Disampaikan pada:
Pertemuan Sosialisasi Uji Coba Aplikasi PELITA KESMAS Tahun 2021
Bogor, 8 – 10 September 2021
1
Kurang gizi akut berdasarkan klasifikasi WHO
1
DI Yogyakarta
Kalimantan Utara
Bangka Belitung
Bali
Nusa Tenggara Barat
Jawa Barat
SSGBI 2019
Gorontalo
Tahun 2018 -2019
Lampung
Nusa Tenggara Timur
Maluku Utara
Kalimantan Tengah
Sumatera Selatan
Riau
Jambi
Sulawesi Tenggara
Aceh
Prevalensi Gizi Buruk Pada Balita Menurut Provinsi
Papua
Sumatera Utara
Kepulauan Riau
Papua Barat
Maluku
Komitmen Internasional dan Nasional
Sustainable Development Goal butir kedua:
Pentingnya Mengakhiri kelaparan,
mencapai ketahanan pangan dan
perbaikan gizi, serta menggalakkan
pertanian yang berkelanjutan
1 Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek) 24,1 21,1 18,4 16,0 14,0 RPJMN
pada Balita
2 Prevalensi wasting (kurus dan sangat kurus) pada 8.1 7.8 7.5 7.3 7.0 RPJMN
balita.
Sesuai dengan PMK No 2/2020 istilah kurus dan
sangat kurus menjadi gizi kurang dan gizi buruk
3 Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) 16 14,5 13 11,5 10 RPJMN
RENSTRA
4 Persentase Kabupaten/kota yang Melaksanakan 51 70 80 100 100 RPJMN
Surveilans Gizi RENSTRA
5 Persentase Puskesmas Mampu Tatalaksana 10 20 30 45 60 RENSTRA
Gizi Buruk pada Balita
6 Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan 40 45 50 55 60 RPJMN
mendapat ASI Eksklusif RENSTRA
Perpres Stunting: Persentase anak berusia di bawah lima tahun Tatalaksana Rawat Inap
(balita) gizi buruk yang mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk, Tatalaksana Rawat Jalan
target 90% tahun 2024
Jumlah Puskesmas di Indonesia : 10.134
Komitmen Pemerintah dalam
Penanggulangan Gizi Buruk pada Balita
dalam pelayanan kesehatan pada balita 5 Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar.
yang terdapat dalam Standar Pelayanan 6 Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar.
Minimal (SPM)
7 Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar.
8 Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai
standar.
9 Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan kesehatan
Rujuk ke pelayanan kesehatan untuk sesuai standar.
dilakukan konfirmasi status gizi dan 10 Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar.
intervensi lebih lanjut untuk balita dengan 11 Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai standar.
indikasi gagal tumbuh 12 Setiap orang berisiko terinfeksi HIV mendapatkan pemeriksaan HIV
sesuai standar.
03 Meningkatkan kualitas
dan akses pelayanan
kesehatan dan gizi
06 peran serta Pemerintah
Daerah dalam dukungan
kebijakan dan pembiayaan
Menjadikan pencegahan dan tata laksana gizi kurang dan gizi buruk
07 pada balita sebagai salah satu prioritas intervensi spesifik dalam
program penurunan stunting
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
Empat komponen Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT)
Selain empat komponen tersebut, PGBT juga didukung oleh pelayanan dan program untuk
mencegah kekurangan gizi serta mengobati penyakit infeksi pada balita, seperti program pemberian
vitamin A, imunisasi, dan pemberian obat cacing.
Manajemen Tata Laksana Gizi Buruk
12
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
Alur penapisan
balita gizi buruk
13
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
Tim Asuhan Gizi
Dokter Bidan/ Perawat Nutrisionis/ Dietisien Laboratorium, Farmasi
Radiologi
Anamnesa, pemeriksaan Melakukan tindakan dan Melakukan Proses Asuhan Melakukan pemeriksaan Melaksanakan permintaan
fisik →diagnosa perawatan (infus, NGT) Gizi (PAG) laboratorium sesuai kondisi obat dan cairan parenteral
berdasarkan klinis, atas instruksi dokter pasien atas instruksi dokter berdasarkan resep dokter
antropometri & dgn sarana yg ada (Hb
laboratorium, dll meter cyanmeth, gula darah,
telur cacing, malaria, dll)
Menentukan tindakan dan Membantu distribusi Membuat formula WHO Melakukan pemeriksaan Menyediakan vitamin A,
perawatan makanan (F75, F100), ReSoMal dan radiologi sesuai kondisi mineral mix untuk pembuatan
menyusun menu makanan pasien atas instruksi dokter F75, F100 & ReSoMal (oralit,
sesuai kondisi anak mineral mix, gula pasir), obat-
obatan sesuai kondisi kilinis
dan penyakit penyerta
Menentukan terapi obat & Membantu pemantauan Memberikan konseling gizi Mengawasi interaksi obat dan
terapi diet dan evaluasi pemberian makanan
makan kepada pasien
Memberikan konseling Bertanggung jawab pada Memantau & evaluasi Membantu memantau &
penyakit, asuhan medis asuhan keperawatan pemberian makan pada evaluasi pemberian obat
pasien kepada pasien
Melakukan pemantauan & Bertanggung jawab terhadap
evaluasi terhadap asuhan gizi &
perkembangan medis & penyelenggaraan makanan
status gizi pasien
Bertanggung jawab pada
pasien secara keseluruhan
Pemantauan dan evaluasi di pelayanan kesehatan
2 Laporan kasus gizi buruk oleh masyarakat, LSM maupun mass media.
SKD dan KLB Gizi buruk: manajemen kasus, penyelidikan kasus &
3 faktor penyebabnya, upaya penanggulangan & pencegahan meluasnya kasus,
surveilans ketat dan penanggulangan melibatkan LP/ LS.
Pemantauan status gizi tahunan tingkat kecamatan oleh Dinkes Kab/ Kota
4 setiap tahun.
1 Prevalensi Stunting (pendek dan sangat pendek) 24,1 21,1 18,4 16,0 14,0 RPJMN
pada Balita
2 Prevalensi wasting (kurus dan sangat kurus) pada 8.1 7.8 7.5 7.3 7.0 RPJMN
balita.
Sesuai dengan PMK No 2/2020 istilah kurus dan
sangat kurus menjadi gizi kurang dan gizi buruk
3 Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) 16 14,5 13 11,5 10 RPJMN
RENSTRA
4 Persentase Kabupaten/kota yang Melaksanakan 51 70 80 100 100 RPJMN
Surveilans Gizi RENSTRA
5 Persentase Puskesmas Mampu Tatalaksana 10 20 30 45 60 RENSTRA
Gizi Buruk pada Balita
6 Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan 40 45 50 55 60 RPJMN
mendapat ASI Eksklusif RENSTRA
Perpres Stunting: Persentase anak berusia di bawah lima tahun Tatalaksana Rawat Inap
(balita) gizi buruk yang mendapat pelayanan tata laksana gizi buruk, Tatalaksana Rawat Jalan
target 90% tahun 2024
Jumlah Puskesmas di Indonesia : 10.134
PROSENTASE PUSKESMAS MAMPU
TATA LAKSANA GIZI BURUK PADA BALITA
1. Indikator:
Prosentase Puskesmas Mampu Tata Laksana Gizi Buruk Pada Balita
2. Definisi Operasional:
Puskesmas Mampu Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita adalah Puskesmas dengan kriteria:
• Mempunyai Tim Asuhan Gizi terlatih, terdiri dari dokter, bidan/perawat, dan tenaga gizi.
• Memiliki SOP Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita
3. Dampak Pandemi Covid 19:
Terkendalanya pelaksanaan kegiatan workshop (pusat) dan pelatihan (end user) Pencegahan
dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita (dekon dan DAK Non fisik)
ENTRY/SINKRONISASI DATA
LAPORAN AGREGAT
(TERMASUK INDIKATOR
PUSKESMAS MAMPU GIBUR)
MANAJEMEN USER
DAN TABEL
TATALAKSANA KASUS
GIZI BURUK
PElaporan kasus baLITA gizi buruk di pusKESMAS
(PELITA KESMAS):
FORMULIR PELAPORAN KASUS
• Modul di dalam aplikasi SIGIZI Terpadu, berfungsi
sebagai alat bantu memonitor secara online BALITA GIZI BURUK DI PUSKESMAS
cakupan pelayanan kasus balita gizi buruk di (PELITA KESMAS)
Puskesmas baik rawat jalan maupun rawat inap
sesuai pedoman pencegahan dan tata laksana gizi
buruk pada balita. Pelaporan Kasus Balita Gizi Buruk di Layanan
• Pelaporan kasus sesuai kriteria global (WHO) yaitu Rawat Jalan dan Rawat Inap
usia 0-6 bulan dan 6-59 bulan, kasus balita gizi
buruk yang sembuh dan yang meninggal serta I. Identitas Balita
kendala dalam pelayanan kasus di Puskesmas. II. Penapisan Gizi
III. Riwayat Gizi
IV. Penyakit Penyerta/Penyulit
V. Penanganan yang Diberikan
(usia 0 – < 6 bulan dan 6 – 59 bulan)
I. Hasil Pengobatan dan Rujukan Kasus
(usia 0 – < 6 bulan dan 6 – 59 bulan)
→ sembuh, meninggal, drop-out, dirujuk ke
RS, rawat inap pindah ke rawat jalan
VII. Pembiayaan (JKN, pembiayaan khusus
Modul hal 110 dan 116:
lampiran 1.2 dan 1.3
untuk gizi buruk, mandiri)
1 pendidikan, keamanan, ketersediaan air bersih, higiene dan sanitasi lingkungan, serta terkait
dengan situasi darurat atau bencana.
Bentuk komitmen pemerintah dalam penanggulangan gizi buruk pada balita dan tindak
lanjutnya melalui upaya:
• Penyuluhan gizi
• Peningkatan cakupan penimbangan balita
2 • Pemberian makanan tambahan (MT) pemulihan bagi balita dengan gizi kurang
• Peningkatan kapasitas petugas dalam pencegahan dan tata laksana gizi buruk pada balita
• Pembentukan Therapeutic Feeding Centre (TFC) dan Community Feeding Centre (CFC)
sebagai pusat pemulihan gizi.
Strategi operasional penanganan gizi buruk:
• Pemberdayaan keluarga dan masyarakat
• Meningkatkan kualitas dan cakupan deteksi dini
3 • Meningkatkan kualitas dan akses pelayanan kesehatan dan gizi
• Penguatan sistem kewaspadaan dini melalui surveilans kesehatan dan gizi
• Meningkatkan kerja sama dengan LP/LS, mitra pembangunan dan masyarakat
• Meningkatkan dukungan dan peran serta Pemerintah Daerah
• Menjadikan pencegahan dan tata laksana gizi kurang dan gizi buruk pada balita sebagai
salah satu prioritas intervensi spesifik
Pencegahan dan dalam
Tata Laksana Gizi Burukprogram
pada Balita penurunan stunting