Anda di halaman 1dari 30

PRESENTASI KASUS

KOLELITIASIS ILMU PENYAKIT DALAM

Disusun oleh NIM

: :

SYARIF HIDAYAT, S.ked 1102006257

Pembimbing dr. JUSI SUSILAWATI, Sp.PD KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD Pasar Rebo Jakarta

IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Suku bangsa Agama Pekerjaan ANAMNESIS Diambil dari autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 9 April 2012 Keluhan utama : nyeri perut kanan ataskurang lebih 3 tiga hari SMRS. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD pasar rebo dalam keadaan sadar, datang tanpa surat pengantar dari dokter dengan keluhan nyeri perut sebelah kanan atas sejak 3 hari yang lalu. Nyeri ini di rasakan oleh pasien hilang timbul dan terasa lebih nyeri ketika pasien makan mie instan dan makanan berlemak,mual di rasakan oleh pasien tapi sampai muntah. Demam di rasakan oleh pasen satu minggu yang lalu, badan lemas, nafsu makan berkurang, BAK lancar, BAB lancar. Selain itu pasien juga mengaku telah berobat 5 hari yang lalu di RSUD pasar rebo dengan febria Riwayat penyakit dahulu : riwayat asma disangkal riwayat DM disangkal riwayat hipertensi di sangkal Riwayat keluarga : Riwayat hipertensi di sangkal Riwayat DM di sangkal : : : : : : Ny. M 48 tahun Perempuan jawa Islam Ibu Rumah Tangga

Kebiasaan : Pasien sangat gemar dengan makanan berlemak dang goreng gorengan Pasien juga mempunyai kebiasaan buruk sehabis makan sering tidur sambim menonton. ANAMNESIS SISTEM kiri Saluran kemih/alat kelamin : t.a.k Saraf dan otot : t.a.k Ekstremitas : t.a.k Kulit : t.a.k Kepala : t.a.k Mata : t.a.k Telinga : t.a.k Hidung : t.a.k Mulut : t.a.k Tenggorokan : t.a.k Leher : t.a.k Dada (jantung/paru-paru) : nyeri pada dada kiri Abdomen(lambung/usus) : nyeri tekan pada daerah hipogastrim tiduran

Riwayat hidup Tempat lahir : di rumah Ditolong oleh : paraji pasien tidak tahu Frekwensi /hari : 2-3 x/hari Jumlah/hari : kurang Variasi/hari : kurang Nafsu makan : normal

Riwayat imunisasi : Riwayat makanan :

ASPEK KEJIWAAN KULIT Warna : sawo matang Jaringan parut : Pertumbuhan rambut : tebal Suhu raba : afebris Keringat : umum : Setempat : Lapisan lemak : kurang Efloresensi : Pigmentasi : P.Darah :tidak terdapat pelebaran Lembab/kering : biasa Turgor : baik Ikterus : Edema : Tingkah Laku : wajar Alam Perasaaan : biasa Proses Pikir : wajar

KEPALA Ekspresi Wajah : wajar Rambut : Tebal simetri muka : + P.darah temporal : teraba

MATA Exopthalmus : Kelopak : normal Konjungtiva : tidak anemis Sklera : ikterik TELINGA Tuli : Lubang : baik Serumen : Perdarahan : Lap.penglihatan : baik Deviatio conjugae : Gerakan mata : baik Enopthalmus : -

MULUT Bibir : basah Langit-langit : normal Gigi geligi : caries Faring : tidak hiperemis Lidah : bersih LEHER Tekanan Vena Jugularis : Normal Kelenjar Tyroid : tidak ada pembesaran Kelenjar Lymfe : tdak ada pembesaran DADA Bentuk : simetris kanan-kiri Pembuluh darah : tidak terlihat pelebaran Buah dada : tidak ada kelainan PARU-PARU Inspeksi : simetris hemitorak kanan-kiri,depan belakang saat statis dan dinamis Palpasi : terdapat penurunan fremitus vokal dan taktil pada paru kiri Perkusi : sonor pada seluruh lapang paru Auskultasi : suara nafas vesikuler pada lapang paru kanan dan kiri , Rhonki basah kasar -/+, whezing -/JANTUNG Inspeksi Palpasi Perkusi : ictus cordis terlihat : ictus cordis teraba : Batas jantung kanan :ICS IV linea mid parasternal dekstra Batas jantung kiri : ICS V linea midclavicula sinistra Batas jantung atas : ICS III Linea mid parasternal dekstra Auskultasi : BJ I&II murni reguler Tonsil : T1-T1 Bau pernapasan : biasa Trismus : Selaput lendir : -

ABDOMEN Inspeksi : datar, simetris , supel, sikatrik (-) Palpasi : nyeri tekan pada daerah hipogastrium kanan Hati : teraba membesar 2 jaridi bawah arcus coste Limpa : tidak teraba membesar Ginjal : tidak teraba Perkusi : Timpani Auskultasi :bising usus +,normal ALAT KELAMIN Tidak dilakukan pemeriksaan ANGGOTA GERAK Lengan (kanan/kiri) Tonus otot : +/+ Massa : -/Sendi : +/+ Tungkai dan kaki Luka : -/Varises :-/Tonus otot : +/+ Massa :-/Sendi :+/+ REFLEKS Tidak di lakukan pemeriksaan. Colok dubur Tidak dilakukan pemeriksaan Gerakan : +/+ Kekuatan : +/+ Edema : +/+ Gerakan : +/+ Kekuatan : +/+ Edema : -/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG

USG

Hepar : besar , bentuk dalam batasan normal permukaan rata tepi tajam struktur echo homogen , tidak tampak lesi fokal KE : Dinding tidak menebal , tidak tampak sludge/pelebaran bilier/ sol Lesi hiperecoid dengan bayangan akustik dinding KE ukuran 9,3 mm Ginjal : kedua bentuk besar normal, pelvicocalises tidak melebar , tidak tampak batu densisitas cortek dan medula tidak meningkat KESAN : KOLELITIASIS EKG

Irama Frekuensi Aksis Gelombang P Interval PR Lebar QRS Segmen ST Gelombang T Kesan

: sinus rytem : 75 x/menit :normal :normal :normal :normal :normal :normal :normal

LABORATORIUM Darah : Hb : 11,6gr/dl Ht : 36 Leukosit : 5200/mm3 Trombosit : 323.000/mm Hasil laboratorium tanggal 09-04-2012

Kimia klinik : Kadar gula darah sewaktu : 70 mg/dl Ureum : 41,1 mg/dl Kreatinin : 1,4 mg/dl

SGOT : 109 u/lt SGPT : 89 u/lt ENZIM Amilase : 66 U/L Na+ K+ i ca :139 meq : 2,9 meq :109 meq

DIAGNOSIS Colic abdomen e.c Colelitiasis

DIAGNOSIS BANDING PJK NEFROLITIASIS DEKSTRA

C. RENCANA PENGELOLAAN. Cek leb lengkap Infus asering 20 tpm Posisi duduk O2 1-2 liter/menit cefotaksim 1x2gram urdahex ranitidin 2x1

FOLLOW UP 10 April 2012 Subjektifitas (S):nyeri pada perut kanan Objektifitas (O):KU sedang, CM Vital Sign: T = 140/70 mm Hg R = 24x/menit N = 81x/menit S = 36,2 C Mata Konjunctiva:Anemis (-/-) Sklera:Ikterik (+/+) Pemeriksaan Dada Paru-paru -Inspeksi,palpasi perkusi :dalam batasan normal -Auskultasi:vesikuler di seluruh lapang paru, Wheezing (-), ronkhi(-). .Jantung Inspeksi ,palpasi, perkusi :dalam batasan normal Auskultasi : BJ I&II murni reguler Pemeriksaan Abdomen Inspeksi:CembungMassa (-)Bendungan Venosa (-) Palpasi:nyeri tekan (+) epigastrium kanan atas Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae konsistensi kenyal permukaan halus,sudut tumpul,defance muskuler tidak ada.,lien tidak teraba.Tes Undulasi (+) Perkusi:Tympani, tes redup berpindah (+) Auskultasi:Peristaltik usus (+) Pemeriksaan Ekstremitas Akral hangat ,udem (-) A : kolelitiasis P : O2 1-2 Lt/menit Infus asering 20 tetes/menit

Cefotaksim 1 x 2gr Ranitidine 2x1 urdahex 11 April 2012, Subjektifitas (S):lemes ,nyeri perut kanan atas , gatal Objektifitas (O):KU sedang, CM Vital Sign: T = 130/70 mm Hg R = 24x/menit N = 81x/menit S = 36,2 C Mata Konjunctiva:Anemis (-/-) Sklera:Ikterik (+/+) Pemeriksaan Dada Paru-paru -Inspeksi,palpasi perkusi :dalam batasan normal -Auskultasi:vesikuler di seluruh lapang paru, Wheezing (-), ronkhi(-). .Jantung Inspeksi ,palpasi, perkusi :dalam batasan normal Auskultasi : BJ I&II murni reguler Pemeriksaan Abdomen Inspeksi:CembungMassa (-)Bendungan Venosa (-) Palpasi:nyeri tekan (+) epigastrium kanan atas Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae konsistensi kenyal permukaan halus,sudut tumpul,defance muskuler tidak ada.,lien tidak teraba.Tes Undulasi (+) Perkusi:Tympani, tes redup berpindah (+) Auskultasi:Peristaltik usus (+) Pemeriksaan Ekstremitas Akral hangat ,udem (-) A : kolelitiasis P : O2 1-2 Lt/menit 2x1

Infus asering 20 tetes/menit Cefotaksim 1 x 2gr Ranitidine 2x1 urdahex 12 APRIL 2012 Subjektifitas (S):kel (-) Objektifitas (O):KU sedang, CM Vital Sign: T = 130/70 mm Hg R = 24x/menit N = 81x/menit S = 36,2 C Mata Konjunctiva:Anemis (-/-) Sklera:Ikterik (+/+) Pemeriksaan Dada Paru-paru -Inspeksi,palpasi perkusi :dalam batasan normal -Auskultasi:vesikuler di seluruh lapang paru, Wheezing (-), ronkhi(-). .Jantung Inspeksi ,palpasi, perkusi :dalam batasan normal Auskultasi : BJ I&II murni reguler Pemeriksaan Abdomen Inspeksi:CembungMassa (-)Bendungan Venosa (-) Palpasi:nyeri tekan (+) epigastrium kanan atas Hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae konsistensi kenyal permukaan halus,sudut tumpul,defance muskuler tidak ada.,lien tidak teraba.Tes Undulasi (+) Perkusi:Tympani, tes redup berpindah (+) Auskultasi:Peristaltik usus (+) Pemeriksaan Ekstremitas Akral hangat ,udem (-) 2x1

A : kolelitiasis P : O2 1-2 Lt/menit Infus asering 20 tetes/meni Cefotaksim 1 x 2gr Ranitidine 2x1 urdahex 13 APRIL 2012 Pasien di pulangkan 2x1

CHOLELITHIASIS I. PENDAHULUAN Kolelitiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu batu ini mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki factor resiko,yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonim batu empedu adalah gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.

Gambar 1. Batu dalam kandung empedu. Batu empedu yang mengandung material kristal atau amorf dapat

mempunyai berbagai macam bentuk. Batu itu di bentuk di dalam vesica vellea. Empedu terdiri dari larutan netral dari garam empedu yang terikat (conjugated bile salt) dalam bentuk natrium, kolestrol, fosfolipid dan pigmen empedu.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil. Namun, sering menimbulkan gejala sumbatan sebagian (partial obstruction), dan menimbulkan gejala kolik. Pada dasarnya dilatasi saluran empedu sangat bergantung pada berat atau tidaknya obstruksi yang terjadi. Pada penderitapenderita yang mengalami obstruksi parsial baik disebabkan oleh batu duktus choledochus, tumor papilla vateri atau cholangitis sklerosis, kadang-kadang tidak memperlihatkan pelebaran saluran empedu sama sekali, tetapi mungkin saja dijumpai pelebaran yang berkala. Bila menimbulkan gejala sumbatan, akan timbul tanda cholestasis ekstrahepatal. Di samping itu dapat terjadi infeksi, timbul gejala cholangitis, dan cairan empedu menjadi kental dan berwarna coklat tua (biliary mud). Dinding dari duktus choledochus menebal dan mengalami dilatasi disertai dengan ulserasi pada mukosa terutama di sekitar letak batu dan di ampula vateri. II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI Kasus batu empedu sering ditemukan di Amerika Serikat yang mengenai 20% penduduk dewasa. Setiap tahunnya, beberapa ratus ribu orang yang menderita penyakit ini menjalani pembedahan saluran empedu. Batu empedu relatif jarang terjadi pada usia dua dekade pertama. Namun, ada sumber menyatakan bahwa jumlah wanita usia 20 - 50 tahun yang menderita batu empedu kira-kira 3 kali lebih banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu empedu meningkat sering bertambahnya usia. Faktor ras dan familial tampaknya berkaitan dengan semakin tinggi pada orang Amerika asli, diikuti oleh orang kulit putih, dan akhirnya orang Afro-Amerika. Batu saluran empedu primer lebih banyak ditemukan pada pasien di wilayah Asia dibandingkan dengan pasien di negara barat.

III. ETIOLOGI Batu Empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang dibentuk pada bagian saluran empedu lain. Etiologi batu empedu masih belum diketahui. Satu teori menyatakan bahwa kolesterol dapat menyebabkan supersaturasi empedu di kandung empedu. Setelah beberapa lama, empedu yang telah mengalami supersaturasi menjadi mengkristal dan mulai membentuk batu. Akan tetapi, tampaknya faktor predisposisi terpenting adalah gangguan metabolisme yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi empedu, stasis empedu, dan infeksi kandung empedu. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan batu empedu, di antaranya: 1. Eksresi garam empedu Setiap faktor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam empedu atau fosfolipid dalam empedu. Asam empedu dihidroksi atau dihydroxy bile acids adalah kurang polar dari pada asam trihidroksi. Jadi dengan bertambahnya kadar asam empedu dihidroksi mungkin menyebabkan terbentuknya batu empedu. 2. Kholestrol empedu Apabila binatanang percobaan di beri diet tinggi kolestrol, sehingga kadar kolesrtol dalam vesika vellea sangat tinggi, dapatlah terjadi batu empedu kolestrol yang ringan. Kenaikan kholestrol empedu dapat di jumpai pada orang gemuk, dan diet kaya lemak. 3. Substansia mukus Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mukus dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batuempedu. 4. Pigmen empedu Pada anak muda terjadinya batu empedu mungkin di sebabkan karena bertambahya pigmen empedu. Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi karena hemolisis yang kronis. Eksresi bilirubin adalah berupa larutan bilirubin glukorunid.

5. Infeksi Adanya infeksi dapat menyebabkan krusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan pembentukan batu. IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah pear yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus. terjadinya stasis dan dengan demikian menaikan

Gambar 2. Anatomi empedu. Vesica fellea berperan sebagai resevoir empedu dengan kapasitas sekitar 50 ml. Vesica fellea mempunya kemampuan memekatkan empedu. Dan untuk membantu proses ini, mukosanya mempunyai lipatan-lipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan. Sehingga permukaanya tampak seperti sarang tawon. Sel- sel thorak yang membatasinya juga mempunyai banyak mikrovilli. Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke duodenum. Pengosongan Kandung Empedu Empedu dialirkan sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak kedalam duodenum. Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum, hormon kemudian masuk kedalam darah, menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal duktus coledokus dan ampula relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan dan absorbsi lemak. Proses koordinasi kedua aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu:

a) Hormonal: Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon Cholecystokinin akan terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi kandung empedu. b) Neurogen: Stimulasi vagal yang berhubungan dengan fase Cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai ke duodenum dan mengenai Sphincter Oddi. Sehingga pada keadaan dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar walaupun sedikit.1 V. PATOGENESIS DAN TIPE BATU Pada umumnya batu empedu dapat dibagi menjadi 3 tipe, yaitu : 1. Tipe kolesterol 2. Tipe pigmen empedu 3. Tipe campuran Untuk batu saluran empedu dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori mayor, yaitu: 1) Batu kolesterol di mana komposisi kolesterol melebihi 70%. Terjadinya batu kolesterol adalah akibat gangguan hati yang mengekskresikan kolesterol berlebihan hingga kadarnya di atas nilai kritis kelarutan kolesterol dalam empedu. 2) Batu pigmen coklat atau batu calcium bilirubinate yang mengandung Cabilirubinatesebagai komponen utama. Tipe pigmen biasanya adalah akibat proses hemolitik atau infestasi Escherichia coli atau Ascaris lumbricoides ke dalam empedu yang dapat mengubah bilirubin diglukuronida menjadi bilirubin bebas yang mungkin dapat menjadi kristal kalsium bilirubin. 3) Batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi. Ada tiga faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolesterol : 1) hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, 2) percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol dan 3) gangguan motilitas kandung empedu dan usus. Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktifitas enzim -glucuronidase

bakteri dan manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. Enzim -glucuronidase bakteri berasal dari kuman E. coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat dihambat oleh glucarolactone yang konsentrasinya meningkat pada pasien dengan diet rendah protein dan rendah lemak. Beberapa factor risiko terjadinya batu empedu antara lain jenis kelamin, umur, hormon wanita, infeksi (cholecystitis), kegemukan, kehamilan, terapi hormon, kehilangan berat badan yang cepat, penyakit crohn, trigliserida darah yang meningkat serta faktor genetik.3,7 VI. DIAGNOSIS VI.1. Gambaran Klinis Kebanyakan orang dengan batu empedu (60% sampai 80%) tidak memiliki gejala. Pada kenyataannya, mereka biasanya tidak menyadari bahwa mereka memiliki batu empedu kecuali gejala-gejala muncul. Ini di namakan "silent gallstones" biasanya tidak memerlukan pengobatan. Gejala umumnya terjadi setelah komplikasi. Gejala yang paling umum adalah nyeri di bagian atas kanan perut. Karena nyeri yang terjadi berepisode, sering sebagai serangan. Serangan dapat terjadi setiap beberapa hari, minggu, atau bulan, mereka bahkan mungkin dipisahkan oleh tahun. Rasa sakit biasanya dimulai dalam waktu 30 menit setelah makanan berlemak atau berminyak. Rasa sakit ini biasanya memberat, nyeri tumpul, dan menetap, dan dapat berlangsung dari satu sampai lima jam. Nyeri ini dapat menjalar ke bahu kanan atau punggung belakang. Ini sering terjadi pada malam hari dan dapat membangunkan orang dari tidur . Rasa sakit dapat membuat orang bergerak disekelilingnya untuk mencari bantuan, tetapi banyak pasien lebih memilih untuk berbaring diam dan menunggu serangan mereda.

Gejala umum lainnya dari batu empedu adalah sebagai berikut: mual dan muntah , demam , gangguan pencernaan , sendawa , kembung, intoleransi makanan berlemak atau berminyak, dan sakit kuning (menguningnya kulit atau putih mata). Penderita dapat berkeringat banyak atau berjalan mondar-mandir atau berguling ke kanan dan ke kiri di atas tempat tidur. Pasien sering memiliki riwayat dispepsia, intoleransi lemak, nyeri ulu hati, atau flatulen yang berlangsung lama.5 VI.2. Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Batu saluran empedu Baru saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. VI.3. Pemeriksaan Radiologis Manfaat pemeriksaan radiologi intervensional, diantaranya : Digunakan pemeriksaan endoscopic retrograde cholangiopancreatography dan percutaneous transhepatic cholangiography. Radiologi intervensional memiliki keakuratan yang sangat tinggi untuk mendeteksi cholelithiasis dan sebagai akses dalam memberikan terapi.

Merupakan suatu tatacara yang invasif dengan risiko terjadinya pankreatitis, hemoragik dan sepsis. Pemeriksaan untuk menunjukkan lokasi batu dalam saluran empedu, antara lain: a. CT Scan Abdominal b. Endoscopic retrograde cholangiography (ERCP) c. Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) d. Percutaneous transhepatic cholangiogram (PTCA) VI.3.a. Ultrasonografi Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas dari pada dengan palpasi biasa. Pelebaran saluran empedu merupakan tabung (tubulus) yang anekoik (cairan) dengan dinding hiperekoik yang berkelok-kelok dan sering berlobulasi. Kadang-kadang berkonfluensi membentuk gambaran stellata yang tidak terdapat pada vena porta. Pada dinding bawah bagian posteriornya mengalami penguatan akustik (acoustic enhancement). Bila kita ragu-ragu apakah suatu duktus choledochus melebar atau tidak, maka pemeriksaan dilakukan setelah penderita diberi makan lemak terlebih dahulu. Pada keadaan obstruksi duktus choledochus, maka setelah fatty meal tersebut akan terlihat lebih lebar; sedangkan pelebaran fisiologik, misalnya pada usia tua, di mana elastisitas dinding saluran sudah berkurang, maka diameternya akan menjadi lebih kecil. Prosedur ini akan memberikan hasil yang paling akurat jika pasien sudah berpuasa pada malam harinya sehingga kandung empedunya berada dalam keadaan distensi.

VI.3.b. Foto Polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica. VI.3.c. Computed Tomography (CT) Batu ginjal dengan kalsifikasi memberikan gambaran yang khas pada pemeriksaan CT scan tapi tidak jelas menggambarkan batu ginjal tanpa kalsifikasi. Komplikasi seperti sumbatan saluran empedu dan kolesistitis juga dapat terlihat pada pemeriksaan ini tapi USG merupakan tes investigasi yang utama. VI.3.d. Pemeriksaan Cholecystography Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.2 VI.3.e. Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) ERCP terutama digunakan untuk mendiagnosa dan mengobati penyakitpenyakit saluran empedu termasuk batu empedu. Sampai saat ini, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) menjadi kriteria standar untuk diagnosis dan terap. Karena ERCP merupakan pedoman tehnik diagnostik untuk visualisasi lithiasis traktus biliaris. Bagaimanapun ini merupakan teknik yang invasif dan dihubungkan dengan kelahiran maupun kematian. ERCP merupakan kombinasi antara sebuah endoskopi (panjang,fleksibel, pipa bercahaya) dengan prosedur fluoroskopi yang menggunakan sinar X pada

biliaris memberikan efek yang sama seperti MRCP, tetapi keuntungan yang didapatkan pada sesuai dengan prosedur terapi seperti sfingterotomi dengan pengangkatan batu dan penempatan biliaris. ERCP dikerjakan dengan menyuntikkan bahan kontras di bawah fluoroskopi melalui jarum sempit, gauge berada di dalam parenkim hati. Ini penting, keuntungannya memungkinkan operator mengadakan drainage empedu, bila perlu biopsi jarum (needle biopsy). Drainage dari kumpulan cairan dan menempatkan eksternal dan internal drainage stents dapat dikerjakan secara perkutan. Pemeriksaan ERCP memerlukan waktu sekitar 30 menit hingga 2 jam. Sebaiknya untuk prosedur yang aman dan akurat, perut dan duodenum harus dikosongkan. Tidak boleh makan atau minum apapun setelah tengah malam sebelum malam melakukan prosedur, atau untuk 6 hingga 8 jam sebelumnya, tergantung dari waktu sesuai dengan prosedur dan juga operator harus mengetahui adanya alergi atau tidak, khususnya terhadap iodine. VI.4. Pemeriksaan Laboratorium Tes laboratorium sangat membantu, tetapi memberikan hasil yang tidak spesifik untuk diagnosis cholelithiasis. Karena pasien dengan cholelithiasis tidak menimbulkan gejala atau sering asimptomatik sehingga hasil tes laboratorium normal berarti tidak ditemukan kelainan. Pada pasien dilakukan pemeriksaan darah yaitu bilirubin, tes fungsi hati, dan enzim pankreatik. Hasil yang diperoleh, diantaranya : Meningkatnya serum kolesterol Meningkatnya fosfolipid Menurunnya ester kolesterol Meningkatnya protrombin serum time Tes fungsi hati ; meningkatnya bilirubin total lebih dari 3mg/dL, transaminase (serum glumatic-pyruvic transaminase dan serum glutamic-oxaloacetic transaminase) meningkat pada pasien choledocholithiasis dengan komplikasi cholangitis, pankreatitis atau keduanya. Menurunnya urobilirubin

Jumlah darah ; meningkatnya sel darah putih sebagai tanda adanya infeksi atau inflamasi, tapi penemuan ini non-spesifik. Kultur darah ; seringkali positif pada cholangitis. VII. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:2 a. Asimtomatik b. Obstruksi duktus sistikus c. Kolik bilier d. Kolesistitis akut Empiema Perikolesistitis Perforasi e. Kolesistitis kronis Hidrop kandung empedu Empiema kandung empedu Fistel kolesistoenterik Ileus batu empedu (gallstone ileus) Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesisto duodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata.

Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. VIII. PENATALAKSANAAN A. Tindakan operatif 1. Kolesistektomi Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik. Indikasi kolesistektomi sebagai berikut : - Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat. - Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. - Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya. 2. Kolesistostomi

Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabangcabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi dengan kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi adalah : - Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan - Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan - Tersangka adanya pankreatitis. Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi. B. Tindakan non operatif 1. Terapi Disolusi Penggunaan garam empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak dijelaskan terjadinya kekambuhan1. Pengobatan dengan asam empedu ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 % penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi kolelitiasis. Pemberian CDCA dibutuhkan syarat tertentu yaitu : - Wanita hamil - Penyakit hati yang kronis - Kolik empedu berat atau berulang-ulang - Kandung empedu yang tidak berfungsi. Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum, nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau gangguan fungsi hati namun

harganya lebih mahal. Pada saat ini pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol mencapai puncaknya pada malam hari1. Mekanisme kerja dari CDCA adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu. Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 2. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL) ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya. 1. Kriteria Munich : - Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik). - Penderita tidak sedang hamil. - Batu radiolusen - Tidak ada obstruksi dari saluran empedu - Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu. 2. Kriteria Dublin : - Riwayat keluhan batu empedu - Batu radiolusen

- Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal2. - Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik. Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila dipandang dari sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat, waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit, serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan pemberian asam empedu dalam jangka panjang. ESWL dapat dikatakan sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier, pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan dinding dan atropi kandung empedu7. Pencegahan Karena komposisi terbesar batu empedu adalah kolesterol, sebaiknya menghindari makanan berkolesterol tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani

IX. PROGNOSIS Pada cholelithiasis sendiri tidak perlu dihubungkan dengan meningkatnya kematian atau ditandai dengan kecacatan. Bagaimanapun, bisa disebabkan karena adanya komplikasi. Jadi prognosis cholelithiasis tergantung dari ada/tidak dan berat/ringannya komplikasi. Namun, adanya infeksi dan halangan disebabkan oleh batu yang berada di dalam saluran biliaris sehingga dapat mengancam jiwa. Walaupun demikian, dengan diagnosis dan pengobatan yang cepat serta tepat, hasil yang didapatkan biasanya sangat baik

DAFTAR PUSTAKA 1.Doherty GM. Biliary Tract In : Current Diagnosis & Treatment Surgery 13 Thedition.2010. US : McGraw-Hill Companies,p544-55. 2. Hunter JG. Gallstones Diseases In : Schwarts Principles of Surgery 8 Th edition.2007. US : McGraw-Hill Companies. 3. http://www.artikelkeperawatan.info/materi-kuliah-batu-empedu-171.html 4.Heuman DM. Cholelithiasis . 2011. Diunduh dari :http://emedicine.medscape.com/article/175667overview. 5. Silbernagl S, Lang F. Gallstones Diseases . 2000. In : Color Atlas of Pathophysiology.New York : Thieme,p:164-7. 6. Sjamsuhidayat R, de Jong W. Kolelitiasis. Dalam : Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 1.1997. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 767-73. 7.Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In : SabistonTextbook of Surgery 17 The dition. 2004. Pennsylvania : Elsevier. 8.Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers TA, Spencer J. Biliary Surgery In : Washington Manual of Surgery 5 Th edition. 2008. Washington : Lippincott Williams& Wilkins.

Anda mungkin juga menyukai