Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN INFRASTRUKTUR TEMPAT PEMROSESAN

AKHIR (TPA) DENGAN PEMBANGUNAN EKOLOGI DI


NUSA TENGGARA BARAT

Tugas Infrastruktur Publik

Oleh :

MUHAMMAD FATONI UHROWI


I2I 023 10021

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2023
1

1. LATAR BELAKANG
Sampah merupakan permasalahan yang paling sering ditemukan di Indonesia
bahkan di seluruh negara di dunia. Sampai saat ini permasalahan sampah masih
menjadi topik yang serius karena pertumbuhan sampah dunia masih belum bisa
dikendalikan. Seperti yang kita ketahui, permasalahan sampah ini bisa
mengakibatkan efek negatif seperti mempercepat penularan penyakit, banjir akibat
penyumbatan saluran oleh sampah, pencemaran laut, hingga menurunnya nilai
pariwisata karena buruknya penanganan sampah.

Berdasarkan data laporan Kaza dkk. (2018), dunia menghasilkan 2,01 milyar ton
sampah padat setiap tahunnya dan 33% diantaranya tidak dikelola dengan cara
semestinya. Dalam laporan tersebut, setiap orang menghasilkan 0,11 – 4,54 kg
sampah perharinya dengan rata-rata 0,74 kg. Diperkirakan proyeksi produksi
sampah dunia pada tahun 2050 yaitu sebesar 3,40 milyar ton sampah pertahunnya.

Sementara Indonesia sendiri berdasarkan laporan Kaza dkk. (2018) memproduksi


sampah sebanyak 65,2 juta ton pertahun dan menempati posisi ke 5 dalam produksi
sampah terbesar di dunia. hal tersebut berarti menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia
juga memiliki masalah sampah yang serius.

Figure 1 Proyeksi produksi sampah dunia berdasarkan region


2

Figure 2 Produksi sampah Indonesia

Berdasarkan data tersebut, Indonesia juga memerlukan perhatian serius terkait


permasalahan sampah. Pemerintah Indonesia telah mengatur tentang pengelolaan
sampah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008. Infrastruktur TPA
merupakan salah satu instrumen yang paling penting sebagai tolok ukur apakah
sampah dapat dikendalikan dengan baik atau tidak untuk keberlangsungan ekologi.
Untuk itu perlu kita analisis bagaimana hubungan antara infrastruktur TPA ini
dengan indikator pembangunan yang dimana berkaitan dengan dampaknya
terhadap ekologi.

Infrastruktur TPA dapat memiliki dampak signifikan terhadap pembangunan


ekologi, baik secara positif maupun negatif, tergantung pada bagaimana
merancang, mengoperasikan, dan mengelolanya. TPA yang baik dirancang untuk
mengelola sampah dengan cara yang berkelanjutan, seperti pengurangan, daur
ulang, dan pengomposan. Dengan cara ini, jumlah sampah yang dibuang ke TPA
dapat diminimalkan, mengurangi tekanan terhadap lingkungan alam.

Dengan merencanakan, mengelola, dan mengawasi infrastruktur TPA dengan


mempertimbangkan dampak lingkungan, kita dapat meminimalkan dampak
negatifnya dan bahkan mendukung pembangunan ekologi yang lebih baik. Upaya
3

ini harus diintegrasikan dalam kerangka kerja pembangunan berkelanjutan untuk


menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dan pelestarian ekosistem alam.

Sebagai infrastruktur yang keberadaannya menjadi salah satu indikator ekologi,


kapasitas TPA menjadi hal yang penting untuk diperhatikan agar lingkungan yang
bersih dan sehat dapat tercapai. Realisasi TPA dilakukan oleh pemerintah melalui
Kementerian PUPR. Kementerian PUPR sendiri menyerap APBN yang paling
tinggi diantara kementerian yang lain. Untuk itu, perlu dianalisis apakah realisasi
pembangunan TPA sudah memadai dan memiliki impact yang baik untuk ekologi
atau justru sebaliknya.
4

2. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan
mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan
lingkungan. Dalam undang-undang tersebut tercantum bahwa Infrastruktur Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) menjadi salah satu solusi untuk pemrosesan sampah di
Indonesia. Adapun jenis sampah yang diatur dalam undang-undang tersebut
meliputi sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan sampah
khusus. Dalam pasal 4 dijelaskan tujuan pengelolaan sampah yaitu untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan
sampah sebagai sumberdaya.

Infrastruktur memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembangunan.


Kehadiran infrastruktur yang andal bukan hanya sebagai pendorong utama dalam
sektor ekonomi, melainkan juga memengaruhi berbagai aspek pembangunan
lainnya seperti pendidikan, sosial, keterjangkauan wilayah, lingkungan, dan lain-
lain. Pemerintah berusaha memajukan pembangunan infrastruktur melalui alokasi
anggaran dari belanja negara serta berbagai kebijakan untuk mempercepat proses
pembangunannya. Salah satu contohnya adalah Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat, yang merupakan salah satu entitas penerima alokasi terbesar
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan Buku
Informasi Statistik Infrastruktur PUPR 2022, pada tahun 2021 Kementerian PUPR
menerima alokasi APBN sebesar 161,3 Triliun, dan anggaran ini cenderung
meningkat setiap tahunnya.
5

Figure 3 APBN Kementerian PUPR tahun 2017-2021

Penyelenggaraan Tempat Pemrosesan Akhir dilakukan Pemerintah Indonesia


melalui Kementerian PUPR yang menjadi tugas dan kewenangannya. Kapasitas
TPA yang memadai di kota besar dan seluruh wilayah sangat dibutuhkan untuk
mengatasi produksi sampah yang dihasilkan masyarakat. Hingga tahun 2022,
sebanyak 268 TPA sudah terbangun di berbagai tempat di seluruh Indonesia dengan
total area mencapai 1.739,2 ha. Provinsi Jawa Timur menjadi provinsi dengan
jumlah TPA terbanyak diantara provinsi lainnya dengan total 20 TPA yang sudah
terbangun. Sedangkan dari segi luas total TPA tertinggi dimiliki oleh Provinsi Jawa
Barat dengan luas kawasan yaitu 203,14 Ha. Sedangkan di NTB sendiri memiliki 5
TPA dengan luas total 20,5 ha. Berikut adalah grafik jumlah dan area TPA
6

berdasarkan provinsi menurut data dari Buku Informasi Statistik Infrastruktur


PUPR 2022.

Tabel 1. Jumlah dan Luas Area TPA di Indonesia


Jumlah Area
Provinsi
TPA TPA
Jawa Timur 20 122.75
Jawa Tengah 15 31.32
Aceh 15 86.8
Sulawesi Selatan 15 42.3
Sulawesi Tenggara 14 83.7
Kalimantan Selatan 13 139.5
Maluku 12 15.21
Kalimantan Tengah 12 132.99
Sulawesi Utara 12 72.06
Jawa Barat 11 203.14
Maluku Utara 11 47.9
Bengkulu 9 12.05
Jambi 9 35.91
Nusa Tenggara Timur 8 16.18
Sumatera Barat 7 62.9
Papua 7 67
Kepulauan Bangka Belitung 7 50.16
Banten 6 93.4
Sulawesi Tengah 6 65.96
Kalimantan Barat 6 8.11
Sumatera Selatan 6 32.01
Lampung 6 21.57
Sumatera Utara 5 25.17
Sulawesi Barat 5 19.55
Nusa Tenggara Barat 5 20.5
Papua Barat 5 45
Kalimantan Timur 4 75
Kalimantan Utara 4 33.89
Gorontalo 4 19.28
Bali 3 38.19
Kepulauan Riau 3 11.4
DI Yogyakarta 2 5.5
Riau 1 4.6
Total 268 1741
7

Menurut Kahfi (2017) Sampah dapat dijelaskan sebagai materi sisa yang tidak
diinginkan yang akhirnya dibuang setelah suatu proses selesai atau berakhir. Ini
menunjukkan bahwa sampah adalah konsep yang terkait dengan aktivitas manusia
dan merupakan hasil dari tindakan manusia.

Menurut Utami dkk (2021) Ekologi adalah cabang ilmu yang mengkaji interaksi
timbal balik antara organisme hidup atau makhluk hidup dengan lingkungannya.
Timbal balik ini bisa berdampak positif dan negatif. Bila perilaku organisme hidup
atau dalam kasus ini adalah manusia melakukan hal negatif terhadap lingkungan,
maka lingkungan juga akan berdampak buruk bagi kelangsungan manusia. Sebagai
contoh kasus yaitu perilaku masyarakat yang tidak mengabaikan pengolahan
sampah dengan benar, maka lingkungan juga akan memberikan timbal balik dengan
buruknya lingkungan yang berdampak pada menurunnya kualitas kehidupan
manusia. Maka dari itu, ekologi sangat perlu diperhatikan untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia.

Bertambahnya populasi penduduk juga berkaitan erat dengan semakin


kompleksnya dampak yang ditimbulkan terhadap ekologi, terutama masalah
sampah. Menurut Data tahun Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat,
pada tahun 2022 jumlah penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Barat yaitu sebanyak
5.125.622 jiwa. Angka tersebut berada di urutan 13 jumlah penduduk terbesar di
Indonesia berdasarkan provinsi.
8

3. METODE
Data yang digunakan yaitu data sekunder berupa data jumlah penduduk Provinsi
Nusa Tenggara Barat tahun 2020 dari BPS dan juga data statistik infrastruktur dari
kementerian PUPR tahun 2022 sebagai acuan untuk mengetahui keberhasilan
indikator pembangunan ekologi. Data jumlah jumlah penduduk diperlukan untuk
menghitung volume timbulan sampah. Kemudian data penduduk tersebut
diproyeksikan hingga 2030 untuk mengetahui apakah kapasitas TPA yang sudah
terbangun memenuhi kapasitas timbulan sampah (saat ini atau/dan hingga 2030)
atau bahkan tidak memenuhi. Berdasarkan Badan Pusat Statistik NTB, laju
pertumbuhan di NTB yaitu di angka 1,63%. Adapun rumus untuk memproyeksikan
jumlah penduduk NTB yaitu sebagai berikut.

Pt = P0 (1 + r)t

keterangan :
Pt : Jumlah penduduk tahun perhitungan (Jiwa)
P0 : Jumlah penduduk tahun awal (Jiwa)
t : Jangka waktu perhitungan (Tahun)
r : Laju pertumbuhan penduduk (%)

Menurut SNI 19-3964-1994, nilai timbulan sampah dapat dihitung berdasarkan


kategori kota besar dan kota sedang/kecil. Untuk kota besar timbulan sampahnya
yaitu 0,4-0,5kg/orang/hari, sedangkan untuk kota sedang/kecil tumbulan
sampahnya yaitu 0,3-0,4kg/orang/hari.

Dalam menghitung kapasitas TPA perlu diperhatikan beberapa asumsi, diantaranya


sebagai berikut.

1. Tumpukan sampah dimodelkan dalam bentuk persegi


2. Aktivitas pemulung dalam TPA mengurangi volume sampah sebanyak 25%
3. Sampah pada landfill dilakukan pemadatan 250 kg/m3
4. Tinggi timbunan sampah 15 m
5. Terjadi penyusutan tinggi tumpukan sampah sebesar 0,002 m perhari
6. Jenis TPA yang digunakan yaitu Sanitary Landfill
9

Adapun rumus untuk menghitung luas area TPA sampah menurut Manurung &
Santoso (2019) yaitu sebagai berikut.

𝑉+𝑆𝐶
LTPA = 𝑇

LPenyangga = 25% × LTPA

keterangan :
LTPA : Luas Tempat Pemrosesan Akhir (m2)
LPenyangga : Luas Area Penyangga TPA (m2)
V : Volume Sampah (m3)
Sc : Soil Cover/Lapisan Tanah Penutup 15% dari Volume Sampah (m3)
T : Tinggi Timbunan Sampah dan Penutup (di Indonesia 10-15 m)

Dari data dan rumus di atas kita dapat mencari luas area TPA yang seharusnya
dibutuhkan berdasarkan jumlah penduduk di NTB. Lalu hasil luas area yang
didapatkan akan dibandingkan dengan total area TPA yang sudah di bangun di NTB
dengan merujuk pada data statistik infrastruktur PUPR.
10

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil proyeksi data jumlah penduduk dari tahun 2020 hingga 2030 dapat dilihat
pada tabel di bawah. Selanjutnya proyeksi jumlah penduduk dapat memberikan
hasil timbulan sampah perhari dan pertahunnya. Hasil data proyeksi sampah
pertahunnya dapat dijumlahkan untuk mendapatkan berat sampah total selama 10
tahun.

Tabel 2. Proyeksi Jumlah Penduduk dan Volume Sampah NTB

Volume Volume
Penduduk
Sampah/Hari Sampah/Tahun
Tahun Jumlah (kg) (kg)
2020 5125622 2050248.80 543315932.00
2021 5209170 2083667.86 552171981.69
2022 5294079 2117631.64 561172384.99
2023 5380373 2152149.04 570319494.87
2024 5468073 2187229.07 579615702.63
2025 5557202 2222880.90 589063438.59
2026 5647785 2259113.86 598665172.64
2027 5739844 2295937.41 608423414.95
2028 5833403 2333361.19 618340716.61
2029 5928487 2371394.98 628419670.30
2030 6025122 2410048.72 638662910.92
Total 6488170820.19

Dari hasil proyeksi timbulan sampah dari 2020 hingga 2030 didapatkan total berat
sampah yaitu 6.488.170.820,19 kg. Selanjutnya angka ini dimasukkan dalam
asumsi yang telah dibuat. Berat jenis sampah tersebut dipadatkan menjadi 250
kg/m3. Maka volume yang didapatkan yaitu 6.488.170.820,19 kg × 250 kg/m3 =
25.952.683.28 m3. Lalu berikutnya dimasukkan dalam asumsi aktivitas pemulung
di TPA yang mengurangi volume sampah sebanyak 25% maka akan diperoleh
25.952.683,28 m3 - (25.952.683,28 m3×25%) = 19.464.512,46 m3.

Lalu hasil volume tersebut dipakai sebagai nilai volume sampah dalam perhitungan
kebutuhan luas area TPA beserta asumsi penyusutan tinggi timbunan sampah setiap
hari sebesar 0,002 m. Maka hasil yang didapatkan yaitu 101,19 ha untuk luas TPA
11

dan 25,3 ha untuk area penunjang TPA. Berarti luas total area TPA yang dibutuhkan
dalam jangka waktu hingga tahun 2030 yaitu 126,49 ha. Berdasarkan data dari
Informasi Statistik PUPR untuk infrastruktur TPA di Provinsi NTB, angka
perhitungan ini jelas memiliki selisih yang cukup jauh. Data dari PUPR yaitu
sebesar 20,5 ha untuk infrastruktur TPA yang sudah terbangun, sedangkan untuk
kebutuhan hingga tahun 2030 yaitu sebesar 126,49 ha.

Berikutnya untuk hasil perhitungan berat timbulan sampah dari 2020 hingga 2023
yaitu 2.226.979.793,55 kg. Volume yang didapat setelah memasukkan berat total
ke dalam perhitungan semua asumsi yaitu sebesar 6.680.939,38 m3. Maka luas TPA
yang seharusnya tersedia yaitu 34,73 ha dengan area penunjang seluas 8,68 ha.
Berarti luas total TPA beserta area penunjang yang dibutuhkan yaitu 43,42 ha.
Angka ini 2 kali lebih besar dibandingkan luas TPA yang tersedia di NTB. Hal ini
jelas mengindikasikan bahwa pembangunan ekologi di NTB mulai terganggu.
Dengan besarnya selisih ini maka pihak berwenang dalam hal ini PUPR perlu untuk
mempertimbangkan penambahan infrastruktur TPA ini agar tidak berdampak pada
buruknya ekologi.

Jika melihat volume timbulan sampah pada tahun 2023 saja, maka luas area TPA
yang dibutuhkan yaitu seluas 11,12 ha. Angka ini menunjukkan area TPA yang
tersedia hanya efektif untuk memproses timbulan sampah selama 1 hingga 2 tahun
saja. Bila hal ini dibiarkan saja, maka akan menimbulkan masalah yang serius bagi
sistem ekologi kedepannya. Perlu dilakukan tindakan serius dari stakeholder agar
masalah ini tidak membesar semakin lama. Perencanaan untuk pembangunan TPA
yang berkelanjutan sangat perlu dilakukan mengingat permasalahan sampah yang
berdampak pada buruknya ekologi menjadi permasalahan yang serius secara global.
12

5. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini diantaranya sebagai berikut.
1. Infrastruktur TPA sampah di NTB pada tahun 2030 setidaknya harus memiliki
luas 126,49 ha agar tidak berdampak buruk pada ekologi.
2. Infrastruktur TPA di NTB pada tahun 2023 sudah mengalami kelebihan
kapasitas dan seharusnya memiliki luas total 43,42 ha.
3. Kapasitas TPA di NTB pada tahun 2023 yaitu 20,5 ha hanya dapat
menampung timbulan sampah 1 hingga 2 tahun saja.
4. Pihak berwenang dalam hal ini PUPR hendaknya lebih memperhatikan
perencanaan infrastruktur TPA yang berkelanjutan agar tidak berdampak pada
buruknya ekologi.
13

6. DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Barat. (t.t.). Diambil 5 Oktober
2023, dari https://ntb.bps.go.id/indicator/12/286/1/jumlah-penduduk-
menurut-jenis-kelamin-dan-kabupaten-kota.html

Buku Informasi Statistik Infrastruktur PUPR 2022 ISBN. (t.t.).

Kahfi, A. (2017). TINJAUAN TERHADAP PENGELOLAAN SAMPAH.


Jurisprudentie : Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum, 4(1),
12–25. https://doi.org/10.24252/JURISPRUDENTIE.V4I1.3661

Kaza, S., Bhada-Tata, P., & Van Woerden, F. (2018). ATLAS of Sustainable
Development Goals 2023. World Bank.

Kaza, S., Yao, L., Bhada-Tata, P., & Woerden, F. Van. (t.t.). WHAT A WASTE 2.0
A Global Snapshot of Solid Waste Management to 2050 OVERVIEW.

Manurung, D. W., & Santoso, E. B. (2019). Penentuan Lokasi Tempat


Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah yang Ramah Lingkungan di Kabupaten
Bekasi. Jurnal Teknik ITS, 8, C123–C130.

Pemerintah Republik Indonesia. (2008). Undang-undang (UU) Nomor 18 Tahun


2008 tentang Pengelolaan Sampah.

SNI 19-3964-1994. (t.t.). Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan


dan komposisi sampah perkotaan.

Utami, D. P., Melliani, D., Niman Maolana, F., Marliyanti, F., & Hidayat, A.
(2021). IKLIM ORGANISASI KELURAHAN DALAM PERSPEKTIF
EKOLOGI. Jurnal Inovasi Penelitian, 1(12), 2735–2742.
https://doi.org/10.47492/JIP.V1I12.536

Anda mungkin juga menyukai