Anda di halaman 1dari 36

Kebijakan

Penanggulangan
Stunting di Kab.
Kebumen
Kusbiyantoro,SKM.Mkes
Kabid Kesmas Dinkes Kab. Kebumen
1 .Dasar Hukum

• RPJPN 2005–2025 (Pemerintah melalui program pembangunan nasional ‘Akses Universal


Air Minum dan Sanitasi Tahun 2019’, menetapkan bahwa pada tahun 2019, Indonesia
dapat menyediakan layanan air minum dan sanitasi yang layak bagi 100% rakyat
Indonesia)

• RPJM 2015-2019 (target penurunan prevalensi stunting pada 2019 adalah menjadi 28% pada 2019)

• Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Bappenas, 2011

• Undang-Undang (UU) No. 36/2009 tentang Kesehatan

• Peraturan Pemerintah (PP) No.33/2012 tentang Air Susu Ibu Eksklusif

• Perpres No. 42/2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi

• Kepmenkes No. 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang Pemberian Ais Susu Ibu (ASI) Secara
Eksklusif Pada Bayi di Indonesia
• Permenkes No.15/2013 tentang Tata Cara Penyediaan Fasilitas Khusus
Menyusui dan/atau
Memerah Air Susu Ibu

• Permenkes No.3/2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat


(STBM)

• Permenkes No.23/2014 tentang Upaya Perbaikan Gizi

• Kerangka Kebijakan Gerakan Nasional Percepatan Gizi Dalam


Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 HPK), 2013

• Pedoman Perencanaan Program Gerakan Nasional Percepatan


Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000
HPK), 2013
2
Mengapa Masalah Stunting Sangat Penting
Untuk Ditangani
4 dari 10 anak balita di
Indonesia Pendek

2 dari 10 anak di Thailand


1 dari 10 anak di Singapore
Riskesdas, 2013
PREVALENS BALITA PENDEK DI BEBERAPA NEGARA

TimorLeste (2009) 58
Myamnar (2009) 39
Indonesia (2013) 36
Malaysia (2006) 17
Thailand (2012) 16
Siangapore (2000) 4
0 20 40 60 80
Prevalensi Stunting 2007-2013 stagnan
Prevalensi Stunting di Indonesia
2007, 2010, 2013
Prevalensi Stunting Kab. Kebumen (PSG 2016 dan
2017)

Persentase
30 28.5
25
20 18.1
15
10
5
0
2016 2017
Stunting berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit,
menurunkan produktifitas dan kemudian menghambat pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan
Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa
Sel Otak pada Anak Normal dan Stunted
stunting….
Menghambat Pertumbuhan Ekonomi dan Produktivitas
Pasar kerja
Hilangnya 11% GDP
Mengurangi
pendapatan
pekerja dewasa
hingga 20%
2 Singapura Tingkat ‘Kecerdasan’ Anak
Indonesia
17 Vietnam di urutan 64 terendah dari Memperburuk kesenjangan/inequality
50 Thailand 65 negara* Mengurangi 10% dari Kemiskinan
total pendapatan seumur hidup antar-generasi
52 Malaysia
64 Indonesia
*Asesmen yang dilakukan pada tahun 2012 oleh OECD PISA (Organisation for
Economic Co-operation and Development - Programme for International Student
Assessment), suatu organisasi global bergengsi, terhadap kompetensi 510.000 pelajar
Sumber: diolah dari laporan World Bank Investing in
usia 15 tahun dari 65 negara, termasuk Indonesia, dalam bidang membaca, Early Years brief, 2016
matematika, dan science.
Stunting disebabkan oleh Faktor Multi Dimensi
Intervensi paling menentukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK)
1. Praktek pengasuhan yang tidak baik
• Kurang pengetahuan tentang kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan
• 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan ASI ekslusif
• 2 dari 3 anak usia 6-24 bulan tidak menerima MP-ASI yang tepat (sesuai kebutuhan)
2. Terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care,
Post Natal dan pembelajaran dini yang berkualitas
• 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun tidak terdaftar di PAUD*
• 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi suplemen zat besi yang memadai
• Menurunnya tingkat kehadiran anak di Posyandu (dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013)
• Tidak mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi
3. Kurangnya akses ke makanan begizi**
• 1 dari 3 ibu hamil anemia
*PAUD = Pendidikan Anak Usia Dini • Makanan bergizi mahal dan Kurangnya pengetahuan dan penyiapan
**Komoditas makanan di Jakarta 94% 4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi
lebih mahal dibanding dengan di New
Delhi, India. Buah dan sayuran di • 1 dari 5 rumah tangga masih BAB diruang terbuka
Indonesia lebih mahal dari di Singapura.
• 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses
Sumber: RISKESDAS 2013, SDKI 2012, ke air minum bersih
SUSENAS berbagai tahun
Sumber: Kemenkes dan Bank Dunia (2017)
3
KONSEP PENANGGULANGAN STUNTING
13

KONSEP PENANGGULANGAN STUNTING

PENCEGAHAN PENANGANAN

1000 HARI PERTAMA STIMULASI – PENGASUHAN dan


KEHIDUPAN (HPK) PENDIDIKAN BERKELANJUTAN
KERANGKA KONSEP PENURUNAN
14 STUNTING
Intermediate
Program Intervensi Efektif
Outcome
1. Pemberian Tablet Tambah Konsumsi Remaja Putri
• Perbaikan Darah (remaja putri, catin, Gizi yang Bumil &
Gizi bumil) Adekuat Busui:
Masyarakat 2. Promosi ASI Eksklusif
3. Promosi Makanan •Anemia
• PKGBM •BBLR
Pendamping-ASI
• GSC •ASI Eksklusif
4. Suplemen gizi mikro Pola
• PKH Asuh •Kecacinga
(Taburia)
• PAUD-GCD yang Stunting
5. Suplemen gizi makro (PMT) n
• PAMSIMAS 6. Tata Laksana Gizi tepat
• SANIMAS Kurang/Buruk
• STBM 7. Suplementasi vit.A
• BKB 8. Promosi garam iodium
• KRPL 9. Air bersih, sanitasi, dan Akses ke Baduta:
pelayanan
• Kegiatan cuci tangan pakai sabun •Diare
kesehatan,
Lain 10. Pemberian obat cacing dan •Gizi buruk
11. Bantuan Pangan Non- kesehatan
Tunai lingkungan

Enabling Factor ANUNG untuk POPM Ditjen P2P


Advokasi, JKN, NIK, Akta Kelahiran, Dana Desa, Dana Insentif Daerah, Keamanan dan
Ketahanan Pangan 14
PENCEGAHAN STUNTING 15
PEMBERDAYAAN ORANG TERDEKAT (SUAMI,
ORANG TUA, GURU, REMAJA PUTRA)
INTERVENSI SOSIAL :

Program 1000 HPK 1. Penggerakan Toma (Tokoh Masyarakat)

HOLISTIK LINTAS
untuk mensosialisasikan Keluarga
INTERVENSI SENSITIF :
KUALITAS REMAJA PUTRI Berencana

GENERASI
2. Penyediaan Bantuan Sosial dari Pemda
1. Penyediaan akses dan ketersediaan air bersih INTERVENSI PENDIDIKAN : untuk Keluarga Tidak Mampu (Keluarga
serta sarana sanitasi (jamban sehat) di Miskin)
1. Pendidikan Kespro di Sekolah
keluarga
2. Pemberian edukasi gizi remaja
2. Pelaksanaan fortifikasi bahan pangan
3. Pendidikan dan KIE Gizi Masyarakat
3. Pembentukan konselor sebaya untuk
TERSIER

INTEGRASI
KEGIATAN
membahas seputar perkembangan
4. Pemberian Pendidikan dan Pola Asuh dalam remaja PEMBERDAYAAN ORANG
Keluarga
TERDEKAT (SUAMI, ORANG
5. Pemantapan Akses dan Layanan KB
SEKUNDER TUA, GURU, REMAJA PUTRA)
6. Penyediaan Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) dan Jaminan Persalinan INTERVENSI KESEHATAN :
PRIMER
7. Pemberian Edukasi Kespro KUALITAS REMAJA PUTRI 1. Konsultasi perencanaan
PROGRAM 1000 HPK INTERVENSI KESEHATAN : kehamilan dengan melibatkan
suami dan keluarga (orang tua)
INTERVENSI SPESIFIK : 1. Suplementasi Tablet Tambah
2. Pelayanan kontrasepsi bagi Suami
Darah pada Remaja Putri untuk penundaan kehamilan
1. Suplementasi Tablet Besi Folat pada Bumil
2. Pemberian obat cacing pada
2. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Bumil KEK 3. Bimbingan konseling ke Bidan
Remaja Putri bersama dengan suami untuk
3. Promosi dan Konseling IMD dan ASI Eksklusif
4. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) 3. Promosi Gizi Seimbang penentuan tempat dan penolong
persalinan
5. Pemantauan Pertumbuhan di Posyandu 4. Pemberian Suplementasi Zink
6. Pemberian Imunisasi 4. Pendidikan Kespro bagi Remaja
5. Penyediaan akses PKPR Putra
7. Pemberian Makanan Tambahan Balita Gizi Kurang
(Pelayanan Kesehatan Peduli
8. Pemberian Vitamin A 5. Mempersiapkan konseling Calon
Remaja) di Puskesmas
9. Pemberian Taburia pada Baduta Pengantin
10. Pemberian Obat Cacing pada Bumil
PENANGANAN STUNTING 16

PENIMBANGAN
CFC COLLABORATI
BALITA VE RESEARCH
1. PMT
Pemulihan
KONSELING 2.GIZI
Konseling
KURANG

ANAK TERLAMBAT
PENANGANAN
SUPLEMENTASI GIZI USIA > 2 (SUDAH TERJADI
TAHUN STUNTING)

YANKES DASAR TFC


1. Puskesmas
2. Rumah
BGM DAN GIZI
Sakit
BURUK
ANTISIPASI PADA ANAK-ANAK
17

SUDAH STUNTING PENYIAPAN SDM


JANGKA PANJANG

INVESTASI GIZI LINTAS GENERASI


1. Mengupayakan perbaikan SDM
yang telah stunting sejak dini
dengan pengasuhan yang baik
2. Persiapan “mencetak” generasi
anak berprestasi pada usia
sekolah dengan
pengembangan UKS
INTERVENSI KEMENTERIAN
18
KESEHATAN
DALAM UPAYA PERBAIKAN GIZI
Intervensi Gizi Spesifik
1. Pemberian Tablet Tambah Darah untuk remaja putri, calon
pengantin, ibu hamil (suplementasi besi folat) Intervensi Gizi Sensitif lingkup Kemenkes:
2. Promosi dan kampanye Tablet Tambah Darah 1. Pemantauan pertumbuhan dan
3. Kelas Ibu Hamil perkembangan
4. Pemberian kelambu berinsektisida dan pengobatan bagi 2. Penyediaan air bersih dan sanitasi
ibu hamil yang positif malaria 3. Pendidikan gizi masyarakat
4. Imunisasi
5. Suplementasi vitamin A
5. Pengendalian penyakit Malaria
6. Promosi ASI Eksklusif 6. Pengendalian penyakit TB
7. Promosi Makanan Pendamping-ASI 7. Pengendalian penyakit HIV/AIDS
8. Suplemen gizi mikro (Taburia) 8. Memberikan Edukasi Kesehatan Seksual dan
9. Suplemen gizi makro (PMT) Reproduksi, serta Gizi pada Remaja.
9. Jaminan Kesehatan Nasional
10. Promosi makanan berfortifikasi termasuk garam beryodium
10. Jaminan Persalinan (Jampersal)
dan besi 11. Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan
11. Promosi dan kampanye gizi seimbang dan perubahan Keluarga (PIS PK)
perilaku 12. Nusantara Sehat (Tenaga Ahli Gizi dan Tenaga
12. Tata Laksana Gizi Kurang/Buruk Promosi Kesehatan, Tenaga Kesling)
13. Akreditasi Puskesmas dan RS
13. Pemberian obat cacing
14. Zinc untuk manajemen diare
4
Aksi Bersama dan Terobosan
Untuk Menangani Stunting
Pilar Penanganan Stunting
1 | Komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara.
2 | Kampanye Nasional berfokus pada pemahaman, perubahan
perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas
3| Konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi
Program Nasional, daerah, dan masyarakat.
4| Mendorong kebijakan “Nutritional Food Security”.
5| Pemantauan dan evaluasi.
Pilar Penanganan Stunting
PILAR 1 PILAR 2 PILAR 3 PILAR 4 PILAR 5
Kampanye Nasional
Komitmen dan Berfokus pada Konvergensi,
Visi Pimpinan pemahaman, Koordinasi, dan Mendorong
Tertinggi Negara perubahan perilaku, Konsolidasi Program Kebijakan Pemantauan dan
komitmen politik dan Nasional, Daerah, dan “Nutritional Evaluasi
akuntabilitas Masyarakat Food Security”

INTERVENSI GIZI SPESIFIK INTERVENSI GIZI SENSITIF

TUMBUH KEMBANG ANAK YANG MAKSIMAL


(dengan kemampuan emosional, sosial dan fisik siap untuk belajar, berinovasi dan berkompetisi)

MENINGKATKAN DAYA SAING MENGURANGI KESENJANGAN/INEQUALITY


1
Pilar 1: Komitmen dan Visi Pimpinan Tertinggi Negara
1| Komitmen Presiden/Wakil Presiden untuk mengarahkan K/L terkait
penanganan stunting di pusat dan daerah.
2| Menetapkan strategi dan kebijakan, serta target nasional maupun
daerah (baik provinsi maupun kab/kota).
3| Memanfaatkan Sekretariat SDGs dan Sekretariat TNP2K untuk
koordinasi dan pengendalian program penanganan stunting.
Pilar 2: Kampanye nasional berfokus pada pemahaman, perubahan
perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas
1|
KOMUNIKASI ADVOKASI
KOMUNIKASI KEPADA
MEDIA MASSA KELUARGA

Penjangkuan yang sistematis


Melalui pendidikan,
untuk pengambilan keputusan
konseling, kunjungan
TV, radio, media sosial, kegiatan (Pemerintah, DPR/D, LSM.
ke rumah, dll.
masyarakat, dll. Akademisi, dll).

Sumber: diolah dari laporan Bank Dunia Tackling Indonesia’s Malnutrition Crisis
3
Pilar 3: Konvergensi, Koordinasi, dan Konsolidasi
Program Nasional, Daerah, dan Masyarakat

1| Memperkuat konvergensi, koordinasi, dan konsolidasi, serta memperluas cakupan


program.
2| Memperbaiki kualitas dari layanan program yang ada (Puskesmas, Posyandu, PAUD,
BPSPAM, PKH dll) terutama dalam memberikan dukungan kepada ibu hamil, ibu
menyusui dan balita pada 1.000 HPK.
3| Memberikan insentif dari kinerja program penanganan stunting di wilayah sasaran yang
berhasil menurunkan angka stunting di wilayahnya.
4| Memaksimalkan pemanfaatan Dana Alokasi Khusus dan Dana Desa untuk
mengarahkan pengeluaran tingkat daerah ke intervensi prioritas penanganan stunting.
4
Pilar 4: Mendorong Kebijakan
“Nutritional Food Security”

1| Mendorong kebijakan yang memastikan akses pangan bergizi, khususnya di


daerah dengan kasus stunting tinggi.
2| Melaksanakan rencana fortifikasi bio-energi, makanan dan
pupuk yang komprehensif.
3| Pengurangan kontaminasi pangan.
4|
Melaksanakan program pemberian makanan tambahan.
5|
Mengupayakan Investasi melalui Kemitraan dengan dunia usaha, Dana
Desa, dan lain-lain dalam infrastruktur pasar pangan baik ditingkat urban
maupun rural.
4

Pilar 4: Pemantauan dan Evaluasi


1| Memantau eksposur terhadap kampanye nasional, pemahaman serta
perubahan perilaku sebagai hasil kampanye nasional stunting.
2| Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan
pemberian dan kualitas dari layanan program penanganan stunting.
Mengukur dan mempublikasikan secara berkala hasil penanganan stunting
3| dan perkembangan anak setiap tahun untuk akuntabilitas.
Result-based planning and budgeting program pusat dan daerah.
4|
Pengendalian program-program penanganan stunting.
5|
Percepatan Penanganan Stunting
2018 2019 2020 2021

Memaksimalkan Memperluas Memperluas Memperluas


pelaksanaan program dan program dan program dan
program terkait kegiatan nasional kegiatan nasional kegiatan nasional
stunting yang ada yang ada yang ada
di 100 Kab/Kota ke 160 Kab/Kota ke 390 Kab/Kota ke 514 Kab/Kota
untuk untuk koordinasi untuk koordinasi untuk
koordinasi dan dan pelaksanaan dan pelaksanaan koordinasi dan
pelaksanaan dari pilar dari pilar pelaksanaan dari
dari pilar penanganan penanganan pilar penanganan
penanganan stunting stunting stunting
Stunting
5
Penajaman Sasaran Wilayah Penanganan Stunting

• Pemilihan 10 Desa Prioritas di 100 Kabupaten/Kota


Prioritas Penanganan Kemiskinan dan Stunting
Mengapa Menentukan Wilayah Prioritas

Prioritas kepada wilayah terpilih didasarkan pertimbangan sebagai berikut:

1 Tingginya Angka Prevalensi Stunting di Indonesia

2 Perlunya Efisiensi Sumber daya

Lebih fokus dalam Implementasi dan Efektifitas Percepatan


3 Penanggulangan Stunting

4 Pengukuran Target Pencapaian yang lebih terkendali

5 Dapat dijadikan dasar perluasan (Scaling-Up Prototype)


Daftar 100 Kabupaten/Kota Prioritas
Metodologi yang Digunakan Dalam Memilih
100 Kabupaten/Kota Prioritas

Indikator yang Digunakan:


 Jumlah Balita Stunting: jumlah balita pendek dan sangat pendek. Data tersebut
bersumber dari Riskesdas 2013 (Kemenkes).
 Prevalensi Stunting: Persentase jumlah balita pendek dan sangat pendek. Data tersebut
bersumber dari Riskesdas 2013 (Kemenkes).
 Tingkat Kemiskinan: merupakan persentase jumlah penduduk miskin Kabupaten/Kota.
Susenas 2013 (BPS).

Dengan menggunakan indikator-indikator tersebut dihasilkan urutan Kabupaten/Kota


Prioritas Penangan Stunting. Kabupaten prioritas tersebut memiliki rata-rata jumlah
penduduk Stunting, Prevalensi Stunting dan tingkat kemiskinan lebih tinggi dibandingkan
dengan rata-rata nasional
Kab. Prioritas Stunting di Jawa Tengah
Jumlah
Jumlah Prevalensi Jumlah Balita Tingkat
Jumlah Penduduk 2016 Penduduk
No Provinsi Kabupaten/Kota Kecamata Stunting 2013 Stunting 2013 Kemiskinan
Desa (ribu jiwa) Miskin 2016
n (%) (jiwa) 2016 (%)
(ribu jiwa)

32 CILACAP 24 284 1.701,70 36,32 54.650 14,12 240,24


33 BANYUMAS 27 331 1.647,34 33,49 49.138 17,23 283,90
34 PURBALINGGA 4 54 905,23 36,75 29.880 18,98 171,78
35 KEBUMEN 26 460 1.188,03 33,82 33.611 19,86 235,90
36 WONOSOBO 15 265 779,85 41,12 29.037 20,53 160,12
37 JAWA TENGAH KLATEN 26 401 1.162,10 31,29 29.708 14,46 168,01
38 GROBOGAN 19 279 1.357,18 54,97 62.847 13,57 184,14
39 BLORA 16 295 854,72 55,06 35.861 13,33 113,94
40 DEMAK 14 249 1.126,45 50,28 50.780 14,10 158,84
41 PEMALANG 14 222 1.291,98 46,28 57.370 17,58 227,08
42 BREBES 17 297 1.787,36 43,62 69.201 19,47 347,98
Metodologi yang Digunakan Dalam Memilih 10 Desa
di Masing-masing 100 Kabupaten/Kota Prioritas

 Jumlah Penduduk Desa: merupakan jumlah populasi dalam satu desa pada tahun 2015.
Data tersebut bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
 Jumlah Penduduk Miskin Desa: merupakan 25% penduduk dengan kondisi sosial ekonomi terendah yang
bersumber dari Basis Data Terpadu BPS/TNP2K. Digunakannya Basis Data Terpadu BPS/TNP2K
dikarenakan tidak tersedianya angka jumlah penduduk miskin sampai tingkat desa dari Susenas BPS.
 Tingkat Kemiskinan Desa: merupakan persentase jumlah penduduk miskin desa terhadap jumlah
penduduk dalam satu desa. Data tersebut merupakan hasil perhitungan BPS dan TNP2K secara
proporsional terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota tahun 2014.
 Penderita Gizi Buruk Desa: merupakan jumlah kejadian warga penderita gizi buruk, baik marasmus
maupun kwashiorkor selama 3 tahun terakhir. Maramus adalah malnutrisi karena kekurangan asupan
energi dalam semua bentuk, termasuk protein. Kwashiorkor merupakan bentuk malnutrisi yang
disebabkan oleh kekurangan protein. Data tersebut bersumber dari Potensi Desa Tahun 2014. Indikator
ini merupakan proxy dari indikator balita stunting yang belum tersedia pada level desa/kelurahan.
Metodologi yang Digunakan Dalam Memilih 10 Desa
di Masing-masing 100 Kabupaten/Kota Prioritas

 Indikator-indikator tersebut juga merupakan indikator yang digunakan oleh Kementerian


Keuangan dalam mengalokasikan dana desa (kecuali Indikator penderita gizi buruk).
 Dengan menggunakan indikator-indikator tersebut dihasilkan urutan desa dengan kondisi
“terburuk” sampai kondisi “terbaik”. Desa prioritas tersebut memiliki
rata-rata jumlah penduduk miskin dan tingkat kemiskinan, serta kejadian gizi buruk lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata nasional.
 Desa terpilih merupakan 10 desa dengan Indeks terburuk di setiap Kab/Kota Prioritas Stunting
 Mencakup seluruh desa di kabupaten Kepulauan Seribu (6 desa)
 Dilakukan realokasi ke wilayah lain sejumlah 4 desa, dimana Kabupaten yang mendapatkan
tambahan alokasi desa (masing-masing 1) adalah:
Timor Tengah Selatan, Alor, Lembata, dan Tambrauw
JAWA TENGAH
CILACAP BANYUMAS PURBALINGGA KEBUMEN

Tambakreja Gunung Wetan Plumutan Rangkah

Karangnangka Karanglewas Cilapar Indrosari

Sidayu Gentawangi Brecek Plempukankembaran

Karangmangu Srowot Sempor Lor Kaibonpetangkuran

Pucung Lor Karangendep Candinata Tlogopragoto

Bajing Kulon Paningkaban Kradenan Kebagoran

Kawunganten Lor Banjaranyar Selaganggeng Temanggal

BRANI Gununglurah Sangkanayu Semali

Paketingan Datar Bantarbarang Pagebangan

Karangasem Pandak Kalitinggar Kidul Patukrejo


TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai