Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

BERFIKIR KRITIS DALAM MANAGEMENT KASUS HIV/AIDS

Oleh :

I Gusti Bagus Komang Alit P07120216056

Ni Putu Sri Wiadnyani P07120216057

Ni Putu Nita Ayu Sandra P07120216058

Kadek Fajar Widyastika P07120216061

Ni Wayan Suratmini P07120216062

Rizqia Reza Umami P07120216063

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN PROFESI NERS

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena

atas berkatNya-lah kelompok dapat menyelesaikan makalah dengan judul

“Berfikir Kritis Dalam Management Kasus Hiv/Aids” tepat pada waktunya dan

sesuai dengan harapan.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah “Keperawatan

HIV/AIDS”.

Kami menyadari bahwa makalah ini memiliki kekurangan baik isi

maupun susunannya. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang

sifatnya membangun, khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi acuan

dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di masa yang akan

datang.Semoga Makalah ini dapat bermanfaat tidak hanya bagi penulis tetapi juga

bagi pembaca.

Denpasar, 30 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................ 3

C. Tujuan.............................................................................................................. 3

1. Tujuan Umum .........................................................................................3


2. Tujuan Khusus ............................................................................................... 3
BAB II..................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN......................................................................................................4
A. Berfikir Kritis ...................................................................................................4

1. Pengertian Berfikir Kritis..................................................................................4

2. Karakteristik Berfikir Kritis..............................................................................4

3. Faktor yang Mempengaruhi Berfikir Kritis......................................................6

4. Model Berfikir Kritis dalam Keperawatan........................................................8

5. Pemecahan Masalah dalam Berfikir Kritis.....................................................10

B. Manajemen Kasus ............................................................................................11


1. Pengertian Manajemen Kasus ...........................................................................11
2. Tahapan Manajemen Kasus ..............................................................................15
BAB III..................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................19
A. Kesimpulan.....................................................................................................19

B. Saran................................................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................20

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi

informasi.Informasi tersebut didapatkan dari hasil pengamatan , pengalaman , akal sehat ,

atau komunikasi. Dalam keperawatan, berpikir kritis adalah suatu kemampuan bagaimana

perawat mampu berpikir dengan sistematis dan menerapkan standar intelektual untuk

menganalisis prorses berpikir . Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen

penting dalam mempertanggung jawabkan profesionalisme dan kualitas pelayanan

asuhan keperawatan. Berpikir kritis merupakan pengujian rasional terhadap ide,pengaruh ,

asumsi , prinsip, argumen , kesimpulan , isu , pernyataan, keyakinan , dan aktivitas

(Bandman dan Bandman 1998).

AIDS merupakan salah satu penyakit menular seksual yang masih menjadi

perbincangan utama dalam permasalahan global. AIDS adalah singkatan dari Acquired

Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat

menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Virus). Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar

seperti kuman, virus, dan penyakit. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan

melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh, sehingga akhirnya tubuh mudah

terserang berbagai jenis penyakit (IKAPI, 2010). Seseorang yang positif mengidap HIV

belum tentu mengidap AIDS. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus

merusak sistem imun. Akibatnya virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya

menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh (Sopiah, 2009)

AIDS merupakan salah satu penyakit menular seksual yang masih menjadi

perbincangan utama dalam permasalahan global. AIDS adalah singkatan dari Acquired

Immuno Deficiency Syndrome, yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat
1
menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency

Virus). Tubuh manusia mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar

seperti kuman, virus, dan penyakit. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan

melemahkan atau merusak sistem pertahanan tubuh, sehingga akhirnya tubuh mudah

terserang berbagai jenis penyakit (IKAPI, 2010). Seseorang yang positif mengidap HIV

belum tentu mengidap AIDS. Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus

merusak sistem imun. Akibatnya virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya

menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh (Sopiah, 2009)

Kasus HIV pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 1987 di Bali

perkembanagn HIV saat itu masih di katakana tidak terjadi penambahan kasus secara

signifikan. Akan tetapi pada tahun 1993 terjadi ledakan pertama di Indonesia yaitu

penambahan kasus baru tahun 1993 bertambah melebihi angka seratus. AIDS merupakan

salah satu penyakit menular seksual yang masih menjadi perbincangan utama dalam

permasalahan global. AIDS adalah singkatan dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome,

yang berarti kumpulan gejala atau sindroma akibat menurunnya kekebalan tubuh yang

disebabkan infeksi virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). Tubuh manusia

mempunyai kekebalan untuk melindungi diri dari serangan luar seperti kuman, virus, dan

penyakit. HIV menyerang sistem kekebalan tubuh manusia dan melemahkan atau merusak

sistem pertahanan tubuh, sehingga akhirnya tubuh mudah terserang berbagai jenis penyakit

(IKAPI, 2010). Seseorang yang positif mengidap HIV belum tentu mengidap AIDS.

Namun, HIV yang ada pada tubuh seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya

virus, jamur dan bakteri yang biasanya tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena

rusaknya sistem imun tubuh (Sopiah, 2009).

Ironisnya tatkala epidemi berbagai negara di belahan dunia sudah menunjukkan

indikasi penurunan preventasi HIV yang melegakan Indonesia justru sebaliknya. Indonesia
2
justru mengalami laju pertumbuhan yang sangat pesat dalam urusan epidemi HIV/AIDS.

Situasi epidemi HIV di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan yang cukup

signifikan dan tentunya ini sangat memprihatinkan. Indonesia kini tergolong concentrated

level of epidemic artinya prevalensi pada subpopulasi tertentu secara konsisten telah

mencapai 5% di beberapa tempat atau wilayah (Depkes RI, 2006).

Dalam memanagement kasus HIV kepada klien, perawat harus mempunyai kode

etik dan moral, dalam menjalankan praktik keperawatan, ada beberapa masalah etik yang

sering dijumpai perawat isu mengenai pasien seperti HIV/AIDS, aborsi ,transplantasi organ,

keputusan untuk mengakhiri hidup. Etika dan moral merupakan sumber dalam merumuskan

standar dan prinsip yang menjadi penuntun dalam berprilaku serta membuat keputusan

untuk melindungi hak-hak manusia. Etika diperlukan oleh semua profesi termasuk juga

keperawatan yang mendasari prinsip-prinsip dasar dan profesi dalamstandar praktik

profesional (Doheny et all, 1982).

A. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Berfikir Kritis Dalam Management Kasus Hiv/Aids?

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Berfikir Kritis Dalam Management Kasus Hiv/Aids.

2. Tujuan Khusus

a. Membahas konsep berfikir kritis

b. Membahas model berpikir kritis dalam keperawatan

c. Membahas pemecahan masalah dalam berpikir kritis

d. Membahas managemen kasus kasus HIV/Aids

3
BAB II

KERANGKA TEORI

A. Berpikir Kritis

1. Pengertian Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan sebuah komponen esensial yang memperlihatkan

kebiasaan berpikir seperti : percaya diri, perspektif kontekstual, kreativitas, fleksibilitas,

rasa ingin tahu, integritas intelektual, intuisi, berpikiran terbuka, tekun dan refleksi. Para

pemikir kritis melatih keterampilan kognitif dalam menganalisis, menerapkan standar,

membedakan, mencari informasi, memberi alasan logis, memperkirakan, dan mengubah

pengetahuan (Rubenfeld & Scheffer, 2006).

Berpikir kritis merupakan cara berpikir untuk mengolah ide, gagasan maupun

informasi untuk mengambil kesimpulan sehingga dapat mengambil keputusan yang

tepat. Perawat perlu mengembangkan kemampuannya dalam melakukan asuhan

keperawatan kepada pasien. Berpikir kritis adalah suatu proses pengujian yang

menitikberatkan pendapat tentang kejadian atau fakta yang mutakhir dan

menginterpretasikannya serta mengevaluasi pendapat-pendapat tersebut untuk mendapat

kesimpulan tentang adanya perspektif/pandangan baru (Strader dalam Maryam, 2008).

2. Karakteristik Berpikir Kitis

a. Konseptualisasi artinya proses intelektual membentuk suatu konsep.  Sedangkan

konsep adalah fenomena atau pandangan mental  tentang realitas, pikiran-pikiran

tentang kejadian, objek atribut, dan sejenisnya. Dengan demikian konseptualisasi

merupakan pikiran abstrak yang digenerilisasi secara otomatis menjadi simbol-

simbol dan disimpan dalam otak.

b. Rasional dan Beralasan artinya argumen yang diberikan selalu berdasarkan analisis

dan mempunyai dasar kuat dari fakta fenomena nyata.


4
c. Reflektif artinya bahwa seseorang pemikir kritis tidak menggunakan asumsi atau

presepsi dalam berpikir atau mengambil keputusan tetapi akan menyediakan waktu

untuk mengumpulkan data dan menganalisisnya berdasarkan disiplin ilmu, fakta dan

kejadian.

d. Bagian dari suatu sikap yaitu pemahaman dari suatu sikap yang harus diambil

pemikir kritis akan selalu menguji apakah sesuatu yang dihadapi itu lebih baik atau

lebih buruk dibanding yang lain.

e. Kemandirian berpikir yaitu seorang berpikir kritis selalu berpikir dalam dirinya tidak

pasif menerima pemikiran dan keyakinan orang lain menganalisis semua isu,

memutuskan secara benar dan dapat dipercaya.

f. Berpikir adil dan terbuka yaitu mencoba untuk beruubah dari pemikiran yang salah

dan kurang menguntungkan menjadi benar dan lebih baik. 

g. Pengambilan keputusan berdasarkan keyakinan yaitu berpikir kritis dingunakan

untuk mengevaluasi suatu argumentasi dan kesimpulan, mencipta suatu pemikiran

baru dan alternatif solusi tindakan yang akan diambil.

h. Watak (dispositions) yaitu seseorang yang mempunyai keterampilan berpikir kritis

mempunyai sikap skeptis, sangat terbuka, menghargai sebuah kejujuran, respek

terhadap berbagai data dan pendapat,resespek tehadap  kejelasan dan ketelitian,

mencari pandangan-pandangan lain yang berbeda, dan akan berubah sikap ketika

terdapat sebuah pendapat yang diangapnya baik.

i. Kriteria (criteria) yaitu dalam berpikir kritis harus mempunyai sebuah kriteria atau

patokan. Untuk sampai kearah mana maka harus menemukan sesuatu untuk 

diputuskan atau dipercayai.meskipun sebuah argumen dapat disusun dari berapa

sumber pembelajaran, namun akan mempunyai kriteria yang berbeda. Apabila kita

akan menerapkan standarlisasi maka haruslah berdasarkan relenfansi, keakuratan

5
fakta-fakta, berdasarkan sumber yang kredibel, teliti tidak benas dari logika yang

keliru, logika yang konsisten dan pertimbangan yang matang.

j. Sudut pandang yaitu cara memandang atau menafkirkan dunia ini, yang akan

menentukan kontruksi makna.seseorang yang berfikir dengan kritis akan memandang

sebuah penomena dari berbagai sudut pandang yang berbeda.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berpikir Kritis

Kemampuan kritis setiap orang berbeda-beda, hal ini didasarkan oleh banyaknya

faktor yang mempengaruhi berpikir kritis setiap individu. Menurut Rubenfeld &

Scheffer (1999 dalam Maryam, Setiawati, Ekasari, 2008) ada 8 faktor yaitu :

a. Kondisi fisik

Kondisi fisik mempengaruhi kemampuan seseorang dalam berpikir kritis. Ketika

seseorang dalam kondisi sakit, sedangkan ia dihadapkan pada kondisi yang menuntut

pemikiran matang untuk memecahkan suatu masalah, tentu kondisi seperti ini sangat

mempengaruhi pikirannya sehingga seseorang tidak dapat berkonsentrasi dan berpikir

cepat.

b. Keyakinan diri/motivasi

Lewin (1935 dalam Maryam, Setiawati & Ekasari, 2008) mengatakan motivasi

sebagai pergerakan positif atau negatif menuju pencapaian tujuan. Motivasi

merupakan upaya untuk menimbulkan rangsangan, dorongan ataupun pembangkit

tenaga untuk melaksanakan sesuatu tujuan yang telah ditetapkannya.

c. Kecemasan

Kecemasan dapat mempengaruhi kualitas pemikiran seseorang. Jika terjadi

ketegangan, hipotalamus dirangsang dan mengirimkan impuls untuk menggiatkan

mekanisme simpatis-adrenal medularis yang mempersiapkan tubuh untuk bertindak.

6
Menurut Rubenfeld & Scheffer (2006) mengatakan kecemasan dapat menurunkan

kemampuan berpikir kritis seseorang.

d. Kebiasaan dan rutinitas

Salah satu faktor yang dapat menurunkan kemampuan berpikir kritis adalah terjebak

dalam rutinitas. Rubenfeld & Scheffer (2006) mengatakan kebiasaan dan rutinitas

yang tidak baik dapat menghambat penggunaan penyelidikan dan ide baru.

e. Perkembangan intelektual

Perkembangan intelektual berkenaan dengan kecerdasan seseorang untuk merespons

dan menyelesaikan suatu persoalan, menghubungkan atau menyatukan satu hal

dengan yang lain, dan dapat merespon dengan baik terhadap stimulus.

f. Konsistensi

Faktor yang mempengaruhi konsistensi adalah makanan, minuman, suhu ruangan,

cahaya, pakaian, tingkat energi, kekurangan tidur, penyakit dan waktu yang dapat

menyebabkan daya berpikir menjadi naik turun.

g. Perasaan

Perasaan atau emosi biasanya diidentifikasikan dalam satu kata yaitu : sedih, lega,

senang, frustasi, bingung, marah, dan seterusnya. Seseorang harus mampu mengenali

dan menyadari bagaimana perasaan dapat mempengaruhi pemikirannya dan mampu

untuk memodifikasi keadaan sekitar yang memberikan kontribusi kepada perasaan.

h. Pengalaman

Pengalaman merupakan hal utama untuk berpindah dari seorang pemula menjadi

seorang ahli.

7
4. Model Berpikir Kritis Dalam Keperawatan

Model T.H.I.N.K (Total Recall, Habits, Inquiry, New Ideas And Creativity,

Knowing How You Think) dikemukakan oleh Rubenfeld & Scheffer (2006). Model

T.H.I.N.K menjelaskan berpikir kritis merupakan perpaduan dari beberapa aktivitas

berpikir yang terkait dengan konteks situasi ketika proses berpikir tersebut terjadi.

Berpikir kritis merupakan proses kompleks yang jauh dari berpikir lurus. Walaupun

berpikir kritis dapat dibagi menjadi beberapa bagian untuk dipelajari, komponen-

komponennya harus “dilekatkan kembali” agar penggunaannya optimal.

a. Ingatan Total (Total Recall)

Ingatan total berarti mengingat beberapa fakta atau mengingat tempat dan

bagaimana cara untuk menemukannya ketika dibutuhkan. Ingatan total juga merupakan

kemampuan untuk mengakses pengetahuan, pengetahuan yang dipelajari dan disimpan

dalam pikiran. Setiap orang memiliki beragam klaster yang sangat besar, hal ini

mewakili pengetahuan yang sangat dikuasai oleh orang tersebut. klaster lain merupakan

klaster yang kecil, seorang pemula dalam keperawatan memiliki klaster pengetahuan

keperawatan yang kecil dan akan berkembang dengan sangat cepat selama kuliah.

b. Kebiasaan (Habits)

Kebiasaan adalah pendekatan berpikir yang sering kali diulang sehingga menjadi

sifat alami kedua. Kebiasaan menghasilkan cara-cara yang dapat diterima dalam

melakukan segala hal yang berhasil, menghemat waktu, atau yang diperlukan. Kebiasaan

memungkinkan seseorang melakukan suatu tindakan tanpa harus memikirkan sebuah

metode baru setiap kali ia akan bertindak.

8
c. Penyelidikan (Inquiry)

Penyelidikan adalah memeriksa isu secara sangat mendetail dan mempertanyakan

isu yang mungkin segera tampak dengan jelas. Penyelidikan juga merupakan jenis

berpikir yang sangat penting untuk mencapai kesimpulan. Kesimpulan dapat dicapai

tanpa menggunakan penyelidikan, tetapi kesimpulan lebih akurat jika menggunakan

penyelidikan. Tahapan dalam penyelidikan antara lain:

1) Melihat sesuatu (menerima informasi)

2) Menarik kesimpulan yang cepat

3) Mengenali adanya gap dalam informasi yang diketahuinya

4) Mengumpulkan informasi tambahan untuk membenarkan atau menyingkirkan

kesimpulan pertama

5) Membandingkan informasi yang baru dengan informasi yang telah diketahui tentang

situasi ini dengan menggunakan pengalaman masa lalu

6) Mempertanyakan setiap bias yang ada

7) Mempertimbangkan satu atau lebih kesimpulan alternatif viii. Memvalidasi

kesimpulan awal atau kesimpulan alternatif dengan lebih banyak informasi

d. Ide dan kreativitas (New Ideas And Creativity)

Ide baru dan kreativitas merupakan model berpikir yang sangat khusus bagi

seseorang. Pemikiran pribadi ini melebihi pemikiran yang biasanya guna membentuk

kembali norma. Seperti penyelidikan, model ini memungkinkan seseorang untuk

memiliki ide melebihi ide-ide dalam buku ajar. Berpikir kreatif bukanlah untuk orang

yang penakut, seseorang harus bersedia mengambil resiko yang terkadang membuatnya

terlihat bodoh dan tidak sesuai dengan karakternya. Pemikir kreatif menghargai

kesalahan sebagai pelajaran yang berharga.

9
e. Mengetahui bagaimana anda berpikir (Knowing How You Think)

Mengetahui bagaimana anda berpikir merupakan model T.H.I.N.K yang terakhir,

tetapi bukan tidak penting, berarti berpikir tentang pemikiran seseorang. Berpikir tentang

pemikiran disebut dengan metakognisi yang berarti “proses mengetahui”. Mengetahui

bagaimana anda berpikir tidak sesederhana seperti yang terdengar. Sebagian besar kita

“hanya berpikir”, kita tidak menghabiskan banyak waktu untuk merenungkan bagaimana

kita berpikir. Namun, keperawatan mengharuskan kita untuk menjadi pemikir kritis.

Bagian dari berpikir kritis adalah terus-menerus berusaha membuat seseorang berpikir

dengan lebih baik atau untuk “mengetahui bagaimana anda berpikir”. Membuat

seseorang berpikir, mungkin lebih baik tidak dilakukan jika orang tersebut tidak

mengetahui dari mana ia harus memulai. Salah satu cara untuk mengidentifikasi posisi

anda saat ini dan mulai mengeksplorasi bagaimana anda berpikir adalah dengan

menggunakan refleksi-diri.

5. Pemecahan Masalah dalam Berpikir Kritis

Pemecahan masalah termasuk dalam langkah proses pengambilan keputusan,

yang difokuskan untuk mencoba memecahkan masalah secepatnya. Masalah dapat

digambarkan sebagai kesenjangan diantara “apa yang ada dan apa yang seharusnya

ada”.  Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang efektif diprediksi bahwa

individu harus memiliki kemampuan berfikir kritis dan mengembangkan dirinya dengan

adanya bimbingan dan role model di lingkungan kerjanya.

Langkah-Langkah Pemecahan Masalah :

a. Mengetahui hakekat dari masalah dengan mendefinisikan masalah yang dihadapi.

b. Mengumpulkan fakta-fakta dan data yang relevan.

10
c. Mengolah fakta dan data.

d. Menentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.

e. Memilih cara pemecahan dari alternatif yang dipilih.

f. Memutuskan tindakan yang akan diambil.

g. Evaluasi.

B. Manajemen Kasus

1. Pengertian Manajemen Kasus

Manajemen kasus adalah pelayanan yang diberikan pada klien yang rentan agar

mereka memperoleh bantuan yang dibutuhkan dalam sistem pemberian pelayanan yang

terfragmentasi di Amerika. Frankel dan Gelman (1988) mengatakan bahwa “tujuannya

adalah akses pelayanan dan kordinasi”, yang berkaitan dengan bantuan berbasis masyarakat

untuk memampukan orang-orang menjalani kehidupannya dalam lingkungan biasa dan

bukan lembaga. Klien-klien rentan ini, termasuk yang menderita gangguan kejiwaan, orang

lanjut usia terlantar, dan penyandang cacat mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam

yang terus membutuhkan perawatan. tujuannya, manajemen kasus menggabungkan aspek-

aspek praktik individu dan komunitas.

Manajemen kasus HIV/AIDS adalah suatu layanan yang mengaitkan dan

mengkoordinasikan bantuan dari institusi dan lembaga yang memberikan dukungan medis,

psikososial dan praktis bagi individu yang membutuhkan.

Definisi lain menyebutkan bahwa manajemen kasus adalah proses pengelolaan

tindakan penanganan kasus yang meliputi assesment, perencanaan, pelaksanaan pelayanan,

pemantauan atau monitoring dan evaluasi untuk menangani masalah secara sistematis

dengan berkordinasi dan melibatkan sumber-sumber yang dibutuhkan.

11
Manajemen kasus merupakan suatu pendekatan dalam pemberian pelayanan yang ditujukan

untuk menjamin agar klien yang mempunyai masalah ganda dan kompleks dapat

memperoleh semua pelayanan yang dibutuhkannya secara tepat. Manajemen kasus

merupakan kegiatan yang memiliki prosedur untuk mengkoordinasi seluruh aktivitas

pertolongan yang diberikan kepada klien secara perorangan maupun kelompok.

Koordinasi disini dilakukan secara professional teamwork yaitu antara pekerja sosial

satu dengan yang lainnya atau dengan profesi lain sehingga upayanya dapat diperluas

terhadap peningkatan pelayanan sesuai kebutuhan klien.40 Barker menjelaskan manajemen

kasus adalah:

A process to plan, seek, advocate for, and monitor services from different social

services or health care organizations and staff on behalf of a client. The process enables

social workers in an organization, or in different organizations, to coordinate their efforts to

serve a given client through professional teamwork, thus expanding the range of needed

services offered. Case management limits problems arising from fragmentation of services,

staff turnover, and inadequate coordination among providers. Case management can occur

within a single, large organization or within a community program that coordinates services

among settings.

“Sebuah proses untuk merencanakan, mencari, advokasi, dan memonitor layanan dari

layanan sosial yang berbeda atau organisasi perawatan kesehatan dan staf atas nama klien.

Proses ini memungkinkan pekerja sosial dalam sebuah organisasi, atau dalam organisasi-

organisasi yang berbeda, untuk mengkoordinasikan usaha-usaha mereka untuk melayani

klien yang diberikan melalui kerja sama tim profesional, sehingga memperluas cakupan

layanan-layanan yang diperlukan. Manajemen kasus membatasi permasalahan-permasalahan

yang timbul dari fragmentasi layanan, pergantian staf, dan koordinasiyang tidak memadai

12
antara penyedia. Manajemen kasus dapat terjadi dalam satu organisasi besar atau dalam

program komunitas yang mengkoordinasikan layanan-layanan antar latar pelayanan.”

Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa manajemen kasus

adalah orang atau tim yang dirancang untuk mengorganisasi, melakukan koordinasi dan

membuat suatu jaringan kerja yang berkelanjutan dari dukungan yang bersifat formal dan

informal dan merancang kegiatan untuk mengoptimalkan fungsi dan kesejahteraan dari

orang-orang dengan kebutuhan yang beragam.

Adapun standar manajemen kasus untuk seorang pekerja sosial menurut NASW

sebagai berikut:

a. Etika dan nilai (ethics and value)

Manajer kasus pekerja sosial harus mematuhi dan mempromosikan etika dan nilai

profesi pekerja sosial dengan menggunakan kode etik NASW sebagai panduan pengambilan

keputusan etis dalam praktik pengelolaan kasus.

b. Kualifikasi (qualifications)

Manajer kasus pekerja sosial harus memiliki gelar sarjana muda atau mahir dalam bidang

sosial dari sekolah atau program yang di akreditasi oleh dewan pendidikan pekerjaan sosial,

dan harus memiliki keterampilan dan pengalaman profesional yang diperlukan.

c. Pengetahuan (knowladge)

Manajer kasus pekerja sosial harus memperolh dan mempertahankan pengetahuan tentang

teori terkini, bukti praktik informasi, konteks sosiohistoris, kebijakan, penelitian, dan metode

evaluasi yang relevan dengan manajemen kasus dan

populasi yang dilayani.

13
d. Budaya dan kompetensi bahasa(cultural and linguistic competence)

Manajer kasus pekerja sosial harus menyediakan dan memfasilitasi akses pelayanan

yang sesuai budaya dan bahasa sesuai dengan indikator NASW untuk pencapaian dalam

standar NASW untuk kompetensi budaya dalam praktik pekerja sosial.

e. Asesmen (assessment)

Manajer kasus pekerja sosial harus melibatkan klien dan bila sesuai, anggota lainnya

dalam sistem klien dalam proses pengumpulan dan pengambilankeputusan yang terus

berlanjut untuk membantu klien mengidentifikasi sasaran, kekuatan dan tantangan mereka.

f. Perencanaan pelayanan, pelaksanaan, dan pemantauan (service planning, implementation,

and monitoring)

Manajer kasus pekerja sosial harus berkolaborasi dengan klien untuk merencanakan,

menerapkan, memantau, dan mengubah layanan individu yang mempromosikan kekuatan

klien, meningkatkan kesejahteraan klien dan menolong klien sampai mencapai keberhasilan.

g. Advokasi dan kepemimpinan (advocacy and leadership)

Manajer kasus pekerja sosial harus menganjurkan hak, keputusan kekuatan, dan

kebutuhan klien dan harus mempromosikan akses klien terhadap sumber daya, dukungan dan

layanan.

h.Interdisipliner dan kolaborasi interorganisasional (interdisciplinary and

interorganizational collaboration)

Manajer kasus pekerja sosial harus mempromosikan kolaborasi antara rekan kerja

dan organisasi untuk meningkatkan pemberian layanan dan memfasilitasi pencapaian tujuan

klien.

i. Evaluasi praktik danperbaikan (practice evaluation and improvement)

Manajer kasus pekerja sosial harus berpartisipasi dalam evaluasi formal yang sedang

berjalan mengenai praktiknya untuk memajukan kesejahteraan klien.


14
j. Pencatatan catatan (record keeping)

Manajer kasus pekerja sosial harus mendokumentasikan semua aktifitas pengelolaan

kasus dalam catatan klien yang tepat pada waktu yang tepat. Dokumentasi pekerjaan sosial

harus dicatat di atas kertas atau dipelihara dengan aman, dan diungkapkan sesuai ketentuan

undang-undang.

k. Keberlanjutan beban kerja (workload sustainability)

Manajer kasus pekerja sosial harus bertanggung jawab mengadvokasi beban kasus

dan lingkup pekerjaan yang memungkinkan perencanaan, penyediaan, dan evaluasi kualitas

layanan manajemen kasus berkualitas tinggi.

l. Pengembangan profesional dan kompetensi (professional development and competence)

Manajer kasus pekerja sosial harus bertanggung jawab secara pribadi atas

pengembangan profesional dan kompetensinya sesuai dengan kode etik NASW.

2. Tahapan Manajemen Kasus

Untuk melaksanakan manajemen kasus, pekerja sosial menggunakan tahapan

manajemen kasus yang di adopsi dari tahapan intervensi pekerja sosial. Tahapan-tahapannya

sebagai berikut:

a. Wawancara awal (Intake)

Proses manajemen kasus HIV dimulai dengan wawancara awal dan dalam berbagai

setting wawancara ini digabung dengan intake. Tujuan utama wawancara awal adalah

membangun rapport yang nyaman yang memfasilitasi pengembangan suatu hubungan kerja

sama dan menempatkan pekerja sosial sebagai titik aman dalam kontak dengan klien.

Dalam intake dilakukan asesmen awal tentang kebutuhan klien yang bertujuan untuk

menjembatani kesenjangan antara kebutuhan akan layanan dan sistem sumber daya.

15
d. Asesmen (Assessment)

Assesment merupakan kunci dalam membangun profil dasar bagi rujukan layanan awal,

pengembangan rencana pelayanan, dan kriteria evaluasi hasil pelayanan. Instrumen formal

digunakan untuk mengumpulkan informasi seperti data dasar klien, informasi medis,

situasi kehidupan, sejarah dan situasi pribadi, relasi dan dukungan sosial, pendidikan

kesehatan, keberfungsian psikososial dan status mental, status fungsional, kebutuhan dan

isu-isu layanan, dan isu-isu legal. Manajer kasus menjalankan dua fungsi baru yang semakin

meningkat, yaitu melakukan assesment risiko dan kemampuan klien untuk patuh pada

pengobatan dengan HAART (Highly Active Antiretroviral Theraphy). Melakukan

assessment risiko penularan HIV mencakup identifikasi hambatan bagi klien untuk

mengurangi risiko penularan serta pendidikan tentang penularan HIV dan cara untuk

mengurangi risiko. Apabila perilaku berisiko diidentifikasi, maka diatasi melalui rencana

pelayanan serta dipantau dalam konteks relasi manajemen kasus yang terus berlangsung.

Fungsi tambahan, yaitu menentukan kemampuan untuk patuh, harus dilakukan dalam kerja

sama dengan tim medis. Peran manajer kasus tidak hanya mengidentifikasi dan membantu

mengatasi hambatan psikososial dalam mengikuti pengobatan, tetapi juga untuk

mengadvokasi adanya akses bagi pengobatan baru.

e. Perencanaan (Planning)

Perencanaan yaitu tahap untuk menyusun dan mengembangkan layanan yang

menyeluruh untuk klien sesuai dengan hasil assessment. hasil-hasil identifikasi masalah yang

didapatkan dari tahap assessment (sesuai dengan keinginan klien, masalah kebutuhannya,

serta sumber daya yang tersedia), kemudian disusun menjadi suatu formulasi masalah, dan

selanjutnya dapat ditetapkan prioritas masalah yang digunakan untuk menyusun

perencanaan.

16
f. Pelaksanaan (Implementation)

Dalam tahap pelaksanaan pekerja sosial dan klien melakukan tindakan untuk

mencapai tujuan rencana pelayanan. Tahap ini mencakup dua hal, yaitu direct service yaitu

pelayanan langsung dan indirect service atau pelayanan tidak langsung. Manajer kasus

dalam tahap pelayanan langsung atau direct service harus mampu mendampingi dan

mendukung klien untuk melakukan perubahan lebih baik, agar bisa lebih semangat menjalani

hidup dan bisa memiliki keahlian agar dapat membanggakan dirinya sendiri dan orang lain.

g. Pemantauan (Monitoring)

Monitoring merupakan salah satu tugas utama setelah tahap pelaksanaan atau

implementation. Selama proses monitoring, manajer kasus tetap berhubungan dan

melanjutkan komunikasi dengan penyedia layanan lain. Proses monitoring terdiri dari dua

bagian. Pertama, menentukan apakah perencanaan pelayanan sudah lengkap dan berhasil

dijalankan sesuai dengan kebutuhan klien. Kedua, berfokus apakah tujuan pelayanan yang

telah ada sudah selesai dilaksanakan atau belum.

g. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana efektifitas dari pelaksanaan

manajemen kasus, menentukan apakah populasi yang terkena HIV dalam suatu wilayah

geografis memiliki pengetahuan tentang ketersediaan layanan, melakukan survei terhadap

pemberi layanan tentang kepuasannya dengan layanan manajemen kasus (khususnya

apabila manajer kasus bekerja sama dengan tim medis).

h.Pengakhiran (Termination)

Terminasi yang tepat dilakukan apabila klien telah mendapatkan apa yang telah

menjadi tujuannya, klien telah mampu mandiri untuk mengatur dirinya sesuai dengan tujuan

yang ingin dicapai, klien telah berhasil kerjasama dengan lembaga pelayanan sosial, sistem

komunitasnya atau yang lainnya sesuai dengan yang telah direncanakan. Pada masa transisi
17
manajer kasus mengajak klien untuk berperan aktif merencanakan kegiatan dan pemenuhan

kebutuhannya secara mandiri. Akan tetapi selain proses yang diakhiri atas dasar kesepakatan

bersama karena sudah tercapainya suatu kemampuan tertentu dari klien.

18
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Berpikir kritis adalah proses mental untuk menganalisis atau mengevaluasi

informasi.Informasi tersebut didapatkan dari hasil pengamatan , pengalaman , akal sehat ,

atau komunikasi. Dalam keperawatan, berpikir kritis adalah suatu kemampuan bagaimana

perawat mampu berpikir dengan sistematis dan menerapkan standar intelektual untuk

menganalisis prorses berpikir . Berpikir kritis dalam keperawatan adalah suatu komponen

penting dalam mempertanggung jawabkan profesionalisme dan kualitas pelayanan

asuhan keperawatan. Manajemen kasus HIV/AIDS adalah suatu layanan yang mengaitkan

dan mengkoordinasikan bantuan dari institusi dan lembaga yang memberikan dukungan

medis, psikososial dan praktis bagi individu yang membutuhkan.

B. Saran

Melakukan management kasus HIV/AIDS harus koordinasi dan membuat suatu

jaringan kerja yang berkelanjutan dari dukungan yang bersifat formal dan informal dan

merancang kegiatan untuk mengoptimalkan fungsi dan kesejahteraan dari orang-orang

dengan kebutuhan yang beragam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T . H., & Kamitsuru, S. (2018). Diagnosis KeperawatanDefinisi &


Klasifikasi2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC
Syahputri, R. (2017). Pengaruh berpikir kritis dalam asuhan keperawatan untuk menangani
penyakit mental. 1–12.
Tarihoran, Y. (2019). Keterampilan Befikir Kritis Dalam Memberi Asuhan Keperawatan.
Retrieved from https://osf.io/6kydr/download/?format=pdf
Ariefuzzaman, Siti Napsiyah dan Fuaida, Lisma Diawati. Belajar Teori Pekerjaan Sosial.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarifhidayatullah Jakarta, 2011.

Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi


Komunitas. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2001.

Ghoni, M.Djunaedi dan Almanshur, Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif. Jogjakarta: Ar-
Ruzz Media,2012.

Halim, Akbar. dkk. Pedoman Manajemen Kasus Perlindungan Anak. Jakarta: Direktorat
Pelayanan Anak dan Rehabilitasi Sosial Kementerian Sosial, 2010.

Hermawati, Istiana. Metode dan Tekhnik dalam Praktek Pekerjaan Sosial. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa, 2001.

Julianto, Irwan. Jika Ia Anak Kita: Aids dan Jurnalisme Empati. Jakarta: KOMPAS, 2002

Koentjaraningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1985..

Nasrunodin. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis Dan Sosial, edisi ke-2.
Surabaya: Airlangga University Press,2014.

Roberts, Albert R dan Greene, Gilbert J. Buku pintar pekerja sosial, edisi pertama. Jakarta:
PT BPK Gunung Mulia, 2008.

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai