Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH SURVAILENS GIZI BURUK

DISUSUN OLEH : Oloando Jhon Andre (175050038)


Teuku Muhammad Fajar.S (175050021)

FAKULTAS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

MATA KULIAH SURVAILENS

JAKARTA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Survailens GIZI BURUK dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya.

Semoga makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata yang
kurang berkenan.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami berharap adanya
kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang akan kami buat di masa mendatang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.Selamat
membaca.

Jakarta, 10 Oktober 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i

DAFTAR ISI....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 2

1.3 Tujuan ............................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Surveilans Gizi Buruk..................................................... 3

2.2 Tujuan Surveilans Epidemiologi Gizi Buruk..................................... 3

2.3 Manfaat Surveilans Epidemiologi..................................................... 4

2.4 4 Sistem dan Komponen Kegiatan Survailens Gizi Buruk............... 5

2.2.1 Pengumpulan Data.................................................................. 5

2.2.2 Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data............................... 8

2.2.3 Diseminasi Informasi.............................................................. 12

2.2.4 Tindak Lanjut.......................................................................... 12

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Surveilans Epidemiologi Gizi Buru..... 16

2.5.1 Kelebihan Surveilens Gizi Buruk............................................ 16

2.5.2 Kekurangan Surveilens Gizi Buruk......................................... 16

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan..................................................................................... 19

5.2 Saran................................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berbagai penelitian menunjukkan dampak serius masalah gizi buruk terhadap kesehatan,
bahkan terhadap kelangsungan hidup suatu bangsa. Dampak jangka pendek gizi buruk terhadap
perkembangan anak antara lain anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara serta gangguan
perkembangan lain. Sementara dampak jangka panjang berupa penurunan skor intelligence quotient

(IQ), penurunan perkembangan kognitif, penurunan integrasi sensori, gangguan pemusatan


perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri serta akan menyebabkan merosotnya prestasi di
sekolah.

Kurang gizi juga berpotensi menjadi penyebab kemiskinan melalui rendahnya kualitas sumber
daya manusia dan produktivitas. Gizi buruk yang tidak dikelola dengan baik, pada fase akutnya akan
mengancam jiwa dan pada jangka panjang akan menjadi ancaman hilangnya sebuah generasi penerus
bangsa.

Mengingat dampak yang sedemikain serius tersebut, sudah seyogyanya seluruh potensi dan
komponen dikerahkan untuk mencegah dan menangulangi masalah gizi buruk ini. Tindakan penting
terkait usaha pencegahan antara lain dengan melakukan kegiatan surveilans epidemiologi masalah gizi
ini.

Banyak pengertian surveilans yang sudah umum dikenal selama ini. Antara lain menurut WHO,
surveilans merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik
dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat
mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa surveilans adalah suatu
kegiatan pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap kejadian
dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhi nya pada masyarakat sehingga dapat
dilakukan penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif.

1.2 Rumusan Masalah

4
1. Apa itu surveilans gizi buruk?

2. Apa tujuan dan manfaat surveilans gizi buruk?

3. Metode-metode apa saja yang dipakai dalam surveilans gizi buruk?

4. Apa saja kelebihan dan kekurangan surveilans gizi buruk?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengerti dan memahami apa itu surveilans gizi buruk

2. Untuk mengetahui tujuan dan manfaat surveilans gizi buruk

3. Untuk mengetahui metode metode surveilans gizi buruk

4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan surveilans gizi buruk

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Surveilans Gizi Buruk

Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan,pengolahan, analisis, dan interpretasi


data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan
untuk dapat mengambil tindakan.

Gizi buruk adalah kondisi gizi kurang hingga tingkat yang berat dan di sebabkan oleh rendahnya
konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari dan terjadi dalam waktu yang cukup lama,
(Khaidirmuhaj, 2009). Gizi kurang adalah gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas berfikir dan semua hal yang
berhubungan dengan kehidupan. Kekurangan zat gizi adaptif bersifat ringan sampai dengan berat. Gizi
kurang banyak terjadi pada anak usia kurang dari 5 tahun.

Terkait dengan masalah gizi masyarakat di Indonesia, beberapa dasar hukum dan pedoman
pelaksanaan surveilans gizi buruk antara lain:

1. Surat Menteri Kesehatan Nomor: 1209, tanggal 19 Oktober 1998 yang menginstruksikan
agar memperlakukan kasus gizi buruk sebagai sebuah kejadian luar biasa.

2. Keputusan Mentreri Kesehatan RI Nomor: 1116/MENKES/SK/VIII/2003 tentang Pedoman


Penyelenggaraan Surveilans Epidemiologi Kesehatan

Pada Kepmenkes di atas, salah satu sasaran surveilans epidemiologi kesehatan adalah
pelaksanaan Sistem Kewaspadaan Gizi (SKG) dan Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKG
KLB) gizi buruk. Sedangkan berdasarkan surveilans gizi adalah pengamatan yang dilakukan terhadap
anak balita dalam rangka mencegah terjadinya kasus gizi buruk.

Sedangkan menurut WHO, praktek surveilans gizi dilakukan dengan melakukan pengamatan
keadaan gizi dalam rangka untuk membuat keputusan yang berdampak pada perbaikan gizi penduduk
dengan menyediakan informasi yang terus menerus tentang keadaan gizi penduduk, berdasarkan
pengumpulan data langsung sesuai sumber yang ada, termasuk data hasil survey dari data yang sudah
ada.

6
2.2 Tujuan Survailens Epidemiologi Gizi Buruk

Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi,
sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons
pelayanan kesehatan dengan lebih efektif.

Tujuan khusus surveilans (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).:

1) Memonitor kecenderungan (trends) penyakit

2) Mendeteksi perubahan mendadak insidensi penyakit, untuk mendeteksi dini outbreak

3) Memantau kesehatan populasi, menaksir besarnya beban penyakit (disease burden) pada
populasi

4) Menentukan kebutuhan kesehatan prioritas, membantu perencanaan, implementasi,


monitoring, dan evaluasi program kesehatan

5) Mengevaluasi cakupan dan efektivitas program kesehatan

6) Mengidentifikasi kebutuhan riset (Last, 2001; Giesecke, 2002; JHU, 2002).

Tujuan Surveilans Epidemiologi Gizi (WHO) :

1) Menggambarkan status gizi penduduk dengan referensi khusus bagi mereka yang
menghadapi risiko

2) Menganalisis faktor-faktor penyebab yang terkait dengan gizi buruk

3) Mempromosikan keputusan oleh pemerintah, baik mengenai perkembangan normal dan


keadaan darurat

4) Memprediksi kemungkinan masalah gizi sehingga dapat membantu dalam perumusan


kebijakan

5) Memantau dan mengevaluasi program gizi.

Tujuan surveilans gizi buruk adalah untuk pencegahan dan pengendalian penyakit gizi buruk
dalam masyarakat, sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan gizi buruk, memperoleh

7
informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan gizi buruk, penanggulangan
maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat administrasi.

2.3 Manfaat Surveilans Gizi Buruk

Manfaat surveilans epidemiologi (SE) yaitu deteksi perubahan akut dari penyakit yang terjadi
dan distribusinya, perhitungan trend, identifikasi pola penyakit, identifikasi kelompok risiko tinggi
menurut waktu, orang dan tempat, identifikasi faktor risiko dan penyebab lainnya,deteksi perubahan
pelayanan kesehatan yang terjadi, dapat memonitoring kecenderungan penyakit endemis,
mempelajari riwayat alamiah penyakit dan epidemiologinya, memberikaninformasi dan data dasar
untuk proyeksi kebutuhan pelayanan kesehatan dimasa akan datang,membantu menetapkan masalah
kesehatan prioritas dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan. Inti kegiatan surveilans
pada akhirnya adalah bagaimana data yang sudah dikumpul, dianalisis, dan dilaporkan ke pemegang
kebijakan guna ditindaklanjuti dalam pembuatan program intervensi yang lebih baik untuk
menyelesaikan masalah kesehatan di Indonesia (HIMAPID dalam Sikumbang 2008).

Melihat dari manfaat Surveilans epidemiologi secara umum, maka manfaat surveilans
epidemiologi gizi buruk yaitu:

1.Dapat diketahui distribusi gizi buruk menurut orang, tempat, waktu, dan kelompok umur
pada suatu daerah tertentu dimana dilakukannya surveilans.

2. Bagi pensurvei (puskesmas), sebagai bahan informasi penting mengenai suatu KLB gizi buruk
dan dapat digunakan untuk penentu kebijakan selanjutnya dalam langkah penanggulangan
KLB tersebut.

3.Bagi masyarakat, surveilans epidemiologi gizi buruk dapat dijadikan sebagai informasi dan
sebagai bahan masukan agar masyarakat lebih meningkatkan lagi kesehatannya.

2.4 Sistem dan Komponen Kegiatan Survailens Gizi Buruk

Menurut Mason et al (1984), terdapat tiga jenis utama sistem surveilans gizi, yaitu:

1.Pemantauan gizi jangka panjang sebagai masukan untuk perencanaan nasional, untuk
menganalisis dampak kebijakan dan untuk memprediksi kecenderungan masa depan

2. Evaluasi dampak program gizi dan proyek-proyek tertentu yaitu informasi yang dirancang
untuk memungkinkan tanggapan langsung melalui program atau proyek modifikasi

8
3.Peringatan dini atau atau sistem peringatan tepat waktu untuk mengidentifikasi kekurangan
pangan akut, untuk mendapatkan tanggapan jangka pendek.

Sistem surveilans gizi adalah mengumpulkan data dasar program yang difokuskan pada
masalah gizi bayi, anak-anak, dan wanita hamil. Sistem surveilans gizi berfungsi ntuk menyediakan data
lokal spesifik yang berguna untuk mengelolaan program gizi kesehatan masyarakat. Sistem ini
memberikan informasi yang sangat berguna, tetapi juga ada tantangan metodologis yang berkaitan
dengan keterwakilan, pengawasan mutu dan indikator sensitivitas dan spesifisitas.

Komponen kegiatan surveilans gizi buruk antara lain:

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi gizi buruk yang jelas, contohnya data
masalah gizi bayi, anak-anak, dan wanita hamil. Dengan pengumpulan ini dapat terlihat kelompok
populasi yang mempunyai risiko terbesar terkena gizi buruk; memastikan jenis dan penyebab gizi
buruk; memastikan keadaan yang dapat menyebabkan berlangsungnya KLB gizi buruk; untuk mencatat
kejadian gizi buruk secara keseluruhan dan seberapa jauh penyebarannya.

2. Kompilasi, analisis dan interpretasi data

Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi, dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu.
Analisa dapat berupa teks, table, grafik dan spot map sehingga mudah dibaca dan merupakan
informasi yang akurat. Dari hasil analisis dan interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana
menentukan tindakan dalam menghadapi status KLB gizi buruk yang terjadi.

3. Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data

Hasil analisis dan interpretasi data digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna
menentukan tindak lanjut dan disebarluaskan ke unit terkait anatara lain berupa laporan kepada
atasan atau kepada lintas sektor yang terkait sebagai informasi lebih lanjut.

Kegiatan surveilans gizi dimulai dengan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data,
diseminasi informasi dan tindak lanjut/ respon.

2.4.1 Pengumpulan Data

1. Pengumpulan Laporan Rutin Puskesmas

9
Berikut adalah contoh kasus, yaitu pengumpulan data kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat
di Kabupaten/Kota antara lain meliputi pembinaan pencatatan dan pelaporan serta melakukan
rekapitulasi hasil kegiatan di Puskesmas/Kecamatan, sebagai berikut :

Data Sumber Instrumen Pengumpul Waktu


Data Data

Gizi 1.Laporan Form 1.Tenaga Setiap bulan


Buruk RS Laporan Pelaksana dan
Keswapadaan KLB
2.Laporan Gizi (TPG) RS Sewaktu-
Gizi di RS waktu bila
Puskemas 2.TPG
Form
Puskesmas ada kasus
3.Laporan
laporan
Masyarakat/media
bulanan

kasus gizi
buruk

Hasil Laporan LB3 atau flll TPG Setiap bulan


Penimbangan Puskesmas Gizi Puskesmas
(D/S)

Asi Laporan Form Asi TPG Setiap 6 bulan


Eksklusif Puskesmas Eksklusif Puskesmas (Februari dan Agustus)

Gara Laporan Form Guru Sekolah Setiap 6 bulan


m Beryodium Puskesmas pemantauan garam Dasar (Februari dan Agustus)
beryodium
dan TPG
Puskesmas

Distrib Laporan LB3 atau flll TPG Setiap 6 bulan


usi Puskesmas Gizi Puskesmas (Februari dan Agustus)

Kapsul

Vitami

10
nA

Balita

Distrib Laporan LB3 atau flll Bidan Setiap 6 bulan


usi Puskesmas Gizi Koordinator

Tablet dan TPG


Puskesmas
Tamb
ah

Darah

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor
tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau laporan tidak akurat maka

pengelola kegiatan gizi diharuskan melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data.
Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke
puskesmas.

2. Pengumpulan Laporan Kasus Gizi Buruk

Selain merekap data kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat dari Puskesmas, pengelola kegiatan
gizi juga perlu melakukan kompilasi laporan kasus gizi buruk yang dirawat di RS atau informasi dari
masyarakat dan media. Bila ada laporan kasus gizi buruk dari masyarakat atau media, pengelola gizi
perlu melakukan klarifi kasi ke puskesmas mengenai laporan/informasi tersebut untuk melakukan
konfirmasi status gizinya. Klarifi kasi laporan kasus gizi buruk dapat dilakukan melalui telepon dan sms.

Bila hasil konfirmasi ternyata balita tersebut benar gizi buruk (BB/PB atau BB/TB <-3 SD dengan
atau tanpa gejala klinis) maka perlu dilakukan pelacakan atau penyelidikan kasus.

Pelacakan kasus meliputi waktu kejadiannya, tempat/ lokasi kejadian dan identitas orangnya
termasuk umur, jenis kelamin dan penyebab terjadinya kasus gizi buruk.

Pelacakan kasus gizi buruk dilakukan apabila:

a. Kasus gizi buruk belum mendapatkan penanganan.

b. Kasus gizi buruk terkonsentrasi pada satu wilayah.

11
c. Dicurigai kemungkinan adanya rawan pangan.

Keluaran yang diharapkan dari langkah pengumpulan data adalah adanya rekapitulasi laporan
terkait dengan jumlah puskesmas yang melapor, ketepatan waktu, kelengkapan dan kebenaran data
yang dilaporkan.

2.4.2 Pengolahan, Analisis dan Penyajian Data

Pengolahan, analisis dan penyajian data di Kabupaten/Kota dilakukan berdasarkan hasil

rekapitulasi laporan kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat dari puskesmas. Kegiatan ini

dilakukan oleh pengelola gizi setiap bulan, kecuali untuk data pemberian ASI eksklusif 0-6
bulan, pemberian kapsul vitamin A pada balita, dan pemantauan konsumsi garam beryodium tingkat
rumah tangga dilakukan setiap 6 bulan sekali.

1. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dapat dilakukan secara manual maupun komputerisasi. Hasil pengolahan
berupa cakupan masingmasing indikator Pembinaan Gizi Masyarakat, sedangkan analisis data
dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan yaitu analisis deskriptif dan analitik.

1.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang data cakupan
kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Tujuannya adalah untuk menetapkan daerah prioritas untuk
pembinaan wilayah dan menentukan kecenderungan antar waktu.

a. Menetapkan daerah prioritas untuk pembinaan wilayah

Analisis deskriptif untuk membandingkan antar wilayah dilakukan dengan membandingkan


hasil cakupan antar wilayah dengan target yang harus dicapai. Wilayah yang cakupannya rendah harus
mendapat prioritas pembinaan. Berikut adalah contoh cakupan D/S berdasarkan wilayah kerja
Puskesmas:

Tabel 2

Cakupan Balita Ditimbang (D/S)

Menurut Puskesmas Di Kabupaten Teluk Cinta

Tahun 2009

12
N Puskesma Jumlah Jumlah Balita %
o s Balita Ditimbang

1 Mentari 4168 3293 7


. 9

2 Tenjolaya 3713 3305 8


. 9

3 Karangany 4968 3428 6


. ar 9

4 Sukasari 4326 3764 8


. 7

5 Cimalaya 3836 2954 7


. 7

6 Jatiasri 5646 3613 6


. 4

7 Tegalraya 4947 4502 9


. 1

8 Sukmajay 6181 5068 8


. a 2

9 Mekarsari 4503 3287 7


. 3

1 Tirtamuly 3710 3562 9


0. a 6

1 Sukamaju 4695 2535 5


1. 4

1 Sampurna 6670 6003 9


2. 0

Kabupaten 57363 45313 7

13
9

Dari tabel diatas, cakupan D/S di Kabupaten Teluk Cinta belum mencapai target yaitu masih
79% (target 85%). Disparitas cakupan antar wilayah di Kabupaten ini cukup tinggi, terlihat dari cakupan
terendah sebesar 54% di Puskesmas Sukamaju dan tertinggi sebesar 96% di Puskesmas Tirtamulya.
Dengan demikian, prioritas pembinaan dilakukan pada Puskesmas Sukamaju (54%) dan Jatiasri (64%)
karena cakupannya masih kurang.

b. Membandingkan Kecenderungan antar Waktu

Analisis deskriptif untuk membandingkan kecenderungan antar waktu di suatu wilayah


dilakukan dengan membandingkan hasil cakupan dalam satu periode waktu tertentu dengan target
yang harus dicapai. Berikut adalah contoh cakupan D/S dari Bulan Januari sampai Maret berdasarkan
wilayah kerja Puskesmas:

Tabel 3

Cakupan Balita Ditimbang (D/S) Bulan Januari Sampai Maret

Menurut Puskesmas Di Kabupaten Teluk Cinta

Tahun 2009

Jumlah Balita Ditimbang


N Pusk Jumlah
J F M
o esmas Balita % % %
anuari ebruari aret

Men 3 7 3 8 3 7
1 4168
tari 293 9 418 2 251 8

Tenj 3 8 3 9 2 7
2 3713
olaya 305 9 453 3 599 0

14
Kara 3 6 4 8 4 8
3 4968
nganyar 428 9 123 3 322 7

Suka 3 8 3 8 3 8
4 4326
sari 764 7 591 3 850 9

Cima 2 7 3 7 2 7
5 3836
laya 954 7 030 9 877 5

Jatis 3 6 4 7 4 8
6 5646
ari 613 4 122 3 573 1

Tega 4 9 4 9 3 7
7 4947
lraya 502 1 700 5 908 9

Suk 5 8 4 8 4 7
8 6181
majaya 068 2 945 0 759 7

Mek 3 7 3 7 3 7
9 4503
arsari 287 3 422 6 332 4

1 Tirta 3 9 3 9 3 8
3710
0 mulya 562 6 339 0 191 6

1 Suka 2 5 3 7 3 7
4695
1 maju 535 4 521 5 709 9

1 Sam 6 9 6 9 5 8
6670
2 purna 003 0 070 1 936 9

4 7 4 8 1 8
Kabupaten 57363
5313 9 77734 3 6302 1

Dari tabel diatas, cakupan D/S di Kabupaten Teluk Cinta umumnya meningkat dari 79% pada
bulan Januari menjadi 83% pada bulan Februari namun terjadi penurunan menjadi 81% pada bulan

15
Maret. Dapat juga dilihat bahwa secara umum cakupan yang tinggi pada wilayah kerja Puskesmas
adalah di bulan Februari.

1.2 Analisis Analitik

Analisa analitik dimaksudkan untuk memberikan gambaran hubungan antar 2 (dua) lebih
indikator yang saling terkait, baik antar indikator gizi maupun indikator gizi dengan indikator program
terkait lainnya. Tujuan analisis ini antara lain untuk menentukan upaya yang harus dilakukan bila
terdapat kesenjangan cakupan antara dua indikator. Berikut adalah contoh cakupan distribusi kapsul
Vitamin A dengan D/S:

Tabel 4

Cakupan Distribusi Kapsul Vitamin A dan D/S

di Kabupaten Teluk Cinta Tahun 2009

Balita dapat
D/S
N Pusk Jumlah Vitamin A

o esmas Balita Ju % J %
mlah umlah

1 Ment 4168 32 7 2 60
ari 51 8 501

2 Tenjo 3713 25 7 3 90
laya 99 0 342

3 Karan 4968 43 8 4 95
ganyar 22 7 720

4 Sukas 4326 38 8 2 64
ari 50 9 769

5 Cimal 3836 28 7 3 87
aya 77 5 337

16
6 Jatias 5 4 8 35 63
ri 646 573 1 57

7 Tegal 4 3 7 38 77
raya 947 908 9 09

8 Sukm 6 4 7 58 95
ajaya 181 759 7 72

9 Meka 4 4 9 41 92
rsari 503 053 0 43

1 Tirta 3 3 8 25 69
0 Mulya 710 191 6 60

1 Suka 4 4 9 39 85
1 maju 695 319 2 91

1 Samp 6 6 9 53 80
2 urna 670 003 0 36

Kabupaten 5 4 45 80
7363 7706 8 936

Berdasarkan sasaran Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat ditetapkan bahwa target
cakupan Vitamin A dan D/S masing-masing adalah 85%. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa wilayah
yang cakupan Vitamin A dan D/S sudah mencapai target ada 3 Puskesmas yaitu Karanganyar,
Mekarsari dan Sukamaju. Sedangkan wilayah yang belum mencapai target adalah Puskesmas Mentari,
Jatiasri dan Tegalraya. Puskesmas lainnya hanya mencapai target salah satu indikator saja. Untuk lebih
jelasnya dapat dibuat berdasarkan kuadran dengan cara sebagai berikut:

 Buat sumbu X sebagai cakupan Vitamin A dan sumbu Y sebagai cakupan D/S

 Buat garis lurus masing masing sumbu sebagai garis target hingga membelah area
menjadi 4 kuadran.

17
 Kuadran I adalah wilayah dengan cakupan Vitamin A dan D/S tinggi atau diatas
target. Kuadaran II adalah wilayah dengan cakupan Vitamin A tinggi namun cakupan D/S rendah,
sebaliknya Kuadaran III adalah wilayah dengan cakupan Vitamin A rendah namun cakupan D/S tinggi.
Sedangkan kuadran IV adalah wilayah dengan cakupan Vitamin A danD/S rendah.

 Plot titik potong kedua indikator dari masing-masing Puskesmas. Contoh:


Puskesmas Mentari mempunyai cakupan Vitamin A 78% dan D/S 60%, lalu plot titik potong kedua garis
tersebut. Terlihat Puskesmas Mentari berada pada Kuadran IV.

2. Penyajian Data

Hasil pengolahan dan analisis data kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat dapat disajikan dalam
bentuk narasi, tabulasi, grafik dan peta.

2.4.3 Diseminasi Informasi

Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi hasil pengolahan dan analisis
data untuk mendapatkan dukungan dari lintas sektor dan lintas program di setiap

jenjang pemerintahan tentang hasil kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat. Kegiatan diseminasi
informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik dan sosialisasi advokasi pada
pertemuan lintas program dan lintas sektor.

1. Umpan Balik

Pengelola kegiatan gizi memberikan umpan balik bulanan berbentuk absensi laporan dan hasil
cakupan indikator pembinaan gizi ke puskesmas dan rumah sakit. Umpan balik disertai dengan ulasan
terhadap hasil yang telah dicapai, kelengkapan data disertai dengan saran-saran yang harus dilakukan
oleh puskesmas. Selain hal tersebut, umpan balik hendaknya memuat pula ucapan terima kasih bagi
puskesmas yang telah mengirim data secara lengkap dan tepat waktu.

2. Pertemuan Lintas Program dan Lintas Sektor

Diseminasi informasi dapat juga dilakukan kepada lintas sektor, lintas program dan puskesmas
melalui pertemuan koordinasi dan rapat konsultasi di tingkat Kabupaten/Kota. Bila memungkinkan

18
diseminasi informasi dapat dilakukan pula melalui media secara berkala. Hasil yang diharapkan
dari kegiatan diseminasi informasi adalah disepakatinya upaya pemecahan masalah untuk perbaikan
dan peningkatan pelaksanaan kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat.

2.4.4 Tindak Lanjut

Tindak lanjut sebagai respon dilakukan apabila data cakupan indikator Pembinaan Gizi
Masyarakat menunjukkan adanya kekurangan atau kesenjangan antara hasil yang dicapai dengan yang
seharusnya dicapai. Tindak lanjut terhadap hasil analisis yang bersifat teknis dilakukan oleh pengelola
program gizi, sedangkan yang bersifat kebijakan dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Hasil kegiatan dan contoh tindak lanjut dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

MATRIKS HASIL KEGIATAN

SURVEILANS GIZI DAN CONTOH TINDAK LANJUT

TIDAK LANJUT

POSYAN PUSKESM KABUPATEN/KOTA

INDIKATO DU AS
MASALAH
R (DESA/ /KECAMA
TAN
KELURA
HAN)

Balita gizi 1. BGM dan Melapor a. a. Menyiapkan


buruk ditangani kan dan Merujuk Klarifikasi dan Puskesmas Perawatan dari
2T dengan

19
atau konfirmasi, Rumah

tanpa ada b. Sakit untuk


tanda Penanganan pelaksanaan tatalaksana gizi
buruk.
klinis balita gizi
(dugaan buruk (termasuk b. Meningkatkan
PMT)
balita gizi kemampuan petugas
buruk ditemukan) c.
puskesmas dan
Merujuk ke
2. Kasus gizi Rumah Sakit dalam
buruk meningkat TFC / melakukan surveilans gizi.

PUSKESM c. Memberikan PMT


AS Perawatan/RS
pemulihan untuk

balita gizi buruk


Penyelidi rawat jalan dan
kan dan
pasca rawat.
Pelacakan
d. Melakukan
pemantauan

kasus yang lebih


intensif

pada daerah dengan


risiko

tinggi terjadinya
kasus gizi

buruk.

e. Melakukan
penyelidikan

kasus bersama
dengan lintas program dan

20
lintas sektor

terkait

Balita D/S rendah Mengge a. a. Melakukan


rakan Koordinasi koordinasi
ditimbang
dengan camat
masyara dengan Camat dan
berat
dan PKK
kat PKK
badannya
b.
untuk tingkat kecamatan
Pembentukan
datang ke untuk
posyandu forum-
menggerakan
forum di
masyarakat
desa
datang ke posyandu.
c.
b. Memanfaatkan
Promosi
kegiatan
manfaat
pada forum-forum
kegiatan
yang ada
posyandu
di desa, yang
bertujuan

untuk menggerakan

masyarakat datang
ke

posyandu.

c. Melakukan promosi

tentang manfaat
kegiatan di posyandu

Bayi usia Cakupan a. a. a. Meningkatkan


rendah Pemberian Pemberian promosi
0–6 bulan
konseling
konseling dan advokasi tentang

21
mendapat oleh oleh Peningkatan Pemberian
motivator
ASI konselor Air Susu Ibu (PP ASI).
Eksklusif b.
b. b. Meningkatkan
Pembentukan
Pembentukan kemampuan petugas
KP-ASI
KP-ASI puskesmas dan
atau
atau rumah sakit
kelas
kelas ibu dalam melakukan
ibu konseling ASI.

c. Membina
puskesmas

untuk
memberdayakan

konselor dan
motivator

ASI yang telah dilatih.

Lanjutan Tabel 5

MATRIKS HASIL KEGIATAN

SURVEILANS GIZI DAN CONTOH TINDAK LANJUT

TIDAK LANJUT

POSYANDU PUSKESMA KABUPATEN/KOT

INDIKATOR MASALAH S A
(DESA/
/KECAMAT
KELURAHA
AN
N)

RT Cakupan Kepala Petugas a. Melakukan


mengonsumsi rendah Desa/Lurah Gizi/Ka. koordinasi dengan Dinas

22
garam beryodium Ketersediaan Melapor ke Puskesmas/Camat Perindustrian dan
meminta Dinas Perdagangan Kabupaten/
Garam Puskesmas
Beryodium dipasar dan Peindag Kota untuk
desa rendah untuk melakukan melakukan operasi pasar
Camat
operasi pasar garam beryodium.
garam
b. Melakukan
Beryodium promosi/kampanye
peningkatan penggunaan
garam beryodium.

Balita 6-59 Cakupan a. Promosi a. Promosi a. Bila


bulan mendapat rendah manfaat kapsul manfaat kapsul ketersediaan
kapsul Vitamin A vitamin A vitamin A
kapsul vitamin A
b. b. di puskesmas tidak
Sweeping Menyediakan
mencukupi maka
pemberian kapsul kapsul vitamin A
perlu mengirim kapsul
vitamin A
vitamin A ke
c. Meminta
puskesmas
stok kapsul vitamin
b. Bila kapsul
A
vitamin A masih tersedia,
maka

perlu meminta

puskesmas untuk

melakukan
sweeping.

c. Melakukan
pembinaan kepada
puskesmas

23
dengan cakupan
rendah.

Ibu hamil Cakupan a. Promosi a. Promosi a. Bila


rendah manfaat TTD ketersediaan
mendapat manfaat
Fe TTD b. TTD di
Menyediakan puskesmas dan
90 tablet b.
Sweeping TTD bidan di desa
tidak
pemberia c.
n TTD Koordinasi mencukupi maka
perlu mengirim TTD ke
c. Meminta dengan
stok program puskesmas.

TTD KIA b. Bila TTD masih

tersedia, maka
perlu

meminta
Puskesmas

untuk melakukan

peningkatan
integrasi

dengan program
KIA khususnya

kegiatan Ante
Natal Care (ANC) .

c. Melakukan
pembinaan kepada
puskesmas

24
dengan cakupan
rendah.

Catatan : Matriks ini hanya contoh, pelaksanaan kegiatan dapat disesuaikan dengan situasi dan
kondisi di daerah

2.5 Kelebihan dan Kekurangan Surveilans Epidemiologi Gizi Buruk

2.5.1 Kelebihan Surveilens Gizi Buruk

a) Informasi epidemiologi KLB gizi buruk terdistribusi kepada program terkait, pusat-

pusat kajian, dan pusat penelitian serta unit surveilans lain.

b) Terkumpulnya data kesakitan dan data KLB gizi buruk di Puskesmas, Rumah Sakit

dan Laboratorium, sebagai sumber data Surveilans Terpadu Penyakit

c) Dapat mendistribusikan data kesakitan serta data KLB gizi buruk kepada unit

surveilans Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan unit surveilans Dinas Kesehatan Propinsi.

d) Terlaksananya pengolahan dan penyajian data penyakit dalam bentuk tabel, grafik,

peta dan analisis epidemiologi gizi buruk lebih lanjut oleh Unit surveilans Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Propinsi.

e) Dapat mendistribusikan hasil pengolahan dan penyajian data penyakit beserta hasil

analisis epidemiologi lebih lanjut dan rekomendasi kepada program terkait di Puskesmas,
Rumah Sakit, Laboratorium, Kabupaten/Kota, Propinsi, Nasional, pusat-pusat riset, pusat-
pusat kajian dan perguruan tinggi serta sektor terkait lainnya

f) Memantau kemampuan program gizi untuk mendeteksi kasus, menjamin selesainya

pengobatan dan kesembuhan.

2.5.2 Kekurangan Suerveilans Gizi Buruk

a) Permasalahan dalam pencatatan data gizi buruk di pelayanan kesehatan seperti:

25
1. Pertama, ketidakakuratan data, terjadi karena pengisian formulir masih dilakukan
secara manual sehingga untuk mengisi seluruh formulir baik standar maupun buku bantu
terdapat data yang sama ditulis berulang kali, sehingga

2. mudah menimbulkan kesalahan

3. Banyak bayi, anak-anak dan ibu hamil yang tidak tercatat dalam program gizi
disebabkan karena tidak terpantau bahkan tidak dilaporkan

4. Kesulitan untuk monitoring pasien selama pengobatan

b) Permasalahan yang berkaitan dengan struktural dan pendanaan , seperti:

1. Selama ini pelaksanaan surveilans masih bersifat vertikal, dan terpisah

antar satu program dengan program lainnya. Pemerintah pusat telah mengeluarkan
Kepmenkes No.1116/SK/VIII/2003 yang mengatur penyelenggaraan sistem surveilans.
Kepmenkes ini menyebutkan agar dibentuk unit surveilans dan unit pelaksana teknis
surveilans serta dibentuk jejaring surveilans antara unit-unit tersebut. Pengamatan
menunjukkan bahwa pelaksanaan Kepmenkes belum berjalan secara maksimal di daerah.
Belum ada Perda atau Peraturan Gubernur/Bupati/Walikota yang merujuk ke Kepmenkes.
Surveilans saat ini banyak didanai pemerintah pusat. Dana masuk dalam anggaran pusat
yang bersifat program vertikal. Tidak ada dana untuk pengembangan surveilans di daerah.
Akibatnya jarang sekali dilakukan pencegahan sekunderprimer oleh pemerintah daerah.
Respons oleh pemerintah pusat dari kegiatan surveilans lebih banyak ke pencegahan
tersier yang mempunyai risiko keterlambatan

2. Perlu penguatan sistem surveilans di daerah dengan cara penguatan

kedudukan unit surveilans dalam tatanan struktural dinkes dan optimalisasi anggaran,
terutama dari APBD. Ada kemungkinan pemerintah daerah merasa bahwa urusan
surveilans adalah urusan pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tidak
memprioritaskan program surveilans dan menganggap surveilans tidak terlalu penting.
Persepsi pemerintah daerah seperti ini yang menjadikan alokasi anggaran untuk
pelaksanaan kegiatan surveilans sangat rendah.

c) Permasalahan yang menjadi kekurangan dalam surveilens dilihat dari prosesnya

26
meliputi:

1. Input, meliputi kurangnya sumber daya manusia, kurangnya peranan kelompok

jabfung, minimnya dukungan anggaran, dan tidak adanya dukungan dari Perda

2. Segi proses, dinyatakan bahwa jejaring surveilans selama ini tidak ada, belum ada
konfirmasi kasus, belum terjadi koordinasi lintas program apalagi lintas sektoral, respon
selama ini hanya bersifat by case

3. Output, kelengkapan dan ketepatan data masih rendah, diseminasi buletin

epidemiologi dan umpan balik pun belum ada di semua daerah, hanya saja di beberapa
daerah umpan balik dilakukan dengan pertemuan bulanan dokter, atau ada pula yang
memberi umpan balik dengan menyebarkan edaran ke Puskesmas - Puskesmas.

27
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Surveilans Epidemiologi dapat didefinisikan sebagai rangkaian kegiatan yang sistematis


dan berkesinambungan dalam pengumpulan, analisis, interpretasi data dan penyampaianinformasi
dalam upaya menguraikan dan memantau suatu penyakit/peristiwa kesehatan. Tujuan surveilans
epidemiologi gizi buruk adalah untuk menggambarkan status gizi penduduk, mengetahui
faktorpenyebab gizi buruk, mempromosikan program gizi, memprediksi kemungkinan masalah gizi
serta untuk memantau dan mengevaluasi program gizi.

Dengan membuat surveilans epidemiologi kita dapat mengetahui informasi tepat waktu
tentang masalah kesehatan populasi ,sehingga penyakit dan faktor resiko dapat dideteksi dini dan
dapat dilakukan respons pelayanan kesehatan dengan lebih efektif. Dibalik kekurangan dan
kelebihannya, semua dapat dilaksanakan optimal dengan adanya dukungan dari pemerintah dan
masyarakat itu sendiri.

3.2 Saran

Surveilans kesehatan masyarakat sangat dibutuhkan dalam perencanaan dan penanggulangan penyakit
terutama dalam penanggulangan gizi buruk. Maka dari itu, dalam pengoperasian data surveilans
haruslah relevan dan akurat sehingga dalam pengambilan keputusan jadi tepat sasaran.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. https://idtesis.com/pengertian-gizi-kurang/ (diakses pada 19 Maret 2018)

2. https://www.scribd.com/doc/187407705/143768110-Surveilans-Epidemiologi-Gizi-
Buruk (diakses pada 19 Maret 2018)

3. www.depkes.go.id/new-buku-surveilens-final1 (diakses pada 20 Maret 2018)

4. ejournal.persagi.org/go/indeks.../sistem-kewaspadaan-pangan-dan-gizi (diakses pada


19 Maret 2018)

5. Gibney M.J. Dkk. 2009. Public Health Nutrition (terjemahan). Penerbit Buku
Kedokteran

29

Anda mungkin juga menyukai