Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH APLIKASI PENGUKURAN

ANTROPOMETRI DALAM PROGRAM GIZI

MATA KULIAH : PENILAIAN STATUS GIZI


DOSEN PENGAMPUH : Aulia Rakhman , S,KM.,M.Kes

OLEH : KELOMPOK V

(LIMA)

Ni Made Vivit Sudiari P21120003


Harum Rizkyka P21120011
Septianindi P21120015
Desmeli P21120045
Rizki Putri Dwi S P21120073
Sindi Anastasya B. P21120075
Nur Hikma Asisah B. P21120083
Nurul Febriani P21120097

PROGRAM STUDI GIZI


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantias penyusun haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas limpahan rahmat- Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah Makalah
Aplikasi Pengukuran Antropometri Dalam Program Gizi tepat pada waktunya sebagai
salah satu syarat penilaian dalam Mata Penilaian Status Gizi.
Terimakasih penyusun ucapkan kepada Bapak Aulia Rakhman , S,KM.,M.Kes atas
bimbingan dan pemberian tugas ini sehingga menambah wawasan pengetahuan
penyusun. Makalah ini merupakan salah satu langkah penting bagi calon ahli gizi untuk
memberikan pengetahuan secara langsung sebagai sarana untuk mengaplikasikan apa
yang dipelajari tentang Aplikasi Pengukuran Antropometri Dalam Program Gizi
Dalam mengerjakan Makalah ini, penyusun telah mengusahakan untuk
memberikan yang terbaik walaupun penyusun menyadari masih banyak terdapat
kekurangan dan ketidak sempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat penyusun harapkan sebagai perbaikan kearah yang lebih baik.

Palu, 18 April 2022


Penyusun,

Kelompok V
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ 2


DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 3
BAB I...................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 5
1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 5
BAB II .................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN..................................................................................................................... 6
2.1 Pemantauan Pertumbuhan Anak Versi Internasional .............................................. 6
2.2 Survei Internasional Status Gizi ............................................................................ 14
2.3 KMS Versi Internasional ....................................................................................... 15
2.4 Aplikasi WHO - Antro ........................................................................................... 18
BAB III ................................................................................................................................. 20
PENUTUP ............................................................................................................................ 20
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 20
3.2 Saran ...................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Antropometri merupakan salah satu alat ukur yang digunakan dalam penentuan status
gizi pada anak-anak maupun orang dewasa pada masyarakat. Salah satu ukuran
antropometri yang sering digunakan adalah pengukuran berat badan serta tinggi
badan. Selain itu juga sering digunakan pengukuran tebal lemak di bawah kulit serta
lingkar lengan atas. Pengukuran berat badan pada dewasa ini merupakan sesuatu yang
menjadi masalah bagi sebagian orang, terutama pada orang dewasa (Waspadji dkk,
2010).

Status gizi adalah salah satu unsur penting dalam membentuk status kesehatan. Status
gizi (nutritional satus) adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
asupan zat gizi dari makanan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Status gizi sangat
dipengaruhi oleh asupan gizi. Pemanfaatan zat gizi dalam tubuh dipengaruhi oleh dua
faktor, yaitu primer dan sekunder. Faktor primer adalah keadaan yang mempengaruhi
asupan gizi dikarenakan susunan makanan yang dikonsumsi tidak tepat, sedangkan
faktor sekunder adalah zat gizi tidak mencukupi kebutuhan tubuh karena adanya
gangguan pada pemanfaatan zat gizi dalam tubuh (Agus, S, 2016).

Masalah gizi di Indonesia yang terbanyak meliputi gizi kurang atau yang mencakup
susunan hidangan yang tidak seimbang maupun konsumsi keseluruhan yang tidak
mencukupi kebutuhan badan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur
yang paling sering menderita akibat kurang gizi (KEP) atau termasuk salah satu
kelompok masyarakat yang rentan gizi. Masalah gizi kurang dan gizi buruk kembali
ditemukan pada awal 2008, di Jawa Timur sebanyak 5000 balita dinyatakan
mengalami masalah kurang gizi, hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah penduduk
miskin di daerah tersebut (Agus, S, 2016).
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada seorang anak balita (bawah
lima tahun). Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal
dengan antropometri. Antropometri gizi merupakan penilaian status gizi dengan
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan,
lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, dan lapisan lemak bawah kulit
(Susilowati, 2008)

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pemantauan pertumbuhan anak versi internasional?
2. Bagaimana mengetahui survei internasional status gizi?
3. Apa itu KMS versi internasional?
4. Apa itu aplikasi WHO-antro?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pemantauan pertumbuhan anak versi internasional
2. Untuk mengetahui bagaimana survei internasional status gizi
3. Untuk mengetahui apa itu KMS versi internasional
4. Untuk mengetahui apa itu aplikasi WHO-antro
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pemantauan Pertumbuhan Anak Versi Internasional


Menilai status gizi individu dapat dilakukan berdasarkan hasil pengukuran
antropometri. Pengukuran antropometri harus dilakukan melalui prosedur pengukuran
yang benar sehingga hasil ukurannya akurat, hasil pengukuran antropometri
dibandingkan dengan rujukan atau standar pertumbuhan tertentu.

Rujukan adalah baku pertumbuhan yang merupakan standar pertumbuhan pada suatu
negara, tetapi dapat digunakan sebagai acuan pertumbuhan di negara lain. Beberapa
contoh baku rujukan yang tersedia adalah baku Harvard, baku Tunner, baku WHO-
NCHS (World Health Organization-National Centre Health Statistic). Rujukan Harvard
dan rujukan WHO-NCHS pernah digunakan di Indonesia sebagai rujukan pertumbuhan
anak. Rujukan terdiri dari dua bentuk, yaitu rujukan lokal dan rujukan internasional.
Rujukan lokal adalah rujukan pertumbuhan yang menjadi rujukan penilaian status gizi
pada suatu wilayah atau negara tertentu. Indonesia pada tahun 1980-an pernah
menggunakan rujukan lokal. Rujukan lokal yang digunakan berasal dari standar
Harvard yang disesuaikan dengan normapertumbuhan anak-anak di Indonesia, dengan
cara mengurangi nilai standar pertumbuhan yang ada pada standar Harvard.
Kelemahan rujukan lokal adalah status gizi yang dihasilkan tidak dapat dibandingkan
dengan status gizi dari negara lain (Kemenkes RI, 2011).

Rujukan internasional adalah standar pertumbuhan yang berlaku pada negara tertentu,
kemudian dijadikan rujukan pertumbuhan pada negara lain. Pada tahun 1990-an di
Indonesia menggunakan standar pertumbuhan WHO-NCHS. Standar WHO-NCHS ini
dalam pembuatannya menggunakan pertumbuhan anak-anak dari satu negara, yaitu
USA. Akibatnya, status gizi yang dihasilkan dengan menggunakan rujukan WHO-
NCHS adalah anak-anak Indonesia cenderung memiliki masalah gizi yang tinggi.

Standar pertumbuhan adalah baku pertumbuhan anak-anak sehat yang dapat


menggambarkan pertumbuhan secara umum yang berlaku di semua negara, termasuk
pertumbuhan anak-anak di Indonesia. Semua anak di dunia mempunyai potensi
tumbuh yang sama apabila mendapatkan asupan gizi yang cukup, mendapatkan
perawatan yang baik, danhiduppada lingkungan yang sehat. Standar pertumbuhan anak
yang digunakan di Indonesia saat ini adalah standar pertumbuhan anak WHO 2005
(Kemenkes RI, 2011).
Berikut ini akan dijelaskan cara menilai status gizi dengan baku rujukan WHO-NCHS
dan standar pertumbuhan anak WHO 2005.

2.1.1 BAKU WHO-NCHS


Penggunaan baku rujukan WHO-NCHS telah lama digunakan di Indonesia,
yaitusejak tahun 1980-an. Baku rujukan ini digunakan untuk menilai status gizi
bagi bayi dan balita. Penilaian status gizi didasarkan pada 3 indikator, yaitu
indikator berat badan menurut umur (BB/U), berat badan menurut panjang/tinggi
badan (BB/TB), dan indikator panjang/tinggi badan menurut umur (TB/U)
(WHO, 1983).
Prinsip penilaian status gizi dengan rujukan WHO-NCHS adalah menggunakan
tiga cara penilaian, yaitu persen terhadap median, persentil, dan nilai simpangan
baku atau standar deviasi (z-skor). Hasil penghitungan kemudian dibandingkan
dengan satu atau beberapa ambang batas (cut off point). Di bawah ini diuraikan
ketiga cara penyajian indeks antropometri berikut cara penghitungannya.

2.1.2 Persen Terhadap Median


Penilaian status gizi antropometri yang dihitung atas dasar persen terhadap
median dinilai dari berat badan atau tinggi badan anak dibandingkan dengan nilai
median berat badan atau tinggi badan (berat/tinggi badan ideal) anak dikalikan
dengan 100%. Rumusnya adalah:
Persen median = Berat atau tinggi badan x 100%
Nilai median berat atau tinggi badan

Sebagai contoh, seorang anak balita laki-laki berumur 48 bulan memiliki berat
badan 14,9 kg. Nilai median berat badan anak laki-laki berumur 48 bulan adalah
16,7 kg maka nilai persen terhadap median anak tersebut adalah:
14,9 x 100% = 89,2%
16,7
Jika batas ambang untuk indeks BB/U >80% dikategorikan normal atau baik,
anak dengan nilai 89,2% tersebut tergolong dalam keadaan gizi normal atau baik.
Cara penghitungan ini dapat diterapkan pada indikator status gizi lainnya, yaitu
TB/U dan BB/TB.

Kelemahan penilaian status gizi berdasarkan persen terhadap median adalah nilai
persen median tidak menggambarkan distribusi perubahan status gizi pada suatu
populasi. Nilai ini tidak selalu memberikan gambaran yang sama untuk setiap
umur. Jika hasil penilaian status gizi menurut umur diplot pada grafik, kurva
prevalensi kekurangan energi protein (KEP) yang diperoleh akan menunjukkan
distribusi yang bervariasi. Kelompok umur termuda memberi gambaran status
gizi yang lebih berat dibandingkan dengan kelompok umur lebih tua.

Kelemahan lainnya adalah batas ambang yang digunakan untuk masing-masing


indeks tidak dapat disamakan. Misalnya, indeks BB/U dengan batas ambang di
bawah 80% terhadap median dikategorikan sebagai KEP maka batas ambang ini
tidak dapat diterapkan untuk indeks TB/U maupun BB/TB.

2.1.3 Persentil
Penilaian status gizi berdasarkan persentil dilakukan dengan membandingkan
nilai rata-rata status gizi terhadap nilai 50 persentil (median) baku rujukan. Nilai
normal terbawah adalah 3 persentil dan teratas 97 persentil. Batas ambang yang
digunakan untuk kategori KEP adalah di bawah 3 persentil. Jika posisi indeks
BB/U seorang anak berada di bawah 3 persentil, status gizi anak tersebut
dikategorikan sebagai KEP.

Keuntungan penggunaan penilaian status gizi berdasarkan persentil adalah


perubahan pertumbuhan perorangan maupun populasi dapat diketahui dengan
melihat pergeseran kurva nilai rata-rata persentil. Jika nilai rata-rata masing-
masing indeks semakin mendekati 50 persentil atau posisinya berada antara 3
sampai 97 persentil, berarti keadaan gizi semakin membaik.

Kelemahan persentil adalah status gizi pada kelompok yang posisi berat atau
tinggi badannya berada di bawah batas terendah (3 persentil) tidak terliput
sehingga informasi keadaan status gizi golongan ini tidak terpantau. Selain itu,
penggunaan 3 persentilsebagai batasnormalnila; terendah di negara-negara
berkembang tampaknya terlalu tinggi. Batasan ini ditetapkan berdasarkan hasil
analisis data survei di negara-negara maju.

2.1.4 Standar Deviasi (Z-Skor)


Penggunaan standar deviasi (SD) atau z-skor atau simpang baku untuk penilaian
status gizi dianjurkan oleh WHO pada tahun 1979. Pada semiloka antropometri
tahun 1991 telah disepakati penggunaan z-skor untuk penilaian status gizi anak
balita di Indonesia. Penilaian status gizi berdasarkan z-skor dilakukan dengan
melihat distribusi normalkurvapertumbuhan. Nilai ini menunjukkan jarak nilai
baku median dalam unit simpang baku, dengan asumsi distribusinya normal.
Nilaiz-skormasingmasing individu dihitung dari hasil pengukuran (berat badan
atau tinggi badan) dan dibandingkan dengan distribusi baku rujukan.
Penghitungannya adalah dengan rumus:
Z Sci= (Xi-Mi)
SDi

i = macam ukuran antropometri yangdipakai


Z Sci = nilai Z skor untuk nilai antropometri hasil ukur i
Xi = nilai antropometri hasil ukur i
Mi = nilai median untuk umur/TBi dari hasil pengukuran i (TBi atau BBi)
SDi = nilai simpang baku pada umur/TBi dari pengukuran i (TBi atau BBi) nilai
Sdi di bawah atau di atas median adalah berbeda.
Jika berat/tinggi anak berada di bawah nilai median: nilai SDi = median - (nilai -
1SD)
 Jika berat/tinggi anak berada di atas nilai median: nilai SDi = (nilai 1SD)
- median

Contoh 1
Seorang anak laki-laki memiliki tinggi badan 69 cm dan berat badan 6,3 kg.
Berdasarkan tabel distribusi normal dari baku WHO-NCHS pada tinggi badan 69
cm, dapat diketahui nilai median berat badan adalah 8,5 kg dan nilai - 1SD
adalah 7,5 kg. Maka, nilai z-skor BB/TB dapat dihitung sebagai berikut.
(6,3 - 8,5) = - 2,2
1,0

Nilai SD (simpang baku) anak laki-laki tersebut adalah 8,5-7,5 = 1,0 maka dapat
dihitung nilai z-skor anak laki-laki itu adalah:

Contoh 2
Seorang anak perempuan memiliki tinggi badan 93,5 cm dan berat badan 17 kg.
Berdasarkan tabel distribusi normal dari baku WHO-NCHS pada tinggi badan
93,5 cm, dapat diketahui nilai median berat badan adalah 13,7 kg dan nilai 1SD
adalah 15,2 kg maka nilai z-skor BB/TB dapat dihitung sebagai berikut.

Nilai SD anak perempuan dengan tinggi 93,5 cm adalah 15,2-13,7 = 1,5 maka,
dapat dihitung nilai z-skor anak perempuan itu adalah:

Keuntungan penggunaan z-skor untuk penilaian status gizi adalah:


(17,0 - 13,7) = 2,2
1,5
a. Nilai status gizi atau kurva pertumbuhan yang ada di luar batas, seperti
anak-anak yang berada di bawah persentil 3, masih dapat dideteksi.
b. Hasil hitung telah dibakukan menurut simpang baku sehingga dapat
dibandingkan untuk setiap kelompok umur dan indeks antropometri.
Dengan kata lain, jika batas ambang kategori gizi kurang telah
ditentukan, misalnya di bawah -2SD, nilai ini akan mempunyai tingkat
yang sama untuk kategori gizi kurang tanpa perlu membedakan umur
maupun indeks antropometri yang digunakan.
c. Distribusi normal populasi dapat diketahui, yaitu dengan melihat seberapa
jauh kecondongan kurva yang diperoleh dibandingkan dengan kurva
normal baku rujukan.

A. STANDAR PERTUMBUHAN ANAK WHO 2005


Standar pertumbuhan anak WHO 2005 adalah standar pertumbuhan yang
bertujuan untuk menggambarkan bagaimana anak harus tumbuh dengan sehat.
Standar ini bersifat preskriptif, yaitu bagaimana seharusnya anak tumbuh sesuai
dengan standar anak sehat.Berbeda dengan acuan/ rujukan lain yang bersifat
deskriptif, yaitu menggambarkan bagaimana pertumbuhan anak akibat asupan gizi
yang lalu. Standar ini memperlihatkan bagaimana pertumbuhan anak dapat dicapai
apabila asupangizi dan pelayanan kesehatan anak memenuhi syarat, misalnya
mendapat AST eksklusif, cara pemberian makan yang benar, mendapat imunisasi
yang cukup, dan pola pengasuhan yang baik. Standar ini dapat digunakan di
seluruh dunia karena penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dari negara mana
pun akan tumbuh sama jika asupan gizi, kesehatan, dan kebutuhan asuhannya
terpenuhi (Kemenkes RI, 2011).
Terdapat beberapa alasan penggunaan standar WHO 2005, di antaranya adalah
menggambarkan bagaimana anak seharusnya tumbuh (preskriptif), sampel yang
digunakan untuk penelitian pembuatan standar ini menggunakan bayi yang disusui
eksklusif sebagai model, bersifat internasional, dapat digunakan untuk menilai
obesitas, tersedia standar velocity reference (kecepatan pertumbuhan), dan standar
pertumbuhan anak sesuai dengan perkembangan psikomotornya.
Garis pertumbuhan anak dapat ditentukan melalui beberapa indikator yang dapat
mengetahui bagaimana seharusnya anak tumbuh. Indikator pertumbuhan tersebut
adalah berat badan menurut umur atau sering disingkat BB/U, tinggi badan
menurut umur atau sering disingkat TB/U, berat badan menurut tinggi badan atau
sering disingkat BB/TB, dan indeks massa tubuh menurut umur atau sering
disingkat IMT/U.

Standar pertumbuhan bagi anak dan remaja usia 5 tahun 1 bulan sampai 19 tahun,
juga telah dikembangkan oleh WHO dengan sebutan Standar Pertumbuhan anak
dan remaja WHO 2007. Indikator pertumbuhan yang terdapat pada Standar
Pertumbuhan WHO 2007 dikelompokkan dalam 3 indikator, yaitu indikator berat
badan menurut umur (BB/U) untuk anak usia 5 tahun 1 bulan sampai dengan 10
tahun, indikator tinggi badan menurut umur (TB/U) untuk anak usia 5 tahun 1
bulan sampai usia 19 tahun, dan indikator indeks masa tubuh menurut umur
(IMT/U) untuk anak usia 5 tahun 1 bulan sampai usia 19 tahun. Pemanfaatan
standar WHO 2007 untuk pemantauan pertumbuhan remaja pada dasarnya sama
dengan standar pertumbuhan anak WHO 2005.
Standar pertumbuhan WHO 2005 menjelaskan bahwa penilaian status gizi
dihitung berdasarkan nilai simpangan baku. Nilai simpangan baku disebut juga
standar deviasi (SD) atau z-skor. Nilai ini digunakan untuk memperkirakan
seberapa jauh penyimpangan dari nilai median. Penghitungan nilai z-skor berbeda
untuk setiap populasi rujukan, tergantung pola distribusinya, apakah normal atau
tidak normal.

B. Pengukuran Distribusi Normal


Dalam populasi yang distribusinya normal, sebagian besar angka hasil pengukuran
terdapat di tengah, yaitu berada di sekitar angka median sehingga sebaran populasi
berbentuk lonceng. Pada kurva yang terdistribusi normal, nilai satu z-skor
menggambarkan seberapa jauh penyimpangan baku seorang anak dari angka
standar (median).

Gambar 5.1 Kurva dengan sebaran data normal.

Gambar di atas menunjukkan sebaran data yang terdistribusi normal. Sebaran data
tinggi badan anak laki-laki maupun perempuan pada umur tertentu umumnya
membentuk distribusi normal (hampir normal). Kurva di atas adalah distribusi
normal yang merupakan sebaran data dari tinggi badan anak laki-laki atau
perempuan dalam jumlah besar pada umur tertentu. Pada sebaran data distribusi
normal, nilai z-skor -1 dan 1 mempunyai jarak yang sama dari angka median,
tetapi dengan arah yang berbeda (Kemenkes RI, 2011). Karena distribusi tinggi
badan selalu terdistribusi normal maka untuk menghitung nilai z-skor indikator
tinggi badan menurut umur (TB/U) menggunakan rumus berikut.

Nilai SD (z-skor) anak = (nilai yang diamati) - (nilai malian standar)


nilai (z-skor) populasi standar

Contoh
Seorang anak laki-laki bernama Sam berumur 2 tahun 4 bulan, mempunya tinggi
badan 96,1 cm. Nilai median standar untuk tinggi badan anak lakilaki yang
berumur 2 tahun 4 bulan (28 bulan) adalah 90,4 cm. Nilai z-skor populasi standar
adalah sebesar 3,3 (lihat tabel 5.1) maka dapat di hitung nilai z-skor TB/U Sam
sebagai berikut.

(96,1- 90,4) = 1,73


3,3

C. Pengukuran Distribusi Tidak Normal


Distribusi beberapa hasil pengukuran, seperti berat badan, mempunyai bentuk
yang tidak normal. Sebaran data di sebelah kanan lebih panjang daripada sebelah
kiri sehingga disebut miring ke kanan (right skewed) seperti pada gambar di
bawah.

Gambar 5.2 Sebaran data kurva tidak normal.

Pada sebaran data distribusi tidak normal, jarak antar z-skor tidak sama. Sebagai
contoh, jarak antara nilai z-skor 3 dan 2 lebih besar dibandingkan jarak antara nilai
z-skor 2 dan 1. Untuk menghitung nilai z-skor dari satu hasil pengukuran,
diperlukan perhitungan dengan menggunakan rumus berikut.

Nilai SD (z-skor) = (nilai diamati + M)1 -1


LxS
M adalah nilai median standar; L adalah nilai kekuatan (power) yang dibutuhkan
untuk mentransformasikan data agar distribusi yangmenceng dapat dihilangkan
(untuk menormalkan data); S adalah koefisien variasi (Kemenkes RI, 2011).

Rumus ini kemudian disebut dengan rumus LMS. Rumus ini digunakan terutama
untuk menghitung nilai z-skor indikator berat badan menurut umur (BB/U), berat
badanmenurut panjangbadan(BB/PB),berat badan menurut tinggi badan (BB/TB),
dan indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).

Contoh
Seorang anak bernama Sam (anak laki-laki pada contoh sebelumnya) mempunyai
berat badan 11,9 kg dan umur 2 tahun 4 bulan. Untuk menghitung nilai z-skor
indikator BB/U, perlu mengetahui nilai standar M, L, dan S. Nilai z-skor BB/U
Sam adalah sebagai berikut (lihat Tabel 5.2).

M = 12,9303 (nilai median untuk BB/U anak-anak laki-laki berumur 28 bulan)


L = - 0,0337 (nilai power untuk membuat data normal)
S = 0,11664 (koefisien variasi)
Maka, dapat dihitung nilai z-skor BB/U Sam adalah:

Apabila penghitungan dengan rumus di atas ternyata menghasilkan nilai z-skor


yang lebih dari 3SD atau kurang dari 3SD, perlu dilakukan koreksi dengan cara
melanjutkan penghitungan seperti rumus yang akan diuraikan berikut.

D. Nilai Z-Skor Lebih Dari 3 atau Kurang Dari -3


Jika seorang anak mempunyai nilai z-skor lebih besar dari 3SD atau kurang dari -
3SD, diperlukan penghitungan lebih lanjut agar nilai z-skor anak masih dalam
kisaran normal (WHO, 2006.a). Rumus tersebut adalah seperti di bawah ini.

jika nilai z-skor lebih dari 3SD, rumusnya adalah:


Y - SD3pos z-skor ind= 3 + SD23pos

Jika nilai z-skor kurang dari -3SD, rumusnya adalah:


Y - SD3neg z-skor ind= - 3 + SD23neg

2.2 Survei Internasional Status Gizi


Saat ini masalah gizi masih menjadi pusat perhatian di negara-negara berkembang
termasuk Indonesia. Hal ini telihat dalam rumusan Sustainable Development Goals
(SDGs), goals kedua yang salah satu outcome-nya pada tahun 2030 mengakhiri segala
bentuk malnutrisi, termasuk menca-pai target internasional 2025 untuk penu-runan
stunting dan wasting pada balita (World Health Organization, 2016).

Setiap tahun, sekitar 10,5 juta kematian anak terkait kekurangan gizi, dan 98% dari
kasus kematian ini terjadi di negara berkembang (Dividend, 2007). Target SDGs yang
ingin dicapai pada tahun 2030, memastikan sistem produksi pangan yang
berkelanjutan, peningkatan kerja sama internasional dan mengenai cadangan pangan
untuk membantu membatasi perubahan ekstrim harga pangan, mengakhiri kelaparan
dan segala bentuk kekurangan gizi yang diharapkan dapat meningkatkan gizi
masyarakat (World Health Organization, 2016).

Monitoring antropometri juga diperlukan, sebagai skrining awal dari masalah gizi,
termasuk stunting dan wasting sehingga memudahkan intervensi yang akan dilakukan
untuk mencegah efek jangka panjang dan tahap selanjutnya dalam siklus
perkembangan balita. Penelitian yang dilakukan oleh McDonald et al., (2012) di
Tanzania menyatakan bahwa prematuritas dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi stunting, wasting, dan
underweight pada anak usia 6-24 bulan. Selain itu, pendidikan ibu, sumber air minum
dan sanitasi yang tidak aman, juga memiliki hubungan yang berkaitan erat dengan
kejadian stunting. Faktor lain yang juga ikut berpengaruh adalah status ASI eksklusif,
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Tiwari et al., (2014) bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita. Riset lain menunjukkan bahwa tingkat sosial ekonomi keluarga anak
mempunyai dampak signifikan pada pertumbuhan dan perkembangan. Pada semua usia
anak dari keluarga kelas atas dan menengah mempunyai tinggi badan lebih dari
keluarga strata ekonomi rendah.

Hasil riset WHO tahun 2013 menunjukkan prevalensi stunting dan wasting
internasional pada balita masing-masing 37,2% dan 12,1%, prevalensi ini
menunjukkan belum ada perubahan, bahkan ada peningkatan dari tahun sebelummnya,
yaitu 36.8% dan 35.6% untuk stunting. Prevalensi wasting berturut-turut sebesar 13.6%
dan 13.3%. Sedangkan prevalesi anak sangat pendek sebanyak 27.6% dan 15% anak
masuk dalam kategori pendek. Untuk anak sangat kurus 5.6% dan 6.2% masuk dalam
kategori kurus. Masalah kesehatan masyarakat dianggap tinggi bila prevalensi
kependekan sebesar 30-39% dan prevalensi dikatakan sangat tinggi bila 40%. Kejadian
wasting sudah dianggap serius bila prevalensi BB/TB kurus pada balita 11.8%.

Definisi operasional stunting adalah status responden yang dinilai berdasarkan data
antropometri, yaitu tinggi badan/menurut umur. Alat ukur yang digunakan adalah
penimbangan dengan timbangan digital dan tinggi badan dengan stature meter yang
mengacu pada standar World Health Organization (WHO). Wasting adalah status
responden yang dinilai berdasarkan data antropometri, yaitu berat badan/tinggi badan.
Alat ukur yang digunakan adalah penimbangan dengan timbangan digital dan tinggi
badan dengan stature meter yang mengacu pada standar WHO.

2.3 KMS Versi Internasional


Kartu Menuju Sehat WHO (International Growth Standard Statistical Distribution)
World Health Organization (WHO) pada tahun 2006 merilis distribusi statistik standar
pertumbuhan internasional. Statistik tersebut menggambarkan pertumbuhan anak-anak usia 0
hingga 59 bulan dan tinggal di lingkungan yang mendukung penelitian WHO tersebut sebagai
pertumbuhan optimal anak-anak di enam negara di seluruh dunia. , termasuk US. Distribusi
menunjukkan bagaimana pertumbuhan bayi dan anak kecil dalam kondisi tersebut, bukan dari
pertumbuhan di lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan optimal.
Mengapa menggunakan standar pertumbuhan WHO untuk bayi dan anak usia 0 -- 2 tahun di
Amerika Serikat?
1. Standar WHO menetapkan bayi yang menyusui sebagai suatu syarat untuk
pertumbuhan. Menyusui adalah standar yang direkomendasikan untuk pemberian
makan bagi bayi. Grafik WHO menggambarkan pola pertumbuhan anak-anak yang
diberi ASI setidaknya selama 4 hingga 12 bulan.
2. Standar WHO memberikan gambaran yang lebih baik terkait pertumbuhan fisiologis
pada bayi. Selain itu, klinisi juga menggunakan grafik pertumbuhan CDC sebagai
referensi lain. Namun, grafik pertumbuhan CDC lebih merujuk pada tipikal
pertumbuhan anak-anak selama periode waktu tertentu. Pola pertumbuhan yang khas
bukan berarti pola pertumbuhan yang ideal. Oleh karena itu, grafik pertumbuhan WHO
digunakan sebagai standar identifikasi pertumbuhan anak-anak pada kondisi yang
optimal.
3. Standar WHO didasarkan pada studi berkualitas tinggi yang dirancang secara eksplisit
untuk grafik pertumbuhan. Standar tersebut menggunakan data panjang dan berat
longitudinal yang diukur pada interval tertentu. Sementara grafik pertumbuhan CDC
yang menggunakan data berat badan, tidak mencakup usia 0 bulan hingga usia 3 bulan
dan memiliki ukuran sampel kecil untuk jenis kelamin dan kelompok usia 6 bulan
pertama.
Gambar Growth Chart :
2.4 Aplikasi WHO - Antro
WHO-Anthro adalah salah satu baku rajukan yang berisikan nilai parameter
antropometri. Diukur 6 parameter secara longitudinal yaitu BB, TB, LiLa, LiKa, TSF
dan SSF. Dari 6 parameter, ditambah umur dihasilkan 8 indeks status gizi yaitu
BB/TB, TB/U, BB/TB, IMT/U, LiLa/U, LiKa/U, TSF/U, SSF/U (WHO, 2010).

Pada tahun 2005, WHO mengeluarkan sebuah kurva pertumbuhan "standar" yang
menggambarkan pertumbuhan anak umur 0-59 bulan di lingkungan yang diyakini
dapat mendukung pertumbuhan optimal anak. Untuk membuat kurva pertumbuhan ini,
WHO melakukan penelitian multicenter pada tahun 1997 sampai 2003 dengan tujuan
untuk menggambarkan pertumbuhan anak yang hidup di lingkungan yang tidak
memiliki faktor penghambat pertumbuhan. Data dikumpulkan dari 6 negara yaitu
Brazil, Ghana, India, Norwegia, Oman dan Amerika (IDAI, 2013). Studi Referensi
Pertumbuhan Multicenter WHO (MGRS) dibentuk untuk mengumpulkan data untuk
membuat kurva pertumbuhan dari lahir sampai usai 5 tahun. Karakteristik kunci dari
standar baru ini adalah membuat menyusui sebagai norma biologis dan menetapkan
ASI sebagai model pertumbuhan normatif (Onis et al, 2014).

Kurva pertumbuhan WHO telah ditetapkan sebagai pedoman untuk screening


pertumbuhan anak sampai dengan umur 5 tahun. Kurva tersebut kemudian
dimodifikasi menjadi software yang dapat digunakan untuk menentukan status gizi
pada balita. Software tersebut adalah WHO-Anthro. WHO Anthro adalah sebuah
program komputer yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang
membandingkan data yang tinggi berat panjang untuk usia anak 0-5 tahun dengan
standar pertumbuhan anak WHO sedangkan untuk menentukan status gizi pada usia 5-
19 tahun digunakan program WHO-Anthro Plus. WHO-Anthro berguna untuk
mengumpulkan data dalam penilaian status gizi seseorang. Menu pada program WHO-
Anthro 2005 terbagi atas tiga bagian yaitu Anthropometric Calculator, Individual
Assessment dan Nutritional Survey.
1. Anthropometric Calculator
Anthropometric Calculator digunakan untuk konselling individu. Hasil olah
status gizi dapat divisualisasikan langsung kepada klien (ibu dari balita yang
diukur parameter antropometrinya. Namun, hasilnya tidak disimpan. Setelah
kalkulasi kedua dilakukan, yang pertama akan hilang. Menu ini menghasilkan
keluaran z-score dan grafik z-score berdasarkan nilai antropometri yang
dimasukkan oleh user.

2. Individual Assessment
Individual assesment berguna untuk memantau perkembangan anak dari waktu
ke waktu selama balita (59 bulan). Jika sudah lewat dari 59 bulan menggunakan
Anthro Plus. Software ini merupakan prediksi pemakaian di posyandu modern.
Jika data pengukuran selama balita dimasukkan, dapat dicetak menjadi grafik
lengkap seperti halnya Kartu Menuju Sehat (KMS).
Keluarannya sama seperti pada sub-menu antropometric calculator yakni; z
score dan grafik z score, tetapi juga bisa digunakan untuk mengamati
perkembangan motorik balita , nilai z score dan data antropometri-pun dapat
disimpan dalam basis data kemudian dapat juga disajikan dalam bentuk
laporan.

3. Nutritional Survey
Nutritional survey berguna untuk mengolah data status gizi balita secara massal
(di suatu daerah), dimana merupakan hasil pengumpulan data secara cross
sectional (survey/penelitian). Sehingga didapatkan hasil perbandingan status
gizi antara satu anak dengan anak lain dan dibandingkan dengan sebuah kurva
normal.

Dalam pengolahan data lanjutan harus disertai perangkat lunak lainnya seperti
Mc. Excel dan SPSS. Dalam pengolahan data tersebut Mc. Excel digunakan
untuk pengolahan data secara otomatis, dapat berupa perhitungan dasar, rumus,
pemakaian fungsi-fungsi, pengolahan data dan tabel, pembuatan grafik dan
manajemen data. Sementara itu SPPS (Statistical Package for The Social
Sciences) dapat digunakan untuk pengklasifikasian data atau mempermudah
dalam mengolah data, sehingga data yang ada dapat menjadi data yang mudah
dibaca. sebagai contohnya yaitu pengolahan data penilaian status gizi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada seorang. Salah satunya adalah
dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan antropometri. Antropometri
gizi merupakan penilaian status gizi dengan pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
WHO anthro yang dapat digunakan untuk menghitung status gizi dan memantau
perkembangan motorik anak. Aplikasi tersebut menggunakan data antropometri seperti
umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan, dan lingkar kepala sehingga tidak
perlu dilakukan lagi melakukan perhitungan manual untuk penilaian status gizi.
3.2 Saran
Penyusun menyadari makalah ini banyak sekali memiliki kekurangan yang jauh dari
kata sempurna. Tentunya akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu kepada
sumber yang bisa dipertanggung jawabkan nantinya. Oleh sebab itu penyusun
mengharapkan adanya kritik serta saran mengenai makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

De Onis M, Onyango AW, Van den Broeck J, Chumlea WC, Martorell R for the WHO
Multicentre Growth Reference Study Group. Measurement And Standardization
Protocols For Anthropometry Used In The Construction Of A New International
Growth Reference. Journal of Food and Nutrition Bulletin 2014;25
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2013. Kurva Pertumbuhan WHO. [Online].
Tersedia: http://idai.or.id/professional-resources/growth-chart/kurva-pertumbuhan-
who.html [Diakses 18 April 2022]
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Keputusan Kementerian Kesehatan RI tentang Standar
Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. 2011 . Modul Pelatihan Penilaian Pertumbuhan Anak. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Pusat Data dan
Informasi, Kementerian Kesehatan. Jakarta

Masters Program in Public Health, Universitas Sebelas Maret, Rahayu, R. M.,


Pamungkasari, E. P., Faculty of Medicine, Universitas Sebelas Maret,
Wekadigunawan, C., & Masters Program in Public Health, Universitas Sebelas
Maret. (2018). The Biopsychosocial Determinants of Stunting and Wasting in
Children Aged 12-48 Months. Journal of Maternal and Child Health, 03(02), 105–
118.
Susilowati, 2008, Pengukuran Status Gizi dengan Antropometri Gizi, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Jenderal Ahmad Yani, Cimahi
WHO. 2010. WHO Anthro for Personal Computer Manual. Geneva: WHO.
World Health Organization. 1983. Measuring Change in Nutritional Status, Guidelines for
assessing the Nutritional Impact of Suplementary Feeding Programmes for
Vulnerable Groups. Geneva.
World Health Organization. 2006.a. Computation Of Centiles And Z-Scores For Height-
For-Age, Weight-For-Age And Bmi-For-Age. Sumber Internet
http://www.who.int/childgrowth/en/. (Diakses tanggal 19 Maret 2013).

Więch, P., Sałacińska, I., Bączek, M., & Bazaliński, D. (2022). The nutritional status of
healthy children using bioelectrical impedance and anthropometric measurement.
Jornal de Pediatria, 98(2), 161–167.

Anda mungkin juga menyukai