DISUSUN OLEH :
Ida Bagus Ananta W
G99142090
Egtheastraqita C G99141091
Mugi Tri Sutikno G99141092
Wahyu Pamungkas
G99141093
Bima Kusuma Jati G99151038
PEMBIMBING
Istar Yuliadi,dr., M.Si., FIAS
KATA PENGANTAR
maupun
nasihat,
oleh
karena
itu
penulis
Penulis
menyadari
bahwa
referat
ini
masih
belum
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................iv
DAFTAR ISTILAH...............................................................................v
BAB I. PENDAHULUAN...................................................................... 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................4
A. Definisi Marah..............................................................................4
B. Emosi.............................................................................................7
C. Pendekatan Emosi Dilihat Dari Sisi Budaya............................ 8
D. Teori Dasar Marah.......................................................................11
1 Teori Perkembangan Freud....................................................11
2 Teori Erik Erikson...................................................................21
3 Teori Kepribadian Jean Piaget................................................ 27
4 Teori Hubungan Kepribadian Dengan Marah.........................31
5 Teori Hubungan Kognisi Dengan Marah................................. 37
6 Teori Hubungan Pengalaman Seksual Dengan Marah............ 41
E. Mekanisme Marah.......................................................................43
1 Teori Psikoneuroimunologi.....................................................43
2
Teori Neurologis.....................................................................54
F. Manifestasi Marah.......................................................................57
1 Waktu yang Tepat untuk Marah.............................................60
2 Manfaat Marah......................................................................61
G. Anger Management.....................................................................62
1. Teori Coping...................................................64
2. Manajemen Marah.........................................71
BAB III PENUTUP ..............................................................................76
A SIMPULAN ...............................................................................76
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................77
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Gambar 2.
Gambar 3.
Gambar 4.
Rumination
Model Mediasi
DAFTAR ISTILAH
AC-O
ACTH
: Adenocorticotropin Hormone
5
AM
ANS
: Anger Management
: Autonomic Nervous System
AVP
: Arginin Vasopressin
BBAQ
BOLD
CBT
CNS
CR
: Cognitive Restructuring
CRF
DACC
DLPFC
EQ
: Emotional Quotient
GABA
HPA
: Hipothalamio-pituitary-adrenal
IFN
: Interveron
IL
: Interleukin
PNI
: Psikoneuroimunologi
PVN
: Paraventricular Nucleus
RAS
SAM
STAXI
TNF
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk yang unik. Segala kemampuan diberikan Tuhan
kepada manusia, baik kemampuan positif maupun kemampuan negatif, salah satu
kemampuan yang diberikan Tuhan kepada manusia adalah emosi. Ada tiga emosi
dasar yang dimiliki manusia sejak bayi hingga wafat yaitu emosi marah, senang
dan takut. Manifestasi masing-masing emosi tersebut berbeda-beda tergantung
dengan usianya, tahap perkembangan dan situasi serta kondisi saat emosi tersebut
muncul (Yadi, 2006: 13).
Setiap orang pernah merasakan marah. Menurut Harry Mills (2005),
kemarahan bukan emosi yang dilahirkan dan bukan sesuatu yang dipelajari pada
sebagian besar perilaku. Fenomena marah menjadi bagian penting yang
membentuk respon emosional perilaku tindakan yang kurang baik. Apalagi di
tengah masa serba krisis seperti ini, dimana semakin banyaknya pengangguran,
kenaikan harga barang yang meresahkan dan tuntutan pemenuhan kebutuhan
hidup yang semakin tinggi.
Adakalanya pula seseorang menjadi marah di dalam situasi yang
membuatnya merasa terancam atau dapat merugikan dirinya sendiri, ditambah lagi
saat ini banyak moralitas yang tidak baik, orang-orang yang sering melakukan
perbuatan buruk, atau sering berbuat kejahatan biasanya akan membuat orang
tersebut mudah marah. Hal itupun merupakan reaksi yang wajar. Akan tetapi
marah akan menjadi negatif dan tidak sehat, apabila seseorang itu menjadi tidak
sabar sehingga bersikap impulsif dan melakukan agresivitas (Bhave & Saini,
2009; Reilly & Shopshire, 2002).
Mengekspresikan marah, bukan berarti seseorang harus menjadi
agresivitas. Justru faktanya, dengan mengekspresikan marah dapat mencegah
terjadinya agresivitas dan membuat orang lain menjadi meminta maaf (Izard
dalam Thomas, 2001). Maksudnya dengan mengekspresikan marah secara positif,
dapat membuat orang lain menjadi tersadar akan kesalahannya dan dapat
membantu seseorang pula agar bisa bertahan dalam mengatasi permasalahannya
di berbagai situasi (Averil & Novaco dalam Bhave & Saini, 2009). Sebagai contoh
dalam hal kepemimpinan yang dimiliki seorang Ahok, Gubernur DKI Jakarta,
pemimpin dalam meyakinkan masyarakat untuk mengikuti aturan-aturan yang
telah ditetapkan dengan cara marah yang tegas, dan cara yang dilakukan Ahok ini
terbukti berhasil dalam mengatur warga Jakarta. Salah satu kejadian marah yang
dimuat dalam portal berita nasional pada tanggal 4 September 2014. Saat itu Ahok
meluapkan kemarahan karena kecewa dengan kartu virtual account produksi
Bank DKI, Direktur Utama Bank DKI Eko Budiwiyono yang duduk di
hadapannya terlihat pucat. Ia tertunduk, mengangguk, dan akan memperbaiki
menjadi lebih baik (Wijayanti, 2014).
Dalam hal ini antara marah dan agresivitas, jelas berbeda. Dimana marah
merupakan
emosi,
sedangkan
agresivitas
adalah
perilaku
yang
dapat
menyebabkan kerugian bagi orang lain atau merusak barang dan kekerasan lisan
(Reilly & Shopshire, 2002).
Semua orang pernah mengalami marah, namun setiap orang akan menjadi
penentu bagi dirinya sendiri dalam mengekspresikan marahnya. Cara seseorang
dalam mengekspresikan marahnya bisa digolongkan menjadi tiga: (1) agresivitas
ke orang lain (directed toward others) yaitu ekspresi marah yang merusak dengan
cara negatif sehingga mengakibatkan timbulnya agresivitas secara fisik dan lisan,
seperti berteriak, menjerit, memukul, menghancurkan barang, melempar buku
atau kursi; (2) mengarah ke dalam diri (directed inward) atau ditekan (supressed),
akibatnya juga dapat merusak pada diri seseorang, karena dapat meningkatkan
risiko tekanan darah tinggi, depresi, bunuh diri, penyakit pernapasan, membuat
seseorang menjadi lebih banyak merokok, minum alkohol, gagal di sekolah dan
sebagainya; (3) mengontrol dengan baik (well controlled) yaitu dengan
mengekspresikan marah secara positif (Bhave & Saini, 2009).
Mengekspresikan marah secara positif atau terkontrol merupakan emosi
yang menyehatkan dan menjadi tujuan setiap orang. Sebenarnya marah
merupakan tanda atau alarm yang akan mengalir ke otak, bahwa ada sesuatu yang
salah, sehingga akan memberikan energi pada tubuh berupa adrenalin untuk
memperbaiki situasi yang terjadi. Saat keadaan marah terjadi, seseorang dapat
memilih tiga cara primitif yang mendasar sekali untuk dilakukan yaitu: (1) dengan
mempersiapkan segala sesuatu yang nantinya dapat mengancam; (2) langsung
berjuang menghadapinya; dan (3) mencoba lari untuk menghindarinya (Bhave &
Saini, 2009; Provenzana, 2004).
Ketika kita mengelola kemarahan dengan baik, ia meminta kita untuk
membuat perubahan positif dalam hidup dan situasi kita. Pengendalian emosi
marah (Anger management) dengan tindakan yang mengatur pikiran, perasaan,
nafsu marah dengan cara yang tepat dan positif serta dapat diterima secara sosial,
sehingga dapat mencegah sesuatu yang buruk terjadi baik pada diri sendiri
maupun orang lain. Seseorang tidak bisa melepaskan atau menghindari sesuatu
atau orang lain yang membuat mereka marah, juga tidak bisa mengubahnya, tapi
seseorang tersebut dapat belajar untuk mengontrol reaksi yang akan diberikan
terhadap hal-hal tersebut (Holloway, 2003).
Penelitian tentang marah sudah banyak dilakukan dan para ahli sepakat
bahwa marah akan menjadi masalah bila frekuensi, kekuatan dan lamanya marah
begitu tinggi atau dikelola tidak efektif. Intervensi psikoedukasi seperti anger
management training (AMT) bukanlah terapi, melainkan dapat menghasilkan
potensi
untuk
perubahan
perilaku
dengan
meningkatkan
pengetahuan,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Marah
Menurut American Psychological Association (2015), marah adalah
emosi yang ditandai dengan antagonisme terhadap seseorang atau sesuatu
yang dirasakan telah sengaja melakukan kesalahan. Kemarahan adalah respon
alami dan sebagian besar otomatis untuk rasa sakit suatu bentuk atau yang
lainnya (fisik atau emosional). Kemarahan bisa terjadi ketika orang tidak
merasa baik, merasa ditolak, merasa terancam, atau mengalami beberapa
kerugian.
Kemarahan adalah emosi yang normal dengan berbagai intensitas, dari
iritasi ringan dan frustrasi mengamuk.Ini adalah reaksi terhadap ancaman
untuk diri kita sendiri, orang yang kita cintai, property kita, citra diri kita,
atau beberapa bagian dari identitas kita.Kemarahan adalah lonceng peringatan
yang memberitahu kita bahwa ada sesuatu yang salah. Berikut adalah istilah
tentang marah, yaitu:
1. Sering dikenal sebagai "flight or fight" respon.
2. Pengalaman kognitif kemarahan, atau bagaimana kita memandang dan
berpikir tentang apa yang membuat kita marah. Sebagai contoh, kita
mungkin berpikir sesuatu yang terjadi pada kita adalah salah, tidak
adil, dan tidak layak.
3. Perilaku, atau cara kita mengekspresikan kemarahan kita. Ada berbagai
macam perilaku untuk memberikan sinyal kemarahan. Kita mungkin
terlihat dan terdengar marah, berubah menjadi merah, meningkatkan
volume suara kita, bungkam, membanting pintu, atau memberi sinyal
kepada orang lain bahwa kita marah. Kita juga mungkin menyatakan
bahwa kita marah dan mengapa, meminta waktu menyendiri, meminta
maaf, atau meminta sesuatu untuk berubah.
terhadap
norma
sosial
dan
keinginan
lingkungannya
maka
sering
memunculkan emosi yang kurang nyaman seperti marah dan sedih. Namun
hal itu sesungguhnya bisa diarahkan pada kegiatan yang positif seperti
olahraga atau musik. Tentu saja hal itu tidak mudah jika seorang remaja tidak
mempunyaimanajemen
marah
yang
baik.
Sehingga
dapat
marah,
salah
satunya
adalah
bahwa
cara
seseorang
bisa
digunakan
adalah
pendekatan
cognitive-behavior
yang
membentuk
bagaimana
orang
di
suatu
budaya
Dengan
demikian,
aturan
dekode
adalah
kematian
pada
satu
budaya
diartikan
sebagai
malu
pada
orang
lain,
sedangkan
orang
Jepang
serta
berbeda
antara
satu
kebudayaan
kebudayaan
yang
adiluhung.
Kebudayaan
Indonesia
sendiri
terdapat
begitu
banyak
mempengaruhi
semua
aspek-aspek
lain
dari
kemarahan,
dan
cara
mengekspresikan
10
secara
kongkrit
kelakukan kebudayaan
tersebut
pandangan,
hukum,
aturan,
sebagainya,
yang
akan
berupa
aspek tata
cita-cita,
kepercayaan,
mendorong,
norma,
sikap
dan
mengarahkan, dan
teoritis,
pandangan
hidup
masyarakat
lebih
terkonsep
rapi
dibandingkan
dengan
halus
dan
bersifat
tidak
langsung
dalam
Sehingga
dalam
kalangan
tertentu
bisa
saja
11
tingkat
kesadaran,
yakni
sadar
(conscious),
prasadar
ini
dipakai
untuk
mendiskripsi
unsur
12
kekesadaran
(consciousness).
Isi
daerah
sadar
itu
atau
unconscious,
begitu
orang
memindah
berasal
dari
conscious
dan
clanunconscious.
13
dipindah
ke
daerah
taksadar.
Isi
atau
materi
dalam
ketidaksadaran,
pengaruhnya
dalam
mengatur
Komponen Struktural
1) Id (Das Es)
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari
id ini kemudian akan muncul ego dan superego. Saat dilahirkan, id
berisi semua aspek psikologik yang diturunkan, seperti insting,
impuls dan drives. Id berada dan beroperasi dalam daerah
unconscious, mewakili subjektivitas yang tidak pemah disadari
sepanjang usia. Id berhubungan erat dengan proses fisik untuk
mendapatkan energi psikis yang digunakan untuk mengoperasikan
sistem dari struktur kepribadian lainnya.
14
yaitu:
berusaha
memperoleh
kenikmatan
dan
mengurangi
atau
menghilangkan
tegangan
itu;
reaksi
otomatis
yang
dibawa
sejak
lahir
seperti
atau
menghilangkan
stimulus
kompleks,
tegangan
seperti
dipakai
bayi
yang
untuk
lapar
15
beroperasi
memakai
prinsip
idealistik
(idealistic
16
realistik dari Ego. Superego berkembang dari ego, dan seperti ego
dia tidak mempunyai energi sendiri. Sama dengan ego, superego
beroperasi di tiga daerah kesadaran. Namun berbeda dengan ego,
dia tidak mempunyai kontak dengan dunia luar (sama dengan Id)
sehingga kebutuhan kesempurnaan yang diperjuangkannya tidak
realistik (Id tidak realistik dalam memperjuangkan kenikmatan).
Prinsip
idealistik
mempunyai
dua
subprinsip,
yakni
17
c.Komponen Sekuensial
Bagian ketiga dan terakhir dari model Freud adalah komponen
tahapan atau komponen sekuensial (sequential or stage component).
Bagian ini menekankan pola atau gerak maju organisme melalui
tahapan-tahapan perkembangan yang berbeda dan semakin lama
semakin adaptif. Menurut Freud, pintu pertama menuju kematangan
adalah tahapan perkembangan genital, dimana terbentuk hubungan
yang berarti berlangsung terus menerus.
d.
Komponen Dinamik
Semangat (atau arah) perkembangan ilmiah dan intelektual pada
akhir abad ke-19 terpusat di sekitar kajian tentang energi dan Freud
menerapkan konsep energi tersebut terhadap perilaku manusia. Ia
menyebut energi ini sebagai energi psikis (psychic energy) atau energi
yang mengoperasikan berbagai komponen sistem psikologis.
Freud berpendapat bahwa insting (instincts) atau dorongandorongan psikologis yang muncul tanpa dipelajari adalah sumber utama
energi psikis. Insting memiliki dua ciri khas yang sangat penting,
yakni: ciri konservatif (pelestarian) dan ciri repetitif (perulangan).
Maksudnya, insting selalu menggunakan sesedikit mungkin jumlah
18
19
20
Oedipus.
Freud
memandang
keberhasilan
kompleks
Oedipus
dan
kompleks
kastrasi
dari
masa-masa
pragenital
bersifat
21
dari stimulasi dan manipulasi tubuhnya sendiri sedangkan orangorang lain dikateksis hanya karena membantu memberikan bentukbentuk tambahan kenikmatan tubuh bagi anak. Selama masa
adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisisme ini disalurkan ke
pilihan-pilihan objek yang sebenarnya.
Kateksis-kateksis pada tahap-tahap oral, anal, dan phalik lebur
dan di sistensiskan dengan impuls-impuls genital. Fungsi biologis
pokok dari tahap genital tujuan ini dengan memberikan stabilitas
dan keamanan sampai batas tertentu.
2. Teori Erik Erikson
a.
Struktur Kepribadian
Erikson (Alwisol, 2009:85-88) menyatakan bahwa struktur
kepribadian manusia dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1) Ego Kreatif
Ego kreatif adalah ego yang dapat menemukan pemecahan
kreativitas atas masalah baru pada setiap tahap kehidupan. Apabila
menemukan hambatan atau konflik pada suatu fase, ego tidak
menyerah tetapi bereaksi dengan menggunakan kombinasi antara
kesiapan batin dan kesempatan yang disediakan lingkungan. Ego
yg sempurna memiliki 3 dimensi, yaitu faktualisasi, universalitas
dan aktualitas.
a) Faktualisasi adalah kumpulan sumber data dan fakta serta
metode yang dapat dicocokkan atau diverifikasi dengan metode
yang sedang digunakan pada suatu peristiwa. Dalam hal ini,
ego berisikan kumpulan hasil interaksi individu dengan
lingkungannya yang dikemas dalam bentuk data dan fakta.
b) Universalitas adalah dimensi yang mirip dengan prinsip realita
yang dikemukakan oleh Freud. Dimensi ini berkaitan dengan
sens of reality yang menggabungkan pandangan semesta/alam
dengan sesuatu yang dianggap konkrit dan praktis.
c) Aktualitas adalah metode baru yang digunakan oleh individu
untuk berhubungan dengan orang lain demi mencapai tujuan
22
bersama. Dalam hal ini, ego merupakan realitas masa kini yang
berusaha
mengembangankan
cara
baru
untuk
dapat
23
sosial
dan
historikal.
Erikson
(Alwisol,
2009:88)
Dinamika Kepribadian
Feist dan Feist (2008, 215-217) menyatakan bahwa perwujudan
24
tiap
tuntutan
penyesuaian
dari
masyarakat
(Berk,
25
26
seperti
orang
dewasa
sehingga
tampak
adanya
dengan
orang
lain
secara
lebih
mendalam.
27
kegagalan
dalam
melewati
tahapan
ini
akan
dan
pengaruh
lingkungan,
keduanya
1)
kematangan,
sebagai
hasil
perkembangan
pengaruh-pengaruh
yang
diperoleh
dalam
organisme
keseimbangan
agar
dan
mampu
mempertahankan
penyesuaian
diri
terhadap
periode
perkembangan
kepribadian
dan
Periode
Periode
Periode
Periode
sensorik-motorik ( 0 2 tahun )
pra-operasional (2 7 tahun )
operasional konkret ( 7 11 tahun )
opersional formal ( 11 dewasa )
Perlu
diingat,
sebelum
tuntasnya
suatu
tahap,
atau
mengalami
berikutnya.
Proses
dalam
gangguan
setiap
dalam
tahap
tahap
melibatkan
28
berusaha
meniup-niup
boneka
bebeknya.
lingkaran
mempertahankan
hal-hal
yang
seorang
bayi
berusia
satu
setengah
mental,
citraan
yaitu
dalam
kemampuan
pikirannya
untuk
29
pengalaman
langsung
ketika
mencerap
tahap
pra-operasional,
anak
mulai
kata-kata
dan
gambar-gambar
ini
kemampuan
mempergunakan
simbol
ini,
ini,
anak-anak
bersifat
sangat
egosentris,
pandang,
yaitu
sudut
pandangnya
sendiri
(Boeree, 2008).
c. Tahap Oprasional Konkret ( 7 11 tahun )
Kata
prinsip-prinsip
logika
yang
kita
gunakan
atau
dalam
30
telah
memiliki
kemampuan
untuk
jumlah
benda
cair.
Maksud
ingatan
yang
kemampuan
mempertahankan
terkahir
dalam
mempertahankan
merupakan
kemampuan
untuk
merupakan
kemampuan
untuk
menurut
tampilannya,
karakteristik
lain,
termasuk
serangkaian
benda-benda
ukurannya,
gagasan
dapat
atau
bahwa
menyertakan
31
Anak
aspek
mulai
dari
mempertimbangkan
suatu
permasalahan
beberapa
untuk
bisa
jumlah
benda-benda
tidak
berhubungan
ruangan,
kemudian
Ujang
32
prinsip-prinsip
untuk
logika
menyelesaikan
dan
persoalan-
Tipe Kepribadian
Dalam ilmu psikologi, dikenal teori 4 tipe kepribadian. Teori ini
dikenalkan pertama kali oleh Galen, seorang ahli fisiologi yang hidup
pada abad ke-2 Masehi. Walaupun tipe ini dianggap kuno, tetapi masih
digunakan oleh psikolog-psikolog di jaman modern ini. Tipe-tipe
33
tugas
yang
sulit
dan
suka
ditantang.
Bisa
34
35
4) Phlegmatis
Kekuatan: Kadang tipe ini dipandang sebagai orang yang lamban.
Sebenarnya bukan karena ia kurang cerdas, tapi justru karena ia
lebih cerdas dari yang lain. Mudah bergaul dan santai. Mudah
diajak rukun dan menyenangkan. Tenang, teguh, sabar dan
seimbang. Hidup konsisten. Tidak banyak cakap tetapi bijaksana.
Simpatik dan baik hati. Menyembunyikan emosi. Hidupnya penuh
tujuan. Tidak suka mempersoalkan hal sepele. Punya banyak akal
dan bisa mengucapkan kata-kata yang tepat di saat yang tepat.
Pendengar yang baik, memiliki rasa humor yang tajam. Suka
mengawasi orang lain. Berbelas kasihan dan peduli. Dalam
bekerja: cakap dan mantap, dapat menengahimasalah. Menghindari
pertikaian. Menemukan cara yang mudah. Baik dibawah tekanan.
Kelemahan: Terlalu pemalu dan tidak banyak bicara. Tidak suka
keramaian. Suka takut dan kawatir. Mementingkan diri sendiri dan
suka merasa benar sendiri. Tidak antusias. Suka menilai orang lain.
Suka menunda-nunda sesuatu. Kurang disiplin dan motivasi diri.
Malas dan tidak peduli. Membuat orang lain merosot semangatnya.
Lebih suka menonton. Tidak suka tantangan/resiko. Terlalu suka
kompromi. Perlu waktu untuk menerima perubahan. Tidak suka
didesak-desak.
Kemudian
Ernst
Kretschmer
(1888-1964)
dalam
bukunya
36
38
mampu
menggunakan
emosi
mereka
untuk
emosi
pada
diri
mereka
sendiri
(Goleman, 2009).
b.
yang
dikenal
dengan
cognitive
emotion
39
regulation
(Ochsner
pengaturan
dan
informasi
Gross,
yang
2008).
disebut
Strategi
cognitive
daerah
cingulate
yang
sering
terlibat
pada
berkurang.
Lebih
jauh
lagi,
perubahan
40
yang
menyebabkan
emosional,
daya
simpan
termasuk
marah
akan
memori
semakin
kuat
Behavioral Inhibition
Salah satu dimensi yang penting dalam kognisi
untuk
mengesekusi
respon
motorik
maka
41
hati
pengambilan
tentang
sangat
keputusan.
suasana
ditemukan
hati
bahwa
berpengaruh
terhadap
Dalam
sebuah
penelitian
dalam
proses
berusaha,
seseorang
yang
mengalami
informasi
yang
mengandung
kesedihan
emosinya
akan
mempengaruhi
tindakannya
(Sternberg, 2008).
Ada beberapa teori mengenai emosi dalam proses
kognisi yang terkait dengan emosi marah dengan
pengambilan keputuisan (Suharman, 2005):
42
1) Teori Skema
Teori
ini
berpandangan
bahwa
orang
yang
seperti
kinerja
seseorang
kognitif
misalnya
keputuasn
dan
ini
sangat
mempengaruhi
menyelesaikan
mengingat,
memecahkan
tugas-tugas
belajar,
membuat
masalah
(Chaplin,
1981).
Yerkes dan Dodson menghasilkan sebuah prinsip
umum (Yerkes Dodson), isinya adalah:
a) Hubungan antara tingkat tekanan, semangat atau
keadaan termotivasi dalam bentuk kurva U
terbalik. Kinerja yang optimal dapat terjadi apabila
semangat (arousal) berada pada tingkat yang
sedang atau moderat.
b) Tingkat optimal dari
berhubungan
secara
semangat
terbalik
atau
gairah
dengan
tingkat
kesulitan tugas.
3) Tingkat Arousal
43
persepsi
dan
dalam
ingatan
manusia
dalam
merencanakan
masa
depannya
(Suharnan, 2005).
6. Teori Hubungan Pengalaman Seksual Dengan Marah
Pengalaman stress yang negatif atau tidak disukai dihubungkan dengan
kerusakan terhadap otak dan perilaku. Stress yang tidak disukai dan
trauma ini merupakan faktor predisposisi mayor terhadap perkembangan
psikopatologi. Hippokampus secara khusus, sensitif terhadap stress yang
tidak disukai, merespon dengan mengurangi adult neurogenesis,
kempleksitas dendrit dan kekenyalan sinap. Stress negatif meningkatkan
kecemasan, yang mekanismenya dihubungkan dengan hippokampus.
Peningkatan kadar glukokortikoid telah dikaitkan dengan dampak-dampak
di atas (Leuner et al, 2010).
Blocking stress memicu peningkatan kadar kortikosteron yang dapat
mecegah dampak kerusakan pada adult neurogenesis, kompleksitas
dendrit dan kecemasan. Hal tersebut bisa terjadi pada pengalaman stress
yang menguntungkan seperti proses learning, berlari, latihan fisik, dan
pengalaman seksual. Meskipun bukti tentang peningkatan hormon stress
44
45
E. Mekanisme marah
1. Teori Psikoneuroimunologi
Psikoneuroimunologi
(PNI)
merupakan
pembelajaran
tentang
interaksi antara proses psikologis, sistem saraf, dan kekebalan tubuh. PNI
mengambil pendekatan anterdisiplin menggabungkan antara psikologi,
neuroscience,
imunologi,
fisiologi,
anatomi,
farmakologi,
biologi
langsung
pada
sistem
kekebalan
tubuh.
Hal
tersebut
menunjukkan bahwa kondisi psikis seperti stres, emosi, dan kondisi psikis
lain memiliki efek langsung pada sistem imun tubuh (Price, 2006).
Terdapat peningkatan dalam hubungan antara stress psikologi dan
berbagai macam kondisi kesehatan. Suatu bukti mengesankan adanya
hubungan antara sistem imun, sistem limbik, sistem saraf pusat (central
nervous system) dan sistem endokrin, di mana sistem ini dapat dipengaruhi
oleh
faktor
sosial
dan
psikologi.
Pada
1964,
Solomon
dkk
46
47
Gambar
2.
Hubungan
antara Psikis
dan Sistem
Neuroendokrin
HPA axis terdiri atas rangkaian aktivitas hormon yang terlibat
dalam respon stres, yang terdiri dari corticotropin releasing hormone
(CRH), hormon yang diproduksi oleh hipotalamus; adenocorticotropic
hormon (ACTH), hormon yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis
dan kortisol, hormon perifer yang dikeluarkan oleh cortex adrenal
(Arder, 2000; Cohen, 2001; Wingenfeld dan Wolf, 2011).
Pelepasan CRH dipicu oleh berbagai stresor baik psikologis
maupun fisiologis (lapar, inflamasi). Stresor juga menstimulir pelepasan
arginine vasopressine (AVP) oleh neuron paraventricular nucleus
(PVN) hipotalamus. Nucleus paraventrikular hipotalamus adalah
penggerak utama dari respon glukokortikoid terhadap stres. Stimulasi
saraf neurosekretori hipofisiotropik di medial parvoselular PVN
menginisiasi aktivasi HPA axis. Selanjutnya corticotropin releasing
hormone (CRH) dan arginine vasopressine (AVP) dilepaskan dari
terminal saraf neurosekretori di eminentia median dan diangkut ke
hipofisis anterior melalui sistem pembuluh darah portal dari tangkai
hipofiseal. CRH dan vasopressin bertindak sinergis untuk merangsang
48
biosintesis
kortikosteroid
dari
kolesterol
untuk
menurunkan
sensitivitas
terhadap
sakit,
membantu
49
50
konsekuensi
kesehatan.
Misalnya,
gejala
depresi
51
GABA.
Berkurangnya
reseptor
GABA
menyebabkan
GABA dan
dari
jalur
neurotransmiter
persyarafan
yang
berbeda.
biasa
Aktivitas
yang
diperantai
tersebut
juga
oleh
bisa
CRF
oleh
neuron
hipotalamus
bergantung
pada
52
dinyatakan
mempunyai
fungsi
penting
sebagai
Neurotransmitter
Profile).
(2)Dopamine
adalah
53
dengan
mania,
agresifitas,
stress
dan
ansietas,
supresi
kelabilan
sistem
emosi,
imun.
yang
lebih
besar
dan
ketidaknyamanan
54
sepasang
amygdala
yang
terletah
di
atas
55
cortex
mereka
mampu
menenangkan
amygdala
56
marah
dapat
disebabkan
faktor
dipercaya
berperan
dalam
mengatur
metabolismeenzimatikneurotransmitterserotonin,
dopamine,
dan
norepinephrine,
memodulasiregulasi
sehingga
emosidanfungsi
otaksecara
fungsional
aktivitaspadaamigdala,
rendahmenunjukkan
hipokampus,
daninsula
dalam
menanggapiparadigmaemosinegatif.
Penelitianneuroimaging
Lawrence
Murphy,
(2003)
Nimmo-Smith,
&
menunjukkan
bahwarangsanganterkaitkemarahanmelibatkancorticolimbi
cdengan emosinegatif (yaitu daerahkorteks prefrontal,
amygdala,
hipokampus,
insula,
danthalamus).
Pada
Hal
ini
menunjukkan adanya
hubungan
agresif
tidak
selalau
diterjemahkan
sebagai
yang
yang
menyakiti
menjadi
orang
lain
perhatian
dapat
dalam
menjadi
komunitas.
underlying
the
MAOA-aggression
link
Reactive
Sejumlah
rendahnya
penelitian
fungsional
menyatakan
gen
MAOA
bahwa
memiliki
tinggi-
hubungan
reaktivitas
marah
yang
lebih
tinggi
dan
58
Kadar
mempengaruhi
memproduksi
serotonin
daerah
dan
yang
meningkat
rangsangan
mengatur
respon
neurologis
afektif
akan
yang
terhadap
saat
ini
penelitian
yang
menerangkan
luar seperti
59
60
61
F. Manifestasi Marah
Fungsi umum dari agresif terbagi menjadi dua, yaitu
khususnya sebagai kompetisisosial danpemangsa/predator.
Kompetisi sosialmelibatkanindividu sejenis, yang berjuang
untukakses ke sumber daya(misalnya makanan, wilayah,
peringkatsosial,
dll).
Bentukagresiberhubungan
denganrangsanganfisiologisyang
tinggi,
dan
individu
merupakan
konseptualisasi
upaya
ketiga
aspek
tersebut
tidak
menjadi
buruk.
(Bodenmann,
Meuwly,
&
Bradbury, 2010)
62
dengan
perilaku
individu.
Permusuhan
intensitas
mulai
dari
iritasiringan
ataujengkeluntukkemarahanintens,
agresivitassebagaipola
dalamberteriak,
dan
perilakuverbal
atau
intimidasiatauserangan
fisikterwujud
fisik
(Bucharest,
2010).
Pengukuran
temperamen
dan
marah
yang
paling
kejadian negatif.
Tingkat ketenganan,
yaitu
seberapa
terganggu
mudah
oleh
seseorang
sosial.(Hasan, 2006)
Menurut Hasan (2006), temperamen dibagi menjadi
tiga, yaitu:
positf,
mudah
bergaul,
terbuka,
dan
mudah
63
peningkatan
adrenalin
yang
menyebabkan
atau
pengelolaan
kekerasan
marah
merupakan
sangat
masalah
penting.
bersama
di
dalam
mengontrol
kemarahan.
berpengaruh
membangunmakna
terhadapbagaimana
katarelasi
(Murphy,
baik
seperti
masalah
keluarga,
isolasi
sosial,
64
Pengukuran marah dapat dilakukan dengan: 1) StateTrait Anger Expression Inventory (STAXI-2), yaitu kuesioner
yang berisi 57-item yang menilai sifat marah; 2) Skala Anger
Control-Out
(AC-O),
yang
mengukurseberapa
seringseseorangmengontrolekspresidarikemarahan
mereka;
lain
secara
langsung,
dilakukan
dengan
jujur,
65
untuk marah ini kita harus senantiasa mengasah diri dan meningkatkan
kepekaan.
2. Manfaat marah
Otak merupakan pusat kontrol untuk tubuh kita (Addotta, 2006).
Kemarahan berasal dari bagian dari tubuh kita dikenal sebagai amigdala.
Dalam
jurnal
permenit.
Kemarahan
juga
memberikan
dampak
terhadap
penelitian
telah
dilakukan
bagaimana
kemarahan
pelepasan
adrenalin
yang
menyebabkan
kita
untuk
berjalan
lebih
cepat,
untuk
merespon
lebih
cepat,
mengalami
adrenalin
dan
sistem
kemarahan
kelenjar
otak
lain
memerintahkan
dalam
tubuh
kelenjar
untuk
66
adalah
suatu
pola
perilaku
yang
dirancang
untuk
akan
kebutuhan,
marah
keinginan
ketika
dan
sedang
tujuannya
frustrasi
tidak
karena
tercapai.
ketika
orang
tersebut
memilih
untuk
68
resolusi
konflik,
(4)
Intervensi
kombinasi,
yaitu
menggabungkan dua atau lebih intervensi CBT dengan target respon yang
bermacam (Deffenbacher dalam Reilly & Shopshire, 2002).
1. Teori Coping Management
Menurut Lazarus & Folkman (dalam Sarafino, 2006) coping
adalah suatu proses
kesenjangan
dimana
persepsi
individu
mencoba
untuk
mengatur
sebagai
pikiran
dan
perilaku yang
situasi yang menekan. Menurut Baron & Byrne (dalam Sarafino, 2006)
menyatakan bahwa coping adalah respon individu untuk mengatasi
masalah, respon tersebut sesuai dengan apa
yang dirasakan
dan
69
&
MacArthur
(1999) mendefinisikan
keluarga atau
kesulitan
hubungan
dengan
lingkungan
yang
dan
konsekuensi
yang
dihadapinya.
memodifikasi
sumber
stres
dengan
menghadapi
situasi
71
seandainyadia
berada
pada
situasi
yang
menyenangkan.
72
dialaminya
sekarang.
Cara
yang
dilakukan
untuk
represi,
denial,
proyeksi,
reaksi
formasi,
(2004)
copingstress
antara
bagaimana
subjek
faktor-faktor
lain
berpikir
yang
perkembangan
dan
mempengaruhi
kognitif,
memahami
yaitu
kondisinya,
75
2. Manajemen marah
Pengendalian emosi marah (Anger management) adalah suatu
tindakan yang mengatur pikiran, perasaan, nafsu marah dengan cara yang
tepat dan positif serta dapat diterima secara sosial, sehingga dapat
mencegah sesuatu yang buruk terjadi baik pada diri sendiri maupun
orang lain. Seseorang tidak bisa melepaskan atau menghindari sesuatu
atau orang lain yang membuat mereka marah, juga tidak bisa
mengubahnya, tapi seseorang tersebut dapat belajar untuk mengontrol
reaksi yang akan diberikan terhadap hal-hal tersebut (Holloway, 2003).
Menurut American Psychological Association (Bast, 2011) ada beberapa
cara untuk mengendalikan emosi marah pada saat berada dalam situasi
yang tidak menyenangkan, yaitu:
a. Relaksasi
Melakukan relaksasi sederhana, bernafas dengan dalam namun
santai, dapat membantu menenangkan perasaan marah. Melakukan
relaksasi ini dapat dilakukan dengan menarik nafas dalam-dalam dari
diafragma, bayangkan nafas datang dari dalam diri. Perlahan-lahan
ulangi kata atau frase menenangkan seperti, "santai" atau "tenang
saja", terus ulangi sambil mengambil nafas yang dalam. Selain itu
dapat juga dilakukan dengan cara memvisualisasikan pengalaman
santai dari memori atau imajinasi, yoga dan kegiatan serupa juga
dapat
mengendurkan
otot
dan
menenangkan
diri.
Dengan
76
77
jenis
komunikasi,
yaitu
komunikasi
verbal
dan
nonverbal.
lucu
tanpa
menggunakan
aspek
bahasa
untuk
78
menginterpretasi
dan
cara
berpikirnya
dalam
menginterpretasi
dan
b. Assertivity
Asertivitas adalah perilaku interpersonal yang mengandung
pengungkapan pikiran dan perasaan secara jujur dan relatif
langsung yang dilakukan dengan mempertimbangkan perasaan dan
kesejahteraan orang lain. Seseorang dapat dikatakan berperilaku
asertif jika ia mempertahankan dirinya sendiri, mengekspresikan
perasaan yang sebenarnya, dan tidak membiarkan orang lain
mengambil keuntungan dari dirinya. Pada saat yang bersamaan, ia
juga
mempertimbangkan
bagaimana
perasaan
orang
lain.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Marah adalah emosi yang ditandai dengan antagonisme terhadap
seseorang atau sesuatu yang dirasakan telah sengaja melakukan kesalahan.
80
dalam
mengatur
metabolismeenzimatikneurotransmitterserotonin, dopamin,
dan
norepinephrine,
sehingga
memodulasiregulasi
81
DAFTAR PUSTAKA
A.J Dunn. 2005. Interaction Between The Nervous System and Immune System In
Psychoneuroimmunology. New York: Raven Press. hh.31,719-721.
Addotta, K (2006). Anger!www.kipaddotta.com/mental-health/anger.html diakses
pada Oktober 2015
Ader R (2000). On the development of psychoimmunoneurology. Eur Journal of
Pharmacol, 405
Alia-Klein N, Goldstein RZ, Tomasi D, Zhang L, Fagin-Jones S, Telang F, et al.
What is in a word? No versus Yes differentially engage the lateral
orbitofrontal cortex. Emotion 2007;7:649659. [PubMed: 17683220]
Alia-klein, N., Goldstein, R. Z., Tomasi, D., Woicik, P. A., Moeller, S. J.,
Williams, B., Volkow, N. D., et al. (2009). Neural Mechanisms of Anger
Regulation as a Function of Genetic Risk for Violence. National Instituites
of Health, 9(3), 385396. doi:10.1037/a0015904.Neural
Alwisol. (2009). Psikologi Kepribadian (edisi revisi). Malang: UMM Press.Feist,
J.
Artini, N. P. J., dkk, 2013, Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis
Proyek Terhadap Kecerdasan Emosional Siswa, e-Journal
Program Pascasarjana : Universitas Pendidikan Ganesha
Aron AR, Robbins TW, Poldrack RA. 2004. Inhibition and the right
inferior frontal cortex. Trends Cogn Sci 8:170-177.
Bast, Mary R. (2011). Controlling Anger - Before It Controls You (On-Line).
Diambil dari http://www.apa.org.
Berk, L. (2003). Child Development. Berlin: Pearson Education, Inc.
Bhave, Swati. Y., & Saini, Sunil. (2009). Anger Management. New Delhi: SAGE
publications India Pvt Ltd.
82
C.
George.
2008.
Personality
Theories:
Melacak
Bucharest, P. (2010). Anger and health risk behaviors. Journal of Medicine and
Life, 3(4), 372375.
Buckholtz JW, Meyer-Lindenberg A. MAOA and the neurogenetic architecture of
human aggression. Trends Neurosci 2008;31(3):1209.
Cahill L, Haier RJ, Fallon J, Alkire MT, Tang C, Keator D, Wu J,
McGaugh JL. 1996. Amygdala activity at encoding correlated
with long-term, free recall of emotional information. Proc
Natl Acad Sci U S A 93:8016-8021.
Chaplin J.P. 1981. Kamus Lengkap PSIKOLOGI. Terjemah. Jakarta:
Rajawali Press.
Carr DB and Gaudas LC. 2009. Acute Pain. Lancet. Hh. 2052-2058.
83
84
Duffy, Joe. 2012. Managing Anger and Aggression : Practical Guidance for
Schools. South Eastern Education and Library Board: Psychology/ Behavior
Support Section.
Eastwood JD, Smilek D, Merikle PM. 2001. Differential attentional
guidance by unattended faces expressing positive and
negative emotion. Percept Psychophys 63:1004-1013.
Elenkov IJ, Iezzoni DG, Daly A, Harris AG, and Chrousos GP. 2005. Cytokine
Dysregulation,
Inflammation
And
Well
being.
Neuroimmunomodulation.12(5):255-69.
Fabiansson, E. C., Denson, T. F., Moulds, M. L., Grisham, J. R., & Schira, M. M.
(2011). NeuroImage Don t look back in anger: Neural correlates of
reappraisal , analytical rumination , and angry rumination during recall of an
anger-inducing autobiographical memory. NeuroImage, 59(2012), 2974
2981. doi:10.1016/j.neuroimage.2011.09.078
Falentina, Febie Ola (2012) Asertivitas Terhadap Pengungkapan Emosi Marah
Pada Remaja. Riau : UIN Suaka
Fawzy IF. 2005. Behavior and Immunity. In Comprehensive Texbooks of
Psychiatry VI, Baltimore Tokyo: William and Wilkins.
Feist, J. & Feist, G. (2008). Theories of Personality (Edisi keenam). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Friedman, M. Marilyn. (1998). Keperawatan Keluarga : Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Friedman, H. S. & Schuctack M. W. (2006). Kepribadian: Teori klasik dan riset
modern (edisi ketiga). Jakarta: Erlangga.
Goldstein M, Brendel G, Tuescher O, Pan H, Epstein J, Beutel M,
Yang Y, Thomas K, Levy K, Silverman M, Clarkin J, Posner M,
Kernberg O, Stern E, Silbersweig D. 2007. Neural substrates
85
86
87
88
89
with
Emotions,
Motivations,
and
90