PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Stunting menjadi isu yang mendesak untuk diselesaikan karena berdampak pada kualitas
sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Sumber daya manusia adalah faktor utama
penentu kesuksesan sebuah Negara. Di Indonesia, stunting merupakan masalah serius dan
juga merupakan masalah gizi utama yang sedang dihadapi (Situasi Balita Pendek (Stunting)
di Indonesia, 2018). Bila masalah ini bersifat kronis, maka akan memengaruhi fungsi
kognitif yakni tingkat kecerdasan yang rendah dan berdampak pada kualitas sumberdaya
manusia. Masalah stunting memiliki dampak yang cukup serius; antara lain, jangka pendek
terkait dengan morbiditas dan mortalitas pada bayi/balita, jangka menengah terkait dengan
intelektualitas dan kemampuan kognitif yang rendah, dan jangka panjang terkait dengan
kualitas sumber daya manusia dan masalah penyakit degeneratif di usia dewasa (Aryastami,
2017).
Kejadian stunting muncul sebagai akibat dari keadaan yang berlangsung lama seperti
kemiskinan, perilaku pola asuh yang tidak tepat, dan sering menderita penyakit secara
berulang karena higiene maupun sanitasi yang kurang baik.Stunting pada anak balita
merupakan salah satu indikator status gizi kronis yang dapat memberikan gambaran
gangguan keadaan social ekonomi secara keseluruhan di masa lampau dan pada 2 tahun
awal kehidupan anak dapat memberikan dampak yang sulit diperbaiki (Sudiman, 2008).
prevalensi stunting per tahun adalah data survey, yaitu Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar)
2018 dan SSGBI (Survei Status Gizi Balita Indonesia) 2019. Tingginya komitmen
prioritas nasional, sehingga pencapaian harus dipantau setiap tahun. Balitbangkes (Badan
pencapaian target per tahun prevalensi stunting melalui pelaksanaan Survei Gizi Balita
Indonesia. Namun karena situasi pandemi COVID-19, maka pelaksanaan SGBI tahun 2020
tidak dapat berjalan sesuai dengan rencana. Mengacu pada protokol kesehatan yang
menganjurkan pembatasan kontak fisik, maka pengukuran anthropometri pada balita tidak
dilakukan sehingga data status gizi balita untuk tahun 2020 dari hasil survei tidak bisa
didapatkan. SGBI tahun 2020 difokuskan pada pengkajian determinan status gizi balita
Indonesia.
Disisi lain, Laporan Rutin SIGIZI (Sistem Informasi Gizi) terpadu dan e-PPGBM
(sistem aplikasi online pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat) juga
memasukkan indikator persentase balita stunting, sehingga data tersebut sementara dapat
Target prevalensi stunting pada Balita untuk tahun 2020 adalah 24,1% (5.543.000 Balita),
sementara laporan ePPGBM SIGIZI (per tanggal 20 Januari 2021) dari 34 provinsi
menunjukkan bahwa dari 11.499.041 balita yang diukur status gizinya berdasarkan tinggi
badan menurut umur (TB/U) terdapat 1.325.298 balita dengan TB/U <-2 SD atau dapat
dikatakan 11,6% balita mengalami stunting. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa
indikator persentase balita stunting melampaui target yang telah ditetapkan. Kondisi tersebut
NTT 24.2
NTB 23.4
Sulawesi Barat 22.4
Papua Barat 20.4
Kalimantan Barat 19.5
Kalimantan Utara 18.2
Papua 17.7
Aceh 17.4
Sulawesi Tenggara 16.6
Kalimantan Tengah 16.6
Sulawesi Tengah 16.2
Maluku 15.1
Kalimantan Timur 14.7
Sumatera Barat 14.3
DI Yogyakarta 13.9
Jawa Tengah 13.8
Maluku Utara 12.5
Kalimantan Selatan 12.2
Jawa Timur 12.2
INDONESIA 11
Gorontalo 11
Sulawesi Selatan 11
Banten 9.7
Jawa Barat 9.4
Lampung 8.2
Sumatera Utara 7.4
Riau 7.4
Sumatera Selatan 7.2
Kepri 7.2
Bengkulu 6.8
Jambi 6.3
Bali 6.1
DKI Jakarta 5.4
Sulawesi Utara 5
Bangka Belitung 4.6
Sumber : www.bps.go.id
Dari grafik tersebut terlihat bahwa provinsi dengan persentase balita stunting terendah
adalah Kepulauan Bangka Belitung sebesar 4.6%, sementara Nusa Tenggara Timur adalah
provinsi dengan prevalensi balita stunting tertinggi, yaitu 24,2%. Kondisi tersebut sejalan
dengan hasil survey Riskesdas tahun 2018 yang menunjukkan bahwa provinsi Kepulauan
Bangka Belitung termasuk ke dalam provinsi dengan prevalensi balita stunting terendah
begitu pula dengan provinsi NTT yang masuk dalam kelompok provinsi dengan persentase
balita stunting yang cukup tinggi.Khusus di Riau,prevalensi persentase balita stunting urutan
Menurut Nototmodjo (2003), stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, tetapi
2008: 2). Sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah
makanan yang tersedia dalam keluarga sehingga turut menentukan status gizi keluarga
sosial ekonomi terhadap stunting.Selain itu menjadi gambaran kepada masyarakat bahwa
2. Bagi pemerintah sendiri, penelitian ini berguna untuk mempermudah pemerintah untuk
3. Bagi ilmu pengetahuan penelitian ini berguna untuk menambah referensi dan literature