringatan Hari Kusta Sedunia (penyebarluasan Surat Edaran,
media briefing, hingga Talkshow Hari Kusta Sedunia)
7) Melaksanakan kegiatan Bimbingan Teknis dan Monitoring MDT pada
kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta, di antaranya di Kota
Bima, Kab Dompu, Kab Polewali Mandar, Kab Mamuju, Kab Kolaka Timur,
Kab Buton Selatan, dan Kab Serang.
8) Kegiatan Gerakan Masyarakat Kampanye Eliminasi Kusta dan Frambusia
bersama mitra pemerintah yang membawahi bidang kesehatan. Kegiatan ini
dilaksanakan pada 2 kabupaten/kota terpilih, yaitu Kabupaten Semaran dan
Tegal. Tujuan kegiatan tersebut adalah melakukan advokasi dan sosialisasi
program kusta kepada pimpinan setempat serta Lintas Program dan Lintas
Sektor untuk mendapatkan dukungan kebijakan dan kemitraan daerah.
9) Menyelenggarakan Training or Trainer (TOT) Kemoprofilaksis agar
pengelola program provinsi endemis tinggi kusta dapat melakukan pelatihan
kemoprofilaksis secara mandiri ke depannya.
10) Menyusun kurikulum, mengembangkan media Pelatihan Jarak Jauh (e-
learning), dan menyelenggarakan Workshop e-Learning bersama dengan
BPPSDMK Kemenkes RI dan Netherland Leprosy Relief (NLR).
11) Melanjutkan pengembangan Sistem Informasi Program P2 Kusta dan
Frambusia (SITASIA).

g. Kendala/masalah yang dihadapi


1) Pandemi COVID-19 menyebabkan diberlakukannya pembatasan kegiatan
yang mengumpulkan masyarakat, sehingga pelaksanaan surveilans kusta di
lapangan berjalan kurang maksimal.
2) Refocusing anggaran Program P2 Kusta sebesar 87,4%, mengakibatkan
upaya eliminasi kusta menjadi kurang optimal. Selain itu, refocussing juga

52|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

terjadi pada anggaran dekonsentrasi dan APBD, sehingga daerah kesulitan


dalam memenuhi target program.
3) Kusta tidak dipandang sebagai prioritas masalah kesehatan masyarakat,
bahkan di banyak kabupaten/kota kantong kusta sekalipun, akibatnya
komitmen daerah terutama dalam hal penyediaan sumber daya tidak
maksimal.
4) Sumber daya manusia P2 kusta belum memadai dari segi kuantitas dan
kualitas.
5) Pada beberapa daerah endemis rendah, rendahnya kesadaran dan
pengetahuan tentang kusta pada petugas dan masyarakat, serta surveilans
tidak berjalan dengan adekuat, mengakibatkan terjadinya keterlambatan
penemuan kasus.
6) Masih adanya stigma terhadap penderita kusta maupun keluarganya
sehingga menghambat penemuan kasus dan menghambat penderita untuk
mencari pengobatan sedini mungkin.
7) Belum maksimalnya kemitraan dengan organisasi profesi, RS dan praktek
dokter swasta dalam menciptakan pelayanan kusta yang komprehensif dan
terstandar
8) Pencatatan dan pelaopran masih dilakukan menggunakan aplikasi manual
sehingga data tidak bersifat real-time.
9) Data final tahun 2020 belum tersedia sehingga capaian indikator masih
dapat berubah. Penilaian status eliminasi kusta kabupaten/kota sementara
dilakukan berdasarkan data triwulan 3.

h. Pemecahan Masalah
1) Melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi dapat dilakukan dengan
memaksimalkan penggunaan perangkat digital.
2) Menerbitkan Surat Edaran Dirjen P2P pada tentang Pelaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kusta Frambusia Dalam Era New
Normal Pandemi COVID-19.
3) Memaksimalkan layanan dan surveilans kusta dengan tetap
memperhatikan mematuhi protokol pencegahan covid-19:
- Kegiatan penemuan aktif dilakukan dengan menghindari kerumunan
orang dan memperhatikan physical distancing.
- Fasyankes mengembangkan mekanisme kunjungan pasien
berdasarkan perjanjian.
- Pemberian obat MDT kusta dapat dilakukan untuk 2-3 bulan apabila
stok mencukupi.
4) Memanfaatkan perangkat digital untuk berkoordinasi dan melakukan
monitoring dan evaluasi program.
5) Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap
pemangku kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dalam
pencapaian eliminasi kusta.
6) Menganggarkan dan melaksanakan peningkatan kapasitas tenaga
kesehatan secara rutin.

53|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

7) Mendorong daerah endemis rendah agar terus melakukan surveilans kasus


kusta.
8) Meningkatkan kegiatan promosi serta penyebaran media KIE kepada
penderita, keluarga penderita, dan masyarakat dalam rangka kampanye
penurunan stigma kusta di masyarakat.
9) Memperkuat jejaring kemitraan dengan organisasi profesi dan
mensosialisasikan Kepmenkes RI No. HK.01.07/MENKES/308/2019
tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana
Kusta untuk menciptakan pelayanan kusta yang terstandar.
10) Melanjutkan pengembangan, uji coba dan pengimplementasikan SITASIA
di lapangan.
11) Memperluas wilayah sasaran Pemberian Obat Pencegahan
Kemoprofilaksis terutama di daerah endemis tinggi kusta.
12) Melaksanakan pengembangan kegiatan inovasi seperti pengembangan
pelatihan e-learning, PEP plus, pengembangan skin-apps, dan lain-lain

5. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi sebesar 80


kab/kota
a. Penjelasan Indikator
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia ikut serta dalam Kesepakatan
Global yang ditetapkan oleh WHO untuk mengeliminasi Filariasis. Pemberian
obat pencegahan massal (POPM) Filariasis adalah kegiatan utama dari program
eliminasi Filariasis untuk mencapai goal eliminasi Filariasis dengan tujuan
memutuskan rantai penularan filariasis. Indonesia telah menetapkan sebanyak
236 kabupaten/kota dari total 514 kabupaten/kota adalah daerah endemis
filariasis.

Dalam pengendalian Filariasis, sebelum suatu kabupaten/kota dinilai tingkat


transmisi filariasisnya, kabupaten/kota tersebut harus telah selesai
melaksanakan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) Filariasis pada
seluruh penduduk sasaran di kabupaten/kota tersebut selama minimal 5 tahun
berturut-turut dengan cakupan pengobatan minimal 65% dari total jumlah
penduduk. Kemudian setelah 6 bulan dari pelaksanaan POPM Filariasis Tahun
ke-5, maka dilaksanakan survei evaluasi prevalensi mikrofilaria. Jika hasil survei
menunjukkan prevalensi angka mikrofilaria <1% pada kabupaten/kota tersebut
maka dilaksanakan survei evaluasi penularan (Transmission Assessment
Survey/TAS) Filariasis. tetapi jika gagal maka kabupaten/kota tersebut harus
melaksanakan POPM Filariasis kembali selama 2 tahun. Jika kabupaten/kota
tersebut berhasil lulus dalam survei evaluasi penilaian filariasis tahap ke dua
maka daerah tersebut dinilai berhasil mencapai eliminasi filariasis.

b. Definisi operasional
Indikator jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi Filariasis dihitung dari jumlah
akumulasi kab/kota yang berhasil lulus dalam survei evaluasi penilaian penularan
filariasis tahap kedua.
54|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

c. Rumus/cara perhitungan
Akumulasi jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi
pada tahun tersebut.

d. Capaian indikator
Pada tahun 2016 – 2019 target jumlah kabupaten/kota endemis Filariasis yang
mencapai eliminasi berhasil dicapai sebesar 183% tahun 2016, 187% tahun
2017, 158% tahun 2018, dan 160% pada tahun 2019. Tetapi karena adanya
pandemi COVID-19 pada tahun 2020, dari target 80 kabupaten/kota endemis
Filariasis yang mencapai eliminasi hanya berhasil dicapai sebanyak 64
kabupaten/kota atau dengan capaian sebesar 80%. Data capaian jumlah
kabupaten/kota endemis Filariasis yang mencapai eliminasi tahun 2016 – 2020
terlihat dalam grafik dibawah ini.

Grafik 3.12
Jumlah Kabupaten/Kota endemis Filariasis yang mencapai eliminasi
Tahun 2016-2020

Sumber data : Laporan Subdit Filariasis dan Kecacingan Tahun 2020

Sampai dengan tahun 2020, sebanyak 64 kabupaten/kota dari 236 kabupaten/kota


endemis filariasis telah berhasil mencapai eliminasi filariasis. Sepanjang tahun
2016-2020 terjadi peningkatan jumlah kabupaten/kota endemis Filariasis yang
mencapai eliminasi filariasis. Hal ini menunjukkan semakin meningkatnya
komitmen kabupaten/kota dalam melaksanakan program pengendalian Filariasis
melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal Filariasis selama minimal 5 tahun
berturut-turut dengan cakupan minimal 65% total penduduk sehingga dapat
memutus penularan. Data kabupaten/kota endemis filariasis telah berhasil
mencapai eliminasi filariasis per provinsi dapat dilihat dalam tabel berikut:

55|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Tabel 3.5
Jumlah Kab/Kota endemis filariasis telah berhasil mencapai eliminasi filariasis
sampai tahun 2020

Jumlah Kab/Kota Jumlah Kab/Kota


No Provinsi % Capaian
Endemis Filariasis Eliminasi Filariasis
1 Aceh 12 2 16.7%
2 Sumatera Utara 9 5 55.6%
3 Sumatera Barat 10 7 70.0%
4 Riau 10 6 60.0%
5 Jambi 5 1 20.0%
6 Sumatera Selatan 9 2 22.2%
7 Bengkulu 5 1 20.0%
8 Lampung 1 0 0.0%
9 Kep. Bangka Belitung 7 5 71.4%
10 Kep. Riau 3 0 0.0%
11 Jawa Barat 11 6 54.5%
12 Jawa Tengah 9 0 0.0%
13 Banten 5 5 100.0%
14 Nusa Tenggara Timur 18 2 11.1%
15 Kalimantan Barat 9 0 0.0%
16 Kalimantan Tengah 11 3 27.3%
17 Kalimantan Selatan 8 1 12.5%
18 Kalimantan Timur 6 0 0.0%
19 Kalimantan Utara 4 0 0.0%
20 Sulawesi Tengah 9 3 33.3%
21 Sulawesi Selatan 4 2 50.0%
22 Sulawesi Tenggara 12 3 25.0%
23 Gorontalo 6 4 66.7%
24 Sulawesi Barat 4 1 25.0%
25 Maluku 8 0 0.0%
26 Maluku Utara 6 1 16.7%
27 Papua 23 4 17.4%
28 Papua Barat 12 0 0.0%
INDONESIA 236 64 27,1%
Sumber data : Laporan Subdit Filariasis dan Kecacingan Tahun 2020

Dari data diatas terdapat provinsi yang seluruh kabupaten/kota endemis dinilai
telah mencapai eliminasi filariasis yaitu Provinsi Banten. Sedangkan provinsi yang
capaian eliminasinya masih 0% dikarenakan kabupaten/kota endemis masih
melaksanakan POPM atau masuk dalam tahap surveilans pasca POPM antara
lain Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Utara, Maluku, dan Papua Barat. Indikator Kab/Kota endemis filariasis
tidak menjadi indikator indikator RPJMN dan Renstra Kementerian Kesehatan

56|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

sehingga tidak dapat dilakukan pembandingan. Bila dibandingkan dengan target


jangka menengah maka perbandingannya dapat dilihat dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.13
Target dan Capaian Kab/Kota endemis yang mencapai eliminasi
Tahun 2020-2024

Sumber data : Laporan Subdit Filariasis dan Kecacingan Tahun 2020

e. Analisa penyebab kegagalan pencapaian


Indonesia telah menetapkan sebanyak 236 kabupaten/kota dari total 514
kabupaten/kota adalah daerah endemis filariasis. Seluruh kabupaten/kota endemis
filariasis tersebut telah dibuat peta proses tahapan menuju eliminasi Filariasis
berdasarkan data dimulainya POPM Filariasis seluas kabupaten/kota, cakupan
POPM Filariasis, serta hasil tahapan survei evaluasi filariasis. Dari data tersebut
maka dapat ditentukan jumlah kabupaten/kota endemis filariasis telah berhasil
mencapai eliminasi filariasis pertahunnya.

Tahun 2020, Pemerintah Indonesia telah menetapkan terjadinya pandemi COVID-


19 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tanggal 13 April 2020
tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) sebagai bencana nasional. Terjadinya pandemi COVID-19 berimbas
pada kegiatan-kegiatan yang berbasis masyarakat serta anggaran program dan
kegiatan pencegahan dan pengendalian Filariasis dialihkan untuk penanggulangan
COVID-19. Kondisi pandemi COVID-19 juga berdampak pada dunia pendidikan
yakni tidak adanya kegiatan belajar mengajar di sekolah pada daerah terdampak
sehingga pelaksanaan kegiatan survei TAS Filariasis tahap dua dengan sasaran
anak sekolah kelas 1 dan kelas 2 SD/MI di beberapa kabupaten/kota terdampak
COVID-19 tidak dapat dilaksanakan.

Pada tahun 2020, anggaran operasional dan logistik untuk kegiatan survei
evaluasi Filariasis pada kabupaten/kota endemis sesuai tahapan eliminasi telah

57|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

dianggarkan baik melalui Anggaran Pusat/UPT, Dekon serta Hibah. Namun


karena adanya pandemi COVID-19 maka terdapat refocusing anggaran
operasional di UPT, serta pengadaan logistik pelaksanaan survei evaluasi filariasis
di anggaran Pusat dialihkan untuk penanggulangan Covid19. Hal ini menyebabkan
pelaksanaan beberapa Survei Evaluasi menjadi tertunda sehingga tidak mencapai
target yang telah ditetapkan.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator


1. Penguatan Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK)
Adanya pandemi COVID-19 yang berdampak pada pembatasan kegiatan
berbasis masyarakat. Untuk mensukseskan progam penanggulangan filariasis,
maka telah di terbitkan beberapa petunjuk teknis untuk kegiatan pengendalian
Filariasis di masa pandemi Covid19, antara lain:
a. Surat Direktur P2PTVZ Nomor PV.04.01/3/3002/2020 tanggal 17 Juni 2020
tentang Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Filariasis dan
Cacingan Tahun 2020. Di dalamnya terdapat Protokol POPM Filariasis di
Masa Pandemi COVID-19.
b. Surat Direktur P2PTVZ Nomor PV.04.01/3/3011/2020 tanggal 17 Juli 2020
tentang Penyampaian SOP Pelaksanaan Survei Paska POPM Filariasis
tahun 2020 di Masa Pandemi COVID-19.

2. Bulan Eliminasi Kaki Gajah (Belkaga)


Salah satu upaya strategis yang dilakukan untuk meningkatkan cakupan
pemberian obat massal pencegahan (POPM) filariasis adalah dengan
menjadikan bulan Oktober sebagai “Bulan Eliminasi Kaki Gajah (BELKAGA)”.
Bulan Eliminasi Kaki Gajah dilaksanakan pada Bulan Oktober. Dengan adanya
program Belkaga diharapkan seluruh lapisan masyarakat dari pusat hingga
daerah tergerak dengan serempak mendukung POMP Filariasis di wilayahnya,
seiring dengan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap
pentingnya program pengendalian filariasis di Indonesia. Pada tahun 2020,
POPM Filariasis dilaksanakan dengan memperhatikan protokol kesehatan
untuk mencegah penularan COVID-19.

Gambar 3.10
Video Pelaksanaan Belkaga 2020
58|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

3. Akselerasi Eiminasi Filariasis melalui Pelaksanaan POPM Filariasis dengan


menggunakan Regimen 3 obat IDA (Ivermectin, DEC, dan Albendazole)
Pada tahun 2018 WHO telah merekomendaskan penggunaan regimen IDA
dalam POPM Filariasis sebagai pengembangan obat makrofilariacidal yang
lebih efektif, aman, dan dapat digunakan di lapangan. Dengan cakupan
POPM yang efektif (>65%) maka regimen IDA dapat mempersingkat waktu
pelaksanaan POPM menjadi kurang dari 5 tahun. Dalam rangka akselerasi
eliminasi filariasis maka pada tahun 2020 melalui Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/365/2020 dilaksanakan POPM
Filariasis regimen IDA di Kabupaten Sumba Barat Daya, Kota Pekalongan,
dan Kabupaten Mamuju. Namun akibat berlangsungnya pandemi Covid-19
di seluruh wilayah Indonesia, pelaksanaan POPM Filariasis Regimen IDA di
Kota Pekalongan dan Kabupaten Mamuju mengalami penundaan pada
tahun 2020.

4. Advokasi, sosialisasi dan kordinasi Pemberian Obat Pencegahan Massal


(POPM) Filariasis secara intensif.
Advokasi, Sosialisasi, serta Koordinasi POPM Filariasis secara aktif dan
intensif dilaksanakan kepada Lintas Sektor dan Lintas Program terkait serta
seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan cakupan dalam minum obat
pencegahan Filariasis.

5. Monitoring dan Evaluasi dalam rangka Eliminasi Filariasis.


Kegiatan monitoring dan evaluasi dilaksanakan untuk memantau proses
pada tahap persiapan dan pemberian obat pencegahan massal filariasis
serta mengevaluasi hambatan dan tantangan dalam pengendalian Filariasis.
Kegiatan ini dilaksakan melalui:
a. Pertemuan Evaluasi Program Filariasis Tahun 2019 dan Rencana
Kegiatan POPM Filariasis tahun 2020 di Provinsi Aceh.
b. Pertemuan Virtual Koordinasi Pengelola Program Filariasis Provinsi
dalam rangka Penyusunan Data Dossier, identifikasi kebutuhan obat
dan ketersediaan Logistik Obat Filariasis.
c. Pertemuan Virtual Koordinasi Program Filariasis dan Kecacingan dalam
rangka Sosialisasi Risk Assessment untuk Implementasi POPM di
masa pandemi.
d. Koordinasi LS/LP dalam rangka penguatan program pengendalian
Filariasis.
e. Koordinasi National Task Force Filariasis (NTF) dan Komite Ahli
Pengobatan Filariasis (KAPFI).
f. Pencegahan Dini/ Penanggulangan Kejadian Ikutan Minum Obat
(POPM) Filariasis dan Kecacingan terpadu.
g. Assessment Persiapan Eliminasi filariasis

59|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

4. Surveilans Pasca POPM Filariasis


Surveilans merupakan tahap yang paling penting dalam melaksanakan
eliminasi filariasis. Setelah dilaksanakan POPM Filariasis selama 5 tahun
pada kabupaten/kota endemis filariasis dievaluasi melalui survei evaluasi
mikrofilaria untuk melihat apakah kabupaten/kota endemis filariasis berhasil
menurunkan angka mikrofilaria rate <1%. Setelah itu dilaksanakan survei
evaluasi penularan filariasis untuk melihat apakah masih terjadi penularan
pada daerah tersebut serta menentukan apakah suatu kabupaten/kota dapat
menghentikan kegiatan POPM Filariasis atau masih harus melanjutkan
kegiatan POPM Filariasis sebelum ditetapkan sebagai daerah eliminasi
filariasis. Pelaksanaan surveilans paska POPM Filariasis dilaksanakan
dengan memperhatikan protokol Kesehatan serta dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi pandemi COVID-19 di
Kabupaten/Kota.

5. Distribusi obat dan logistik ke daerah.


Dalam rangka mendukung kegiatan POPM Filariasis di kabupaten/kota maka
obat dan logistik pusat didistribusikan ke daerah sesuai perencanaan obat
dan logistik yang telah disusun sebelumnya

6. Pengadaan bahan-bahan KIE dan bahan survei filariasis.


Sebagai sarana komunikasi, informasi, dan edukasi terhadap masyarakat
terkait Filariasis maka telah dilaksanakan pengadaan berupa leaflet,
spanduk POPM, roll banner, lembar balik, buku edukasi bahaya dan
pentingnya mencegah filariasis. Dalam rangka mendukung pelaksanaan
evaluasi filariasis, maka telah dilaksanakan pengadaan bahan-bahan survei
diantaranya lancet dan bahan survei Filariasis.

g. Kendala/Masalah yang dihadapi


1. Adanya pandemi COVID-19 menyebabkan kegiatan berbasis masyarakat sulit
dilakukan salah satunya pelaksanaan POPM Filariasis dengan sasaran
penduduk usia 2-70 tahun. Hal ini berakibat beberapa daerah tidak dapat
melaksanakan POPM Filariasis serta cakupan POPM Filariasis dibawah target
(< 65% total penduduk).
2. Pandemi COVID-19 juga menyebabkan tidak adanya kegiatan belajar
mengajar di sekolah pada daerah terdampak sehingga pelaksanaan kegiatan
survei evaluasi penularan (Transmission Assessment Survey/TAS) Filariasis
di beberapa daerah tidak dapat dilaksanakan,
3. Refocusing anggaran operasional di Unit Pelaksana Teknis Ditjen P2P dan
pengadaan logistik pelaksanaan survei evaluasi filariasis di anggaran Pusat
untuk penanggulangan COVID-19.
4. Kondisi geografis beberapa wilayah di Indonesia yang sulit terjangkau.
Kegiatan POPM Filariasis dilaksanakan untuk seluruh penduduk usia 2-70
tahun di kabupaten/kota endemis filariasis, dimana beberapa daerah tersebut
60|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

merupakan daerah terpencil dan kepulauan yang sulit aksesnya, sehingga


pelaksanaan POPM Filariasis di daerah tersebut sulit menjangkau seluruh
sasaran, terutama di desa-desa terpencil.
5. Adanya dugaan Kejadian Ikutan Pasca POPM yang terjadi di masyarakat
dapat menurunkan angka partisipasi minum obat pada waktu POPM Filariasis.

h. Pemecahan Masalah
1. Pelaksanaan POPM Filariasis dan Survei Evaluasi Filariasis dilaksanakan
dengan memperhatikan protokol Kesehatan sesuai juknis yang telah disusun.
2. Advokasi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan komitmen dalam
menjangkau daerah-daerah sulit dalam pelaksanaan POPM Filariasis, serta
mengoptimalkan mobilisasi tenaga kesehatan yang ada untuk menjangkau
daerah-daerah sulit dan terpencil.
3. Konsolidasi dan penguatan jejaring Komisi Ahli penanggulangan kejadian
ikutan pasca POPM Filariasis baik di tingkat Pusat, Provinsi, dan
Kabupaten/Kota untuk mengantisipasi kejadian ikutan yang terjadi selama
pelaksanaan POPM Filariasis.
4. Penganggaran kembali Survei Evaluasi Filariasis tahun 2021 di beberapa
kabupaten/kota yang anggarannya telah direvisi untuk penanggulangan
COVID-19.
5. Percepatan penyediaan logistik Survei Evaluasi Filariasis pada awal tahun
2021, sehingga survei evaluasi filariasis yang tertunda tahun 2020 dapat
segera dilaksanakan pada awal tahun 2021.

6. Jumlah Kabupaten/Kota yang melakukan pencegahan perokok usia < 18 tahun


sebesar 50 Kab/Kota
a. Penjelasan Indikator
Indikator Kabupaten/Kota yang melakukan pencegahan perokok usia <18 tahun
menggambarkan upaya dalam rangka menurunkan prevalensi perokok melalui
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang melaksanakan Upaya
Berhenti Merokok (UBM) dan atau melaksanakan implementasi kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Lingkup FKTP yang dimaksud adalah puskesmas
yang melakukan layanan UBM. Layanan UBM merupakan salah satu upaya
dalam membantu masyarakat untuk berhenti merokok dan mengatasi gejala
putus nikotin. Gejala putus nikotin (withdrawal effect) dapat berupa perubahan
emosi dan perilaku. Sebagian perokok dapat berhenti tanpa mengalami gejala
putus nikotin, namun sebagian lagi masih mengalami kecanduan kembali
merokok. Sehingga diperlukan bantuan tenaga kesehatan melalui Layanan UBM
agar dapat membantu mereka yang kesulitan untuk berhenti merokok.

61|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Kegiatan konseling berhenti merokok dapat dilakukan terintegrasi dengan


program lain seperti program Practical Approach to Lung Health (PAL) atau
merupakan tindak lanjut dari kegiatan posbindu PTM, deteksi dini program keswa
yang menggunakan instrumen Alcohol Smoking and Substances Involvement
Screening Test (ASSIST), UBM sekolah, penjaringan awal dan berkala di
sekolah, Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK), dan
skrining berhenti merokok di sekolah. Pelayanan konseling UBM dapat dirujuk ke
Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) dengan pendekatan multi disiplin
apabila layanan UBM di FKTP dinilai gagal. Kegiatan Konseling UBM
diselenggarakan dengan manajemen perencanaan, pembiayaan,
penyelenggaraan, pencatatan, pelaporan serta pemantauan dan evaluasi yang
terstruktur sesuai ketentuan. Layanan konseling UBM adalah suatu layanan
konseling kepada seseorang yang ingin berhenti merokok yang diberikan oleh
seorang tenaga terlatih. Layanan konseling UBM di FKTP dilaksanakan 2 minggu
sekali selama 3 bulan pertama dengan durasi waktu 30 hingga 60 menit, atau
dilakukan minimal 6 kali pertemuan untuk setiap klien. Selain layanan UBM,
indikator ini juga dihitung dari Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan KTR.
Kab/Kota yang melaksanakan kebijakan KTR dinilai dari Kab/Kota yang
menerbitkan Perda atau Perkada tentang KTR.

b. Definisi Operasional
Jumlah kabupaten/kota yang ≥ 40% FKTP menyelenggarakan layanan Upaya
Berhenti Merokok (UBM) dan atau melaksanakan implementasi kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok.

c. Rumus/Cara perhitungan
Indikator ini dihitung dari akumulasi jumlah Kab/Kota yang ≥ 40% FKTP
menyelenggarakan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM) dan atau
melaksanakan implementasi Kawasan Tanpa Rokok.

d. Capaian Indikator
Indikator ini merupakan indikator baru pada periode tahun 2020-2024, karena
tidak ada di tahun sebelumnya. Tahun 2020 target yang ditetapkan adalah 50
kab/kota dan tercapai 19 (38,0%) kab/kota. Terdiri dari 13 kab/kota yang telah
menyelenggarakan layanan upaya berhenti merokok (UBM) dan 6 kab/kota yang
menerbitkan/mengimplementasikan Perda/Perkada KTR. Pada grafik ini terlihat
bahwa dari target sebanyak 350 yang ditetapkan pada tahun 2024, maka pada
tahun 2020 tidak mencapai target karena adanya pandemi COVID-19 dan akan
dilakukan percepatan pencapaian pada tahun 2021, target dan sasaran Kab/Kota
yang tidak tercapai pada tahun 2020 akan ditambahkan menjadi target 2021
sehingga diharapkan target 2024 dapat dicapai on track. Kondisi ini
dimungkinkan bila penanganan pandemi COVID-19 dapat dikendalikan.

62|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.14
Target dan Capaian Jumlah Kabupaten/Kota yang melakukan
pencegahan perokok usia <18 tahun
Tahun 2020-2024

Sumber data: Laporan Subdit PKGI Tahun 2020

Berdasarkan Sistem Informasi Penyakit Tidak Menular (SIPTM) berbasis web,


Kab/Kota yang ≥40% puskesmasnya telah menerapkan layanan UBM sebanyak
13 Kab/Kota dengan capaian tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat yakni
sebesar 30% Kab/Kota. Secara lengkap digambarkan dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.15
Jumlah Kabupaten/Kota yang ≥ 40% FKTP menyelenggarakan layanan UBM
Tahun 2020

Sumber data: Laporan Subdit PKGI Tahun 2020

Adapun Kab/Kota yang ≥40% FKTP menyelenggarakan UBM adalah Provinsi


Nusa Tenggara Barat (Kab Sumbawa Barat, Kota Bima dan Kab Lombok Utara);
Provinsi Kalimantan Utara (Kota Tarakan), Provinsi DKI Jakarta (Kab. Kep
Seribu), Provinsi Gorontalo (Kab Boalemo), Provinsi Sumatera Barat (Kota

63|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Payakumbuh, Kota Padang Panjang), Provinsi Jambi (Kab Bungo), Provinsi


Sulawesi Tenggara (Kab Buton Selatan), Provinsi NTT (Kab Malaka), Provinsi
Jawa Barat (Kota Bandung) dan Provinsi Sumatera Utara (Kab Labuhan Batu
Selatan).

Berdasarkan data Riskesdas 2018, prevalensi perokok usia 10-18 tahun di


Indonesia mencapai 9,1%. Provinsi dengan Kab/Kota yang mempunyai
prevalensi diatas angka nasional terbanyak adalah Provinsi Nusa Tenggara
Barat dengan nilai prevalensi 12,4% di semua Kab/Kota. Kabupaten Tapanuli
Utara, Kota Solok, Kota Tanjung Pinang dan Kota Pagar Alam merupakan
kab/kota dengan proporsi perokok usia 10-18 tahun yang lebih rendah dari angka
nasional (9,1%), sedangkan Kota Depok dan Kab Gorontalo Utara memiliki
proporsi perokok usia 10-18 tahun yang lebih tinggi dari angka nasional. Jumlah
Provinsi yang memiliki Kab/Kota dengan proporsi perokok diatas angka nasional
seperti digambarkan dalam grafik dibawah ini.

Grafik 3.16
Provinsi yang memiliki Kab/Kota dengan proporsi perokok
usia 10-18 tahun melebihi angka nasional

Sumber : Riskesdas, 2018

Dari 10 Kab/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan prevalensi diatas


angka nasional, 3 Kab/Kota telah mempunyai ≥ 40% FKTP yang
menyelenggarakan layanan UBM atau sebanyak 30% Kab/Kota sedangkan 7
Kab/Kota lainnya belum menyelenggarakan UBM. Provinsi Banten, sebanyak 6
dari 8 kab/kota (75%) memiliki proporsi perokok usia 10-18 tahun lebih tinggi dari
angka nasional, tetapi belum ada Kab/Kota yang ≥ 40% puskesmasnya telah
menyelenggarakan layanan UBM. Demikian pula dengan Provinsi Papua Barat
yang 69,2% kab/kota memiliki proporsi perokok usia 10-18 tahun lebih tinggi dari

64|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

angka nasional tetapi belum memiliki Puskesmas yang melaksanakan UBM.


Oleh karena itu diperlukan upaya yang lebih serius dari pemerintah daerah dalam
mendukung program nasional untuk melindungi setiap warga negara dari bahaya
rokok mengingat jumlah perokok pemula semakin meningkat

Kab/Kota yang melaksanakan/implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok


melalui penerbitan kebijakan daerah tentang kawasan tanpa rokok tahun 2020
sebanyak 6 Kab/Kota berupa Peraturan Daerah yakni Kabupaten Tapanuli Utara
(Sumatera Utara), Kota Solok (Sumatera Barat), Kota Pagar Alam (Sumatera
Selatan), Kabupaten Gorontalo Utara (Gorontalo), Kota Depok (Jawa Barat), dan
Kabupaten Sumba Brat (Nusa Tenggara Timur). Kota Depok menerbitkan Perda
Nomoor 2 Tahun 2020 sebagai Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 3
Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Bila dibandingkan dengan capaian
sejak tahun 2015-2020, secara kumulatif menunjukkan sebanyak 285 Kab/Kota
telah menerapkan KTR. Terdapat perbedaan definisi operasional terkait indikator
penerapan KTR tahun 2020 bila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
DO pada tahun 2020 adalah Kab/Kota yang menerbitkan Perda terkait KTR
sedangkan tahun-tahun sebelumnya adalah kabupaten/kota yang telah
melaksanakan kebijakan KTR yang dinilai dari telah menerapkan KTR paling
sedikit di 50% sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang
mengatur tentang KTR. Secara lengkap digambarkan dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.17
Provinsi dengan Kab/Kota telah menerapkan Perda KTR

Sumber data: Laporan Subdit PKGI Tahun 2020

Bila dibandingkan dengan Indikator Kinerja Sasaran dalam Renstra Kemenkes


yakni indikator 100% Kab/Kota yang menerapkan kebijakan KTR dengan target
324 Kab/Kota pada tahun 2020, telah tercapai sebanyak 279 atau sebesar
65|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

86,11%. Indikator ini menjadi indikator komposit dari Kabupaten/Kota yang


melakukan pencegahan perokok usia <18 tahun pada tahun 2020. Sama seperti
UBM, indikator KTR juga tidak mencapai target salah satunya karena pandemi
COVID-19 mengakibatkan pembatasan sosial sehingga kegiatan penerapan
kebijakan KTR terhambat.

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Indikator Kabupaten/Kota yang melakukan pencegahan perokok usia <18 tahun
tahun 2020 tidak tercapai karena pandemi COVID-19 yang menerapkan
kebijakan untuk tetap berada di rumah, belajar dari rumah dan bekerja dari
rumah. Pemerintah daerah belum seluruhnya mempunyai prioritas dan
pandangan yang sama dalam mewujudkan pengendalian rokok sehingga
capaian program nasional sangat tergantung prioritas daerah masing-masing.
Sinkronisasi program pusat dengan daerah belum optimal karena anggaran
kesehatan di daerah juga masih sangat terbatas. Komitmen dalam penerapan
KTR yang masih rendah juga berkontribusi mempengaruhi kegagalan dalam
pencapaian indikator program nasional.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


Upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai indikator Kabupaten/Kota
yang melakukan pencegahan perokok usia <18 tahun antara lain:
1) Penyusunan petunjuk teknis layanan UBM di FKTP sangat bermanfaat bagi
petugas untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam
penerapan layanan UBM di daerah masing-masing.
2) Penyusunan petunjuk teknis implementasi KTR menjadi arah dan strategi
dalam pencapaian penerapan kawasan tanpa rokok di daerah.
3) Penyusunan buku saku UBM dilakukan di internal Direktorat P2PTM dengan
masukan dari organisasi profesi terkait seperti Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Iindonesia
4) Penyusunan modul e-learning UBM. Pembuatan berbagai media
komunikasi, informasi, edukasi (KIE) yang sangat membantu masyarakat
mendapatkan informasi yang benar dan akurat dengan bahasa yang mudah
dimengerti dan dipahami.
5) Advokasi dan monev UBM dan implementasi KTR di 14 lokus yakni Kab.
Ogan Komering Ulu Selatan, Kota Pagar Alam, Kab. Lahat, Kab. Empat
Lawang, Kab. Penukal Abab Lematang Ilir, Kab. Pandeglang, Kota Cilegon,
Kab. Pekalongan, Kab. Tegal, Kab. Tasikmalaya, Kab. Garut, Kab. Jepara,
Kab. Brebes, Kab. Cirebon. Kegiatan ini dilakukan dengan melibatkan umsur
di lintas kementerian/lembaga yakni Kementerian Dalam Negeri dan
Komnas Pengendalian Tembakau.
6) Inovasi Layanan Quitline (Layanan Konsultasi Upaya Berhenti Merokok
melalui telpon tidak berbayar) telah ada sejak tahun 2016. Animo
masyarakat terhadap pelayanan Quitline.INA meningkat pada tahun 2020
yang dibuktikan dengan jumlah telepon terlayani sejumlah sebesar 77.065
kali dan yang tidak terlayani 6 kali lebih banyak dengan jumlah kurang lebih
461.222 kali. Nomor telpon Quitline.INA 0-800 177 6565 tercantum dalam

66|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

setiap bungkus rokok yang beredar di pasaran sesuai dengan Peraturan


Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2017. Layanan telah diakses oleh
masyarakat yang ingin mencari informasi tentang berhenti merokok atau
ingin berkonsultasi dari 34 propinsi setiap bulannya. Usia klien yang
menelpon ke Layanan Quitline.INA selama tahun 2020 ini terbanyak pada
rentang usia 20-24 tahun. Hal ini merupakan indikasi bahwa kesadaran
untuk berhenti merokok di kelompok usia produktif semakin meningkat. Hasil
survei kepuasan masyarakat atas pelayanan Quitline.INA Kementerian
Kesehatan RI tahun 2020 yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan
Menteri PAN RB nomor 14 tahun 2017 mendapatkan nilai indeks 3,38 atau
nilai SKM setelah dikonversi adalah 84,58 yang berada pada klasifikasi A
atau sangat memuaskan. Survei sudah diselenggarakan sejak tahun 2018
dengan hasil setiap tahunnya sangat memuaskan. Pada Tanggal 13
Agustus 2019 layanan Quitline.INA mendapat apresiasi sebagai Juara I
dalam Kompetisi Inovasi Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan RI
Kategori Pelayanan Publik Inklusif Untuk Memajukan Kesejahteraan
Masyarakat.
7) Penyebaran informasi upaya berhenti merokok juga dilaksanakan melalui
media sosial baik melalui facebook, Instagram, Path dan juga Tweeter.
Jumlah followers’ platform media sosial Direktorat P2PTM seperti Facebook
@p2ptmkemenkesRI adalah 110.924 orang, Instagram @p2ptmkemenkesri
189.000 orang dan Twitter @p2ptmkemenkesRI 14.200 orang.

g. Kendala/masalah yang dihadapi


1) Pandemi COVID-19 mempengaruhi capaian program dengan adanya
pembatasan sosial dan tetap dirumah sehingga kunjungan masyarakat ke
FKTP juga menurun. Sebagian FKTP yang sudah terlatih layanan UBM
belum menyelenggarakan layanan karena kendala pandemi COVID-19
sehigga tidak ada klien yang datang untuk konseling berhenti merokok;
2) Belum semua Kementerian dan Lembaga yang memiliki komitmen untuk
mengendalikan konsumsi produk tembakau;
3) Kegiatan advokasi dan sosialisasi di daerah dalam pengendalian konsumsi
tembakau pada Kab/Kota belum optimal;
4) Belum optimalnya koordinasi antara Lintas Program dan Lintas Sektor di
tingkat Kab/Kota dalam upaya pengendalian konsumsi rokok;
5) Daerah yang memiliki kebijakan KTR di daerah masih terbatas jumlahnya,
dan penerapan kebijakan di daerah yang telah memiliki kebijakan KTR
belum optimal;
6) Sistem pencatatan pelaporan melalui SIPTM belum optimal karena masih
banyak Kab/Kota yang tidak menginput SIPTM meskipun FKTP diwilayahnya
sudah menyelenggarakan UBM;
7) Penganggaran daerah yang belum optimal dalam memfasilitasi kegiatan-
kegiatan terkait pengendalian konsumsi rokok;
8) Masih banyak pimpinan daerah yang mengandalkan CSR Perusahaan
Rokok untuk menopang keuangan daerah yang menyebabkan adanya
benturan kepentingan.

67|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

h. Pemecahan Masalah
1) Optimalisasi dukungan komitmen lintas sektor dan lintas program melalui
upaya advokasi dan sosialisasi pengendalian tembakau serta mendorong
pengembangan regulasi Kawasan Tanpa Rokok di berbagai tingkat
pemerintahan yang didukung oleh semua pihak terkait dan masyarakat.
2) Untuk memaksimalkan Penerapan Kebijakan KTR di daerah dengan upaya
sebagai berikut:
a. Optimalisasi dukungan stakeholder dan mitra kesehatan dalam rangka
mencapai Implementasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas)
termasuk melaksanakan kebijakan KTR.
b. Mendorong penegakan hukum (law enforcement) secara konsisten sesuai
dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
c. Mengoptimalkan upaya advokasi dan sosialisasi melalui dukungan
Audiensi dari Tim Aliansi Bupati/Walikota peduli Kawasan Tanpa Rokok
(KTR) dan PTM kepada Bupati dan Walikota di Indonesia.
d. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam penegakan
Kebijakan KTR yang telah ditetapkan.
e. Membangun komitmen masyarakat untuk menerapkan KTR di rumah
tangga, RT/RW, Kelurahan/desa, dan Kecamatan melalui pemicuan/ FGD
partisipatori.
3) Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat akan bahaya
konsumsi rokok, melalui berbagai media Komunikasi-Informasi-Edukasi
(KIE) dan berkoordinasi dengan seluruh stakeholder dan mitra kesehatan.
4) Mendorong FKTP untuk melakakukan input data offline layanan UBM yang
sudah dilakukan dan mendorong Kab/Kota untuk melakukan upload data
tersebut ke dalam SIPTM berbasis web.
5) Penyegaran dalam penggunaan SIPTM berbasis web dan pemanfaatan
datanya agar dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam
penggunaan SIPTM.

7. Jumlah Kabupaten/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM


sebanyak 52 Kab/Kota
a. Penjelasan Indikator
Kabupaten/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM adalah
Kabupaten yang menyelenggarakan deteksi dini faktor risiko adalah kab/kota
yang menyelenggarakan deteksi dini faktor risiko pada populasi usia ≥ 15 tahun.
Deteksi dini faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan di posbindu berupa
pengukuran berat badan (BB), tinggi badan (TB), tekanan darah (TD), lingkar
perut, Indeks Massa Tubuh (IMT) dan kadar gula sewaktu dalam darah (GDS).

b. Definisi Operasional
Kab/Kota yang menyelenggarakan deteksi dini faktor risiko meliputi pengukuran
BB, TB, TD, GDS, IMT dan lingkar perut, paling kurang 80% populasi usia ≥ 15
tahun di UKBM dan FKTP. Capaian ≥ 80% populasi = 1 kab/kota.

68|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

c. Rumus/Cara perhitungan
Akumulasi jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian
PTM. Sedangkan cara perhitungan Kab/Kota yang menyelenggarakan deteksi
dini faktor risiko meliputi pengukuran BB, TB, TD, GDS, IMT dan lingkar perut,
paling kurang 80% populasi usia ≥ 15 tahun di UKBM dan FKTP adalah sebagai
berikut:
Kabupaten/kota yang Kab/Kota yang melakukan deteksi
melakukan Deteksi Dini dini TD, GDs, IMT dan lingkar perut
Faktor Risiko PTM ≥ 80% pada populasi usia ≥ 15 tahun x 100%
Populasi Usia ≥ 15 Tahun Populasi usia ≥ 15 Tahun di
Kab/Kota tersebut
Capaian ≥ 80% populasi = 1 kab/kota.

d. Capaian Indikator
Indikator jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
merupakan indikator baru tahun 2020-2024 dengan target awal tahun 2020
adalah 52 kab/kota dan akhir tahun 2024 sebanyak 514 Kab/Kota. Tahun 2020,
jumlah kab/Kota yang telah melakukan program pencegahan dan pengendalian
PTM sesuai standar sebanyak 242 kab/kota. Provinsi yang seluruh kab/kotanya
telah melakukan program pencegahan dan pengendalian PTM sesuai standar
yaitu Provinsi Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara dan Sulawesi Barat.

Grafik 3.18
Jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
Tahun 2020

Sumber data : Laporan Subdit DMGM Tahun 2020

Meskipun ada sebanyak 242 Kab/Kota telah melakukan pencegahan dan


pengendalian PTM sesuai standar tetapi capaian deteksi dini faktor risiko pada
populasi usia ≥ 15 tahun di setiap kab/kota di Provinsi tersebut belum mencapai
80%. Tahun 2020, hanya ada 2 Kab/Kota yang mencapai 80% populasi usia ≥
15 tahun atau sebesar 3,8% dari target 52 Kab/Kota seperti digambarkan dalam
69|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

grafik dibawah ini. Dalam grafik terlihat bahwa capaian yang masih sangat
rendah pada tahun 2020 akan mempengaruhi hasil akhir tahun 2024 karena
target tahun 2020 akan menjadi target tambahan pada tahun 2021 dan tahun
berikutnya. Oleh karena itu, akan dilakukan akselerasi pencapaian target di
tahun 2021 sehingga capaian sampai tahun 2024 bisa berjalan on track.

Grafik 3.19
Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang melakukan pencegahan
dan pengendalian PTM Tahun 2020

Sumber data : Laporan Subdit DMGM Tahun 2020

Kab/Kota yang telah mencapai target deteksi dini ≥ 80% pada populasi usia ≥ 15
tahun pada tahun 2020 adalah Kab Lombok Barat (93%) dan Kab. Lombok Utara
(85%). Selain 2 kab/kota yang telah mencapai target 80% juga terdapat 4
kab/kota yang telah mencapai lebih dari 50% deteksi dini pada populasi usia ≥ 15
tahun yaitu Kab. Bima (76%), Kab. Sumbawa Barat (69%), Kab. Lombok Timur
(57%), dan Kota Bima (53%) serta terdapat 46 kab/kota dengan capaian di
bawah 50%. Secara lengkap dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.20
Persentase Capaian Deteksi Dini Populasi di Kab/Kota
Tahun 2020

Sumber data : Laporan Subdit DMGM Tahun 2020

70|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Tahun 2017-2019, dilakukan pemantauan terhadap jumlah Individu yang


melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM. Hasil pemeriksaan setiap tahun
menunjukkan terjadi peningkatan jumlah orang yang melakukan pemeriksaan
dari tahun 2017-2019 tetapi mengalami penurunan pada tahun 2020.

Grafik 3.21
Jumlah orang yang melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM
Tahun 2017-2020

Sumber data : Laporan Subdit DMGM Tahun 2020

Bila dibandingkan dengan Indikator Kinerja Strategis dalam Renstra Kementerian


Kesehatan yakni meningkatnya Kab/Kota yang melakukan pencegahan dan
pengendalian PTM, penyakit menular termasuk NTD, maka indikator ini telah
berkontribusi sebesar 242 Kab/Kota telah melakukan pencegahan dan
pengendalian PTM sesuai standar.

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Indikator jumlah Kab/Kota yang melakukan deteksi dini faktor risiko PTM ≥ 80%
populasi usia ≥ 15 tahun merupakan indikator baru Renstra dan RAP Tahun
2020-2024. Pandemi COVID-19 pada tahun 2020 menyebabkan segala kegiatan
Kementerian Kesehatan fokus pada pencegahan dan pengendalian COVID-19.
Kegiatan deteksi dini faktor risiko PTM dilakukan dengan mengumpulkan warga
dan hal ini bertentangan dengan pembatasan sosial pada masa pandemi
sehingga kegiatan tersebut dihentikan sementara demi memutus mata rantai
penularan COVID-19. Tidak hanya kegiatan posbindu namun semua kegiatan
UKBM dan kegiatan yang mengumpulkan orang banyak saat pandemi ini
dilakukan penghentian sementara. Pemberhentian sementara kegiatan posbindu
sangat berpengaruh terhadap capaian deteksi dini faktor risiko PTM.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


1) Penguatan surveilans faktor risiko PTM melalui Sistem Informasi berbasis
web yang merupakan sistem pelaporan Penyakit Tidak Menular.
2) Pemanfaatan dana dekonsentrasi dalam penyelenggaraan Posbindu PTM
yang bertujuan untuk melakukan deteksi dini faktor risiko PTM.
3) Penyediaan alat Posbindu KIT dan Bahan Habis Pakai (BHP) melalui
pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik.
71|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

4) Advokasi kepada Pemerintah Daerah dalam penggunaan APBD, Anggaran


Dana Desa, dan sumber dana lainnya sesuai dengan peraturan yang
berlaku dalam rangka pencegahan dan pengendalian faktor risiko penyakit
tidak menular dengan menggiatkan deteksi dini faktor risiko penyakit tidak
menular melalui Posbindu PTM dan Gerakan Tekan Angka Obesitas
5) Advokasi kepada Pemerintah Daerah untuk pencapaian target indikator
SPM.
6) Integrasi kegiatan Posbindu PTM melalui Gerakan Masyarakat Hidup Sehat,
Posyandu Lansia, Kampus Sehat dan lainnya.
7) Penguatan NSPK Posbindu dan faktor risiko PTM untuk meningkatkan
optimalisasi pelaksanaan Posbindu sehingga akan meningkatkan cakupan
deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular.
8) Pembuatan Media Informasi baik cetak maupun elektronik tentang Posbindu
dan faktor risiko PTM.
9) Inovasi dengan pemanfaatan teknologi dan informasi serta deteksi dini
secara mandiri.

g. Kendala/masalah yang dihadapi


1) Situasi pandemi COVID-19 yang sedang dihadapi saat ini juga akan sangat
mempengaruhi capaian cakupan Kab/kota. Kab/Kota saat pandemi lebih
berfokus pada pengendalian COVID-19 dan adanya refocusing dana
kegiatan deteksi dini ke penanganan COVID-19
2) Cakupan deteksi dini faktor risiko PTM harus dilakukan pada setiap populasi
berusia ≥ 15 tahun di setiap wilayah minimal 1 kali dalam 1 tahun berjalan,
sehingga cakupan deteksi dini Kab/Kota setiap tahun sangat bergantung
pada performance/kinerja dari Kab/Kota tersebut pada tahun berjalan.
3) Masih perlunya advokasi dan sosialisai yang bersifat masif dan terintegrasi
dalam mendukung kegiatan Posbindu PTM ditengah pandemi COVID-19.
4) Belum optimalnya sosialisasi dan advokasi program pengendalian PTM
kepada Pemerintah Daerah.
5) Masih rendahnya komitmen pemangku kebijakan didaerah terhadap
program pengendalian PTM.
6) Masih sulitnya akses internet di beberapa daerah.

h. Pemecahan Masalah
1) Untuk menghadapi masalah COVID-19 maka dibuat panduan adaptasi
kebiaasaan baru yang merupakan panduan untuk seluruh masyarakat
termasuk pemegang program. Dengan adanya panduan ini maka
diharapkan program deteksi dini faktor risiko PTM melalui kegiatan posbindu
dapat tetap dilaksanakan di masyarakat.
2) Terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang adaptasi kebiasan
baru sehingga masyarakat dapat melakukan kegiatan posbindu dengan
menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan, memakai masker
dan menjaga jarak saat berada di kegiatan posbindu.
3) Melakukan advokasi dan sosialisai yang bersifat masif dan terintegrasi
dalam mendukung kegiatan Posbindu PTM ditengah pandemic Covid-19
72|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

4) Peningkatan kapasitas petugas dan kader dalam pelaksanaan Posbindu


PTM melalui pelatihan berjenjang dan pembekalan baik melalui dana
dekonsentrasi, APBD, dana DAK Non Fisik maupun dana lain sesuai
dengan peraturan yang berlaku
5) Melakukan sosialisasi dan advokasi pengendalian faktor risiko PTM, melalui
penguatan Posbindu di daerah.
6) Penguatan sistem informasi faktor risiko berbasis web.
7) Mengintegrasikan kegiatan Posbindu PTM dengan kegiatan Program
Indonesia Sehat melalui pendekatan Keluarga Sehat (PIS – PK), Posyandu
Lansia, SPM, Germas, Rmah Sehat, Kampus Sehat dan institusi lainnya
(OPD, swasta, sekolah, dll)
8) Mendorong Pemerintah Daerah untuk mengalokasikan anggaran sarana dan
prasarana (Posbindu Kit dan Bahan Habis Pakai) sesuai dengan kebutuhan
dan jumlah sasaran diwilayah nya.
9) Melakukan bimbingan teknis dan monev secara berkala.
10) Meningkatkan kerjasama dengan lintas program dan lintas sektor terkait
dalam rangka perluasan cakupan Posbindu dan skrining faktor risiko PTM.

8. Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan


jiwa dan penyalahgunaan napza sebesar 330 Kabupaten/Kota
a. Penjelasan indikator
Deteksi adalah langkah awal yang penting yang akan membawa orang yang
sakit mendapatkan pertolongan medis. Semakin cepat suatu penyakit, dalam
hal ini gangguan/penyakit jiwa, terdeteksi akan semakin cepat proses diagnosis
didapatnya dan semakin cepat pula pengobatan dapat dilakukan sehingga
diharapkan akan memotong perjalanan penyakit dan mencegah hendaya dan
disabilitas. Idealnya proses deteksi (dini) dapat dilakukan oleh setiap orang,
artinya masyarakat paham akan tanda-tanda awal gangguan jiwa, atau lebih
luas lagi masalah kesehatan jiwa, sehingga manakala masyarakat mendapati
gejala-gejala awal tersebut mereka akan memeriksakan diri ke dokter. Proses
deteksi dapat juga dilakukan oleh para kader kesehatan (jiwa) dan petugas
kesehatan. Dokter, memegang peranan penting dalam deteksi dini, posisi
mereka strategis, karena dengan mengenali adanya tanda dan gejala
gangguan jiwa pada pasien yang datang kepadanya akan membuat mereka
menangkap kemungkinan adanya gangguan jiwa dan melakukan pemeriksaan
psikiatrik untuk menetapkan adakah gangguan jiwa yang dapat terdiagnosis.

b. Definisi Operasional
Kabupaten/ Kota yang 25% puskesmasnya melakukan deteksi dini masalah
kesehatan jiwa dan penyalahguna NAPZA terhadap seluruh kelompok usia
dengan menggunakan instrumen SDQ (untuk anak usia 4-18 tahun) dan/ atau
SRQ 20 (usia diatas 18 tahun), dan ASSIST yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan dan/ atau guru terlatih sesuai alur deteksi dini

73|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

c. Cara perhitungan
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang memiliki 25% puskesmas yang
melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan penyalahguna NAPZA.
Target per provinsi ditetapkan melalui penghitungan secara proporsi, yaitu
jumlah kabupaten/kota sesuai target indikator pada tahun tersebut dibagi jumlah
kabupaten/ kota seluruh Indonesia dikalikan jumlah kabupaten/ kota yang ada di
provinsi tersebut, misalnya Provinsi Jawa Timur target tahun 2020 adalah
330/514 x 39 = 25 kab/ kota. Capaian tahunan dihitung pada akhir tahun
berjalan

d. Capaian indikator
Capaian indikator jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini
masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza sebanyak 205 kab kota
atau mencapai 62,12% dari target 330 kab /kota. Capaian tahun 2020 tidak
berjalan on track dan akan mempengaruhi capaian tahun 2021-2024. Target
yang tidak tercapai tahun 2020 akan menjadi target tambahan pada tahun 2021
dan tahun berikutnya sehingga capaian tahun 2024 diharapkan menjadi on
track. Secara lengkap terlihat dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.22
Target dan Capaian Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan napza
Tahun 2020-2024

Sumber data : Laporan Subdit Dewasa Lansia Tahun 2020

Capaian Kab/Kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa


dan napza terbanyak di Provinsi Jawa Timur dari target 24 Kab/Kota, tercapai
38 Kab/Kota. Sebanyak 11 Provinsi, capaiannya melebihi target (> 100%) dan
13 Provinsi target tidak tercapai (0%). Provinsi yang tidak mencapai target
adalah Sulawesi Barat, NTT, Sulawesi Utara, Papua Barat, Maluku, Maluku
Utara, Sumatera Utara, Banten, Bali, DIY, Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan
DKI Jakarta. Secara lengkap digambarkan dalam grafik berikut ini:

74|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.23
Jumlah Kab/Kota yang melaksanakan
deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan napza
Tahun 2020

Sumber data : Laporan Subdit Dewasa Lansia Tahun 2020

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Indikator capaian indikator Jumlah Kabupaten/Kota yang melaksanakan deteksi
dini masalah kesehatan jiwa dan penyalahgunaan napza hanya tercapai 205
kab/kota, disebabkan oleh adanya pandemi COVID-19 berdampak pada fokus
perhatian untuk penanggulangan COVID-19 sehingga kegiatan yang sudah
direncakan pada awal tahun tidak dapat dilaksanakan. Selain itu sampai periode
pelaporan belum semua daerah menyampaikan laporan capaian indikator.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


Upaya yang dilakukan dalam mencapai indikator melalui:
 Memberikan dana dekonsentrasi untuk orientasi tentang deteksi dini keswa
pada tenaga kesehatan di FKTP.
 Melakukan revisi pedoman penatalaksanaan gangguan jiwa di FKTP bagi
nakes secara daring, dengan peserta dari Organisasi Profesi, Direktorat
Yankes Primer, Direktorat Mutu Pelayanan Kesehatan, Direktorat Surveilans,
RS Jiwa Marzuki Mahdi, Subdit Dewasa Lansia dan Subdit Anak Remaja.
Kegiatan ini dilakukan untuk update/review kesesuaian pelayanan kesehatan
jiwa di FKTP sesuai kondisi saat ini.
 Membuat pedoman majemen terkait indikator di P2MKN tahun 2020-2024
secara daring. Pada bulan September, Oktober dan November 2020 di
Jakarta dilakukan kegiatan rapat penyusunan pedoman manajemen keswa
bagi petugas kesehatan, secara daring dengan melibatkan internal Direktorat
P2MKJN, organisasi profesi (PDSKJI, HIMPSI, IPK, IPKJI, IAKMI),
perwakilan RSJ UPT vertical Kemenkes, perwakilan Dinas Kesehatan
Provinsi dan perwakilan Puskesmas.Narasumber pertemuan penyusunan
berasal dari PDSKJI, RSJ, Dit P2MKJN dan Dinkes Provinsi DKI Jakarta.
Kegiatan membahas tentang outline pedoman antara lain pendahuluan,
75|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

kebijakan dan strategi, tata kelola penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa,


operasional penyelenggaraan upaya kesehatan jiwa. Selain itu disampaikan
pula penjabaran indikator kesehatan jiwa pada Renstra Kemenkes 2020-
2024, upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative, algoritma
pelayanan kesehatan jiwa, pencatatan dan pelaporan, monitoring dan
evaluasi.
 Melakukan sosialisasi sistem pelaporan siskeswa terkait masalah deteksi
dini dan lain lain secara daring. Sosialisasi SIMKESWA, dilakukan pada
bulan Oktober 2020, dengan peserta Kadinkes dan pemegang program
keswa dinkes di 34 Provinsi. Narasumber yang diundang adalah Dr. dr.
Warih Andan Puspitasari, M. Sc, Sp. KJ (K), Bpk. Deni (Dewan Studio).
Dalam sosialisasi tersebut di sampaikan tentang petunjuk teknis sistem
informasi kesehatan jiwa yang berisikan data ICD 10, data pasung dan data
lain terkait kesehatan jiwa.
 Melakukan supervisi dalam rangka dukungan kesehatan jiwa pada situasi
krisi pandemi COVID-19 di daerah.

g. Kendala/masalah yang dihadapi


1) Adanya pandemi COVID-19 menyebabkan terhambatnya pelaksanaan
kegiatan dan refocusing anggaran pada satker pusat maupun dekonsentrasi
sehingga capaian kegiatan tidak tercapai.
2) Belum semua daerah menyampaikan laporan terkait capaian indikator.
3) Kordinasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi belum optimal.
4) Belum maksimalnya komitmen pengambil kebijakan di daerah terhadap
program kesehatan jiwa.
5) Sistem pelaporan Siskewa yang belum maksimal digunakan di daerah.

h. Pemecahan Masalah
1) Meningkatkan upaya advokasi, sosialisasi dan koordinasi bidang keswa
pada daerah.
2) Mengalokasikan dana kesehatan jiwa melalui anggaran dekonsentrasi dan
Dana Alokasi Khusus bidang keswa.
3) Meningkatkan kapasitas SDM bidang keswa termasuk untuk pencatatan dan
pelaporan melalui pelatihan dan bimtek bagi tenaga kesehatan.
4) Melakukan bimbingan teknis terkait program kegiatan indikator dan
pelaporan bidang keswa dan napza.

9. Persentase Kabupaten/Kota yang mencapai 80% Imunisasi Dasar Lengkap anak


usia 0-11 bulan sebesar 79,3%
a. Penjelasan indikator
Imunisasi merupakan upaya untuk menimbulkan/ meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit sehingga apabila suatu saat
terpajan dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit
ringan. Pemberian imunisasi tidak hanya memberikan kekebalan spesifik pada
76|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

individu yang bersangkutan, tetapi juga dapat membentuk kekebalan kelompok


(herd immunity). Kekebalan kelompok di suatu daerah (dalam hal ini
kabupaten/kota) dapat terbentuk apabila cakupan imunisasi tinggi dan merata.
Indikator yang digunakan untuk mengukur hal tersebut adalah cakupan imunisasi
dasar lengkap pada bayi, dimana minimal 80% sasaran bayi yang ada di daerah
tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Indikator
presentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap anak
usia 0-11 bulan merupakan indikator yang memberikan gambaran seberapa
besar tingkat kekebalan kelompok di setiap kabupaten/kota. Dengan 80%
sasaran bayi yang mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap, maka 20%
sasaran bayi lainnya di daerah tersebut juga turut terlindungi.

b. Definisi Operasional
Kabupaten/kota dengan 80% jumlah bayi usia 0-11 bulan yang berada di
kabupaten/kota tersebut telah mendapat imunisasi dasar lengkap meliputi 1
dosis Hep B pd usia 0-7 hari, 1 dosis BCG, 4 dosis Polio tetes dan 1 dosis IPV, 3
dosis DPT-HB-Hib, serta 1 dosis MR selama kurun waktu 1 tahun.

c. Cara perhitungan
Jumlah kabupaten/kota yang mencapai cakupan imunisasi dasar lengkap ≥80%
dibagi jumlah kabupaten/kota di seluruh Indonesia pada tahun yang sama dikali
100%.

∑ K80% IDL
% K80%
= x 100%
IDL ∑ KK

Keterangan:
% K80% IDL : Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi
dasar lengkap anak usia 0-11 bulan
∑ K80% IDL : Jumlah kabupaten/kota yang mencapai cakupan imunisasi
dasar lengkap ≥80%
∑ KK : Jumlah seluruh kabupaten/kota pada tahun yang sama

d. Capaian indikator
Berdasarkan data s.d 20 Januari 2021, persentase kabupaten/kota dengan
80% bayi usia 0-11 bulan sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap sebesar
32,7% (168 kabupaten/kota) dari target 79,3% (401 kabupaten/kota), sehingga
capaian kinerja tahun 2020 sebesar 41,2%. Pada grafik dibawah ini terlihat, bila
dibandingkan dengan target jangka menengah pada tahun 2020-2024, maka
capaian indikator tahun 2020 belum berjalan on track, meskipun demikian
capaian tahun 2020 tidak akan mempengaruhi capaian tahun 2021-2024
karena capaian indikator Persentase Kab/Kota yang mencapai 80% IDL anak
usia 0-11 bulan dihitung per tahun. Kondisi capaian imunisasi tahun 2021

77|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

diperkirakan belum akan tercapai karena permasalahan COVID-19 belum


selesai dan fokus kegiatan Kab/Kota masih pada pengendalian COVID-19.
Grafik 3.24
Target dan Capaian
Persentase Kab/Kota yang mencapai 80% IDL anak usia 0-11 bulan
Tahun 2020-2024

Sumber data : Laporan Subdit Imunisasi Tahun 2020

Bila dibandingkan capaian tahun 2020 jauh lebih rendah dibandingkan tahun 2019
dan 2018. Pada tahun 2018 sebanyak 72,8% (374 kabupaten/kota) telah
mencapai target untuk memenuhi minimal 80% sasaran bayi usia 0-11 bulan
mendapatkan imunisasi dasar lengkap dari target 90%, sehingga capaian kinerja
tahun 2018 sebesar 81%. Sedangkan, pada tahun 2019, sebanyak 73,5% (378
kabupaten/kota) telah mencapai target untuk memenuhi minimal 80% sasaran bayi
usia 0-11 bulan mendapatkan imunisasi dasar lengkap dari target 95%, sehingga
capaian kinerja tahun 2019 sebesar 77%. Secara lengkap dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.25
Target dan Capaian
Persentase Kab/Kota yang mencapai 80% IDL anak usia 0-11 bulan
Tahun 2018-2020

Sumber data : Laporan Subdit Imunisasi Tahun 2020

78|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Indikator ini juga merupakan indikator sasaran strategis dalam Renstra


Kementerian Kesehatan sehingga tidak diperlukan pembandingan dengan
Renstra.

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Indikator persentase kabupaten/kota dengan 80% bayi usia 0-11 bulan sudah
mendapatkan imunisasi dasar lengkap tidak mencapai target yang ditentukan.
Data capaian yang digunakan untuk indikator tersebut belum final, yaitu data s.d
20 Januari 2021 yang merupakan data hasil pelayanan bulan November 2020.
Data capaian indikator yang disampaikan saat ini dapat ter-update kembali dan
masih dalam proses penyempurnaan.

Indikator tidak dapat mencapai target yang ditentukan karena adanya pandemi
COVID-19. Terjadinya pandemi COVID-19 menyebabkan pelayanan imunisasi di
sebagian daerah terhenti, baik karena adanya kebijakan dari pemerintah daerah
setempat atau karena ketakutan petugas untuk memberikan layanan imunisasi di
tengah situasi pandemi COVID-19. Adanya pandemi COVID-19 juga menimbulkan
kekhawatiran orang tua untuk membawa anaknya ke pelayanan kesehatan,
termasuk pelayanan imunisasi, sehingga kunjungan untuk imunisasi pun menurun.
Selain itu, hal lain yang juga sangat berpengaruh terhadap tidak tercapainya
indikator adalah terjadinya kekosongan vaksin IPV (polio suntik) sejak akhir 2019
s.d Minggu ke-4 September 2020, dimana vaksin tersebut merupakan salah satu
vaksin yang masuk dalam perhitungan indikator imunisasi dasar lengkap.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


Beberapa upaya telah dilakukan untuk dapat mencapai indikator presentase
kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap anak usia 0-11
bulan, antara lain:
1) Peningkatan kualitas pelayanan imunisasi, melalui:
 Melakukan penyusunan petunjuk teknis pelayanan imunisasi pada masa
pandemi COVID-19;
 Melakukan sosialisasi kepada petugas kesehatan terkait dengan petunjuk
teknis pelayanan imunisasi pada masa pandemi COVID-19 melalui
serangkaian kegiatan webinar;
 Melakukan koordinasi secara intensif dengan Direktorat Tata Kelola Obat
Publik dan Perbekalan Kesehatan, khususnya terkait dengan percepatan
penyediaan vaksin;
 Melakukan pelatihan jarak jauh untuk provinsi terpilih (Provinsi Jawa
Barat dan Provinsi Sulawesi Selatan) dengan melibatkan tim dari PPSDM
dan BBPK Ciloto;
 Melakukan supervisi dan monitoring secara berjenjang, baik secara
langsung melalui kegiatan kunjungan ke lapangan, maupun secara
daring;

79|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

 Bekerja sama dengan Pusat Data dan Informasi untuk mengembangkan


sistem pelaporan imunisasi berbasis DHIS2 melalui aplikasi satu data
kesehatan.

2) Peningkatan kesadaran masyarakat dan demand generation, melalui:


 Melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum tentang pentingnya
imunisasi pada masa pandemi COVID-19 dengan melibatkan para ahli
melalui rangkaian webinar pada saat pelaksanaan Pekan Imunisasi Dunia
(PID);
 Melakukan virtual training tentang strategi komunikasi melalui pendekatan
Human Centered Design (HCD) dengan melibatkan bagian promosi
kesehatan sehingga dapat digunakan dalam upaya peningkatan
kesadaran masyarakat untuk imunisasi;
 Pemberdayaan oranisasi masyarakat melalui sinergitas dengan
organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi, organisasi keagamaan
dan lintas sektor terkait lainnya (MUI, Perdhaki, Muslimat NU, Aisyiah,
Fathayat NU, PKK, Walubi, IDAI, IBI, PPNI, dan Kementerian/ Lembaga
lainnya).
 Penyebarluasan informasi dan edukasi melalui media cetak seperti buku
saku, spanduk, leaflet dan banner;
 Iklan Layanan Masyarakat (ILM) di TV, radio dan media elektronik.

3) Peningkatan koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait dalam
hal pelayanan dan penggerakan masyarakat.

g. Kendala/masalah yang dihadapi


Dalam upaya mencapai target indikator penyelenggaraan program imunisasi,
terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain:
a) Terjadinya pandemi COVID-19, dimana beberapa pelayanan imunisasi di
daerah terhenti dan adanya ketakutan orang tua untuk membawa anaknya ke
pelayanan kesehatan untuk imunisasi;
b) Kekosongan vaksin IPV (polio suntik) sejak akhir 2019 s.d Minggu ke-4
September 2020, dimana vaksin tersebut merupakan salah satu vaksin yang
masuk dalam perhitungan indikator imunisasi dasar lengkap;
c) Kondisi geografis pada beberapa daerah yang sulit dijangkau menyebabkan
pelayanan imunisasi tidak bisa optimal;
d) Kualitas pelayanan imunisasi belum merata, dimana masih ada kesenjangan
kompetensi petugas antara di daerah satu dengan daerah lain;
e) Keterbatasan sumber daya manusia dan tingginya tingkat pergantian petugas
terlatih;
f) Sistem pencatatan dan pelaporan belum berjalan optimal, dimana belum ada
sistem pencatatan dan pelaporan secara elektronik yang diimplementasikan
secara nasional;
g) Masih banyak rumor negatif tentang imunisasi (black campaign) yang beredar
di masyarakat melalui berbagai media;

80|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

h) Belum ditegakkannya hukum kepada daerah yang tidak


mencapai/menjalankan kinerja sesuai ketetapan berlaku atau kepada
individu/komunitas antivaksin.

h. Pemecahan Masalah
1) Melakukan sosialisasi petunjuk teknis pelayanan imunisasi pada masa
pandemi COVID-19 secara berjenjang dengan massive;
2) Melakukan koordinasi intensif dengan Direktorat Tata Kelola Obat Publik dan
Perbekalan Kesehatan dalam upaya percepatan penyediaan vaksin;
3) Melakukan advokasi dan sosialisasi dengan melibatkan tokoh agama, tokoh
masyarakat dan organisasi profesi untuk mengatasi rumor negatif imunisasi;
4) Melakukan sustainable outreach services (SOS) untuk menjangkau daerah-
daerah dengan geografis sulit;
5) Melakukan peningkatan kompetensi petugas kesehatan secara benjenjang,
baik melalui kegiatan peningkatan kapasitas secara langsung dalam bentuk
pertemuan ataupun on the job training, maupun melalui virtual training;
6) Mengoptimalkan sistem pencatatan dan pelaporan melalui aplikasi berbasis
excel yang sudah berjalan saat ini yaitu aplikasi pemantauan wilayah
setempat (PWS) dan bekerja sama dengan Pusat Data dan Informasi untuk
mengembangkan sistem pencatatan pelaporan imunisais berbasis DHIS2
melalui aplikasi datu data kesehatan.
7) Pembentukan Forum Komunikasi Peduli Imunisasi di tingkat pusat, provinsi,
kabupaten/kota dan puskesmas;
8) Melakukan koordinasi secara intensif dengan Kemendagri terkait pelaksanaan
imunisasi
9) Melaksanakan implementasi strategi komunikasi melalui pendekatan Human
Centered Design (HCD)/ Human Centered Strategic Planning;
10) Pelaksanaan pertemuan koordinasi secara intensif dengan ITAGI dan
Komnas PP KIPI, organisasi profesi, organisasi keagamaan, serta mitra
pembangunan nasional dan internasional;
11) Melakukan supervisi suportif dan monitoring evaluasi pelaksanaan imunisasi
secara berkala dan berjenjang disertai dengan pelaksanaan on the job training
serta pemberian umpan balik/ tindakan perbaikan secara langsung;
12) Penyusunan Pedoman Public Private Mix (PPM) atau jejaring layanan
imunisasi untuk memperkuat keterlibatan lintas program dan lintas sektor
dalam penyelenggaraan imunisasi.

10. Persentase Kabupaten/Kota yang mempunyai kapasitas dalam pencegahan


dan pengendalian KKM sebesar 56%
a. Penjelasan Indikator
Globalisasi mendorong kemajuan ekonomi, sosial dan budaya, namun pada sisi
lain meningkatkan risiko penyebaran penyakit dan faktir risiko kesehatan
lainnya, baik pada lintas wilayah regional sampai pada lintas internasional.
Kejadian penyakit yang menjadi perhatian international (dikenal dengan istilah
81|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

PHEIC; Public Health Emergency of International Concern) semakin meningkat


dan berimplikasi bukan hanya pada aspek kesehatan, namun juga aspek sosial,
ekonomi, politik dan pertahanan keamanan. Setiap negara diharapkan
mempunyai kemampuan dalam sistem kesehatannya untuk mampu melakukan
pencegahan, pendeteksian, melakukan tindakan penanggulangan dan
melaporkan suatu kejadian yang berpotensi kedaruratan kesehatan masyarakat.

Dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan upaya cegah tangkal dalam


rangka perlindungan Indonesia dan dunia terhadap Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKM-MD) perlu dilakukan koordinasi,
integrasi, sinkronisasi lintas sektor untuk mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan dalam hal deteksi, verifikasi, penilaian, pelaporan dan
penanggulangan potensi terjadinya KKM-MD. Oleh karena itu, diperlukan
peningkatan kewaspadaan dan kapasitas dalam merespon kedaruratan baik di
pintu masuk negara maupun di wilayah. Kegiatan di pintu masuk negara meliputi
upaya deteksi, pencegahan dan respon terhadap KKM. Respon terhadap
kedaruratan kesehatan masyarakat yang cepat, tepat dan efektif memerlukan
upaya yang terpadu antara stakeholder di pintu masuk dan di wilayah.

Wilayah kabupaten/kota sebagai bagian dari negara harus mempunyai


kapasitas dalam surveilans, deteksi dini dan respon sebagai jaminan kapasitas
suatu negara dalam kesiapsiagaan menghadapi kedaruratan kesehatan
masyarakat (KKM). Kesiapsiagaan tersebut dituangkan dalam bentuk dokumen
kebijakan yang merupakan kesepakatan bersama seluruh lintas sektor yang ada
di suatu wilayah dalam penanggulangan KKM yang berpotensi terjadi di
wilayahnya. Dokumen tersebut dinamakan dokumen rencana kontinjensi.

Penyusunan rencana kontinjensi melibatkan seluruh lintas sektor yang ada di


suatu wilayah dalam memberikan input untuk mendapatkan dokumen yang
adekuat dan dapat diandalkan. Penetapan KKM yang potensial terjadi disepakati
bersama, begitu pula dengan pembagian peran, tugas dan fungsi. Melalui proses
penyusunan inilah didapatkan komitmen bersama untuk menjamin kesiapsiagaan
dalam menghadapi KKM. Finalisasi dari dokumen ini adalah dengan
ditandatanganinya dokumen rencana kontinjensi oleh Bupati/ Walikota.

b. Definisi operasional
Kabupaten/Kota yang memiliki bandar udara dan/atau pelabuhan dan/atau
PLBDN yang melakukan deteksi, pencegahan dan respons terhadap
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Dalam hal ini kabupaten/kota melakukan
upaya deteksi, pencegahan dan respons terhadap potensi kedaruratan
kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh penyakit, bahan kimia, radio nuklir
dan keamanan pangan. Upaya tersebut termasuk menyusun dokumen kebijakan
bersama lintas program dan lintas sektor terkait yang ada di daerah dalam
rangka pencegahan dan pengendalian kedaruratan kesehatan masyarakat.

82|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah Kabupaten/Kota yang memiliki
Persentase Kab/Kota bandar udara dan/atau pelabuhan
yang mempunyai dan/atau PLBDN yang melakukan deteksi,
kapasitas dalam pencegahan dan respons terhadap KKM
x 100%
pencegahan dan = Jumlah seluruh Kabupaten/Kota yang
pengendalian KKM memiliki bandar udara dan/atau
pelabuhan dan/atau PLBDN

d. Capaian indikator
Indikator ini merupakan indikator kinerja sasaran dalam Renstra Kementerian
Kesehatan periode tahun 2020-2024. Pada tahun 2020, dari target 56% atau 22
Kab/Kota, telah tercapai 56% (22 Kab/Kota) dengan pintu masuk yang yang
melaksanakan kegiatan penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat
(KKM) dalam hal ini penanggulangan COVID-19, sehingga capaian kinerja
sebesar 100%. Capaian kinerja tersebut digambarkan dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.26
Target dan Capaian Kab/Kota Yang Mempunyai Kapasitas dalam
Pencegahan dan Pengendalian KKM
Tahun 2020-2024

Sumber data : Laporan Subdit Karantina Kesehatan Tahun 2020

Dari grafik diatas terlihat bahwa capaian tahun 2020 telah on track dan
diperkirakan sampai tahun 2024 akan tercapai sesuai dengan target yang
ditetapkan. Adapun kabupaten/kota yang melaksanakan kegiatan
penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dalam hal ini
COVID-19 tahun 2020 adalah sebagai berikut:

83|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Tabel 3.6
Kab/Kota Yang Mempunyai Kapasitas dalam Pencegahan
dan Pengendalian KKM

Provinsi Sasaran Kabupaten/Kota

Jambi 1. Kabupaten Tanjung Jabung Barat


Sumatera Selatan 2. Kota Lubuk Linggau
Riau 3. Indragiri Hulu
Jawa Barat 4. Kabupaten Majalengka
DI Yogyakarta 5. Kabupaten Kulonprogo
Jawa Tengah 6. Kabupaten Jepara
Jawa Timur 7. Kabupaten Banyuwangi
8. Kabupaten Malang
Kalimantan Tengah 9. Kota Waringin Barat
10. Kota Palangkaraya
Kalimantan Barat 11. Kabupaten Sintang
Kalimantan Timur 12. Kabupaten Kutai Kertanegara
Kalimantan Utara 13. Kabupaten Malinau
Sulawesi Tenggara 14. Kabupaten Wakatobi
15. Kabupaten Buton
Sulawesi Tengah 16. Kabupaten Poso
17. Kabupaten Tojo Una Una
Maluku Utara 18. Kota Ternate
Nusa Tenggara Barat 19. Kabupaten Sumbawa
Papua 20. Kota Jayapura
21. Kabupaten Biak Numfor
Papua Barat 22. Kabupaten Sorong
Sumber data : Laporan Subdit Karantina Kesehatan Tahun 2020

Indikator ini sudah ada sejak tahun 2015-2019, tetapi dengan perbedaan defenisi
operasional dengan tahun 2020. Tahun 2015-2019 target dihitung dari Kab/Kota
yang mempunyai pintu masuk internasional sedangkan tahun 2020-2024 dihitung
dari semua pintu masuk termasuk domestik. Kabupaten/Kota yang mempunyai
kapasitas dalam pencegahan dan pengendalian KKM dipintu masuk internasional
telah tercapai sehingga cakupan diperluas dengan meningkatkan kapasitas
Kab/Kota yang mempunyai pintu masuk domestik. Tahun 2020 indikator ini
dimasukkan kembali untuk menjawab sasaran strategis dalam Renstra
Kementerian Kesehatan yakni meningkatnya pencegahan dan pengendalian
penyakit serta pengelolaan kedaruratan kesehatan masyarakat.

Dari grafik dibawah ini terlihat seolah-olah target dan capaian menurun, tetapi
bila melihat persentase capaian sebesar 100% dari target jumlah Kab/Kota yang
baru.

84|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.27
Target dan Capaian Kab/Kota Yang Mempunyai Kapasitas dalam
Pencegahan dan Pengendalian KKM
Tahun 2016-2020

Sumber data : Laporan Subdit Karantina Kesehatan Tahun 2020

e. Analisa Penyebab Keberhasilan


Kabupaten/Kota yang mempunyai kapasitas dalam pencegahan dan pengendian
KKM adalah Kab/Kota yang melakukan upaya deteksi, pencegahan dan respons
terhadap potensi kedaruratan kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh
penyakit, bahan kimia, radio nuklir dan keamanan pangan. Tahun 2020, COVID-
19 ditetapkan sebagai PHEIC oleh WHO, yang kemudian diikuti dengan
penetapan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat (KKM) dan Bencana
Nasional oleh Presiden RI. Hal tersebut mewajibkan untuk semua daerah harus
siap melaksanakan kegiatan penanggulangan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat (KKM) dalam hal ini COVID-19 dengan memanfaatkan anggaran
yang ada baik pusat maupun daerah.

f. Upaya yang dilaksanakan untuk mencapai target indikator


- Melaksanakan workshop koordinasi dan integrasi antara Pintu Masuk dan
Wilayah dalam merespon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
- Sosialisasi dan advokasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap
faktor risiko kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melibatkan Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan lintas sector.
- Review dan update dokumen kebijakan yang telah disusun di
kabupaten/kota.

85|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

g. Kendala/Masalah yang Dihadapi


Kondisi pandemi COVID-19 mengharuskan setiap Kab/Kota unntuk
melaksanakan respon pengendalian pandemi di daerahnya, mulai dari
pembentukan satgas COVID-19 dan kegiatan respon lainnya. Kab/Kota yang
memiliki pintu masuk bekerjasama dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
yang ada diwilayah tersebut. Meskipun secara kapasitas untuk pencegahan dan
pengendalian COVID-19 namun beberapa daerah target belum mempunyai
dokumen rencana kontijensi. Kedepannya kordinasi dengan daerah akan
ditingkatkan untuk penyusunan rencana kontijensi tersebut.

h. Pemecahan Masalah
1) Melaksanakan Workshop Koordinasi dan Integrasi antara Pintu Masuk dan
Wilayah dalam Merespon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.
2) Sosialisasi dan advokasi kesiapsiagaan dan kewaspadaan terhadap faktor
risiko kedaruratan kesehatan masyarakat dengan melibatkan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) dan lintas sektor.
3) Review dan update dokumen kebijakan yang telah disusun di kabupaten/kota
4) Meningkatkan koordinasi dengan daerah terkait kelengkapan dokumen
kegiatan pencegahan dan pengendalian COVID-19 pada tahun 2020.
5) Melaksanakan penyusunan renkon melalui mekanisme virtual meeting.

11. Jumlah Kabupaten/Kota yang mencapai eliminasi penyakit infeksi tropis


terabaikan sebesar 42 Kab/Kota.
a. Penjelasan indikator
Penyakit infeksi tropis terabaikan adalah sekelompok penyakit tropis yang
beragam dan sangat umum terjadi pada populasi berpendapatan rendah di
wilayah berkembang. Ruang lingkup indikator Kab/Kota yang mencapai
eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan dalam laporan ini adalah penyakit
Frambusia. Meskipun penyakit frambusia masih dapat ditemukan pada
beberapa daerah kantong, namun sejak tahun 2017, kasus baru yang
dilaporkan berada di bawah angka 2000. Status eliminasi telah tercapai sejak
lama, dan kini frambusia sudah berada pada fase eradikasi. Eradikasi berarti
pembasmian penyakit hingga tidak ditemukan lagi atau nol kasus baru yang
ditemukan, baik secara klinis maupun serologis. Eradikasi frambusia sangat
besar kemungkinannya untuk tercapai karena manusia diketahui sebagai satu-
satunya sumber penularan frambusia; penularan terjadi dengan kontak
langsung, tanpa adanya vektor yang telibat; tersedia pengobatan yang efektif
dan dapat diterapkan dalam skala besar. Selain itu, perbaikan di bidang sosio-
ekonomi, sanitasi lingkungan, pendidikan dan teknologi mendorong terjadinya
eradikasi.

86|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Pemerintah Indonesia menetapkan target Eradikasi Frambusia di seluruh


kabupaten/kota pada tahun 2024. Salah satu syarat mencapai target tersebut
adalah surveilans berkinerja baik yang ditandai dengan adanya pelaporan yang
rutin dari seluruh puskesmas di Indonesia serta adanya kegiatan penemuan
kasus secara aktif berupa pemeriksaan anak sekolah dan pemeriksaan di desa
atau puskesmas keliling. Puskesmas diwajibkan untuk tetap mengirimkan
laporan meskipun tidak ditemukan kasus (zero reporting). Dengan memantau
pelaporan rutin tersebut, dapat diketahui kesiapan kabupaten/kota dalam
mencapai target eradikasi. Indikator Kab/Kota yang mencapai eliminasi
penyakit infeksi tropis dalam laporan ini akan menjelaskan Kab/Kota yang
melaksanakan surveilans berkinerja aktif. Bersama dengan dilaksanakannya
kegiatan penemuan kasus secara aktif, akan diperoleh informasi mengenai
situasi frambusia yang terjadi di wilayah tersebut, sehingga memungkinkan
untuk melakukan penanganan segera terhadap kasus konfirmasi yang
ditemukan dan pencegahan terhadap meluasnya transmisi.

b. Definisi Operasional
Jumlah kabupaten/kota yang ≥90% puskesmasnya melaporkan laporan
Program P2 Frambusia secara rutin, termasuk zero reporting serta terdapat
kegiatan surveilans aktif berupa pemeriksaan anak sekolah dan pemeriksaan di
desa atau puskesmas keliling.

c. Cara perhitungan
Jumlah kumulatif kabupaten/kota yang yang ≥90% puskesmasnya melaporkan
laporan Program P2 Frambusia secara rutin, termasuk zero reporting. Laporan
dikatakan lengkap ≥90% apabila seluruh puskesmas di wilayah tersebut rutin
melaporkan laporan bulanan frambusia dalam satu tahun sebanyak 90%

d. Capaian indikator
Di tingkat global, WHO menggunakan indikator adanya jumlah kasus baru
konfirmasi serologis yang terlaporkan dan cakupan pengobatan frambusia pada
populasi target sebagai tolok ukur program Pencegahan dan Pengendalian
Frambusia. Kedua indikator tersebut mempersyaratkan surveilans berjalan
dengan baik, seperti laporan bulanan terdokumentasi dengan baik dan
pencarian kasus aktif berjalan. Hal tersebut sejalan dengan indikator yang
ditetapkan oleh Indonesia yaitu Kabupaten/Kota dengan surveilans berkinerja
baik. WHO dalam Weekly Epidemiological Record for Yaws tahun 2018
menginformasikan bahwa dari 56 negara yang melaporkan ke WHO, sebanyak
23 (41%) negara pernah mencatat adanya kasus frambusia sejak tahun 1950.
Sebanyak 62.784 kasus suspek frambusia dilaporkan selama periode 2014-
2016. Negara dengan beban terbesar selama periode 2014-2018 yaitu
Kepulauan Solomon (41.130), Indonesia (7.662), Cote d’Ivoire (6.171), Ghana
(5.172), dan Kamerun (1.883). Frambusia terlaporkan dalam sistem surveilans
penyakit di 13 negara, dan diketahui tercantum dalam rencana nasional
penanggulangan penyakit pada 4 negara, termasuk Indonesia. Disebutkan
bahwa untuk dapat mendapatkan sertifikasi eradikasi frambusia, nantinya suatu

87|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

negara harus dapat membuktikan ketiadaan frambusia dengan melaporkan


hasil surveilans aktif dan survei serologi pada anak-anak.

Tahun 2020-2024 ditetapkan target Kabupaten/Kota dengan surveilans


berkinerja baik sebesar 42 Kab/Kota pada tahun 2020, 172 Kab/Kota tahun
2021, 283 Kab/Kota tahun 2022, 393 Kab/Kota tahun 2023, dan 514 Kab/Kota
tahun 2024 secara berturut-turut. Hasil pengamatan terhadap laporan bulanan
dan kegiatan program P2 frambusia diketahui sebanyak 18 kabupaten/kota
yang memiliki surveilans berkinerja baik ditandai dengan ≥90% puskesmasnya
melaporkan laporan Program P2 Frambusia secara rutin serta terdapat
kegiatan surveilans aktif berupa pemeriksaan anak sekolah dan pemeriksaan di
desa atau puskesmas keliling. Persentase pencapaian target adalah sebesar
42,9%. Bila dibandingkan dengan tahun 2019, diketahui sebanyak 15
kabupaten/kota dengan surveilans berkinerja baik sehingga capaian tahun 2020
lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2019. Secara lengkap dalam grafik
berikut ini:

Grafik 3.28
Target dan Capaian
Jumlah Kab/Kota dengan surveilans Frambusia berkinerja baik
Tahun 2019-2024

Sumber data : Laporan Subdit PTML Tahun 2020

Berdasarkan laporan WHO tahun 2012, Indonesia menjadi satu-satunya negara


di regional Asia Tenggara yang melaporkan adanya kasus frambusia, selain
Timor Leste. Kasus frambusia di Indonesia dari tahun ke tahun semakin
mengalami penurunan dari 673 kasus Frambusia di 35 Kabupaten menjadi 40
kasus di 7 Kabupaten pada tahun 2020.

88|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Gambar 3.11
Situasi Frambusia Tahun 2019 dan 2020

Sumber data : Laporan Subdit PTML Tahun 2020

Sebanyak 74 kabupaten/kota ditetapkan sebagai kabupaten/kota endemis


frambusia dengan kriteria kabupaten/kota yang pernah memiliki riwayat kasus
frambusia pada tahun 2010-2017. Sebagian besar kabupaten/kota tersebut
berada di wilayah timur Indonesia terutama regional NTT, Maluku dan Papua.
Daerah kantong frambusia terutama ditemukan pada daerah dengan sanitasi
lingkungan dan akses terhadap air bersih yang buruk, serta kesadaran
masyarakat akan kebersihan diri yang rendah. Peta endemisitas Frambusia
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.12
Peta Endemisitas Frambusia di Indonesia

Sumber data : Laporan Subdit PTML Tahun 2020

89|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Pelaksanaan surveilans frambusia di lapangan sangat dipengaruhi oleh
dukungan dan komitmen pemerintah daerah, termasuk dukungan politik dan
pengalokasian sumber daya. Komitmen daerah terhadap Program P2 Frambusia
di banyak daerah masih tergolong rendah karena bukan merupakan program
prioritas. Hanya sedikit daerah yang mengalokasikan APBD untuk program P2
frambusia. Daerah yang memiliki alokasi untuk frambusia, sebagian besar
diintegrasikan dengan program lain, seperti kusta, filariasis, UKS atau
penjaringan anak sekolah, PIS-PK dan lain sebagainya. Selain bukan merupakan
program prioritas, frambusia juga tergolong penyakit yang terabaikan. Frambusia
tidak masuk dalam kurikulum pendidikan tenaga kesehatan sehingga dewasa ini
banyak petugas kesehatan dan masyarakat yang tidak mengetahui apa itu
frambusia. Selain itu, sosialisasi dan orientasi p2 frambusia kepada petugas
puskesmas dirasa masih sangat minim, terutama terkait pengisian laporan
bulanan frambusia sehingga banyak petugas puskesmas yang belum
mengetahui cara pengisian laporan bulanan frambusia.

Tidak dapat dipungkiri, bahwa adanya pandemi COVID-19 mempengaruhi


jalannya program P2 frambusia. Anggaran pusat yang diperlukan untuk
mendukung pencapaian eradikasi frambusia di refocusing hingga 97,9%,
sehingga kegiatan-kegiatan untuk memonitoring surveilans dan penilaian
eradikasi frambusia di daerah endemis menjadi sangat terbatas. Pemotongan
anggaran juga terjadi pada dana dekonsentrasi bagi provinsi endemis frambusia
dan APBD terkait program P2 frambusia. Keseluruhannya dialihkan untuk
penanggulangan COVID-19, sehingga daerah kesulitan dalam memenuhi target
program dan kegiatan. Pembatasan kegiatan berupa pengumpulan masyarakat
menghambat terlaksananya surveilans frambusia. SDM di fasyankes pun
diarahkan untuk penanggulangan COVID-19, sehingga banyak program P2
frambusia yang tidak berjalan semestinya. Selama pandemi berlangsung, hampir
seluruh kegiatan P2 frambusia, seperti koordinasi, sosialisasi program dan
sosialisasi pencatatan dan pelaporan frambusia dilaksanakan secara daring,
namun pelaksanaannya tetap kurang maksimal.

f. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


Sebagian besar kegiatan P2 Frambusia terintegrasi dengan kegiatan P2 Kusta
baik pelaksanaan di pusat maupun di daerah.
1) Kegiatan P2 Frambusia bersumber dana dekonsentrasi bagi Provinsi dan
Kabupaten/Kota Endemis dengan bentuk kegiatan berupa kegiatan Evaluasi
Daerah Endemis/Riwayat (Survei Serologi) Frambusia yang dilaksanakan di
Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumba Timur, Timor Tengah Selatan, Malaka,
Paniai, Yahukimo, Supiori, dan Mappi; serta Pemberian Obat Pencegahan
Massal (POPM) Frambusia yang dilaksanakan di Kabupaten Tambraw.
2) Melaksanakan kegiatan verifikasi sertifikasi eradikasi Frambusia di Kota
Cilegon dan Kabupaten Serang, Provinsi Banten.

90|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

3) Pelatihan Program P2 Frambusia bagi pengelola program kusta dan


frambusia tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang diintegrasikan dengan
Pelatihan Program P2 Kusta Nasional.
4) Finalisasi draft Petunjuk Teknis Pemberian Sertifikat Bebas Frambusia bagi
Kabupaten/Kota di Indonesia.
5) Menyelenggarakan beberapa pertemuan secara daring:
 Pertemuan Evaluasi Program dan Validasi Data Kohort Nasional P2
Kusta dan Frambusia
 Pertemuan Koordinasi dan Evaluasi Realisasi Anggaran Dekonsentrasi
Tahun 2020
 Pertemuan Integrasi, Evaluasi, Validasi Data, dan Perencanaan Subdit
PTML Regional Barat dan Timur
 Pertemuan Sosialisasi SE Sertifikasi Bebas Frambusia bersama Komite
Ahli dan seluruh Provinsi
 Pertemuan Finalisasi draft Petunjuk Teknis Pemberian Sertifikat Bebas
Frambusia bagi Kabupaten/Kota di Indonesia.
6) Pendampingan uji coba alat RDT DPP Frambusia di Kabupaten Alor, Nusa
Tenggara Timur bekerja sama dengan Program Dokter Spesialis Dermatologi
Venereologi Fakultas Kedokteran UI, Komite Ahli dan WHO Indonesia.
7) Penyusunan Sistem Informasi Program P2 Kusta dan Frambusia (SITASIA).

g. Kendala/masalah yang dihadapi


1) Anggaran pusat untuk pelaksanaan verifikasi dan kegiatan lain yang
diperlukan untuk eradikasi frambusia di refocusing untuk penanggulangan
COVID-19 hingga 97,9%, sehingga kegiatan-kegiatan untuk penilaian
eradikasi frambusia menjadi sangat terbatas.
2) Anggaran dekonsentrasi bagi provinsi endemis frambusia dan anggaran
APBD terkait program P2 frambusia banyak yang dialihkan untuk
penanggulangan COVID-19, sehingga daerah kesulitan dalam memenuhi
target kegiatan.
3) Komitmen daerah terhadap Program P2 Frambusia masih rendah karena
bukan merupakan program prioritas di beberapa daerah.
4) Surveilans frambusia belum maksimal, penemuan kasus secara aktif
maupun pasif belum dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota.
5) Pengelola program banyak yang tidak mengetahui penyakit frambusia
karena sudah lama tidak ditemukan di daerahnya dan tidak masuk dalam
kurikulum pendidikan tenaga kesehatan.
6) Masyarakat belum tersosialisasi dengan penyakit frambusia.
7) Partisipasi puskesmas dalam pengisian laporan bulanan frambusia masih
sangat minim, petugas puskesmas banyak yang belum tersosialisasi dengan
cara pengisian laporan bulanan frambusia.
8) Belum maksimalnya kemitraan dengan LP/LS dan organisasi profesi.

91|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

h. Pemecahan Masalah
1) Memanfaatkan perangkat digital untuk berkoordinasi dan melakukan
monitoring dan evaluasi program.
2) Apabila mendapatkan izin dari Pemda setempat, tetap melaksanakan
kegiatan yang melibatkan masyarakat luas, seperti kegiatan pencarian
kasus, survei serologi atau POPM frambusia dengan memperhatikan
protokol kesehatan dan mengubah metode menjadi door to door.
3) Meningkatkan kegiatan advokasi dan sosialisasi program terhadap LP/LS
serta pemangku kepentingan terkait agar dapat meningkatkan komitmen dan
dukungan dalam pencapaian bebas frambusia.
4) Memperkuat surveilans frambusia dengan melakukan penemuan kasus baik
secara aktif maupun pasif serta memonitoring adanya kasus frambusia di
wilayah masing-masing.
5) Sosialisasi dan refreshing materi frambusia kepada pengelola program
provinsi, kabupaten/kota dan puskesmas.
6) Melalukan kegiatan promosi serta penyebaran media KIE frambusia ke
masyarakat.
7) Sosialisasi pengisian laporan bulanan frambusia baik yang bersifat manual
maupun yang diisi secara online.
8) Mendorong kabupaten/kota untuk mengajukan usulan bebas frambusia.
9) Sosialisasi mengenai sertifikasi bebas frambusia baik di kabupaten/kota non
endemis maupun endemis.
10) Memperkuat jejaring kemitraan dengan lintas program, lintas sektor,
organisasi profesi.

12. Persentase faktor risiko penyakit dipintu masuk yang dikendalikan sebesar
86%
a. Penjelasan indikator
Faktor risiko penyakit yang dikendalikan di pintu masuk adalah faktor risiko
yang dapat menimbulkan permasalahan kekarantinaan kesehatan yang terdiri
dari faktor risiko pada alat angkut dan isinya, faktor risiko lingkungan darat, air,
udara, limbah, dan faktor risiko pada tempat-tempat umum. Pengendalian faktor
risiko dilakukan dengan melakukan pemeriksaan semua faktor risiko agar tetap
dalam batas aman sesuai ambang batas yang ditentukan dan upaya respon
terhadap faktor risiko yang ditemukan.

Pemeriksaan orang dilakukan melalui pengawasan dokumen kesehatan


penumpang yakni International Certificate of Vaccination (ICV) dan penerbitan
dokumen surat laik terbang, surat sehat, sertifikat sehat. Selama masa
peningkatan kewaspadaan terhadap pandemi COVID-19, dilakukan
pemeriksaan dan validasi terhadap dokumen-dokumen kesehatan baik di area
domestik maupun internasional. Dokumen kesehatan yang diperiksa meliputi
surat keterangan rapid test antibodi dan antigen pada pelaku perjalanan
keberangkatan domestik, surat keterangan hasil PCR bagi pelaku perjalanan

92|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

kedatangan internasional, klirens kesehatan dan/atau pengantar karantina bagi


pelaku perjalanan kedatangan internasional, dan surat keterangan hasil PCR
bagi pelaku perjalan keberangkatan internasional tujuan Hongkong.
Pemeriksaan dokumen ini dilakukan dalam upaya skrining cegah tangkal
persebaran COVID-19 baik di lingkup domestik maupun internasional.
Dilakukan juga pemeriksaan suhu penumpang dan personil serta pengawasan
Health Alert Card (HAC), pemeriksaan Rapid Test dilakukan dalam upaya
skrining cegah tangkal masuknya COVID-19 di kedatangan internasional dan
pengambilan swab test PCR pada petugas beresiko tinggi dilingkungan
bandara. Selain pemeriksaan terkait COVID-19, dilakukan juga skrining
penyakit menular langsung meliputi penyakit TB dan HIV-AIDS. Skrining untuk
pengendalian penyakit adalah pemeriksaan terhadap orang-orang yang tidak
memiliki gejala ataupun keluhan (asimtomatik) untuk mengklasifikasikan
mereka ke dalam kategori yang diperkirakan mengidap atau tidak mengidap
penyakit penyakit (as likely or unlikely to have disease).

Pemeriksaan alat angkut antara lain pemeriksaan gendec yang meliputi asal
penerbangan, jumlah crew pesawat, jumlah penumpang, dan ada tidaknya
penumpang yang sakit di atas pesawat. Kegiatan ini merupakan pemeriksaan
dokumen perjalanan internasional yang berisi peristiwa yang berhubungan
dengan kesehatan pesawat yang diisi oleh pursher/pilot untuk mengetahui
ada/tidaknya penumpang/kru yang sakit atau berpotensi membawa penyakit
menular. Pemeriksaan COP dilakukan untuk melihat sertifikat izin bebas
karantina yang diberikan kepada pesawat yang datang dari luar negeri dan atau
daerah terjangkit. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan sanitasi alat angkut
untuk mengetahui faktor risiko sanitasi dan keberadaan vektor penyakit pada
alat angkut yang dapat menjadi media penualran penyakit.
Pemeriksaan barang meliputi pemeriksaan barang bawaan, penerbitan surat ijin
angkut jenazah dan penerbitan sertifikat OMKABA. Pengawasan lalu lintas
OMKABA dilakukan dengan pemeriksaan terhadap kelengkapan dokumen
muatan dan barang bawaan yang termasuk komoditi OMKABA. Hasil
pengawasan berupa penerbitan Surat Keterangan Kesehatan OMKABA yang
bertujuan agar OMKABA yang masuk maupun keluar melalui tidak
membahayakan kesehatan masyarakat.

Pemeriksaan lingkungan meliputi pemeriksaan Tempat-Tempat Umum (TTU),


Tempat Pengolahan Makanan (TPM) dan pemeriksaan sanitasi air.
Pemeriksaan sanitasi TTU dilakukan dengan memeriksa fisik berupa penilaian
kondisi higiene dan sanitasi gedung/bangunan dan lingkungan. Pemeriksaan
sanitasi TPM dilakukan menyeluruh mulai pemeriksaan higiene bahan
makanan, penyimpanan bahan makanan, pengelolaan makanan, hingga
penyajian makanan. Seluruh aspek lingkungan baik fisik tempat, peralatan
maupun penjamah juga diperhatikan dalam pemeriksaan ini.

93|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

b. Definisi Operasional
Faktor risiko yang dikendalikan berdasarkan temuan pada pemeriksaan orang,
alat angkut, barang dan lingkungan dalam satu tahun.

c. Cara perhitungan

Persentase faktor Jumlah faktor risiko yang dikendalikan pada


risiko penyakit orang, alat angkut, barang dan lingkungan
x
dipintu masuk yang Jumlah faktor risiko yang ditemukan pada
= 100%
dikendalikan pemeriksaan orang, alat angkut, barang dan
lingkungan

d. Capaian indikator
Capaian indikator persentase faktor risiko penyakit di pintu masuk yang
dikendalikan telah tercapai 99,9% dari target 86% dengan capaian kinerja
sebesar 116%. Data tahun 2020 menunjukkan jumlah pemeriksaan orang, alat
angkut, barang dan lingkungan sebanyak 101.948.825 pemeriksaan, jumlah
faktor risiko yang ditemukan sebanyak 7.271.523 dan faktor risiko yang
dikendalikan sebanyak 7.271.182 sehingga capaian faktor risiko yang
dkendalikan sebesar 99,9%. Secara lengkap terlihat dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.29
Target dan Capaian Persentase faktor risiko
di pintu masuk yang dikendalikan
Tahun 2020-2024

Sumber data : Laporan KKP Tahun 2020

Pada grafik diatas, capaian tahun 2020 telah tercapai 99,9% dan telah melebihi
target 2020 bahkan target tahun 2023 sehingga diperkirakan sampai tahun
2024, target indikator ini akan tercapai. Hal ini terjadi salah satunya karena
tahun 2020 terjadi pandemi COVID-19 sehingga KKP melakukan pengawasan
dan pengendalian COVID-19 dipintu masuk, yang berdampak pada
peningkatan jumlah pemeriksaan orang dan faktor risiko yang dikendalikan.
94|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Capaian persentase faktor risiko di pintu masuk untuk setiap KKP digambarkan
dalam grafik berikut:
Grafik 3.30
Capaian Persentase faktor risiko di pintu masuk yang dikendalikan
oleh KKP Tahun 2020

Sumber Data : Laporan KKP Tahun 2020

95|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Pengendalian faktor risiko dilakukan dengan berbagai upaya seperti dalam


pemeriksaan faktor risiko pada orang dilakukan pengendalian antara lain
pemberikan rujukan kasus penyakit yang memerlukan pemeriksaan dan
pengobatan lanjutan, memberikan vaksinasi meningitis pada calon jemaah,
karantina terhadap kasus positif penyakit menular, penundaan keberangkatan
terhadap penumpang yang tidak memiliki hasil rapid test/swab test COVID-19
dan pengendalian lainnya. Pengendalian faktor risiko alat angkut dilakukan
dengan disinseksi, disinfeksi, fumigasi, penetapan kapal dalam karantina
terhadap kapal yang membawa penumpang dengan penyakit menular
kekarantinaan. Pengendalian faktor risiko lingkungan dilakukan dengan cara
penyehatan TTU, TPM, kegiatan IRS, fogging, larvasida, insektisida,
pemberdayaan kader dan Teknologi Tepat Guna. Pengendalian dapat
dilakukan oleh KKP sendiri tetapi dapat pula bekerjasama dengan LPSL dan
KKP diwilayah kerja lainnya, salah satnya KKP Palu, pengendalian risiko alat
angkut di pelabuhan dilaksanakan oleh Badan Usaha Swasta (BUS) yang telah
mendapatkan ijin (sertifikat) dari Ditjen P2P tetapi tidak semua wilayah kerja
memiliki BUS sehingga upaya yang dilakukan memberikan rekomendasi untuk
dilaksanakan pengendalian di pelabuhan berikutnya dan KKP Palu wilker
bersangkutan berkoordinasi dengan KKP di pelabuhan tujuan.

Bila dibandingkan dengan target nasional yakni sebesar 86% maka semua KKP
telah mencapai target nasional dengan capaian terendah sebesar 86% yakni
KKP Kelas II Tanjung Balai Karimun dan KKP Kelas III Sampit sebesar 96%,
sedangkan KKP lainnya telah tercapai 100%.

f. Analisa Penyebab Keberhasilan


Tercapainya target indikator persentase faktor risiko di pintu masuk yang
dikendalikan karend didukung oleh:
1) SDM yang berkompeten dibidangnya sejalan dengan peningkatan kapasitas
yang dilakukan secara reguler untuk SDM di Kantor Kesehatan Pelabuhan.
2) Kerja sama yang baik dengan lintas sektor di Pelabuhan dan bandara yaitu
Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Otoritas
Bandara, KSOP Pelindo, Angkasa Pura, Maskapai Penerbangan, Agen
Pelayaran, Pengelola TTU dan TPM. Koordinasi dan kerjasama yang efektif,
massif, pro aktif dan berkelanjutan antar Lintas Progam Lintas Sektor untuk
mewujudkan tingkat hygiene sanitasi di pelabuhan dan bandar udara yang
optimal serta menjaga pelabuhan dan bandar udara bebas vektor dan
binatang pembawa penyakit pada perimeter dan buffer area.

g. Upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator


Upaya yang dilakukan dalam mencapai indikator melalui:
1) Pencegahan dan penangulangan masuk dan keluarnya penyakit karantina
dan penyakit menular tertentu melalui kapal laut dan pesawat udara melalui
pemeriksaan orang, alat angkut, barang dan lingkungan. Pada tahun 2020,
dilakukan pengawasan dan pengendalian COVID-19 dipintu masuk negara.

96|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

2) Layanan kesehatan pada situasi khusus arus mudik dan arus balik pada
hari besar keagamaan.
3) Pemeriksaan higiene sanilasi alat angkut dan pengawasan tindakan
sanitasi alat angkut seperti disinseksi, disinfeksi, fumigasi maupun
dekontaminasi.
4) lnspeksi sanitasi tempat-tempat umum, gedung, bangunan dan perusahaan
di pelabuhan dan bandar udara, serta upaya tindakan perbaikan terhadap
hasil pemeriksaan yang hasilnya kurang dengan diseminasi informasi hasil
inspeksi sanitasi tempat-tempat umum.
5) lnspeksi sanitasi tempat pengelolaan makanan (TPM) di pelabuhan dan
bandar udara serta saran-saran perbaikan dari kelengkapan administrasi
dan kelengkapan teknis.
6) Survey vektor pes, diare, malaria dan DBD pada wilayah kerja KKP.
3) Kordinasi dan kerjasama LPLS untuk mendukung pelaksanan kegiatan,
dibeberapa KKP telah terbentik jejaring kemitraan dengan LPLS dalam
bentuk forum pelabuhan/bandara sehat seperti di KKP Probolinggo, KKP
Balikpapan dan lainnya.
4) Pengadaan sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan diantaranya
ambulance paramedik, kendaraan operasional vektor dan sarana
prasarana lainnya.

h. Kendala/masalah yang dihadapi


 Perbandingan jumlah SDM dengan frekuensi lalu linta orang dan alat angkut
yang sangat tinggi masih menjadi kendala dimana jumlah SDM tekni masih
belum mencukupi untuk menunjang kegiatan. Pandemi COVID-19
berdampak pada perhatian dan fokus SDM yang lebih besar untuk
pengendalian COVID-19 sehingga beberapa kegiatan lainnya mengalami
hambatan pelaksanaan seperti pemeriksaan TTU, TPM dan lainnya.
 Dalam pelaksanaan skrining penyakit menular, masih ditemukan responden
yang kurang koperatif untuk mendapatkan pemeriksaan lanjutan, tidak
mengisi dengan jujur dan lengkap form pemeriksaan dan proses rujukan
membutuhkan waktu yang lama.
 Dalam pengawasan COVID-19, salah satu kendala yang ditemukan yakni
data di HAC/eHAC tidak lengkap sehingga sulit dilakukan tracing kontak
apabila ada kasus konfirmasi positif penumpang kapal atau pesawat.

i. Pemecahan Masalah
1) Mengusulkan penambahan SDM teknis untuk pengendalian faktor risiko di
KKP.
2) Melakukan pertemuan Lintas Program Lintas Sektor dan penyampaian KIE
kepada sasaran. Dalam kegiatan ini dapat dilakukan diseminasi informasi
sehingga diperoleh feedback dari LPLS terkait.
3) Sosialisasi kepada penumpang, pemasangan banner di Pelabuhan dan
Bandara tentang pengisian eHAC.
4) Meningkatkan kordinasi dengan Lintas Program Lintas Sektor untuk
pengawasan dan pengendalian COVID-19.

97|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

13. Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan sebesar 80%
a. Penjelasan Indikator
Rekomendasi kajian surveilans faktor risiko penyakit yang berbasis laboratorium
adalah rekomendasi dari B/BTKLPP ke Dirjen P2P tentang hasil surveilans faktor
risiko penyakit yang digunakan sebagai upaya deteksi dini pencegahan dan
respon kejadian penyakit. Surveilans faktor risiko yang dilakukan meliputi
penyakit yang menjadi sasaran RPJMN dan Renstra serta penyakit yang dapat
menimbulkan wabah.

b. Definisi operasional
Rekomendasi hasil kegiatan surveilans atau kajian/Survei faktor risiko
kesehatan berbasis laboratorium baik surveilans epidemiologi, surveilans faktor
risiko penyakit, kajian/survei penyakit dan faktor risiko penyakit, pengembangan
pengujian dan kendali mutu laboratorium oleh B/BTKLPP yang ditindaklanjuti/
dilaksanakan oleh B/BTKLPP dan stakeholder terkait dalam periode 3 tahun
terakhir.

c. Rumus/cara perhitungan
Jumlah rekomendasi hasil kegiatan
surveilans atau kajian/survei faktor risiko
Persentase
kesehatan berbasis laboratorium yang
rekomendasi
dilaksanakan/ ditindaklajuti oleh B/BTKLPP
hasil surveilans
dan stakeholder terkait sampai dengan 3 tahun
faktor risiko dan
sejak rekomendasi dikeluarkan x
penyakit berbasis =
Jumlah rekomendasi hasil kegiatan 100%
laboratorium
surveilans atau kajian/survei faktor risiko
yang
kesehatan berbasis laboratorium yang
dimanfaatkan
disampaikan kepada stakeholder terkait
selama 3 tahun terakhir

d. Capaian indikator
Sebanyak 742 rekomendasi telah dikeluarkan oleh B/BTKLPP selama 3 tahun
terakhir sejak tahun 2018-2020, dari rekomendasi tersebut, telah dimanfaatkan
356 rekomendasi baik oleh B/BTKLPP sendiri maupun stakeholder lainnya
sehingga capaian indikator ini sebesar 48%. Bila dibandingkan dengan target
80% maka indikator ini tidak tercapai dengan capaian sebesar 60%. Capaian
persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan digambarkan dalam grafik berikut ini:

98|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.31
Target dan Capaian
Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko
dan penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan
Tahun 2020 - 2024

Sumber data : Laporan B/BTKLPP Tahun 2020

Dari 10 B/BTKLPP yang melaksanakan indikator ini sebanyak 5 B/BTKLPP


telah mencapai target 100% sedangkan 5 satker lainnya capaian <100%.
Target nasional yang ditetapkan adalah 80% sehingga dari grafik dibawah ini
terlihat ada 6 B/BTKLPP yang mencapai target dan 4 lainnya tidak mencapai
target nasional. B/BTKLPP yang tidak mencapai target adalah BBTKLPP
Banjarbaru, Jakarta, Yogyakarta, BTKL Batam, Makasar. Secara lengkap
dalam grafik berikut ini:

Grafik 3.32
Persentase capaian rekomendasi hasil surveilans faktor risiko
dan penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan
Tahun 2020

Sumber data : Laporan B/BTKLPP Tahun 2020

99|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Indikator ini merupakan indikator baru tahun 2020-2024 sehingga pembandingan


dengan tahun-tahun sebelumnya tidak bisa dilakukan.

e. Analisa Penyebab Kegagalan Pencapaian


Pada 5 B/BTKLPP target indikator ini tercapai dan pada 5 satker lainnya tidak
tercapai, meskipun demikian secara total indikator ini tidak tercapai. Beberapa
hal yang menyebabkan indikator ini tercapai di B/BTKLPP adalah adanya
dukungan dari Dinas Kesehatan Provinsi seperti Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat dan Dinkes Kabupaten Bandung dalam pelaksanaan rekomendasi yang
diberikan antara lain dukungan pelaksanaan survei sentinel Leptosprisosis,
komitmen dari Dinas Kesehatan Provinsi Banten dan Dinas Kesehatan
Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang dalam pelaksanaan Suveilans
Sentinel Leptospirosis di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Serang, Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Banten,
dan Kalimantan Barat dalam pelaksanaan Survei Pre TAS dan TAS Filariasis.
Selain itu rekomendasi yang diberikan implementatif dan mampu dilaksanakan
juga pemberian pendampingan terhadap pelaksanaan rekomendasi terbukti
memberikan motivasi kepada stakeholder dan keberhasilan yang cukup baik
dalam pemanfaatan rekomendasi yang diberikan. Rekomendasi yang
disampaikan dengan metode advokasi yang tepat dan sasaran yang tepat lebih
dapat memberikan keberhasilan dalam memicu stakeholder untuk memanfaatkan
rekomendasi yang diberikan.

Secara keseluruhan indikator ini tidak tercapai, hal ini disebabkan oleh:
1) Pandemi COVID-19 berakibat terhadap pembatalan kegiatan sehingga
rekomendasi tidak dapat ditindaklanjuti sesuai rencana. Salah satu contoh
adalah kegiatan kajian dengan sasaran anak sekolah, yang tidak dapat
dilaksanakan karena ada kebijakan penyelenggaran pendidikan sekolah
secara daring, sehingga kegiatan harus dibatalkan.
2) Sebagian stakeholders di daerah memiliki kebijakan dan prioritas masing-
masing, terutama penganggaran, sehingga pemanfaatan rekomendasi yang
diterbitkan B/BTKLPP bukan sebagai kewajiban yang harus dilakukan oleh
stakeholder.

f. Upaya yang Dilaksanakan Mencapai Target Indikator


1) Meningkatkan advokasi, koordinasi, dan sinkronisasi terkait pelaksanaan
teknis tindak lanjut terhadap rekomendasi.
2) Meningkatkan kualitas rekomendasi (surveilans berbasis laboratorium) agar
peningkatan pemanfaatan dapat dicapai.
3) Meningkatkan kecepatan dan ketepatan waktu penyampaian rekomendasi
yang telah diterbitkan kepada stakeholder
4) Menyampaikan rekomendasi yang perlu ditindaklanjuti dengan metode
penyampaian (advokasi) yang lebih praktis, mudah diakses dan dipahami

100|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

baik melalui surat, WA, dan/atau forum sosialisasi/diseminasi informasi hasil


kegiatan disesuaikan dengan kondisi sasaran.
5) Monitoring pelaksanaan tindak lanjut rekomendasi.
6) Peningkatan kapasitas staf B/BTKLPP untuk menghasilkan SDM yang
kompeten.

h. Kendala/Masalah yang Dihadapi


1) Terjadinya pandemi COVID-19 menyebabkan B/BTKLPP Jakarta fokus
melaksanakan pengendalian COVID-19, sehingga untuk mengevaluasi
pemanfaatan rekomendasi oleh stakeholder maupun internal B/BTKLPP
tidak optimal.
2) Seluruh sumberdaya baik SDM maupun sarana dan prasarana termasuk
anggaran (revisi anggaran) yang ada di B/BTKLPP Jakarta diprioritaskan
untuk melaksanakan pemeriksaan laboratorium, contact tracing dan PE
serta melakukan pengendalian faktor risiko melalui KIE dan desinfeksi.
3) Pemeriksaan PCR Malaria tidak dapat dilakukan sesegera mungkin setelah
kegiatan pengambilan sampel selesai dikarenakan antrian alat PCR yang
tersedia di B/BTKLPP.
4) Tidak semua daerah/instansi terkait dapat melaksanakan tindak lanjut dari
kegiatan yang sudah dilaksanakan karena keterbatasan sumber daya dan
koordinasi terkait rekomendasi yang dimanfaatkan sangat minim oleh karena
kesibukan stakeholder menangani COVID-19 di wilayah layanan.

i. Pemecahan Masalah
Terhadap permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan kegiatan,
BBTKLPP melakukan pemecahan masalah sebagai berikut:
1) Menyampaikan hasil kajian atau rekomendasi kepada Ditjen P2P maupun
LPLS terkait.
2) Melakukan koordinasi dengan LPLS dalam melaksanakan kegiatan terkait
dengan tindak lanjut yang telah direkomendasikan sehingga terjadi
kesinambungan kegiatan.
3) Melakukan monitoring evaluasi sesudah kegiatan untuk mengetahui tindak
lanjut yang telah dilaksanakan, termasuk umpan balik secara tertulis.
4) Bekerja sama dengan instansi lain yang diluar dinas Kesehatan seperti
otoritas bandara sehingga mengetahui tindak lanjut yang telah dilaksanakan.

101|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

B. REALISASI ANGGARAN
1. Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan
Pagu awal anggaran Ditjen P2P Tahun Anggaran 2020 adalah
2.085.337.669.000,00 kemudian dilakukan revisi DIPA sehingga pagu akhir menjadi
Rp. 4.203.943.210.000. Sebanyak 81% anggaran Ditjen P2P berasal dari Rupaih
Murni, 17% dari PNBP dan 2% dari Hibah Langsung Luar Negeri. Secara lengkap
distribusi pagu anggaran Ditjen P2P berdasarkan sumber dana terlihat dalam grafik
dibawah ini:
Grafik 3.33
Distribusi Pagu Anggaran Berdasarkan Sumber Dana Tahun 2020

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021

Realisasi anggaran Ditjen P2P tahun 2020 sebesar 91,3%, dari pagu total sebesar
Rp. 4.203.943.210.000, telah direalisasikan sebesar Rp. 3.838.062.886.858 Secara
lengkap pada tabel berikut ini:
Tabel 3.7
Realisasi Anggaran Berdasarkan Kewenangan dan Jenis Belanja
Tahun 2020

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021

Realisasi tertinggi pada kantor daerah sebesar 92,35% dimana realisasi B/BTKLPP
lebih tinggi (93.11%) dibandingkan dengan realisasi KKP (92,08%). Realisasi
terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker dekonsentrasi yakni
102|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

sebesar 83,81%. Realisasi Dinas Kesehatan Provinsi masih belum optimal karena
fokus kegiatan Dinas Kesehatan beralih untuk pengendalian COVID-19, anggaran
daerah untuk pengendalian pandemi cukup besar dan adanya Surat Edaran Kepala
Daerah untuk pembatasan sosial sehingga tidak memungkinkan kegiatan
pertemuan berjalan sehingga beberapa kegiatan lain tidak terlaksana.

Bila dibandingkan dengan target realisasi anggaran yakni 95% maka realisasi
anggaran Ditjen P2P belum mencapai target (kurang 2,65%). Bila dibandingkan
realisasi anggaran Ditjen P2P selama tahun 2018-2019, maka dalam grafik dibawah
ini terlihat bahwa pagu tertinggi Ditjen P2P pada tahun 2020 sedangkan realisasi
tertinggi pada tahun 2019. (94,2%) dan realisasi tahun 2020 lebih rendah dari taun
2019. Peningkatan pagu anggaran terlihat dari tahun 2019 ke tahun 2020
sedangkan jumlah realisasi anggaran meningkat dari tahun 2018-2020
Grafik 3.34
Pagu dan Realisasi Anggaran Ditjen P2P Tahun 2018-2020

Sumber : LAKIP Ditjen P2P, 2018-2020

Bila dilihat realisasi anggaran per jenis belanja maka realisasi tertinggi pada belanja
barang dan jasa (93%), kemudian belanja pegawai (92%) dan realisasi terendah
pada belanja modal (64%), seperti pada grafik berikut ini:

103|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Grafik 3.35
Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja Tahun 2020

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021

Bila dilihat realisasi anggaran Ditjen P2P berdasarkan sumber dana maka terlihat
bahwa realisasi tertinggi pada HLN (92.6%), kemudian Rupiah Murni (91%) dan
PNBP (90,9%).
Grafik 3.36
Realisasi Anggaran Berdasarkan Sumber Dana Tahun 2020

Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021

104|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

2. Realisasi Anggaran Dekonsentrasi


Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker penerima dana dekonsentrasi tahun 2020
telah melaksanakan kegiatan dengan total realisasi anggaran sebesar 87,27%.
Realisasi tertinggi pada satker Dinas Kesehatan Provinsi Riau (98,39%) dan
terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi Papua (50,35%). Rendahnya realisasi
Dinas Kesehatan Provinsi Papua terjadi karena pergantian pejabat daerah yang
berdampak pada terlambatnya SK pengelola keuangan diterbitkan. Selain itu
adanya Surat Edaran Kepala Daerah yang menyampaikan larangan untuk
pertemuan dan harus melakukan pembatasan sosial menyebabkan beberapa
kegiatan tidak terlaksana. Secara lengkap realisasi anggaran per Dinas Kesehatan
Provinsi terlihat dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.8
Realisasi Anggaran Dinas Kesehatan Provinsi Tahun 2020
Satker Dekonsentrasi Pagu Realisasi Persentase
1. Dinkes Prov. Riau 1.058.550.000 1.041.491.350 98,39%
2. Dinkes Prov. Jambi 1.550.835.000 1.523.109.374 98,21%
3. Dinkes Prov. Sulawesi Tengah 5.293.261.000 5.177.976.225 97,82%
4. Dinkes Prov. Gorontalo 1.054.362.000 1.026.961.900 97,40%
5. Dinkes Prov. Maluku Utara 1.582.142.000 1.525.166.200 96,40%
6. Dinkes Prov. Sumatera Utara 2.228.315.000 2.129.409.330 95,56%
7. Dinkes Prov. Sulawesi 1.050.578.000 996.765.900 94,88%
Tenggara
8. Dinkes Prov. Nusa Tenggara 5.730.372.000 5.399.658.449 94,23%
Timur
9. Dinkes Prov. Bali 1.225.524.000 1.154.675.400 94,22%
10. Dinkes Prov. Papua Barat 3.233.229.000 3.003.442.000 92,89%
11. Dinkes Prov. Bengkulu 759.503.000 705.028.984 92,83%
12. Dinkes Prov. Kalimantan 2.920.064.000 2.696.357.400 92,34%
Selatan
13. Dinkes Prov. Sulawesi Selatan 1.071.383.000 982.539.988 91,71%
14. Dinkes Prov. Kalimantan 2.020.835.000 1.834.304.850 90,77%
Tengah
15. Dinkes Prov. Banten 1.242.976.000 1.123.011.000 90,35%
16. Dinkes Prov. Kalimantan Utara 1.925.537.000 1.718.610.000 89,25%
17. Dinkes Prov. Kalimantan Barat 1.052.157.000 933.926.150 88,76%
18. Dinkes Prov. D.I. Yogyakarta 1.323.120.000 1.171.265.600 88,52%
19. Dinkes Prov. Nusa Tenggara 3.188.348.000 2.817.439.120 88,37%
Barat
20. Dinkes Prov. Sulawesi Utara 1.925.049.000 1.664.635.652 86,47%
21. Dinkes Prov. Bangka Belitung 1.695.030.000 1.433.004.550 84,54%
22. Dinkes Prov. Lampung 1.427.915.000 1.205.072.500 84,39%
23. Dinkes Prov. Sumatera Selatan 2.373.638.000 1.986.585.792 83,69%
24. Dinkes Prov. Jawa Tengah 3.167.232.000 2.631.287.200 83,08%
25. Dinkes Prov. Sulawesi Barat 2.109.608.000 1.704.746.107 80,81%
26. Dinkes Prov. Pemerintah Aceh 2.595.887.000 2.081.497.644 80,18%
27. Dinkes Prov. Kepulauan Riau 2.620.539.000 2.039.307.567 77,82%
105|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Satker Dekonsentrasi Pagu Realisasi Persentase


28. Dinkes Prov. Jawa Timur 1.879.593.000 1.446.711.265 76,97%
29. Dinkes Prov. Kalimantan Timur 2.729.726.000 2.035.581.500 74,57%
30. Dinkes Prov. Jawa Barat 2.584.865.000 1.903.426.375 73,64%
31. Dinkes Prov. Sumatera Barat 2.283.208.000 1.485.726.766 65,07%
32. Dinkes Prov. Dki Jakarta 1.077.095.000 684.551.600 63,56%
33. Dinkes Prov. Maluku 1.235.451.000 654.016.379 52,94%
34. Dinkes Prov. Papua 5.705.938.000 2.872.944.734 50,35%
Total 74.921.865.000 62.790.234.851 83,81%
Sumber data : Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Kemenkeu per 22 Januari 2021

3. Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja


Selain realisasi berdasarkan jenis kewenangan, diperoleh juga realisasi anggaran
per indikator kinerja yang menjadi target dalam RAP Ditjen P2P, data ini diperoleh
dari hasil pemantauan e monev DJA tahun 2019 dan merupakan akumulasi antara
realisasi pada kantor pusat dan kantor daerah UPT dan dekonsentrasi. Pada tabel
berikut ini digambarkan bahwa realisasi anggaran tertinggi pada indikator Jumlah
kabupaten/kota yang mencapai eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan yakni
sebesar 95,8% dan realisasi terendah pada indikator Persentase angka
keberhasilan pengobatan TBC (TBC succes rate) yakni sebesar 77,9%.

Secara lengkap realisasi anggaran per indikator dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.9
Realisasi Anggaran Per Indikator Kinerja Tahun 2020
No Indikator Kinerja Program Pagu Realisasi %
1 Persentase Orang Dengan HIV- 418.179.342.000 393.670.723.460 94,1%
AIDS yang menjalani Terapi
ARV (ODHA on ART)
2 Persentase angka keberhasilan 741.277.247.000 577.691.795.869 77,9%
pengobatan TBC (TBC succes
rate)
3 Jumlah kabupaten/kota yang 94.687.641.000 87.277.593.508 92,2%
mencapai eliminasi malaria
4 Jumlah kabupaten/kota dengan 6.900.199.000 6.459.305.302 93,6%
eliminasi kusta
5 Jumlah kabupaten/kota endemis 20.198.326.000 18.672.351.469 92,4%
filariasis yang mencapai
eliminasi
6 Jumlah kabupaten/kota yang 7.645.769.000 7.200.427.256 94,2%
melakukan pencegahan perokok
usia < 18 tahun

106|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

7 Jumlah kabupaten/kota yang 9.958.457.000 9.155.142.036 91,9%


melakukan pencegahan dan
pengendalian PTM
8 Persentase kabupaten/kota 21.797.505.000 18.341.866.770 84,1%
yang mencapai 80% imunisasi
dasar lengkap anak usia 0-11
bulan
9 Jumlah kabupaten/kota yang 2.115.747.000 1.801.903.751 85,2%
melaksanakan deteksi dini
masalah kesehatan jiwa dan
penyalahgunaan napza
10 Persentase kabupaten/kota 107.482.681.000 102.160.607.396 95,0%
yang mempunyai kapasitas
dalam pencegahan dan
pengendalian KKM
12 Jumlah kabupaten/kota yang 561.474.000 537.803.700 95,8%
mencapai eliminasi penyakit
infeksi tropis terabaikan
13 Persentase faktor resiko 104.288.941.000 95.880.820.486 91,9%
penyakit di pintu masuk yang
dikendalikan
14 Persentase rekomendasi hasil 76.653.681.000 71.810.193.230 93,7%
surveilans faktor risiko dan
penyakit berbasis laboratorium
yang dimanfaatkan
Sumber Data : Rekapitulasi E Monev DJA per 22 Januari 2021

Pada awal tahun 2020 telah disusun kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai
target kinerja yang ditetapkan tetapi pada bulan Mei tahun 2020 dilakukan
refocusing anggaran untuk pengendalian pandemi COVID-19 sehingga program
dan kegiatan tidak berjalan optimal karena hanya memanfaatkan sisa anggaran
yang tidak di refocusing. Hal ini menyebabkan terjadi ketidaksesuaian (tidak linear)
antara capaian kinerja dengan realisasi anggaran dimana realisasi terlihat tinggi
karena sudah disesuaikan dengan anggaran yang di efisiensi sedangkan capaian
kinerja tidak tercapai. Pembandingan antara capaian kinerja dengan realisasi
keuangan dapat dilihat dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.10
Pembandingan Realisasi Anggaran dan Capaian Kinerja Tahun 2020
No Indikator Kinerja Program Capaian Kinerja Realisasi Anggaran
1 Persentase Orang Dengan HIV-AIDS yang 65,8% 94,1%
menjalani Terapi ARV (ODHA on ART)
2 Persentase angka keberhasilan 101,2% 77,9%
pengobatan TBC (TBC succes rate)

107|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

3 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 97,8% 92,2%


eliminasi malaria
4 Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi 96,4% 93,6%
kusta
5 Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis 80% 92,4%
yang mencapai eliminasi
6 Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 38% 94,2%
pencegahan perokok usia < 18 tahun
7 Jumlah kabupaten/kota yang melakukan 3,8% 91,9%
pencegahan dan pengendalian PTM
8 Persentase kabupaten/kota yang 41,2% 84,1%
mencapai 80% imunisasi dasar lengkap
anak usia 0-11 bulan
9 Jumlah kabupaten/kota yang 62,1% 85,2%
melaksanakan deteksi dini masalah
kesehatan jiwa dan penyalahgunaan
napza
10 Persentase kabupaten/kota yang 100% 95,0%
mempunyai kapasitas dalam pencegahan
dan pengendalian KKM
12 Jumlah kabupaten/kota yang mencapai 42,9% 95,8%
eliminasi penyakit infeksi tropis terabaikan
13 Persentase faktor resiko penyakit di pintu 116,2% 91,9%
masuk yang dikendalikan
14 Persentase rekomendasi hasil surveilans 60% 93,7%
faktor risiko dan penyakit berbasis
laboratorium yang dimanfaatkan
Sumber : E monev DJA dan Laporan Subdit

Dari tabel diatas terlihat beberapa indikator capaian kinerja tidak linear dengan
realisasi anggaran sebagai berikut:
1. Pada indikator Orang Dengan HIV-AIDS yang menjalani Terapi ARV (ODHA on
ART), capaian indikator tercapai 65,8% tetapi realisasi anggaran sebesar
94,1%. Hal ini terjadi karena pada anggaran APBN, setelah dilakukan efisiensi
maka komponen yang terealisasi/dapat dibiayai untuk pemenuhan reagen
pemeriksaan HIV AIDS, pemenuhan mesin PCR untuk pemeriksaan Viral Load
dalam rangka evaluasi pengobatan ARV dan juga dapat dimanfaatkan untk
pemeriksaan COVID-19 sedangkan komponen lainnya untuk menunjang tugas
fungsi subdit HIV AIDS dan PIMS dalam melakukan sosialisasi advokasi,
penyusunan NSPK dan bimbingan teknis, penguatan SDMK termasuk
perluasan layanan HIV AIDS dan PIMS, advokasi, sosialisasi dan rapat
koordinas,validasi data dan kegiatan manajemen lainnya di level prov/kab/kota
memanfaatkan dana Hibah Luar Negeri.

108|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

2. Indikator persentase angka kelahiran pengobatan TBC tercapai 101,2% dengan


anggaran 77,9%. Data ini masih bersifat sementara dan bila melihat kinerja
tahun 2016-2019 bahwa kinerja TB tercapai 83% - 87%, maka prognosa
capaian akhir berkisar pada 80-90% sehingga bila melihat realisasi anggaran
maka dapat disimpulkan sementara masih linear.
3. Indikator jumlah kabupaten/kota endemis filariasis yang mencapai eliminasi
tercapai 80% dari anggaran sebesar 92,4%. Hal ini terjadi karena adanya
refocusing anggaran untuk operasional dan pengadaan bahan RDT untuk
survei TAS 2 yang dialihkan untuk pengendalian COVID-19 sehingga banyak
kegiatan Survei TAS 2 yang tidak dilaksanakan menyebabkan realisasi kinerja
tidak tercapai. Realisasi anggaran tinggi karena sudah dibandingkan dengan
total anggaran yang diefisiensi sementara kinerja hanya bisa dilakukan dengan
memaksimalkan anggaran yang tersedia.
4. Pada indikator Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan perokok
usia <18 tahun, tercapai kinerja 38% dengan anggaran 94,2%. Realisasi
anggaran lebih besar dari capaian kinerja tercadi karena adanya refocusing
anggaran untuk pengendalian COVID-19 sehingga kegiatan tidak berjalan
maksimal.
5. Pada indikator Jumlah kabupaten/kota yang melakukan pencegahan dan
pengendalian PTM, tercapai 3,8% dengan anggaran 91,9%. Kondisi ini terjadi
karena adanya efisiensi angaran untuk pengendalian COVID-19 dan kegiatan
hanya memanfaatkan sisa anggaraan yang tidak diefisiensi. Selain itu capaian
rendah karena dalam defenisi operasional dibatasi bahwa Kab/Kota yang
dihitung sebagai capaian adalah Kab/Kota yang mencapai cakupan deteksi dini
80% sehingga hanya tercapai 2 Kab/Kota saja sedangkan ada sebanyak 242
Kab/Kota yang melakukan deteksi dini dengan capaian <80%.
6. Pada indikator Persentase kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar
lengkap anak usia 0-11 bulan, capaian kinerja sebesar 41,02% tetapi realisasi
anggaran sebesar 84,1% terjadi karena adanya refocusing anggaran untuk
pengendalian COVID-19 sehingga kegiatan tidak maksimal dilakukan, salah
satunya kegiatan bimbingan teknis ke daerah tidak dapat dilakukan.
7. Pada indikator Jumlah kabupaten/kota yang mencapai eliminasi penyakit infeksi
tropis terabaikan, capaian kinerja sebesar 42,9% tetapi realisasi anggaran
95,8%, hal ini terjadi karena adanya efisiensi anggaran sebesar 95,8%
sehingga kegiatan tidak maksimal dilakukan.

C. EFISIENSI SUMBER DAYA


Pada aplikasi e monev DJA data per 21 Januari 2021, nilai kinerja Ditjen P2P sebesar
65,92 dengan rincian antara lain capaian keluaran program sebesar 53,89%,
konsistensi Penyerapan Anggaran terhadap perencanaan sebesar 90,99%, efisiensi
sebesar -20%, capaian sasaran program sebesar 49,26% dan rata-rata nilai satker
sebesar 82,8%. Menurut PMK No. 214/PMK.02/2017 tentang Pengukuran dan
109|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Evaluasi Kinerja Anggaran atas Pelaksanaan Rendana dan Anggaran Kementerian


Negara/Lembaga, efisiensi dilakukan dengan membandingkan penjumlahan dari
selisih antara perkalian pagu anggaran keluaran dengan capaian keluaran dan
realisasi anggaran keluaran dengan penjumlahan dari perkalian pagu anggaran
keluaran dengan capaian keluaran. Rumus yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

E : Efisiensi
PAKi : Pagu Anggaran Keluaran
RAKi : Realisasi Anggaran Keluaran
CKi : Capaian Keluaran

Nilai efisiensi diperoleh dengan asumsi bahwa miniman efisiensi yang dicapai sebesar
-20% dan nilai paling tinggi sebesar 20%. Oleh karena itu dilakukan transformasi skala
efisiensi agar diperoleh skala nilai yang berkisar 0% sampai 100% dengan rumus
sebagai berikut:

Keterangan:
NE : Nilai Efisiensi
E : Efisiensi

Jika efisiensi diperoleh lebih dari 20%, maka NE yang digunakan dalam perhitungan
adalah nilai skala maksimal (100%) dan jika efisiensi yang diperoleh kurang dari -20%,
maka NE yang digunakan adalah skala minimal 0% Dari hasil perhitungan tersebut,
diperoleh Nilai Efisiensi sebagai berikut:
Tabel 3.11
Efisiensi Per Layanan Output
Tahun 2020
Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
1. Layanan Kewaspadaan Dini dan 20.248.924.000 16.473.882.061 0,96 0,15 88%
Respon Penyakit Potensial KLB
2. Layanan Imunisasi 20.870.568.000 17.684.270.770 0,92 0,08 70%

3. Layanan Kekarantinaan 107.482.681.000 102.160.607.396 0,98 0,03 57%


Kesehatan
4. Layanan Pengendalian Penyakit 803.051.126.000 792.224.926.228 0,97 -0,02 45%
Infeksi Emerging

110|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
5. Layanan Imunisasi di Papua dan 926.937.000 657.596.000 0,77 0,08 71%
Papua Barat
6. Layanan Sarana dan Prasarana 519.114.000 509.039.200 0,99 0,01 52%
Internal
7. Layanan Dukungan Manajemen 5.700.729.000 5.158.906.586 1,00 0,10 74%
Satker
8. Layanan Intensifikasi Eliminasi 94.077.232.000 87.160.311.508 0,75 -0,24 0%
Malaria
9. Layanan Pengendalian Penyakit 6.791.484.000 6.160.917.454 0,99 0,08 70%
Arbovirosis
10. Layanan Pengendalian Penyakit 2.702.586.000 2.541.221.965 1,00 0,06 65%
Zoonosis
11. Layanan Pengendalian Penyakit 18.548.577.000 17.102.982.069 1,01 0,09 72%
Filariasis dan Kecacingan
12. Layanan Pengendalian Vektor 4.154.611.000 4.026.866.000 1,00 0,03 58%
dan Binatang Pembawa
Penyakit
13. Layanan Pengendalian Penyakit 2.006.280.000 1.996.124.450 1,00 0,01 51%
Schistosomiasis
14. Intensifikasi Percepatan 610.409.000 117.282.000 0,14 -0,34 -36%
Eliminasi Malaria Papua dan
Papua Barat
15. Layanan pencegahan dan 1.649.749.000 1.569.369.400 1,00 0,05 62%
pengendalian filariasis di Papua
dan Papua Barat
16. Dukungan Pencegahan dan 2.004.310.000 1.978.599.800 1,00 0,01 53%
Pengendalian Tular Vektor dan
Zoonotik di sekitar Venue PON
Papua
17. Layanan Sarana dan Prasarana 161.400.000 161.216.000 1,00 0,00 50%
Internal
18. Layanan Dukungan Manajemen 830.336.000 798.141.900 1,00 0,04 60%
Satker
19. Layanan Pencegahan dan 417.749.742.000 393.541.923.460 1,04 0,09 74%
Pengendalian Penyakit HIV
AIDS
20. Layanan Pencegahan dan 1.660.214.000 1.191.623.676 1,00 0,28 121%
Pengendalian Penyakit IMS
21. Layanan Pengendalian Penyakit 740.877.907.000 577.592.889.869 0,83 0,06 66%
TBC
22. Intensifikasi Penemuan Kasus 6.602.254.000 6.164.284.902 1,00 0,07 67%
Kusta
23. Layanan Pencegahan dan 269.105.000 253.652.700 0,91 -0,04 41%
Pengendalian Penyakit
frambusia
24. Layanan Pencegahan dan 153.994.138.000 139.779.289.957 0,96 0,05 63%
Pengendalian Penyakit Hepatitis
25. Layanan Pencegahan dan 280.400.000 265.250.600 0,67 -0,42 -55%
Pengendalian Penyakit ISP
26. Layanan Pencegahan dan 430.408.819.000 394.739.434.725 1,13 0,18 96%
Pengendalian Penyakit ISPA
27. Layanan Pencegahan dan 297.945.000 295.020.400 1,00 0,01 52%
Pengendalian Penyakit Kusta di
Papua dan Papua Barat
28. Layanan Pencegahan dan 429.600.000 128.800.000 0,29 -0,05 38%
Pengendalian HIV/AIDS di
Papua dan Papua Barat
29. Layanan Pencegahan dan 240.200.000 230.564.100 1,00 0,04 60%
Pengendalian Penyakit ISPA di

111|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
Papua dan Papua Barat
30. Layanan Pencegahan dan 292.369.000 284.151.000 1,00 0,03 57%
Pengendalian Penyakit
Frambusia di Papua dan Papua
Barat
31. Layanan Pencegahan dan 399.340.000 98.906.000 0,50 0,50 100%
Pengendalian Penyakit TBC di
Papua dan Papua Barat
32. Layanan Sarana dan Prasarana 141.824.000 70.642.000 2,00 0,75 100%
Internal
33. Layanan Dukungan Manajemen 176.230.912.000 72.604.036.615 0,50 0,18 94%
Satker
34. Deteksi Dini Faktor Risiko 5.434.789.000 4.985.767.016 1,01 0,09 72%
Penyakit Tidak Menular
35. Layanan Upaya Berhenti 7.155.923.000 6.832.542.706 1,00 0,05 61%
Merokok
36. Deteksi dini kanker 4.758.627.000 4.460.858.933 0,95 0,01 53%
37. Deteksi dini gangguan indera 2.554.794.000 2.270.486.024 1,02 0,13 81%
38. Layanan Terpadu PTM 4.523.668.000 4.169.375.020 0,97 0,05 62%

39. Advokasi kepada Pemerintah 489.846.000 367.884.550 0,93 0,20 99%


Daerah untuk Penerapan KTR
40. Layanan Sarana dan Prasarana 370.367.000 366.349.600 1,00 0,01 53%
Internal
41. Layanan Dukungan Manajemen 2.055.799.000 1.895.924.952 1,00 0,08 69%
Satker
42. Layanan Dukungan Manajemen 45.981.879.000 43.490.849.267 1,00 0,05 64%
Eselon I
43. Layanan Sarana dan Prasarana 64.449.534.000 59.628.435.881 1,04 0,11 77%
Internal
44. Layanan Dukungan Manajemen 79.381.337.000 69.696.070.004 0,99 0,12 79%
Satker
45. Layanan Perkantoran 763.059.336.000 705.462.284.183 1,00 0,08 69%
46. Layanan Pengendalian Faktor 104.288.941.000 95.880.820.486 0,98 0,07 66%
Risiko Penyakit yang
Dikendalikan di Pintu Masuk
47. Layanan Pengendalian Faktor 24.285.000 24.279.084 1,00 0,00 50%
Risiko Pada Situasi Khusus
PON Papua
48. Layanan respon kejadian 17.380.294.000 16.939.590.655 1,08 0,10 74%
penyakit
49. Layanan kewaspadaan dini 59.273.387.000 54.870.602.575 1,05 0,12 79%
kejadian penyakit
50. Layanan Orang Dengan 2.115.747.000 1.801.903.751 1,00 0,15 87%
Gangguan Jiwa (ODGJ) Berat
51. Layanan penderita Depresi pada 341.190.000 336.527.599 1,00 0,01 53%
penduduk lebih dari sama
dengan 15 tahun
52. Layanan Penderita Gangguan 596.386.000 385.899.250 0,24 -1,73 0%
Mental Emosional (GME) pada
penduduk lebih dari sama
dengan 15 tahun
53. Layanan P2 Penyalahgunaan 16.066.200.000 15.213.625.434 1,00 0,05 63%
Napza
54. Layanan Sarana dan Prasarana 121.200.000 120.668.000 1,00 0,00 51%
Internal

112|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

Realisasi Capaian
Pagu Anggaran Nilai
No Output Kegiatan Anggaran Keluaran Efisiensi
Keluaran (PAK) Efisiensi
Keluaran (CAK) (CK)
55. Layanan Dukungan Manajemen 1.307.859.000 1.215.589.902 1,00 0,07 68%
Satker
Sumber Data : E Monev DJA, 21 Januari 2021

Tahun 2020, terjadi refocusing kegiatan untuk penanggulangan dan pengendalian


COVID-19 sehingga upaya yang dilakukan untuk tetap melaksanakan kegiatan antara
lain:
1. Tetap melaksanakan kegiatan dengan memaksimalkan anggaran yang tersedia.
Pertemuan tatap muka atau bimtek ke Provinsi dan luar daerah lainnya dilakukan
dengan tetap memastikan protokol kesehatan.
2. Menyusun pedoman tatalaksana penyakit pada masa pandemi COVID-19.
3. Melakukan pertemuan-pertemuan, bimbingan teknis, peningkatan kapasitas,
monitoring dan evaluasi dalam bentuk virtual meeting.
4. Meningkatkan kordinasi dan komunikasi program dan kegiatan melalui email, WA
dan bentuk elektronik lainnya.

113|
BAB IV
PENUTUP
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Pencapaian kinerja Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
kurang optimal pada tahun 2020, sesuai dengan Perjanjian Kinerja yang telah
ditetapkan dengan rata –rata capaian kinerja sebesar 72,4%. Pencapaian kinerja
tahun 2020 (72,4%) menurun bila dibandingkan dengan tahun 2019 (147%). Kondisi
tidak tercapai ini terjadi karena adanya pandemi COVID-19 yang berdampak pada
terhambatnya pelaksanaan program dan kegiatan lain. Meskipun demikian,
indikator terkait pengendalian faktor risiko di tingkat Unit Pelaksana Teknis dan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat khususnya pengendalian COVID-19 tercapai
100% karena fokus anggaran, SDM dan sumber daya lainnya beralih pada
pencegahan dan pengendalian pandemi COVID-19.
2. Berdasarkan pengukuran indikator kinerja dalam Perjanjian Kinerja Tahun 2020,
dari 13 Indikator kinerja Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun
2020, sebanyak 3 indikator telah mencapai atau melebihi target yang ditetapkan
(≥100%), sedangkan 10 indikator tidak mencapai target. Pencapaian kinerja
tertinggi pada indikator Persentase faktor resiko penyakit di pintu masuk yang
dikendalikan sedangkan terendah pada indikator Jumlah kabupaten/kota yang
melakukan pencegahan dan pengendalian PTM
3. Berdasarkan penyerapan dan pengukuran kinerja anggaran tahun 2020, kinerja
anggaran Program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit sebesar 91,3%,
dengan realisasi 3.838.062.886.858 dari pagu total sebesar Rp.
4.203.943.210.000,00.
4. Realisasi tertinggi pada kantor daerah sebesar 92,35% dimana realisasi B/BTKLPP
lebih tinggi (93.11%) dibandingkan dengan realisasi KKP (92,08%). Realisasi
terendah pada Dinas Kesehatan Provinsi sebagai satker dekonsentrasi yakni
sebesar 83,81%.

B. TINDAK LANJUT
Berikut ini Rencana Tindak Lanjut yang akan dilaksanakan oleh Ditjen P2P yakni:
1. Tahun 2020 merupakan tahun pertama pelaksanaan RPJMN, Renstra Kementerian
Kesehatan dan RAP P2P periode tahun 2020 - 2024 dan saat ini dunia termasuk
Indonesia sedang menghadapi tantangan adanya pandemi COVID-19, yang tidak
dapat dipungkiri berdampak pada capaian program lainnya. Tahun 2021, akan
dimulai dengan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 diseluruh Indonesia. Oleh karena
itu, Ditjen P2P telah membentuk tim pemantau pelaksanaan vaksin di Indonesia dan
bekerjasama dengan semua pihak untuk mensukseskan pelaksanaan vaksinasi.
2. Pelaksanaan program dan kegiatan selain pengendalian COVID-19 akan dipastikan
pelaksaaannya dan semua pimpinan dan pemegang program menyusun strategi
114|
Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2020

pencapaian target indikator tahun 2021 sehingga capaian sampai akhir tahun 2024
berjalan on track dan memastikan kegiatan yang direncanakan terlaksana.
3. Menyusun dan mereviu pedoman atau petunjuk teknis tata laksana program dan
kegiatan pada masa pandemi COVID-19.
4. Pemantauan dan pengendalian Rencana Operasional Kegiatan akan dilakukan
secara berkala dan selektif untuk memastikan seluruh kegiatan on track dengan
perencanaan.
5. Berkordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan berkontribusi untuk
menyelesaikan masalah program kesehatan di daerah, menyusun rencana kegiatan
secara terpadu.

Direktorat Jenderal P2P selalu berupaya untuk memberikan alternatif solusi terhadap
seluruh masalah penyakit guna mencegah, mengendalikan berbagai penyakit menular
dan penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik yang
bersifat endemis, pandemi, potensial menimbulkan wabah, maupun antisipasi terhadap
munculnya penyakit baru. Dalam melaksanakan program dan kegiatan Ditjen P2P akan
melakukan berbagai upaya-upaya antara lain:
1. Memetakan daerah bermasalah dan menfokuskan kegiatan program di daerah
tersebut.
2. Konsultasi teknis akan dilakukan secara kontinyu melalui daring dengan melibatkan
petugas kesehatan sampai level Puskesmas.
3. Berkordinasi dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan berkontribusi untuk
menyelesaikan masalah program kesehatan di daerah, menyusun rencana kegiatan
secara terpadu.
4. Secara aktif berkordinasi dengan semua pihak untuk menemukan, mencegah dan
merespon kejadian penyakit ataupun masalah pelaksanaan program.
5. Melakukan penilaian anggaran agar pelaksanaan program dan kegiatan efektif dan
efisien serta memastikan kegiatan fokus pada pencapaian target indikator.
6. Berkolaborasi dan sinergi dalam program Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
baik Pusat, UPT, daerah maupun lintas program dan lintas sektor.

Demikian Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit


Tahun 2020 disusun sebagai bahan masukan untuk penyusunan perencanaan tahun
2021.

115|
LAMPIRAN
Hasil Akhir Pengobatan TB Tahun 2020
Persentase Hasil Akhir Pengobatan TB
Sembuh dan
No Provinsi
Pengobatan Meninggal Gagal LFU
Lengkap
1 ACEH 91.97% 2.00% 0.13% 5.90%
2 BALI 88.87% 8.30% 0.70% 2.13%
3 BANTEN 93.08% 1.73% 0.28% 4.69%
4 BENGKULU 91.12% 2.64% 0.03% 6.21%
5 DI YOGYAKARTA 86.72% 7.01% 1.09% 5.12%
6 DKI JAKARTA 85.74% 2.30% 0.74% 10.18%
7 GORONTALO 95.58% 2.16% 0.15% 1.08%
8 JAMBI 96.19% 2.19% 0.19% 1.42%
9 JAWA BARAT 89.79% 1.80% 0.51% 7.03%
10 JAWA TENGAH 89.75% 2.93% 0.55% 5.97%
11 JAWA TIMUR 91.46% 3.89% 0.40% 3.92%
12 KALIMANTAN BARAT 91.77% 3.15% 0.35% 2.56%
13 KALIMANTAN SELATAN 90.52% 4.66% 0.40% 4.42%
14 KALIMANTAN TENGAH 88.06% 3.60% 0.62% 7.11%
15 KALIMANTAN TIMUR 92.07% 3.91% 0.42% 2.43%
16 KALIMANTAN UTARA 77.95% 6.65% 0.44% 14.96%
17 KEP. RIAU 89.58% 3.00% 0.14% 7.26%
18 KEPULAUAN BANGKA BELITUNG 90.65% 4.73% 0.33% 3.56%
19 LAMPUNG 98.33% 1.24% 0.08% 0.35%
20 MALUKU 95.78% 3.71% 0.13% 0.38%
21 MALUKU UTARA 83.77% 7.77% 0.95% 7.51%
22 NUSA TENGGARA BARAT 95.03% 4.21% 0.06% 0.70%
23 NUSA TENGGARA TIMUR 95.12% 2.82% 0.09% 1.97%
24 PAPUA 78.77% 4.62% 0.77% 14.89%
25 PAPUA BARAT 78.84% 4.21% 0.30% 16.61%
26 RIAU 93.22% 2.82% 0.12% 3.80%
27 SULAWESI BARAT 94.56% 3.75% 0.29% 1.24%
28 SULAWESI SELATAN 89.78% 4.42% 0.40% 5.38%
29 SULAWESI TENGAH 94.19% 3.34% 0.19% 2.27%
30 SULAWESI TENGGARA 91.27% 4.83% 0.10% 3.21%
31 SULAWESI UTARA 96.08% 1.73% 0.15% 1.92%
32 SUMATERA BARAT 93.01% 3.26% 0.24% 3.45%
33 SUMATERA SELATAN 97.65% 1.37% 0.10% 0.88%
34 SUMATERA UTARA 93.36% 2.14% 0.25% 3.58%
INDONESIA 91.05% 2.78% 0.40% 5.26%

Jakarta,12 Januari 2021


Kepala Subdit TB, Dit P2PML

dr. Imran Pambudi, MPHM


NIP 197303142002121006
DAFTAR KABUPATEN/KOTA
ELIMINASI MALARIA SAMPAI DENGAN PERIODE DESEMBER 2020

NO PROVINSI NO KABUPATEN/KOTA TAHUN ELIMINASI


1 ACEH 1 Kota Sabang 2014
2 Kota Banda Aceh 2014
3 Kabupaten Aceh Tengah 2014
4 Kabupaten Bener Meriah 2014
5 Kota Lhokseumawe 2014
6 Kota Langsa 2014
7 Kabupaten Aceh Tenggara 2014
8 Kabupaten Gayo Lues 2014
9 Kabupaten Aceh Selatan 2014
10 Kabupaten Aceh Tamiang 2014
11 Kabupaten Aceh Utara 2014
12 Kota Subulussalam 2014
13 Kabupaten Pidie Jaya 2015
14 Kabupaten Bireun 2015
15 Kabupaten Simeuleu 2015
16 Kabupaten Aceh Barat Daya 2016
17 Kabupaten Aceh Timujr 2016
18 Kabupaten Pidie 2016
19 Kabupaten Aceh Singkil 2017
20 Kabupaten Aceh Barat 2019
21 Kabupaten Nagan Raya 2019
2 SUMATERA UTARA 1 KabupatenDeli Serdang 2014
2 Kabupaten Samosir 2014
3 Kabupaten Toba Samosir 2014
4 Kabupaten Serdang Bedagai 2014
5 Kabupaten Simalungun 2014
6 Kabupaten Pakpak Bharat 2014
7 Kabupaten Humbang Hasundutan 2014
8 Kota Medan 2014
9 Kota Binjai 2014
10 Kota Tebing Tinggi 2014
11 Kota Pematang Siantar 2014
12 Kota Tanjung Balai 2014
13 Kota Sibolga 2014
14 Kota Padangsidimpuan 2014
15 Kabupaten Labuhan Batu Selatan 2014
16 Kabupaten Tapanuli Selatan 2015
17 Kabupaten Dairi 2016
18 Kabupaten Karo 2016
19 Kabupaten Padang Lawas Utara 2017
20 Kabupaten Padang Lawas 2017
21 Kabupaten Tapanuli Utara 2017
3 SUMATERA BARAT 1 Kabupaten Solok 2014
2 Kabupaten Tanah Datar 2014
3 Kabupaten Padang Pariaman 2014
4 Kabupaten Agam 2014
5 Kabupaten Lima Puluh Kota 2014
6 Kabupaten Pasaman 2014
7 Kabupaten Solok Selatan 2014
8 Kabupaten Dharmasraya 2014
9 Kabupaten Pasaman Barat 2014
10 Kota Solok 2014
11 Kota Padang Panjang 2014
12 Kota Bukittinggi 2014
13 Kota Padang 2014
14 Kota Pariaman 2014
15 Kabupaten Sijunjung 2014
16 Kota Payakumbuh 2015
17 Kota Sawahlunto 2019
4 RIAU 1 Kabupaten Kepulauan Meranti 2014
2 Kabupaten Bengkalis 2014
3 Kabupaten Rokan Hulu 2014
4 Kabupaten Kuantan Singingi 2014
5 Kota Dumai 2014
6 Kota Pekanbaru 2014
7 Kabupaten Siak 2016
8 Kabupaten Kampar 2018
9 Kabupaten Indragiri Hilir 2018
10 Kabupaten Rokan Hilir 2018
5 KEPULAUAN RIAU 1 Kota Tanjung Pinang 2014
2 Kota Batam 2014
3 Kabupaten Karimun 2016
6 JAMBI 1 Kota Jambi 2014
2 Kabupaten Kerinci 2014
3 Kota Sungai Penuh 2014
4 Kabupaten Bungo 2018
5 Kabupaten Muaro Jambi 2018
6 Kabupaten Tanjung Jabung Barat 2019
7 Kabupaten Tanjung Jabung Timur 2019
7 BENGKULU 1 Kabupaten Rejang Lebong 2014
2 Kabupaten Lebong 2014
3 Kabupaten Kepahiang 2014
4 Kota Bengkulu 2020
8 SUMATERA SELATAN 1 Kabupaten Banyuasin 2014
2 Kabupaten Ogan Komering ilir 2014
3 Kabupaten Ogan Ilir 2014
4 Kota Palembang 2014
5 Kota Prabumulih 2014
6 Kota Pagar Alam 2014
7 Kabupaten Empat Lawang 2014
8 Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) 2017
9 Kota Lubuk Linggau 2020
9 BANGKA BELITUNG 1 Kota Pangkal Pinang 2014
2 Kabupaten Bangka 2014
3 Kabupaten Belitung 2014
4 Kabupaten Belitung Timur 2015
5 Kabupaten Bangka Selatan 2015
6 Kabupaten Bangka Tengah 2019
10 LAMPUNG 1 Kabupaten Way Kanan 2014
2 KabupatenTulang Bawang 2014
3 Kabupaten Tulang Bawang Barat 2014
4 Kabupaten Pringsewu 2014
5 Kota Metro 2014
6 Kabupaten Lampung Timur 2017
7 Kabupaten Lampung Tengah 2017
8 Kabupaten Lampung Utara 2018
9 Kabupaten Tanggamus 2018
10 Kabupaten Lampung Barat 2018
11 Kabupaten Mesuji 2019
11 DKI JAKARTA 1 Kota Administratif Jakarta Pusat 2014
2 Kota Administratif Jakarta Selatan 2014
3 Kota Administratif Jakarta Utara 2014
4 Kota Administratif Jakarta Barat 2014
5 Kota Administratif Jakarta Timur 2014
6 Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu 2013
12 JAWA BARAT 1 Kabupaten Subang 2014
2 Kabupaten Purwakarta 2014
3 Kabupaten Bandung 2014
4 Kabupaten Sumedang 2014
5 Kabupaten Majalengka 2014
6 Kabupaten Cirebon 2014
7 Kabupaten Kuningan 2014
8 Kota Bogor 2014
9 Kota Sukabumi 2014
10 Kota Bandung 2014
11 Kota Cirebon 2014
12 Kota Cimahi 2014
13 Kabupaten Bogor 2014
14 Kabupaten Bekasi 2014
15 Kota Bekasi 2014
16 Kota Depok 2014
17 Kota Banjar 2014
18 Kota Tasikmalaya 2014
19 Kabupaten Indramayu 2014
20 Kabupaten Karawang 2014
21 Kabupaten Ciamis 2015
22 Kabupaten Cianjur 2015
23 Kabupaten Bandung Barat 2015
24 Kabupaten Tasikmalaya 2020
25 Kabupaten Garut 2020
13 BANTEN 1 Kota Serang 2014
2 Kota Tangerang 2014
3 Kota Tangerang Selatan 2014
4 Kota Cilegon 2014
5 Kabupaten Serang 2014
6 Kabupaten Tangerang 2014
14 JAWA TENGAH 1 Kabupaten Boyolali 2014
2 Kabupaten Klaten 2014
3 Kabupaten Sukoharjo 2014
4 Kabupaten Wonogiri 2014
5 Kabupaten Karanganyar 2014
6 Kabupaten Sragen 2014
7 Kabupaten Grobogan 2014
8 Kabupaten Blora 2014
9 Kabupaten Rembang 2014
10 Kabupaten Pati 2014
11 Kabupaten Kudus 2014
12 Kabupaten Demak 2014
13 Kabupaten Semarang 2014
14 Kabupaten Temanggung 2014
15 Kabupaten Kendal 2014
16 Kabupaten Batang 2014
17 Kabupaten Pemalang 2014
18 Kabupaten Tegal 2014
19 Kabupaten Brebes 2014
20 Kota Magelang 2014
21 Kota Surakarta 2014
22 Kota Salatiga 2014
23 Kota Semarang 2014
24 Kota Pekalongan 2014
25 Kota Tegal 2014
26 Kabupaten Pekalongan 2014
27 Kabupaten Magelang 2014
28 Kabupaten Wonosobo 2015
29 Kabupaten Jepara 2017
30 Kabupaten Kebumen 2018
31 Kabupaten Cilacap 2019
32 Kabupaten Banyumas 2019
33 Kabupaten Purbalingga 2019
15 DI YOGYAKARTA 1 Kota Yogyakarta 2014
2 Kabupaten Bantul 2014
3 Kabupaten Gunung Kidul 2014
4 Kabupaten Sleman 2014
16 JAWA TIMUR 1 Kabupaten Mojokerto 2014
2 Kabupaten Bangkalan 2014
3 Kota Blitar 2014
4 Kabupaten Bojonegoro 2014
5 Kabupaten Bondowoso 2014
6 Kabupaten Gresik 2014
7 Kabupaten Jember 2014
8 Kabupaten Jombang 2014
9 Kabupaten Kediri 2014
10 Kota Kediri 2014
11 Kabupaten Lamongan 2014
12 Kabupaten Lumajang 2014
13 Kota Madiun 2014
14 Kabupaten Magetan 2014
15 Kota Malang 2014
16 Kota Mojokerto 2014
17 Kabupaten Nganjuk 2014
18 Kabupaten Ngawi 2014
19 Kabupaten Pamekasan 2014
20 Kabupaten Pasuruan 2014
21 Kota Pasuruan 2014
22 Kabupaten Ponorogo 2014
23 Kabupaten Probolinggo 2014
24 Kota Probolinggo 2014
25 Kabupaten Sampang 2014
26 Kabupaten Sidoarjo 2014
27 Kabupaten Situbondo 2014
28 Kota Surabaya 2014
29 Kabupaten Tuban 2014
30 Kota Batu 2014
31 Kabupaten Blitar 2014
32 Kota Malang 2014
33 Kabupaten Sumenep 2014
34 Kabupaten Tulungagung 2014
35 Kabupaten Banyuwangi 2015
36 Kabupaten Madiun 2016
37 Kabupaten Pacitan 2016
38 Kabupaten Trenggalek 2017
17 BALI 1 Kabupaten Buleleng 2014
2 Kabupaten Jembrana 2014
3 Kabupaten Tabanan 2014
4 Kabupaten Badung 2014
5 Kota Denpasar 2014
6 Kabupaten Gianyar 2014
7 Kabupaten Klungkung 2014
8 Kabupaten Bangli 2014
9 Kabupaten Karangasem 2014
18 NUSA TENGGARA BARAT 1 Kota Mataram 2014
2 Kabupaten Lombok Tengah 2014
3 Kota Bima 2014
19 KALIMANTAN SELATAN 1 Kota Banjarmasin 2014
2 Kabupaten Hulu Sungai Utara 2014
3 Kabupaten Barito Kuala 2014
4 Kota Banjarbaru 2015
5 Kabupaten Hulu Sungai Selatan 2017
6 Kabupaten Tapin 2018
7 Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2018
20 KALIMANTAN TENGAH 1 Kabupaten Kotawaringin Barat 2014
2 Kabupaten Barito Timur 2014
3 Kabupaten Barito Utara 2014
4 Kabupaten Sukamara 2015
5 Kabupaten Lamandau 2016
6 Kabupaten Seruyan 2017
7 Kota Palangkaraya 2018
8 Kabupaten KotawaringinTimur 2018
9 Kabupaten Barito Selatan 2018
10 Kabupaten Katingan 2019
11 Kabupaten Pulang Pisau 2020
21 KALIMANTAN BARAT 1 Kota Pontianak 2014
2 Kabupaten Mempawah 2015
3 Kabupaten Kubu Raya 2018
4 Kota Singkawang 2020
22 KALIMANTAN TIMUR 1 Kota Samarinda 2014
2 Kota Bontang 2014
3 Kota Balikpapan 2014
23 KALIMANTAN UTARA 1 Kota Tarakan 2014
2 Kabupaten Tanah Tidung 2020
3 Kabupaten Nunukan 2020
24 SULAWESI UTARA 1 Kota Kotamobagu 2014
2 Kabupaten Bolaang Mongondow Timur 2014
3 Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan 2014
4 Kabupaten Minahasa 2017
5 Kota Tomohon 2017
6 Kabupaten Bolaang Mongondow Utara 2018
7 Kabupaten Bolaang Mongondow 2020
8 Kabupaten Minahasa Utara 2020
25 SULAWESI TENGGARA 1 Kabupaten Kolaka 2014
2 Kabupaten Kolaka Utara 2014
3 Kota Kendari 2014
4 Kabupaten Konawe Selatan 2014
5 Kabupaten Konawe Utara 2014
6 Kabupaten Konawe 2015
7 Kabupaten Buton Utara 2016
8 Kota Bau-Bau 2016
9 Kabupaten Bombana 2018
10 Kabupaten Wakatobi 2020
11 Kabupaten Kolaka Timur 2020
26 SULAWESI TENGAH 1 Kota Palu 2014
2 Kabupaten Buol 2016
3 Kabupaten Sigi 2016
4 Kabupaten Banggai 2018
5 Kabupaten Toli Toli 2019
6 Kabupaten Banggai Laut 2020
27 SULAWESI SELATAN 1 Kabupaten Bantaeng 2014
2 Kabupaten Barru 2014
3 Kabupaten Bone 2014
4 Kabupaten Gowa 2014
5 Kabupaten Jeneponto 2014
6 Kota Makassar 2014
7 Kabupaten Maros 2014
8 Kota Palopo 2014
9 Kota Pare Pare 2014
10 Kabupaten Sidenreng Rappang 2014
11 Kabupaten Soppeng 2014
12 Kabupaten Wajo 2014
13 Kabupaten Pinrang 2015
14 Kabupaten Takalar 2015
15 Kabupaten Luwu Utara 2017
16 Kabupaten Enrekang 2017
17 Kabupaten Bulukumba 2017
18 Kabupaten Luwu 2017
19 Kabupaten Luwu Timur 2018
20 Kabupaten Kepulauan Selayar 2019
21 Kabupaten Sinjai 2020
28 GORONTALO 1 Kota Gorontalo 2014
2 Kabupaten Gorontalo Utara 2016
29 SULAWESI BARAT 1 Kabupaten Polewali Mandar 2015
2 Kabupaten Mamuju Tengah 2017
3 Kabupaten Majene 2017
4 Kabupaten Mamuju 2019
5 Kabupaten Mamasa 2019
29 NUSA TENGGARA TIMUR 1 Kabupaten Manggarai 2020
2 Kota Kupang 2020
3 Manggarai Timur 2020
30 MALUKU UTARA 1 Kota Tidore Kepulauan 2020

Jakarta, 4 Januari 2021


Kasubdit Malaria,

dr. Guntur Argana, M.Kes


NIP 196511291999031002
DATA CAPAIAN JUMLAH KAB/KOTA ENDEMIS FILARIASIS
YANG MENCAPAI ELIMINASI PER-PROVINSt
TAHUN 2020

JUMLAH KAB/KOTA JUMLAH KAB/KOTA


NO PROVINSI % CAPAIAN
ENDEMIS FILARIASIS ELIMINASI FILARIASIS

1 Aceh 12 2 16,7%
2 Sumatera Utara 9 5 55,6%
3 Sumatera Barat 10 7 70,0%
4 Riau 10 6 60,0%
5 Jambi 5 1 20,0%
6 Sumatera Selatan 9 2 22,2%
7 Bengkulu 5 1 20,0%
8 Lampung 1 0 0,0%
9 Kep. Banqka Belitunq 7 5 71,4%
10 Kep. Riau 3 0 0,0%
11 DKI Jakarta 0 0
12 Jawa Barat 11 6 54,5%
13 Jawa Tengah 9 0 0.0%
14 Dl. Yoqyakarta 0 0
15 Jawa Timur 0 0
16 Banten 5 5 100,0%
17 Bali 0 0
18 Nusa Tenqqara Barat 0 0
19 Nusa Tengqara Timur 18 2 11,1%
20 Kalimantan Barat 9 0 0,0%
21 Kalimantan Tengah 11 3 27,3%
22 Kalimantan Selatan 8 1 12,5%
23 Kalimantan Timur 6 0 0,0%
24 Kalimantan Utara 4 0 0,0%
25 Sulawesi Utara 0 0
26 Sulawesi Tengah 9 3 33,3%
27 Sulawesi Selatan 4 2 50,0%
28 Sulawesi Tengqara 12 3 25,0%
29 Gorontalo 6 4 66,7%
30 Sulawesi Barat 4 1 25,0%
31 Maluku 8 0 0.0%
32 Maluku Utara 6 1 16,7%
33 Papua 23 4 17,4%
34 Papua Barat 12 0 0,0%
i INDONESIA 236 64 27.1% . B

Jakarta, Januari2021
Mengetahui,
Direktur P2PTVZ

Dr. drh. Didlk BudlJaAto, M.Kes


NIP 19620420198903TO04
Daftar Kabupaten/Kota Endemis Filarlasis yang IMencapai Eiiminasi
Tahun 2020

1 Pidie
Aceh
2 Aceh Besar
3 Labuhan Batu
4 Deli Serdanq
Sumatera Utara 5 Labuhan Batu Selatan
6 Labuhan Batu Utara
7 Nias
8 Pelalawan
9 Kota Dumai
10 Kuantan Singingi
Riau
11 Kepulauan Meranti
12 Indragiri Hulu
13 Rokan Hilir
Jambi 14 Tanjunq Jabunq Barat
15 Lima Putuh Kota
16 Kota Bukittinqqi
17 Aqam
Sumatera Barat 18 Pesisir Selatan
19 Kota Padanq
20 Siiuniunq
21 Pasaman Barat
22 Banvuasin
Sumatera Selatan
23 Muara Enim
Benakulu 24 Bengkulu Selatan
25 Belitunq
26 Bangka Barat
Kepulauan Bangka Belitung 27 Bangka Tengah
28 Belitung Timur
29 Kota Pangkal Pinang
30 Tangerang
31 Kota Tanqeranq Selatan
Banten 32 Kota Seranq
33 Kota Tangeranq
34 Lebak
35 Bandunq
36 Bekasi
37 Kota Depok
Jawa Barat
38 Kota Boqor
39 Kota Bekasi
40 Subang
41 Alor
Nusa Tenggara Timur
42 Rote Ndao
43 Kotawaringin Barat
Kalimantan Tengah 44 Barito Selatan
45 Sukamara
Kalimantan Setatan 46 Hulu Sungai Utara
Sulawesi Barat 47 Polewali Mandar
48 Enrekang
Sulawesi Selatan
49 Luwu Timur
50 Parigi Moutong
Sulawesi Tengah 51 Poso
52 Donggala
53 Buton
Sulawesi Tenggara 54 Bombana
55 Kolaka Utara
56 Gorontalo
57 Gorontalo Utara
Gorontalo
58 Kota Gorontalo
59 Pohuwato
Maluku Utara 60 Kota Tidore Kepulauan
61 Merauke
62 Jayapura
Papua
63 Mappi
64 Supiori

i2>
Jakarta. Januari2021
Mengetahui,
Direktur P2PTVZ

Dr. drh. Didik Budljan^, M.Kes


NIP 19620420198903/1004
DAFTAR KAB/KOTA YANG MELAKUKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PTM
TAHUN 2020
Subdit Imunisasi

Kode Subdit 22

Tahun Laporan 2020

PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
1 2 3 4 113 114 115 116 117 118

1 1101 SIMEULUE 441 42,8 392 39,3 833 41,1

2 1102 ACEH_SINGKIL 653 40,4 663 44,2 1.316 42,2

3 1103 ACEH_SELATAN 838 43,4 807 43,9 1.645 43,6

4 1104 ACEH_TENGGARA 1.324 54,0 1.303 56,5 2.627 55,2

5 1105 ACEH_TIMUR 823 16,5 828 17,3 1.651 16,9

6 1106 ACEH_TENGAH 2.041 90,4 1.958 90,9 3.999 90,6

7 1107 ACEH_BARAT 576 26,2 543 25,4 1.119 25,8

8 1108 ACEH_BESAR 1.279 23,3 1.312 25,5 2.591 24,4

9 1109 PIDIE 248 5,6 249 5,8 497 5,7

10 1110 BIREUEN 707 15,6 660 15,3 1.367 15,4

11 1111 ACEH_UTARA 2.667 42,2 2.811 47,1 5.478 44,6


ACEH

12 1112 ACEH_BARAT_DAYA 743 51,1 691 53,0 1.434 52,0

13 1113 GAYO_LUES 583 53,7 478 44,9 1.061 49,4

14 1114 ACEH_TAMIANG 2.193 72,9 2.028 67,4 4.221 70,2

15 1115 NAGAN_RAYA 1.053 63,7 988 62,3 2.041 63,1

16 1116 ACEH_JAYA 205 15,9 195 15,0 400 15,5

17 1117 BENER_MERIAH 919 56,3 833 53,2 1.752 54,8

18 1118 PIDIE_JAYA 326 19,6 320 20,2 646 19,9

19 1171 KOTA_BANDA_ACEH 1.134 34,8 1.163 35,2 2.297 35,0

20 1172 KOTA_SABANG 139 31,4 110 27,4 249 29,5

21 1173 KOTA_LANGSA 1.438 82,5 1.365 78,9 2.803 80,7

22 1174 KOTA_LHOKSEUMAWE 1.111 51,5 1.151 54,1 2.262 52,8

23 1175 KOTA_SUBULUSSALAM 602 60,2 526 57,0 1.128 58,7


24 1201 NIAS 1.158 64,5 1.132 64,8 2.290 64,7
25 1202 MANDAILING_NATAL 3.790 72,6 3.785 74,9 7.575 73,7
26 1203 TAPANULI_SELATAN 1.672 53,7 1.620 56,3 3.292 54,9
27 1204 TAPANULI_TENGAH 2.704 62,5 2.602 63,9 5.306 63,1
28 1205 TAPANULI_UTARA 2.015 58,7 1.887 58,3 3.902 58,5
29 1206 TOBA_SAMOSIR 1.413 69,5 1.303 68,4 2.716 69,0
30 1207 LABUHAN_BATU 4.796 87,9 4.789 88,7 9.585 88,3
31 1208 ASAHAN 5.495 74,2 5.205 74,1 10.700 74,2
32 1209 SIMALUNGUN 5.952 73,6 6.116 78,1 12.068 75,8
33 1210 DAIRI 2.092 68,2 2.079 72,9 4.171 70,4
34 1211 KARO 3.482 84,0 3.309 83,6 6.791 83,8
35 1212 DELI_SERDANG 19.184 85,8 18.380 86,3 37.564 86,1
36 1213 LANGKAT 5.257 53,0 5.014 53,1 10.271 53,0
37 1214 NIAS_SELATAN 2.822 75,0 2.807 73,1 5.629 74,0
SUMATERA UTARA

38 1215 HUMBANG_HASUNDUTAN 2.009 87,9 1.930 88,8 3.939 88,3


39 1216 PAKPAK_BHARAT 493 81,0 405 70,2 898 75,7
40 1217 SAMOSIR 951 72,3 913 72,5 1.864 72,4
41 1218 SERDANG_BEDAGAI 5.002 80,6 4.795 84,2 9.797 82,3
42 1219 BATU_BARA 3.056 68,0 3.156 76,3 6.212 71,9
43 1220 PADANG_LAWAS_UTARA 2.004 52,4 1.748 45,4 3.752 48,9
44 1221 PADANG_LAWAS 1.778 45,6 1.612 42,5 3.390 44,0
SUMATERA UTARA
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
45 1222 LABUHAN_BATU_SELATAN 3.056 73,9 3.115 79,3 6.171 76,5
46 1223 LABUHAN_BATU_UTARA 3.739 93,2 3.736 93,7 7.475 93,4
47 1224 NIAS_UTARA 715 45,3 803 56,2 1.518 50,5
48 1225 NIAS_BARAT 726 73,6 693 70,9 1.419 72,3
49 1271 KOTA_SIBOLGA 425 48,6 453 55,7 878 52,0
50 1272 KOTA_TANJUNG_BALAI 532 29,7 464 26,1 996 27,9
51 1273 KOTA_PEMATANG_SIANTAR 1.780 79,9 1.710 79,2 3.490 79,5
52 1274 KOTA_TEBING_TINGGI 723 46,4 772 51,1 1.495 48,7
53 1275 KOTA_MEDAN 12.996 68,4 13.085 70,3 26.081 69,4
54 1276 KOTA_BINJAI 1.499 59,0 1.540 61,9 3.039 60,4
55 1277 KOTA_PADANGSIDIMPUAN 1.701 77,1 1.652 71,8 3.353 74,4
56 1278 KOTA_GUNUNGSITOLI 804 48,2 704 46,2 1.508 47,3
57 1301 KEPULAUAN_MENTAWAI 926 80,2 857 73,4 1.783 76,8
58 1302 PESISIR_SELATAN 2.826 63,8 2.810 65,0 5.636 64,4
59 1303 SOLOK 2.710 73,1 2.626 75,1 5.336 74,0
60 1304 SIJUNJUNG 1.831 68,7 1.749 69,5 3.580 69,1
61 1305 TANAH_DATAR 717 24,3 663 22,9 1.380 23,6
62 1306 PADANG_PARIAMAN 2.242 59,6 2.241 61,6 4.483 60,6
63 1307 AGAM 1.602 34,4 1.480 33,8 3.082 34,1
SUMATERA BARAT

64 1308 LIMAPULUH_KOTA 1.643 44,7 1.576 46,3 3.219 45,5


65 1309 PASAMAN 1.862 58,5 1.862 61,1 3.724 59,8
66 1310 SOLOK_SELATAN 1.190 66,0 1.090 61,6 2.280 63,8
67 1311 DHARMAS_RAYA 1.342 46,6 1.248 46,3 2.590 46,4
68 1312 PASAMAN_BARAT 2.276 41,7 2.106 41,8 4.382 41,7
69 1371 KOTA_PADANG 4.827 57,5 4.694 56,3 9.521 56,9
70 1372 KOTA_SOLOK 534 67,1 513 71,4 1.047 69,2
71 1373 KOTA_SAWAHLUNTO 314 52,2 326 54,3 640 53,3
72 1374 KOTA_PADANG_PANJANG 423 71,8 342 62,3 765 67,2
73 1375 KOTA_BUKITTINGGI 564 41,3 593 42,8 1.157 42,0
74 1376 KOTA_PAYAKUMBUH 1.098 74,9 1.012 70,0 2.110 72,5
75 1377 KOTA_PARIAMAN 427 51,9 422 55,6 849 53,7
76 1401 KUANTAN_SINGINGI 637 19,8 629 20,9 1.266 20,4
77 1402 INDRAGIRI_HULU 2.646 55,6 2.463 54,1 5.109 54,8
78 1403 INDRAGIRI_HILIR 1.012 15,1 895 14,1 1.907 14,6
79 1404 PELALAWAN 4.429 71,1 4.226 67,7 8.655 69,4
80 1405 SIAK 2.603 45,7 2.400 42,3 5.003 44,0
81 1406 KAMPAR 4.574 46,1 4.857 51,5 9.431 48,7
RIAU

82 1407 ROKAN_HULU 5.539 63,7 5.525 65,9 11.064 64,8


83 1408 BENGKALIS 3.293 54,0 3.251 54,6 6.544 54,3
84 1409 ROKAN_HILIR 5.279 61,7 5.219 64,1 10.498 62,9
85 1410 KEPULAUAN_MERANTI 1.278 81,9 1.250 85,1 2.528 83,4
86 1471 KOTA_PEKANBARU 5.247 41,9 4.956 42,4 10.203 42,1
87 1473 KOTA_DUMAI 998 27,3 1.005 28,7 2.003 28,0
88 1501 KERINCI 1.780 100,6 1.663 104,4 3.443 102,4
89 1502 MERANGIN 2.726 77,0 2.442 73,6 5.168 75,4
90 1503 SAROLANGUN 2.819 94,9 2.639 90,6 5.458 92,8
91 1504 BATANGHARI 2.372 92,4 2.253 91,3 4.625 91,9
92 1505 MUARO_JAMBI 2.544 61,1 2.365 59,3 4.909 60,2
JAMBI

93 1506 TANJUNG_JABUNG_TIMUR 1.474 81,3 1.366 80,4 2.840 80,9


94 1507 TANJUNG_JABUNG_BARAT 2.913 97,9 2.844 94,2 5.757 96,1
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

JAMBI
L P JUMLAH

# % # % # %
95 1508 TEBO 3.159 97,6 3.051 100,1 6.210 98,8
96 1509 BUNGO 3.142 85,6 3.041 86,1 6.183 85,9
97 1571 KOTA_JAMBI 3.716 71,7 3.563 71,3 7.279 71,5
98 1572 KOTA_SUNGAI_PENUH 581 80,0 542 83,0 1.123 81,4
99 1601 OGAN_KOMERING_ULU 3.700 110,2 3.484 106,3 7.184 108,3
100 1602 OGAN_KOMERING_ILIR 6.841 84,0 6.782 87,1 13.623 85,5
101 1603 MUARA_ENIM 5.514 87,8 5.443 91,6 10.957 89,7
102 1604 LAHAT 3.510 96,2 3.405 100,0 6.915 98,0
103 1605 MUSI_RAWAS 3.637 98,3 3.558 101,5 7.195 99,9
104 1606 MUSI_BANYUASIN 6.644 104,1 6.558 105,7 13.202 104,9
SUMATERA SELATAN

105 1607 BANYUASIN 5.763 71,7 5.452 71,3 11.215 71,5


106 1608 OGAN_KOMERING_ULU_SELATAN 3.034 88,1 2.974 89,6 6.008 88,8
107 1609 OGAN_KOMERING_ULU_TIMUR 5.713 93,3 5.444 95,1 11.157 94,2
108 1610 OGAN_ILIR 4.116 108,3 3.953 109,9 8.069 109,1
109 1611 EMPAT_LAWANG 2.133 90,9 2.201 94,3 4.334 92,6
110 1612 PENUKAL_ABAB_LEMATANG_ILIR 1.681 81,1 1.740 89,1 3.421 85,0
111 1613 MUSI_RAWAS_UTARA 2.103 114,1 2.062 109,9 4.165 112,0
112 1671 KOTA_PALEMBANG 8.218 56,3 8.311 58,7 16.529 57,5
113 1672 KOTA_PRABUMULIH 1.807 99,7 1.974 110,1 3.781 104,9
114 1673 KOTA_PAGAR_ALAM 1.496 123,3 1.463 119,8 2.959 121,6
115 1674 KOTA_LUBUK_LINGGAU 1.352 61,9 1.317 62,4 2.669 62,1
116 1701 BENGKULU_SELATAN 1.316 94,9 1.300 97,8 2.616 96,4
117 1702 REJANG_LEBONG 1.913 86,5 1.927 88,2 3.840 87,3
118 1703 BENGKULU_UTARA 2.838 96,4 2.682 91,9 5.520 94,2
119 1704 KAUR 1.045 92,4 1.072 97,8 2.117 95,1
BENGKULU

120 1705 SELUMA 1.633 94,3 1.511 92,5 3.144 93,4


121 1706 MUKOMUKO 1.758 84,5 1.701 90,8 3.459 87,5
122 1707 LEBONG 840 91,6 869 95,4 1.709 93,5
123 1708 KEPAHIANG 1.149 93,9 1.047 90,7 2.196 92,4
124 1709 BENGKULU_TENGAH 949 84,2 847 82,9 1.796 83,6
125 1771 KOTA_BENGKULU 2.569 71,3 2.664 76,0 5.233 73,7
126 1801 LAMPUNG_BARAT 2.497 84,5 2.424 86,4 4.921 85,4
127 1802 TANGGAMUS 5.107 98,6 4.904 97,1 10.011 97,9
128 1803 LAMPUNG_SELATAN 8.823 95,9 8.486 97,5 17.309 96,7
129 1804 LAMPUNG_TIMUR 6.640 77,8 6.737 83,5 13.377 80,6
130 1805 LAMPUNG_TENGAH 9.209 85,0 9.025 87,4 18.234 86,2
131 1806 LAMPUNG_UTARA 3.822 66,3 3.760 68,9 7.582 67,6
132 1807 WAY_KANAN 3.399 85,5 3.278 86,2 6.677 85,9
LAMPUNG

133 1808 TULANGBAWANG 3.959 89,5 3.875 93,6 7.834 91,5


134 1809 PESAWARAN 3.534 94,2 3.561 99,7 7.095 96,9
135 1810 PRINGSEWU 3.278 100,7 3.585 115,1 6.863 107,7
136 1811 MESUJI 1.408 74,0 1.288 75,9 2.696 74,9
137 1812 TULANGBAWANG_BARAT 2.451 99,0 2.283 95,8 4.734 97,5
138 1813 PESISIR_BARAT 1.434 91,5 1.404 96,0 2.838 93,7
139 1871 KOTA_BANDAR_LAMPUNG 6.694 75,7 6.866 75,7 13.560 75,7
140 1872 KOTA_METRO 812 62,0 833 62,2 1.645 62,1
141 1901 BANGKA 2.533 80,4 2.338 76,2 4.871 78,3
BANGKA BELITUNG

142 1902 BELITUNG 1.670 112,9 1.544 109,4 3.214 111,2


143 1903 BANGKA_BARAT 1.511 72,4 1.438 71,4 2.949 71,9
144 1904 BANGKA_TENGAH 1.246 59,2 1.190 61,8 2.436 60,4
PROVINSI
BANGKA BELITUNG
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
145 1905 BANGKA_SELATAN 1.571 77,7 1.499 77,1 3.070 77,4
146 1906 BELITUNG_TIMUR 1.076 116,3 960 104,1 2.036 110,2
147 1971 PANGKALPINANG 1.730 87,0 1.561 82,1 3.291 84,6
148 2101 KARIMUN 1.690 106,4 1.647 119,5 3.337 112,5
KEPULAUAN RIAU

149 2102 BINTAN 1.417 112,9 1.389 116,2 2.806 114,5


150 2103 NATUNA 627 102,3 564 100,0 1.191 101,2
151 2104 LINGGA 517 97,0 508 122,7 1.025 108,2
152 2105 KEPULAUAN_ANAMBAS 413 139,1 412 164,1 825 150,5
153 2171 KOTA_BATAM 10.990 73,9 10.721 72,8 21.711 73,4
154 2172 KOTA_TANJUNG_PINANG 1.800 117,3 1.880 138,7 3.680 127,4
155 3101 KEPULAUAN_SERIBU 240 134,8 193 129,5 433 132,4
156 3171 KOTA_JAKARTA_SELATAN 11.140 64,1 10.910 64,8 22.050 64,4
DKI JAKARTA

157 3172 KOTA_JAKARTA_TIMUR 16.474 67,5 15.993 69,8 32.467 68,6


158 3173 KOTA_JAKARTA_PUSAT 4.522 79,0 4.312 73,9 8.834 76,4
159 3174 KOTA_JAKARTA_BARAT 14.253 66,7 13.733 66,9 27.986 66,8
160 3175 KOTA_JAKARTA_UTARA 9.997 66,0 9.761 67,5 19.758 66,7
161 3201 BOGOR 41.062 69,6 40.334 71,3 81.396 70,4
162 3202 SUKABUMI 10.485 50,6 9.842 49,3 20.327 50,0
163 3203 CIANJUR 12.689 64,2 12.287 65,5 24.976 64,8
164 3204 BANDUNG 28.990 81,4 27.977 82,1 56.967 81,7
165 3205 GARUT 19.979 83,2 18.613 81,1 38.592 82,2
166 3206 TASIKMALAYA 12.695 95,8 12.005 94,9 24.700 95,4
167 3207 CIAMIS 9.053 109,2 8.513 110,2 17.566 109,6
168 3208 KUNINGAN 8.030 90,5 7.370 91,1 15.400 90,8
169 3209 CIREBON 22.536 120,6 21.767 123,3 44.303 121,9
170 3210 MAJALENGKA 9.577 103,7 9.258 106,2 18.835 104,9
171 3211 SUMEDANG 8.024 91,9 7.537 91,2 15.561 91,5
172 3212 INDRAMAYU 9.562 70,2 9.418 74,5 18.980 72,3
JAWA BARAT

173 3213 SUBANG 12.601 103,8 12.502 110,9 25.103 107,3


174 3214 PURWAKARTA 7.835 89,2 7.828 90,8 15.663 90,0
175 3215 KARAWANG 18.747 89,0 18.423 93,3 37.170 91,1
176 3216 BEKASI 31.187 76,5 30.857 79,0 62.044 77,7
177 3217 BANDUNG_BARAT 13.317 89,4 12.888 90,3 26.205 89,9
178 3218 PANGANDARAN 2.712 94,4 2.600 98,4 5.312 96,3
179 3271 KOTA_BOGOR 8.002 80,7 7.941 84,3 15.943 82,5
180 3272 KOTA_SUKABUMI 2.253 78,0 2.049 73,8 4.302 75,9
181 3273 KOTA_BANDUNG 12.765 63,0 12.234 60,8 24.999 61,9
182 3274 KOTA_CIREBON 1.624 58,3 1.498 58,2 3.122 58,3
183 3275 KOTA_BEKASI 20.258 75,4 19.995 75,0 40.253 75,2
184 3276 KOTA_DEPOK 18.213 77,8 17.375 78,0 35.588 77,9
185 3277 KOTA_CIMAHI 4.655 85,6 4.433 84,3 9.088 85,0
186 3278 KOTA_TASIKMALAYA 4.645 82,8 4.520 84,5 9.165 83,6
187 3279 KOTA_BANJAR 998 66,8 953 67,7 1.951 67,2
188 3301 CILACAP 11.328 82,2 10.768 85,5 22.096 83,8
189 3302 BANYUMAS 12.263 90,0 11.584 90,9 23.847 90,4
190 3303 PURBALINGGA 5.112 67,3 4.688 64,1 9.800 65,7
191 3304 BANJARNEGARA 6.620 92,4 6.212 89,6 12.832 91,0
192 3305 KEBUMEN 7.733 84,2 7.218 87,4 14.951 85,7
193 3306 PURWOREJO 2.437 50,2 2.242 49,8 4.679 50,0
194 3307 WONOSOBO 5.643 92,1 5.375 92,3 11.018 92,2
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
195 3308 MAGELANG 7.043 72,7 6.760 74,1 13.803 73,4
196 3309 BOYOLALI 6.522 87,5 6.189 89,3 12.711 88,4
197 3310 KLATEN 6.919 82,7 6.687 82,0 13.606 82,4
198 3311 SUKOHARJO 5.828 92,4 5.633 91,2 11.461 91,8
199 3312 WONOGIRI 2.325 43,1 2.283 43,7 4.608 43,4
200 3313 KARANGANYAR 5.382 81,9 4.976 80,0 10.358 81,0
201 3314 SRAGEN 5.223 82,7 5.002 84,0 10.225 83,3
202 3315 GROBOGAN 7.147 70,5 6.669 69,0 13.816 69,7
203 3316 BLORA 4.851 83,9 4.699 90,0 9.550 86,7
JAWA TENGAH

204 3317 REMBANG 4.058 91,3 3.737 90,2 7.795 90,8


205 3318 PATI 7.642 86,9 7.114 86,0 14.756 86,5
206 3319 KUDUS 6.837 105,5 6.900 110,4 13.737 107,9
207 3320 JEPARA 7.279 68,3 7.284 69,8 14.563 69,0
208 3321 DEMAK 8.434 91,1 8.039 87,7 16.473 89,4
209 3322 SEMARANG 6.644 83,1 6.271 80,5 12.915 81,8
210 3323 TEMANGGUNG 4.398 75,1 4.013 72,2 8.411 73,7
211 3324 KENDAL 6.156 82,8 5.965 82,7 12.121 82,7
212 3325 BATANG 5.483 91,0 5.194 92,4 10.677 91,6
213 3326 PEKALONGAN 5.310 71,5 4.844 68,3 10.154 69,9
214 3327 PEMALANG 10.761 103,7 10.626 109,0 21.387 106,3
215 3328 TEGAL 11.120 90,6 10.321 91,4 21.441 91,0
216 3329 BREBES 10.051 68,7 9.268 68,4 19.319 68,6
217 3371 KOTA_MAGELANG 602 74,0 592 71,4 1.194 72,7
218 3372 KOTA_SURAKARTA 4.290 122,5 4.368 122,9 8.658 122,7
219 3373 KOTA_SALATIGA 1.135 73,6 1.029 68,1 2.164 70,9
220 3374 KOTA_SEMARANG 8.576 61,7 8.479 60,2 17.055 60,9
221 3375 KOTA_PEKALONGAN 1.920 76,7 1.978 83,6 3.898 80,1
222 3376 KOTA_TEGAL 1.479 71,6 1.438 73,6 2.917 72,5
223 3401 KULON_PROGO 1.573 63,6 1.414 56,7 2.987 60,1
DI YOGYAKARTA

224 3402 BANTUL 4.030 64,7 3.863 64,1 7.893 64,4


225 3403 GUNUNG_KIDUL 2.429 66,4 2.308 63,9 4.737 65,2
226 3404 SLEMAN 4.248 61,1 3.993 57,0 8.241 59,0
227 3471 KOTA_YOGYAKARTA 1.435 79,1 1.354 76,3 2.789 77,7
228 3501 PACITAN 2.523 75,4 2.485 80,8 5.008 78,0
229 3502 PONOROGO 4.694 80,1 4.574 87,6 9.268 83,7
230 3503 TRENGGALEK 4.023 90,9 3.752 89,0 7.775 90,0
231 3504 TULUNGAGUNG 6.657 89,5 6.331 89,8 12.988 89,6
232 3505 BLITAR 7.154 84,7 6.926 88,8 14.080 86,7
233 3506 KEDIRI 10.174 84,0 9.645 83,3 19.819 83,7
234 3507 MALANG 18.117 95,3 17.247 94,7 35.364 95,0
235 3508 LUMAJANG 6.379 94,1 6.191 96,4 12.570 95,2
236 3509 JEMBER 14.693 85,4 14.000 83,3 28.693 84,3
237 3510 BANYUWANGI 10.665 98,5 10.279 100,6 20.944 99,5
238 3511 BONDOWOSO 4.538 98,5 4.196 96,8 8.734 97,7
239 3512 SITUBONDO 2.788 62,6 2.602 59,3 5.390 61,0
240 3513 PROBOLINGGO 6.970 80,7 6.427 76,4 13.397 78,6
241 3514 PASURUAN 10.237 85,7 9.797 84,4 20.034 85,1
242 3515 SIDOARJO 15.728 90,0 15.239 91,1 30.967 90,6
243 3516 MOJOKERTO 7.477 86,8 7.205 87,7 14.682 87,2
244 3517 JOMBANG 9.165 91,4 8.629 91,5 17.794 91,4
245 3518 NGANJUK 6.848 89,1 6.521 90,2 13.369 89,6
JAWA TIMUR
JAWA TIMUR PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
246 3519 MADIUN 3.567 76,0 3.336 77,0 6.903 76,5
247 3520 MAGETAN 3.476 82,4 3.390 87,2 6.866 84,7
248 3521 NGAWI 5.154 94,7 4.847 94,9 10.001 94,8
249 3522 BOJONEGORO 7.096 85,8 6.784 88,5 13.880 87,1
250 3523 TUBAN 7.949 98,4 7.696 103,5 15.645 100,9
251 3524 LAMONGAN 7.063 89,0 6.631 89,1 13.694 89,1
252 3525 GRESIK 9.844 95,6 9.399 95,6 19.243 95,6
253 3526 BANGKALAN 4.116 56,5 4.111 56,6 8.227 56,5
254 3527 SAMPANG 4.770 67,7 4.612 67,4 9.382 67,5
255 3528 PAMEKASAN 4.563 69,7 4.401 72,1 8.964 70,9
256 3529 SUMENEP 5.816 85,7 5.954 90,3 11.770 87,9
257 3571 KOTA_KEDIRI 2.088 92,8 1.964 86,6 4.052 89,7
258 3572 KOTA_BLITAR 932 82,3 862 77,7 1.794 80,0
259 3573 KOTA_MALANG 4.254 70,3 4.136 66,3 8.390 68,3
260 3574 KOTA_PROBOLINGGO 1.403 76,6 1.489 81,5 2.892 79,1
261 3575 KOTA_PASURUAN 1.251 76,5 1.264 75,3 2.515 75,9
262 3576 KOTA_MOJOKERTO 964 94,0 906 86,9 1.870 90,4
263 3577 KOTA_MADIUN 950 78,9 951 75,7 1.901 77,3
264 3578 KOTA_SURABAYA 15.946 77,2 15.911 77,1 31.857 77,2
265 3579 KOTA_BATU 1.285 84,0 1.255 82,8 2.540 83,4
266 3601 PANDEGLANG 10.070 89,6 9.242 88,2 19.312 88,9
267 3602 LEBAK 9.668 86,9 9.188 87,5 18.856 87,2
268 3603 TANGERANG 36.598 97,4 35.491 98,0 72.089 97,7
BANTEN

269 3604 SERANG 13.666 106,5 12.866 109,3 26.532 107,9


270 3671 KOTA_TANGERANG 16.898 79,4 15.859 76,0 32.757 77,7
271 3672 KOTA_CILEGON 4.109 96,8 3.875 96,9 7.984 96,8
272 3673 KOTA_SERANG 5.048 76,8 5.148 80,0 10.196 78,4
273 3674 KOTA_TANGERANG_SELATAN 13.362 89,3 13.345 90,3 26.707 89,8
274 5101 JEMBRANA 1.679 88,0 1.525 79,8 3.204 83,9
275 5102 TABANAN 1.897 76,2 1.782 74,4 3.679 75,3
276 5103 BADUNG 4.647 88,7 4.419 87,1 9.066 87,9
277 5104 GIANYAR 2.729 76,3 2.470 72,6 5.199 74,5
BALI

278 5105 KLUNGKUNG 1.006 79,3 944 84,2 1.950 81,6


279 5106 BANGLI 1.355 81,8 1.187 77,4 2.542 79,7
280 5107 KARANG_ASEM 2.491 79,0 2.380 82,7 4.871 80,7
281 5108 BULELENG 3.591 72,1 3.511 75,7 7.102 73,8
282 5171 KOTA_DENPASAR 7.025 85,8 6.654 81,6 13.679 83,7
283 5201 LOMBOK_BARAT 6.186 88,3 5.885 89,7 12.071 89,0
284 5202 LOMBOK_TENGAH 8.502 86,9 7.895 83,3 16.397 85,1
NUSA TENGGARA BARAT

285 5203 LOMBOK_TIMUR 12.395 102,7 11.699 101,8 24.094 102,3


286 5204 SUMBAWA 3.745 85,8 3.561 85,7 7.306 85,8
287 5205 DOMPU 2.721 102,6 2.475 96,6 5.196 99,7
288 5206 BIMA 4.545 97,8 4.485 102,6 9.030 100,1
289 5207 SUMBAWA_BARAT 1.129 67,2 1.084 64,5 2.213 65,9
290 5208 LOMBOK_UTARA 1.985 94,6 1.965 96,4 3.950 95,5
291 5271 KOTA_MATARAM 2.978 67,7 3.064 69,6 6.042 68,7
292 5272 KOTA_BIMA 1.390 82,2 1.371 84,7 2.761 83,4
293 5301 SUMBA_BARAT 866 44,6 727 38,7 1.593 41,7
294 5302 SUMBA_TIMUR 2.022 52,4 1.925 52,3 3.947 52,4
295 5303 KUPANG 2.703 52,1 2.629 53,3 5.332 52,7
296 5304 TIMOR_TENGAH_SELATAN 5.311 85,1 4.999 82,4 10.310 83,8
297 5305 TIMOR_TENGAH_UTARA 2.582 85,8 2.488 86,9 5.070 86,3
R
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
298 5306 BELU 2.192 88,7 2.138 87,7 4.330 88,2
299 5307 ALOR 1.861 63,6 1.738 61,9 3.599 62,8
300 5308 LEMBATA 1.018 59,7 939 59,2 1.957 59,4
NUSA TENGGARA TIMUR

301 5309 FLORES_TIMUR 2.191 81,8 2.184 89,9 4.375 85,6


302 5310 SIKKA 2.288 68,2 2.029 63,4 4.317 65,8
303 5311 ENDE 2.028 67,8 1.947 69,3 3.975 68,5
304 5312 NGADA 1.069 55,2 1.034 58,5 2.103 56,8
305 5313 MANGGARAI 3.035 71,7 2.759 69,7 5.794 70,8
306 5314 ROTE_NDAO 1.224 49,0 1.221 50,3 2.445 49,6
307 5315 MANGGARAI_BARAT 1.923 54,8 2.285 65,4 4.208 60,1
308 5316 SUMBA_TENGAH 798 72,4 801 71,7 1.599 72,1
309 5317 SUMBA_BARAT_DAYA 4.781 82,0 4.617 83,3 9.398 82,7
310 5318 NAGEKEO 1.128 63,0 1.087 64,9 2.215 63,9
311 5319 MANGGARAI_TIMUR 3.085 92,3 2.780 89,2 5.865 90,8
312 5320 SABU_RAIJUA 693 43,2 688 45,9 1.381 44,5
313 5321 MALAKA 1.578 77,8 1.535 76,1 3.113 77,0
314 5371 KOTA_KUPANG 2.956 66,0 3.097 65,5 6.053 65,8
315 6101 SAMBAS 4.538 77,2 4.408 80,2 8.946 78,6
316 6102 BENGKAYANG 522 18,9 475 17,9 997 18,4
317 6103 LANDAK 1.594 47,3 1.554 48,1 3.148 47,7
318 6104 MEMPAWAH 1.228 49,9 1.231 51,1 2.459 50,5
319 6105 SANGGAU 4.000 89,9 3.986 93,0 7.986 91,4
KALIMANTAN BARAT

320 6106 KETAPANG 1.967 39,7 1.920 41,0 3.887 40,3


321 6107 SINTANG 3.034 72,1 2.766 68,2 5.800 70,2
322 6108 KAPUAS_HULU 1.591 67,5 1.467 63,1 3.058 65,3
323 6109 SEKADAU 1.542 79,1 1.456 81,8 2.998 80,4
324 6110 MELAWI 1.153 60,3 1.030 54,2 2.183 57,2
325 6111 KAYONG_UTARA 533 43,7 514 42,1 1.047 42,9
326 6112 KUBU_RAYA 2.610 46,2 2.576 48,4 5.186 47,3
327 6171 KOTA_PONTIANAK 2.803 47,0 2.684 45,8 5.487 46,4
328 6172 KOTA_SINGKAWANG 744 31,1 797 35,2 1.541 33,1
329 6201 KOTAWARINGIN_BARAT 2.181 69,8 2.009 69,9 4.190 69,8
330 6202 KOTAWARINGIN_TIMUR 2.325 50,7 2.251 50,3 4.576 50,5
331 6203 KAPUAS 2.131 67,7 2.032 67,0 4.163 67,4
332 6204 BARITO_SELATAN 925 77,9 913 79,3 1.838 78,6
KALIMANTAN TENGAH

333 6205 BARITO_UTARA 911 81,5 840 75,5 1.751 78,5


334 6206 SUKAMARA 430 61,8 373 57,6 803 59,7
335 6207 LAMANDAU 485 64,7 492 70,4 977 67,4
336 6208 SERUYAN 1.291 59,9 1.272 61,4 2.563 60,6
337 6209 KATINGAN 1.132 64,1 1.100 63,6 2.232 63,9
338 6210 PULANG_PISAU 481 41,4 480 47,9 961 44,4
339 6211 GUNUNG_MAS 854 65,2 857 68,8 1.711 67,0
340 6212 BARITO_TIMUR 535 43,9 457 39,6 992 41,8
341 6213 MURUNG_RAYA 559 44,4 520 40,0 1.079 42,2
342 6271 KOTA_PALANGKA_RAYA 2.084 71,8 2.040 69,5 4.124 70,7
343 6301 TANAH_LAUT 2.228 65,6 2.139 65,0 4.367 65,3
344 6302 KOTA_BARU 1.896 55,3 1.829 54,3 3.725 54,8
345 6303 BANJAR 3.053 58,4 3.113 61,3 6.166 59,9
346 6304 BARITO_KUALA 1.813 66,7 1.719 64,3 3.532 65,5
KALIMANTAN SELATAN

347 6305 TAPIN 758 43,6 756 46,5 1.514 45,0


348 6306 HULU_SUNGAI_SELATAN 917 48,6 782 45,1 1.699 46,9
349 6307 HULU_SUNGAI_TENGAH 1.097 53,1 1.044 54,6 2.141 53,8
PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
350 6308 HULU_SUNGAI_UTARA 637 32,2 574 29,4 1.211 30,8
351 6309 TABALONG 851 35,1 843 37,9 1.694 36,5
352 6310 TANAH_BUMBU 934 22,7 945 23,6 1.879 23,1
353 6311 BALANGAN 635 49,4 555 43,9 1.190 46,7
354 6371 KOTA_BANJARMASIN 3.652 55,6 3.557 57,5 7.209 56,5
355 6372 KOTA_BANJAR_BARU 1.794 68,2 1.720 67,4 3.514 67,8
356 6401 PASER 1.739 63,3 1.649 62,5 3.388 62,9
357 6402 KUTAI_BARAT 598 48,0 548 47,7 1.146 47,9
KALIMANTAN TIMUR

358 6403 KUTAI_KARTANEGARA 4.284 56,1 3.926 53,2 8.210 54,7


359 6404 KUTAI_TIMUR 2.299 59,0 2.116 56,5 4.415 57,8
360 6405 BERAU 1.182 50,1 1.142 50,4 2.324 50,3
361 6409 PENAJAM_PASER_UTARA 630 40,6 647 45,5 1.277 43,0
362 6411 MAHAKAM_ULU 155 72,8 129 60,8 284 66,8
363 6471 KOTA_BALIKPAPAN 4.450 72,2 4.243 71,3 8.693 71,8
364 6472 KOTA_SAMARINDA 6.091 72,5 5.909 73,7 12.000 73,1
KALIMANTAN UTARA

365 6474 KOTA_BONTANG 817 44,5 788 47,2 1.605 45,8


366 6501 MALINAU 414 43,2 385 42,4 799 42,8
367 6502 BULUNGAN 987 69,2 841 63,5 1.828 66,5
368 6503 TANA_TIDUNG 162 65,3 129 44,5 291 54,1
369 6504 NUNUKAN 1.203 53,7 1.133 55,2 2.336 54,4
370 6571 KOTA_TARAKAN 1.520 49,6 1.476 49,5 2.996 49,5
371 7101 BOLAANG_MONGONDOW 1.444 62,3 1.342 63,7 2.786 63,0
372 7102 MINAHASA 1.563 66,4 1.374 60,6 2.937 63,6
373 7103 KEPULAUAN_SANGIHE 564 59,1 549 65,9 1.113 62,2
374 7104 KEPULAUAN_TALAUD 209 26,1 198 26,9 407 26,5
375 7105 MINAHASA_SELATAN 1.017 68,5 972 69,4 1.989 68,9
SULAWESI UTARA

376 7106 MINAHASA_UTARA 1.439 86,4 1.268 76,8 2.707 81,6


377 7107 BOLAANG_MONGONDOW_UTARA 566 81,3 466 66,0 1.032 73,6
378 7108 SIAU_TAGULANDANG_BIARO 341 82,8 347 80,1 688 81,4
379 7109 MINAHASA_TENGGARA 424 48,0 387 44,7 811 46,4
380 7110 BOLAANG_MONGONDOW_SELATAN 350 47,2 316 46,4 666 46,8
381 7111 BOLAANG_MONGONDOW_TIMUR 292 47,3 213 36,2 505 41,9
382 7171 KOTA_MANADO 1.792 52,6 1.793 52,6 3.585 52,6
383 7172 KOTA_BITUNG 728 34,3 691 34,5 1.419 34,4
384 7173 KOTA_TOMOHON 582 74,7 521 73,7 1.103 74,2
385 7174 KOTA_KOTAMOBAGU 497 43,9 414 36,9 911 40,4
386 7201 BANGGAI_KEPULAUAN 1.000 90,7 819 78,9 1.819 85,0
387 7202 BANGGAI 2.808 78,8 2.577 78,6 5.385 78,7
388 7203 MOROWALI 1.596 122,5 1.671 140,3 3.267 131,0
389 7204 POSO 1.336 56,0 1.260 54,0 2.596 55,0
SULAWESI TENGAH

390 7205 DONGGALA 2.555 78,4 2.479 78,6 5.034 78,5


391 7206 TOLI_TOLI 1.605 68,8 1.517 68,8 3.122 68,8
392 7207 BUOL 864 51,3 879 51,0 1.743 51,2
393 7208 PARIGI_MOUTONG 3.454 66,7 3.396 68,4 6.850 67,5
394 7209 TOJO_UNA_UNA 880 58,1 789 52,8 1.669 55,5
395 7210 SIGI 1.678 71,7 1.659 78,7 3.337 75,0
396 7211 BANGGAI_LAUT 454 50,7 468 55,3 922 52,9
397 7212 MOROWALI_UTARA 1.017 72,7 1.005 79,2 2.022 75,8
398 7271 KOTA_PALU 3.260 83,8 3.304 83,6 6.564 83,7
399 7301 SELAYAR 564 42,4 556 43,2 1.120 42,8
400 7302 BULUKUMBA 1.535 43,5 1.529 45,4 3.064 44,4
401 7303 BANTAENG 734 51,3 727 49,1 1.461 50,2
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
402 7304 JENEPONTO 2.286 68,4 2.295 71,4 4.581 69,9
403 7305 TAKALAR 1.895 66,8 1.781 67,7 3.676 67,3
404 7306 GOWA 4.739 63,0 4.665 67,1 9.404 65,0
405 7307 SINJAI 1.263 59,7 1.203 60,6 2.466 60,2
406 7308 MAROS 2.313 63,4 2.438 67,6 4.751 65,5
407 7309 PANGKAJENE_KEPULAUAN 1.665 53,8 1.552 52,8 3.217 53,3
408 7310 BARRU 740 48,9 748 51,5 1.488 50,2
SULAWESI SELATAN

409 7311 BONE 2.450 38,4 2.491 42,3 4.941 40,3


410 7312 SOPPENG 1.072 71,7 947 66,0 2.019 68,9
411 7313 WAJO 1.299 39,9 1.243 39,5 2.542 39,7
412 7314 SIDENRENG_RAPPANG 1.256 46,1 1.172 46,2 2.428 46,2
413 7315 PINRANG 1.864 53,6 1.861 56,2 3.725 54,9
414 7316 ENREKANG 683 30,3 654 30,7 1.337 30,5
415 7317 LUWU 2.784 73,5 2.413 65,6 5.197 69,6
416 7318 TANA_TORAJA 1.213 50,7 1.260 55,9 2.473 53,2
417 7322 LUWU_UTARA 956 31,8 904 31,1 1.860 31,5
418 7325 LUWU_TIMUR 683 19,6 678 20,6 1.361 20,1
419 7326 TORAJA_UTARA 1.725 70,7 1.585 65,6 3.310 68,2
420 7371 KOTA_MAKASSAR 9.110 61,1 9.526 64,8 18.636 63,0
421 7372 KOTA_PARE_PARE 866 60,3 853 63,0 1.719 61,6
422 7373 KOTA_PALOPO 1.237 61,1 1.212 61,9 2.449 61,5
423 7401 BUTON 941 73,6 918 81,0 1.859 77,1
424 7402 MUNA 1.268 46,3 1.264 52,0 2.532 49,0
425 7403 KONAWE 632 20,9 565 20,0 1.197 20,5
426 7404 KOLAKA 1.944 82,7 1.684 77,8 3.628 80,4
427 7405 KONAWE_SELATAN 2.720 77,7 2.587 75,5 5.307 76,6
428 7406 BOMBANA 1.675 75,9 1.599 75,8 3.274 75,9
SULAWESI TENGGARA

429 7407 WAKATOBI 700 72,8 678 73,9 1.378 73,3


430 7408 KOLAKA_UTARA 1.267 80,1 1.218 78,6 2.485 79,4
431 7409 BUTON_UTARA 630 80,7 559 73,7 1.189 77,3
432 7410 KONAWE_UTARA 483 61,2 485 63,6 968 62,4
433 7411 KOLAKA_TIMUR 1.037 54,6 989 56,4 2.026 55,5
434 7412 KONAWE_KEPULAUAN 316 80,2 267 78,8 583 79,5
435 7471 MUNA_BARAT 795 87,4 703 72,1 1.498 79,5
436 7472 BUTON_SELATAN 807 76,8 812 86,0 1.619 81,1
437 7413 BUTON_TENGAH 988 77,3 899 78,9 1.887 78,1
438 7414 KOTA_KENDARI 3.145 70,4 3.140 68,0 6.285 69,2
439 7415 KOTA_BAU_BAU 1.289 65,8 1.100 56,2 2.389 61,0
440 7501 BOALEMO 1.062 64,8 1.094 69,9 2.156 67,3
441 7502 GORONTALO 2.739 76,3 2.719 77,9 5.458 77,1
GORONTALO

442 7503 POHUWATO 1.205 69,7 1.157 74,3 2.362 71,8


443 7504 BONE_BOLANGO 945 59,8 852 57,9 1.797 58,9
444 7505 GORONTALO_UTARA 1.131 92,9 1.039 92,6 2.170 92,7
445 7571 KOTA_GORONTALO 1.378 67,5 1.420 67,8 2.798 67,7
446 7601 MAJENE 1.530 72,6 1.373 67,8 2.903 70,3
SULAWESI BARAT

447 7602 POLEWALI_MANDAR 3.204 66,9 3.179 69,9 6.383 68,4


448 7603 MAMASA 860 56,3 726 51,2 1.586 53,9
449 7604 MAMUJU 2.021 54,2 1.852 51,4 3.873 52,9
450 7605 MAMUJU_UTARA 1.273 55,2 1.194 51,3 2.467 53,2
451 7606 MAMUJU_TENGAH 1.239 78,4 1.143 76,4 2.382 77,4
452 8101 MALUKU_TENGGARA_BARAT 1.068 74,3 1.030 72,1 2.098 73,2
453 8102 MALUKU_TENGGARA 953 76,5 887 77,7 1.840 77,1
KU
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
454 8103 MALUKU_TENGAH 1.387 34,6 1.513 40,2 2.900 37,3
455 8104 BURU 981 57,5 864 51,4 1.845 54,5
456 8105 KEPULAUAN_ARU 543 37,6 503 38,9 1.046 38,2
MALUKU

457 8106 SERAM_BAGIAN_BARAT 1.102 50,5 1.111 52,7 2.213 51,6


458 8107 SERAM_BAGIAN_TIMUR 604 41,6 531 37,3 1.135 39,5
459 8108 MALUKU_BARAT_DAYA 472 50,3 385 42,6 857 46,6
460 8109 BURU_SELATAN 355 38,5 266 29,0 621 33,8
461 8171 KOTA_AMBON 1.128 20,7 1.025 19,2 2.153 20,0
462 8172 KOTA_TUAL 585 57,0 511 52,8 1.096 54,9
463 8201 HALMAHERA_BARAT 376 28,6 353 29,9 729 29,2
464 8202 HALMAHERA_TENGAH 237 31,9 199 28,5 436 30,3
465 8203 KEPULAUAN_SULA 301 26,7 279 26,9 580 26,8
MALUKU UTARA

466 8204 HALMAHERA_SELATAN 1.129 40,5 1.020 36,8 2.149 38,6


467 8205 HALMAHERA_UTARA 529 24,3 450 21,1 979 22,7
468 8206 HALMAHERA_TIMUR 1.307 109,4 1.084 98,1 2.391 104,0
469 8207 PULAU_MOROTAI 246 30,8 290 38,5 536 34,5
470 8208 PULAU_TALIABU 132 20,3 170 25,9 302 23,1
471 8271 KOTA_TERNATE 883 34,9 872 34,7 1.755 34,8
472 8272 KOTA_TIDORE_KEPULAUAN 639 58,9 593 60,8 1.232 59,8
473 9101 FAKFAK 718 86,5 652 82,7 1.370 84,7
474 9102 KAIMANA 631 83,1 629 91,8 1.260 87,3
475 9103 TELUK_WONDAMA 268 52,8 258 51,5 526 52,1
476 9104 TELUK_BINTUNI 406 51,9 387 47,5 793 49,7
477 9105 MANOKWARI 840 44,3 753 42,0 1.593 43,2
PAPUA BARAT

478 9106 SORONG_SELATAN 427 73,0 423 70,4 850 71,7


479 9107 SORONG 605 66,9 525 55,5 1.130 61,1
480 9108 RAJA_AMPAT 266 41,2 264 42,4 530 41,8
481 9109 TAMBRAUW 156 92,9 151 78,2 307 85,0
482 9110 MAYBRAT 79 32,2 77 30,8 156 31,5
483 9111 MANOKWARI_SELATAN 8 3,0 7 3,3 15 3,1
484 9112 PEGUNUNGAN_ARFAK 8 3,3 5 1,9 13 2,6
485 9171 KOTA_SORONG 1.861 64,8 1.672 63,1 3.533 64,0
486 9401 MERAUKE 1.637 64,1 1.639 62,8 3.276 63,5
487 9402 JAYAWIJAYA 229 14,7 234 15,1 463 14,9
488 9403 JAYAPURA 1.400 93,5 1.213 79,9 2.613 86,6
489 9404 NABIRE 997 62,1 901 53,6 1.898 57,7
490 9408 YAPEN WAROPEN 911 70,1 868 74,4 1.779 72,1
491 9409 BIAK_NUMFOR 1.273 69,9 1.241 71,3 2.514 70,6
492 9410 PANIAI 1.121 75,2 1.030 74,7 2.151 74,9
493 9411 PUNCAK_JAYA 11 0,9 21 2,2 32 1,5
494 9412 MIMIKA 1.538 58,5 1.476 52,2 3.014 55,2
495 9413 BOVEN_DIGOEL 804 78,1 790 71,9 1.594 74,9
496 9414 MAPPI 1.482 91,1 1.419 89,2 2.901 90,2
497 9415 ASMAT 549 33,9 498 27,7 1.047 30,7
498 9416 YAHUKIMO 112 13,2 122 13,9 234 13,6
499 9417 PEGUNUNGAN_BINTANG 147 12,7 133 12,1 280 12,4
PAPUA

500 9418 TOLIKARA 35 4,1 33 4,5 68 4,3


501 9419 SARMI 164 30,9 167 31,7 331 31,3
502 9420 KEEROM 625 95,1 526 80,9 1.151 88,1
503 9426 WAROPEN 151 36,3 183 48,2 334 42,0
504 9427 SUPIORI 64 19,0 49 17,6 113 18,3
505 9428 MAMBERAMO_RAYA 30 8,2 42 11,4 72 9,8
PAPUA
PROVINSI
NOMOR KODE KABUPATEN/KOTA IMUNISASI LENGKAP

L P JUMLAH

# % # % # %
506 9429 NDUGA 64 9,8 0 0,0 64 5,3
507 9430 LANNY_JAYA 145 14,5 181 20,2 326 17,2
508 9431 MAMBERAMO_TENGAH 151 52,8 120 57,4 271 54,7
509 9432 YALIMO 130 34,9 157 50,0 287 41,8
510 9433 PUNCAK 623 52,3 618 58,5 1.241 55,2
511 9434 DOGIYAI 126 9,4 124 9,6 250 9,5
512 9435 INTAN_JAYA 38 5,9 35 5,7 73 5,8
513 9436 DEIYAI 40 3,8 35 3,8 75 3,8
514 9471 KOTA_JAYAPURA 2.608 84,4 2.481 83,7 5.089 84,1

Tanggal Update: 20 Januari 2021

Kepala Subdit Imunisasi

NIP 196407051995031003
Target dan Capaian 2020
Jumlah kabupaten/kota yang melaksanakan deteksi dini masalah kesehatan jiwa dan
penyalahgunaan napza

No Provinsi Target Capaian Nama kabupaten


2020 2020

1 Gorontalo 6 6 1 Kota Gorontalo


2 Kab. Gorontalo
3 Kab. Bone Bolango
4 Kab. Gorontalo Utara
5 Kab. Boalemo
6 Kab. Pohuwato
2 Sulawesi Barat 4
3 NTT 14
4 Sulawesi Tenggara 11 1 1 Kab. Buton Utara
5 Sulawesi Utara 7
6 Papua Barat 8
7 Papua 19
8 Maluku 7
9 Maluku Utara 6
10 Kalimantan Utara 3 5 1 Kab. Tarakan
2 Kab. Bulungan
3 Kab. Nunukan
4 Kab. Malinau
5 KTT
11 Sulawesi Selatan 17 17 1 Kab. Barru
2 Kab. Bulukumba
3 Kab. Enrekang
4 Kab. Gowa
5 Kab. Jeneponto
6 Kab. Luwu
7 Kab. Luwu Timur
8 Kab. Luwu Utara
9 Kab. Palopo
10 Kab. Pare-Pare
11 Kab. Pinrang
12 Kab. Selayar
13 Kab. Sidrap
14 Kab. Sinrai
15 Kab Takalar
16 Kab.Wajo
17 Kab. Torut
12 Sumatera Utara 10
13 Bangka Belitung 4 7 1 Kab. Bangka
2 Kab. Bangka Barat
3 Kab. Bangka Selatan
4 Kab. Bangka Tengah
5 Kab. Belitung
6 Kab. Belitung Timur
7 Kota Pangkal Pinang
14 Bengkulu 6 4 1 Kota Bengkulu
2 Kab. Lebong
3 Kab. Bengkulu Selatan
4 Kab. Kaur
15 Banten 5
16 Bali 6
17 Jambi 7 8 1 Kota Jambi
2 Kab. Muaro Jambi
3 Kab. Batang Hari
4 Kab. Tanjab Timur
5 Kab. Tanjab Barat
6 Kab. Sarolangun
7 Kab. Bungo
8 Kab. Merangin
18 DIY 3
19 Kalimantan Tengah 9 1 1 Palangkaraya
20 Kalimantan Barat 9 8 1 Kab. Sambas
2 Kab. Bengkayang
3 Kab.Mempawah
4 Kab. Sintang
5 Kab. Kapuas Hulu
6 Kab. Kubu Raya
7 Kota Pontianak
8 Kota Singkawang
21 Jawa Tengah 13
22 NTB 6 9 1 Kota Mataram
2 Kab. Lombok Tengah
3 Kab. Lombok Barat
4 Kab. Lombok Utara
5 Kab. Sumbawa
6 Kab. Sumbawa Barat
7 Kab. Dompu
8 Kab. Bima
9 Kota Bima
23 Lampung 10 8 1 Kab. Lampung Selatan
2 Kab. Lampung Barat
3 Kab. Lampung Utara
4 Kab. Tanggamus
5 Kab. Pringsewu
6 Kota Metro
7 Kab. Pesisir Barat
8 Kab. Mesuji
24 Sumatera Barat 14 11 1 Kab. Solok
2 Kab. Sijunjung
3 Kab. Tanah Datar
4 Kab. Lima Puluh Kota
5 Kab. Damasraya
6 Kab. Pasaman Barat
7 Kota Padang
8 Kota Solok
9 Kota Padang Panjang
10 Kota Payakumbuh
11 Kota Pariaman
25 Kalimantan Timur 4
26 Jawa Timur 38 38 1 Kab. Pacitan
2 Kab. Ponorogo
3 Kab. Trenggalek
4 Kab. Tulungagung
5 Kab. Blitar
6 Kab. Kediri
7 Kab. Malang
8 Kab. Lumajang
9 Kab. Jember
10 Kab. Banyuwangi
11 Kab. Bondowoso
12 Kab. Situbondo
13 Kab. Probolinggo
14 Kab. Pasuruan
15 Kab. Sidoarjo
16 Kab. Mojokerto
17 Kab. Jombang
18 Kab. Nganjuk
19 Kab. Madiun
20 Kab. Magetan
21 Kab. Ngawi
22 Kab. Bojonegoro
23 Kab. Tuban
24 Kab. Lamongan
25 Kab. Gresik
26 Kab. Bangkalan
27 Kab. Sampang
28 Kab. Pamekasan
29 Kab. Sumenep
30 Kab. Kota Kediri
31 Kota Blitar
32 Kota Malang
33 Kota Probolinggo
34 Kota Pasuruan
35 Kota Mojokerto
36 Kota Madiun
37 Kota Surabaya
38 Kota Batu
27 Jawa Barat 24 24 1 Kab. Sukabumi
2 Kab. Cianjur
3 Kab. Bandung
4 Kab. Garut
5 Kab. Tasikmalaya
6 Kab. Ciamis
7 Kab. Kuningan
8 Kab. Cirebon
9 Kab. Majalengka
10 Kab. Sumedang
11 Kab. Indramayu
12 Kab. Purwakarta
13 Kab. Karawang
14 Kab. Bandung Barat
15 Kota Bogor
16 Kota Sukabumi
17 Kota Bandung
18 Kota Cirebon
19 Kota Bekasi
20 Kota Depok
21 Kota Cimahi
22 Kota Tasikmalaya
23 Kota Banjar
24 Kab. Pangandaran
28 Riau 8 4 1 Kab. Kampar
2 Kab. Pelalawan
3 Kab. Meranti
4 Kab. Rohul
29 DKI Jakarta 4 6 1 Jakarta Pusat
2 Jakarta utara
3 Jakarta barat
4 Jakarta selatan
5 Jakarta timur
6 kepulauan seribu
30 Sumatera Selatan 15 15 1 Kab. Muba
2 Kab. Banyuasin
3 Kab. OKU
4 Kab. Muara Enim
5 Kab. OKI
6 Kab. Musi Rawas
7 Kab. Lubuk Linggau
8 Kab. Musi Rawas Utara
9 Kab. Ogan Ilir
10 Kab. Lahat
11 Kab. Prabumulih
12 Kab. Empat Lawang
13 Kab. Pagar Alam
14 Kab. Pali
15 Kab. Palembang
31 Kalimantan Selatan 10 10 1 Kab. Banjarmasin
2 Kab. Banjarbaru
3 Kab. Banjar
4 Kab. Tapin
5 Kab. Hulu Sungai Tengah
6 Kab. Hulu Sungai Utara
7 Kab. Balangan
8 Kab. Tabalong
9 Kab. Barito Kuala
10 Kab. Tanah Bumbu
32 Aceh 23 23 1 Kab Simueulue
2 Kab Aceh Singkil
3 Kab Aceh Selatan
4 Kab Aceh Tenggara
5 Kab Aceh Timur
6 Kab Aceh Tengah
7 Kab Aceh Barat
8 Kab Aceh Besar
9 Kab Pidie
10 Kab Bireuen
11 Kab Aceh Utara
12 Kab Aceh Barat Daya
13 Kb Gayo Lues
14 Kab Aceh Tamiang
15 Kab Nagan Raya
16 Kab Aceh Jaya
17 Kab Bener Meriah
18 Kab Pidie Jaya
19 Kota Banda Aceh
20 Kab Sabang
21 Kota Langsa
22 Kota Lhokseumawe
23 Kab Subulussalam
TOTAL 330 205

Direktur P2 Masalah Keswa dan Napza

dr. Siti Khalimah,SpKJ, MARS


NIP 197104162002122001
Rekap Indikator Persentase rekomendasi hasil surveilans faktor risiko dan penyakit berbasis laboratorium yang dimanfaatkan

Jumlah rekomendasi yang Jumlah rekomendasi yang Jumlah Rekomendasi yang dimanfaatkan oleh Total Rekomendasi yang
Timestamp Nama Satker Persentase Capaian
dikeluarkan dimanfaatkan oleh BTKLPP instansi/satker/LPLS diluar BTKLPP dimanfaatkan
1/12/2021 8.40.31 BBTKLPP Banjarbaru 55 1 24 25 45%
1/12/2021 9.28.20 BBTKLPP Jakarta 278 10 48 58 21%
1/11/2021 18.33.26 BBTKLPP Surabaya 41 41 41 41 100%
1/12/2021 8.14.56 BBTKLPP Yogyakarta 157 1 50 51 32%
1/12/2021 9.42.21 BTKLPP Kelas I Batam 46 10 12 22 48%
1/11/2021 15.53.15 BTKLPP Kelas I Makassar 54 30 24 54 100%
1/12/2021 10.18.32 BTKLPP Kelas I Manado 15 11 4 15 100%
1/11/2021 14.52.32 BTKLPP Kelas I Medan 12 8 4 12 100%
1/11/2021 19.18.49 BTKLPP Kelas I Palembang 24 4 20 24 100%
1/12/2021 7.29.56 BTKLPP Kelas II Ambon 60 11 43 54 90%
Total 742 127 270 356 48%

Kepala Bagian Program dan Informasi

dr. Elvieda Sariwati, M.Epid


NIP 197601202200212002

Anda mungkin juga menyukai