Anda di halaman 1dari 71

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN KOMPREHENSIF PADA


GANGGUAN PERNAPASAN

OLEH : KELOMPOK 1

PUTU CANDRA PRADNYASARI (P07120216041)


NI PUTU RIKA UMI KRISMONITA (P07120216042)
I KOMANG SUTHA JAYA (P07120216043)
DEWA AYU PUTRI WEDA DEWANTI (P07120216044)
KADEK MEISA RUSPITA DEWI (P07120216045)
NI LUH GEDE INTEN YULIANA DEWI (P07120216046)

POLTEKKES KEMENKES DENPASAR


JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS

1
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Asuhan
Keperawatan Komprehensif pada Gangguan pernapasan.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di
dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab
itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang
akan datang.

Denpasar, 27 Juni 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
A. Konsep Dasar Sistem Pernapasan.................................................................3
B. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Pernapasan.....................................17
BAB III..................................................................................................................30
A. Simpulan.....................................................................................................30
B. Saran............................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

3
4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Oksigen (O2) tidak bisa jauh-jauh dalam kehidupan manusia. Apabila

lebih dari 4 menit seseorang tidak mendapatkan oksigen maka akan

berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan pasien akan

meninggal dunia. Dalam tubuh manusia oksigen memiliki peranan yang

sangat penting, hampir semua proses dalam tubuh manusia membutuhkan

oksigen secara fungsional. Jika ketersediaan oksigen sedikit atau tidak ada

sama sekali dalam tubuh, maka tubuh akan mengalami gangguan dan

bahkan bisa menyebabkan kematian, karena oksigen salah satunya

dibutuhkan dalam proses pernafasan. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen

merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi tubuh.Pemenuhan kebutuhan

oksigen ini tidak bisa terlepas dari adanya sistem pernafasan. Bila terdapat

gangguan pada fungsional sistem pernafasan, maka pemenuhan kebutuhan

oksigen juga akan mengalami gangguan. Gangguan sistem pernafasan ini

bisa disebabkan karena adanya peradangan maupun sumbatan pada saluran

pernafasan. Jika saluran pernafasan terganggu, maka oksigen yang

didistribusikan darah akan menurun.

Perawat adalah tenaga kesehatan yang paling banyak berinteraksi

dengan pasien daripada tenaga kesehatan yang lain, sehingga perawat harus

mengetahui gangguan yang ada pada kesehatan pasien. Gangguan tersebut

dapat dipaparkan seorang perawat dalam beberapa diagnose keperawatan

1
yang digunakan untuk membuat asuhan keperawatan pada klien selama di

rumah sakit. Oleh karena itu perawat harus bisa membuat asuhan

keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem pernafasan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimanakah konsep dasar system pernapasan?

2. Bagaimanakah asuhan keperawatan komprehensif pada gangguan

pernapasan?”

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana konsep dasar system pernapasan

2. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan komprehensif pada

gangguan pernapasan

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Sistem Pernapasan

1. Definisi

Pernafasan atau respirasi adalah suatu proses mulai dari pengambilan

oksigen, pengeluaran karbohidrat hingga penggunaan energi di dalam tubuh.

Manusia dalam bernapas menghirup oksigen dalam udara bebas dan

membuang karbon dioksida ke lingkungan. Respirasi dapat dibedakan atas

dua jenis, yaitu :

a. Respirasi Luar merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan

udara.

b. Respirasi Dalam merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke

selsel tubuh.

Dalam mengambil nafas ke dalam tubuh dan membuang napas ke

udara dilakukan dengan dua cara pernapasan, yaitu :

a. Respirasi / Pernapasan Dada

Otot antar tulang rusuk luar berkontraksi atau mengerut, tulang rusuk

terangkat ke atas, rongga dada membesar yang mengakibatkan tekanan

udara dalam dada kecil sehingga udara masuk ke dalam badan.

b. Respirasi / Pernapasan Perut 

Otot difragma pada perut mengalami kontraksi, diafragma datar, volume

rongga dada menjadi besar yang mengakibatkan tekanan udara pada dada

mengecil sehingga udara pasuk ke paru-paru.

3
Sistem pernapasan berperan penting untuk mengatur pertukaran

oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah. Oksigen diperlukan

oleh semua sel untuk menghasilkan sumber energy, adenosine triposfat

(ATP), karbondioksida dihasilkan oleh sel-sel yang secara metabolisme

aktif dan membentuk asam, yang harus dibuang dari tubuh (Budyasih,

2014).

Proses Kimiawi Respirasi Pada Tubuh Manusia : Pembuangan CO2

dari paru-paru : H + HCO3 ---> H2CO3 ---> H2 + CO2. Pengikatan oksigen

oleh hemoglobin : Hb + O2 ---> HbO2. Pemisahan oksigen dari hemoglobin

ke cairan sel : HbO2 ---> Hb + O2. Pengangkutan karbondioksida di dalam

tubuh : CO2 + H2O ---> H2 + CO2. Alat-alat pernapasan berfungsi

memasukkan udara yang mengandung oksigen dan mengeluarkan udara

yang mengandung karbon dioksida dan uap air. (Fernandez, 2018)

2. Anatomi dan fisiologi system pernapasan

a. Rongga Hidung

Hidung merupakan organ utama saluran pernapasan yang langsung

berhubungan dengan dunia luar yang berfungsi sebagai jalan masuk dan

keluarnya udara melalui proses pernapasan. Selain itu hidung juga berfungsi

untuk mempertahankan dan menghangatkan udara yang masuk, sebagai

filter dalam membersihkan benda asing yang masuk dan berperan untuk

resonansi suara, sebagai tempat reseptor alfaktorius.

b. Faring

4
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan

jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga

hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

c. Laring

Laring merupakan saluran pernapasan yang terletak antara orofaring

dan trakea, fungsi dari laring adalah sebagai jalan masuknya udara,

membersihkan jalan masuknya makanan ke esofagus dan sebagai produksi

suara.

d. Trakhea

Trakea merupakan organ tabung antara laring sampai dengan puncak

paru, panjangnya sekitar 10-12 cm, setinggi servikal 6-torakal 5 Disebut

juga batang tenggorokan Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang

disebut karina

e. Bronkus

Bronkus merupakan cabang dari trakea yang bercabang dua keparu-

paru kanan dan paru-paru kiri. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar

diameternya. Bronkus kiri lebih horizontal, lebih panjang dan lebih sempit.

Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri disebut bronkus lobaris kanan (3

lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus). Bronkus lobaris kanan terbagi

menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9

bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi

subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri,

limfatik dan saraf.

f. Bronkiolus

5
Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus. Bronkiolus

mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi yang membentuk

selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas. Bronkiolus

Terminalis, Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus

terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia). Bronkiolus

respiratori, Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori.

Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan

napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas.

g. Paru Paru

Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar berada

pada rongga dada bagian atas, di bagian samping di batasi oleh otot dan

rusuk dan di bagianb bawah di batasi oleh diafragma yang berotot kuat.

Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut Terletak dalam rongga

dada atau toraks Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang

berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar Setiap paru mempunyai

apeks dan basis Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh

fisura interlobaris Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus Lobos-

lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen

bronkusnya.

h. Alveolus

Merupakan bagian terminal cabang-cabang bronkus dan bertanggung

jawab akan struktur paru-paru yang menyerupai kantong kecil terbuka pada

salah satu sisinya dan tempat pertukaran O2 dan CO2 Terdapat sekitar 300

juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2

6
Fisiologi sistem pernafasan, paru – paru ialah pertukaran gas oksigen

dan karbon dioksida.Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan

eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas;

oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat

berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu

lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen

dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut oleh hemoglobin

sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke

semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen

100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan

metabolisme, menembus membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke

alveoli dan setelah melalui pipa bronkial dan trakea, dinapaskan keluar

melalui hidung dan mulut. Semua proses ini diatur sedemikian sehingga

darah yang meninggalkan paru-paru menerima jumlah tepat CO2 dan O2.

Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang di paru – paru

membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2; jumlah CO2 itu

tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah.

Hal ini merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar

kecepatan dan dalamnya pernapasan. Penambahan ventilasi ini

mengeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah

menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari

seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat

7
lambat. Sel jaringan memungut oksigen dari hemoglobin untuk

memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai gantinya,

yaitu karbon dioksida (Rini, 2015).

3. Penyakit pada system pernapasan

a. Asbestosis

Asbestosis adalah suatu penyakit saluran pernapasan yang terjadi

akibat menghirup serat-serat asbes, dimana pada paru-paru terbentuk

jaringan parut yang luas. Asbestos terdiri dari serat silikat mineral

dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap, serat asbes

mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut. Menghirup

asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput yang melapisi

paru-paru).

Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan

parut (fibrosis) di dalam paru-paru. Jaringan paru-paru yang membentuk

fibrosis tidak dapat mengembang dan mengempis sebagaimana mestinya.

Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya pemaparan dan jumlah

serat yang terhirup. Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri

pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya.

Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel

yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.

Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah

membuang lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural

drainase, perkusi dada dan vibrasi. Diberikan obat semprot untuk

8
mengencerkan lendir. Mungkin perlu diberikan oksigen, baik melalui

sungkup muka (masker) maupun melalui selang plastik yang dipasang di

lubang hidung. Kadang dilakukan pencangkokan paru-paru. Mesotelioma

berakibat fatal, kemoterapi tidak banyak bermanfaat dan pengangkatan

tumor tidak menyembuhkan kanker.

b. Asma

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami

penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang

menyebabkan peradangan; penyempitan ini bersifat sementara. Pada

penderita asma, penyempitan saluran pernafasan merupakan respon

terhadap rangsangan yang pada paru-paru normal tidak akan

mempengaruhi saluran pernafasan. Penyempitan ini dapat dipicu oleh

berbagai rangsangan, seperti serbuk sari, debu, bulu binatang, asap, udara

dingin dan olahraga. Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki

mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami

pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan

lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari

saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini

menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat

bernafas.

Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga

bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini.

Mastosit di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan

leukotrien yang menyebabkan terjadinya: – kontraksi otot polos –

9
peningkatan pembentukan lendir – perpindahan sel darah putih tertentu

ke bronki. Mastosit mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon

terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen),

seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu

binatang.

Obat-obatan bisa membuat penderita asma menjalani kehidupan

normal. Pengobatan segera untuk mengendalikan serangan asma berbeda

dengan pengobatan rutin untuk mencegah serangan. Agonis reseptor

beta-adrenergik merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan

asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang

mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran

saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik. Bronkodilator tersedia dalam

bentuk tablet, suntikan atau inhaler (obat yang dihirup) dan sangat

efektif. Penghirupan bronkodilator akan mengendapkan obat langsung di

dalam saluran udara, sehingga mula kerjanya cepat, tetapi tidak dapat

menjangkau saluran udara yang mengalami penyumbatan berat.

Bronkodilator per-oral (ditelan) dan suntikan dapat menjangkau daerah

tersebut, tetapi memiliki efek samping dan mula kerjanya cenderung

lebih lambat.

c. Bronkientasis

Bronkientasis adalah suatu perusakan dan pelebaran (dilatasi)

abnormal dari saluran pernapasan yang besar. Bronkiektasis bukan

merupakan penyakit tunggal, dapat terjadi melalui berbagai cara dan

merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai dinding

10
bronkial, baik secara langsung maupun tidak, yang mengganggu sistem

pertahanannya. Keadaan ini mungkin menyebar luas, atau mungkin

muncul di satu atau dua tempat.

Secara khusus, bronkiektasis menyebabkan pembesaran pada

bronkus yang berukuran sedang, tetapi bronkus berukuran kecil yang

berada dibawahnya sering membentuk jaringan parut dan menyempit.

Kadang-kadang bronkiektasis terjadi pada bronkus yang lebih besar,

seperti yang terjadi pada aspergilosis bronkopulmoner alergika (suatu

keadaan yang disebabkan oleh adanya respon imunologis terhadap jamur

Aspergillus).

Pada bronkiektasis, daerah dinding bronkus rusak dan mengalami

peradangan kronis, dimana sel bersilia rusak dan pembentukan lendir

meningkat. Ketegangan dinding bronkus yang normal juga hilang. Area

yang terkena menjadi lebar dan lemas dan membentuk kantung yang

menyerupai balon kecil. Penambahan lendir menyebabkan kuman

berkembang biak, yang sering menyumbat bronkus dan memicu

penumpukan sekresi yang terinfeksi dan kemudian merusak dinding

bronkus. Peradangan dapat meluas ke kantong udara kecil (alveoli) dan

menyebabkan bronkopneumonia, jaringan parut dan hilangnya fungsi

jaringan paru-paru. Pada kasus yang berat, jaringan parut dan hilangnya

pembuluh darah paru-paru dapat melukai jantung. Peradangan dan

peningkatan pembuluh darah pada dinding bronkus juga dapat

menyebabkan batuk darah. Penyumbatan pada saluran pernapasan yang

rusak dapat menyebabkan rendahnya kadar oksigen dalam darah.

11
Batuk menahun bisa disebabkan oleh: Infeksi pernapasan, Campak,

Pertusis, Infeksi adenovirus, Infeksi bakteri contohnya Klebsiella,

Staphylococcus, Tuberkulosa, Infeksi jamur, Infeksi mikoplasma,

Penyumbatan bronkus, Benda asing yang terisap, Pembesaran kelenjar

getah bening, Tumor paru, Sumbatan oleh lendir, Cedera penghirupan,

Cedera karena asap, gas atau partikel beracun, Menghirup getah lambung

dan partikel makanan, Keadaan genetik, Fibrosis kistik, Diskinesia silia,

termasuk sindroma Kartagener, Kekurangan alfa-1-antitripsin, Kelainan

imunologik , Sindroma kekurangan imunoglobulin, Disfungsi sel darah

putih, Kekurangan koplemen, Kelainan autoimun atau hiperimun tertentu

seperti rematoid artritis, kolitis ulserativa

Tujuan dari pengobatan adalah mengendalikan infeksi dan

pembentukan dahak,membebaskan penyumbatan saluran pernapasan

serta mencegah komplikasi.Drainase postural yang dilakukan secara

teratur setiap hari, merupakan bagian dari pengobatan untuk membuang

dahak. Seorang terapis pernapasan bisa mengajarkan cara melakukan

drainase postural dan batuk yang efektif.Untuk mengatasi infeksi

seringkali diberikan antibiotik, bronkodilator Dan ekspektoran.

Pengangkatan paru melalui pembedahan dilakukan pada penderita yang

tidak memberikan respon terhadap pemberian obat atau pada penderita

yang mengalami perdarahan hebat.

d. Penyakit Batuk rejan

Penyakit Batuk rejan atau juga dikenali sebagai “pertusis” atau

dalam bahasa Inggris Whooping Cough adalah satu penyakit menular. Di

12
dunia terjadi sekitar 30 sampai 50 juta kasus per tahun, dan menyebabkan

kematian pada 300.000 kasus (data dari WHO). Penyakit ini biasanya

terjadi pada anak berusia di bawah 1 tahun. 90 persen kasus ini terjadi di

negara berkembang.

Pepenyakit ini biasanya disebabkan oleh bacterium Bordetella

namun tidak jarang diakibatkan oleh B. Parapertussis. Jika penyakitnya

berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka ditempatkan di

dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan bisa

merangsang serangan batuk. Bisa dilakukan pengisapan lendir dari

tenggorokan. Pada kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-

paru melalui selang yang dimasukkan ke trakea. Untuk menggantikan

cairan yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya tidak dapat

makan akibat batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik

sangat penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil tetapi

sering. Untuk membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik

eritromycin.

e. Bronkitis

Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke

paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan

sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit

menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan pada

usia lanjut, bronkitis bisa bersifat serius. Bronkitis infeksiosa disebabkan

oleh virus, bakteri dan organisme yang menyerupai bakteri (Mycoplasma

pneumoniae dan Chlamydia). Serangan bronkitis berulang bisa terjadi

13
pada perokok dan penderita penyakit paru-paru dan saluran pernafasan

menahun. Infeksi berulang bisa merupakan akibat dari:

1) Sinusitis kronis, Bronkiektasis, Alergi

2) Pembesaran amandel dan adenoid pada anak-anak.

3) Bronkitis iritatif bisa disebabkan oleh:

4) Berbagai jenis debu, Asap dari asam kuat, amonia, beberapa pelarut

organik, klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan bromin, Polusi

udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen dioksida, Tembakau

dan rokok lainnya.

Untuk mengurangi demam dan rasa tidak enak badan, kepada

penderita dewasa bisa diberikan aspirin atau acetaminophen; kepada

anak-anak sebaiknya hanya diberikan acetaminophen. Dianjurkan untuk

beristirahat dan minum banyak cairan.

f. Faringitis

Faringitis (dalam bahasa Latin; pharyngitis), adalah suatu penyakit

peradangan yang menyerang tenggorok atau faring. Kadang juga disebut

sebagai radang tenggorok. Radang ini bisa disebabkan oleh virus atau

kuman, disebabkan daya tahan yang lemah. Pengobatan dengan

antibiotika hanya efektif apabila karena terkena kuman. Kadangkala

makan makanan yang sehat dengan buah-buahan yang banyak, disertai

dengan vitamin bisa menolong.

Gejala radang tenggorokan seringkali merupakan pratanda penyakit

flu atau pilek. Faringitis akut, radang tenggorok yang masih baru, dengan

gejala nyeri tenggorok dan kadang disertai demam dan batuk. Faringitis

14
kronis, radang tenggorok yang sudah berlangsung dalam waktu yang

lama, biasanya tidak disertai nyeri menelan, cuma terasa ada sesuatu

yang mengganjal di tenggorok.

g. Infeksi Saluran Napas Atas

Infeksi saluran napas atas dalam bahasa Indonesia juga di kenal

sebagai ISPA (Infeksi Saluran naPas Atas) atau URI dalam bahasa

Inggris adalah penyakit infeksi akut yang melibatkan organ saluran

pernapasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Penyembuhannya melalui

terapi. Terapi yg diberikan pada penyakit ini biasanya pemberian

antibiotik walaupun kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus yang dapat

sembuh dengan sendirinya tanpa pemberian obat obatan terapeutik,

pemberian antibiotik dapat mempercepat penyembuhan penyakit ini

dibandingkan hanya pemberian obat obatan symptomatic, selain itu

dengan pemberian antibiotik dapat mencegah terjadinya infeksi lanjutan

dari bakterial, pemberian, pemilihan antibiotik pada penyakit ini harus

diperhatikan dengan baik agar tidak terjadi resistensi kuman/baterial di

kemudian hari. Namun pada penyakit ISPA yg sudah berlanjut dengan

gejala dahak dan ingus yg sudah menjadi hijau, pemberian antibiotik

merupakan keharusan karena dengan gejala tersebut membuktikan sudah

ada bakteri yg terlibat.

h. Influensa

15
Influensa, biasanya dikenali sebagai flu di masyarakat, adalah

penyakit menular burung dan mamalia yang disebabkan oleh virus RNA

dari famili Orthomyxoviridae (virus influensa). Penyakit ini ditularkan

dengan medium udara melalui bersin dari si penderita. Pada manusia,

gejala umum yang terjadi adalah demam, sakit tenggorokan, sakit kepala,

hidung tersumbat dan mengeluarkan cairan, batuk, lesu serta rasa tidak

enak badan. Dalam kasus yang lebih buruk, influensa juga dapat

menyebabkan terjadinya pneumonia, yang dapat mengakibatkan

kematian terutama pada anak-anak dan orang berusia lanjut.

i. Paru-paru hitam

Paru-paru hitam adalah suatu penyakit paru-paru yang disebabkan

karena menghirup debu batubara dalam jangka panjang. Penyakit ini

dikenal juga dengan sebutan pneumokoniosis pekerja batubara, dapat

terjadi dalam 2 bentuk, yaitu simplek dan komplikata. Tipe simplek

biasanya bersifat ringan, sedangkan tipe komplikata bisa berakibat fatal.

Paru-paru hitam merupakan akibat dari terhirupnya serbuk batubara

dalam jangka waktu yang lama. Merokok tidak menyebabkan

meningkatnya angka kejadian paru-paru hitam, tetapi bisa memberikan

efek tambahan yang berbahaya bagi paru-paru. Resiko menderita paru-

paru hitam berhubungan dengan lamanya dan luasnya pemaparan

terhadap debu batubara. Kebanyakan pekerja yang terkena berusia lebih

dari 50 tahun. Penyakit ini ditemukan pada 6 dari 100.000 orang. Tidak

ada pengobatan khusus untuk penyakit ini, selain untuk mengobati

16
komplikasinya (gagal jantung kanan atau tuberkulosis paru). Jika terjadi

gangguan pernafasan, maka diberikan bronkodilator dan ekspektoran.

j. Difteri

Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber

dari Corynebacterium diphtheriae (C. diphtheriae). Penyakit ini

menyerang bagian atas mukosa saluran pernapasan dan kulit yang

terluka. Tanda-tanda yang dapat dirasakan ialah sakit tekak dan demam

secara tiba-tiba disertai tumbuhnya membran kelabu yang menutupi

tonsil serta bagian saluran pernapasan. Pembawa kuman ini adalah

manusia sendiri dan amat sensitif pada faktor-faktor alam sekitar seperti

kekeringan, kepanasan dan sinar matahari. Difteri disebarkan dari kulit,

saluran pernapasan dan sentuhan dengan penderita difteri itu sendiri.

Tingkat kematian akibat difteri paling tinggi di kalangan bayi dan orang

tua dan kematian biasanya terjadi dalam masa tiga hingga empat hari.

Perawatan bagi penyakit ini termasuk antitoksin difteri, yang

melemahkan toksin dan antibiotik. Eritromisin dan penisilin membantu

menghilangkan kuman dan menghentikan pengeluaran toksin. Umumnya

difteri dapat dicegah melalui vaksinasi. Bayi, kanak-kanak, remaja, dan

orang dewasa yang tidak mempunyai cukup pelalian memerlukan

suntikan booster setiap 10 tahun

B. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Pernapasan

1. Pengkajian keperawatan

17
Merupakan salah satu dari komponen proses keperawatan yang

dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan sistem pernafasan

klien meliputi:

a. Anamnesa

Anamnesa merupakan tekhnik memperoleh suatu informasi atau data

tentang kesehatan pasien melalui wawancara antara perawat dengan petugas

kesehatan dengan pasien atau orang lain yang mengetahui kondisi pasien.

Dalam anamnesa, informasi yang perlu didapatkan adalah:

1) Biodata pasien

Biodata pasien yang perlu dikaji dalam anamnesa meliputi nama

pasien, umur pasien, jenis kelamin, usia, alamat lengkap, pekerjaan,

pendidikan, status perkawinan, agama, suku bangsa.

2) Keluhan Utama

Dalam membuat riwayat keperawatan yang berhubungan dengan

gangguan sistem pernafasan, penting untuk mengetahui tanda serta

gejalanya. Termasuk dalam keluhan utama pada gangguan sistem

pernafasan yaitu batuk, sesak nafas dan nyeri dada. Keluhan utama adalah

keluhan yang dirasakan sangat mengganggu kondisi pasien yang mendorong

pasien untuk datang menemui layanan kesehatan.

3) Riwayat penyakit saat ini

Pengkajian riwayat penyakit saat ini pada sistem pernafasan seperti

menanyakan tentang riwayat penyakit sejak timbulnya keluhan sehingga

klien meminta pertolongan. Data ini terdiri dari 4 komponen, antara lain:

18
kronologi penyakit, gambaran dan deskripsi keluhan utama, keluhan

penyerta dan usaha berobat.

4) Riwayat penyakit dahulu

Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami klien

sebelumnya. Misalnya apakah klien pernah dirawat sebelumnya, dengan

penyakit apa, apakah pernah mengalami sakit yang berat, dan sebagainya.

5) Riwayat penyakit keluarga

Pengkajian riwayat penyakit keluarga dalam gangguan sistem

pernafasan meupakan hal yang mendukung keluhan penderita, perlu dicari

riwayat keluarga yang dapat memberikan predisposisi keluhan seperti

adanya riwayat sesak nafas, batuk dalam jangka waktu yang lama, dan batuk

darah dari generasi terdahulu.

6) Riwayat pekerjaan dan gaya hidup

Perawat juga harus menanyakan situasi tempat kerja dan

lingkungannya. Kebiasaan sosial, kebiasaan dalam pola hidup misalnya

minum alcohol, atau obat tertentu.

b. Pengkajian fisik (Head to toe)

1) Inspeksi

Prosedur inspeksi yang harus dilakukan oleh perawat adalah sebagai

berikut (Irman Somantri, 2007):

a) Pemeriksaan dada dimulai dari dada posterior dan pasien harus dalam

keadaan duduk.

b) Data diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.

c) Tindakan dilakukan dari atas sampai bawah

19
d) Inspeksi dada posterior terhadap warna kulit dan kondisinya (skar, lesi, dan

massa) dan gangguan tulang belakang (kifosis, scoliosis, dan lordosis)

e) Catat jumlah, irama, kedalaman pernafasan, dan kesimetrisan pergerakan

dada.

f) Observasi tipe pernafasan seperti: pernafasan hidung, diafragma serta

pernafasan menggunakan otot bantu pernafasan.

g) Saat mengobservasi respirasi, catat durasi dari fase inspirasi dan ekspirasi.

Normalnya adalah 1:2.

h) Kaji konfigurasi dada dan bandingkan diameter AP dengan lateral. Rationya

berkisar 1: 2 sampai 5: 7, tergantung kondisi cairan tubuh pasien.

i) Observasi kelainan bentuk dada, yang meliputi Barrel chest, Funnel Chest,

Pigeon Chest, Kyposkoliosis.

j) Observasi kesimetrisan pergerakan dada.

k) Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama inspirasi, yang dapat

mengindikasikan adanya obstruksi jalan nafas.

2) Palpasi

20
Palpasi dimulai dengan memeriksa telapak tangan, jari, leher, dada

dan abdomen. Jari tabuh atau clubbing of finger bisa didapatkan pada pasien

dengan kanker paru, abses paru, empisema dan bronkiektasis. Tekanan vena

jugularis (JVP) diperlukan untuk mengetahui tekanan pada atrium kanan.

Pemeriksaan leher bertujuan untuk menentukan apakah trachea tetap di

tengah ataukah bergeser ke samping, apakah ada penonjolan nodus limfe.

Pemeriksaan palpasi dada akan memberikan informasi tentang

penonjolan di dinding dada, nyeri tekan, gerakan pernafasan yang simetris,

derajat ekspansi dada, dan untuk menentukan taktil vocal fremitus.

Pemeriksaan gerak dada dilakukan dengan cara meletakkan kedua telapak

tangan secara simetris pada punggung. Kedua ibu jari diletakkan di samping

linea vertebralis, lalu pasien diminta inspirasi dalam. Jika gerakan dada

tidak simetris, jarak ibu jari kanan dan kiri akan berbeda. (Darmanto, 2009)

3) Perkusi

Perawat melakukan perkusi untuk mengkaji resonansi pulmonary,

organ yang ada disekitarnya, dan pengembangan (ekskursi) diafragma. Jenis

suara perkusi ada dua jenis, yaitu normal dan abnormal.

21
a) Suara Normal

Resonan (Sonor): dihasilkan pada jaringan paru normal umumnya bergaung dan

bernada rendah.

Dullness : dihasilkan di atas bagian jantung atau paru-paru

Tympany: dihasilkan di atas perut yang berisi udara umumnya bersifat musical

b) Suara Abnormal

Hiperresonan : bergaung lebih rendah dan timbul pada bagian paru yang

abnormal berisi udara

Flatness : nadanya lebih tinggi dari dullness dan dapat didengar pada

perkusi daerah paha, dimana seluruh areanya berisi jaringan.

4) Auskultasi

Auskultasi merupakan pengkajian yang sangat bermakna mencakup

mendengarkan suara napas normal dan suara napas tambahan (abnormal).

Suara napas normal dihasilkan dari getaran udara ketika melalui jalan napas

dari laring ke alveoli dan bersifat bersih.

a) Suara normal

Bronkial : suaranya terdengar keras, nyaring, dan hembusannya lembut.

Fase ekspirasinya lebih lama daripada inspirasi dan tidak ada jeda di antara

keduanya.

22
Bronkovesikular : gabungan suara napas bronkial dan vesicular. Suaranya

terdengar nyaring dan intensitasnnya sedang. Inspirasi dan ekspirasi sama

panjangnya.

Vesikular : terdengar lembut, halus, dan seperti angina sepoi-sepoi.

Inspirasi lebih panjang dari ekaspirasi, ekspirasi terdengar seperti tiupan.

b) Suara abnormal

Wheezing : terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, dengan karakter suara

nyaring, musical, suara terus menerus.

Ronchi : Terdengar selama fase inspirasi dan ekspirasi, suaranya terdengar

pelan, nyaring, dan suara mengorok terus-menerus. Berhubungan dengan

produksi sputum.

Pleural friction rub : terdengar saat inspirasi dan ekspirasi. Karakter suara

kasar, berciut, dan suara seperti gesekan akibat dari inflamasi daerah pleura.

Pasien akan mengalami nyeri saat bernafas.

Crackles dibagi menjadi dua yaitu Crackles halus dan kasar.

c. Model dalam Pengkajian Keperawatan Gordon (1982) :

1) Pola Kesehatan Menggambarkan pola pemahaman klien tentang kesehatan,

kesejahteraan, dan bagaimana kesehatan mereka diatur.

2) Pola metabolik – nutrisi Menggambarkan konsumsi relatif terhadap

kebutuhan metabolik dan suplai gizi : meliputi pola konsumsi makanan dan

cairan, keadaan kulit, rambut, kuku dan membran mukosa, suhu tubuh,

tinggi dan berat badan.

23
3) Pola eliminasi Menggambarkan pola fungsi ekskresi (usus besar, kandung

kemih, dan kulit), termasuk pola individu seharihari, perubahan atau

gangguan, dan metode yang digunsksn untuk mengendalikan ekskresi.

4) Pola aktivitas – Olahraga Menggambarkan pola olahraga, aktivitas,

pengisian waktu senggang, dan rekreasi ; termasuk aktivitas kehidupan

sehari-hari, tipe dan kualitas olahraga, dan faktor-faktor yang

mempengaruhi pola aktivitas (seperti otot-saraf, respirasi, dan sirkulasi)

5) Pola tidur - istirahat Menggambarkan pola tidur, istirahat, relaksasi dan

setiap bantuan untuk merubah pola tersebut.

6) Pola persepsi – kognitif Menggambaekan pola persepsi-sensori dan pola

kognitif ; meliputi keadekuatan bentuk sensori (penglihatan, pendengarsn,

perabaan, pengecapan, dan penghidu), pelaporan mengenai persepsi nyeri,

dan kemampuan fungsi kognitif.

7) Pola persepsi diri-konsep diri Menggambarkan bagaimana seseorang

memandang dirinya sendiri ; kemampuan mereka, gambaran diri, dan

perasaan.

8) Pola Hubungan peran Menggambarkan pola keterikatan peran dengan

hubungan ; meliputi persepsi terhadap peran utama dan tanggung jawab

dalam situasi kehidupan saat ini.

9) Pola Reproduksi – seksualitas Menggambarkan kepuasan atau

ketidakpuasan dalam seksualitas ; termasuk status reproduksi wanita, pada

anak-anak bagaimana dia mampu membedakan jenis kelamin dan

mengetahui alat kelaminnya.

24
10) Pola koping - toleransi stress Menggambarkan pola koping umum, dan

keefektifan ketrampilan koping dalam mentoleransi stress.

11) Pola nilai dan keyakinan Menggambarkan pola nilai, tujuan atau

kepercayaan (termasuk kepercayaan spiritual) yang mengarahkan pilihan

dan keputusan gaya hidup. (Patricia, 1996)

d. Pemeriksaan Diagnostik

Prosedur diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada

system pernapasan dibagi ke dalam 2 metode, yaitu:

1) Metode morfologis, di antaranya adalah :

a) Radiologi Torak merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi.

Parenkim paru-paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil

terhadap jalannya sinar-X. Oleh karena itu, parenkim hanya memberikan

bayangan yang sangat memancar. Bagian yang lebih padat, sukar untuk

ditembus sinar-X, sehingga bayangannya lebih padat. Benda yang lebih

padat akan memberikan . kesan berwarna lebih putih dibandingkan benda

yang berbentuk udara.

b) Bronkoskopi Bronkoskopi merupakan teknik yang memungkinkan

visualisasi langsung dari trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini

paling sering digunakan untuk memastikan diagnosis karsinoma

bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan untuk membuang benda asing.

Klien yang telah menjalani prosedur bronkoskopi, tidak boleh makan atau

minum selama minimal 2-3 jam sampai refleks muntah muncul kembali.

25
Jika tidak, mungkin klien akan mengalami aspirasi ke dalam cabang

trakeabronkial.

c) Pemeriksaan biopsi Contoh jaringan yang dapat digunakan untuk

pemeriksaan biopsi adalah jaringan yang diperoleh dari saluran pernafasan

bagian atas atau bawah dengan menggunakan teknik endoskopi yang

memakai laringoskop. Manfaat utama biopsi paru-paru terutama berkaitan

dengan penyakit paruparu difusi yang tidak dapat didiagnosis dengan cara

lain.

d) Pemeriksaan sputum Penting dilakukan untuk mendiagnosis etiologi

berbagai penyakit pernapasan. Pemeriksaan mikroskopik dapat menjelaskan

organisme penyebab pada berbagai pneumonia bakterial, tuberkulosis, serta

berbagai infeksi jamur. Pemeriksaan sitologi eksfoliatif pada sputum dapat

membantu dalam mendiagnosis karsinoma paru. Waktu terbaik untuk

pengumpulan sputum adalah saat bangun tidur, karena sekresi abnormal

bronkus cenderung untuk berkumpul pada waktu tidur.

2) Metode fisiologis

a) Tes fungsi paru Pada tes ini digunakan alat spirometer yang dapat

menggambarkan fungsi paru.

b) Analisa gas darah Darah yang digunakan untuk menganalisis tes ini adalah

darah arteri, dan yang terpilih adalah arteri radialis dan femoralis karena

arteri ini mudah dicapai. PaCO2 merupakan petunjuk yang terbaik untuk

mengetahui fungsi ventilasi alveolar. Jika nilai PaCO2 meningkat, maka

penyebab langsungnya berupa hipoventilasi alveolar umum.

2. Diagnose keperawatan

26
Diagnosa keperawatan adalah suatau pernyataan yang menjelaskan

respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu

atau kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi

dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan,

membatasi, mencegah dan mengubah (Carpenito dalam dalam Nursalam,

2009). (Gordon dalam Nursalam, 2009), mendefinisikan bahwa diagnosa

keperawatan adalah masalah kesehatan aktual dan potensial di mana

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat mampu dan

mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan keperawatan

kewenangan tersebut dapat diterapkan berdasarkan standar praktik

keperawatan dan kode etik perawat yang berlaku di Indonesia. Beberapa

diagnose keperawatan pada sitem pernapasan berdasarkan SDKI

dicantumkan dalam lampiran 1.

3. Intervensi keperawatan

Perencanaan tindakan keperawatan dibuat apabila diagnosa telah

diprioritaskan. Prioritas maslah dibuat berdasarkan pada ancaman/risiko

ancaman hidup (contoh: bersihan jalan nafas tidak efektif, gangguan

pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, gangguan perfusi jaringan, lalu

dapat dilanjutkan dengan mengidentifikasi alternatif diagnosa keperawatan

untuk meningkatkan keamanan, kenyamanan (contoh: bersihan jalan nafas

tidak efektif, gangguan pertukaran gas, pola nafas tidak efektif, resiko

infeksi, resiko trauma/injury, gangguan rasa nyaman dan diagnosa

keperawatan untuk mencegah, komplikasi (contoh: resiko konstifasi, resiko

gangguan integritas kulit). Perencanaan tindakan mencakup 4(empat) umsur

27
kegiatan yaitu observasi/monitoring, terapi keperawatan, pendidikan dan

tindakan kolaboratif.

Pertimbangan lain adalah kemampuan untuk melaksanakan rencana

dilihat dari keterampilan perawat, fasilitas, kebijakan dan standar

operasional prosedur. Perencanaan tindakan perlu pula diprioritaskan

dengan perencanaan ini adalah untuk membuat efisiensi sumber-sumber,

mengukur kemampuan dan mengoptimalkan penyelesaian masalah.

Ditujukan pada penerimaan dan adaptasi pasien secara konstan terhadap

status yang selalu berubah. Contoh intervensi sesuai dengan diganosa pada

sitem pernapasan berdasarkan SLKI dan SIKI dicantumkan pada lampiran

1.

4. Implementasi keperawatan

Semua tindakan dilakukan dalam pemberian asuhan keperawatan

terhadap klien sesuai dengan rencana tindakan. Hal ini penting untuk

mencapai tujuan. Tindakan keperawatan dapat dalam bentuk observasi,

tindakan prosedur terntentu, tindakan kolaboratif dan pendidikan kesehatan.

Dalam tindakan perlu ada pengawasan terus menerus terhadap kondisi klien

termasuk evaluasi prilaku. Ditujukan terapi gejala-gejala yang muncul

pertama kali untuk pencegahan krisis dan secara terus-menerus dalam

jangka waktu yang lama sampai dapat beradaptasi dengan tercapainya

tingkat kesembuhan yang lebih tinggi atau terjadi kematian.

5. Evaluasi keperawatan

28
Evaluasi adalah langkah kelima dalam proses keperawatan dan

merupakan dasar pertimbangan yang sistematis untuk menilai keberhasilan

tindkan keperawatan dan sekaligus dan merupakan alat untuk melakukan

pengkajian ulang dalam upaya melakukan modifikasi/revisi diagnosa dan

tindakan. Evaluasi dapat dilakukan setiap akhir tindakan pemberian asuhan

yang disebut sebagai evaluasi proses dan evaluasi hasil yang dilakukan

untuk menilai keadaan kesehatan klien selama dan pada akhir perawatan.

Evaluasi dicatatan perkembangan klien.

Dilakukan secara cepat, terus menerus dan dalam waktu yang lama

untuk mencapai keefektifan masing-masing tindakan/ terapi, secara terus-

menerus menilai kriteria hasil untuk mengetahui perubahan status pasien.

Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pasien kritis prioritas pemenuhan

kebutuhan tetap mengacu pada hirarki kebutuhan dasar Maslow dengan

tidak meninggalkan prinsip holistic bio-psiko-sosio dan spritual.

Keperawatan kritis harus menggunakan proses keperawatan dalam

memberikan asuhan keperawatan :

a. Data akan dikumpulkan secara terus – menerus pada semua pasien yang

sakit kritis dimanapun tempatnya.

b. Indentifikasi masalah/kebutuhan pasien dan prioritas harus didasarkan pada

data yang dikumpulkan.

c. Rencana asuhan keperawatan yang tepat harus diformulasikan.

d. Rencana asuhan keperawatan harus diimplementasikan menurut prioritas

dari identifikasimasalah atau kebutuhan.

e. Hasil dari asuhan keperawatan harus dievaluasi secara terus – menurus.

29
30
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Sistem pernafasan adalah salah satu sistem yang berperan vital dalam

tubuh manusia, sistem pernafasan berfungsi untuk pertukaran udara yang

mengandung oksigen dan karbondioksida, yang kemudian akan diteruskan

oleh sistem kardiovaskular untuk penyebarannya dalam tubuh. Seorang

perawat yang merupakan tenaga kesehatan yang berinteraksi paling lama

dengan pasien harus mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien

dengan gangguan sistem pernafasan. Oleh karena itu perawat harus

memahami semua diagnosa yang berhubungan dengan gangguan sistem

pernafasan khususnya pada pasien dalam keadaan kritis.

Proses keperawatan, atau yang dikenal dengan urutan pemberian

asuhan keperawatan terdiri dari proses pengkajian, diagnose keperawatan,

perencanaan atau intervensi, implementasi dan yang terakhir adalah

evaluasi. Asuhan keperawatan tidak dapat berjalan tanpa adanya keluhan

atau data-data dari pasien, sehingga sebelum proses pengkajian yang

dilakukan adalah anamnesa (wawancara) kepada klien agar didapatkan data

yang bisa digunakan untuk melakukan pengkajian. Pemeriksaan diagnostic

yang dilakukan adalah pemeriksaan morfologi dan fisiologinya, agar

diketahui secara jelas bagian mana yang mengalami gangguan, namun

pemeriksaan diagnostic membutuhkan aktivitas kolaborasi dengan tenaga

kesehatan lain.

31
B. Saran

Sebagai seorang perawat diharapkan mampu memahami dan

mengetahui masalah yang berhubungan dengan gangguan sistem pernafasan

pada pasien, agar perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada

klien tersebut. Penyusunan makalah ini belum sempurna, untuk itu

diperlukan peninjauan ulang terhadap isi dari makalah ini.

32
DAFTAR PUSTAKA

Budyasih, S. (2014) ‘Asuhan Keperawatan Pada Sistem Pernafasan’, Kesehatan,


(18), pp. 8–23. Available at:http://repository.ump.ac.id/2654/3/SUPRAPTI
BUDYASIH BAB II.pdf.

Djojodibroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta :


Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Fernandez, G. J. (2018) ‘Tinjauan Kepustakaan SISTEM PERNAPASAN -


Universitas Udayana’, Journal of Chemical Information and Modeling.
doi: 10.1017/CBO9781107415324.004.

PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan


Pengurus Pusat PPNI

PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat PPNIRini, A.
(2015) ‘Laporan Pendahuluan Sistem Pernafasan’. Jakarta: Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan. Available at:
https://www.academia.edu/37010703/LAPORAN_PENDAHULUAN.
SDKI 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik 2016. Tim Pokja SDKI DPP PPNI.

SLKI 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan 2018. Tim Pokja SLKI DPP PPNI.

SIKI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan


Keperawatan 2018. Tim Pokja SIKI DPP PPNI.

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Asuhan Keperawatan


pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Penerbit
Salemba Medika.

33
Lampiran 1

DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN PADA SISTEM PERNAPASAN BERDASARKAN SDKI, SLKI DAN SIKI
No Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia (SIKI)
(SLKI)
1 Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001) Setelah dilakukan asuhan Latihan Batuk efektif
Definisi : keperawatan selama Observasi
Secret ketidakmampuan membersihkan atau obstruksi …… x …….… maka bersihan  Identifikasi kemampuan batuk
jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas jalan nafas tidak efektif  Monitor adanya retensi sputum
tetappaten teratasidengan kriteria hasil :  Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
Penyebab :  Produksi sputum menurun  Monitor input dan output cairan ( mis. Jumlah dan
Fisiologis (5) karakteristik )
 Spasme jalan nafas  Mengi menurun (5) Terapeutik
 Hipersekresi jalan nafas  Wheezing menurun (5)  Atur posisi semi-fowler atau fowler
 Disfungsi neuromuskular  Mekonium menurun (5)  Pasang perlak dan bengkok letakan di pangkuan
 Benda asing dalam jalan nafas  Dispnea menurun (5) pasien
 Adanya jalan nafas buatan  Ortopnea menurn (50  Buang secret pada tempat sputum

34
 Sekrresi yang tertahan  Tidak sulit bicara (5)
 Hyperplasia dinding jalan nafas  Sianosis menurun (5) Edukasi

 Proses infeksi  Gelisah menurun (5)  Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif

 Respon alergi  Frekuensi napas membaik  Anjurkan tarik nasaf dalam melalui hidung selama 4

 Efek agen farmakologias ( mis. Anastesi (5) detik, ditahan selam 2 detik, kemudian keluarkan dai

Situasional  Pola nafas membaik (5) mulut dengan bibir mencucu (dibulatkan) selam 5

 Merokok aktif detik

 Merokok pasif  Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali

 Terpajan polutan  Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik


nafas dalam yang ke-3

Gejala dan Tanda Minor Kolaborasi

Subjektif : -  Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran,

Objektif : jika perlu.

 Batuk tidak efektif


Manajemen Jalan Nafas
 Tidak mampu batuk
Observasi
 Sputum berlebih
 Monitor posisi selang endotraceal (EET), terutama
 Mengi,wheezing dan/atau ronkhi kering
setelah mengubah posisi
 Monitor tekanan balon EET setiap 4-8 jam

35
 Monitor kulit area stoma trakeostomi (mis.
Gejala dan Tanda Mayor Kemerahan, drainase, perdarahan)
Subjektif : Terapeutik
 Dispnea  Kurangi tekanan balon secara periodic setiap Shift
 Sulit bicara  Pasang oropharingeal airway (OPA) untuk

 Ortopnea mencegah EET tergigit


Objektif :  Cegah EET terlipat (kinking)

 Gelisah  Beriak pre-oksigenasi 100% selama 30 detik (3-6

 Sianosis kali ventilasi) sebelum dan sesudah penghisapan


 Beriak volume pre-oksigen (bagging atau ventialasi
 Bunyi nafas menurun
mekanik) 1,5 kali volume tidal
 Frekuensi nafas berubah
 Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik
 Pola nafas berubah
jika diperlukan (bukan secara berkala/rutin)
Kondisi Klinis Terkait :
 Ganti fiksasi EET setiap 24 jam
 Gullian Barre Syndrome
 Ubah posisi EET secara bergantian (kiri dan kanan)
 Skelrosis multipel
setiap 24 jam
 Myasthenia gravis
 Lakukan perawatan mulut (mis. Dengan sikat gigi,
 Prosedur diagnostik ( mis. Bonkoskopi,
kasa, plembab bbir)
transesophageal, echocardiography (TEE)
 Lakukan perawatan stoma trakeostomi

36
 Depresi system saraf pusat Kolaborasi
 Cedera kepala  Jelaksan pasien dana/atau keluarga tujuan dan
 Stroke prosedur pemasangan jalan nafas buatan.

 Kuadriplegia  Kolaborasi intubasi ulang jika terbentuk mucous

 Sindrom aspirasi mekonium plug yang tidak dapat dilakuikan penghisapan

 Infeksi saluran nafas


Pemantaun Respirasi
Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
nafas
 Monitor pola nafas (seperti bradipnea. Takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, Cheyne-Stoke,Biot, atasik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen

37
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Kolaborasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informaskan hasil pemantauan, jika perlu

2. Gangguan Ventilasi Spontan Setelah dilakukan tindakan Label: Dukungan Ventilasi


Definisi: keperawatan selama … x … Observasi
Penurunan cadangan energi yang mengakibatkan menit diharapkan dapat mengatasi  Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
individu tidak mampu bernapas secara adekuat. masalah gangguan ventilasi  Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
Penyebab spontan dengan kriteria hasil: pernapasan
 Gangguan metabolism Label: Ventilasi Spontan  Monitor status respirasi dan oksigenisasi ( mis.
 Kelelahan otot pernapasan  Volume tindal meningkat (1) Frekuensi dan kedalaman napas, penggunaan otot
 Dyspnea menurun (1) bantu napas, bunyi napas tambahan dan saturasi
Gejala Mayor  Penggunaan otot bantu napas oksigen)

38
Subjektif meningkat (1) Terapeutik
 Dyspnea  Gelisah menurun (1)  Pertahankan kepatenan jalan napas
Objektif  PCO2 meningkat (1)  Berikan posisi semi fowler atau fowler
 Penggunaan otot bantu napas meningkat  PO2 meningkat (1)  Fasilitasi mengubah posisi senyaman mungki
 Volume tindal menurun  Takikardia menurun (1)  Berikan oksigen sesuai kebutuhan
 PCO2 meningkat  Gunakan bag value masker jika diperlukan
 PO2 menurun Edukasi
 SaO2 menurun
 Ajarkan menggunakan Teknik relaksasi napas
dalam
Gejala Mayor
 Ajarkan mengubah posusu secara mandiri
Subjektif
 Ajarkan Teknik batuk efektif
(-)
Kolaborasi
Objektif
 Kolaborasi pemberian bronchodilator.
 Gelisah
 Takikardi
Kondisi Klinis Terkait
Label: Pemantauan Respirasi
1. Penyakit paru obstruksi kronis ( PPOK )
Observasi
2. Asma
 Monitor pola napas
3. Cedera kepala

39
4. Gagal napas  Monitor kemampuan batuk efektif
5. Bedah jantung  Monitor adanya produksi sputum
6. Adult respiratory distress syndrome ( ARDS)  Monitor adanya sumbatan jalan napas
7. Persistent pulmonary hypertension of newborn  Palpasi ke ekskremitasan patu
(PPHN)
 Auskultasi bunyi napas
8. Prematuritas
 Monitor saturasi oksigen
9. Infeksi saluran pernafasan
 Monitor Nilai AGD
 Monitor hasil X-ray thoraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasi hasil pemantauan
Kolaborasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
3. Pola Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen Jalan Napas
Definisi : selama ... x... menit, maka pola Observasi :
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan napas membaik dengan kriteria  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
ventilasi adekuat. hasil :

40
Penyebab :  Ventilasi semenit (5) napas)
 Depresi pusat pernapasan  Kapasitas vital (5)  Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling, mengi,
 Hambatan upaya napas (mis. nyeri saat bernapas,  Diameter thoraks anterior wheezing, ronkhi kering)
kelemahan otot pernapasan) posterior (5)  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Deformitas dinding dada  Tekanan ekspirasi (5) Terapeutik :
 Deformitas tulang dada  Tekanan inspirasi (5)  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt

 Gangguan neuromuscular  Dispnea (5) dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)

 Gangguan neurologis (mis. elektroensefalogram  Penggunaan otot bantu napas  Posisikan semi-Fowler atau Fowler

[EEG] positif, cedera kepala, gangguan kejang) (5)  Berikan minum hangat

 Imaturitas neurologis  Pemanjangan fase ekspirasi (5)  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

 Penurunan energy  Ortopnea (5)  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik

 Obesitas  Pernapasan pursed-tip (5)  Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan

 Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru  Pernapasan cuping hidung (5) endotrakeal

 Sindrom hipoventilasi  Frekuensi napas (5)  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep

 Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke  Kedalaman napas (5) McGill

atas)  Berikan oksigen, jika perlu


 Ekskursi dada (5)
 Cedera pada medulla spinalis Edukasi :

 Efek agen farmakologis  Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak

41
 Kecemasan kontraindikasi
Gejala dan Tanda Mayor  Ajarkan teknik batuk efektif
Subjektif : Kolaborasi :
 Dispnea  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

Objektif : mukolitik, jika perlu


 Penggunaan otot bantu pernapasan
 Fase ekspirasi memanjang Pemantauan Respirasi

 Pola napas abnormal (mis. takipnea, bradipnea, Observasi :

hiperventilasi, kusmaul, cneyne-stokes)  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

Gejalan dan Tanda Minor  Monitor pola napas (seperti : bradipnea, takipnea,

Subjektif : hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, biot, ataksik)

 Ortopnea  Monitor kemampuan batuk efektif

Objektif :  Monitor adanya produksi sputum

 Pernapasan pursed-lip  Monitor adanya sumbatan jalan napas

 Pernapasan cuping hidung  Paplasi kesimetrisan ekspansi paru


 Auskultasi bunyi napas
 Diameter thoraks anterior-posterior meningkat
 Monitor saturasi oksigen
 Ventilasi semenit menurun
 Monitor nilai AGD
 Kapasitas vital menurun
 Monitor hasil X-ray thoraks

42
 Tekanan ekspirasi menurun Terapeutik :
 Tekanan inspirasi menurun  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi

 Ekskursi dada berubah pasien

Kondisi Klinis Terkait :  Dokumentasikan hasil pemantauan

 Depresi sistem saraf pusat Edukasi :


 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Cedera kepala
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
 Trauma thoraks
 Gullian barre syndrome
 Multiple sclerosis
 Myastenial gravis
 Stroke
 Kuadriplegia
 Intoksikasi alcohol
4. Risiko Aspirasi (D.0006) Setelah dilakukan asuhan Manajemen Jalan Nafas
Definisi : keperawatan selama Observasi
Berisiko mengalami masuknya sekresi gastrointestinal, ...x... jam maka Tingkat Aspirasi  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha
sekresi orofaring, benda cair atau padat ke dalam Menurun dengan kriteria hasil : napas).
saluran trakeobronkhial akibat disfungsi mekanisme  Tingkat kesadaran  Monitor bunyi napas tambahan (mis. gurgling,
protektif saluran napas. meningkat (5)

43
Faktor Risiko :  Kemampuan menelan mengi, wheezing, ronkhi kering)
 Penurunan tingkat kesadaran meningkat (5).  Monitor sputurn (jumlah, wama, aroma)
 Penurunan refleks muntah dan/atau batuk.  Kebersihan mulut meningkat Terapeutik
 Gangguan menelan. (5).  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt
 Disfagia.  Dispnea menurun (5) dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal).
 Kerusakan mobilitas fisik.  Kelemahan otot menurun (5)  Posisikan semi-Fowler atau Fower.
 Peningkatan residu lambung.  Akumulasi secret menurun  Berikan minum hangat
 Peningkatan tekanan intragastrik. (5)  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu.
 Penurunan motilitas gastrointestinal.
 Wheezing menurun (5)  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik.
 Sfingter esofagus bawah inkompeten.
 Batuk menurun (5)  Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
 Perlambatan pegosongan lambung. endotrakeal.
 Penggunaan otot aksesori
 Terpasang selang nasogastric. menurun (5)  Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
 Terpasang trakeostomi atau endotracheal tube.  Sianosis menurun (5) McGill
 Trauma/pembedahan leher, mulut, dan/atau wajah.  Gelisah menurun (5)  Berikan oksigen, jika perlu
 Efek agen farmakologis. Frekuensi napas membaik (5) Edukasi
 Ketidakmatangan koordinasi menghisap, menelan  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak
dan bernapas kontraindikasi.
Kondisi Klinis Terkait :  Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi

44
 Cedera kepala.  Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,

 Stroke. mukolitik, jika perlu.

 Cedera medula spinalis.


 Guillain barre syndrome. Pencegahan Aspirasi
Observasi
 Penyakit Parkinson.
 Monitor tingkat kesadaran, batuk, muntah dan
 Keracunan obat dan alcohol.
kemampuan menelan.
 Pembesaran uterus.
 Monitor status pernapasan.
 Miestenia gravis.
 Monitor bunyi napas, terutama setelah
 Fistula trakeoesofagus.
makan/minum.
 Striktura esophagus.
 Periksa residu gaster sebelum memberi asupan oral.
 Sklerosis multiple.
 Labiopalatoskizis.  Periksa kepatenan selang nasogastrik sebelum

 Atresia esophagus. memberi asupan oral

 Laringomalasi Terapeutik

 Prematuritas  Posisikan semi Fowler (30 - 45 derajat) 30 menit


sebelum memberi asupan oral.
 Pertahankan posisi semi Fowler (30 - 45 derajat)
pada pasien tidak sadar
 Pertahankan kepatenan jalan napas (mis. teknik head

45
tilt chin lift, jaw thrust, in line)
 Pertahankan pengembangan balon endotracheal tube
(ETT).
 Lakukan penghisapan jalan napas, jika produksi
sekret meningkat
 Sediakan suction di ruangan
 Hindari memberi makan melalui selang
gastrointestinal, jika residu banyak
 Berikan makanan dengan ukuran kecil atau lunak
 Berikan obat oral dalam bentuk cair
Terapeutik
 Anjurkan makan secara perlahan.
 Ajarkan strategi mencegah aspirasi.
 Ajarkan teknik mengunyah atau menelan, jika perlu

46
47
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN E DENGAN PNEUMONIA

A. PENGKAJIAN

1. Biodata / Data Biografi

Identitas Klien:

Nama                           : Tn. E             No Register : 08.xxx.xxx

Umur                           : 28 tahun

Suku/bangsa                : Bali

Status Perkawinan        : -

Agama                         : Hindu

Pendidikan                   : -

Pekerjaan                     : -

Alamat                         : Jln P.moyo

Tanggal masuk RS       : 25 Mei 2020

Tanggal Pengkajian      : 26  Mei 2020

Catatan kedatangan      : Kursi roda (  ), Ambulan (  ), Brankar (  √ )

Keluarga Terdekat yang dapat dihubungi:

Nama/Umur                 : Ny.N / 29                       No telepon : (0736)xxxxx

Pendidikan                   : S1

Pekerjaan                     : PNS

Alamat                         : Jln P.moyo

Sumber Informasi        : Pasien dan keluarga

48
2. Riwayat Kesehatan/keperawatan

a. Keluhan utama/alasan masuk RS

Tn E datang ke RS pada tanggal 25 Mei 2020, jam  10.20 wita dengan

keluhan batuk berdahak dan sesak napas.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang (RKS) :

1) Faktor pencetus: kekuarga mengatakan sesak napas didahului oleh batuk

pilek seminggu sebelum masuk RS.

2) Muncul keluhan (ekaserbasi) : keluarga mengatakan sesak napas sejak 6

hari sebelum masuk RS.

3) Sifat keluhan : keluarga mengatakan sesak napas timbul perlahan-lahan,

sesak napas terus menerus dan bertambah dengan aktivitas.

4) Berat ringannya keluhan : keluarga mengatakan sesak napas cenderung

bertambah sejak 2 hari sebelum masuk RS.

5) Upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi : keluarga mengatakan upaya

untuk mengatasi sesak adalah dengan istirahat dan minum obat batuk

( OBH).

6) Keluhan lain saat pengkajian : keluarga juga mengatakan batuk dengan

dahak yang kental dan sulit untuk dikeluarkan, sehingga terasa lengket di

tenggorokkan. keluarga mengatakan kesulitan bernapas. keluarga

mengutarakan kondisi badan pasien terasa lemah

c. Riwayat Kesehatan Dahulu (RKD) :

1) Keluarga mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan, debu, dan

lain-lain.

49
d. Riwayat kesehatan keluarga (RKK) :

Keluarga mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mempunyai

penyakit sesak napas seperti yang dialaminya dan tidak ada anggota

keluarga yang menderita penyakit keturunan dan penyakit menular lainnya

seperti penyakit jantung, hipertensi, asma,TB dan lain-lain.

3. Pola Fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan

1) Persepsi terhadap penyakit:

Orang tua pasien tidak mengetahui penyakit yang dideritanya.

Penggunaan :

2) Alergi (obat-obatan, makanan, plester, dll): pasien tidak ada alergi.

b. Pola nutrisi dan metabolisme

1) Diet/suplemen khusus: tidak ada

2) Intruksi diet sebelumnya: -

3) Nafsu makan normal

4) Penurunan sensasi kecap, mual-muntah, stomatitis : tidak ada

5) Fluktuasi BB 6 bulan terakhir (naik/turu) :

BB pasien naik dari 56 kg menjadi 57 kg

6) Kesulitan menelan (disfagia): tidak ada

7) Gigi (lengkap/tidak, gigi palsu): lengkap

8) Riwayat masalah kulit/penyembuhan (ruam,kering,keringat berlebihan,

penyembuhan abnormal: tidak ada

9) Jumlah minimum/24 jam dan jenis (kehausan yang sangat): tidak ada

50
10) Frekuensi makan: Normal (3X sehari)

11) Jenis makanan : KH, protein, lemak

12) Pantangan/alergi : tidak ada

c. Pola Eliminasi

Buang air besar (BAB) :

1) Frekuensi         : 1x 2 hari               Waktu            : Pagi

2) Warna              : Kuning                    Konsistensi : Lembek

3) Kesulitan (diare, konstipasi, inkontinensia) : Tidak ada

Buang air kecil (BAK) :

4) Frekuensi         : 2x sehari                   Warna  : pagi dan sore hari

5) Kesulitan (disuria, nokturia, hematuria, retensi inkontinensia): Tidak ada

6) Alat bantu (kateter intermitten, indwelling, kateter eksternal): tidak ada

d. Pola aktivitas dan latihan

Kemampuan perawatan dari:

0 ═ Mandiri                                   3 ═ Dibantu orang lain dan peralatan

1 ═ Dengan alat bantu                   4 ═ ketergantungan/tidak mampu

2 ═ Dibantu orang lain

Kegiatan/aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Berpakaian/berdandan √
Toileting √
Mobilisasi di tempat √

tidur
Berpindah √
Berjalan √

51
Menaiki tangga √
Berbelanja √
Memasak √
Pemeliharaan rumah √
e. Pola istirahat dan tidur

1) Lama tidur : 7  jam/malam       Tidur siang: 2               Tidur sore: -

2) Waktu        : 21.00 WIB

3) Kebiasaan menjelang tidur : -

4) Masalah tidur (insomnia, terbangun dini, mimpi buruk): Insomnia

5) Lain-lain (merasa segar/tidak setelah bangun) : merasa segar

f. Pola Kognitif Dan Persepsi

1) Status mental (sadar/tidak, orientasi baik/tidak) : orientasi baik

2) Bicara : Normal (√), tak jelas (    ), gagap (    ), aphasia ekspresif (    )

3) Kemampuan berkomunikasi : Ya (   √ ), tidak (    )

4) Kemampuan memahami : Ya (  √  ), tidak (    )

5) Pendengaran : DBN ( √   ), tuli (    ), kanan/kiri, tinnitus (    ), alat bantu

dengar (    )

6) Penglihatan (DBN, buta, katarak, kacamata, lensa kontak, dll) : DBN

g. Persepsei Diri Dan Konsep Diri

1) Perasaan klien tentang masalah kesehatan ini : Pasien merasa tidak nyaman

h. Pola Peran Hubungan

1) Pekerjaan : swasta

2) Sistem pendukung : pasangan (√     ), tetangga/teman (    ), tidak ada (    ),

keluarga serumah  (√), keluarga tinggal berjauhan (    )

3) Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di RS : Tidak ada

52
4) Kegiatan sosial :

5) Sejak menderita penyakit pneumonia  pasien jarang bergaul dengan teman

sebaya nya.

i. Pola Seksual Dan Reproduksi

1) Masalah seksual b.d penyakit : -

j. Pola koping dan toleransi stress

1) Perhatian utama tentang perawatan di RS atau penyakit (financial,

perawatan diri) : Pasien tidak mengalami kesulitan mengeanai biaya

perawatan rumah sakit.

2) Kehilangan/perubahan besar dimasa lalu : tidak ada

3) Hal   yang dilakukan saat ada masalah (sumber koping) : pasien bersifat

terbuka terhadap masalahnya

4) Penggunaan obat untuk menghilangkan stress : tidak ada

5) Keadaan emosi dalam sehari-hari (santai/tegang) : tegang

k. Keyakinan agama dalam kehidupan

1) Agama : Pasien beragama Hindu

2) Pengaruh agama dalam kehidupan : Pasien beranggapan bahwa penyakit

yang dideitanya adalah cobaan.

4. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum : Klien tampak lemah, klien tampak kesulitan bernapas dan

klien tampak gelisah.

a) BB : 57 kg

b) TB : 168 cm

2) TTV :

53
a) TD : 130 / 90 mmHg

b) ND : 120 x / menit

c) RR : 32 x / menit

d) S    : 36,5 ºC

3) Sistem integumen (kulit) : turgor kulit elastis

4) Kepala : Simestris dan rambut warna hitam, tidak ada ketombe, bersih.

5) Mata : DBN, konjuntiva tidak anemis,ukuran pupil normal.

6) Telinga : DBN

7) Hidung : Pernapasan cuping hidung

8) Thorak /paru

a) Inspek : RR : 32x/menit, penggunaan otot bantu pernapasan (+), takipnea

(+),dispnea (+),pernapasan dangkal, dan  rektrasi dinding dada tidak ada.

b) Palpasi : fremitus menurun pada kedua paru

c) Perkusi : redup

d) Auskultrasi : bunyi napas bronkial, krekels (+),stridor (+).

9) Vaskular periper : akral dingin, capilarry repille kembali dalam 2 detik

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil foto rontgen : menunjukkan infiltrasien  lobaris (sebagianlobus pada

kedua paru).

b. AGD :menunjukkan alkalosis respiratorik (pH naik,PCO2 turun,HCO3

normal)

c. Pemeriksaan sputum: ditemukan kuman Stapilococcus aureus dan

Diplococcus pneumonia

d. Pemeriksaan darah rutin didapatkan :

54
1) Leokosit = 16.000/mm3

2) Hb = 10,5 gr/dl

3) Trombosit =265.000/mm3

4) Hematokrit = 44%

5) Albumin = 3,01 gr/dl

6) Protein total = 5,86 gr/dl

B. ANALISA DATA

Nama klien              : Tn. E (28 th)

Ruang rawat             : Anggrek

55
Diagnosa medik       :  Pneumonia

No Data Etiologi Masalah

.
1. DS: Etiologi (virus, Bersihan jalan nafas tidak

Pasien mengatakan mikoplasma, bakteri, efektif

batuk berdahak dan protozoa)

sesak napas Droplet terhirup

Pasien mengatakan Masuk pada alveoli

batuk dengan dahak Reaksi peradangan

yang kental dan sulit PMN (leukosit &

untuk dikeluarkan makrofag

Pasien mengatakan meningkat)

dahaknya terasa konsulidasi

lengket di penumpukan eksudat

tengorokkan di alveoli

Klien Mengatakan obstruksi saluran

Kesulitan bernapas nafas

sesak, ronkhi
DO:
Bersihan Jalan
Klien tampak
Nafas Tidak Efektif
kesulitan bernapas

TTV:

          TD: 130/90

mmHg

          N : 12x/menit

56
          RR : 32x/menit

Pernafasan Cuping

Hidung

Takipnea (+)

Dispnea (+)

Pernafasan dangkal

Penggunaan otot

bantu pernafasan (+)

Bunyi nafas bronkial,

kreleks (+), stridor

(+)

Hasil Rontgen :

menunjukkan

infiltrasi lobari

Pemeriksaan seputum

: ditemukan kuman

stapilococcus aureus

dan diplococcus

pneumonia

2. DS: Etiologi (virus, Pola nafas tidak efektif

Klien mengatakan mikoplasma, bakteri,

sesak nafas protozoa)

57
DO: Droplet terhirup

Klien tampak gelisah Masuk pada alveoli

TTV: Reaksi peradangan

          TD : 130/90 PMN (leukosit &

mmhgs makrofag

          N    : 120x/menit meningkat)

          RR : 32x /menit konsulidasi

Pernafasan Cuping penumpukan eksudat

Hidung di alveoli

Takipnea (+) gangguan difusi O2

Dispnea (+) BGA abnormal

Pernafasan dangkal Konfusi, iritabilitas,

Penggunaan otot sianosis, dispneu,

bantu pernafasan (+) pernafasan cuping

Bunyi nafas bronkial, Pola Nafas Tidak

kreleks (+), stridor Efektif

(+)

Hasil Rontgen :

menunjukkan

infiltrasi lobari

Pemeriksaan seputum

: ditemukan kuman

stapilococcus aureus

dan diplococcus

58
pneumonia

3. DS: Etiologi (virus, Intoleransi aktivitas

Pasien mengatakan mikoplasma, bakteri,

sesak nafas bila protozoa)

menaiki tangga dan Droplet terhirup

kelelahan Masuk pada alveoli

DO : Reaksi peradangan

Pasien tampak PMN (leukosit &

kelelahan makrofag

          TD : 130/90 meningkat)

mmhgs Mengaktifasi

          N    : 120x/menit cytokine

          RR : 32x/menit Ekstravasasi cairan

ke alveoli

Transportasi O2

terganggu

HR meningkat,

kelelahan,

kelemahan

Intoleransi

Aktivitas

59
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan benda asing


dalam jalan nafas ditandai dengan sputum yang berlebihan.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya napas
yang ditandai dengan penggunaan otot bantu pernapasan.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan
mengeluh lelah.

D. INTERVENSI

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan
1 Bersihan jalan SLKI) : bersihan jalan SIKI: Bersihan jalan nafas
nafas tidak efektif jalan nafas tidak efektif tidak efektif
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama
dengan sekresi Label : Bersihan jalan nafas Label: Manajemen jalan
yang tertahan setelah dilakukan intervensi nafas
selama ..x..24jam, diharapkan Observasi:
bersihan jalan nafas 1) Monitor pola nafas
meningkat dengan kriteria (frekuensi, kedalaman,
hasil: usaha nafas)
- batuk efektif meningkat 2) Monitor bunyi nafas
- produksi sputum menurun tambahan (mis.
- mengi, wheezing menurun Gurgling, mengi
- meconium meurun wheezing, ronkhi
- Dispneaa meurun kering)
- ortopnea menurun 3) Monitor sputum
- sulit bicara menurun (jumlah warna aroma)
Terapeutik:
1) Pertahankan kepatenan
jalan nafas dengan
head tilt chin lift

60
( jawthrust jika curiga
trauma servical)
2) Posisikan
semifowler/fowlee
3) Berikan minum hangat
4) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
5) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
6) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
7) Keluarkan sumbatan
benda padat dengan
forsep mcgill
8) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
1) ajurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
2) Ajarkan eknik batuk
efektif
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
2. Pola nafas tidak (SLKI) : Polanafas tidak SIKI: Polanafas tidak
efektif efektif efektif
berhubungan Luaran Utama Intervensi Utama

61
dengan hambatan Label : Pola napas Label: Manajemen jalan
upaya nafas setelah dilakukan intervensi nafas
selama ..x..24jam, diharapkan Observasi:
pola napas membaik dengan 4) Monitor pola nafas
kriteria hasil: (frekuensi, kedalaman,
- Ventilasi semenit usaha nafas)
meningakat 5) Monitor bunyi nafas
- Kapasitas vital tambahan (mis.
meningkat Gurgling, mengi
- Dispnea menurun wheezing, ronkhi
- Penggunakan otot bantu kering)
nafas menurun 6) Monitor sputum
- Pemanjangan fase (jumlah warna aroma)
ekspirasi menurun Terapeutik:
- Pernapasan cuping 9) Pertahankan kepatenan
hidung menurun jalan nafas dengan
head tilt chin lift
( jawthrust jika curiga
trauma servical)
10) Posisikan
semifowler/fowlee
11) Berikan minum hangat
12) Lakukan fisioterapi
dada, jika perlu
13) Lakukan penghisapan
lender kurang dari 15
detik
14) Lakukan
hiperoksigenasi
sebelum penghisapan
endotrakeal
15) Keluarkan sumbatan

62
benda padat dengan
forsep mcgill
16) Berikan oksigen bila
perlu
Edukasi:
3) njurkan asupan
2000ml perhari, jika
tidak kontraindikasi
4) Ajarkan eknik batuk
efektif
Kolaborasi:
1. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3. Intoleransi aktivitas (SLKI) : Intoleransi SIKI: Intoleransi aktivitas
berhubungan aktivitas Intervensi Utama
dengan kelemahan Luaran Utama Label: Terapi aktivitas
Label : toleransi aktivitas Observasi:
setelah dilakukan intervensi 1) Observasi
selama ..x..24jam, diharapkan identifikasi deficit
toleransi aktivitas meningkat tingkat aktivitas
meningkat dengan kriteria 2) Indentifikasi
hasil: aktivitas dalam
- Frekuensi nadi aktivitas tertentu
meningkat 3) Identifikasi sumber
- Saturasi oksigen daya untuk aktivitas
meningkat yang diinginkan
- Kemudahan dalam Terapeutik
melakukan aktivitas 1) Fasilitasi memilih
sehari-hari meningkat aktivitas dan
- Keluhan lelah tetapkan tujuan
menurun aktivitas yang

63
- Dyspnea saat konsisten sesuai
melakukan aktivitas kemampuan fisik,
menurun psikologis, dan
- Dyspnea setelah social
aktivitas menurun 2) Kordinasikan
- Perasaan lemah pemilihan aktivitas
menurun sesuai usia
- Warna kulit membaik 3) Fasilitasi pasien
- Tekanan darah dan keluarga dalam
membaik menyesuaikan
- Frekuensi napas lingkungan untuk
membaik mengakomodasi
aktivitas yang
dipilih
4) Fasilitai aktivitas
fisik rutin (mis.
Ambulasi,
mobilisasi, dan
perawatan diri
5) Fasilitasi aktivitas
motoric untuk
merelaksasi otot
6) Libatkan keluarga
dalam aktivitas jika
perlu
7) Jadwalkan aktivitas
dalam rutinitas
sehari-hari
Edukasi:
1) Jelaskan metode
aktivitas fisik
sehari-hari jika

64
perlu
2) Ajarkan cara
melakukan aktivitas
yang dipilih
Kolaborasi:
1) Kolaborasi dengan
terapis ukupasi
dalam mrencanakan
dan memonitor
program aktivitas
Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Tgl/jam Implementasi Respon paraf

.
1. 26 mei Monitor pola nafas (frekuensi, S : pasien
kedalaman, usaha nafas)
2020/11.0 mengatakan

0 WITA sesak dan


Monitor bunyi nafas tambahan
(mis. Gurgling, mengi dahak yang
wheezing, ronkhi kering)
tidak mau

keluar

O:

   TD : 130/90

mmhgs

65
   N    : 120x/i

     RR : 32x /i

2. 01.00 Posisikan semifowler/fowlee S : pasien


Anjurkan minum air hangat
WITA mengatakan

merasa lebih

lega

O : pasien

diberikan

posisi semi

fowler
F. EVALUASI

No Tgl/jam Catatan Perkembangan Paraf

.
1. 26 mei Bersihan jalan nafas tidak efektik

2020/ 11.00 S : pasien mengatakan sesak sudah mulai berkurang

WITA O:

RR : 20x/menit

A : bersihan jalan nafas tidak efektif

P : lanjutkan intervensi Monitor pola nafas

(frekuensi, kedalaman, usaha nafas)

2. 01.00 Pola nafas tidak efektif

WITA S : pasien mengatakan sesak sudah mulai berkurang

O : 20x/menit

A : pola nafas tidak efektif

66
P : lanjutkan intervensi

Anjurkan minum air hangat

3. 01.30 Intoleransi aktivitas

WITA S : pasien mengatakan sudah merasa sedikit lega

O : pasien masih terlihat lemah

A : intolaransi aktivitas

P : lanjutkan intervensi

Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari

67

Anda mungkin juga menyukai