Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Blok Pengelolaan
Masalah Kesehatan.
Tujuan pembuatan Laporan Blok Gangguan Dermatomuskuloskeletal.. Skenario
adalah untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan yang diberikan, sekaligus
memenuhi tugas Blok Pengelolaan Masalah Kesehatan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
laporan ini dapat diselesaikan pada waktunya.
Kami menyadari bahwa dalam pengerjaan laporan ini jauh dari sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun, khususnya dari dosen guna menjadi acuan dalam bekal
pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan datang.
Tim Penyusun
KATA PENGANTAR..................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
SKENARIO................................................................................................................................3
KESIMPULAN........................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................30
Stunting pasti pendek, tetapi pendek belum tentu stunting. Mari mengenali
bedanya.Stunting mampu merenggut kesejahteraan dan masa depan anak-anak. Di
Indonesia, prevalensinya yang sangat tinggi tergolong masalah genting dan perlu
segera dituntaskan. Ini pula yang menjadi sorotan pada debat calon presiden putaran
ketiga 2019 pada Minggu, 17 Maret lalu.Anak stunting biasanya bisa dikenali dari
tubuh yang pendek. Namun, bukan berarti semua anak bertubuh pendek menandakan
stunting, meski tubuh lebih pendek juga perlu diwaspadai. Kebingungan soal
perbedaan ini pernah diungkap sebuah studi di Tanzania. Peneliti menemukan,
banyak orang tua yang sebetulnya menyadari pertumbuhan anak terhambat tetap
menganggap normal karena tak bisa membedakan kapan anak yang pendek
mengalami stunting atau gangguan pertumbuhan tertentu.Ketua Umum Ikatan Dokter
Anak Indonesia (IDAI), Dr. Dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K)., FAAP., dan Prof.
dr. Dodik Briawan MCN berpendapat perbedaan terbesar antara pendek dan stunting
terletak pada penyebab.Menurut mereka, tubuh pendek bisa disebabkan sangat
banyak hal, sedangkan stunting lebih disebabkan gizi buruk berkepanjangan
(malnutrisi kronis) ditambah sejumlah faktor terkait.“Selain kurangnya gizi, infeksi
berulang dan penyakit kronis menjadi penyebab stunting," kata dr Aman.Indonesia
termasuk negara dengan penderita gizi buruk akut dan kronis. Persentase balita
penderita stunting pada 2017 naik dibandingkan dua tahun sebelumnya, berada di
angka 29,6 persen dan wasting (kurus) sebanyak 9,5 persen, serta underweight (gizi
kurang) yakni 17,8 persen.Steven Dowshen, MD., menambahkan, agar lebih jeli
membedakan pendek dan stunting ada baiknya memahami dulu seperti apa pola
pertumbuhan anak berperawakan pendek (short stature), mengingat jenis dan
penyebab tubuh pendek cakupannya sangat luas.Berdasar variasi, papar Dowshen,
pola pertumbuhan anak terbagi dua. Normal dan tidak. Anak bertubuh pendek yang
normal, biasanya tidak memiliki gejala penyakit atau gangguan tertentu yang
memengaruhi tingkat dan kecepatan pertumbuhan. Ini bisa terjadi karena turunan
1. Stunting
-
ANALISIS MASALAH
1) Airway : bebas
2) Breathing :bebas
3) Circulation :
- Nadi: 128X/menit
- TD: 60/Palpasi
- Akral terba dingin
- CRT >4 detik
- Syok hipovelemik kelas III hal ini sesuai dengan table diatas dan
keadaan yang dialami pasien tersebut
- Penatalaksanaan : sesuai table diatas syok hipovelemi kelas III
membutuhkan koreksi awal yaitu cairan kortisol dan darah . Cairan
resusitasi yang digunakan adalah cairan isotonik NaCl 0,9% atau
ringer laktat. Pemberian awal adalah dengan tetesan cepat sekitar 20
ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter pada orang dewasa.
Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan pemantauan
tanda vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan
hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya. Pemberian
cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang
hilang dalam waktu satu jam, karena distribusi cairan kirstaloid lebih
cepat berpindah dari intravaskuler ke ruang intersisial.
e) (Disability) (Evaluasi Neurologis)
Disability merpakan evaluasi neuroogis secara cepat setelah survey
awal. Dengan evaluasi ini kita dapat menilai tingkat kesadaran, besar dan
reaksi pusi. Evaluasi ini mengguanakn metode AVPU, yaitu :[1]
- A Alert/Sadar
- V Vokal/Adanya Respon Terhadap Stimuli Vokal
- P Painul/Adanya Rspon Hanya Pada Rangsangan Nyeri
- U Unresponsive/Tidak Ada Respon Sama Sekali
f) (Eksposure) (Kontrol Lingkunagn)
Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pakaian penderita
harus dilepas, selain itu perlu dihindari terjadnya hipotermia.[1]
2. Bagaimana pemeriksaan penunjang dan interpretasinya?
Pemeriksaan radiologi dan interpretasi
Peran Radiologi :[5]
1. Diagnosis dan evaluasi tipe fraktur dan dislokasi
2. Monitoring hasil terapi dan komplikasi
Pencitraan kasus
Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata pada foto
rontgen biasa. Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau fraktur
kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya cara untuk
menunjukkan apakah fraktur vertebra mengancam akan menekan medula
spinalis, sesungguhnya potret transeksional sangat penting untuk visualisasi
fraktur secara tepat pada tempat yang sukar misalnya kalkaneus atau
asetabulum, dan potret rekonstruksi tiga dimensi bahkan lebih baik.
Scanning radioisotop berguna untuk mendiagnosis fraktur tekanan yang
dicurigai atau fraktur tidak bergeser yang lain.
Anamnesis :
- Anak laki-laki 12 tahun
- Jatuh tertabrak motor
- Jatuh dengan posisi telapak tanggan kanan sebagai tumpuhan
badan
- Terhempas sejauh 2 meter dari titik kejadian
- Mengalami tubrukan yang cukup keras pada tungkai kanan bawah.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Rontgen
Ditemukan gambaran seperti di bawah ini :
1. Fraktur monteggia
Karena frakturnya terjadi pada os ulna dan disertai dislokasi os radius
proksimal.
2. Open fraktur 1/3 distal Os tibia dekstra.
Karena frakturnya terjadi pada os tibia 1/3 distal dan terjadi hubungan
dengan lingkugan luar melalui kulit sehingga disebut fraktur terbuka.
Definisi Fraktur
Patofisiologi
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma
baik itu karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil
atau tidak langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan
menyangga, juga bisa karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah
tulang patela dan olekranon, karena otot trisep dan bisep mendadak
berkontraksi.Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup,
tertutup bila tidak ter dapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia
luar, terbuka bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
oleh karena perlukaan di kulit.
Klasifikasi Fraktur
A. Klasifikasi Etiologis
Fraktur traumatik : Terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
Fraktur patologis : Terjadi pada tulang karena adanya kelainan atau
penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi,
tumor, kelainan bawaan) dan dapat terjadi secara spontan atau
akibat trauma ringan.
Fraktur stress : Terjadi karena adanya stress yang kecil dan
berulang-ulang pada daerah tulang yang menopang berat badan.
Fraktur stress jarang sekali ditemukan pada anggota gerak atas.
B. Klasifikasi klinis
2) Tipe III b
Fraktur disertai dengan trauma hebat dengan kerusakan dan
kehilangan jaringan, terdapat pendorong ( stripping ) periost,
tulang terbuka, kontaminasi yang hebat serta fraktur komunitif
hebat.
3) Tipe III c
Fraktur terbuka dengan kerusakan arteri yang memerluka
perbaikan tanpa memperhatikan tingkat kerusakan jaringan
lunak.
Pada pasien tersebut terjadi fraktur moteggia tertutup dan fraktur
Os tibia terbuka.
C. Klasifikasi radiologis
i. Lokalisasi : diafisial, metafisial, intra-artikuler, fraktur dengan
dislokasi.
ii. Konfigurasi: fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spinal,
fraktur segmental, fraktur komunitif (lebih dari deaf ragmen),
fraktur beji biasa vertebra karena trauma, fraktur avulse, fraktur
depresi, fraktur pecah, dan fraktur epifisis.
iii. Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle
atau torus, fraktur garis rambut, dan fraktur green stick.
iv. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya :
tidak bergeser, bergeser (berdampingan, angulasi, rotasi,
distraksi, overring, dan impaksi).
4. Bagaimana penatalaksaan dari kasus tersebut?
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Awal
Gangguan Fungsi
Menurut WHO tingkatan gangguan fungsi dapat dikategorikan sebagai
berikut:[12]
1. Impairment, yaitu keadaan kehilangan atau ketidaknormalan dari kondisi
psikologis, fisiologis, atau struktur anatomi atau fungsi.
2. Disability, yaitu segala restriksi atau kekurangan kemampuan untuk
melakukan aktivitas dalam lingkup wajar bagi manusia yang diakibatkan
impairment.
3. Handicap, yaitu hambatan dalam individu yang diakibatkan oleh
impairment dan disability yang membatasi pemenuhan peran wajar
seseorang sesuai dengan faktor umur, seks, sosial, dan budaya.
Bertitik tolak dari kerangka pemikiran upaya rehabilitasi fisik tersebut
maka penanganan bersifat komprehensif, sehingga layanan rehabilitasi dapat
diartikan sebagai upaya terkoordinasi yang bersifat medik, sosial, edukasi dan
kekaryaan untuk melatih sesseorang kearah tercapainya kemampuan
fungsional semaksimal mungkin, dan menjadikan individu sebagai anggota
masyarakat yang berswasembada dan berguna. Upaya rehabilitasi fisik
merupakan upaya medik untuk mencegah terjadinya impairment, disability,
dan handicap dengan memanfaatkan kemampuan yang ada.