Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akne vulgaris adalah peradangan kronik folikel pilosebasea yang
ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, dan kista. Predileksi akne
vulgaris pada daerah-daerah wajah, bahu bagian atas, dada, dan punggung.
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan 85%
terjadi pada remaja dengan beberapa derajat keparahan. Dimana didapatkan
frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua jenis
kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25 tahun.
Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab yang
pasti belum diketahui secara pasti. Terdapat beberapa faktor yang diduga
dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen, pituitary
sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor
psikis, pengaruh musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes),
kosmetika, dan bahan kimia lainnya.
Ada empat hal penting yang berhubungan dengan terjadinya akne
yakni, peningkatan sekresi sebum, adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan
peradangan (inflamasi). Tidak terdapat sistem grading yang seragam dan
terstandarisasi untuk beratnya akne yang diderita. Akne pada umumnya
diklasifikasikan berdasarkan tipe (komedoal/papular, pustular/noduokistik)
dan atau beratnya penyakit ( ringan/sedang/sedang-berat/berat). Lesi kulit
dapat digambarkan sebagai inflamasi dan non-inflamasi.
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan tes laboratorium. Diagnosis banding akne vulgaris
antara lain erupsi akneiformis, rosasea, dan dermatitis perioral.
Penatalaksanaan akne vulgaris berupa terapi sistemik, topikal, fisik, dan diet.
Pada umumnya prognosis dari akne ini cukup baik, pengobatan sebaiknya
dimulai pada awal onset munculnya akne dan cukup agresif untuk
menghindari sekuele yang bersifat permanen.

1
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case ini bertujuan untuk lebih memahami tentang diagnosis
dan penatalaksanaan pada Acne Vulgaris.

1.3 Batasan Masalah


Dalam case ini hanya akan dibahas tentang diagnosis dan penatalaksanan
pada Acne Vulgaris.

1.4 Metode Penulisan


Case ini disusun berdasarkan tinjauan kepustakaan yang merujuk kepada
berbagai literatur .

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit yang dapat sembuh sendiri,
berupa peradangan kronis folikel pilosebasea dengan penyebab multifaktor
dan manifestasi klinis berupa komedo , papul, pustul, nodus serta kista .

2.2 Epidemiologi
Akne vulgaris pertama kali dipublikasikan pada tahun 1931 oleh
Bloch. Pada saat itu dinyatakan bahwa insiden terjadinya akne vulgaris lebih
banyak pada anak perempuan dibanding anak laki-laki dengan usia sekitar
13% pada anak usia 6 tahun dan 32% pada anak usia 7 tahun. Sejak saat itu
tidak ada evolusi yang signifikan mengenai usia timbulnya jerawat. Menurut
studi yang berbeda dari literatur berbagai negara, usia awal rata-rata 11 tahun
pada anak perempuan dan 12 tahun pada anak laki-laki.
Akne pada pada dasarnya merupakan penyakit pada remaja, dengan
85% terjadi pada remaja dengan beberapa derajat akne. Hal tersebut terjadi
dengan frekuensi yang lebih besar pada usia antara 15-18 tahun pada kedua
jenis kelamin. Pada umumnya, involusi penyakit terjadi sebelum usia 25
tahun. Bagaimanpun, terdapat variabilitas yang besar pada usia saat onset dan
resolusi 12% perempuan dan 3% laki-laki akan berlanjut secara klinis sampai
usia 44 tahun. Sebagian kecil akan menjadi papul dan nodul inflamasi sampai
usia dewasa akhir.
Akne vulgaris derajat ringan biasanya terjadi pada bayi yang terjadi
oleh karena stimulasi folikular oleh kelenjar androgen adrenal yang berlanjut
pada periode neonatal. Akne juga biasanya bermanifestasi awal pada pubertas,
dengan komedo sebagai lesi predominan pada pasien yang sangat muda.
Jumlah kasus terbanyak terjadi pada periode pertengahan sampai akhir remaja,
setelah itu insidennya akan menurun. Namun pada wanita dapat terus berlanjut
sampai lebih dari dekade ketiga.

3
2.3 Etiologi

Akne vulgaris dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Penyebab


yang pasti belum diketahui secara jelas, namun terdapat beberapa faktor
yang dapat menyebabkan, antara lain : genetik, endokrin (androgen,
pituitary sebotropic factor, dsb), faktor makanan, keaktifan dari kelenjar
sebasea, faktor psikis, musim, infeksi bakteri (Propionibacterium aknes),
kosmetika, dan bahan kimia lainnya.

1. Bakteri
Mikroba yang terlibat pada terbentuknya akne
adalah Propionibacterium aknes, Stafilococcus epidermidis, dan
Pityrosporum ovale. Dari ketiga mikroba ini yang terpenting
yakni Propionibacterium aknes. Bakteri ini merupakan bakteri komensal
pada kulit. Pada keadaan patologik, bakteri ini membentuk koloni pada
duktus pilosebasea yang menstimulasi trigliserida untuk melepas asam
lemak bebas, memproduksi substansi kemotaktik pada sel-sel inflamasi,
dan menginduksi duktus epitel untuk mensekresi sitokin pro-inflamasi.
2. Genetik
Akne vulgaris mungkin merupakan penyakit genetik akibat adanya
peningkatan kepekaan unit pilosebasea terhadap kadar androgen yang
normal .
3. Hormon
Peningkatan kadar Hormon androgen, anabolik, kortikosteroid,
gonadadropin serta ACTH mungkin menjadi faktor penting pada
kegiatan sebasea . Kelenjar sebasea sangat sensitif terhadap hormon
androgen yang menyebabkan kelenjar sebasea bertambah besar dan
produksi sebum meningkat . Hormon estrogen dapat menjaga terjadinya
akne karena bekerja melawan dengan hormon androgen . Hormon
progesteron dalam jumlah fisiologis tidak mempunyai efektivitas
terhadap aktivitas kelenjar sebasea, akan tetapi terkadang progesteron
dapat menyebabkan menstruasi sebelum menstruasi . Pada wanita 60 –

4
70% menjadi lebih parah beberapa sebelum menstruasi dan menetap
sampai seminggu menstruasi .
4. Diet
Pada beberapa pasien, akne dapat diperburuk oleh beberapa jenis
makanan, seperti coklat, kacang, kopi, dan minuman ringan, makanan
tinggi karbohidrat ( sirup manis ), makanan beryodida tinggi ( makanan
asal laut ) , dan pedas .
5. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne
bertambah hebat pada musim dingin, dan dapat pula meningkat oleh
paparan cahaya matahari langsung yang mempunyai efek membunuh
bakteri dapat menembus epidermis bagian bawah dan dermis bagian atas
yang berpengaruh pada bakteri yang berada dalam kelenjar sebasea .
6. Faktor iatrogenik
Kortikosteroid baik topikal maupun sistemik dapat meningkatkan
keratinisasi duktus polisebasea. Androgen, gonadotropin, dan
kortikotropin dapat menginduksi akne pada dewasa muda. Kontrasepsi
oral dapat pula menginduksi terjadinya akne.
7. Kosmetik
Pemakaian bahan – bahan kosmetik tertentu secara terus menerus
dalam waktu yang lama dapat menyebabkan suatu akne yang ringan
yang terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi
papulovustula pada pipi dan dagu . bahan yang sering menyebabkan
akne biasa terdapat pada berbagai krim wajh seperti bedak dasar
(Foundotion ), pelembab ( moisturiser), tabir surya ( suncreen) dan krim
malam .
8. Psikis
Stres Psikis dapat menyebabkan sekresi ACTH yang akan
meningkatkan produksi androgen naiknya horhon androgen inilah yang
menyebakan kelenjar sebasea bertambah besar dan pruksi sebum
bertambah.

5
9. Kebersihan
Kebersihan yang buruk mempermudah timbulnya akne .
10. Infeksi
Propionibacterium aknes berperan dalam iritsi epitel folikel dan
mempermudah terjadinya akne .
2.4 Patogenesis
Patogenesis akne vulgaris sangat kompleks, dipengaruhi banyak faktor
dan kadang-kadang masih kontroversial. Ada empat hal penting yang
berhubungan dengan terjadinya akne, yakni peningkatan sekresi sebum,
adanya keratinisasi folikel, bakteri, dan peradangan (inflamasi).
1. Peningkatan sekresi sebum
Acne biasanya mulai timbul pada masa pubertas pada waktu kelenjar
sebasea membesar dan mengeluarkan sebum lebih banyak dari sebelumnya.
Terdapat korelasi antara keparahan acne dengan produksi sebum.
Pertumbuhan kelenjar sebasea dan produksi sebum berada di bawah pengaruh
hormon androgen. Pada penderita acne terdapat peningkatan konversi hormon
androgen yang normal beredar dalam darah (testoteron) ke bentuk metabolit
yang lebih aktif (5>alfa dehidrotestoteron).
Hormon ini mengikat reseptor androgen di sitoplasma dan akhirnya
menyebabkan proliferasi sel penghasil sebum. Meningkatnya produksi sebum
pada penderita acne disebabkan oleh respon organ akhir yang berlebihan (end-
organ hyperresponse) pada kelenjar sebasea terhadap kadar normal androgen
dalam darah, sehingga terjadi peningkatan unsur komedogenik dan
inflamatogenik sebagai penyebab terjadinya acne. Terbukti bahwa pada
kebanyakan penderita, lesi acne hanya ditemukan di beberapa tempat yang
kaya akan kelenjar sebasea.

6
Gambar. 1. Patogenesis Akne: a) Hiperkeratosis primer b) Komedo c)
Inflamasi papul (pustul) d) Nodul
2. Keratinisasi Folikel Abnormal
Keratinisasi pada saluran pilosebasea disebabkan olah adanya
penumpukan korneosit dalam saluran pilosebasea. Hal ini dapat disebabkan
oleh bertambahnya produksi korneosit pada saluran pilosebasea, pelepasan
korneosit yang tidak adekuat, atau dari kombinasi kedua faktor. Bertambahnya
produksi korneosit dari sel keratinosit merupakan salah satu sifat komedo.
Terdapat hubungan terbalik antara sekresi sebum dan konsentrasi asam
linoleik dalam sebum.
3. Kolonisasi Bakteri
Terdapat tiga macam mikroba yang terlibat pada patogenesis acne
adalah Corynebacterium Acnes (Proprionibacterium Acnes), Staphylococcus
epidermidis dan Pityrosporum ovale (Malassezia furfur). Adanya seborea pada
pubertas biasanya disertai dengan kenaikan jumlah Corynebactirium Acnes,
tetapi tidak ada hubungan antara jumlah bakteri pada permukaan kulit atau
dalam saluran pilosebasea dengan derajat hebatnya acne.
Dari ketiga macam bakteri ini bukanlah penyebab primer pada proses
patologis acne. Beberapa lesi mungkin timbul tanpa ada mikroorganisme yang
hidup sedangkan pada lesi yang lain mikroorganisme mungkin memegang
peranan penting. Bakteri mungkin berperan pada lamanya masing–masing lesi.
Apakah bakteri yang berdiam di dalam folikel (resident bacteria) mengadakan
eksaserbasi tergantung pada lingkungan mikro dalam folikel tersebut.
Menurut hipotesis Saint-Leger, skualen yang dihasilkan oleh kelanjar sebasea
dioksidasi di dalam folikel dan hasil oksidasi ini menjadi penyebab terjadinya
komedo. Kadar oksigen dalam folikel berkurang dan akhirnya terjadi

7
kolonisasi Corynebacterium Acnes. Bakteri ini memproduksi porfirin, yang
bila dilepaskan dalam folikel akan menjadi katalisator untuk terjadinya
oksidasi skualen sehingga oksigen dan tingginya jumlah bakteri ini dapat
menyebabkan peradangan folikel. Hipotesis ini dapat menerangkan bahwa
acne hanya dapat terjadi pada beberapa folikel sedangkan folikel yang lain
tetap normal
4. Inflamasi
Faktor yang menimbulkan peradangan pada acne belum diketahui
dengan pasti. Pencetus kemotaksis adalah dinding sel dan produk yang
dihasilkan oleh Corynebacterium Acnes, seperti lipase, hialuronidase,
protease, lesitinase, dan neuramidase, memegang peranan penting pada proses
peradangan. Faktor kemotatik yang berberat molekul rendah (tidak
memerlukan komplemen untuk bekerja aktif) bila keluar dari folikel dapat
menarik leukosit nukleus polimorf (PMN) dan limfosit. Bila masuk ke dalam
folikel PMN dapat mencerna Corynebacterium Acnes dan mengeluarkan
enzim hidrolitik yang bisa menyebabkan kerusakan dari folikel pilosebasea.
Limfosit dapat merupakan pencetus terbentuknya sitokin.
Bahan keratin yang sukar larut yang terdapat di dalam sel tanduk serta
lemak dari kelenjar sebasea dapat menyebabkan reaksi non spesifik yang
disertai oleh mekrofag dan sel–sel raksasa. Pada fase permulaan peradangan
yang ditimbulkan oleh Corynebacterium Acnes, juga terjadi aktivasi jalur
komplemen klasik dan alternatif (classical and alternative complement
pathways). Respon pejamu terhadap mediator juga amat penting. Selain itu
antibodi terhadap Corynebacterium Acnes juga meningkat pada penderita acne
yang berat.

2.5 Gejala Klinis


Predileksi akne umumnya pada wajah, leher, badan bagian atas, dan
lengan atas. Pada wajah hal tersebut paling sering terjadi pada pipi, dan
sebagian kecil pada hidung, dahi, dan dagu. Telinga dapat terlibat, dengan
komedo yang besar pada concha, kista pada lobus. Pada leher khususnya pada
daerah nuchae, lesi kistik yang besar dapat mendominasi.

8
Akne vulgaris merupakan penyakit inflamasi kronik dari folikel
pilosebacea yang memiliki karakteristik komedo, papul, pustul, dan nodul.
Komedo merupakan lesi primer dari akne. Hal tersebut dapat dilihat sebagai
papul yang datar atau sedikit meninggi dengan pembukaan sentral yang
melebar berisi keratin hitam (komedo terbuka). Komedo tertutup biasanya
berupa papul kekuningan berukuran 1 mm yang membutuhkan peregangan
pada kulit untuk dapat terlihat. Makrokomedo, yang jarang terjadi, dapat
mencapai ukuran 3-4 mm. Papul dan pustul biasanya berukuran 1-5 mm dan
disebabkan oleh inflamasi, oleh sebab itu pasti terdapat eritema dan edema.
Bentuk tersebut dapat membesar dan membentuk nodul dan bergabung
membentuk plak yang terindurasi mengandung traktus sinus dan cairan
apakan itu serosaginosa atau pus kekuningan.
Pasien secara umum akan memiliki lesi yang bervariasi. Pada pasien
dengan kulit yang lebih terang, lesi biasanya pecah dengan makula kemerahan
sampai keunguan yang memiliki umur yang lebih pendek. Pada pasien dengan
warna kulit yang lebih gelap, makula hiperpigmentasi akan terlihat dan
bertahan sampai beberapa bulan. Skar dari akne memiliki penampakan yang
heterogen.
Akne umumnya muncul pada saat pubertas dan seringkali merupakan
tanda awal dari produksi hormon seks yang meningkat. Ketika akne muncul
pada usia 8-12 tahun, yang tampak biasanya berupak komedo yang utamanya
muncul pada dahi dan pipi. Hal tersebut dapat tetap menjadi ringan dalam
ekspresinya dengan papul inflamasi yang kadang-kadang terjadi. Bagaiman
pun, sebagaimana kadar hormon meningkat pada usia-usia pertengahan
remaja, pustul dan nodul inflamasi yang lebih berat dapat terjadi yang dapat
menyebar pada tempat lainnya. Laki-laki muda cenderung memiliki kompleks
yang lebih berminyak dan penyebaran penyakit yang lebih berat dibanding
perempuan usia muda.

9
2.6 Diagnosis
Diagnosis akne vulgaris dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Saat ini klasifikasi yang digunakan di Indonesia ( oleh
FKUI atau RSCM ) untuk menentukan derajat AV , yaitu ringan, sedang dan
berat adalah klsifikasi menurut Lehmann dkk (2002). Klasifikasi tersebut
diadopsi dari 2nd Acne Round table meeting ( South East Asia ). Regional
Consesus on Acne Management, 13 januari 2003 , Ho Chi Minh City –
Vietnam .
Diagnosis Akne vulgaris ditegakan atas dasar klinis dan pemeriksaan
ekskoriasi sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo
ekstraktor ( sendok unna ) . Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai
masa padat seperti lilin atau masa lebih lunak bagai nasi yang ujungnya
kadang berwarna hitam .
Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan gambaran tidak spesifik
berupa serbukan sel radang kronis disekitar folikel polisebacea dengan masa
sebum didalam folikel . Pada kista radang sudah menghilang diganti dengan
jaringan ikatan pembatas masa cair sebum yang bercampur dengan darah,
jaringan mati, dan keratin yang lepas .
Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasad remik yang mempunyai peran
pada etiologi dan patogensis penyakit dapat dilakukan di laboratorium
mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya sering
tidak memuaskan. Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit
(skin surface lipids ) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne
vulgaris kadar asam lemak bebas ( free fatty acid ) meningkat .
Gradasi yang menunjukan berat ringannya penyakit diperlukan bagi
pilihan pengobatan.

10
Tabel 1 Gradasi Akne
Derajat Lesi
Akne Ringan Komedo < 20, atau Lesi inflamasi
<15 atau total lesi < 30
Akne Sedang Komedo 20 – 100 atau lesi inflamasi
15 – 50 atau total lesi 30 - 125
Akne Berat Kista >5 atau Komedo <100 atau lesi
inflamasi > 50 atau total lesi > 125

Berdasarkan bentuk efloresensi terbanyak :


 Akne sistika : efloresensi terutama berbentuk kusta
 Akne papulosa : efloresensi terutama berupa papul
 Akne pustulosa : efloresensi terutama berupa pustula
 Akne konglobata : efloresensi terutama berupa nodus yang
mengalami infeksi
2.7 Diagnosa Banding
1. Erupsi Akneiformis
Erupsi Akneformis adalah peradangan folikuler akibat adanya iritasi
epitel duktus polisebacea yang terjadi karena eksresi substansi penyebab
(obat ) pada kelenjar kulit . Kelainan ini bukan merupakan reaksi alergi,
kelainan ini terjadi dengan manifestasi klinis papulpustular , monomorfiks
atau oligorpormiks, pada mulanya tanpa komedo . Komedo dapat terjadi
sekunder setelah sistem sebum ikut terganggu obat – obat yang biasanya
menyebabkan akne ini misalnya kortikosteroid , INH, barbiturat, bromide,
yodida, difenilhidantoin, crimetadion, ACTH dan lain – lain . Akne ini
dapat terjadi pada seluruh tubuh yang memiliki folikel sebacea. Dapat
disertai demam malaise , tidak terasa gatal dan dapat terjadi semua usia .
2. Dermatitis Perioral
Yang terjadi terutama pada wanita dengan gejala klinis
poliformieritema, papul, pustul disekitar mulut yang terasa gatal .

11
3. Folikulitis Pityrosporum ( Malasezia Folikulitis )
Adalah penyakit kronis pada folikel polisebacea yang disebabkan
oleh spesies pityrosporum , berupa papul merah terang dan pustul folikular
yang biasanya gatal dan terutama berlokasi di batang tubuh , leher, dan
lengan bagian atas . Penyakit ini biasanya mengenai usia dewasa muda
ataupun paruh baya . Pada penyakit ini ditemukan komeda atau kista .
Pada penyakit ini jarang ditemukan diwajah . Penyakit ini mempan dengan
antibiotik .
4. Folikulitis
Adalah peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh
stafilococcus. Paling sering terdapat pada kulir kepala dan ekstremitas .
Penyakit ini dapat mengenai semua umur, lebih sering dijumpai pada anak
– anak, iklim panas dan daerah tropis . Manifestasi klinis dari folikulitis
adalah makula eritematosa disertai papul atau pustula yang ditembus oleh
rambut . Pasien biasanya mengeluhkan rasa gatal dan rasa terbakar
didaerah rambut.
5. Rosasea
Merupakan penyakit peradangan kronik didaerah muka dengan
gejala eritema , pustul , telangiektasi dan kadang – kadangdisertai
hipertrofi kelenjar sebasea . Tidak terdapat komedo kecuali bila kombinasi
dengan akne .
6. Dermatitis Seboroik
Adalah kelainan kulit papul skuamosa dengan predileksi didaerah
kaya kelenjar sebasea, scalp , wajad dan badan . Ini disebabkan oleh
meningkatnya lapisan sebum pada kulit , kualitas sebum , respon
imunologis terhadap pityrosforum, regdagasi sebum dapat mengiritasi kulit
sehingga terjadi mekanisme eczema dengam skuama kuning berminyak
didaerah predeileksi .
7. Akne Acminata ( Lupus miliaris disminatus facia )
Ini adalah penyakit kulit yang jarang terjadi, kronis. Acne
Acminata adalah penyakit kulit inflamasi yang multiple , monomorfiks,

12
diskret, simetris , papula coklat kemerahan didagu , dahi, pipi, dan kelopak
mata yang menunjukan histologi khas granulomatosa .
2.8 Pengobatan
Tujuan :
1) Mempercepat penyembuhan
2) Mencegah pembentukan acne baru
3) Mencegah jaringan parut yang permanen
Tatalaksana AV secara garis besar dibagi atas
a) Prinsip umum
1. Diperlukan kerjasama antar dokter dan pasien
2. Harus berdasarkan :
 Penyebab atau faktor pencetus
 Patogenesis
 Keadaan klinis , gradasi akne
 Aspek psikologis
b) Menentukan gradasi dan diagnosis klinis
 Diagnosis klinis dan gradasi
 Aspek psikologis sebagian pasien AV memiliki rasa malu yang
berlebihan , rendah diri , perasaan cemas dan menyendiri, sehingga
memerlukan terapi lebih efektif.
c) Penatalaksanaan Umum
1. Mencuci wajah minimal 2 kali sehari
2. Hindari atau kurangi makanan yang mengandung lemak, minyak,
makanan pedas, kacang – kacangan, coklat dan keju
3. Hindari stres
4. Istirahat yang cukup
5. Mengkonsumsi sayur dan buah
6. Jangan memegang dan memencet jerawat
d) Penatalaksanaan medikamentosa
1. Berdasarkan gradasi ( berat - ringan ) akne
2. Diikuti dengan terapi pemeliharaan atau pencegahan

13
Tabel 2. Algoritma pengobatan Akne Vulgaris

Terapi Sistemik
a. Antibiotik oral
Antibiotik oral diindikasikan untuk pasien dengan akne yang
masih meradang. Antibiotik yang diberikan adalah Tetrasiklin
(tetrasiklin, doksisiklin,minosiklin) eritromisin, kotrimoksasole, dan
klindamisin. Antibiotik ini mengurangi peradangan akne dengan
menghambat pertumbuhan dari P.Aknes.
Tetrasiklin generasi pertama (tetrasiklin, oksitetrasiklin,
tetrasiklin klorida) merupakan obat yang sering digunakan unutk
akne. Obat ini digunakan sebagai terapi lini pertama karena manfaat
dan harganya yang murah, walaupun angka kejadian resistensinya
cukup tinggi. Dalam 6 minggu pengobatan menurunkan reaksi
peradangan 50% dan biasa diberikan dalam dosis 1 gram/hari
(500mg diberikan dalam 2 kali), setelah beberapa bulan dapat
diturunkan 500 mg/hari. Karena absorbsinya dihambat oleh
makanan, maka obat ini diberikan 1 jam sebelum makan dengan air
untuk absorbs yang optimal.
Alternatif lain, tetrasiklin generasi kedua (doksisiklin)
diberikan 100mg-200mg/ hari dan 50 mg/hari sebagai maintainance

14
dose, (minosiklin) biasanya diberikan 100mg/hari. Golongan obat ini
lebih mahal akan tetapi larut lemak dan diabsorbsi lebih baik di
saluran pencernaan.
Eritromisin 1g/hari dapat diberikan sebagai regimen
alternative. Obat ini sama efektifnya dengan tetrasiklin, tapi
menimbulkan resistensi yang tinggi terhadap P.aknes dan sering
dikaitkan dengan kegagalan terapi.
Klindamisin merupakan jenis obat yang sangat efektif, akan
tetapi tidak baik digunakan untuk jangka panjang karena dapat
menimbulkan perimembranous colitis. Kotrimoksasole
(sulfometoksasol/trimetoprim, 160/800mg, dua kali sehari)
direkomendasikan untuk pasien dengan inadequate respon dengan
antibiotik yang lain dan untuk pasien dengan gram negative
folikulitis.
b. Isotretionoin oral
Isotretinoin oral merupakan obat sebosupressive paling
efektif dan diberikan untuk akne yang berat. Seperti retinoid lainnya,
isotretinoin mngurangi komedogenesis, mengecilkan ukuran
glandula sabaseus hingga 90% dengan menurunkan proliferasi dari
basal sebocyte, menekan produksi sebum invivo dan menghambat
diferensiasi termina sebocyte. Walaupun tidak berefek langsung
terhadap P.aknes, ini menghambat efek dari produksi sebum dan
menurunkan jumlah P.Aknes yang mengakibatkan inflamasi.
Terapi awal yang diberikan 1gram/kgBB/hari untuk 3 bulan
pertama, dan diturunkan 0.5mg/kgBB/hari, jika memungkinkan
dapat diberikan 0.2 untuk 3-9 bulan tambahan untuk mngoptimalkan
hasil terapi.
Hasil terapi dari isotretinoin menunjukkan perbaikan yang
lebih cepat untuk lesi inflamasi dibandingkan dnegan komedo.
Pustule menghilang lebih cepat daripada papul atau nodul, dan lesi
yang berlokasi di wajah, lengan atas, dan kaki daripada di punggung
dan badan.

15
Topikal

Penggunaan obat-obatan sebagai terapi topikal merupakan satu


cara yang banyak dipilih dalam mengatasi penyakit akne vulgaris.

Ada berbagai macam obat-obatan yang dipakai secara topikal, yaitu:

a. Retinoid topical.
Mekanisme kerja dari retinoid topical:
- Mengeluarkan komedo yang telah matur.
- Menghambat pembentukan dan jumlah dari mikrokomedo.
- Menghambat reaksi inflamasi.
- Menekan perkembangan mikrokomedo baru yang penting untuk
maintenance terapi.
c. Tretinoin
Tretinoin merupakan retinoid pertama yang diperkenalkan
oleh Stuttgen dan Beer. Mengurangi komedo secara signifikan dan
juga lesi peradangan akne.
d. Isotretinoin
Isotretinoin tersedia dalam sediaan gel, mempunyai efikasi
yang sama dengan tretinoin, mereduksi komedo antara 48-78% dan
inflammatory lesi antar 24 dan 55% setelah 12 minggu pengobatan.13
e. Adapalene
Adapalene adalah generasi ketiga dari retinoid tersedia dalam
gel, cream, atau solution dalam konsentrasi 0.1%.dalam survey yang
melibatkan 1000 pasienditunjukkan bahwa adapalen 0.1% gel
mempunya efikasi yang sama dengan tretinoin 0.025%.
f. Antibiotik Topikal
Keguanaan paling penting dan mendasar dari antibiotik
topical adalah rendah iritasi, tapi kerugiannya adalah menambah
obat-obat yang resisten terhadap P.aknes dan S. Aureus.Untuk
mengatasi masalah ini, klindamisin dan eritromisin ditingkatkan
konsentrasinya dari 1 menjadi 4% dan formulasi baru dengan zinc
atau kombinasi produk denganBPOs atau retinoid. Asam Salisilat

16
Asam salisilat efek utamanya adalah keratolitik,
meningkatkan konsentrasi dari substansi lain, selain itu juga
mempunyai efek bakteriostatik dan bakteriosidal.
e) Tindakan
1. Kortikosteroid intralesi
Akne cysts dapat diterapi dengan triamsinolon intralesi atau krioterapi.
Nodul-nodul yang mengalami inflamasi menunjukkan perubahan yang
baik Dalam kurun waktu 48 jam setelah disuntikkan dengan steroid. Dosis
yang biasa digunakan adalah 2,5 mg/ml triamsinolon asetonid dan
menggunakan syringe 1ml. Jumlah total obat yang diinjeksikan pada lesi
berkisar antara 0,025 sampai 0,1 ml dan penyuntikan harus ditengah lesi.
Penyuntikan yang terlalu dalam atau terlalu superfisial akan menyebabkan
atrofi. Injeksi glukokortikoid dapat menurunkan secara drastic ukuran dari
lesi nodular.Injeksi 0.05-0.25 ml perlesi dari triamcinolone acetat dengan
suspense (2.5-10mg/ml) direkomendasikan sebagai anti inflamasi. Terapi
jenis ini sangat bermanfaat dibandingkan terapi lain untuk akne tipe
nodular. Akan tetapi harus diulang dalam 2-3 minggu.Manfaat utamanya
adalah menghilangkan lesi nodular tanpa insisi sehingga mengurangi
pembentukan scar

2. Ekstraksi Komedo
Pengangkatan komedo dengan menekan daerah sekitar lesi dengan
menggunakan alat ekstraktor dapat berguna dalam mengatasi akne.
Secara teori, pengangkatan closed comedos dapat mencegah
pembentukan lesi inflamasi. Dibutuhkan keterampilan dan kesabaran
untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.
3. Laser
4. Electrosurgery
5. Krioterapi
6. Terapi ultraviolet
Radiasi UV mempunyai efek untuk menghambat inflamasi dengan
menghambat aksi dari sitokin. Radiasi UVA dn UVB sebaiknya
diberikan secara bersama-sama untuk meningkatkan hasil yang ingin

17
dicapai. Fototerapi dapat diberikan dua kali seminggu.Radiasi
ultraviolet alami (UVR) yang didapat dari paparan matahari, 60%
dapat digunakan sebagai terapi tambahan pada akne, tetapi sekarang
terapi ini tidak dianjurkan lagi.

2.9 Prognosis
Umumnya prognosisnya baik. Umumnya sembuh sebelum mencapai usia
30 – 40 tahun .

18
BAB III
LAPORAN KASUS

1.1. Identitas Penderita

Nama : Nn. A

Umur : 20 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Swasta

Alamat : Bukittinggi

Status : Belum menikah

1.2. Anamnesa

Keluhan utama

Wajah berjerawat sejak ± 1 bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

• Wajah berjerawat sejak ± 1 bulan yang lalu

• Awalnya jerawat muncul didahi menyebar ke pelipis kiri dan kanan


serta pipi

• Kadang jerawat dirasakan pedih dan agak gatal

• Pasien tidak pernah memakai kosmetik tapi sekali – kali memakai


pembersih wajah

Riwayat Penyakit Dahulu :

• Pasien sebelumnya belum pernah menderita sakit seperti ini

19
Riwayat Penyakit Keluarga
• Kakak perempuan pasien berjerawat sejak remaja
• Ayah pasien juga ada riwaayat berjerawat saat remaja

Riwayat Kebiasaan :

• Pasien suka makan goreng – gorengan, makanan pedas dan suka


begadang

1.3. Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

• Keadaan umum: Baik

• Kesadaran : Compos mentis

• Kepala : Dalam batas normal

• Leher : Dalam batas normal

• Thorax : Dalam batas normal

• Abdomen : Dalam batas normal

• Ekstremitas : Lihat status dermatologis

• Genitalia : Dalam batas normal

• Glutea : Dalam batas normal

Status Dermatologis

Lokasi : Dahi, pelipis kanan dan kiri, pipi

Distribusi : Terlokalisir

Bentuk : Tidak khas

Susunan : Tidak khas

Ukuran : melier dan lentikuler

20
Efloresensi : Papula eritem, komedo white

Gambar : Tampak Papula eritem, komedo white

Status Venereologikus

Kelainan selaput : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kuku : Kuku dan jaringan sekitar kuku tidak ditemukan kelainan

Kelainan rambut : Tidak ditemukan kelainan

Kelainan kelenjar limfe:Tidak terdapat pembesaran KGB

1.4. Pemeriksaan anjuran :


-

3.5.Diagnosa Kerja:

Akne vulgaris tipe papulosa derajat sedang

21
3.6. Diagnosa Banding :

3.7. Penatalaksanaan

Umum
• Perawatan kebersihan kulit
• Hindari / kurangi makanan yang mengandung lemak, minyak, makanan
pedas, kacang – kacangan, coklat dan keju
• Hindari stres
• Istirahat yang cukup
• Banyak konsumsi sayur dan buah
• Jangan memegang dan memencet jerawat

Terapi Sistemik :
 Antibiotik : doksisiklin 1x100mg

Terapi Topikal

 Retinoid 0,025% 1x1


 Benzoil peroksida gel 2,5% 2x1

22
RSUD dr. Acmad Mochtar Bukittinggi

Ruangan/Poliklinik: Kulit Dan Kelamin

Dokter: dr. P

SIP No: 3001/SIP/2016

Bukit Tinggi, 2 September 2016

R/ Retinoid acid 0,025% tube No.I

SUE

R/ gel Benzoil Peroksida 2,5% tube No.I

SUE

R/ Doksisiklin tab 100 mg No XXI

S1 dd tab 1

• Pro : Nn. A

• Umur :20 th

Prognosis

 Quo ad vitam : Bonam

 Quo ad sanationam : Bonam

 Quo ad Kosmetikum : Dubia ad Bonam

23
 Quo ad fungtionam : Bonam

BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Acne vulgaris (AV) adalah penyakit peradangan menahun unit
pilosebasea, ditandai dengan adanya komedo, papul, pustul, nodul, dan jaringan
parut. Tempat predileksi dari AV antara lain di muka, bahu, leher, dada,
punggung bagian atas dan lengan bagian atas. Penegakan diagnosis penderita AV
berdasarkan klinis dan pemeriksaan fisik. Keparahan derajat AV di tentukan
berdasarkan jumlah dan bentuk lesinya, yang dibagi menjadi derajat ringan,
sedang dan berat. Tujuan pengobatan dari Acne Vulgaris adalah menurunkan atau
mengeliminasi lesi primer secara klinik yaitu mikrokomedo yang merupakan
prekursor untuk semua lesi AV. Secara umum pencegahan AV yaitu dengan
menghindari pemencetan lesi dengan non higienis, memilih kosmetik yang non
komedogenik dan lakukan perawatan kulit wajah. Tatalaksana untuk AVdiberikan
sesuai dengan derajat keparahannya. Edukasi pasien dan pemahaman mengenai
dasar terapi diperlukan untuk mencegah kompikasi dan menjamin keberhasilan
terapi acne vulgaris.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

Batra, Sonia. Acne. In: Ardnt KA, Hs JT, eds. Manual of


Dermatology Therapeutics 7th ed. Massachusetts:Lippincot Williams and
Wilkins; 2007. P:4-18
Dreno B, Poli F. Epidemiology of Acne. Dermatology, Acne
Symposium at the World Congres of Dermatology Paris July 2002. p:7-9.
2003
James WD, Berger TG, Elston DM. Acne. In : James W, Berger T,
Elston DM, eds. Andrews’ disease of the skin Clinical Dermatology 10th
ed. Canada : El Sevier; 2000. p: 231-44.
Menaldi, Sri Linuwih dkk.2015.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Ketujuh.Jakarta: Badan Penerbit FKUI
Sheen, Barbara. Diseases and Disorders Acne. Framington Hills:
Lucent Books;2005. p:10-20.
Steigleder, G.K. dan Maibach, H.1. 1995. Atlas Saku Penyakit
Kulit. Jakarta: Binarupa Aksara.

26

Anda mungkin juga menyukai