Penanggulangan
Stunting di Kab.
Kebumen
Kusbiyantoro,SKM.Mkes
Kabid Kesmas Dinkes Kab. Kebumen
1 .Dasar Hukum
• RPJM 2015-2019 (target penurunan prevalensi stunting pada 2019 adalah menjadi 28% pada 2019)
• Kepmenkes No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Ais Susu Ibu (ASI) Secara
Eksklusif Pada Bayi di Indonesia
• Permenkes No.15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus
Menyusui dan/atau
Memerah Air Susu Ibu
TimorLeste (2009) 58
Myamnar (2009) 39
Indonesia (2013) 36
Malaysia (2006) 17
Thailand (2012) 16
Siangapore (2000) 4
0 20 40 60 80
Prevalensi Stunting 2007-2013 stagnan
Prevalensi Stunting di Indonesia
2007, 2010, 2013
Prevalensi Stunting Kab. Kebumen (PSG 2016 dan
2017)
Persentase
30 28.5
25
20 18.1
15
10
5
0
2016 2017
Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit,
menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan
Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa
Sel Otak pada Anak Normal dan Stunted
stunting….
Menghambat Pertumbuhan Ekonomi dan Produktivitas
Pasar kerja
Hilangnya 11% GDP
Mengurangi
pendapatan
pekerja dewasa
hingga 20%
2 Singapura Tingkat ‘Kecerdasan’ Anak
Indonesia
17 Vietnam di urutan 64 terendah dari Memperburuk kesenjangan/inequality
50 Thailand 65 negara* Mengurangi 10% dari Kemiskinan
total pendapatan seumur hidup antar-generasi
52 Malaysia
64 Indonesia
*Asesmen yang dilakukan pada tahun 2012 oleh OECD PISA (Organisation for
Economic Co-operation and Development - Programme for International Student
Assessment), suatu organisasi global bergengsi, terhadap kompetensi 510.000 pelajar
Sumber: diolah dari laporan World Bank Investing in
usia 15 tahun dari 65 negara, termasuk Indonesia, dalam bidang membaca, Early Years brief, 2016
matematika, dan science.
Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi
Intervensi paling menentukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
1. Praktek pengasuhan yang tidak baik
• Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
• 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
• 2 dari 3 anak usia 6-24 bulan tidak menerima MP-ASI yang tepat (sesuai kebutuhan)
2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care,
Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
• 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD*
• 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
• Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013)
• Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
3. Kurangnya akses ke makanan begizi**
• 1 dari 3 ibu hamil anemia
*PAUD = Pendidikan Anak Usia Dini • Makanan bergizi mahal dan Kurangnya pengetahuan dan penyiapan
**Komoditas makanan di Jakarta 94% 4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
lebih mahal dibanding dengan di New
Delhi, India. Buah dan sayuran di • 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
Indonesia lebih mahal dari di Singapura.
• 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses
Sumber: RISKESDAS 2013, SDKI 2012, ke air minum bersih
SUSENAS berbagai tahun
Sumber: Kemenkes dan Bank Dunia (2017)
3
KONSEP PENANGGULANGAN STUNTING
13
PENCEGAHAN PENANGANAN
HOLISTIK LINTAS
untuk mensosialisasikan Keluarga
INTERVENSI SENSITIF :
KUALITAS REMAJA PUTRI Berencana
GENERASI
2. Penyediaan Bantuan Sosial dari Pemda
1. Penyediaan akses dan ketersediaan air bersih INTERVENSI PENDIDIKAN : untuk Keluarga Tidak Mampu (Keluarga
serta sarana sanitasi (jamban sehat) di Miskin)
1. Pendidikan Kespro di Sekolah
keluarga
2. Pemberian edukasi gizi remaja
2. Pelaksanaan fortifikasi bahan pangan
3. Pendidikan dan KIE Gizi Masyarakat
3. Pembentukan konselor sebaya untuk
TERSIER
INTEGRASI
KEGIATAN
membahas seputar perkembangan
4. Pemberian Pendidikan dan Pola Asuh dalam remaja PEMBERDAYAAN ORANG
Keluarga
TERDEKAT (SUAMI, ORANG
5. Pemantapan Akses dan Layanan KB
SEKUNDER TUA, GURU, REMAJA PUTRA)
6. Penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) dan Jaminan Persalinan INTERVENSI KESEHATAN :
PRIMER
7. Pemberian Edukasi Kespro KUALITAS REMAJA PUTRI 1. Konsultasi perencanaan
PROGRAM 1000 HPK INTERVENSI KESEHATAN : kehamilan dengan melibatkan
suami dan keluarga (orang tua)
INTERVENSI SPESIFIK : 1. Suplementasi Tablet Tambah
2. Pelayanan kontrasepsi bagi Suami
Darah pada Remaja Putri untuk penundaan kehamilan
1. Suplementasi Tablet Besi Folat pada Bumil
2. Pemberian obat cacing pada
2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Bumil KEK 3. Bimbingan konseling ke Bidan
Remaja Putri bersama dengan suami untuk
3. Promosi dan Konseling IMD dan ASI Eksklusif
4. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) 3. Promosi Gizi Seimbang penentuan tempat dan penolong
persalinan
5. Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu 4. Pemberian Suplementasi Zink
6. Pemberian Imunisasi 4. Pendidikan Kespro bagi Remaja
5. Penyediaan akses PKPR Putra
7. Pemberian Makanan Tambahan Balita Gizi Kurang
(Pelayanan Kesehatan Peduli
8. Pemberian Vitamin A 5. Mempersiapkan konseling Calon
Remaja) di Puskesmas
9. Pemberian Taburia pada Baduta Pengantin
10. Pemberian Obat Cacing pada Bumil
PENANGANAN STUNTING 16
PENIMBANGAN
CFC COLLABORATI
BALITA VE RESEARCH
1. PMT
Pemulihan
KONSELING 2.GIZI
Konseling
KURANG
ANAK TERLAMBAT
PENANGANAN
SUPLEMENTASI GIZI USIA > 2 (SUDAH TERJADI
TAHUN STUNTING)
Sumber: diolah dari laporan Bank Dunia Tackling Indonesia’s Malnutrition Crisis
3
Pilar 3: Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi
Program Nasional, Daerah, dan Masyarakat
Jumlah Penduduk Desa: merupakan jumlah populasi dalam satu desa pada tahun 2015.
Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Jumlah Penduduk Miskin Desa: merupakan 25% penduduk dengan kondisi sosial ekonomi terendah yang
bersumber dari Basis Data Terpadu BPS/TNP2K. Digunakannya Basis Data Terpadu BPS/TNP2K
dikarenakan tidak tersedianya angka jumlah penduduk miskin sampai tingkat desa dari Susenas BPS.
Tingkat Kemiskinan Desa: merupakan persentase jumlah penduduk miskin desa terhadap jumlah
penduduk dalam satu desa. Data tersebut merupakan hasil perhitungan BPS dan TNP2K secara
proporsional terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota tahun 2014.
Penderita Gizi Buruk Desa: merupakan jumlah kejadian warga penderita gizi buruk, baik marasmus
maupun kwashiorkor selama 3 tahun terakhir. Maramus adalah malnutrisi karena kekurangan asupan
energi dalam semua bentuk, termasuk protein. Kwashiorkor merupakan bentuk malnutrisi yang
disebabkan oleh kekurangan protein. Data tersebut bersumber dari Potensi Desa Tahun 2014. Indikator
ini merupakan proxy dari indikator balita stunting yang belum tersedia pada level desa/kelurahan.
Metodologi yang Digunakan Dalam Memilih 10 Desa
di Masing-masing 100 Kabupaten/Kota Prioritas