Anda di halaman 1dari 65

asuhan keperawatan pada anak

dengan gangguan kebutuhan cairan


dan elektrolit: pada sistem
pencernaan, vaskuler dan
perkemihan
Ns. Nurmukaromatis Saleha, M.Kep
Tujuan
• Mahasiswa mampu memahami konsep askep
pada anak dengan Diare, DHF dan Nefrotik
Syndrom
• Mahasiswa mampu melakukan pengkajian askep
pada anak dengan Diare, DHF dan Nefrotik
Syndrom
• Mahasiswa mampu mebuat rencana, melakukan
implementasi dan evaluasi askep pada anak
dengan Diare, DHF dan Nefrotik Syndrom
Gangguan kebutuhan cairan dan
elektrolit pada sistem pencernaan:
Diare
• Review anatomi fisiologi sistem pencernaan
Askep pada anak dengan diare
Diare adalah
• peningkatan pengeluaran tinja
dengan konsistensi lebih lunak atau
lebih cair dari biasanya, dan terjadi
paling sedikit 3 kali dalam 24 jam.
• Sementara untuk bayi dan anak-
anak, diare didefinisikan sebagai TIDAK BERDARAH

pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam,


sedangkan rata- rata pengeluaran
tinja normal bayi sebesar 5-10
g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
Penyebab
• kuman meliputi infeksi bakteri, virus, parasite, protozoa, serta
jamur
Infeksi • vibrio, E. coli, salmonella, shigella, campylobacter, aeromonas,
sedangkan infeksi virus disebabkan oleh enterovirus, adenovirus,
rotavirus, astrovirus dan infeksi parasite disebabkan oleh cacing
enteral ascaris, trichiuris, oxyuris, strongiloide, dan protozoa disebabkan
oleh etnamoeba hystolitika, giardia lambia, trichomonas hominis
serta jamur yaitu candida albicans.

Infeksi • otitis media, tonsilitis,


bronchopneumonia serta encephalitis
parenteral

Faktor • karbohidrat seperti disakarida (intoleransi laktosa,


maltose dan sukrosa), monosakarida intoleransi
glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi protein
malabsorpsi dan lemak.
FAKTOR RISIKO
• Tidak memberikan air susu
ibu/ASI (ASI eksklusif)
• Kurang hygines; tempat
Faktor perilaku makanan
• Tidak menerapkan kebiasaan
cuci tangan pakai sabun

• Ketersediaan air bersih yang tidak


memadai, kurangnya ketersediaan
Faktor lingkungan mandi cuci kakus (MCK).
•- Kebersihan lingkungan dan
pribadi yang buruk.

kurang gizi/malnutrisi terutama


anak gizi buruk, penyakit
imunodefisiensi/imunosupresi
dan penderita campak.
Cara Penularan
Cara penularan diare melalui cara faecal-oral
yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman atau kontak langsung tangan
penderita atau tidak langsung melalui lalat
(melalui 5F = faeces, flies, food,
fluid, finger).
e. Patofisiologi
Berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya diare di antaranya karena
faktor infeksi dimana proses ini diawali dengan masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran pencernaan kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus.
Berikutnya terjadi perubahan dalam kapasitas usus sehingga
menyebabkan gangguan fungsi usus dalam mengabsorpsi (penyerapan)
cairan dan elektrolit. Dengan adanya toksis bakteri maka akan
menyebabkan gangguan sistem transpor aktif dalam usus akibatnya sel
mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit
meningkat.
Faktor malaborpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang
mengakibatkan tekanan osmotic meningkat sehingga terjadi pergeseran
cairan dan elektrolit ke dalam usus yang dapat meningkatkan rongga usus
sehingga terjadi diare. Pada faktor makanan dapat terjadi apabila toksin
yang ada tidak diserap dengan baik sehingga terjadi peningkatan dan
penurunan peristaltic yang mengakibatkan penurunan penyerapan
makanan yang kemudian terjadi diare.
Pathway diare
Etiologi: faktor infeksi, malabsorbsi,
makanan dan psikologis

Makanan yg tdk Adanya toksik/zat tertentu


dpt diserap pada dinding usus

Hiperperistaltik
Tekanan osmotik rongga Peningkatan sekresi atau hipoperistaltik
usus meningkat air dan elektrolit ke
dlm rongga usus

Usus tdk mampu


Air dan elektrolit Peningkatan isi menyerap makanan
dlm usus meningkat rongga usus

Merangsang usus
utk mengeluarkan Diare
Lanjutan Pathway Diare
Diare Penyerapan sari
makanan menurun

Anak gelisah, Tinja cair, berlendir, Nutrisi kurang dari


rewel berulang kebutuhan

Cemas pada Output cairan kelemahan


orang tua meningkat

Cairan kurang Intoleransi


Nyeri Anus lecet aktivitas
dari kebutuhan

Gangguan
integritas kulit
Klasifikasi Dehidrasi
A. Derajat Dehidrasi Menurut Jumlah Cairan
yang Hilang
1. Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 5 % Berat Badan
2. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5- 10 % Berat Badan
3. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan >10 % Berat Badan
B. Derajat Dehidrasi menurut Tonisitas
Cairan
1. Dehidrasi isotonik
Kadar Na dalam plasma 130 – 150 mEq/L
2. Dehidrasi hipotonik
Kadar Na dalam plasma <130 mEq/L
3. Dehidrasi hipertonik
Kadar Na dalam plasma > 150 mEq/L
Pemeriksaan penunjang:
• Elektrolit
• feses
Tatalaksana Anak-anak dengan
dehidrasi berat
• harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang
diikuti dengan rehidrasi oral.
• Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat
infud disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa
minum.
• Larutan intravena terbaik adalah larutan ringer
laktat. Jika tidak tersedia berikan larutan garam
normal (NaCL 0.9%).
• Beri 100 ml/kgBB larutan yang dipilih dan dibagi
sesuai Tabel berikut ini.
Pemberian Cairan Intravena Untuk
Anak Dengan Dehidrasi Berat.

Pertama, berikan Selanjutnya, berikan


Usia
30 ml/kg dalam 70 ml/kg dalam
< 12 bulan 1 jam 5 jam
≥ 12 bulan 30 menit 2,5 jam
Komplikasi:
• Dehidrasi
• Kejang hipovolumik
• Hipokalemia
• Hipoglikemia
• Kejang
• Malnutrisi energi protein
MASALAH KEPERAWATAN
• DEFISIT VOL CAIRAN
• DIARE
• NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN
• NYERI AKUT PADA ANUS
• CEMAS PADA ORTU
• GG INTEGRITAS KULIT
• INTOLERANSI AKTIVITAS
ASKEP PADA ANAK DENGAN DBD
DHF
DEGUE HAEMORRAGIK FEVER
DBD----DEMAM BEDARAH DENGUE
PENGERTIAN
• Deman berdarah dengue atau dengue
haemorrhagic fever adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang masuk
ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk
Aedes Aegypti (WHO, 2009)
ETIOLOGI
• Menurut Depkes (2005), penyebab DBD adalah
virus dengue, yang mana memiliki 4 serotipe
yaitu dengue-1, dengue-2, dengue-3 dan dengue-
4 dan telah ditemukan di seluruh Indonesia,
serta termasuk dalam group B Arthropod
Borne Virus (Arbovirus). Saat ini Indonesia yang
dominan adalah dengue-3.
• Nyamuk aedes aegypti mengalami
metamorphosis di dalam air mulai dari telur-
jentik-kepongpong-nyamuk. Telur menetas
menjadi jentik berlangsung selama dua hari
terendam dalam air, stadium jentik berlangsung
selama enam sampai delapan hari dan stadium
kepongpong selama dua sampai empat hari serta
dari telur menjadi nyamuk dewasa berlangsung
selama sembilan sampai sepuluh hari (Depkes,
2005). Menurut Anggraeni (2010),
nyamuk aedes aegypti menggigit
pada siang hari sekitar jam 09.00
sampai 10.00 dan sore hari sekitar
jam 14.00 sampai jam 17.00.
Patofisiologi
Pada serangan virus dengue untuk pertama kali tubuh akan membentuk
kekebalan spesifik khusus untuk dengue tetapi masih memungkinkan diserang
untuk kedua kalinya atau lebih karena ada lebih dari satu tipe virus dengue
(Nadesul, 2007). Orang yang terinfeksi virus dengue untuk pertama kali
umumnya hanya menderita demam ringan dan biasanya sembuh sendiri
dalam waktu 5 hari pengobatan, (Depkes, 2005). Infeksi virus dengue
selanjutnya dengan tipe virus yang berbeda akan menyebabkan penyakit DBD
(Nadesul, 2007).
Setelah virus masuk ke dalam tubuh maka virus akan berkembang
biak di
retikuloendotel sel (sel-sel mesenhim dengan daya fagosit) sehingga
tubuh mengalami viremia (darah mengandung virus) yang
menyebabkan terbentuknya virus antibody, sehingga menyebabkan
agregrasi trombosit yang berdampak terjadinya trombositopenia, aktivitas
koagulasi yang berdampak meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga
terjadi kebocoran plasma, aktivasi komplemen juga akan berdampak pada
permeabilitas kalpiler sehingga dapat terjadi kebocoran plasma dan timbul
syok (WHO, 2009).
Tanda dan Gejala
Gejala klinis berikut ini harus ada yaitu:
1)Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus- menerus selama 2-7 hari.
2) Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan:
- Uji bending positif/ rumplle leed.
- Petekie, ekimosis dan purpura.
- Perdarahan mukosa, epistaksis dan perdarahan gusi.
- Hematemisis dan atau melena.
3) Pembesaran hati
4)Syok, yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah
sampai tak teraba, penyempitan tekanan nadi ( ≤ 20
mmHg), hipotensi sampai tidak terukur, kaki dan tangan
dingin, kulit lembab, capillary refill time memanjang ( > 2
detik) dan pasien tampak gelisah.
Gambaran klinis

• Fase • Fase kritis, • Fase


febris pemulihan

demam pengembalian
mendadak terjadi pada cairan dari
tinggi 2-7 hari hari 3 - 7 ekstravaskuler
ke intravaskuler
secara perlahan
Gambaran klinis berdasarkan fase
meliputi:
1) Fase febris, biasanya
demam mendadak tinggi 2-7
hari, disertai muka kemerahan,
eritema kulit, nyeri seluruh tubuh,
mialgia, artralgia dan sakit kepala.
Pada beberapa kasus ditemukan
nyeri tenggorok, injeksi farings dan
konjungtiva, anoreksia, mual dan
muntah. Pada fase ini dapat pula
ditemukan tanda perdarahan
seperti ptekie, perdarahan
mukosa, walaupun jarang dapat
pula terjadi perdarahan
pervaginam dan perdarahan
gastrointestinal.
2) Fase kritis, terjadi pada hari 3 - 7 sakit dan
ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai
kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya
kebocoran plasma yang biasanya berlangsung
selama 24 - 48 jam. Kebocoran plasma sering
didahului oleh lekopeni progresif disertai
penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat
terjadi syok.
3) Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka
terjadi pengembalian cairan dari ekstravaskuler ke
intravaskuler secara perlahan pada 48 - 72 jam
setelahnya. Keadaan umum penderita membaik,
nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil
dan diuresis membaik.
Klasifikasi DBD
Menurut WHO (2008), derajat penyakit DBD
dapat diklasifikasikan dalam 4 derajat dimana
pada setiap derajat sudah ditemukan
trombositopenia dan hemokonsentrasi, yang
terdiri dari:

1) Derajat I: demam disertai gejala tidak khas


dan satu-satunya manifestasi perdarahan
ialah uji bendung.
2) Derajat II: seperti derajat I, disertai
perdarahan spontan di kulit dan atau
perdarahan lain.
3) Derajat III: didapatkan kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau
hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit
dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
4) Derajat IV: syok berat, nadi tidak dapat
diraba dan tekanan darah tidak teratur.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
meliputi:
1) Pemeriksaan trombosit, dimana ditemukan
trombositopenia (100.000/μl atau kurang).
2) Adanya kebocoran plasma karena peningkatan
permeabilitas kapiler dengan manifestasi sebagai
berikut:
- Peningkatan hematocrit ≥ 20 % dari nilai standar.
- Peningkatan hematokrit setelah ≥ 20% setelah
mendapat terapi cairan.
- Efusi pleura/pericardial, asites, hipoproteinemia.
Dua dari kriteria gejala klinis pertama ditambah satu dari
kriteria laboratorium (atau hanya peningkatan
hematokrit) cukup untuk menegakkan diagnosis kerja
DBD.
HEMATOKRIT
Penatalaksanaan Demam Berdarah
Dengue Tanpa Syok
Penatalaksanaan disesuaikan dengan
gambaran klinis maupun fase, dan
untuk diagnosis DBD pada derajat I dan II
menunjukkan bahwa anak mengalami DBD
tanpa syok sedangkan pada derajat III dan
derajat IV maka anak mengalami DBD
disertai dengan syok.
Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit
meliputi:

1) Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah,


air tajin, air sirup, susu untuk mengganti cairan yang hilang
akibat kebocoran plasma, demam, muntah/diare.
2) Berikan parasetamol bila demam, jangan berikan asetosal
atau ibuprofen karena dapat merangsang terjadinya
perdarahan.
3) Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:
Berikan hanya larutan isotonic seperti ringer
laktat/asetat.
Kebutuhan cairan parenteral:
- Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
- Berat badan 14-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
- Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam

Tatalaksana untuk anak yang dirawat di rumah sakit meliputi:

• Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam,


serta periksa laboratorium (hematocrit,
trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6
jam.
• Apabila terjadi penurunan hematocrit dan
klinis membaik, turunkan jumlah cairan secara
bertahap sampai keadaan stabil. Cairan
intrvena biasanya hanya memerlukan waktu
24-48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler
spontan setelah pemberian cairan.
4) Apabila terjadi perburukan klinis maka berikan
tatalaksana sesuai dengan tatalaksana syok
terkompensasi.
Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue
Dengan Syok menurut WHO (2008), meliputi:

1) Perlakukan sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secara nasal.
2) Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti ringer laktat/asetan secepatnya.
3) Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-20
ml/kg BB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
4) Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematocrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi: berikan transfusi
darah/komponen.
5) Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai
membaik, tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB
dalam 2-4 jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis
laboratorium.
6) Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Perlu
diingat banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak
dari pada pemberian yang terlalu sedikit.
ASKEP PADA ANAK DENGAN
NEFROTIK SYNDROM
Nefrotik Syndrom
• Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema,
proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia.
Kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan
penurunan fungsi ginjal ( Ngastiyah, 1997).
• Penyakit ini terjadi tiba-tiba, terutama pada anak-anak.
Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap, atau
urin yang kental akibat proteinuria berat ( Mansjoer Arif,
dkk. 1999).
• Nephrotic Syndrome merupakan kumpulan gejala yang
disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada
anak dengan karakteristik : proteinuria, hypoproteinuria,
hypoalbuminemia, hyperlipidemia dan edema (Suryadi,
2001).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan
klinis ditandai oleh:
• Peningkatan protein dalam urin secara
bermakna (proteinuria)
• Penurunan albumin dalam darah
• Edema
• Serum cholesterol yang tinggi
(hiperlipidemia)
B. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai
suatu penyakit autoimun, yaitu suatu reaksi antigen – antibodi. Umumnya etiologi dibagi
menjadi :
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Resisten
terhadap semua pengobatan. Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal dalam
bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
• Malaria kuartana atau parasit lainnya.
• Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
• Glumerulonefritis akut atau kronik,
• Trombosis vena renalis.
• Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air raksa.
• Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif
hipokomplementemik.
B. Etiologi
3. Tidak diketahui sebabnya atau disebut sindroma nefrotik primer.
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dgn
pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churk dkk
membaginya menjadi :
4. Kelainan minimal
Pada mikroskop elektron akan tampak foot prosessus sel epitel
berpadu. Dengan cara imunofluoresensi ternyata tidak terdapat IgG
pada dinding kapiler glomerulus.
5. Nefropati membranosa
Semua glomerulus menunjukan penebalan dinding kapiler yang
tersebar tanpa proliferasi sel. Prognosis kurang baik.
6. Glomerulonefritis proliferatif
C. Patofisiologi
Terjadi proteinuria akibat peningkatan permiabilitas membran glomerulus.
Sebagian besar protein dalam urin adalah albumin sehingga jika laju sintesis
hepar dilampui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia.
Hal ini menyebabkan retensi garam dan air.
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan edema generalisata akibat
cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang cairan ekstra
seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem imun
angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
Hilangnya protein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan
peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia).
Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan
karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atau defisiensi seng.
Sindrom nefrotik dapat terjadi dihampir setiap penyakit renal intrinsik atau
sistemik yang mempengaruhi glomerulus. Meskipun secara umum penyakit
ini dianggap menyerang anak-anak, namun sindrom nefrotik juga terjadi pada
orang dewasa termasuk lansia.
D. Manifestasi Klinik

• Proteinuria > 3,5 g/hari pada dewasa atau 0,05 g/kg


BB/hari pada anak-anak.
• Hipoalbuminemia < 30 g/l.
– Edema generalisata. Edema terutama jelas pada kaki, namun
dapat ditemukan edema muka, ascxites dan efusi pleura.
– Anorexia
– Fatique
– Nyeri abdomen
– Berat badan meningkat
– Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia.
– Hiperkoagualabilitas, yang akan meningkatkan resiko trombosis
vena dan arteri.
E. Komplikasi F. Pemeriksaan Diagnostik

• Infeksi (akibat defisiensi • Adanya tanda klinis pada anak


respon imun) • Riwayat infeksi saluran nafas
• Tromboembolisme (terutama atas
vena renal) • Analisa urin : meningkatnya
• Emboli pulmo protein dalam urin
• Peningkatan terjadinya • Menurunnya serum protein
aterosklerosis • Biopsi ginjal
• Hypovolemia
• Hilangnya protein dalam urin
• Dehidrasi
G. Penatalaksanaan Terapeutik
• Diit tinggi protein, diit rendah natrium jika edema
berat
• Pembatasan sodium jika anak hipertensi
• Antibiotik untuk mencegah infeksi
• Terapi diuretik sesuai program
• Terapi albumin jika intake anak dan output urin
kurang
• Terapi prednison dgn dosis 2 mg/kg/hari sesuai
program
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN SYNDROOM NEFROTIK
• Pengkajian
a.Identitas.
Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun
setiap 100.000 anak terjadi pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-
laki dan perempuan yaitu 2 : 1. Pada daerah endemik malaria banyak
mengalami komplikasi sindrom nefrotik.
b. Riwayat Kesehatan.
1) Keluhan utama.
Badan bengkak, muka sembab dan napsu makan menurun
2) Riwayat penyakit dahulu.
Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar
bahan kimia.
3) Riwayat penyakit sekarang.
Badan bengkak, muka sembab, muntah, napsu makan menurun,
konstipasi, diare, urine menurun.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN SYNDROOM NEFROTIK
c. Riwayat kesehatan keluarga.
Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini
tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan
bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua
tahun setelah kelahiran.
d. Riwayat kehamilan dan persalinan
Tidak ada hubungan.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Endemik malaria sering terjadi kasus NS.
f. Imunisasi.
Tidak ada hubungan.
g. Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan.
Berat badan = umur (tahun) X 2 + 8
Tinggi badan = 2 kali tinggi badan lahir.
Perkembangan psikoseksual :
anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari beberapa daerah
erogennya, senang bermain dengan anak berjenis kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat
dengan ibu, elektra kompleks untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.
Perkembangan psikososial :
anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu memiliki inisiatif untuk belajar mencari
pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.
Perkembangan kognitif :
masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia dengan bahasa, bermain dan meniru,
menggunakan alat-alat sederhana.
Perkembangan fisik dan mental :
melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-
jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan
kecil, meniru aktivitas orang dewasa.
Respon hospitalisasi :
sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam bermain, rewel, gelisah, regresi,
perasaan berpisah dari orang tua, teman.
h. Riwayat nutrisi.
Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah dihitung dengan
rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %, dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan
> 80 % (gizi baik).
i. Pengkajian persistem.
a) Sistem pernapasan.
Frekuensi pernapasan 15 - 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi abdomen
b) Sistem kardiovaskuler.
Nadi 70 - 110 X/mnt, tekanan darah 95/65 - 100/60 mmHg, hipertensi ringan bisa dijumpai.
c) Sistem persarafan.
Dalam batas normal.
d) Sistem perkemihan.
Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.
e) Sistem pencernaan.
Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat,
hernia umbilikalis, prolaps anii.
f) Sistem muskuloskeletal.
Dalam batas normal.
g) Sistem integumen.
Edema periorbital, ascites.
h) Sistem endokrin
Dalam batas normal
i) Sistem reproduksi
Dalam batas normal.
j. Persepsi orang tua
Kecemasan orang tua terhadap kondisi anaknya.
2. Diagnosa dan Rencana
Keperawatan Sindrom Nefrotik
a) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein
sekunder terhadap peningkatan permiabilitas glomerulus.
Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil
penurunan edema, ascites, kadar protein darah meningkat, output urine
adekuat 600 - 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi dalam batas normal.
Intervensi :
1. Catat intake dan output secara akurat. Rasional : Evaluasi harian
keberhasilan terapi dan dasar penentuan tindakan
2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran abdomen, BJ urine. Rasional :
Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi indikator regimen terapi
3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala yang sama. Rasional :
Estimasi penurunan edema tubuh
4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah garam. Rasional :
Mencegah edema bertambah berat
5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari. Rasional : Pembatasan protein
bertujuan untuk meringankan beban kerja hepar dan mencegah
bertamabah rusaknya hemdinamik ginjal.
b) Perubahan nutrisi ruang dari kebutuhan berhubungan dengan
malnutrisi sekunder terhadap kehilangan protein dan penurunan
napsu makan.

• Tujuan kebutuhan nutrisi akan terpenuhi dengan kriteria


hasil napsu makan baik, tidak terjadi hipoprtoeinemia, porsi
makan yang dihidangkan dihabiskan, edema dan ascites
tidak ada.
• Intervensi :
1. Catat intake dan output makanan secara akurat. Rasional
: Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
2. Kaji adanya anoreksia, hipoproteinemia, diare. Rasional :
Gangguan nuirisi dapat terjadi secara perlahan. Diare
sebagai reaksi edema intestinal
3. Pastikan anak mendapat makanan dengan diet yang
cukup. Rasional : Mencegah status nutrisi menjadi
lebih buruk.
c) Resiko tinggi infeksi berhubungan
dengan imunitas tubuh yang menurun.
• Tujuan tidak terjadi infeksi dengan kriteria hasil tanda-tanda infeksi
tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan perilaku
keluarga dalam melakukan perawatan.
Intervensi :
1. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena infeksi melalui
pembatasan pengunjung. Rasional : Meminimalkan masuknya
organisme.
2. Tempatkan anak di ruangan non infeksi. Rasional : Mencegah
terjadinya infeksi nosokomial.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan. Rasional : Mencegah
terjadinya infeksi nosokomial.
4. Lakukan tindakan invasif secara aseptik. Rasional : Membatasi
masuknya bakteri ke dalam tubuh. Deteksi dini adanya infeksi
dapat mencegah sepsis.
d) Kecemasan anak berhubungan dengan lingkungan
perawatan yang asing (dampak hospitalisasi).
Tujuan kecemasan anak menurun atau hilang dengan kriteria hasil
kooperatif pada tindakan keperawatan, komunikatif pada
perawat, secara verbal mengatakan tidak takur.
Intervensi :
1. Validasi perasaan takut atau cemas. Rasional : Perasaan adalah
nyata dan membantu pasien untuk tebuka sehingga dapat
menghadapinya.
2. Pertahankan kontak dengan klien. Rasional : Memantapkan
hubungan, meningkatan ekspresi perasaan.
3. Upayakan ada keluarga yang menunggu. Rasional : Dukungan yang
terus menerus mengurangi ketakutan atau kecemasan yang
dihadapi.
4. Anjurkan orang tua untuk membawakan mainan atau foto
keluarga. Rasional : Meminimalkan dampak hospitalisasi terpisah
dari anggota keluarga.
Pemenuhan kebutuhan cairan
pada anak
Rumus Kebutuhan Cairan pada Anak

BERAT BADAN KEBUTUHAN AIR/HARI


1-10 Kg 100 ml /Kg BB

11-20 Kg 1000 ml + 50 ml / Kg DIATAS BB 10


Kg
> 20 Kg 1500 ml +20 ml / Kg DIATAS BB 10
Kg

SUMBER BUKU AJAR PEDIATRIK 2009


Contoh soal
• Diketahui berat badan anak 25 Kg. Hitung
kebutuhan cairan pada anak
PENGKAJIAN
1. ASUPAN CAIRAN DAN MAKANAN (ORAL DAN
PARENTERAL), HALUARAN CAIRAN
2. TANDA DAN GEJALA GG KESEIMBANGAN
CAIRAN DAN ELEKTROLIT
3. PROSES PENYAKIT YG MENNYEBABKAN GG
4. PENGOBATAN TERTENTU YG MEMPENGARUHI
STATUS CAIRAN
5. STATUS PERKEMBANGAN
6. FAKTOR PSIKOLOGIS (PERILAKU EMOSIONAL)
PENGUKURAN KLINIS
• BB
• TTV
• ASUPAN CAIRAN
• HALUARAN CAIRAN
• STATUS HIDRASI; EDEMA, RASA HAUS YG BER>>
KEKERINGAN MEMBRAN MUKOSA, TURGOR
• PROSES PENYAKIT
• RIWAYAT PENGOBATAN
PEMERIKSAAN FISIK
• INTEGUMEN; TURGOR KULIT, EDEMA,
KELEMAHAN OTOT, TETANI, DAN SENSASI Raba,
bayi perhatikan fontanel
• Kardiovaskuler, distensi vena jugularis, TD, bunyi
jantunng,
• Mata; cekung, air mata kering
• Neurologi; refleks, gg motorik dan sensorik, tk
kesadaran
• Gastrointestinal; mukosa mulut, mulut, lidah,
bising usus
Pemeriksaan laboratorium
• Pemeriksaan darah lengkap; HB, Ht, Tr, Leuko
• Ht naik adanya dehidrasi dan gejala syok
• Ht turun; adanya perdarahan akut, masif, dan
reaksi hemolitik
• Hb naik adanya hemokonsentrasi
• Hb turun; perdarahan hebat dan reaksi hemolitik
• Pemeriksaan elektrolit serum
• pH dan BJ urin (Normal 4,5-8 dan 1,003-1,030)

Anda mungkin juga menyukai