PENDAHULUAN
Filariasis atau Elephantiasis atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah
penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria yang penularannya melalui
gigitan berbagai jenis nyamuk. Diperkirakan penyakit ini telah menginfeksi sekitar
120 juta penduduk di 80 negara, terutama di daerah tropis dan beberapa daerah
subtropis. Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan bila tidak mendapat
payudara, dan alat kelamin baik pada wanita maupun pria. Meskipun filariasis tidak
Filaria limfatik yang terdiri dari Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
tropis dan subtropis, menyebar mulai dari Spanyol sampai di Brisbane, Afrika dan
Asia (Jepang, Taiwan, India, Cina, Filippina, Indonesia) dan negara-negara di Pasifik
Filariasis di Indonesia pertama kali dilaporkan oleh Haga dan van Eecke pada
tahun 1889 di Jakarta yaitu dengan ditemukannya penderita filariasis skrotum. Pada
saat itu pula Jakarta diketahui endemik filariasis limfatik yang disebabkan oleh
darah jari pada tahun 1999 mencapai rata-rata Microfilaria rate (Mf-rate) 3,1 %
dengan kisaran 0,5 – 19,64 % hal ini berdasarkan perhitungan jumlah semua yang
positif dibagi dengan jumlah yang diperiksa dikali seratus persen (Depkes RI, 2005).
Berdasarkan hasil survei cepat yang dilakukan oleh Depkes RI tahun 2000,
kronis (elephantiasis) ± 6500 orang yang tersebar di 1.553 desa, di 231 Kabupaten
dan 26 Propinsi. Data ini belum menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena
hanya 3.020 Puskesmas (42%) dari 7.221 Puskesmas yang menyampaikan laporan
(Depkes, 2005).
tahun 2003 menjadi 139 penderita tahun 2005. Kabupaten Tanjung Jabung Barat
daerah endemis filariasis (Mf rate 2,63%) dengan keadaan daerah banyak hutan dan
berawa gambut, lingkungan yang tidak memenuhi standar kesehatan (Putra, 2007).
limfatik. Pada tahun 2003 pemerintah mengambil langkah dan melakukan survei
darah jari di Desa Simalegi Kecamatan Siberut Utara. Hasil survei diperoleh jumlah
slide positif spesies Brugia malayi sebanyak 11 orang dengan kepadatan Microfilaria
Timur diketahui bahwa jumlah kasus kronis filariasis yang ditemukan meningkat dari
tahun ke tahun. Pada tahun 2002 hanya ditemukan 7 kasus namun pada tahun 2003,
2004 dan 2005 meningkat berturut-turut menjadi 34, 39, dan 42 kasus sedangkan
dilakukan kegiatan survei darah jari di salah satu desa di Kecamatan Tirto yang
tahun 2008 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ada 8.243 dan meningkat
menjadi 11.699 pada tahun 2008. Ada tiga propinsi di Indonesia dengan kasus
2005 terdapat enam Kabupaten di Sumatera Utara yang dinyatakan endemis filariasis;
Tapanuli Selatan (3%), Nias (2,2%), Asahan (2,1%), Deli Serdang (1,4), Serdang
Bedagai (1,3%), dan Labuhan Batu (1,%). Sesuai ketentuan yang dibuat World
Health Organization (WHO), jika Survei Darah Jari (SDJ) diatas 1% hal itu berarti
daerah tersebut sudah dalam kategori endemis transmisi filariasis dan memenuhi
kasus filariasis di Sumatera Utara tahun 2007, 2008, 2009 secara rinci dapat dilihat
Bersumber Binatang (P3B2) Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara ibu Neti
Aritonang, terjadi penurunan jumlah penderita filariasis pada tahun 2009. Penderita
filariasis meninggal dunia karena berusia lanjut. Pada saat penemuan kasus kronis
didapatkan informasi bahwa ada empat Kabupaten/Kota di Sumatera Utara yang aktif
adalah program yang disepakati secara nasional oleh Menteri Kesehatan, Gubernur
pengobatan massal yang sudah berjalan dua putaran sampai dengan tahun 2009 di
Kabupaten Tapanuli Selatan, Labuhan Batu, Deli Serdang dan Nias; survei darah jari
yang sudah berjalan dua kali di Kabupaten Tapanuli Selatan, Labuhan Batu dan Deli
serdang; dan Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Utara mengundang para Kepala
2005).
biaya pengobatan dan perawatan yang diperlukan oleh seseorang penderita filariasis
sekitar 17,8 % dari seluruh pengeluaran keluarga atau 32,3 % biaya makan. Dengan
demikian penderita akan menjadi beban keluarga dan negara (Depkes RI, 2005).
Pada tahun 1994 World Health Organization (WHO) telah menyatakan bahwa
penyakit kaki gajah dapat dieliminasi. Pada tahun 1997 World Health Assembly
(WHA) membuat resolusi tentang eliminasi penyakit kaki gajah. Pada tahun 2000
WHO telah menetapkan komitmen global untuk mengeliminasi penyakit kaki gajah.
gerakan eliminasi penyakit kaki gajah disingkat Elkaga pada tahun 2020 (Depkes RI,
menjadi < 1 % sehingga filariasis tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat
limfatik digunakan metode yang sama di semua negara endemis yang telah
Carbamazine Citrate (DEC) dan Albendazole setahun sekali selama 5 (lima) tahun
(Sudomo, 2008).
(mikrofilaria berada pada darah tepi pada siang dan malam hari) terdapat di Pantai
Utara dengan ciri daerah hutan bakau dan rawa-rawa serta di beberapa tempat di
didasarkan pada Survei Darah Jari yang dilakukan pada tahun 2005 dan di mana
adalah Kecamatan Patumbak dan Kecamatan Pagar Merbau. Di dua kecamatan ini
telah dilakukan pengobatan massal sebanyak 2 kali putaran (pada tahun 2008 dan
2009) dan survei darah jari sebanyak dua kali (pada tahun 2005 dan 2007) serta
filaria yaitu Desa Sigara-gara dan Desa Lantasan Lama. Hal ini ditetapkan
berdasarkan hasil survei darah jari yang dilakukan pada tahun 2005 daerah tersebut
yang mencapai angka Mf-rate 1,4%. Sebuah daerah dikatakan endemis filaria bila
mempunyai Mf-rate di atas 1%. Dengan Mf-rate di atas 1 %, maka desa Sigara-gara
dusun I Desa Sigara-gara dan Lantasan Lama. Pada saat ini penderita filariasis
massal yang sudah berjalan dua kali putaran (Desember 2009 – Januari 2010 dan
Desember 2009 – Maret 2010), survei darah jari satu tahun setelah pengobatan massal
dilakukan dan terlaksana dua kali (tahun 2005 dan 2007), serta penyuluhan kepada
warga desa ketika akan dilakukan pengobatan massal. Mekanisme pembagian obat
anti filariasis dilakukan oleh bidan desa dengan mendatangi rumah warga. Pembagian
obat anti filariasis dilakukan pada pagi hari. Obat anti filariasis yang dibagikan
kepada warga terdiri dari DEC, Albendazole dan Paracetamol. Pada saat pembagian
obat anti filariasis, petugas kesehatan melakukan penyuluhan tentang filariasis dan
pengobatan massal.
pengobatan massal pada bulan Desember 2008 - Januari 2009 sebanyak 50.608 jiwa
(77,9%) sedangkan dalam pengobatan massal pada bulan Desember 2009 – Januari
2010 sebanyak 45.191 jiwa (75,04%). Jumlah penduduk Desa Sigara-gara Kecamatan
Patumbak yang berpartisipasi dalam pengobatan massal pada bulan Desember 2008 -
Januari 2009 sebanyak 4896 jiwa (75%) sedangkan pada bulan Desember 2009 –
Januari 2010 hanya 4635 jiwa (71,60%). Terdapat penurunan jumlah warga yang ikut
akan penyakit filariasis sebab sebagus apapun program yang dilakukan oleh
Perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang
diamati maupun yang tidak diamati, yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
diri dari penyakit dan masalah kesehatan lainnya, meningkatkan kesehatan, dan
2005).
Perilaku kesehatan, yang dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam program
kejadian filariasis.
filariasis
(meliputi: pengobatan massal, survei darah jari, dan penyuluhan) terhadap tindakan
umur, pendidikan, dan pendapatan) dan persepsi Kepala Keluarga tentang program
filariasis.
filariasis.
c. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Deli Serdang dalam
d. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain dan sebagai bahan referensi di