Anda di halaman 1dari 2

Robert Sinto EDITORIAL

Peran Penting Pengendalian Resistensi Antibiotik pada


Pandemi COVID-19
Robert Sinto

Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSUPN Dr.
Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Konsulen Pelaksanaan Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Tim Penanganan Kasus Pasien dengan Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-emerging Disease (PINERE) RSUPN dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta

Infeksi oleh SARS-2 Coronavirus telah menjadi fokus dan efisien karena berhubungan dengan peningkatan
perhatian bukan hanya pada layanan kesehatan, bahkan morbiditas, mortalitas, lama rawat, dan biaya perawatan.
layanan publik di seluruh dunia sepanjang tahun 2020. Dalam skala global, Perserikatan Bangsa-Bangsa telah
Hingga 30 Desember 2020, World Health Organization mengeluarkan World Health Assembly Resolution (WHA
mencatat 80.773.033 kasus COVID-19 terkonfirmasi 68.7) dengan judul Global Action Plan on Antimicrobial
dengan mortalitas mencapai 1.783.619 (2,2%) di seluruh Resistance sebagai wujud perhatian yang mendalam
dunia. Indonesia melaporkan sebanyak 727.122 kasus terhadap masalah global ini.6 Kesadaran pentingnya
terkonfirmasi dengan mortalitas sebesar 2,98%.1 upaya mengendalikan resistensi antimikroba, termasuk
Terlepas dari kesadaran tenaga medis, bahwa antibiotik, telah diinisiasi pemerintah Indonesia melalui
pandemi COVID-19 disebabkan oleh patogen berupa virus, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
antibiotik merupakan obat yang hampir pasti diresepkan Nomor 8 tahun 2015 yang mewajibkan setiap rumah
pada pasien yang terdiagnosis COVID-19. Sebuah telaah sakit melaksanakan program pengendalian resistensi
sistematik pada 24 studi individual yang melibatkan 3.338 antimikroba (PPRA) secara optimal melalui pembentukan
pasien COVID-19 menunjukkan antibiotik digunakan tim pelaksana PPRA, penyusunan kebijakan dan panduan
pada 71,9% pasien, meskipun koinfeksi bakteri dan penggunaan antibiotik, melaksanakan penggunaan
infeksi sekunder oleh bakteri didiagnosis hanya pada antibiotik secara bijak dan melaksanakan prinsip
3,5% dan 14,3% pasien secara berturutan.2 Laporan ini pencegahan pengendalian infeksi. Pemerintah juga telah
mengkuantifikasi fenomena yang telah terjadi sebelum menetapkan lima indikator mutu PPRA di rumah sakit,
pandemi COVID-19 muncul, yaitu penggunaan antibiotik salah satunya meliputi perbaikan kualitas penggunaan
secara berlebihan pada pengobatan infeksi saluran napas antibiotik, yang dianalisis dan dilaporkan dalam bentuk
atas dan perawatan rumah sakit.3 kategori penilaian berdasarkan alur Gyssens.7
Serupa dengan laporan penggunaan antibiotik secara Lardo, dkk.8 menggunakan alur Gyssens tersebut
berlebihan pada pasien infeksi saluran napas atas dan dalam menilai kualitas penggunaan antibiotik pada
perawatan rumah sakit yang tidak terbukti memperbaiki penanganan infeksi oleh bakteri gram negatif multi
luaran pasien,3 belum ada studi yang melaporkan manfaat resisten antibiotik di sebuah rumah sakit tersier di
penggunaan antibiotik pada penanganan COVID-19 Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan kualitas baik
tanpa koinfeksi maupun infeksi sekunder oleh bakteri. penggunaan antibiotik hanya pada 19,5% kasus infeksi.
Sebagai contoh, penggunaan azitromisin pada pasien Penelitian dikerjakan pada masa sebelum pandemi
COVID-19 banyak digagas berdasarkan efektivitas in vitro COVID-19, yakni tahun 2017-2019, yang potensial
terhadap beberapa virus RNA (Rhinovirus, Zikavirus, menunjukkan hasil yang berbeda dengan penilaian bila
SARS-CoV-2), efek antivirus pada sel epitel bronkus, dikerjakan pada kurun waktu 2020.8 Penilaian audit
efek imunomodulasi, dan kemampuan menurunkan kualitas penggunaan antibiotik pada masa COVID-19 perlu
eksaserbasi pada penyakit pernapasan kronik.4 Namun segera dilaporkan sebagai dasar penyusunan kebijakan
demikian, hingga saat ini belum ada uji klinis yang mampu pengendalian resistensi antimikroba di rumah sakit pada
mengkonfirmasi efektivitas penggunaan azitromisin pada masa pandemi sebagai bagian dari upaya rumah sakit
tata laksana pasien COVID-19.5 meningkatkan kualitas layanan, bukan hanya bagi pasien
Bukan hanya tidak memberikan manfaat, COVID-19 namun juga bagi pasien yang tidak terinfeksi
penggunaan antibiotik secara berlebihan merupakan SARS-2 CoV.
pemicu munculnya resistensi antibiotik yang telah Upaya sistematis pengendalian resistensi antibiotik
terbukti berdampak pada perawatan yang tidak efektif di rumah sakit dalam bentuk pelaksanaan PPRA tidak akan

194
194 | Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020
Peran Penting Pengendalian Resistensi Antibiotik pada Pandemi COVID-19

berhasil tanpa kesadaran setiap tenaga kesehatan yang


berwenang meresepkan antibiotik untuk menggunakannya
secara rasional.9 Kita bersama berharap terjadi penurunan
kasus dan terminasi pandemi COVID-19 pada tahun 2021
dengan keajaiban vaksin. Namun perlu disadari, tanpa
adanya perubahan perilaku penggunaan antibiotik dalam
penatalaksanaan pasien COVID-19 dibandingkan dengan
masa sebelum pandemi, mustahil resistensi antibiotik
dapat dikendalikan. Sebagai dampaknya, kita harus
bersiap pada ancaman baru pandemi infeksi berikutnya,
yaitu infeksi oleh bakteri multi resisten antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization (WHO). WHO coronavirus disease
(COVID-19) dashboard [Internet]. Geneva: WHO; 2020 [accessed
30 Dec 2020]. Available from: https://covid19.who.int.
2. Langford B, So M, Raybardhan S, Leung V, Westwood D, MacFadden
DR, et al. Bacterial co-infection and secondary infection in patients
with COVID-19: a living rapid review and meta-analysis. Clin
Microbiol Infect. 2020;26(12):1622-9.
3. van Staa TP, Palin V, Li Y, Welfare W, Felton TW, Dark P, et al. The
effectiveness of frequent antibiotic use in reducing the risk of
infection-related hospital admissions: results from two large
population-based cohorts. BMC Med. 2020;18:40.
4. Oldenburg CE, Doan T. Azithromycin for severe COVID-19. Lancet.
2020;396:936-7.
5. Furtado RHM, Berwanger O, Fonseca HA, Correa TD, Ferraz LR,
Lapa MG, et al.  Azithromycin in addition to standard of care versus
standard of care alone in the treatment of patients admitted
to the hospital with severe COVID-19 in Brazil (COALITION II): a
randomised clinical trial. Lancet. 2020;396:959-67.
6. World Health Organization (WHO). Global Action Plan on
Antimicrobial Resistance. Geneva: WHO; 2015.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 tahun
2015. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah
Sakit. Jakarta: Kemenkes RI; 2015.
8. Lardo S, Chen LK, Santoso WD, Rumende CM. Hubungan kualitas
penggunaan antibiotik menggunakan alur Gyssens dengan
keberhasilan pengobatan pada sepsis MDR gram negatif di rumah
sakit tersier. JPDI. 2020;7(4):221-7.
9. Holmes AH, Moore LSP, ord AnS, Steinbakk M, Regmi S, Karkey
A. Understanding the mechanisms and drivers of antimicrobial
resistance. Lancet. 2016;387:176–87.

Jurnal Penyakit Dalam Indonesia | Vol. 7, No. 4 | Desember 2020 | 195

Anda mungkin juga menyukai