Anda di halaman 1dari 28

9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Stunting

1. Definisi Stunting

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (Bayi

dibawah lima tahun ) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak

terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi didalam

kandungfan dan pada masa awal kelahiran. Kondisi stunting akan nampak

setelah bayi berusia 2 tahun.Balita pendek (Stunted) dan sangat pendek

(severely stunted) merupakan balita dengan panjang badan atau tinggi

badan menurut umurnya tidak sesuai dengan standar WHO –MGRS

(Multicenter Growth Reference Study) 2006.

Stunting didefinisikan sebagai keadaan dimana status gizi pada

anak menurut TB/U dengan hasil nilai Z Score = <-2 SD, hal ini

menunjukan keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek hasil dari

gagal pertumbuhan. Stunting pada anak juga menjadi salah satu faktor

risiko terjadinya kematian, masalah perkembangan motorik yang rendah,

kemampuan berbahasa yang rendah, dan adanya ketidakseimbangan

fungsional (Anwar, Khomsan, dan Mauludyani, 2014).

Stunting menjadi masalah gagal tumbuh yang dialami oleh bayi di

bawah lima tahun yang mengalami kurang gizi semenjak di dalam

kandungan hingga awal bayi lahir, stunting sendiri akan mulai nampak

ketika bayi berusia dua tahun (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan

9
10

Kemiskinan, 2017). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Schmidt

bahwa stunting ini merupakan masalah kurang gizi dengan periode yang

cukup lama sehingga muncul gangguan pertumbuhan tinggi badan pada

anak yang lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya (Schmidt,

2014).

Stunting merupakan sebuah masalah kurang gizi kronis yang

disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, hal

ini menyebabkan adanya gangguan di masa yang akan datang yakni

mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan kognitif

yang optimal. Anak stunting mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih

rendah dibandingkan rata – rata IQ anak normal (Kemenkes RI, 2018).

Stunting adalah kondisi diman anak mengalami gangguan

pertumbuhan sehingga menyebabkan ia lebih pendek daripada teman

seumurannya. Banyak yang tidak mengetahui bahwa anak pendek adalah

tanda dari adanya masalah pertumbuhan. Apalagi jika dialami oleh anak

yang masih dibawah usia 2 tahun. Hal ini harus segera ditangani dengan

cepat dan tepat.

Stunted adalah kondisi saat tinggi badan balita lebih pendek dari

yang seharusnya bisa dicapai pada umur tertentu . Orang awan bias

menyebutnya dengan pendek. Stunted adalah masa kekurangan gizi kronis

yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup

lama. Bahkan sejak anak masih dalam kandungan . Hal ini terjadi lantaran

ketidaktauan atau belum adanya kesadaran orang tua untuk memberikan


11

makanan sesuai dengan klebutuhan gizi anaknya. Selain gizi nyang

kurang, seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan

pertumbuhan .

Kesimpulan dan beberapa definisi diatas bahwa stun ting adalah

kondisi gagalnya pertumbuhan tinggi badan balita sehingga lebih pendek

dari umurnya menurut WHO, yang disebabkan oleh kekurangan asupann

gizi yang cukup lama pada balita.

2. Cara Mengukur Stunting

Stunting merupakan suatu indikator kependekan dengan

menggunakan rumus tinggi badan menurut umur (TB/U) Panjang Badan

Menurut Umur (PB/U) memberikan indikasi masalah gizi yang sifatnya

kronis sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama, misalnya

kemiskinan, perilaku hidup sehat dan pola asuh/pemberian makan yang

kurang baik dari sejak dilahirkan yang mengakibatkan stunting. (Achadi

LA. 2012).

Keuntungan indeks TB/U yaitu merupakan indikator yang baik

untuk mengetahui kurang gizi masa lampau, alat mudah dibawa kemana-

mana, jarang orang tua keberatan diukur anaknya. Kelemahan indeks

TB/U yaitu tinggi badan tidak cepat naik bahkan tidak mungkin turun,

dapat terjadi kesalahan yang mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas

pengukuran. Sumber kesalahan bisa berasal dari tenaga yang kurang

terlatih, kesalahan pada alat dan tingkat kesulitan pengukuran. TB/U dapat
12

digunakan sebagai indeks status gizi populasi karena merupakan estimasi

keadaan yang telah lalu atau status gizi kronik.

Seorang yang tergolong pendek tak sesuai umurnya (PTSU)

kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik, seharusnya dalam

keadaan normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya

umur. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan tinggi badan baru

terlihat dalam waktu yang cukup lama. (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia. 2011)

3. Dampak Stunting Pada Balita

Dampak buruk yang dapat ditimbulkan jika balita mengalami

stunting berupa jangka panjang dan jangka pendek. Jangka panjang yang

akan terjadi adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar,

menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan resiko tinggi

untuk munculnya penyakit tidak menular seperti penyakit diabetes,

kegemukan , penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke dan

disanilitas pada usia tua, jangka pendek yang akan terjadi adalah

terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan

fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh. kesemuanya itu akan

menurunkan kualitas sumber daya manusia, produktifitas dan saya saing

bangsa.

Laporan UNICEF tahun 2010, beberapa fakta terkait stunting dan

pengaruhnya adalah sebagai berikut :


13

a. Anak yang mengalami stunting lebih awal yaitu sebelum usia enam

bulan, akan mengalami stunting lebih berat menjelang usia dua tahun.

Stunting yang parah pada anak, akan terjadi defisit jangka panjang

dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu untuk

belajar secara optimal di sekolah dibandingkan anak dengan tinggi

badan normal. Anak dengan stunting cenderung lebih lama masuk

sekolah dan lebih sering absen dari sekolah dibandingkan anak dengan

status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan

dalam kehidupannya dimasa yang akan datang. Stunting akan sangat

mempengaruhi kesehatan dan perkembangan anak. Faktor dasar yang

menyebabkan stunting dapat menganggu pertumbuhan dan

perkembangan intelektual. Penyebab dari stunting adalah bayi berat

lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang tidak

sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian

sebagian besar anak dengan stunting mengkonsumsi makanan yang

berbeda di bawah ketentuan rekomendasi kadar gizi, berasal dari

keluarga banyak, bertempat tinggal di wilayah pinggiran kota dan

komunitas pedesaan.

b. Pengaruh gizi pada usia dini yang mengalami stunting dapat

menganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif yang kurang.

stunting pada usia lima tahun cenderung menetap sepanjang hidup,

kegagalan pertumbuhan usia dini berlanjut pada masa remaja dan

kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunting dan


14

mempengaruhi secara langsung pada kesehatan dan produktivitas,

sehingga meningkatkan peluang melahirkan BBLR.

c. Stunting terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung

menghambat dalam proses pertumbuhan dan berisiko lebih besar

meninggal saat melahirkan. Akibat lainnya kekurangan gizi/stunting

terhadap perkembangan sangat merugikan performance anak. Jika

kondisi buruk terjadi pada masa golden period perkembangan otak (0-2

tahun) maka tidak dapat berkembang dan kondisi ini sulit untuk dapat

pulih kembali. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak

terbentuk semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 (dua) tahun.

Apabila gangguan tersebut terus berlangsung maka akan terjadi

penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 point. Penurunan perkembangan

kognitif, gangguan pemusatan perhatian dan manghambat prestasi

belajar serta produktifitas menurun sebesar 20-30%, yang akan

mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak tersebut hidup

tetapi tidak bisa berbuat banyak baik dalam bidang pendidikan,

ekonomi dan lainnya. Generasi demikian hanya akan menjadi beban

masyarakat dan pemerintah, karena terbukti keluarga dan pemerintah

harus mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya

mudah sakit. (Supariasa, 2011)

4. Klasifikasi Stunting

Menilai status Gizi anak dapat menggunakan timggi badan dan

umur yang dikonversikan kedalam Z-Score. Penilaian status gizi


15

dilakukan dengan pemeriksaan status gizi kemudian membandingkan

dengan nilai Z-Score. rumus perhitungan Z-score adalah :

Nilai Individu Subjek – Nilai Median Baku Rujukan


Z-score
Nilai Simpang Baku Rujukan
=
Masing-masing indikator tersebut ditentukan oleh status gizi balita

sebagai berikut :

Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB / U :

Sangat pendek : Zscore < - 3,0

Pendek : Zscore ≥ - 3.0 s/d Zscore < - 2,0

Normal : Zscore ≤ - 2,0

Tabel 2.1
Klasifkasi Status Gizi Berdasarkan Standar WHO –MGRS

Sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2


Tahun 2020
16

5. Indikator Status Gizi

Indikator status gizi berdasarkan indeks TB/U memberikan

indikasi masalah gizi yang sifatnya kronis sebagai akibat dari keadaan

yang berlangsung lama, mislanya : kemiskinan , perilaku hidup tidak

sehat, dan asupan makanan kurang pada waktu lama sejak usia bayi,

bahkan semenjak janin , seingga mengakibatkan anak menjadi pendek.

6. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Stunting

Faktor ibu dan pola asuh ibu yang kurang baik terutama pada

perilaku dan praktik pemberian makan kepada anak juga menjadi

penyebab stunting , apabila ibu tidak memberikan asupan gizi yang

baik. Faktor lainnya yang menyebabbkan stunting adalah pendidikan

ibu mengenai gizi, Pemberian ASI esklusif, umur pemberian MP ASI,

riwayat penyakit infeksi, tingkat kecukupan zink, tingkat kecukupan zat

besi. Selain itu rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan termasuk

akses sanitasi dan air bersih menjadi salah satu faktor yang sangat

mempengaruhi pertumbuhan anak (Kemenkes RI, 2018).

Status gizi pada dasarnya ditentukan oleh dua hal yaitu:

makanan yang dimakan dan keadaan kesehatan. Kualitas dan kuantitas

makanan seorang tergantung pada kandungan zat gizi makanan

tersebut, ada tidaknya pemberian makanan tambahan di keluarga, daya

beli keluarga dan karakteristik ibu tentang makanan dan kesehatan.

Keadaan kesehatan juga berhubungan dengan karakteristik ibu terhadap

makanan dan kesehatan, daya beli keluarga, ada tidaknya penyakit


17

infeksi dan jangkauan terhadap pelayanan kesehatan (Pramuditya SW,

2010).

B. Tinjauan Umum Tentang Pola Asuh

1. Definisi Pola Asuh

Agar anak dapat tumbuh sesuai standar kesehatan , pola asuh yang

diberikan oleh orang tua sangat berperan penting, tentunya dengan pola

asuh yang benar. Pola asuh adalah kemampuan orang tua dan keluarga

untuk menyediakan , perhatian , kasih sayang dan dukungan terhadap anak

agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik , mental dan

sosial. Pengasuh merupakan faktor yang berkaitan sangat erat dengan

pertumbuhan anak berusia dibawah lima tahun. Masa balita dalam masa

dimana anak sangat membutuhkan suplai makanan dan gizi dalam jumlah

yang memadai. Oleh karena itu , pengasuh kesehatan dan pemberian

makanan pada tahun pertama kehidupan sangat penting untuk

pertumbuhan dan perkembangan anak (Syahrul Sarea 2014)

Faktor penentu kualitas kehidupan anak kelak seperti pola asuh

anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam hal

kedekatan dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan,

memberikan kasih sayang sebagainya. Seluruhnya berhubungan dengan

keadaan ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), tentang status gizi,

pendidikan umum, penghasilan, pengetahuan, dan keterampilan tentang


18

pengasuhan anak yang baik, peran dalam keluarga atau masyarakat, dan

sebagainya dari ibu dan pengasuh anak.

Pola asuh sebagai pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap

perilaku anak yang masing-masing mempunyai emosional, sosial , dan

intelektual anak. Keseluruhan kegiatan yang teridiri dari beberapa perilaku

khusus dari orang tua yang bekrja secara bersama maupun secara

individual, yang kemudian berpengaruh terhadap perilaku anak. Para orang

tua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi sebagai gantinya

orang tua harus mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan

mencurahkan kasih sayang kepada anaknya. (Tardmizi , 2018).

Menurut gunarsih singgih psikologis remaja, pola asuh orang tua

adalah sikap dan cara orang tua dalam mempersiapkan anggota keluarga

yang lebih muda termasuk anak supaya dapat mengambil keputusan

sendiri dan bertindak sendiri sehingga mengalami perubahan dari keadaan

dan bergantung kepada orang tua menjadi berdiri sendiri dan bertanggung

jawab sendiri (Gunarsa 2009)

Kesimpulan dari beberapa defnisi diatas bahwa pola asuh adalah

suatu sikap orang tua terhadap anak dalam mambimbing dan mengasuh

anak-anaknya agar mendapatkan kasih saying , perhatian dan dukungan

untuk dapat tumbuh dan berkembang terutama pada fisik, sosial dan

emosinya.
19

2. Jenis Pola asuh

Ada beberapa jenis pola asuh yang diterapkan kepada balita yaitu :

a. Authoritative atau Demokratis

Pola asuh authoritative atau demokratis adalah gaya pengasuhan

yang mendorong anak untuk mandiri tetapi masih menetapkan batas-

batas dan pengendalian atas tindakan anak. Jadi, orang tua masih

melakukan kontrol pada anak tetapi tidak terlalu ketat. Orang tua

bersikap tegas tetapi mau memberikan penjelasan mengenai aturan yang

ditetapkan dan mau bermusyawarah atau berdiskusi. Orang tua dengan

pola asuh demokratis mempunyai hubungan akrab dengan anak-anaknya

Hubungan orang tua terlihat hangat dan sering melakukan kegiatan

secara bersama-sama. Selain itu orang tua dalam mengarahkan tingkah

laku anak tidak menekankan pada kepatuhan yang keras dan kaku.

Namun, dengan memberikan pengertian dan penjelasan yang logis

terhadap anak. Orang tua bersikap terbuka terhadap tuntutan dan

pendapat yang dikemukakan oleh anak serta mendiskusikan hal tersebut

bersama-sama. Walaupun orang tua yang menggunakan pola asuh ini

menginginkan kepatuhan dari anak, namun mereka tetap menghargai

kemandirian.

Dalam hal pemberian makan, pola asuh demokratis dikatakan

sebagai pola asuh yang paling seimbang karena orang tua menetukan

menu makanan untuk anaknya, akan tetapi orang tua tetap memberikan

kesempatan bagi anak memilih makanan. Orang tua dengan tipe pola

asuh yang demokratis selalu mendorong anaknya untuk makan tanpa


20

menggunakan perintah dan memberikan dukungan pada anak. Pola asuh

ini dikatakan paling baik dan sehat karena orang tua mengontrol jenis

makanan anak, mengontrol berat badan anak, mengatur emosi anak saat

makan, serta mendorong anak untuk mengatur sendiri asupan makan

mereka namun tetap dalam pengawasan orang tua

b. Authoriativve atau Otoriter

Pola asuh otoriter yaitu pola asuh dilakukan dengan cara

memaksa anak melalkukan sesuatu seperti yang di inginkan orang tua.

anak sering memperoleh pemaksaan dan ancaman apabila tidak mau

menuruti kemauan orang tua. Hubungan orang tua dengan anak

berajalan dalam satu arah dan tidak mengenal kompromi (Sahrul sarea

2014).

Dalam hal pemberian makan, pola asuh otoriter menerapkan

peraturan kaku yang berlaku pada setiap acara makan. Bukan hanya

mengatur porsi dan waktu makan, orang tua otoriter juga menyeleksi

dengan ketat jenis makanan yang boleh dimakan oleh anak, memantau

perilaku makan anak, dan membatasi berat badan anak. Anak hanya

diizinkan menyantap jenis makanan sehat atau jenis makanan apa pun

yang lolos seleksi orang tuanya. Selain itu, sama sekali tidak

diperbolehkan.29 Berdasarkan suatu penelitian, anak yang diasuh

dengan pola otoriter cenderung sangat baik dalam mengkonsumsi

sayuran dan buah-buahan, sehingga gizi anak pada usia prasekolah

akan terpenuhi.
21

Penerapan gaya pengasuhan otoriter berpotensi

memunculkan sejumlah kebiasaan berikut ini pada diri anak jadwal

makan yang waktunya selalu ditentukan oleh orang tua berpotensi

menghambat kemampuan anak untuk mengenali sinyal lapar dan

kenyang; kegiatan makan yang berada dalam suasana penuh tekanan

akan membuat anak cenderung memiliki berat badan berlebih atau

terlalu rendah; anak akan cenderung makan berlebihan ketika suatu

saat mendapatkan akses pada jenis-jenis makanan yang biasanya

dilarang; karena acara makan tidak terasa menyenangkan, anak kurang

antusias terhadap makanan dan kegiatan makan; Anak yang lebih

kecil juga akan cenderung menunjukkan perilaku rewel saat

mendekati waktu makan

c. Uninvolved atau Pengabaian

Pada pola asuh pengabaian, orang tua lebih memprioritaskan

kepentingannya sendiri dibandingkan kepentingan anak sehingga

pertumbuhan dan perkembangan anak baik secara fisik maupun psikis

terabaikan. Orang tua mencoba menyibukkan diri dengan maksud

meminimalkan waktu dan tenaga untuk memperdulikan anak.

Orang tua dengan tipe pola pengasuhan ini menunjukkan sedikit

komitmen dalam mengasuh anak karena orang tua cenderung stress dan

mengalami tekanan hidup. Orang tua memiliki kehangatan yang rendah

dalam berinteraksi dengan anak serta memiliki kontrol yang rendah

terhadap anak. Anak yang diasuh dengan tipe pengasuhan ini diberikan
22

kebebasan individualitas yang tinggi. Orang tua tidak peduli akan

keadaan anak dan tidak memberikan tuntunan-tuntunan kepada anak.

Dalam ranah pemberian makan, orang tua dengan tipe pola asuh

pengabaian sama sekali tidak menentukan menu makanan yang akan

dikonsumsi anak dan membiarkan anak memilih sendiri menu

makanannya tanpa ada batasan dari orang tua. Pola asuh pengabaian

dikatakan sebagai pola asuh yang paling tidak sehat karena orang tua

tidak pernah mengontrol makanan anak serta tidak memperhatikan berat

badan anak, anak diizinkan mengkonsumsi makanan dan minuman

apapun yang diinginkannya. Selain itu, orang tua juga tidak memberikan

contoh mengenai konsumsi makanan yang baik, dan tidak pula

menjelaskan fungsi makanan bagi anak.

Anak yang diasuh dengan tipe pengasuhan ini memiliki risiko

yang cukup tinggi untuk mengalami obesitas, karena kendali makanan

yang masuk ke tubuh anak dikendalikan oleh anak itu sendiri tanpa ada

kontrol dari orang tua. Apabila anak tidak paham mengenai konsumsi

makanan yang sehat dan cenderung mengkonsumsi makanan cepat saji

atau junk food, maka dapat terjadi obesitas pada anak

d. Laissez-faire atau Permisif (bebas/memanjakan)

Orangtua yang permisif (permissive) adalah orangtua yang

menghargai ekspresi diri dan pengaturan diri. Mereka hanya membuat

sedikit permintaan dan membiarkan anak memonitor aktivitas mereka

sendiri sedapat mungkin. Ketika membuat aturan, mereka menjelaskan

alasannya kepada anak. Mereka berkonsultasi dengan anak mengenai


23

keputusan kebijakan dan jarang menghukum. Mereka hangat, tidak

mengontrol, dan tidak menuntut.

Gaya pengasuhan dimana orang tua sangat terlibat dengan anak,

namun tidak terlalu menuntut atau mengontrol. Membiarkan anak

melakukan apa yang mereka inginkan. Anak menerima sedikit bimbingan

dari orang tua, sehingga anak sulit dalam membedakan perilaku yang

benar atau tidak. Serta orang tua menerapkan disiplin yang tidak

konsisten sehingga menyebabkan anak berperilaku agresif. Anak yang

memiliki orang tua permissive kesulitan untuk mengendalikan

perilakunya, kesulitan berhubungan dengan teman sebaya, kurang

mandiri dan kurang eksplorasi.

Dalam hal pemberian makan orang tua yang menerapkan pola

asuh permisif tak punya aturan yang jelas mengenai kegiatan makan.

Jadwal makan serta jenis makanan yang hendak dikonsumsi sepenuhnya

berada dalam kendali anak. Selain kebebasan dalam mengatur jadwal

makan, anak juga memegang kendali penuh dalam menentukan pilihan

menu. Jika anak tidak ingin mengkonsumsi nasi dan lauk pauk yang

tersedia diatas meja, maka orang tua siap menawarkan sejumlah alternatif

makanan lain yang terkadang melibatkan jenis makanan instan. Orang tua

permisif juga sering kali membolehkan anaknya ngemil makanan ringan

hingga kenyang menjelang waktu makan. Kebiasaan inilah yang sering

kali mengakibatkan anak memundurkan atau bahkan melewatkan jadwal

makan.
24

Pada pola asuh permisif, makanan sehat maupun tidak sehat

dipilih sesuai dengan keinginan anak, sehingga kontrol terhadap status

gizi anak dikendalikan oleh anak tersebut. Penerapan pola asuh ini juga

berpotensi memunculkan kebebasan memilih jenis makanan sendiri

memang akan membuat anak lebih bersemangat di saat makan

3. Klasifikasi Pola Asuh

Klasifikasi pola asuh dalam penelitian ini menjadi 2 bagian yaitu pola

asuh positif dan negatif. Pola asuh orangtua positif ialah perlakuan orangtua

kepada anak-anaknya yang dapat dikenali melalui ucapan dan tindakan

orangtua yang berdampak baik bagi perkembangan kepribadian/kemandirian

anak, dan yang tampak pada pola asuh orangtua: reasonable, encouraging,

concistent, peace making, caring, relaxed, dan responsible.

Dampaknya: Reasonable parents, memberikan alasan logis,

menimbulkan rasa percaya diri tinggi; Encouraging parents, mendorong dan

melakukannya sendiri, menimbulkan harga diri yang tinggi.; Concistent

parents, menjaga/ memelihara ucapan dan tindakan yang sama pada situasi

dan kondisi yang sama, membuat anak menjadi tegas, tangguh, percaya

kepada kemampuan diri; Peace making parents: memberikan tauladan yang

baik, membuat anak berperilaku baik dan meniru dengan suka rela, tanpa

tekanan; Caring parents: memperhatikan dan mendengar ungkapan

perasaan anak dapat membangkitkan kepercayaan dan harga diri yang

tinggi; Relaxed parents: memberikan kebebasan kepada anak dalam

bertindak, sehingga anak merasa dihargai; Responsible parents: memberi


25

kepercayaan dan kebebasan, sesuai dengan kebutuhan anak, membelajarkan

anak berani menanggung risiko dari suatu perbuatan yang dilakukannya.

Jenis pola asuh yang termasuk dalam bagian pola asuh positif adalah

pola asuh demokratis dimana pola asuh ini memiliki dampak reasonable,

encouraging, concistent, peace making, caring, relaxed, dan responsible.

Pola asuh negatif ialah perlakuan orangtua yang dapat dikenali

melalui ucapan dan tindakannya yang berdampak buruk bagi perkembangan

kepribadian/ kemandirian anak, tampak dalam pola asuh orangtua:. Overly

critical, Overly protective, Inconcistent, Argumentative, Uninvolved, Super-

organized, dan Emotionally needy.

Dampaknya: Overly critical parents, cenderung menjadi anak penurut,

berbuat berdasar perintah, menjadikan anak takut mengambil keputusan

sendiri dan tidak mandiri; Overly protective parents, cenderung menjadi

tidak berdaya, tidak percaya diri, penurut dan tidak mandiri; Inconsistent

parents, cenderung menjadi anak yang selalu bingung, ragu-ragu, tidak

dapat memutuskan sendiri, dan tidak mandiri.

Argumentative parent, cenderung menjadi penurut, tidak berdaya,

apatis, selalu menghindar, tidak mandiri; Uninvolved parents, cenderung

pasrah, menerima nasib, dan tidak bisa mandiri; Superorganized, cenderung

tidak berdaya, apatis, penurut, tidak mampu mengambil keputusan sendiri,

dan tidak mandiri; Emotionally needy, cenderung penurut, individualistik,

kurang memiliki nilai sosial, dan tidak mandiri.

Jenis pola asuh yang termasuk dalam bagian pola asuh negatif adalah

pola asuh pengabaian dimana pola asuh ini memiliki dampak Overly
26

critical, Overly protective, Inconcistent, Argumentative, Uninvolved, Super-

organized, dan Emotionally needy.

4. Jenis-jenis Pengasuhan

a. Pola Asuh oleh Orang Tua

Sudah menjadi tugas orang tua untuk memberikan anak

pengalaman yang dibutuhkan anak agar kecerdasannya berkembang

sempurna. Ayah dan ibu memiliki peran yang sama dalam

pengasuhan anak-anaknya. Namun ada sedikit perbedaan dalam

sentuhan dari apa yang ditampilkan oleh ayah dan ibu. Peran ibu,

antara lain : menumbuhkan perasaan sayang, cinta, melalui kasih

saying dan kelembutan seorang ibu, menumbuhkan kemampuan

berbahasa dengan baik kepada anak, mengajarkan anak perempuan

berperilaku sesuai jenis kelaminnya dan baik. Peran ayah, antara lain:

menumbuhkan rasa percaya diri dan berkompeten kepada anak,

memumbuhkan untuk anak agar mampu berprestasi, mengajarkan

anak untuk tanggung jawab (Rakhmawati, 2015).

b. Pola Asuh oleh Orang Tua Tunggal

Menjadi orang tua tunggal membutuhkan tenaga ekstra dalam

merawat anak. Orang tua tunggal dapat terjadi akibat perceraian atau

perpisahan, kematian pasangan, wanita tidak menikah yang

membesarkan anaknya sendiri, atau adopsi oleh pria atau wanita yang

tidak menikah. Pola asuh dengan orang tua tunggal memiliki

beberapa masalah yang dapat memengaruhi kesehatananak-anak.


27

Hidup dalam rumah tangga dengan orang tua tunggal

dapatmenimbulkan stress baik bagi individu dewada dan anak-anak.

Orang tua tunggal dapat merasa kewalahan karena tidak ada individu

lain untuk berbagi tanggung jawab sehari-hari dalam mengatur

asuhan anak-anak, mempertahankan pekerjaan, menjaga rumah dan

keuangan. Komunikasi dan dukungan penting untuk optimalitas

fungsi pola asuh dengan orang tua tunggal. Orang tua tunggal harus

memberikan dukungan yang lebih besar untuk anak-anak mereka

(kyle, terri, dan susan carman, 2014).

c. Pola Asuh dengan Kakek-Nenek

Dalam pola asuh oleh kakek-nenek, nenek memiliki

kecendrungan lebih banyak untuk mengasuh sang cucu dibandingkan

kakek. Penelitian secara konsisten telah menemukan bahwa nenek

memiliki kontak yang lebih banyak dengan cucunya dibandingkan

kakek. Peran kakek-nenek dapat memiliki fungsi yang berbeda dalam

keluarga, kelompok etnis dan budaya, dan situasi yang berbeda.

Keberagaman pengasuhan cucu pada usia lanjut juga timbul pada

penyidikan debelumnya tentang bagaimana kakek-nenek berinteraksi

dengan cucu mereka (Khairina, Erriz, dan Yapina, Widyawati, 2013).


28

d. Pola Asuh dengan Perawat Asuh

Perawat asuh adalah situasi ketika anak diasuh dalam situasi

hidup lain yang terpisah dari orang tua atau wali legalnya. sebagian

besar anak-anak yang ditempatkan dalam perawat asuh telah menjadi

korban penganiayaan atau pengabaian. Anak-anak dalam perawat

asuh lebih cenderung memperlihatkan banyak masalah medis, emosi,

perilaku atau perkembangan. Perhatian individual terhadap anak

dalam perawatan asuh sangat penting. Pendekatan multidisiplin

terhadap asuhan yang mencakup orang tua kandung, orang tua asuh,

anak, professional layanan kesehatan, dan pelayanan pendukung

sangat penting untuk memenuhi kebutuhan anak akan pertumbuhan

dan perkembangan.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Asuh

Menurut Hurlock (2012) dalam ada beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi pola asuh orang tua yang berupa :

a. Kepribadian Orang Tua

Setiap orang tua memiliki kepribadian yang berbeda. Hal ini

tentunya sangat mempengaruhi pola asuh anak. Misalkan orang tua

yang lebih gampang marah mungkin akan tidak sabar dengan

perubahan anaknya. Orang tua yang sensisitv lebih berusaha untuk

mendengar anaknya.
29

b. Agama atau Keyakinan

Nilai nilai agama dan keyakinan juga mempengaruhi pola

asuh anak. Mereka akan mengajarkan sikecil berdasarkan apa yang

dia tahu benar atau salah, misalnya berbuat baik, sopan, kasih tanpa

syarat atau toleransi. Semakin kuat pengaruhnya ketika mengasuh

sikecil.

c. Persamaan Dengan Pola Asuh Yang Diterima Orang Tua

Sadar atau tidak sadar, orang tua bisa mempraktekkan hal hal

yang pernah dia dengar dan rasakan dari orang tuanya sendiri, orang

tua yang sering dikritik juga membuat dia gampang mengktritik

anaknya sendiri ketika dia mencoba melakukan sesuatu yang baru.

d. Pengaruh Lingkungan

Orang tua muda atau baru memiliki anak –anak cenderung

belajar dari orang-orang di sekitarnya baik kleuraga ataupun teman-

temannya yang sudah memiliki pengalaman. Baik atau buruk

pendapa yang dia dengar, akan dia pertimbangkan untuk praktekkan

ke anak ankanya.

e. Pendidikan Orang Tua

Orang tua yang memiliki banyak informasi tentang parenting

tentu lewat buku, seminar dan lain-lain akan lebih terbuka untuk

mencoba pola asuh yang baru diluar didikannya orang tuanya.


30

f. Usia Orang Tua

Usia orang tua uga sangat mempengaruhi pola asuh. Orang

tua yang muda cenderung lebih menuruti kehendak anaknya

disbanding orang tua yang lebih tua. Usia orang tua juga

mempengaruhi komunikasi ke anak. Orang tua dengan jarak yang

terlalu jauh dengan anaknya, akan perlu kerja keras dalam

menelusuri dunia yang sedang dihadapi sikecil. Penting bagi orang

tua untuk memasuki dunia si kecil.

g. Jenis Kelamin

Ibu biasanya lebih bersifat merawat sementara bapak biasa

lebih memimpin, bapak biasanya mengajarkan rasa aman kepada

anak dan keberanian dalam memulai sesuatu yang baru sementara

ibu cenderung memelihara dan menjaga si kecil dalam kondisi baik-

baik saja.

h. Status Sosial Ekonomi

Orang tua dengan status ekonomi social biasanya lebih

memberikan kebebasan kepada si kecil untuk explore atau mencoba

hal-hal yang lebih bagus.sementara orang tua dengan status ekonomi

lebih rendah mengajarkan anak kerja

i. Kemampuan Anak

Orang tua sering membedakan perhatian terhadap anak yang

berbakat , normal dan sakit misalkan mengalami syndrome autism

dan lain lain.


31

j. Situasi

Anak yang penakut mungkin tidak diberi hukuman lebih

ringan dibandingkan anak agresif dan kerja keras kepala. Anak yang

mengalami rasa takut dan kecemasan biasanya tidak diberi hukuman

oleh orang tua. Tetapi sebaliknya, jika anak menantang dan

berperilaku agresif kemungkinan orang tua akan mengasuh dengan

pola outhoritatif.

C. Hubungan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Kejadian Stunting Pada

Balita

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi dibawah

lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek

untuk usianya (Depkes RI, 2017). Faktor ibu dan pola asuh yang kurang baik

terutama pada perilaku dan praktik pemberian makanan kepada anak juga

menjadi penyebab anak stunting apabila ibu tidak memberikan asupan gizi

yang cukup dan baik. Ibu yang masa remajanya, kurang nutrisi, bahkan

dimasa kehamilan , dan laktasi akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan

tubuh dan otak anak (Depkes RI , 2018) .

Berdasarkan UNICEF yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia,

penyebab masalah stunting tidak hanya karena konsumsi makanan yang

kurang dari kebutuhan atau terjadinya penyakit infeksi yang berulang, tetapi

juga dipengaruhi oleh penyebab tidak langsung yaitu ketersediaan pangan

rumah tangga, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan, serta pola asuh
32

ibu. Pola asuh ibu dalam hal ini seperti pemberian ASI/MP-ASI, penyediaan

MP-ASI, pola asuh psikososial, dan sanitasi kebersihan.53 Apabila suatu

rumah tangga memiliki pola konsumsi, pelayanan kesehatan dan kesehatan

lingkungan, serta pola asuh ibu yang baik, maka dapat membentuk balita

dengan status gizi yang baik pula

Pola asuh adalah kemampuan orang tua dan keluarga untuk

menyediakan waktu, perhatian, kasih sayang dan dukungan terhadap anak

agar dapat tumbuh dan berkembang dengan baik secara fisik. Mental dan

sosial. Pengasuhan merupakan faktor yang berkaitan sangat erat dengan

pertumbuhan anak berusia dibawah lima tahun. Masa balita adalah masa anak

sangat membutuhkan suplai makanan gizi dalam jumlah yang memadai. Oleh

karena itu pengasuhan kesehatan dari pemberian makanan pada tahun

pertama kehidupan sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan

anak. (Syahrul Sarea , 2014).

Pola asuh ibu dapat mempengaruhi kejadian stunting pada balita hal

ini terjadi karena ibu memiliki peran yang sangat penting dalam mengatur

pola konsumsi makan balita yang disesuaikan dengan ketersedian pangan

dalam rumah tangga. Selain itu, ibu adalah orang yang paling dekat dengan

balita dimana sejak balita lahir, ibu yang memberikan ASI, memberikan

makanan untuk proses tumbuh kembang balita, serta merawat balita ketika

sakit. Pengasuhan anak yang baik ini akan mengarahkan anak berkembang

menjadi dewasa dengan pola hidup yang baik pula. Dengan demikian,
33

pengetahuan gizi dan pola asuh ibu sangat penting untuk membentuk balita

yang sehat dan terbebas dari stunting

Penelitian oleh (Lubis, 2016) didapatkan hasil bahwa terhadap

hubungan tipe pola asuh terhadap pola makan berdasarkan frekuensi makan

dan status gizi balita berdasarkan indikator TB/U dimana status gizi balita

sangat pendek dan mayoritas terdapat pada tipe pola asuh permisif.

Menurut (Saeni, 2016) dalam penelitiannya menyatakan ada hubungan

antara praktek pemberian makan dan kebersihan diri dengan kejadian

stunting pada balita.

D. Kerangka Teori

Klasifikasi Stunting : Zscore <,20SD


Stunting
Stunting Normal : Zscore >-2,0SD

Praktek pengasuhan yang


kurang baik
Pola Asuh Penyebab Masih Kurangnya akses rumah
Orang Tua tangga kemakanan bergizi

Jangka pendek (terganggunya


Demokratis otak, gangguan perumbuhan
Otoriter fisik)
Pengabaian Dampak Jangka panjang (menurunnya
Permisif (bebas/ kekebalan tubuh , dan
memanjakan)
kemampuam prestasi belajar)

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Hubungan Pola Asuh Dengan Kejadian


Stunting Pada Balita
34

E. Kerangka Konsep

Pola Asuh Kejadian Balita


Orang Tua Stunting

Ket :
: Variabel Inependent

: Variabel Dependent

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep Hubungan Pola Asuh Dengan Kejadian


Stunting Pada Balita

F. Defenisi Oprasional dan Kriteria Objektif

Definisi operasional adalah sebuah batasan-batasan yang diberikan

oleh peneliti terhadap variable penelitiannya sendiri sehingga variable

penelitian dapat di ukur.

1. Variable Independent

Variabel independen dari penelitian ini yaitu Pola Asuh orang

Tua. Dalam penelitian ini skala pengukuran variabel yang digunakan

adalah skala ordinal. Peneliti memberikan skala untuk mengukur

variabel- variabel yang akan diteliti melalui anggapan responden dengan

menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang tentang

fenomena sosial. Dalam penelitian, fenomena sosial ini telah ditetapkan

secara spesifikoleh peneliti yang selanjutnya disebut sebagai variable

penelitian. Skala likert yang digunakan dalam penelitian ini yaitu


35

minimum skor 1 dan maksimum skor 4, dikarenakan akan diketahui

secara pasti jawaban responden, apakah cenderung kepada jawaban yang

setuju maupun yang tidak setuju. Sehingga hasil jawaban responden

diharapkan lebih relevan, Sugiyono (2014)

Skala ini memiliki unit pengukuran yang sama sehingga jarak

antara satu titik dengan titik yang lain dapat diketahui. Dalam skala ini

pemberian bobot skor sebagai berikut :

Table 3.1 Skala Likert

No. Kategori
Score

1. Selalu (SL) : Melakukan Setiap Hari 4

2. Sering (S) : Melakukan 5 – 6 Seminggu 3

3. Jarang (J) : Melakukan 1 – 3 Seminggu 2

4. Tidak Pernah (TP) : Tidak Pernah Melakkan 1

2. Variabel Dependent

Variabel dependen dari penelitian ini yaitu Kejadian

Stunting.Dalam penelitian ini skala pengukuran variabel yang digunakan

adalah skala Nominal, Alat ukur yang digunakan yaitu Microtois dan

dibantu dengan Tabel Z-Score, balita dikategorikan stunting jika hasil

Ukur Z-Score <-2SD dan dikategorikan Norman Jika Z-Score >-2SD.


36

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah penulis

paparkan diatas, maka hipotesis yang diajukan peneliti dalam penelitian ini

adalah :

H1 : Ada Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Kejadian Stunting Pada Balita

Usia 2 - 5 Tahun Di Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi Kabupaten

Polewali Mandar Tahun 2021.

H0 : Tidak Ada Hubungan Pola Asuh Ibu Dengan Kejadian Stunting Pada

Balita Usia 2 - 5 Tahun di Wilayah Kerja Puskesmas Anreapi

Kabupaten Polewali Mandar Tahun 2021.

Anda mungkin juga menyukai