Anda di halaman 1dari 17

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

MENGENAL SERTA MENGATASI STUNTING

OLEH
KELOMPOK 2

1. MANAS M.TOLEU 7. OKTOVIANUS BUNGA LOLON

2. MARIA K.MOUW 8. PRITILIA M.AKOIT

3. MARIA F.OEMATAN 9. PUTRI L.M TANGPEN

4. MELDA SUSAN K.Y 10. RIAN TANONE


KOTA
5. NAOMI M.LAMALEI 11. SITI NURBAITI

6. NORBETWAN PULU 12. SYANE NJURU HAPA


TATA

KELAS/SEMESTER : B/VI
MATA KULIAH : KOMUNITAS II

PROGRAM STUDI S1-ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MARANATHA
KUPANG
2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)
STUNTING

Pokok Bahasan : Stunting


Sub Pokok Bahasan : Mengenal Stunting serta Penanganan Stunting
Hari / Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Pelaksana : Mahasiswa/I STIKes Maranatha Kupang (Kelas B,
Semester VI, Kelompok 2)

A. Tujuan Penyuluhan
1. Tujuan Umum
Setelah diberikan pendidikan kesehatan selama 30 menit
diharapkan peserta penyuluhan dapat memahami dan mengerti tentang
stunting dan cara mengatasi
2. Tujuan Khusus
Setelah diberikan Pendidikan Kesehatan selama 30 menit, peserta
dapat menjelaskan kembali tentang :
a. Pengertian Stunting
b. Penyebab Stunting
c. Tanda dan gejala Stunting
d. Dampak Stunting
e. Pencegahan Stunting
f. Penatalaksanaan Stunting

B. Sasaran
Sasaran dari penyuluhan ini adalah ibu-ibu yang memiliki balita
C. Materi
1. Pengertian Stunting
2. Penyebab Stunting
3. Tanda dan gejala Stunting
4. Dampak Stunting
5. Pencegahan Stunting
6. Penatalaksanaan Stunting

D. Metode
1. Ceramah
2. Diskusi/Tanya jawab

E. Media
1. Poster
2. Leaflet

F. Pengorganisasian
1) Moderator : Syane Nyuru Hapa
2) Penyuluh : Maria K.Mouw
3) Fasilitator : 1. Maria F.Oematan
2. Manas M.Toleu
3. Melda susan K.YKota
4. Naomi M.Lamalei
5. Norbetwan Pulutata
6. Putri L.M Tangpen
7. Siti Nurbaiti
8. Oktovianus Bungalolon
4) Observer : Pritilia M.Akoit
5) Dokumentator : Rian Tanone
6) Rincian Tugas :
Moderator : Mengarahkan seluruh jalannya acara
penyuluhan dari awal sampai akhir
Penyuluh : Menyajikan materi penyuluhan
Fasilitator : Memfasilitasi dan memotivasi peserta untuk
bertanya
Observer : Mengamati jalannya acara penyuluhan dari
awal sampai akhir.
Dokumentator : Mendokumentasikan (foto dan video) serta
membuat laporan kegiatan.

G. Setting Tempat

Keterangan :
= Peserta = Observer

= Media = Fasilitator

= Pemateri = Moderator

= Dokumentator
H. Susunan Materi

No Tahap waktu Kegiatan Respon Peserta


1.     Pembukaan 5 menit 1. Memberi salam 1. Menjawab salam
        2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
         3. Menjelaskan tujuan 3. Mendengarkan
penyuluhan
4. Kontrak waktu 4. Mendengarkan
2.     Pelaksanaan 15 Menit 1. Mengkaji pemahaman 1. Menjawab
        awal peserta tentang
         topic yang di sampaikan
2. Menyampaikan materi 2. Mendengarkan
tentang dan
a. Pengertian Stunting memperhatikan
b. Penyebab Stunting penjelasan materi
c. Tanda dan gejala
Stunting
d. Dampak Stunting
e. Pencegahan Stunting
f. Penatalaksanaan
Stunting
3.     Evaluasi 5 menit 1. Memberikan 1. Bertanya
        kesempatan kepada
         peserta untuk bertanya
2. Menjawab pertanyaan 2. Memperhatikan
peserta
4.     Penutup 5 menit 1. Menyampaikan 1. Memperhatikan
        kesimpulan dari materi
         2. Menutup dengan 2. Menjawab salam
menyampaikan salam
I. Evaluasi
1. Evaluasi Struktur
a. Peserta hadir ditempat penyuluhan
b. Kesiapan materi penyuluhan
c. Tempat yang digunakan nyaman dan mendukung
d. Pengorganisasian dilaksanakan sebelum penyuluhan
2. Evaluasi Proses
a. Kegiatan penyuluhan dimulai sesuai dengan waktu yang
direncanakan
b. Peserta antusias dan aktif terhadap materi penyuluhan yang
disampaikan oleh penyaji
c. Peserta terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan
d. Peserta mengikuti kegiatan penyuluhan sampai selesai.
3. Evaluasi Hasil
a. Kegiatan penyuluhan berjalan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan
b. Peserta mengerti dan memahami apa yang disampaikan oleh
pemateri sehingga peserta dapat menjelaskan kembali tentang :
1) Pengertian Stunting
2) Penyebab Stunting
3) Tanda dan gejala Stunting
4) Dampak Stunting
5) Pencegahan Stunting
6) Penatalaksanaan Stunting
J. Lampiran Materi
1. Definisi Stunting
Stunting adalah salah satu keadaan malnutrisi yang berhubungan
dengan ketidakcukupan zat gizi masa lalu sehingga termasuk dalam
masalah gizi yang bersifat kronis. Stunting diukur sebagai status gizi
dengan memperhatikan tinggi atau panjang badan, umur, dan jenis
kelamin balita. Kebiasaan tidak mengukur tinggi atau panjang badan
balita di masyarakat menyebabkan kajadian stunting sulit disadari. Hal
tersebut membuat stunting menjadi salah satu fokus pada target
perbaikan gizi di dunia sampai tahun 2025 (Sutarto et al., 2018).
Stunting atau perawakan pendek (shortness) adalah suatu keadaan
tinggi badan (TB) seseorang yang tidak sesuai dengan umur, yang
penentunnya dilakukan dengan menghitung skor Z-Indeks Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U). Seorang dikatakan stunting bila skor Z-
indeks TB/U nya di bawah -2 SD (standar deviasi) (Sutarto et al.,
2018).
2. Etiologi Stunting
Faktor-Faktor Penyebab Stunting :
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya keadaan stunting
pada anak. Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor
langsung maupun tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian
stunting adalah asupan gizi dan adanya penyakit infeksi sedangkan
penyebab tidak langsung adalah pemberian ASI dan MP-ASI,
kurangnya pengetahuan orang tua, faktor ekonomi, rendahnya
pelayanan kesehatan dan masih banyak faktor lainnya (Mitra, 2015).
a. Faktor penyebab langsung :
1) Asupan Gizi.
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Usia anak 1 – 2 tahun
merupakan masa kritis dimana pada tahun ini terjadi
pertumbuhan dan perkembangan secara pesat. Konsumsi
makanan yang tidak cukup merupakan salah satu faktor yang
dapat menyebabkan stunting (Kinasih dkk, 2016).
Hasil penelitian Kurniasari dkk, 2016 di Kabupaten Bogor
melaporkan setiap penambahan satu persen tingkat kecukupan
energi balita, akan menambah z-score TB/U balita sebesar
0,032 satuan.
2) Penyakit infeksi kronis
Adanya penyakit infeksi dalam waktu lama tidak hanya
berpengaruh terhadap berat badan akan tetapi juga berdampak
pada pertumbuhan linier. Infeksi juga mempunyai kontribusi
terhadap defisiensi energi, protein, dan gizi lain karena
menurunnya nafsu makan sehingga asupan makanan berkurang.
Pemenuhan zat gizi yang sudah sesuai dengan kebutuhan
namun penyakit infeksi yang diderita tidak tertangani tidak
akan dapat memperbaiki status kesehatan dan status gizi anak
balita. (Dewi dan Adhi, 2016).
b. Faktor penyebab tidak langsung :
1) Pemberian ASI eksklusif dan MP-ASI.
ASI eksklusif merupakan pemberian ASI tanpa makanan
dan minuman tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan. ASI
sangat penting bagi bayi karena memiliki komposisi yang dapat
berubah sesuai kebutuhan bayi. Pada ASI terdapat kolostrum
yang banyak mengandung gizi dan zat pertahanan tubuh,
foremik (susu awal) yang mengandung protein laktosa dan
kadar air tinggi dan lemak rendah sedangkan hidramik (susu
akhir) memiliki kandungan lemak yang tinggi yang banyak
memberi energi dan memberi rasa kenyang lebih lama
(Ruslianti dkk, 2015).
Pemberian MP-ASI merupakan sebuah proses transisi dari
asupan yang semula hanya ASI menuju ke makanan semi padat.
Tujuan pemberian MP-ASI adalah sebagai pemenuhan nutrisi
yang sudah tidak dapat terpenuhi sepenuhnya oleh ASI selain
itu sebagai latihan keterampilan makan, pengenalan rasa. MP-
ASI sebaiknya diberikan setelah bayi berusia 6 bulan secara
bertahap dengan mempertimbangkan waktu dan jenis makanan
agar dapat memenuhi kebutuhan energinya (Ruslianti dkk,
2015). Hasil penelitian dari Aridiyah dkk, 2015 mengatakan
bahwa pemberian ASI dan MP-ASI memberi pengaruh 3,27
kali mengalami stunting.
2) Pengetahuan orang tua.
Orang tua yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik
akan memberikaan asuhan pada keluarga dengan baik pula.
Pengetahuan orang tua tentang gizi akan memberikan dampak
yang baik bagi keluarganya karena, akan berpengaruh terhadap
sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada
akhirnya dapat mempengaruhi kebutuhan gizi. Nikmah, 2015.
3) Faktor ekonomi.
Dengan pendapatan yang rendah, biasanya mengkonsumsi
makanan yang lebih murah dan menu yang kurang bervariasi,
sebaliknya pendapatan yang tinggi umumnya mengkonsumsi
makanan yang lebih tinggi harganya, tetapi penghasilan yang
tinggi tidak menjamin tercapainya gizi yang baik. Pendapatan
yang tinggi tidak selamanya meningkatkan konsumsi zat gizi
yang dibutuhkan oleh tubuh, tetapi kenaikan pendapatan akan
menambah kesempatan untuk memilih bahan makanan dan
meningkatkan konsumsi makanan yang disukai meskipun
makanan tersebut tidak bergizi tinggi Ibrahim dan Faramita,
2014.
Menurut penelitian dari Kusuma dan Nuryanto 2013
menunjukkan bahwa anak dengan status ekonomi keluarga
yang rendah lebih berisiko 4,13 kali mengalami stunting.
4) Rendahnya pelayanan kesehatan
Perilaku masyarakat sehubungan dengan pelayanan
kesehatan di mana masyarakat yang menderita sakit tidak akan
bertindak terhadap dirinya karena merasa dirinya tidak sakit
dan masih bisa melakukan aktivitas sehari-hari dan
beranggapan bahwa gejala penyakitnya akan hilang walaupun
tidak di obati. Berbagai alasan dikemukakan mengapa
masyarakat tidak mau memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan seperti jarak fasilitas kesehatan yang jauh, sikap
petugas yang kurang simpati dan biaya pengobatan yang mahal
(Ma’rifat, 2010). Dengan perilaku masyarakat yang demikian
akan menyebabkan tidak terdeteksinya masalah kesehatan
kususnya kejadian stunting di masyarakat karena ketidakmauan
mengikuti posyandu.
3. Tanda dan Gejala Stunting
Menurut Tim Indonesia Baik (2019), balita stunting dapat dikenali
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
a. Tanda pubertas terlambat.
b. Performa buruk pada tes perhatian dan memori belajar.
c. Pertumbuhan gigi terlambat.
d. Usia 8 - 10 tahun anak menjadi lebih pendiam
e. Tidak banyak melakukan eye contact.
f. Pertumbuhan melambat.
g. Wajah tampak lebih muda dari usianya.
4. Dampak Stunting
Menurut WHO (2018), dampak yang terjadi akibat stunting dibagi
menjadi dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang.
a. Dampak jangka pendek, yaitu :
1) Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian.
2) Penurunan perkembangan kognitif, motorik, dan bahasa.
3) Peningkatan pengeluaran akibat masalah kesehatan,
peningkatan kemungkinan biaya perawatan anak sakit.
b. Dampak jangka panjang, yaitu :
1) Perawakan pendek saat dewasa, peningkatan kasus obesitas dan
penyakit yang berhubungan dengan obesitas, dan penurunan
kesehatan reproduksi.
2) Perkembangan penurunan performa disekolah, penurunan
kapasitas belajar.
3) Penurunan kapasitas dan produktivitas kerja.
5. Upaya Pencegahan Stunting
Usia 0-2 tahun atau usia bawah 3 tahun (batita) merupakan
periode emas (golden age) untuk pertumbuhan dan perkembangan
anak, karena pada masa tersebut terjadi pertumbuhan yang sangat
pesat. Periode 1000 hari pertama sering disebut window of
opportunities atau periode emas ini didasarkan pada kenyataan bahwa
pada masa janin sampai anak usia dua tahun terjadi proses tumbuh
kembang yang sangat cepat dan tidak terjadi pada kelompok usia lain.
Gagal tumbuh pada periode ini akan mempengaruhi status gizi
dan kesehatan pada usia dewasa. Oleh karena itu perlu dilakukan
upaya-upaya pencegahan masalah stunting ini mengingat tingginya
prevalensi stunting di Indonesia. Pemerintah telah menetapkan
kebijakkan pencegahan stunting, melalui Keputusan Presiden No.42
Tahun 2013 Tentang Gerakan Nasional Peningkatan Percepatan Gizi
dengan fokus pada kelompok usia pertama 1000 hari kehidupan, yaitu
sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013) :
a. Ibu hamil mendapat Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90
tablet selama kehamilan
b. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ibu hamil
c. Pemenuhan gizi
d. Persalinan dengan dokter atau bidan yang ahli
e. Pemberian Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
f. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif pada bayi hingga
usia 6 bulan
g. Memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) untuk bayi
diatas 6 bulan hingga 2 tahun
h. Pemberian imunisasi dasar lengkap dan vitamin A
i. Pemantauan pertumbuhan balita diposyandu terdekat
j. Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Simanjuntak et al., 2019 dalam Mulyanti dan Astuti, 2020,
mengatakan bahwa dalam upaya penurunan risiko stunting peran
penting tenaga kesehatan adalah memberikan pendidikan kesehatan.
Pendidikan kesehatan sangat efektif untuk meningkatkan pengetahuan
dan sikap ibu terhadap pencegahan dan penanganan stunting. Sikap ibu
yang baik dan positif terhadap stunting akan memudahkan tenaga
kesehatan untuk mengajak ibu baduta bekerja sama untuk
mengeliminir faktor risiko stunting yang ada didalam keluarganya.
6. Penatalaksanaan Stunting
Menurut Khoeroh dan Indriyanti, 2017 beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi stunting yaitu :
a. Penilaian status gizi yang dapat dilakukan melalui kegiatan
posyandu setiap bulan.
b. Pemberian makanan tambahan pada balita.
c. Pemberian vitamin A.
d. Memberi konseling oleh tenaga gizi tentang kecukupan gizi balita.
e. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan sampai
usia 2 tahun dengan ditambah asupan MP-ASI.
f. Stimulasi dini perkembangan anak
g. Pemberian suplemen menggunakan makanan penyediaan makanan
dan minuman menggunakan bahan makanan yang sudah umum
dapat meningkatkan asupan energi dan zat gizi yang besar bagi
banyak pasien.
h. Pemberian suplemen menggunakan suplemen gizi khusus peroral
siap- guna yang dapat digunakan bersama makanan untuk
memenuhi kekurangan gizi.
DAFTAR PUSTAKA

Atmarita, dkk. 2015. Buku Pendek (Stunting) di Indonesia, Masalah dan Solusi.
Lembaga Penerbit Balitbangkes. Jakarta.
Candra.2020. Buku Epidemiologi Stunting. Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Semarang.
Edelman, C.L & Mandle, C.L. 2015. Health Promotion Throughout the Life Span.
Missouri : Mosby.
Khoeroh & Indriyanti. 2017. Evaluasi Penatalaksanaan Gizi Balita Stunting di
Wilayah Kerja Puskesmas Sirampog. Unnes Journal of Public Health.
Kiik S.M., & Nuwa M.S. 2020. Stunting dengan Pendekatan Framework WHO.
Buku Referensi. Banguntapan Bantul. Yogyakarta.
Kusumawardhani, dkk. 2020. Peningkatan Pengetahuan Gizi Seimbang pada Ibu
Balita Melalui Edukasi dan Simulasi Pembuatan Makanan Bergizi. Jurnal of
Bionursing.
Mulyani &Astuti. 2020. Upaya Penurunan Risiko Stunting Melalui Pendekatan
Interproffesional Collaboration. Jurnal Keperawatan Global.
Priyanto, 2020. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Stunting Berdasarkan
Tiga Jurnal di Indonesia. Karya Tulis Ilmiah.
Stevie & Intje. 2021. Hubungan Faktor Asupan Gizi, Riwayat penyakit Infeksi
dan Riwayat ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting di Kabupaten Kupang.
Jurnal PAZIH Pergizi Pangan DPD NTT.
Suryana & Fitri. 2019. Pengaruh Riwayat Pemberian ASI dan MP-ASI Terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak (Usia 12 sampai 24 Bulan) di
Kecamatan Kuta Alam Kota Banda Aceh. Jurnal Penelitian Kesehatan.
Sutarto et al., 2018. Stunting, Faktor Risiko, dan Pencegahannya. Lampung.

Anda mungkin juga menyukai