Anda di halaman 1dari 8

RESISTENSIANTIMIKROBA

RUMAH SAKIT UMIJM dr.


SUYUDI
PACIRAN - LAMONGAN
JI. Raya Deandles Paciran Kab. Lamongan
Tipn (0322)661412
Hp.081 330 758 300

Email : rsu suyudi@qmail.com


1. PENDAHULUAN
Resistensi mikroba terhadap antimikroba (disingkat: resistensi antimikroba,
antimicrobial resistance, AMR) telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia,
dengan berbagai dampak merugikan dapat menurunkan mutu pelayanan kesehatan.
Muncul dan berkembangnya resistensi antimikroba terjadi karena tekanan seleksi
(selection pressure) yang sangat berhubungan dengan penggunaan, sedangkan proses
penyebaran dapat dihambat dengan cara mengendalikan infeksi secara optimal.
Resistensi antimikroba yang dimaksud adalah resistensi terhadap antimikroba yang
efektif untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri, jamur, virus, dan parasit.
Bakteri adalah penyebab infeksi terbanyak maka penggunaan antibakteri yang
dimakasud adalah penggunaan antibiotik. Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif
tinggi menimbulkan berbagai permasalahan global bagi kesehatan terutama resistensi
bakteri terhadap antibiotik. Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga
memberi dampak negatif terhadap ekonomi dan sosial yang sangat tinggi.Pada awalnya
resistensi terjadi di tingkat rumah sakit, tetapi lambat laun juga berkembang di
lingkungan masyarakat, khususnya Streptococus pneumoniae (SP), Staphylococcus
aureus, dan Escherichia coli

2. LATAR BELAKANG
Beberapa kuman resisten antibiotik sudah banyak ditemukan di seluruh dunia,
yaitu Methicillin- Resistant Staphy/ococcus Aureus (MRSA), Vancomycin-Resistant
Enterococci (VRE), Penicillin-Resistant Pneumococci, Klabsiella pneumoniae yang
menghasilkan Extended-Spectrum Beta-Laktamase (ESBL), Carbapenem-Resistant
Acinetobacter baumannii dan Multiresistant Mycobacterium tuberculosis
(GuzmanBlanco et al.2000; Stevenson et al. 2005). Kuman resisten antibiotik tersebut
terjadi akibat penggunaan antibiotik yang tidak bijak dan penerapan kewaspadaan
standar (standard precaution) yang tidak benar di fasilitas pelayanan kesehatan.
Hasil penelitihan Antimicrobial Resistant in Indonesia (AMRIN-Study) terbukti
dari 2494 individu di masyarakat, 43% Escherechia coli resisten terhadap berbagai jenis
antibiotik atara lain: ampisilin (34%), kotrimoksazol (29%) dan klorampenikol
(25%).Hasil penelitihan 781 pasien yang di rawat di di dapatkan 81% Escherichia coli
resisten terhadap berbagai jenis antibiotik, yaitu ampisilin (73%), kotrimoksazol (56%),
klorampenikol (43%), siproploksasin (22%), dan gentamisin (18%).
Sesuai dengan Undang-Undang Republik Idonesia No. 40 tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, pada bagian kedua perihal Jaminan
kesehatan maka di butuhkan suatu pedoman pengobatan Antibotik sebagai
pedoman pendukung Formularium Nasional yang dapat di gunakan sebagai acuan
pada dan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Pedoman berupa
formularium nasional untuk
menjamin ketersediaan dan akses terhadap Obat serta menjamin kerasionalan
penggunaan Obat yang aman, bermanfaat dan bermutu bagi masyarakat.
Maka dari itu untuk penggunaaan antibiotika secara bijak dan peningkatan mutu
seoptimal mungkin perlu adanya program pengendalian resistensi antimikroba di secara
kontinyu Oleh Komite PPRA dan Komite PPI

3. ORGANISASI PPRA Dl RUMAH SAKIT


Susunan tersebut sudah sesuai dengan Pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Program Pengendalian
Resistensi
Antimikroba Di Rumah Sakit. Yang mensyaratkan
Tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dibentuk melalui keputusan
kepala/direktur rumah sakit.

Susunan tim pelaksana Program Pengendalian Resistensi Antimikroba


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas ketua, wakil ketua,
sekretaris dan anggota.
Kualifikasi ketua tim PPRA sebagaimana dimaksud pada ayat (I)
Merupakan seorang klinisi yang berminat di bidang infeksi

4. TUJUAN KEGIATAN
a. Terwujudnya penggunaan antibiotik secara bijak di rumah sakit.
b. Mendapatkan data dasar penggunaan antibiotik pada pasien di rumah sakit.
c. Menurunkan terjadinya resistensi antimikroba di rumah sakit.
d. Identifikasi dini kejadian luar biasa (KLB) kuman infeksi di rumah sakit.
e. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program pengendalian resistensi
antimikroba dan program pencegahan pengendalian infeksi di rumah sakit.
f. Merencanakan dan melaksanakan program pengendalian resistensi antimikroba di
rumah sakit.
g. Membuat struktur organisasi Komite PPRA
h. Memahami tugas pokok dan fungsi unsur dalam PPRA Menyusun tahapan
pelaksanaan PPRA
j. Melakukan evaluasi penggunaan antimikroba baik secara kuantitatif maupun kualitatif

5. PROGRAM KERJA
a. Persiapan SDM dengan mengirim pelatihan / workshop / seminar / inhouse training
tentang PPRA
b. Menetapkan pilot project pelaksanaan PPRA dan penanggung jawab tim
pelaksana pilot project
c. Penyusunan program pengendalian resistensi antimikroba tahun 2022 oleh Komite
PPRA
d. Melakukan evaluasi program pengendalian resistensi anti mikroba ( PPRA )
e. Mengajukan rencana kegiatan dan anggaran tahunan PPRA
f. Pengumpulan data penggunaan antibiotika pada tahun 2022
g. Sosialisasi program pengendalian resistensi antimikroba RSU dr. Suyudi Paciran
h. Penyusunan pedoman / panduan ,SPO dan kebijakan yang berkaitan dengan
pengendalian resistensi antimikroba antara lain:
Panduan praktek klinik penyakit infeksi
j. Panduan penggunaan antibiotik profilaksis dan terapi
k. Membuat indikator mutu program pengendalian resistensi antimikroba
Sosialisasi dan pembedakuan pedoman/panduan/SPO penggunaan antibiotik
m. Melakukan monitoring dan Evaluasi secara berkala terhadap:
Laporan pola mikroba dan kepekaannya
Pola penggunaan antibiotik secara kuantitas dan kualitas
Kepatuhan penggunaan antibiotik terhadap kebijakan dan panduan/pedoman
Surveilans kasus infeksi yang disebabkan mikroba multiresisten
n. Membuat laporan kepada Direktur RSU dr. Suyudi Paciran, untuk perbaikan
kebijakan, pedomanfpanduan, SPO, dan rekomendasi perluasan penerapan ppRA
o. Mengajukan rencana kegiatan dan anggaran tahunan PPRA kepada Direktur

6. CARA MELAKSANAKAN
a. Melakukan rapat Tim PPRA RSU dr. Suyudi Paciran
b. Melakukan koordinasi dengan pihak terkait dalam pelaksanankan program
pengendalian resistensi antimikroba
c. Mengirim pelatihan/workshop/seminar PPRA bagi semua anggota komite PPRA
d. Melakukan sosialisasi program pengendalian resistensi antimikroba dan
pemberlakuan pedoman/panduan, kebijakan, SPO, penggunaan antibiotika

e. Selama penerapan pilot project jika ditemukan kasus infeksi sulit/kompleks maka
dilaksanakan forum kajian kasus terintegrasi

f. Melakukan monitoring untuk kepatuhan pelaksanaan program pengendalian


resistensi antimikroba

g. Melakukan pengolahan dan menganalisis data yang meliputi: data pota penggunaan
antibiotik, kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik, pola mikroba, dan pola
resistensi
h. Menyajikan data hasil pilot project dan dipresentasikan di rapat jajaran direksi

i. Melakukan pembaharuan panduan pengguaan antibiotik berdasarkan hasil


penerapan PPRA

j. Melaporkan hasil monitoring dan evaluasi program pengenda!ian resistensi


antimikroba kepada Direktur
k. Mengajukan rencana kegitan dan anggaran tahunan PPRA kepada Direktur.

7. SASARAN
1) Tim komite PPRA RSU dr. Suyudi Paciran
2) Pihak pilot project
3) Seluruh pelaksana pelayanan kesehatan yang terkait (klinis, perawat,
farmasi, laboratorium)

8. JADWAL PELAKSANAAN
Pelaksanan kegiatan PPRA dilakukan setiap bulan

9. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN DAN PELAPORAN


Evaluasi pelaksanaan kegiatan dari program KPRA dilakukan setiap I tahun sekali oleh
KPPRA. Pelaporan evaluasi kegiatan dilakukan melalui laporan Triwulan KPRA dan
dilaporkan kepada Direktus RSU Dr. Suyudi Paciran

HASIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK Dl RSU Dr. SUYUDI PACIRAN

Kuantitas Penggunan Antibiotik


Pengukuran jumlah penggunaan antibiotik dengan menggunakan metode DDD
(Defined Daily Dose)/l OO hari yang ditetapkan oleh WHO (World Health
Organisation) berdasarkan dosis harian rata-rata antibiotik dan indikasi utama pada
orang dewasa. Jumlah penggunaan profilaksis dan terapi antibiotik pada pasien bedah
rawat inap dinyatakan dalam satuan DDD per 100 hari pasien.

Lokasi dan distribusi kasus : Ruang Bersalin (VK)/ Bedah SC


Periode audit/ surveilans : Juli 2022
Jumlah sampel pasien KRS pada periode surveilans : 33 pasien
Jumlah total LOS sampel pasien KRS periode surveilans : 71 hari
Jumlah gram antibiotik pada periode surveilans : 62 gram
Persentase jumlah pasien yang menggunakan antibiotik pada periode surveilans
Jumlah pasien yang mendapat antibiotik dibagi jumlah seluruh pasien pada periode
survei dikali 100 0/6= (33/33) x 100% = 100%.
Analisis Kuantitatif DDD patients-days berdasarkan metode DDD/ATC didapatkan
Jumlah gram antibiotika yang digunakan oleh pasien 100
standar WHO DDD dalam gram LOS
62 gram 100
3 71

= 29,11 DDD

Lokasi dan distribusi kasus : Ruang Bersalin (VK)/ Bedah SC


Periode audit/ surveilans : Agustus 2022
Jumlah sampel pasien KRS pada periode surveilans : 22 pasien
Jumlah total LOS sampel pasien KRS periode surveilans : 48 hari
Jumlah gram antibiotik pada periode surveilans : 40 gram
Persentase jumlah pasien yang menggunakan antibiotik pada periode surveilans .
Jumlah pasien yang mendapat antibiotik dibagi jumlah seluruh pasien pada periode
survei dikali 100 (22/22) x 100% = 100%.
Analisis Kuantitatif DDD patients-days berdasarkan metode DDD/ATC didapatkan
Jumlah gram antibiotika yang digunakan oleh pasien 100 standar
WHO DDD dalam gram LOS

40 gram 100
3 48

= 27,78 DDD

Lokasi dan distribusi kasus : Ruang Bersalin (VK)/ Bedah SC


Periode audit/ surveilans : September 2022
Jumlah sampel pasien KRS pada periode surveilans : 34 pasien
Jumlah total LOS sampel pasien KRS periode surveilans : 72 hari
Jumlah gram antibiotik pada periode surveilans : 66 gram
Persentase jumlah pasien yang menggunakan antibiotik pada periode surveilans
Jumlah pasien yang mendapat antibiotik dibagi jumlah seluruh pasien pada periode
survei dikali 100 (34/34) x 100% = 100%.
Analisis Kuantitatif DDD patients-days berdasarkan metode DDD/ATC didapatkan
Jumtah gram antibiotika yang digunakan
oleh pasien 100 standar WIIO DDD dalam gram LOS

66 gram 100

3 72
= 30,55 DDD

Grafik Kuantitas Penggunaan Antibiotik pada kasus Bedah SC


Cefazolin
31
30
29

28
27

26
Juli Agustus September
Kesimpulan
Bahwa dari analisis kuantitatif metode DDD 100 patients days menunjukkan penggunaan
antibiotik profilaksis di ruang Ruang Bersalin (VK) adalah golongan Sefalosporjn J yaitu
Cefazoline. Pada butan Juli didapatkan hasil 29,11 DDD, Agustus didapatkan hasil
27,78
DDD dan September didapatkan hasil 30,55 DDD. Dibandingkan dengan PPAB
KEMENKES 2021 penggunaan antibiotik pada bedah Caesar adalah Cefazolin 2
gram diberikan 30-60 menit sebelum insisi Penutup
Demikian laporan hasil kegiatan PPRA, meski sederhana namun semoga bermanfaat
bagi perkembangan Rumah Sakit Umum dr.Suyudi Paciran. Laporan ini jauh dari
sempurna mohon kritik serta sarannya yang membangun dari semua pihak

Lamongan, 11 November 2022

Sekretaris PPRA

apt. Dian Mahfudloh Arifah, S.Farm


shobirin

IKHLAS MEI-
AYANI SEPENUH
HATI

Anda mungkin juga menyukai