Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“PNEUMONIA DAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS PADA


MENOPAUSE”

Disusun oleh :

Azzahra Nur F. 32102100047


Calista Faustine S. 32102100049
Fiska Jill C. 32102100060
Heni Widhiastuti 32102100061
Nasywa Nabiha S. 32102100076
Ndakirotun Nikmah 32102100077
Rekha Nuraediz Z. 32102100085
Resti Meilani 32102100086
Saskya Nadyra L. 32102100091
Sahda Mutiara C. 32102100092
Zahra Seleisyah T. 32102100105

Pengampu Praktikum : Kartika Adyani S.S.T., M.Keb


Kelompok : 1

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG


PROGRAM STUDI KEBIDADAN FAKULTAS KEDOKTERAN
SEMARANG
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..............................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................2
C. Manfaat Penulisan..........................................................................................2
D. Tujuan Penulisan............................................................................................2

BAB II........................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................3
A. Definisi Pneumonia........................................................................................3
B. Klasifikasi Pneumonia...................................................................................3
C. Etiologi Pneumonia........................................................................................3
D. Prevalensi Pneumonia Pada Wanita Menopause...........................................4
E. Patofisiologi Pneumonia................................................................................4
F. Pencegahan Pneumonia Pada Wanita Menopause.........................................5
G. Penanganan Penumonia Pada Wanita Menopause........................................6
H. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis......................................................6
I. Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis..............................................6
J. Tanda dan gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis........................................7
K. Derajat Penyakit Paru Obstruktif Kronis.......................................................7
L. Penyakit Paru Obstruktif Kronis pada Wanita Menopause...........................7

BAB III......................................................................................................................9

MENGKAJI JURNAL...............................................................................................9

A. Jurnal Pneumonia 1........................................................................................9


B. Jurnal Pneumonia 2........................................................................................10
C. Jurnal Pneumonia 3........................................................................................12
D. Jurnal Penyakit Paru Obstruktif Kronis 1......................................................13
E. Jurnal Penyakit Paru Obstruktif Kronis 2......................................................15
F. Jurnal Penyakit Paru Obstruktif Kronis 3......................................................17

i
BAB IV......................................................................................................................20
PENUTUP..................................................................................................................20
A. Kesimulan......................................................................................................20
B. Saran..............................................................................................................20

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................21

M.

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani sehingga kita masih tetap bias menikmati indahnya alam
cipataan-Nya. Sholawat dan salam tetaplah kita curah kan kepada baginda Habibillah
Muhammad Saw yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama
yang sempurna dengan bahasa yang sangat indah.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas Praktikum 1. Selain itu,
penyusunan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tetang pneumonia dan penyakit paru
obstruktif kronis pada menapause Berkat tugas yang diberikan ini, Kami menyampaikan
ucapan terima kasih kepada ibu Kartika Adyani S.S.T., M.Keb dengan tugas ini kami dapat
menambah wawasan kami berkaitan dengan topik yang diberikan. Kami juga mengucapkan
terima kasih yang sebesarnya kepada semua pihak yang membantu dalam proses
penyusunan makalah ini
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan kami masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan dan ketaksempurnaan yang
pembaca temukan dalam makalah ini. Kami juga mengharap adanya kritik serta saran dari
pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah

iii
BAB 1

1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut yang mengenai jaringan (paru-paru)
tepatnya di alveoli yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme seperti virus, bakteri,
jamur, maupun mikroorganisme lainnya (Kemenkes RI, 2019). Pneumonia merupakan
penyakit menular melalui udara, sehingga dapat menjadi suatu ancaman yang harus
diperhatikan oleh kesehatan dunia. Salah satu kelompok berisiko tinggi untuk pneumonia
komunitas adalah usia lanjut dengan usia 65 tahun atau lebih. Pada usia lanjut dengan
pneumonia komunitas memiliki derajat keparahan penyakit yang tinggi, bahkan dapat
mengakibatkan kematian (Ranny, 2016).
Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati,
ditandai dengan adanya gejala respiratorik persisten dan keterbatasan aliran udara
berhubungan dengan abnormalitas saluran napas dan atau alveoli, biasanya disebabkan
paparan signifikan oleh partikel atau gas noxius (Global Initative for Chronic
Obstructive Lung Disease/ GOLD, 2017). Penyakit paru obstruksi kronik mengakibatkan
inflamasi, stres oksidatif, apoptosis, dan ketidakseimbangan protase antiprotase.
Inflamasi kronik menyebabkan kerusakan jaringan parenkim berakibat emfisema
gangguan mekanisme pertahanan berakibat fibrosis saluran napas kecil, pelepasan
neutrofil elastase yang memicu kelenjar pada saluran napas memproduksi mukus
sehingga berakibat terjadinya hipersekresi mukus dan bronkokonstriksi

B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik kronis pada menopouse
2. Bagaiman etiologi dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik kronis pada
menopouse
3. Bagaimana patofisiologi dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik kronis pada
menopouse
4. Bagaimana tanda gejala dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik kronis pada
menopouse

C. Manfaat Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik kronis
pada menopouse

2
2. Untuk mengetahui etiologi dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik kronis
pada menopouse
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik
kronis pada menopouse
4. Untuk mengetahui tanda gejala dari pneumonia dan penyakit paru obstruktik kronis
pada menopouse

D. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas praktikum 1 lbm 1 pada
blok 22 dan para pembaca khususnya mahasiswi kebidanan mampu mengetahui dan
mampu memahami mengenai pneumonia dan penyakit paru obstrutik kronis pada
manopouse

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Pneumonia
Pneumonia adalah jenis penyakit paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus,
jamur, atau parasit. Salah satu cara untuk mengetahui pneumonia adalah dengan rontgen.
Hasil rontgen akan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya pneumonia. Faktor resiko
terjadinya pneumonia secara umum adalah merokok, kekebalan tubuh yang menurun,
menderita penyakit kronis DM, penyakit autoimun, penyakit paru kronis, usia lanjut dan
alkoholisme.
B. Klasifikasi Pneumonia
a. Berdasarkan cirri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas :
1) Pneumonia tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan opasitas
lobus atau loburis.
2) Pneumonia atipikal, ditandai gangguan repirasi yang meningkat lambat
dengan gambaran infiltrast paru bilateral yang difus.
b. Berdasarkan factor lingkungan :
1) Pneumonia komunitas
2) Pneumonia nosokomial
3) Pneumonia rekurens
4) Pneumonia aspirasi
5) Pneumonia pada gangguan imun
6) Pneumonia hipostatik
c. Berdasarkan sindrom klinis :
1) Pneumonia bakterial berupa
pneumonia bakterial tipe tipikal yang terutama mengenal parenkim paru dalam
bentuk bronkopneumonia dan pneumonia lobar serta pneumonia bakterial tipe
campuran atipikal yaitu perjalanan penyakit ringan dan jarang disertai
konsolidasi paru.
2) Pneumonia non bakterial, dikenal pneumonia atipikal yang disebabkan
Mycoplasma, Chlamydia pneumonia atau Legionella.
C. Etiologi Pneumonia
Etiologi dari pneumonia yaitu bakteri virus dan jamur. Pada bakteri terbagi
menjadi tipikal organisme dan atipikal organisme. Pada tipikal organisme sendiri juga

4
terbagi menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Yang
termasuk dalam bakteri gram positif yaitu: Streptococcus pneumoniae (merupakan
penyebab tersering), Staphylococcus aureus, Enterococcus. Yang termasuk dalam
bakteri gram negaitf yaitu: Pseudomonas aureginosa, Klebsiella pneumonia,
Haemophilus Influenza. Sedangkan yang termasuk dalam atipikal organisme yaitu:
Mycoplasma sp. , Chlamydia sp. , Legionella sp.
Penyebab pneumonia karena virus yaitu: Cytomegali virus, Herpes Simplex
Virus, varicella zoster virus. Penyebab pneumonia karena jamur yaitu: Candida sp. ,
Aspergillus sp. , Crytococcus neoformans.
D. Prevalensi Pneumonia Pada Wanita Menopause
Insidensi pneumonia pada menopause mencapai angka 15,5% (Kemenkes,
2013). Beberapa sign dan symptomps yang dapat terjadi pada pasien CAP meliputi
sesak nafas (60,93%), batuk (54,88%) dan demam (48,37%).
E. Patofisologi Pneumonia
Perubahan hormonal yang terkait dengan menopause dapat memengaruhi
sistem kekebalan tubuh dan memiliki dampak potensial pada perkembangan
pneumonia. Beberapa faktor yang dapat berkontribusi pada patofisiologi pneumonia
pada wanita menopause:
a. Menurunnya Produksi Hormon Reproduksi
Selama menopause, produksi hormon seperti estrogen dan progesteron menurun
secara signifikan. Estrogen, misalnya, memiliki peran dalam mengatur respon
kekebalan tubuh. Penurunan estrogen dapat memengaruhi kemampuan tubuh untuk
melawan infeksi. Estrogen juga memiliki efek pada sel-sel dalam paru-paru yang
dapat memengaruhi respons imun dalam paru-paru.
b. Perubahan pada Sistem Kekebalan Tubuh
Menopause dapat memengaruhi sistem kekebalan tubuh, membuatnya kurang efisien
dalam melawan infeksi. Sistem kekebalan yang melemah dapat meningkatkan risiko
infeksi termasuk pneumonia.
c. Gangguan Saluran Pernapasan
Perubahan hormonal selama menopause juga dapat memengaruhi saluran pernapasan
dan melemahkan pertahanan alami paru-paru terhadap infeksi. Hal ini bisa membuat
saluran pernapasan lebih rentan terhadap masuknya patogen penyebab pneumonia.
d. Komorbiditas

5
Wanita yang telah memasuki masa menopause juga mungkin memiliki lebih banyak
komorbiditas atau kondisi medis lainnya seperti diabetes, penyakit jantung, atau
gangguan pernapasan yang dapat meningkatkan risiko pneumonia.
Pneumonia pada wanita menopause masih dipengaruhi oleh faktor-faktor
umum yang menyebabkan pneumonia pada individu lainnya, seperti paparan patogen
(virus, bakteri, atau jamur), paparan asap rokok, paparan polusi udara, dan lainnya.
Mikroorganisme dapat mencapai paru melalui beberapa jalur :
a. Ketika individu yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara, mikroorganisme
dilepaskan ke dalam udara dan terhirup oleh orang lain.
b. Mikroorganisme dapat juga terinpirasi dengan aerosol (gas nebulasi) dari
peralatan terapi pernapasan yang terkontaminasi.
c. Pada individu yang sakit atau hygiene giginya buruk, flora normal orofaring
dapat menjadi patogenik.
d. Staphylococcus dan bakteri gram-negatif dapat menyebar melalui sirkulasi
dari infeksi sistemik, sepsis, atau jarum obat IV yang terkontaminasi
F. Pencegahan Pneumonia Pada Wanita Menopause
1.) Hindari Merokok
Salah satu penyebab seseorang untuk mengidap pneumonia adalah kebiasaan
merokok. Dengan menghindari kebiasaan tersebut dapat menjadi cara mencegah
pneumonia pada wanita. Merokok dapat merusak kemampuan paru-paru untuk
mengatasi infeksi yang menyerang. Maka dari itu, sangat penting untuk berhenti
memasukkan asap dari rokok ke tubuh agar paru-paru tetap sehat.
2.) Mendapatkan Vaksin
Vaksin juga salah satu cara untuk mencegah pneumonia atau mengurangi tingkat
keparahan dari gangguan tersebut. Cobalah untuk bertanya pada dokter tentang
cara mendapatkan vaksin tersebut. Seseorang yang terbiasa berinteraksi dengan
orangtua juga harus mendapatkan vaksin agar terhindar dari penyakit tersebut.
3.) Selalu Menjaga Kebersihan
Cara lainnya yang dapat menjauhi penyakit pneumonia adalah dengan selalu
menjaga kebersihan. Beberapa kebiasaan yang dapat dilakukan adalah mencuci
tangan secara teratur, menutupi wajah dengan tisu saat batuk atau bersin, dan
membersihkan permukaan yang sering disentuh sehari-hari. Dengan begitu,
kesehatan pun dapat lebih terjaga.

6
4.) Tingkatkan Sistem Kekebalan Tubuh
Dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, risiko mengidap pneumonia pun
menjadi lebih kecil. Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mendapatkan hal tersebut, seperti rutin berolahraga, mengonsumsi makanan yang
sehat, cukupi asupan air, dan tidur yang cukup. Pastikan kegiatan tersebut
dilakukan secara rutin.
G. Penanganan Pneumonia Pada Wanita Menopause
Terapi yang diberikan pertama kali pada pasien pneumonia ini yaitu terapi
empiris dimana terapi empiris sendiri merupakan terapi yang menggunakan antibiotik
pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Lama pemberian
onat antibiotic (IV atau Oral) minimal 5hari dan tidak demam 48-72 jam. Cara
mengobati pneumonia harus disesuaikan dengan penyebab utama serta tingkat
keparahannya. Dalam kondisi yang tidak terlalu parah, pneumonia akibat infeksi
bakteri bisa diatasi dengan pemberian antibiotik, baik lewat oral maupun cairan infus.
Sedangkan untuk pneumonia yang disebabkan oleh infeksi virus, cara pengobatannya
bisa dengan mengkonsumsi obat anti-virus, seperti zanamivir (Relenza) atau
oseltamivir (Tamiflu).
Istirahat yang cukup adalah bagian penting dari pemulihan dari pneumonia.
Wanita menopause harus memberi tubuh mereka waktu untuk beristirahat dan pulih.
Selain itu, penting untuk tetap terhidrasi dengan baik dengan minum banyak cairan
untuk membantu mengencerkan lendir dan mencegah dehidrasi.
H. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
PPOK merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan suplai oksigen ke
dalam tubuh menurun, akibatnya pasien akan mengalami hipoksia sehingga pasien
menjadi sesak terutama saat beraktifitas yang dapat menyebabkan pasien menjadi
cemas dan frustasi, selain itu aktivitas pasien menjadi terbatas sehingga kemampuan
pasien untuk beraktifitas menjadi terganggu. yang menyebabkan kualitas hidup pasien
menjadi terganggu. Kualitas hidup pasien PPOK dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal meliputi kesejahteraan kesehatan tubuh, kepatuhan
minum obat, domain fisik, domain mental, dan mengembangkan kompetensi diri.
Faktor eksternal meliputi hubungan sosial, pekerjaan, dan material.
I. Patifisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

7
PPOK Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan
tidak hilang dengan pengobatan. Didefinisikan sebagai PPOK jika pernah mengalami
sesak napas yang bertambah ketika beraktifitas dan atau bertambah dengan
meningkatnya usia disertai batuk berdahak atau pernah mengalami sesak napas
disertai batuk berdahak.
J. Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga berat. Pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan sampai
ditemukan kelainan yang jelas dan tanda inflasi paru. Gejala dan tanda PPOK
menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2011) yaitu:
a. Sesak yaitu progresif (sesak bertambah berat seiring berjalannya waktu),
bertambah berat dengan aktivitas, dan persistent (menetap sepanjang hari).
b. Batuk kronik hilang timbul dan mungkin tidak berdahak
c. Batuk kronik berdahak, setiap batuk kronik berdahak dapat mengindikasikan
PPOK d. Riwayat terpajan factor resiko, terutama asap rokok, debu dan bahan
kimia di tempat kerja dan asap dapur.
K. Derajat Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Sebelum menjadi semakin parah, kenali derajat-derajat penyakit PPOK
menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2011) sebagai berikut:
a. Derajat I : PPOK Ringan Gejala batuk kronik dan produksi sputum ada tetapi
tidak sering. Pada derajat ini pasien sering tidak menyadari bahwa fungsi paru
mulai menurun.
b. Derajat II : PPOK Sedang 15 Gejala sesak mulai dirasakan saat aktivitas dan
kadang ditemukan gejala batuk dan produksi sputum. Pada derajat ini biasanya
pasien mulai memeriksakan kesehatannya.
c. Derajat III : PPOK Berat Gejala sesak lebih berat, penurunan aktivitas, rasa lelah
dan serangan eksaserbasi semakin sering dan berdampak pada kualitas hidup
pasien.
d. Derajat IV : PPOK Sangat Berat Gejala di atas ditambah tanda-tanda gagal napas
atau gagal jantung jantung kanan ketergantungan oksigen. Pada derajat ini kulitas
hidup pasien memburuk dan jika eksaserbasi dapat mengancam jiwa.
L. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Pada Wanita Menopause

8
Untuk menilai perubahan fungsi paru-paru yang terkait dengan menopause,
para peneliti meneliti apa yang dikenal sebagai kapasitas vital paksa (FVC), yaitu
ukuran ukuran paru-paru, serta volume ekspirasi paksa (FEV1), atau berapa banyak
udara yang dapat didorong keluar dari paru-paru pada saat menopause. satu detik.
Penurunan fungsi paru-paru terjadi lebih cepat selama transisi menuju
menopause dan bahkan lebih cepat lagi setelah menopause, dibandingkan ketika
perempuan masih menstruasi, para peneliti melaporkan dalam American Journal of
Respiratory and Critical Care Medicine. Misalnya, perempuan dalam masa transisi
kehilangan sekitar 10 mililiter kapasitas paru-paru vital paksa lebih banyak per tahun
dibandingkan perempuan pra-menopause, dan setelah menopause perempuan
kehilangan rata-rata 12 ml/tahun lebih banyak.
Untuk kapasitas vital yang dipaksakan, penurunan setelah menopause
sebanding dengan merokok 20 batang sehari selama 10 tahun, demikian temuan studi
tersebut. Dengan volume ekspirasi paksa, penurunan setelah menopause sebanding
dengan merokok 20 batang sehari selama dua tahun. Penurunan yang lebih nyata
dalam kapasitas vital paksa dibandingkan dengan volume ekspirasi paksa
menunjukkan bahwa menopause lebih mungkin menyebabkan apa yang dikenal
sebagai masalah pernapasan restriktif, seperti sarkoidosis, yang menyulitkan
pengembangan paru-paru sepenuhnya saat menarik napas, dibandingkan masalah
pernapasan. seperti gangguan paru obstruktif kronik (PPOK) yang membuat sulit
untuk mengeluarkan udara dari paru-paru, penulis menyimpulkan.

9
BAB III

MENGKAJI JURNAL

A. Jurnal pneumonia 1
a. Judul
b.

Abstrak

Pneumonia adalah jenis penyakit paru-paru yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur,
atau parasit. Salah satu cara untuk mengetahui pneumonia adalah dengan rontgen. Hasil
rontgen akan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya pneumonia. Penelitian ini
bertujuan untuk mengklasifikasikan hasil x-ray apakah terdapat pneumonia atau tidak
pada hasil x-ray tersebut. Metode klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Support Vector Machine (SVM) dan Gray Level Co-Occurrence (GLCM) untuk metode
ekstraksi.

c. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui klasifikasi pada pneumonia menggunakan metode support vector
machine
d. Metode Penelitian

10
Klasifikasi Support Vector Machine (SVM) merupakan salah satu metode machine
learning. hresholding adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk mengetahui
segmentasi dan ekstraksi gambar yang berguna untuk membedakan latar depan dari
background suatu citra. Pada penelitian membandingankan otsu dan iterative adaptive
thresholding dalam binerisasi gigi kaninus foto panoramic, metode binerisasi yang
digunakan adalah Otsu untuk memperbaiki citra menggunakan filter median, mencari
nilai batas ambang atau nilai threshold untuk mengubah citra ke bentuk biner, secara
keseluruhan uji coba mengubah citra kebentuk biner menghasilkan gambar yang baik
menggunakan metode iterative dan adaptive thresholding
e. Hasil
Kemampuan sistem dalam mengenali atau membedakan data paru-paru normal dan paru-
paru yang mengidap pneumonia, Paru Normal ditunjukkan oleh nilai precission yaitu
sebesar 61,45 %, kemampuan sistem dalam mengenali data positif atau yang disebut
dengan recall sebesar 68% dan hasil accuracy yang di dapat pada kelas Paru Normal
adalah 62,6% nilai tersebut didapatkan dari nilai TP,TN FP,FN dan Kemampuan sistem
dalam mengenali atau membedakan pada paru Pneumonia ditunjukkan oleh nilai
precission yaitu sebesar 64,17%, kemampuan sistem dalam mengenali data positif atau
yang disebut dengan recall sebesar 57,33% dan hasil accuracy yang di dapat pada kelas
Paru Normal adalah 62,66% nilai tersebut
f. Kesimpulan
Hasil pengujian dapat disimpulkan dari penelitian ini bahwa Perfoma SVM dengan fitur
GLCM untuk jenis citra paru-paru normal dengan jumlah dataset testing 600
mendapatkan nilai precission sebesar 61,45%, recall 68% dan accuracy 62,66%, Perfoma
SVM dengan fitur GLCM untuk jenis citra paru-paru yang mengidap pneumonia dengan
jumlah dataset testing 600 mendapatkan nilai precission sebesar 64,17%, recall 57,33%
dan accuracy 62,66%, Perfoma SVM dengan fitur GLCM untuk jenis citra paru-paru
normal dengan jumlah dataset testing 750 mendapatkan nilai precission sebesar 57,9%,
recall 67% dan accuracy 59,2%. Perfoma SVM dengan fitur GLCM untuk jenis citra
paru-paru yang mengidap pneumonia dengan jumlah dataset testing 750 mendapatkan
nilai precission sebesar 60,8%, recall 51,4% dan accuracy 59,2%. SVM mampu
mengklasifikasikan citra paru-paru dengan jumlah dataset testing sebanyak 600
menggunakan fitur GLCM dengan hasil accuracy keseluruhan 62,66%, SVM mampu
mengklasifikasikan citra paru-paru dengan jumlah dataset testing sebanyak 750
menggunakan fitur GLCM dengan hasil accuracy keseluruhan 59,2%.
B. Jurnal Pneumonia 2

11
a. Judul

b. Abstrak

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut saluran pernafasan bawah yang mengenai
jaringan (paru-paru) tepatnya di alveoli yang disebabkan oleh beberapa
mikroorganisme seperti virus, bakteri, jamur, maupun mikroorganisme lainnya.
Biasanya tanda dan gejala pneumonia yaitu berupa demam, batuk yang terkadang
bisa batuk dahak dan kadang disertai dengan darah, sesak nafas, dan selain itu bisa

berupa nyeri dada. Dalam menegakkan diagnosis pada kasus ini berdasarkan
anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan juga
pemeriksaan radiologi. Terapi yang diberikan pada kasus ini yaitu terapi empiris
antibiotik. Lama pemberian obat antibiotik (IV atau Oral) minimal 5 hari dan
tidak demam dalam 48-72 jam.
c. Tujuan Penelitian
Untuk menegakkan diagnosis pada kasus berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan juga pemeriksaan radiologi.

12
d. Metode Penelitian
Pada jurnal ini akan dibahas mengenai kasus pada seorang pasien dengan
pneumonia di RSUP Surakarta. Dalam menegakkan diagnosis pada kasus ini
berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang
dan juga pemeriksaan radiologi.
e. Hasil
Pneumonia biasa terjadi pada rentang usia anak anak dan juga terjadi pada usia
lanjut. Pada hasil pemeriksaan laboratorium pasien, menunjukkan adanya
kenaikan leukosit dimana hal ini bisa terjadi karena adanya infeksi bakteri. Selain
itu juga terjadi adanya penurunan limfosit, hal ini juga bsisa terjadi karena adanya
infeksi virus pada pasien.
f. Kesimpulan
Terapi yang diberikan pertama kali pada pasien pneumonia ini yaitu terapi empiris
dimana terapi empiris sendiri merupakan terapi yang menggunakan antibiotik
pada kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Lama
pemberian onat antibiotic (IV atau Oral) minimal 5hari dan tidak demam 48-72
jam
C. Jurnal Pneumonia 3
a. Judul

b.

Abstrak

13
Penyakit saluran pernapasan masih menjadi suatu penyebab angka kematian di
seluruh dunia.. Pneumonia adalah salah satu penyakit saluran pernapasan dan
dapat didefinisikan sebagai infeksi paru yang melibatkan alveolar. Pneumonia
dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasinya, status imun, dan jenis
mikroorganisme. Batuk merupakan salah satu gejala dan dapat digambarkan
sebagai batuk produktif. Gejala lain yang sering terlihat termasuk kelelahan,
anoreksia, dan nyeri dada pleuritic.
c. Tujuan Penelitian
Untuk menegakkan diagnosis pada kasus berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan juga pemeriksaan radiologi.
d. Metode Penelitian
Pada jurnal ini akan dibahas mengenai kasus seorang pasien perempuan usia 40
tahun datang ke Poliklinik Paru RSUP Surakarta dengan keluhan yaitu batuk
berdahak, dahak yang dikeluarkan berwarna kuning. Dalam menegakkan
diagnosis pada kasus ini berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
e. Hasil
Tanda tanda vital pada pasien yaitu TD 159/143 mmHg, HR 136 x/menit, reguler,
RR 20 x/menit, reguler, suhu 38,4° C, SpO2 94%. Pemeriksaan foto thoraks pada
pasieng adanya gambaran dengan kesan pneumonia dengan adanya infiltrat dan
konsolidasi di lobus inferior paru dextra dan sinistra. Pada pemeriksaan penunjang
rontgen thorax yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2022 didapatkan adanya kesan
pneumonia lobaris dextra et sinistra dengan adanya gambaran infiltrat dan
konsolidasi di lobus inferior paru dextra dan sinistra, corakan vaskular kasar,
diafragma dan sinus dalam batas normal.
Hasil dari anamnesia, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didapatkan
diagnosis pneumonia lobaris dextra et sinistra, hipertensi derajat I, dan bekas TB
dd TB relaps .
f. Kesimpulan
Pada kasus diatas diagnosis pasien yaitu pneumonia pneumonia komunitas lobaris
bilateral, bekas tb dd tb relaps dan hipertensi, untuk mengetahui secara spesifik
jenis dan klasifikasinya perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti sitologi
dahak. Terapi yang diberikan pertama kali pada pasien pneumonia ini yaitu terapi

14
empiris yang merupakan terapi yang menggunakan antibiotik pada kasus infeksi
yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya.
D. Jurnal Penyakit Paru Obstuktif Kronis (PPOK) 1
a. Judul

b. Abstrak

Fungsi paru-paru yang buruk, yang merupakan prediktor mortalitas yang signifikan, telah
diamati pada wanita pascamenopause dibandingkan dengan mereka yang masih
menstruasi. Usia menopause merupakan faktor risiko terhadap beberapa dampak
kesehatan yang merugikan, namun hanya ada sedikit bukti mengenai dampak usia
menopause terhadap gangguan fungsi paru, terutama mengenai pengukuran fungsi paru
pasca bronkodilator.
c. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui hubungan antara usia menopause dan keluaran fungsi paru sebelum
dan sesudah bronkodilator.

15
d. Metode Penelitian
Selama tindak lanjut dekade keenam kohort Studi Kesehatan Longitudinal Tasmania
(usia rata-rata, 53 tahun), informasi dikumpulkan mengenai periode menstruasi terkini
dan status menopause. Fungsi paru diukur pada usia 7 tahun dan diukur kembali pada
usia 53 tahun. Regresi linier berganda dilakukan untuk menentukan hubungan antara
usia menopause dan spirometri bronkodilator sebelum dan sesudah, mengendalikan
perancu kehidupan awal dan dewasa.
e. Hasil
Wanita yang melaporkan menopause alami pada usia dini (,45 tahun) memiliki volume
ekspirasi paksa pasca-bronkodilator yang lebih rendah dalam 1 detik (2168 ml; interval
kepercayaan 95%, 2273 hingga 263) dan kapasitas vital paksa yang lebih rendah (2186
ml; 95% interval kepercayaan, 2302 hingga 270) dibandingkan wanita pascamenopause
yang mengalami menopause pada usia lebih tua (>45 tahun). Tidak ada hubungan yang
diamati dengan volume ekspirasi paksa dalam 1 detik/rasio kapasitas vital paksa.
f. Kesimpulan
Penelitian ini memberikan bukti baru bahwa menopause dini dikaitkan dengan
penurunan fungsi paru-paru yang menunjukkan adanya pembatasan, namun bukan
obstruksi, bahkan setelah penyesuaian terhadap faktor perancu di awal kehidupan.
Mengingat pentingnya hubungan antara fungsi paru-paru yang buruk dan kematian,
dokter harus mewaspadai risiko penurunan fungsi paru-paru pada wanita
pascamenopause yang mengalami menopause pada usia dini.

E. Jurnal Penyakit Paru Ostruktif Kronis (PPOK) 2


a. Judul

b. Abstrak

16
Prevalensi, morbiditas, dan mortalitas penyakit inflamasi paru seperti asma, penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK) dan fibrosis kistik (CF) semakin meningkat pada wanita.
Terdapat kekurangan data mengenai mekanisme biologis untuk menjelaskan pengamatan
tersebut. Namun, beberapa penelitian epidemiologi besar menunjukkan bahwa fungsi
paru-paru berfluktuasi selama siklus menstruasi pada pasien wanita dengan penyakit
saluran napas namun tidak pada wanita tanpa penyakit, sehingga menunjukkan bahwa
sirkulasi estradiol dan progesteron mungkin terlibat dalam proses ini.
c. Hasil
Pada asma, estradiol mengubah imunitas adaptif menuju fenotip TH2 , sedangkan pada
perokok, estrogen mungkin terlibat dalam pembentukan metabolit antara toksik di saluran
napas perokok wanita, yang mungkin relevan dengan patogenesis PPOK. Dalam CF,
estradiol telah terbukti meningkatkan regulasi gen MUC5B dalam sel epitel saluran napas
manusia dan menghambat sekresi klorida di saluran napas. Progesteron dapat
meningkatkan peradangan saluran napas.
Diketahui bahwa sebelum masa pubertas, kejadian asma lebih tinggi pada anak laki-laki
dibandingkan anak perempuan, namun setelah masa pubertas, polanya berubah sehingga
pada usia dewasa, prevalensi asma hampir 50% lebih tinggi pada wanita dibandingkan
pada pria. Diketahui juga bahwa tingkat keparahan asma berfluktuasi sepanjang siklus
menstruasi. Insiden asma cenderung menurun setelah menopause, namun terapi
penggantian hormon setelah menopause dikaitkan dengan peningkatan risiko asma pada
non-perokok namun tidak dengan PPOK yang baru didiagnosis, menunjukkan bahwa
hormon seks mungkin berperan dalam hal ini. peran yang lebih penting dalam
perkembangan dan asma
d. Kesimpulan
Perempuan relatif lebih umum dalam epidemiologi asma,CF dan PPOK dan secara umum
mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan laki-laki. Mekanisme pasti dari
proses ini masih belum pasti. Data yang muncul menunjukkan bahwa hormon seks wanita

17
berperan dalam kondisi peradangan saluran napas ini, melalui mekanisme yang berbeda
namun terkait. Penelitian telah menunjukkan bahwa estrogen meningkatkan respons
TH2 , sementara androgen meningkatkan respons TH1 , yang mungkin relevan pada
asma.
F. Jurnal Penyakit Paru Onstruktif Kronis (PPOK) 3
a. Judul

b. Abstrak

Penurunan fungsi paru-paru yang terjadi secara alami dan bergantung pada usia
meningkat setelah menopause, kemungkinan besar disebabkan oleh adanya perubahan
keseimbangan endokrin. Fungsi paru-paru menurun terutama dengan cepat pada wanita
pascamenopause yang memiliki fungsi paru-paru rendah pada masa kanak-kanak. Hal ini
memberikan wawasan baru mengenai kesehatan pernapasan selama penuaan reproduksi
dan menekankan perlunya strategi kesehatan masyarakat holistik yang mencakup seluruh
rentang hidup.
c. Tujuan Penelitian
Untuk mempelajari apakah penurunan fungsi paru-paru bergantung pada menopause,
yang dinilai sebagai kapasitas vital paksa (FVC) dan volume ekspirasi paksa dalam satu
detik (FEV1), ditentukan oleh fungsi paru-paru pada masa kanak-kanak.

18
d. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan Tasmanian Longitudinal Health Study (TAHS),
sebuah kelompok yang lahir pada tahun 1961, menjalani spirometri pada usia tujuh tahun.
Metode ini mengukur hormon perangsang folikel dan luteinisasi untuk menentukan status
menopause menggunakan analisis profil laten. Penurunan fungsi paru-paru yang
bergantung pada menopause diselidiki menggunakan model campuran linier, disesuaikan
dengan antropometri, tingkat pekerjaan, merokok, asma, pengobatan asma dan tahun
penelitian, untuk seluruh populasi penelitian dan dikelompokkan berdasarkan tertile
fungsi paru-paru masa kanak-kanak.
e. Hasil

Penurunan fungsi paru-paru yang bergantung pada menopause secara keseluruhan adalah
19,3 mL/tahun (95%CI 2,2 hingga 36,3) untuk FVC dan 9,1 mL/tahun (-2,8 hingga 21,0)
untuk FEV1. Hal ini paling nyata (pinteraksi=0,03) pada wanita dengan fungsi paru masa
kanak-kanak tertile terendah [FVC 22,2 mL/tahun (1,1 hingga 43,4); FEV1 13,9
mL/tahun (-1,5 hingga 29,4)].
Penurunan fungsi paru-paru berlebih pada wanita pascamenopause dibandingkan dengan
wanita non-menopause (penurunan fungsi paru-paru yang bergantung pada menopause),
dikelompokkan berdasarkan fungsi paru-paru pada usia 7 tahun, diberikan sebagai rata-
rata dan interval kepercayaan 95%, disesuaikan dengan usia, indeks massa tubuh, tingkat
pekerjaan, pendidikan, status merokok, penggunaan obat asma dan asma saat ini. Nilai p

19
dari interaksi fungsi paru masa kanak-kanak dan penurunan fungsi paru pascamenopause
adalah 0,03 dan luas penanda sebanding dengan ukuran kelompok masing-masing.
f. Kesimpulan
Fungsi paru-paru menurun dengan cepat terutama pada wanita pascamenopause yang
memiliki fungsi paru-paru rendah pada masa kanak-kanaknya. Hal ini memberikan
wawasan baru mengenai kesehatan pernapasan selama penuaan reproduksi dan
menekankan perlunya strategi kesehatan masyarakat holistik yang mencakup seluruh
rentang hidup.
Skrining untuk fungsi paru-paru rendah pada masa kanak-kanak mungkin dapat
mendukung para pembuat kebijakan untuk mengembangkan strategi holistik untuk
melindungi perempuan yang paling rentan. Selain itu, kesadaran akan hubungan potensial
ini dapat membantu dokter untuk memantau orang-orang dengan gangguan kesehatan
paru-paru pada usia dini untuk mengetahui memburuknya kesehatan pernafasan selama
penuaan reproduksi.

20
BAB IV

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dipaparkan pada bab
sebelumnya,dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah jenis penyakit paru-paru yang
disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, atau parasit. Salah satu cara untuk mengetahui
pneumonia adalah dengan rontgen. Hasil rontgen akan dianalisis untuk mengetahui ada
tidaknya pneumonia. Faktor resiko terjadinya pneumonia secara umum adalah merokok,
kekebalan tubuh yang menurun, menderita penyakit kronis DM, penyakit autoimun,
penyakit paru kronis, usia lanjut dan alkoholisme. Istirahat yang cukup adalah bagian
penting dari pemulihan dari pneumonia. Wanita menopause harus memberi tubuh mereka
waktu untuk beristirahat dan pulih. Selain itu, penting untuk tetap terhidrasi dengan baik
dengan minum banyak cairan untuk membantu mengencerkan lendir dan mencegah
dehidrasi.
B. Saran
Saran yang diberikan yaitu untuk pencapaian hasil kebidanan yang diharapkan,
diperlukan hubungan yang baik dan keterlibatan pasien keluarga, dan tim kesehatan yang
lainnya. Bidan sebagai petugas pelayanan kesehatan hendaknya mempunyai pengetahuan,
keterampilan yang cukup serta dapat bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya dalam
memberikan asuhan kebidanan pada pasien pneumonia. Kembangkan dan tingkatkan
pemahaman bidan terhadap konsep manusia secara komprehensif sehingga mampu
menerapkan asuhan kebidanan dengan baik.

21
DAFTAR PUSTAKA
Risha Ambar Wati, Hafiz Irsyad, M Ezar Al Rivan. Klasifikasi Pneumonia Menggunakan
Metode Support Vector Machine, Jurnal Algoritme Vol. 1, No. 1, Oktober 2020, Hal. 21 –
32.
Mulyana, R., 2019. Terapi Antibiotika pada Pneumonia Usia Lanjut. Jurnal Kesehatan
Andalas, 8(1), pp. 172-177.
Rizka Lahmudin Abdjul, Santi Herlina. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA
DENGAN PNEUMONIA. Indonesian Jurnal of Health Development Vol.2 No.2, September
2020
Safitri, A., Nurmadilla, N., & Gayatri, S. (2021). Peranan Multivitamin Pada Pasien Geriatri
Dengan Pneumonia. Wal’afiat Hospital Journal, 2(1), 63-74.
ZAIRINAYATI · 2022. LINGKUNGAN FISIK RUMAH DAN PENYAKIT PNEUMONIA.
Pascal Books
Anthony Tam1, Don Morrish2, Samuel Wadsworth1, Delbert Dorscheid1, SF Paul Man1 and
Don D Sin1. The role of female hormones on lung function in chronic lung diseases. Tam et
al. BMC Women?’?s Health 2011, 11:24
http://www.biomedcentral.com/1472-6874/11/24
Brittany Campbell et al. Early Age at Natural Menopause Is Related to Lower Post-
Bronchodilator Lung Function A Longitudinal Population-based Study. Received in original
form February 26, 2019; accepted in final form January 16, 2020
Kai Triebner et al. Childhood lung function as a determinant of menopause-dependent lung
function decline. Received 17 March 2021; Received in revised form 22 June 2021; Accepted
3 August 2021

22

Anda mungkin juga menyukai