Anda di halaman 1dari 194

PROPOSAL

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BALITA


USIA 6-24 BULAN DAN IBU HAMIL DI KECAMATAN JASINGA

OLEH

MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU GIZI

TAHUN 2020

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

JAKARTA

2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Stunting merupakan kondisi di mana seorang anak kekurangan energi kronis yang
menyebabkan gagal tumbuh pada anak di bawah usia lima tahun. Berdasarkan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2020, indeks PB/U atau TB/U
dapat mengidentifikasi anak-anak yang pendek (stunted) atau sangat pendek (severely
stunted) yang disebabkan oleh gizi kurang dalam waktu lama atau sering sakit. Menurut
hasil data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan oleh Balitbangkes
Kemenkes RI tahun 2022 prevalensi balita stunting (TB/U) di Indonesia sebesar 21,6%
dengan proporsi stunting di Provinsi Jawa Barat sebesar 3,9%. Kabupaten Bogor berada
di urutan 10 teratas yang angka prevalensi stuntingnya tinggi di provinsi Jawa Barat
sebesar 24,9%.
Stunting memberikan dampak terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita.
Dampak jangka pendek stunting dapat menyebabkan gangguan pada kemampuan kognitif
dan motorik, pertumbuhan fisik tidak optimal, serta gangguan metabolisme. Dampak
jangka panjang stunting yaitu menyebabkan gangguan pada pertumbuhan otak yang
mengakibatkan fungsi otak terganggu secara permanen dan menurunnya kapasitas
intelektual (Primasari & Keliat, 2020). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Almajwal, et al. (2018) bahwa rata-rata anak stunting memiliki skor Intelligence Quotient
(IQ) sebelas poin lebih rendah dari rata-rata IQ anak yang normal. Berdasarkan data yang
diperoleh dari Puskesmas Curug, Kecamatan Jasinga bahwa anak balita yang menderita
perkembangan terlambat pada tahun 2020 sebanyak 15 sedangkan pada tahun 2021
terjadi peningkatan menjadi 20 balita (Mariyanah, et al., 2022).
Menurut Kemenkes (2018), banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
stunting pada balita, terutama mengenai asupan energi, zat gizi makro, berupa
karbohidrat, protein, dan lemak, serta zat gizi mikro, yaitu kalsium dan zink. Asupan
energi dan zat gizi makro yang tidak memenuhi kebutuhan dapat berpengaruh pada
pertumbuhan balita, perkembangan otak sehingga perkembangan kognitifnya terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nur, et al. (2019), menyatakan ada
hubungan antara asupan zat gizi makro berupa karbohidrat, protein, dan lemak pada
kejadian stunting. Kemudian, tingkat konsumsi kalsium yang rendah (<50%) dapat
memengaruhi pertumbuhan linier balita. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang
menyatakan adanya hubungan antara tingkat konsumsi kalsium dengan kejadian stunting
pada balita (Maulidah, et al. 2019). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh
Kundarwati, et al. (2022), menyatakan bahwa semakin sedikit mengonsumsi zink, maka
berisiko 2,148 kali mengalami stunting.
Faktor lain penyebab stunting pada balita dapat terjadi akibat tidak dilakukannya
Inisiasi Menyusu Dini (IMD), tidak mendapatkan ASI eksklusif, dan penyakit infeksi.
IMD merupakan proses balita menyusui segera setelah dilahirkan. Sebanyak 51,4% balita
yang tidak mendapatkan IMD mengalami stunting (Windasari, et al. 2020). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh SJMJ, et al. (2020) menunjukkan hasil bahwa balita yang
tidak diberikan ASI eksklusif memiliki peluang 61 kali mengalami stunting. Berdasarkan
buku profil kesehatan Jawa Barat tahun 2021, cakupan pemberian ASI eksklusif pada
bayi baru lahir di Kab. Bogor lebih rendah (48,58%) dibandingkan data provinsi Jawa
Barat (64,24%). Selain faktor asupan, balita rentan terpapar penyakit infeksi salah
satunya diare. Kejadian diare dapat membuat balita kehilangan zat gizi yang dikonsumsi
sehingga akan berdampak pada pertumbuhan dan kesehatan balita. Hasil analisis
menunjukkan adanya hubungan antara riwayat diare dengan kejadian stunting (Sutarto, et
al. 2021).
Selain itu, faktor ibu juga dapat memengaruhi kondisi stunting pada balita, seperti
status gizi ibu saat hamil, pengetahuan ibu balita, dan ketahanan pangan rumah tangga.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Ruaida, et al. (2018), menunjukkan bahwa
ibu hamil yang mengalami KEK berisiko 4,85 kali lebih besar menyebabkan anak
stunting. Ibu yang memiliki pengetahuan kurang juga akan berdampak pada ketahanan
pangan rumah tangga. Menurut UU No 18 tahun 2012, ketahanan pangan mengharuskan
ketersediaan pangan cukup, dilihat dari jumlah, mutu, aman, bervariasi, bergizi, merata,
dan terjangkau. Menurut penelitian Adelina, et al. (2018), terdapat 51,4% balita stunting
ditemukan pada keluarga yang tidak tahan pangan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Wulansari (2020), juga menunjukkan sebanyak 25,8% individu yang tidak tahan pangan
memiliki risiko KEK. Ketahanan pangan rumah tangga berhubungan dengan status
ekonomi keluarga. Status ekonomi yang cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi ibu. Hal
ini dibuktikan dengan penelitian Febrianti, et al. (2020) yang menyatakan bahwa ibu
hamil yang status ekonomi kurang 332 kali berisiko mengalami KEK.
Kekurangan Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil adalah keadaan kurangnya
dimana seseorang mengalami kekurangan satu atau zat gizi dari makanan yang dapat
mengakibatkan timbulnya gangguan kesehatan pada ibu dan janin. Ibu hamil yang
berisiko mengalami kekurangan energi kronis dapat dilihat dari pengukuran Lingkar
Lengan Atas (LILA) yang kurang dari 23,5 cm (Suryani, et al. 2021). Berdasarkan data
Riskesdas (2018), prevalensi KEK pada ibu hamil di Indonesia sebesar 17,3%, pada
Provinsi Jawa Barat sebesar 14,08%, sedangkan prevalensi KEK pada ibu hamil di
Kabupaten Bogor adalah 11,22%. Berdasarkan Laporan Dinkes Kabupaten Bogor tahun
2020 terdapat ibu hamil KEK sebesar 3,8%. Di Puskesmas Jasinga tahun 2020 terdapat
80 ibu hamil KEK (7,8%). Kondisi tersebut jika dibandingkan dengan ambang batas
kesehatan masyarakat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010) pada ibu hamil
dengan risiko KEK, maka Indonesia masih termasuk ke dalam negara yang memiliki
masalah kesehatan masyarakat dengan kategori sedang (10 – 19%).
Dampak KEK pada ibu yaitu dapat meningkatkan risiko anemia saat hamil,
pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah, dan terkena penyakit infeksi (Pratiwi,
2018). Kekurangan energi kronik selama kehamilan mengakibatkan tidak tercukupinya
cadangan zat gizi yang dibutuhkan oleh janin dalam kandungan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara ibu hamil dengan riwayat KEK
saat hamil dengan kejadian stunting pada balita usia 6-24 bulan (Sartono & Nurdiati,
2013). Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa kualitas bayi yang dilahirkan
sangat bergantung pada keadaan atau status gizi ibu selama hamil.
Adapun faktor terjadinya KEK pada ibu hamil disebabkan oleh penyebab
langsung dan tidak langsung. Faktor penyebab langsung berhubungan dengan asupan zat
gizi yang kurang (Edowai, et al. 2018). Menurut Hermadani (2020) adanya hubungan
antara tingkat asupan zat gizi makro dengan kejadian KEK pada ibu hamil. Berdasarkan
penelitian Kasrida (2019), bahwa ibu hamil yang mengalami KEK asupan energinya
mengalami kekurangan dengan rerata yang didapat adalah 1.322 kkal dibawah standar
kebutuhan ibu hamil. Faktor penyebab tidak langsung KEK dapat dilihat dari
karakteristik ibu hamil yang meliputi usia ibu hamil, usia kehamilan, jarak kehamilan,
dan pemeriksaan ANC. Kehamilan pada ibu muda dapat menyebabkan terjadinya
kompetisi antara ibu dan janin. Sedangkan pada umur yang tua, dibutuhkan energi yang
lebih besar karena fungsi organ tubuh ibu yang mulai melemah. Dibuktikan dari hasil
penelitian Renjani, et al. (2017), ibu hamil yang berusia <20 tahun dan >35 tahun 13,5
kali lebih berisiko mengalami KEK dibandingkan dengan ibu hamil yang berusia 20-35
tahun. Pada penelitian yang sama, ditemukan bahwa jarak kehamilan <2 tahun berisiko
9,3 kali lebih besar mengalami KEK dibandingkan dengan jarak kehamilan >2 tahun.
Pemeriksaan ANC memiliki pengaruh terhadap kejadian KEK karena ibu hamil yang
melakukan pemeriksaan teratur akan mendapatkan diagnosis dan perawatan yang tepat.
Hasil penelitian menyatakan ibu yang tidak melakukan pemeriksaan ANC secara teratur
22 kali lebih berisiko mengalami KEK (Mandella, et al., 2022).
Hubungan ibu hamil KEK dengan balita stunting ialah ibu hamil yang KEK
memiliki risiko 4,85 kali lebih besar menyebabkan stunting. Dengan ini pemerintah
berusaha melakukan berbagai upaya untuk mencegah maupun menurunkan jumlah
penderita dengan kebijakan dan anggaran yang memadai demi membangun generasi di
masa depan sebagai anak bangsa yang dapat memajukan bangsa Indonesia. Namun, kami
juga memiliki peran yang penting dalam menggali sebuah informasi lebih dalam untuk
mencari sebuah solusi dari masalah KEK pada ibu hamil dan balita stunting. Berdasarkan
uraian di atas, kami akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor apa
saja yang berhubungan dengan terjadinya KEK pada ibu hamil dan stunting pada balita di
Kabupaten Bogor tahun 2023.
B. Rumusan Masalah
Kesehatan ibu selama hamil sangat berpengaruh terhadap bayi yang akan
dilahirkan. Salah satu permasalahan kesehatan yang dialami pada ibu hamil adalah
Kurang Energi Kronik (KEK). Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil
merupakan keadaan seseorang mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi dari
makanan yang berlangsung menahun (kronik) yang mengakibatkan timbulnya gangguan
kesehatan pada ibu dan janin. Dampak terjadinya KEK pada ibu hamil salah satunya
yaitu stunting. Stunting adalah keadaan terhambatnya pertumbuhan pada anak akibat
kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu lama.
Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dipilih menjadi
tempat penelitian dengan pertimbangan, bahwa angka kejadian stunting dan KEK ibu
hamil pada wilayah tersebut masih tinggi. Pada tahun 2020 di Puskesmas Jasinga
terdapat 80 ibu hamil KEK (7,8%). Hal ini jika dibandingkan dengan ambang batas
kesehatan masyarakat menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2010) pada ibu hamil
dengan risiko KEK, maka Indonesia masih termasuk ke dalam negara yang memiliki
masalah kesehatan masyarakat dengan kategori sedang. Sementara itu, berdasarkan data
yang diperoleh dari Puskesmas Curug, pada tahun 2020 di Kecamatan Jasinga terdapat
anak balita yang menderita perkembangan terlambat sebanyak 15 sedangkan pada tahun
2021 terjadi peningkatan menjadi 20 balita (Mariyanah, 2022). Berdasarkan pemaparan
di atas dapat diambil sebuah rumusan masalah, yaitu apa saja faktor-faktor yang
berhubungan dengan terjadinya KEK pada ibu hamil dan stunting pada balita di
Kecamatan Jasinga tahun 2023.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada ibu
hamil dengan indeks pengukuran LiLA dan status gizi pada balita usia 6-24 bulan
dengan indeks pengukuran BB/U, PB/U atau TB/U, BB/PB atau BB/TB.
2. Tujuan Khusus
a. Ibu Hamil
1) Mengidentifikasi karakteristik ibu hamil meliputi usia ibu hamil, usia
kehamilan, jarak kehamilan, dan status ekonomi keluarga.
2) Mengidentifikasi status gizi pada ibu hamil berdasarkan indeks pengukuran
Lingkar Lengan Atas (LiLA).
3) Mengidentifikasi penambahan berat badan ibu hamil selama kehamilan.
4) Mengidentifikasi asupan energi dan zat gizi makro (protein, lemak, dan
karbohidrat) pada ibu hamil.
5) Mengidentifikasi asupan zat gizi mikro (zat besi dan asam folat) pada ibu
hamil.
6) Mengidentifikasi pengetahuan ibu hamil terkait gizi.
7) Mengidentifikasi cakupan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) pada ibu
hamil.
8) Mengidentifikasi ketahanan pangan rumah tangga.
9) Menganalisis hubungan asupan energi dengan status gizi pada ibu hamil
berdasarkan indeks pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
10) Menganalisis hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi pada ibu hamil
berdasarkan indeks pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
11) Menganalisis hubungan asupan protein dengan status gizi pada ibu hamil
berdasarkan indeks pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
12) Menganalisis hubungan asupan lemak dengan status gizi pada ibu hamil
berdasarkan indeks pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
13) Menganalisis hubungan pengetahuan terkait gizi dengan status gizi pada ibu
hamil berdasarkan indeks pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
14) Menganalisis hubungan ketahanan pangan keluarga dengan status gizi pada
ibu hamil berdasarkan indeks pengukuran Lingkar Lengan Atas (LiLA).
15) Menganalisis hubungan cakupan pemeriksaan Antenatal Care (ANC) dengan
status gizi pada ibu hamil berdasarkan indeks pengukuran Lingkar Lengan
Atas (LiLA).
b. Baduta
1) Mengidentifikasi status gizi pada balita berdasarkan indeks pengukuran BB/U,
PB/U atau TB/U, BB/PB atau BB/TB.
2) Mengidentifikasi asupan energi dan zat gizi makro (protein, lemak, dan
karbohidrat) pada balita usia 6 – 24 bulan.
3) Mengidentifikasi asupan zat gizi mikro (zink dan kalsium) pada balita usia 6 –
24 bulan.
4) Mengidentifikasi riwayat IMD pada balita usia 6 – 24 bulan.
5) Mengidentifikasi riwayat pemberian ASI eksklusif pada balita usia 6 – 24
bulan.
6) Mengidentifikasi riwayat diare pada balita usia 6 – 24 bulan.
7) Mengidentifikasi pengetahuan terkait gizi pada ibu balita usia 6 – 24 bulan.
8) Mengidentifikasi ketahanan pangan rumah tangga pada balita usia 6 – 24
bulan.
9) Menganalisis hubungan asupan energi dengan status gizi pada balita usia 6 –
24 bulan berdasarkan indeks pengukuran PB/U atau TB/U.
10) Menganalisis hubungan asupan karbohidrat dengan status gizi pada balita usia
6 – 24 bulan berdasarkan indeks pengukuran PB/U atau TB/U.
11) Menganalisis hubungan asupan protein bulan dengan status gizi pada balita
usia 6 – 24 berdasarkan indeks pengukuran PB/U atau TB/U.
12) Menganalisis hubungan asupan lemak dengan status gizi pada balita usia 6 –
24 bulan berdasarkan indeks pengukuran PB/U atau TB/U.
13) Menganalisis hubungan asupan zink dan kalsium dengan status gizi pada
balita usia 6 – 24 bulan berdasarkan indeks pengukuran PB/U atau TB/U.
14) Menganalisis hubungan riwayat IMD dengan status gizi pada balita usia 6 –
24 bulan.
15) Menganalisis hubungan riwayat pemberian ASI eksklusif dengan status gizi
pada balita usia 6 – 24 bulan.
16) Menganalisis hubungan riwayat diare dengan status gizi pada balita usia 6 –
24 bulan.
17) Menganalisis hubungan pengetahuan ibu balita terkait gizi dengan status gizi
pada balita usia 6 – 24 bulan.
18) Menganalisis hubungan ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi
pada balita usia 6 – 24 bulan.
D. Manfaat
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah bukti empiris mengenai faktor-
faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK pada ibu hamil dan stunting pada
balita usia 6-24 bulan serta dapat menambah pengetahuan mengenai upaya yang
dapat dilakukan untuk mencegah dan mengurangi kejadian KEK ibu hamil dan
stunting pada balita 6-24 bulan.
2. Praktis
a. Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi dasar informasi dan dapat
diimplementasikan bagi masyarakat dalam menangani masalah stunting pada
balita usia 6-24 bulan dan Kekurangan Energi Kronik (KEK) pada ibu hamil.
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat bermanfaat dalam menambah ilmu pengetahuan,
memperluas wawasan, pengalaman, serta penerapan ilmu yang diperoleh selama
menempuh pendidikan di bangku perkuliahan.
c. Institusi Kesehatan
Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan terkait dengan masalah
stunting pada balita usia 6-24 bulan dan kejadian Kekurangan Energi Kronik
(KEK) pada ibu hamil di Kabupaten Bogor, serta faktor-faktor yang dapat
mempengaruhinya, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan dan perbaikan
gizi baik pada balita maupun ibu hamil.
E. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat pada tahun 2023. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada ibu hamil dengan indeks
pengukuran LiLA dan status gizi pada balita usia 6-24 bulan dengan indeks pengukuran
PB/U dan TB/U. Responden yang diambil adalah ibu hamil dan balita usia 6-24 bulan.
Status gizi ibu hamil ditentukan menggunakan LiLA dengan nilai normal LiLA ≥23,5 cm
sedangkan status gizi balita ditentukan menggunakan indeks antropometri PB/U atau
TB/U. Penelitian ini dilakukan menggunakan desain studi cross-sectional atau potong
lintang. Data dikumpulkan menggunakan pengukuran antropometri (tinggi badan, berat
badan, dan lingkar lengan atas) dan kuesioner kemudian diolah menggunakan aplikasi
WHO Anthro, Sample Size, dan Exel Membuat Menu Yuk!. Data dianalisis
menggunakan software statistik IBM SPSS Statistics. Analisis data yang dilakukan yakni
univariat dan bivariat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ibu Hamil
1. Definisi Ibu Hamil
Ibu hamil merupakan wanita yang mengandung dimulai dari pembuahan
sampai terlahirnya janin, dimana masa antara kehidupan sebelum memiliki anak
yang berada dalam kandungan dan kehidupan nanti setelah anak itu lahir yang
disebut waktu transisi kehamilan (Ratnawati, 2020). Implantasi yaitu ovum yang
telah dibuahi membelah diri menuju oleh rambut getar tuba ke dalam ruang rahim
kemudian menempel pada mukosa rahim untuk bersarang di ruang rahim. Proses
tersebut memerlukan waktu sekitar 6-7 hari dari pembuahan sampai nidasi
berlangsung (Restyana, 2012 dalam Sumarmi, 2015). Terjadinya konsepsi dimulai
dari proses kehamilan dimana bersatunya sel telur (ovum) dan sperma, proses
kehamilan (gestasi) membutuhkan waktu selama 40 minggu atau 280 hari terhitung
dari hari pertama menstruasi terakhir, usia kehamilan yaitu 38 minggu terhitung
mulai dari tanggal konsepsi (tanggal bersatunya sperma dengan telur) yang terjadi
dua minggu setelahnya (Kamariyah et al., 2014).

2. Status Gizi Ibu Hamil


Status gizi merupakan pengukuran keberhasilan pemenuhan zat gizi. Status
gizi juga dapat diartikan sebagai ukuran yang menggambarkan kondisi tubuh yang
dapat dilihat dari asupan makan dan penggunaan zat-zat di dalam tubuh.
Status gizi dibagi menjadi beberapa kategori diantaranya status gizi kurang, gizi
normal, dan gizi lebih. Status gizi selama kehamilan memiliki pengaruh yang besar
terhadap proses kelahiran bayi. Ibu yang kekurangan gizi dapat meningkatkan risiko
keguguran, kematian pre-natal yaitu kematian janin pada usia kehamilan 22 minggu
sampai 1 minggu setelah lahir, dan kematian neonatal yaitu bayi usia 0-28 hari
(Puspitaningrum, 2017).
Pengukur status gizi ibu hamil menggunakan pengukuran antropometri LiLA,
tinggi badan, dan berat badan. Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA) merupakan
pengukuran antropometri dengan mengukur lingkar lengan atas pada bagian tengah
antara ujung bahu dan ujung siku. Pengukuran LiLA ini dengan alat bantu pita LiLA.
Pengukuran LiLA dapat mendeteksi adanya KEK (Kekurangan Energi Kronik) pada
ibu hamil. Pemantauan berat badan ibu selama kehamilan sangat penting untuk
memantau perkembangan janin di dalam kandungan.
a. Cara Pengukuran Status Gizi Ibu Hamil
I. Pengukuran lingkar lengan atas menggunakan pita LiLA
Alat ukur yang digunakan adalah pita LiLA dengan ketelitian 0,1 cm.
1) Pastikan pita LiLA yang digunakan tidak kusut
2) Menanyakan kepada responden tangan mana yang sering digunakan
untuk beraktivitas antara tangan kanan atau tangan kiri, apabila yang
sering digunakan untuk beraktivitas tangan kanan maka yang diukur
tangan kiri begitupun sebaliknya jika tangan kiri sering digunakan untuk
melakukan aktivitas makan yang diukur tangan kanan.
3) Meminta responden untuk menekuk lengan hingga membentuk siku-siku
4) Ukur lengan panjang atas. mulai dari tulang bahu sampai siku-siku
5) Tandai titik tengah dari antara panjang tangan atas sampai siku-siku,
kemudian meminta responden untuk meluruskan tangan.
6) Lilitkan pita LILA pada titik tengah yang telah ditentukan
7) Baca angka yang tertera pada pita LILA
8) Catat hasil pengukuran
II. Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise
1) Pilih bidang yang datar seperti tembok sebagai tempat untuk meletakkan
microtoise
2) Pasang microtoise pada bidang tersebut dengan kuat dengan cara
menarik ujung meteran hingga lurus menuju angka nol, lalu tempel
dengan lakban.
3) Meminta responden untuk melepaskan sepatu/alas kaki dan hiasan
rambut.
4) Posisikan berdiri tegak lurus di bawah alat microtoise, pandangan lurus
ke depan dengan posisi tegak, bagian belakang kepala, tulang belikat,
bokong, tumit menempel ke dinding dan kedua lutut dan tumit rapat
5) Tarik kepala microtoise sampai puncak kepala.
6) Baca angka pada jendela baca dan mata pembaca harus sejajar dengan
garis merah.
7) Angka yang dibaca adalah yang berada pada garis merah dari angka kecil
ke arah angka besar
8) Catat hasil pengukuran tinggi badan.
III. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan
1) Pastikan alat timbangan ditempatkan di tempat yang datar dan timbangan
sudah dikalibrasi
2) Responden menggunakan pakaian seminimal mungkin atau ringan
3) Meminta responden untuk melepaskan aksesoris karena dapat
memberatkan pada saat menimbang
4) Meminta responden untuk menaiki timbangan dengan posisi berdiri
tegak dan pandangan menghadap ke depan.
5) Setelah itu baca dan dicatat hasil timbangan di jendela baca
6) Meminta responden untuk turun dari timbangan.

3. Kenaikan Berat Badan Pada Ibu Hamil


Kenaikan berat badan selama kehamilan hal yang normal selama kehamilan.
Pertambahan berat badan diperlukan ibu karena membawa calon bayi yang tumbuh
dan berkembang dalam rahimnya, hingga persiapan proses menyusui. Jadi, ibu hamil
tidak perlu khawatir bila badannya menjadi besar, tetapi sebaliknya mulai
merencanakan dan melakukan apa yang terbaik dan sehat bagi kehamilan (Suririnah,
2008).
Kenaikan berat badan setiap wanita hamil berbeda-beda tergantung pada tinggi
badan, berat badan sebelum kehamilan, ukuran bayi dan plasenta, dan kualitas diet
makan sebelum dan selama kehamilan. Berdasarkan dari perhitungan Indeks Massa
Tubuh (IMT), peningkatan berat badan selama kehamilan tergantung dari berat
badan sebelum hamil. Perhitungan IMT menggunakan ukuran berat badan dan tinggi
badan untuk memperkirakan jumlah total lemak dalam tubuh.
a. Kenaikan Berat Badan menurut Trimester Kehamilan
I. Trimester I (0-12 minggu)
Pada saat hamil nafsu makan ibu berkurang, karena ibu sering
mengalami rasa mual dan muntah. Pada trimester ini, ibu harus tetap
berusaha untuk makan agar janin dapat tumbuh dengan baik. Kenaikan berat
badan ibu hamil pada trimester I normalnya antara 0,7-1,4 kg.
II. Trimester II (sampai dengan usia kehamilan 28 minggu)
Pada saat ibu hamil memasuki trimester II nafsu makan pada ibu sudah
pulih kembali, kebutuhan makan harus diperbanyak. Kenaikan berat badan
ibu hamil pada trimester II normalnya di antara 6,7-7,4 kg.
III. Trimester III (sampai dengan usia kehamilan 40 minggu)
Pada saat hamil trimester III, nafsu makan ibu sangat baik, tetapi tidak
boleh berlebihan. Kenaikan berat badan ibu hamil pada trimester III
normalnya antara 12,7 - 13,4 kg (Waryana, 2010).
b. Kenaikan Berat Badan menurut IMT (Indeks Masa Tubuh)
Pola kenaikan berat badan pada saat hamil yang sehat tergantung pada pada
berat badan awal ibu sebelum hamil. Ibu yang memiliki berat badan awal ibu
sebelum hamil. Ibu yang memiliki berat badan berlebih seharusnya memiliki
kenaikan berat badan yang lebih sedikit dari ibu yang normal, begitu pula
sebaliknya. Berikut kebaikan berat badan ibu selama hamil menurut IMT
(Indeks Massa Tubuh).
Tabel Kenaikan Berat Badan ibu sebelum hamil menurut Indeks Masa Tubuh
(IMT)

IMT (kg/m) Total kenaikan berat Selama Trimester


badan yang disarankan II dan III

Berat Kurang
12,5 - 18 Kg 0,53 kg/minggu
(IMT <18,5 kg/m2)

Normal
11,5 16 kg 0,45 kg/minggu
(IMT 18,5 - 24,9 kg/m2)

Berat Berlebih
(Overweight) 7 - 11,5 kg 0,27 kg/minggu
(IMT 25 - 29,9 kg/m2)

Obesitas
5 - 9,1 kg 0,23 kg/minggu
(IMT >30 kg/m2)
Sumber: Cunningham, Tahun 2013 dan IOM, Tahun 2010

4. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil


a. Zat Gizi Makro
I. Energi
Energi pada ibu hamil merupakan sumber utama untuk tubuh. Energi
memiliki fungsi sebagai sirkulasi dan sintesis protein. Energi juga dibutuhkan
untuk melakukan aktivitas fisik dan metabolisme tubuh. Berdasarkan pada
Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019, kebutuhan energi pada ibu hamil akan
meningkat pada trimester satu yaitu sebesar 180 kkal/hari dari kebutuhan,
kemudian lebih meningkat lagi sepanjang trimester kedua yaitu 300 kkal/hari,
dan pada trimester ketiga hingga melahirkan ada penambahan sebesar 300
kkal/hari (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Meningkatnya usia kehamilan dapat memengaruhi metabolisme tubuh
dan peningkatan kalori. Ibu hamil dengan kekurangan energi menyebabkan
inti dari DNA dan RNA kurang, selain itu dapat mengganggu profil asam
lemak yang menyebabkan transfer zat gizi ibu ke janin terganggu (Febrina et
al., 2014). Pembatasan energi atau kalori pada ibu hamil trimester kedua dan
ketiga dapat berisiko melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (Syari,
2015).

II. Protein
Protein merupakan zat gizi makro penting yang membentuk enzim,
hormon, komponen struktural dan sel sistem kekebalan tubuh melalui
stimulasi sintesis protein (Mann & Truswell, 2014). Fungsi protein untuk
tubuh manusia sangat penting, protein merupakan sumber energi setelah
glikogen, protein juga menjadi katalitase bagi reaksi biokimia dalam tubuh.
Selain itu protein digunakan sebagai penyusun struktur sel dan jaringan. Jika
asupan protein cukup maka status gizi akan baik termasuk ukuran lingkar
lengan atas (LILA).
Secara teoritis asupan protein berhubungan dengan ukuran lingkar lengan
atas. Jika asupan protein cukup maka akan berfungsi sebagai energi alternatif
terakhir setelah karbohidrat dan lemak terpakai. Artinya dominasi protein
sebagai sumber energi akan dilakukan sebagai kompensasi defisit energi
untuk mengurangi kejadian KEK (Guyton & hall, 2008).
Protein pada ibu hamil berfungsi sebagai pembangun jaringan pada
tubuh janin, sehingga asupan protein yang tidak sesuai atau kurang
mengakibatkan janin yang dikandung mengalami pertumbuhan janin
terlambat. Kebutuhan protein berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
2019, terdapat penambahan kebutuhan protein pada trimester I sebanyak 1
gram/hari, Trimester II sebanyak 10 gram/hari, dan pada Trimester III
sebanyak 30 gram/hari (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
III. Lemak
Salah satu fungsi lemak yaitu sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K.
Lemak sangat dibutuhkan pada ibu hamil untuk perkembangan dan
pertumbuhan janin selama dalam kandungan sebagai kalori utama, sebagai
cadangan energi selama dan setelah proses melahirkan dan lemak disimpan
untuk persiapan ibu sewaktu menyusui. Maka dari itu, ibu hamil harus
mengkonsumsi lemak dalam jumlah yang seimbang Kelebihan dalam
mengonsumsi lemak dapat mengakibatkan kegemukan (Proverawati et al.,
2009).
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019, terdapat penambahan
lemak pada Trimester I, II, dan II sebanyak 2,3 Gram. Jika kurang dalam
mengkonsumsi lemak dikhawatirkan akan kekeurangan energi selama
kehamilan yang berperngaruh pada bayi yang akan dilahirkan. Lemak juga
berfungsi dalam perkembangan otak syaraf, sehingga apabila kekurangan
dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan pertumbuhan saraf janin (Nurbaiti,
2015).

IV. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang dibutuhkan untuk
tubuh selama kehamilan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin. Pada
umumnya kandungan karbohidrat ini berkisar 60-70% dari total konsumsi
energi. Kebutuhan energi bagi ibu hamil adalah 300 sampai 500 kalori lebih
banyak dari masa sebelum hamil. Energi tambahan ini untuk memenuhi
metabolisme basal yang meningkat, aktivitas fisik yang semakin boros energi
dan penimbunan lemak untuk cadangan energi (Muliawati, 2013).
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019, terdapat penambahan
kebutuhan karbohidrat pada ibu hamil trimester I sebanyak 25 gram/hari,
Sedangkan pada trimester II dan trimester III, ibu hamil memiliki
penambahan karbohidrat sebesar 40 gram/hari (Kementerian Kesehatan RI,
2019). Pembatasan kalori atau energi pada ibu hamil dapat menyebabkan
risiko bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (Syari et al., 2015).
Kekurangan konsumsi karbohidrat pada ibu hamil akan mengalami
kekurangan energi baik selama kehamilan dan persalinan dan bisa terjadi
BBLR (Nurbaiti, 2015).
b. Zat Gizi Mikro
I. Zat Besi
Selama masa kehamilan kebutuhan wanita akan zat besi meningkat
sebesar 200-300%. Zat besi pada masa kehamilan dibutuhkan untuk
peningkatan volume darah, menyediakan Fe bagi plasenta, dan menggantikan
darah yang hilang selama masa persalinan. Zat besi yang perlu disimpan
selama masa kehamilan sekitar 800-1.040 mg. Jumlah ini diperlukan untuk
ditransfer ke janin (300 mg), pembentukan plasenta (50-75 mg),
meningkatkan jumlah hemoglobin maternal (450-500 mg), diekskresikan
melalui usus, urin, dan kulit (200 mg), dan sisanya akan lenyap ketika
melahirkan (200 mg) (Arisman, 2009). Ibu hamil yang mengkonsumsi
makanan setiap 100 kalori akan menghasilkan 8-10 mg zat besi (Paramita,
2019).
Kondisi ibu hamil diharapkan untuk mengkonsumsi tablet tambah
darah. Namun, konsumsi tablet tambah darah memiliki beberapa efek
samping seperti konstipasi dan mual. Salah satu strategi dalam meredakan
efek samping akibat konsumsi tablet tambah darah adalah dengan
mengkonsumsinya sebelum tidur (Paramita, 2019).

II. Asam Folat


Asam folat (Vitamin B9) merupakan salah satu kebutuhan Nutrisi yang
paling utama diberikan kepada Ibu hamil. Vitamin B9 merupakan salah satu
unsur penting dalam sintesis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), Pertumbuhan
dan perkembangan janin. Asam folat sangat mempengaruhi kehamilan karena
asam folat sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin
pada ibu hamil. Tidak hanya itu, asam folat mempunyai peran penting dalam
pembentukan satu pertiga sel darah merah pada ibu hamil. Oleh karenanya,
jika ibu hamil kekurangan asam folat, maka akan sangat rentan untuk terjadi
anemia. Ibu hamil yang mengalami anemia, mempunyai peluang lebih besar
untuk terkena KEK, melahirkan bayi dengan BBLR, pendarahan pada saat
persalinan serta dapat mengakibatkan kematian pada ibu dan bayi (Aghadiati,
2020). Menurut AKG 2019 bahwa kebutuhan ibu hamil trimester 1 -
trimester 3 sebanyak 200 mcg (Kemenkes, 2019).

5. Asupan Gizi Ibu Hamil


a. Zat Gizi Makro
I. Energi
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dictara (2020) menunjukkan
bahwa terdapat hubungan antara asupan energi dan KEK pada ibu hamil.
Asupan energi yang kurang akan berdampak pada kurangnya ketersediaan zat
gizi lainnya seperti lemak dan protein yang merupakan sumber energi
alternatif. Apabila asupan energi tidak adekuat, maka cadangan lemak dalam
tubuh akan digunakan. Bila cadangan lemak digunakan secara terus menerus,
maka protein yang terdapat pada hati dan otot akan diubah menjadi energi.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya deplesi masa otot yang ditandai dengan
pengukuran lingkar lengan atas <23,5 cm, sehingga KEK dapat terjadi
apabila asupan energi rendah secara terus menerus. Menurut Studi Diet Total
(2014) terdapat kategori asupan energi yaitu : Asupan sangat kurang (<70%
AKE), asupan kurang (70 - <100% AKE), asupan normal (100 - < 130%
AKE), dan asupan berlebih (>130% AKE) (SDT, 2014).
Kurang energi kronis (KEK) merupakan masalah yang belum
terpecahkan saat ini. Banyak faktor yang sulit diatasi pada masalah KEK.
Apabila masalah ini tidak cepat ditangani, KEK akan berdampak pada
penurunan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang lebih lanjut dapat
berakibat kegagalan pertumbuhan fisik, perkembangan mental dan
kecerdasan, menurunkan produktivitas serta meningkatkan angka kematian
ibu, angka kesakitan dan bayi berat lahir rendah (BBLR) (Ahmad et al.,
2020).
II. Protein
Protein berasal dari kata Protoes yang berarti utama. Seperlima bagian
tubuh terdiri dari protein. Seperdua berada di otot, seperlima di dalam tulang
dan tulang rawan, sepersepuluh dalam kulit dan sisanya berada dalam cairan
tubuh dan jaringan lainnya. Ibu hamil membutuhkan sekitar 17 g/hari protein.
Kebutuhan protein pada ibu hamil mengalami peningkatan dibandingkan
pada saat tidak hamil yaitu dibutuhkan tambahan asupan protein sebesar 1 g
pada trimester I, 10 g pada trimester II dan 30 g pada trimester III (Republik
Indonesia, 2019).
Protein berperan dalam pembentukan sel-sel darah merah,
perkembangan jaringan serta pembentukan plasenta. Seperlima dari asupan
protein dapat dapat berasal dari protein hewani seperti ikan, telur, daging,
susu, yogurt dan selebihnya dapat berupa protein nabati seperti tempe, tahu,
kacang-kacangan dan lainnya. Ditemukan adanya teori yang mendukung
bahwa ibu hamil yang kekurangan asupan protein menyebabkan ibu berisiko
KEK. Protein bermanfaat untuk pertumbuhan dan mempertahankan jaringan,
membentuk senyawa esensial tubuh, mengatur keseimbangan air,
mempertahankan kenetralan asam basa tubuh, membentuk antibodi dan
mentranspor zat gizi, bila ibu hamil kekurangan asupan protein maka ibu
hamil akan memiliki kondisi fisik yang lemah dan rentan terhadap suatu
penyakit sehingga bisa menyebabkan ibu terkena KEK (Proverawati, 2011).
Asupan protein pada ibu hamil mengalami peningkatan dibandingkan
pada saat tidak hamil yaitu dibutuhkan tambahan asupan protein sebesar 1 g
pada trimester I, 10 g pada trimester II dan 30 g pada trimester III (Republik
Indonesia, 2019). Sumber protein dari hewani meliputi daging, susu, telur,
ikan, telur, dan hasil olahannya, sedangkan dari nabati kacang-kacangan dan
hasil olahannya yaitu tempe, tahu, dan susu kedelai (Savitri, 2015).
Menurut (Ahmad et al., 2020) terdapat hubungan antara asupan protein
dengan risiko KEK ibu Berdasarkan hasil uji statistik dengan fisher’s exact
diperoleh p-value sebesar 0,017 yang berarti terdapat hubungan yang
bermakna antara asupan protein dengan kejadian KEK. Menurut Studi Diet
Total (2014) terdapat kategori asupan protein yaitu : Asupan sangat kurang
(<70% AKP), asupan kurang (70 - <100% AKP), asupan normal (100 - <
130% AKP), dan asupan berlebih (>130% AKP). (SDT, 2014).

III. Lemak
Pada ibu hamil, lemak memiliki peranan yang penting yaitu menyediakan
cadangan energi metabolik yang berupa asam lemak. Nurbaiti (2015) bahwa
Ibu hamil yang kurang dalam mengonsumsi lemak maka dikhawatirkan akan
kekurangan energi selama kehamilan dan persalinan yang berpengaruh pada
bayi yang akan dilahirkan. Lemak juga berfungsi dalam perkembangan otak
syaraf sehingga apabila kekurangan dapat mengakibatkan ketidaksempurnaan
pertumbuhan syaraf janin, sedangkan apabila ibu mengalami kelebihan dalam
100 mengonsumsi lemak maka bayi akan terjadi penimbunan energi pada
bayi dan janin. Selain itu, terdapat hubungan yang bermakna antara asupan
lemak dengan kejadian KEK pada ibu hamil
Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara asupan energi dengan KEK. Asupan energi yang
kurang akan berdampak pada kurangnya ketersediaan zat gizi lainnya seperti
lemak dan protein yang merupakan sumber energi alternatif. Apabila tubuh
kekurangan kandungan energi maka protein dan lemak akan mengalami
perubahan untuk menjadi sumber energi sehingga kedua zat ini akan
menurun fungsinya. Apabila ini berlangsung dalam waktu yang lama maka
akan terjadi perubahan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh. Energi
dalam tubuh manusia dapat timbul karena adanya pembakaran karbohidrat,
protein, dan lemak sehingga manusia membutuhkan zat-zat makanan yang
cukup untuk memenuhi kecukupan energinya (NT. Rahayu, 2017).
Menurut (Gotri, 2019) Terdapat hubungan yang bermakna antara
asupan lemak dengan kejadian KEK pada ibu hamil Asupan lemak dengan
kejadian KEK pada ibu hamil didapatkan nilai signifikansi p=0,000 (p >
0,05) yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara
asupan lemak dengan kejadian KEK pada ibu hamil. Menurut Studi Diet
Total (2014) dikatakan asupan sangat kurang jika < 70% AKG, asupan
kurang jika 70 – <100% AKG, asupan normal jika 100 – <130% AKG, dan
asupan berlebih jika >130% AKG (SDT, 2014).

IV. Karbohidrat
Asupan pada wanita tidak hamil usia 19-29 tahun yaitu sebesar 360g/hari
dan untuk usia 30-49 tahun membutuhkan sekitar 340 g/hari. ibu yang hamil
dibutuhkan penambahan asupan karbohidrat sebesar 25 g pada trimester 1
sebanyak 25 g, pada trimester II dan III sebanyak 40 g (AKG, 2019). Sumber
karbohidrat dapat dipenuhi dengan mengonsumsi makanan seperti nasi, roti,
sereal, jagung, singkong, ubi jalar dan lainnya. Ditemukan adanya teori yang
mendukung bahwa apabila asupan karbohidrat yang dikonsumsi tidak
mencukupi untuk kebutuhan energi tubuh dan jika tidak cukup terdapat
lemak
di dalam makanan atau cadangan lemak yang disimpan di dalam tubuh maka
asupan protein akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai fungsi energi
sehingga ibu hamil yang kekurangan asupan karbohidrat menyebabkan ibu
berisiko KEK (Proverawati, 2011).
Menurut Sarni (2020) terdapat hubungan antara karbohidrat dengan
kejadian KEK, dari hasil analisa bivariate dengan chi square yang
menghubungkan kedua varibel yaitu antara pola makan (karbohidrat) dan
kejadian kekurangan energi kronik pada kedua kelompok responden bernilai
p-value 0,000. Nilai p-value 0,000 > 0,05 yang memiliki arti ada hubunga
antara karbohidrat dengan kejadian kekurangan energi kronik (KEK).
Menurut Studi Diet Total (2014) dikatakan asupan sangat kurang jika < 70%
AKG, asupan kurang jika 70 – <100% AKG, asupan normal jika 100 –
<130% AKG, dan asupan berlebih jika >130% AKG (SDT, 2014).

b. Zat Gizi Mikro


I. Zat besi
Zat besi merupakan kelompok trace mineral yang berfungsi untuk
pertumbuhan dan metabolisme energi dan mengurangi kejadian anemia dan
Kekurangan Energi Kronik (KEK). Zat besi pada pertumbuhan dan
perkembangan janin memiliki peran dalam cofactor enzim yang terlibat
proses reaksi oksidasi dan reduksi, yang terjadi pada tingkat sel selama
proses metabolism. Zat besi juga merupakan komponen penting dari
hemoglobin yang membawa oksigen pada sel darah merah keseluruh tubuh
(Irnawati, 2023).
Kurang Energi Kronis (KEK) merupakan keadaan dimana ibu
menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis)
sehingga menimbulkan gangguan kesehatan pada ibu hamil (Depkes RI.,
2002). KEK terjadi pada wanita usia subur (WUS) dan ibu hamil. Faktor
penyebab dari KEK pada ibu hamil seperti ketidak seimbangan zat gizi
makro dan mikro, termasuk zat besi, penyakit infeksi, dan perdarahan pada
ibu hamil. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat mengalami keguguran,
risiko persalinan prematur, lahir sebelum waktunya, BBLR, perdarahan pada
setelah waktu melahirkan keadaan seperti ini juga dapat memicu kekurangan
energi kronis (KEK) pada ibu hamil (Soekirman, 2005).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 yang
dipublikasikan tahun 2014, prevalensi risiko KEK ibu hamil umur 15- 49
tahun adalah 24,2%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa prevalensi risiko
KEK pada ibu hamil masih tinggi. Ibu hamil KEK dianggap sebagai masalah
kesehatan masyarakat bila prevalensinya ≥10% (Depkes RI,2009)
Menurut Cahya (2019), hasil penelitian hubungan tingkat kepatuhan
mengkonsumsi fe (zat besi) dengan Kekurangan Energi Kronis pada ibu
hamil di Puskesmas Wilayah Kota Mataram dengan jumlah responden yang
diteliti sebanyak 399 responden, dengan uji chi square di dapatkan nilai
signifikan (p value) adalah 0.000 (p<0.05) dengan nilai 4.553 yang dapat
diinterpretasikan ibu hamil yang memiliki kepatuhan tinggi akan 4.553 kali
lebih besar untuk mengurangi kekurangan energi kronis. Dalam hal ini
kejadian KEK pada ibu hamil tidak saja dipengaruhi oleh tingkat konsumsi
Fe saja melainkan juga riwayat status gizi sebelum hamil, adanya riwayat
penyakit kronis dan lain-lain karena biasanya pada ibu hamil terjadi
peningkatan nafsu makan sehingga dapat mencegah terjadinya KEK.

2. Asam Folat
Asam folat (Vitamin B9) merupakan salah satu kebutuhan Nutrisi yang
paling utama diberikan kepada Ibu hamil. Vitamin B9 merupakan salah satu
unsur penting dalam sintesis DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), pertumbuhan
dan Perkembangan janin. Ibu hamil yang kekurangan asam folat dapat
terjadinya keguguran, BBLR, serta bayi lahir secara prematur. World Health
Organizatation (WHO) mengatakan, kebutuhan asam folat untuk ibu hamil
yaitu sebesar 400 – 600 mcg.
Asam folat sangat mempengaruhi kehamilan karena asam folat sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan janin pada ibu hamil.
Terdapat Hubungan pada ibu hamil yang mengalami KEK dengan
kekurangan asupan zat gizi mikro karena kekurangan zat gizi mikro seperti
zat besi dan asam folat yang menjadi salah satu penyebab ibu hamil
mengalami KEK dan anemia (Nurkhasanah, 2019). Asam folat dan zat besi
dibutuhkan oleh ibu hamil karena pada saat kehamilan kebutuhan oksigen
lebih tinggi sehingga memicu peningkatan produksi eritropoietin. Akibatnya,
volume plasma bertambah dan sel darah merah (eritrosit) meningkat
(Cunninggham et al, 2013; Winkjosatro H, 2009 dalam Hariati, 2019) serta
untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan janin tetap optimal. Ibu
hamil rentan terkena anemia mengalami kekurangan asam folat. Anemia pada
ibu hamil menyebabkan peluang terkena KEK lebih besar, melahirkan bayi
dengan BBLR, pendarahan pada saat persalinan serta dapat mengakibatkan
kematian pada ibu dan bayi (Faradina Aghadiati, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh (Suastira, 2018) menyatakan bahwa
terdapat hubungan yang bermakna antara frekuensi konsumsi pangan sumber
asam folat dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Maka, hal tersebut sejalan
dengan penelitian Shinta, 2021 bahwa ada hubungan antara KEK terhadap
kejadian anemia pada ibu hamil. Ibu hamil dengan KEK mempunyai
kemungkinan 39 kali lebih berisiko untuk mengalami anemia dibandingkan
dengan ibu hamil yang tidak KEK (OR = 39,00). Oleh karena itu, hubungan
antara asam folat erat kaitannya dengan KEK pada ibu hamil.

6. Karakteristik Ibu Hamil


a. Usia Ibu Hamil
Usia merupakan salah satu variabel yang menjadi perhatian dalam berbagai
penelitian kesehatan. Usia ibu hamil sering dikaitkan dengan berbagai masalah
kesehatan termasuk status gizi ibu hamil. Wanita yang berada pada usia <20
tahun tergolong usia terlalu muda untuk hamil karena pada usia tersebut sistem
reproduksi masih mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Saat wanita
memasuki usia 20- 35 tahun sudah dianggap aman untuk hamil karena di saat
tersebut sistem reproduksi sudah matang (Fitri et al., 2022). Usia ibu hamil
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun berkaitan erat dengan berbagai
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan, nifas dan juga kesehatan
bayi ketika masih dalam kandungan maupun setelah lahir (Kurniasasi et al.,
2015)
Kehamilan yang terjadi pada usia terlalu muda ataupun terlalu tua sama-
sama memiliki resiko yang buruk bagi kesehatan ibu dan janin. Usia tergolong
terlalu muda adalah usia di bawah 20 tahun. Pada usia tersebut, kondisi rahim
dan panggul seringkali belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibatnya, ibu
hamil pada usia itu mungkin mengalami persalinan lama/macet
atau gangguan lainnya karena ketidaksiapan ibu untuk menerima tugas dan
tanggung jawabnya sebagai orangtua. Usia terlalu tua yaitu 35 tahun atau lebih
juga memiliki risiko terhadap terjadinya KEK (Kurniasasi et al., 2015)
Penelitian (Nuddin, et all., 2019) juga menginformasikan bahwa usia ibu
hamil merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian KEK
pada ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu hamil
termasuk dalam kelompok usia reproduksi sehat yaitu usia 20-35 tahun, baik
pada kelompok ibu hamil yang mengalami KEK maupun kelompok ibu hamil
yang tidak mengalami KEK.Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,03 dan nilai
rasio prevalens sebesar 4,089. Artinya ibu yang usianya terlalu muda (<20
tahun) atau terlalu tua (> 35 tahun) berisiko mengalami KEK pada saat hamil
sebesar 4,089 kali. Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh usia ibu hamil
terhadap kejadian KEK. Pada hasil penelitian sebagian besar kejadian KEK
ditemukan pada kelompok ibu yang berada pada usia <20 dan >35 tahun, hal
tersebut dapat terjadi karena usia <20 tahun merupakan usia perkembangan
dimana pada usia tersebut seorang wanita membutuhkan asupan gizi yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya guna mencapai perkembangan yang baik
sehingga apabila seorang wanita mengalami kehamilan pada usia tersebut maka
asupan zat gizi yang seharusnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan
tubuhnya akan terganggu. Kehamilan yang terjadi pada usia lebih dari 35 tahun
juga dapat mempengaruhi kondisi gizi ibu hamil karena pada usia tersebut tubuh
mulai mengalami penurunan kesehatan sehingga dapat menghambat asupan zat
gizi bagi janin yang disalurkan melalui plasenta. Selain itu, pada usia >35 tahun
seorang wanita banyak yang sudah mengalami perubahan tekanan darah dan
bahkan terjadi peningkatan kadar gula darah sehingga harus membatasi asupan
makanan demi mempertahankan diit yang sesuai kondisi tubuhnya. Sementara di
sisi lain seorang wanita hamil membutuhkan asupan zat gizi yang cukup
berimbang sehingga pada kondisi menyebabkan meningkatnya resiko KEK
(Fitri et al., 2022).
b. Usia Kehamilan
Pada Masa Usia kehamilan merupakan masa dimana ibu membutuhkan
berbagai unsur gizi (Karbohidrat, protein, vitamin, mineral, lemak) yang lebih
banyak daripada yang diperlukan dari keadaan tidak hamil. Gizi tersebut selain
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri diperlukan juga untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin yang ada didalam kandungan (Moehji,
2013). Ibu hamil perlu memperhatikan asupan gizi yang dikonsumsi. Bukan
hanya memenuhi makanan dan minuman namun haruslah mengandung angka
kecukupan gizi yang cukup dan seimbang. Jika gizi selama kehamilan tidak
terpenuhi maka akan mengakibatkan kekurangan gizi yang dikenal sebagai KEK
(kurang energi kronis) hingga dampak buruknya pertumbuhan janin yang tidak
sempurna serta kecacatan janin (Seymour et al., 2019).
Asupan makanan ketika hamil berbeda dengan asupan sebelum kehamilan.
Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG) tahun 2019 ditambahkan energi
sebesar 180 kkal per hari selama kehamilan trimester satu, protein 1g/hari,
lemak 2,3g/hari, dan karbohidrat 25g/hari. Sementara pada trimester dua terjadi
penambahan energi 300 kkal, protein 10g/hari, lemak 2,3g/hari, dan karbohidrat
40g/hari dan pada trimester tiga ditambahkan energi 300 kkal, protein 30g/hari,
lemak 2,3g/hari, karbohidrat 40g/hari (Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Selain asupan zat gizi makro, asupan zat gizi mikro juga sangat dibutuhkan
oleh ibu hamil walaupun diperlukan dalam jumlah yang kecil, tetapi sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi fisik yang normal.
untuk mencegah ibu hamil menderita KEK, vitamin zat besi sangat diperlukan
pada ibu hamil. Selain zat besi, asupan zat gizi mikro lain yang berpengaruh
antara lain asam folat.
Pada makanan ibu hamil, setiap 100 kalori dapat menghasilkan zat besi
sebanyak 8-10 mg. Jika makan sebanyak 3 kali dengan kalori sebanyak 2500
kal, maka dapat menghasilkan zat besi sebanyak 20-25 mg/hari. Selama masa
kehamilan melalui perhitungan 288 hari, maka wanita hamil dapat menghasilkan
sekitar 100 mg zat besi, sehingga kebutuhan zat besi masih dikatakan kurang
dan olehnya itu perlu asupan tambahan dengan cara pemberian tablet besi
(Kemenkes RI, 2020). Selain zat besi, zat gizi mikro seperti asam folat juga
dibutuhkan selama masa kehamilan, karena memiliki peranan dalam tumbuh
kembang syaraf otak. Selama kehamilan, asam folat yang dibutuhkan sebanyak
600 µg/hari, dan akan berkontribusi sebesar 70% terhadap tumbuh kembang
otak (Maksum, T. S., & Hulinggi, P., 2022).
c. Jarak Kehamilan
Jarak kehamilan adalah suatu pertimbangan untuk menentukan kehamilan
anak pertama dengan kehamilan anak berikutnya. Jarak kehamilan idealnya
lebih dari 2 tahun antar kehamilan satu dengan berikutnya. Yang dimaksud
terlalu dekat adalah jarak kehamilan satu dengan berikutnya kurang dari 2 tahun
(24 bulan) hal ini dapat mengakibatkan janin atau anak akan mendapatkan
kualitas yang rendah dan dapat merugikan kesehatan ibu. Jarak ideal antara
kehamilan bermaksud untuk memberi kesempatan pada tubuh ibu memperbaiki
persendiannya dan organ-organ reproduksi untuk siap mengandung lagi (Susanti
et al., 2018). Selama dua tahun dari kehamilan pertama, seorang perempuan
harus benar-benar memulihkan kondisi tubuh serta meningkatkan Asupan Zat
gizi dalam tubuhnya (Paramashanti, 2019).
Seorang ibu harus memperhatikan jarak kehamilan karena sangat penting
untuk menjaga kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya. informasi
megenai jarak kehamilan bisa didapatkan dari Pemeriksaan ANC melalui kelas
ibu hamil, kelas ibu hamil merupakan tempat ibu hamil berdiskusi, curah
pendapat, memaparkan pengalaman selama kehamilan serta mendapatkan
informasi mengenai kesehatan kehamilan salah satunya jarak kehamilan yang
sehat. dengan demikian ibu hamil dapat mengetahui bahwa jarak kehamilan
dekat sebagai faktor risiko dalam kehamilan (Husain, 2008).
Jarak kehamilan berpengaruh pada kondisi ibu hamil dengan kehamilan
yang berulang dalam waktu dekat, sehingga memiliki risiko yang tinggi
terhadap kejadian Kekurangan Energi Kronik (KEK). Hal ini dikarenakan ibu
hamil membutuhkan kebutuhan energi yang banyak untuk memenuhi kebutuhan
energi ibu dan janin yang dikandung serta untuk pemenuhan gizi terhadap bayi
yang menyusu (Nugraha et al., 2019). Menurut penelitian terdapat hubungan
yang signifikan antara jarak kehamilan dengan kejadian KEK di Puskesmas
Pegayut Kecamatan Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan yang
ditandai dengan sebanyak 5 responden (62,5%) mengalami KEK dan 3
responden (37,5%) jarak kehamilannya dekat. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa ibu yang jarak kehamilannya dekat mempunyai peluang lebih besar untuk
mengalami KEK dibandingkan dengan ibu yang jarak kehamilannya jauh
(Suryani et al., 2021).

d. Status Ekonomi Keluarga


Status ekonomi berkaitan dengan pendapatan keluarga yang dapat
mempengaruhi perubahan status gizi pada ibu hamil. Hal ini disebabkan karena
penyediaan makanan bergizi membutuhkan dana yang tidak sedikit, sehingga
perubahan status gizi dipengaruhi oleh status ekonomi. Status ekonomi ibu
hamil akan mempengaruhi pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari-
harinya. Ibu hamil yang memiliki status ekonomi tinggi akan melakukan
pemeriksaan kehamilan sehingga gizi ibu hamil tersebut akan terpantau,
sedangkan ibu hamil yang memiliki status ekonomi yang rendah tidak dapat
memperhatikan kebutuhan gizi dan hygiene sanitasi makanan yang dikonsumsi
sehingga ibu hamil sangat beresiko terkena penyakit infeksi (Irianto, 2014).
Pekerjaan merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat kesehatan,
pekerjaan dapat mempengaruhi pendapatan yang mana pendapatan akan
mempengaruhi gizi yang akan dibeli maupun diperoleh ibu hamil. Seseorang
dengan ekonomi tinggi kemudian hamil maka akan berkemungkinan untuk
melakukan pemeriksaan ke pelayanan kesehatan untuk memeriksa
kesehatannya. Status Ekonomi keluarga sangat berpengaruh dalam pemilihan
makanan yang akan dikonsumsi sehari-harinya. Kondisi sosial ekonomi
berkaitan dengan rendahnya pendidikan ibu serta akses daya beli bahan
makanan yang dekat dapat menyebabkan buruknya asupan zat gizi pada ibu
hamil. Dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kejadian KEK pada ibu
hamil (Novitasari et al., 2019).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rini Febrianti (2020) bahwa
Terdapat Hubungan Antara Status Ekonomi dengan kejadian (KEK), Dari hasil
uji statistic chi-square diperoleh nilai p value 0.036 (p<0.05) dan nilai Odd
Rasio/Faktor Resiko (OR) 332 (114 - 965) ibu hamil yang mempunyai Status
Ekonomi Kurang memiliki peluang yang bermakna yaitu 332 kali untuk
mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan antara Status Ekonomi dengan kejadian KEK
pada Ibu Hamil di Puskesmas Talang Banjar Kota Jambi. Ibu hamil yang status
ekonominya tinggi kemungkinan besar akan dapat mencukupi kebutuhan gizi
sehingga kebutuhan gizi ibu hamil akan tercukupi. Ibu hamil yang status
ekonomi tinggi juga akan melakukan pemeriksaan kehamilan sehingga membuat
gizi ibu hamil semakin terpantau, sedangkan ibu hamil dengan status ekonomi
yang rendah tidak memperhatikan kebutuhan gizinya.

e. Pengetahuan Ibu Hamil Terkait Gizi


Menurut UU RI No.23 Tingkat pendidikan Ibu hamil dapat mendukung atau
mempengaruhi pengetahuan yaitu semakin tinggi pendidikan maka semakin
Tinggi pengetahuan Ibu hamil, karena tinggi informasi dapat mempermudah ibu
untuk menerima informasi baru sehingga tidak akan acuh terhadap informasi
tentang kesehatan, semakin rendah pendidikan pengetahuan maka ibu hamil
akan kurang informasi dan sangat acuh terhadap kesehatan. Pengetahuan
merupakan informasi yang dipakai dan melalui proses selama hidup dan
digunakan sebagai alat penyesuaian diri bagi diri sendiri maupun lingkungannya
(Sandra & Fredrika, 2015).
Ibu hamil harus konsumsi makanan seimbang untuk memenuhi kebutuhan
gizi ditiap trimestenya (Supariasa & Bachyar Bakri, 2002). Menurut (Purwanti
et al., 2016), Ibu hamil yang memiliki pengetahuan mengenai zat gizi yang baik
akan berpengaruh terhadap perilakunya khususnya berkaitan dengan makanan
yang akan dikonsumsi. Jika ibu hamil memiliki pengetahuan yang baik maka
saat pemilihan makanan yang akan dikonsumsi ibu akan lebih melihat kualitas
kandungan gizi makanan daripada kuantitas makanan yang akan dikonsumsi.
Kesehatan dan pertumbuhan ibu dan balita akan meningkat apabila
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung zat gizi. Sehingga
pengetahuan mengenai zat gizi sangat penting untuk ibu hamil
Pengetahuan ibu sangat bepengaruh dengan ketahanan pangan keluarga,
jarak kehamilan, dan usia keluarga. pada ketahanan pangan (ketahanan pangan
dalam keluarga apabila pengetahuan ibu yang tinggi pengetahuan ibu terkait gizi
maka akan memilih bahan makan yang bernilai gizi baik dan seimbang dirinya
dan keluarga, sedangakan rendahnya pengetahuan ibu terkait gizi maka ibu akan
memilih makanan dengan cara asal.
Pengetahuan dengan Jarak kehamilan penting bagi ibu hamil karena jika
belum berjarak dua tahun dari kelahiran sebelumnya, maka dapat dikatakan
belum siap untuk mengalami kehamilan berikutnya. Selama dua tahun dari
kehamilan pertama, seorang perempuan harus benar-benar memulihkan kondisi
tubuh serta meningkatkan Asupan Zat gizi dalam tubuhnya), dan usia kehamilan
(masa dimana ibu membutuhkan berbagai unsur gizi Karbohidrat, protein,
vitamin, mineral, lemak yang lebih banyak daripada yang diperlukan dari
keadaan tidak hamil (Seymour et al., 2019).
Menurut Moehji (1998), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang sangat
erat antara makanan dan status gizi seorang wanita selama hamil dengan
keadaan gizi bayi setelah lahir. Kurangnya pengetahuan gizi ibu hamil
mempengaruhi perilaku ibu hamil dalam memilih makanan dalam hal gizi
tambahan sehingga terjadi kekurangan gizi makanan selama kehamilan yang
berujung pada KEK pada masa kehamilan.
Masalah dan keadaan yang sering terjadi pada ibu hamil yaitu tidak
menyadari adanya peningkatan kebutuhan gizi selama masa kehamilan, perilaku
gizi yang salah sehingga terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi dan
kebutuhan (Depkes, 2000). Ibu hamil tidak boleh hanya mengikuti nafsu
makannya, karena nafsu makannya belum tentu sesuai dengan kebutuhan.
Malnutrisi bisa terjadi karena ketidaktahuan pada ibu hamil.

f. Ketahanan Pangan Keluarga


Ketahanan Pangan di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang No.
18 tahun 2012 Tentang Pangan. Undang-Undang tersebut menyatakan bahwa
ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai
dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya,aman,beragam,bergizi,merata dan terjangkau serta
tidak bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya masyarakat, untuk
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan
tidak hanya berfokus pada ketahanan pangan di tingkat wilayah namun juga
berfokus pada ketahanan pangan tingkat rumah tangga dan individu.
Level ketahanan pangan rumah tangga dapat dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor baik berasal dari rumah tangga itu sendiri maupun faktor yang
berasal dari luar rumah tangga (Sihite & Tanziha, 2021). Tingkat pendapatan,
tingkat pengetahuan terkait gizi, akses dan harga bahan makanan di pasar
mempengaruhi ketahanan pangan rumah tangga. Keluarga dengan tingkat
pendapatan yang tinggi dan pengetahuan yang baik cenderung memiliki
ketahanan pangan yang baik.Sebaliknya keluarga dengan pendapatan rendah dan
pengetahuan yang rendah memiliki tingkat ketahanan pangan yang rendah
(Putra & Dewi, 2020). Sedangkan akses dan harga bahan makanan juga
berpengaruh pada ketahanan pangan rumah tangga. Selain itu, harga bahan
pangan juga berpengaruh pada ketahanan pangan rumah tangga. Harga pangan
di pasar yang mahal menyebabkan daya beli masyarakat terhadap bahan pangan
menurun. Hal ini menyebabkan menurunnya konsumsi asupan zat gizi di tingkat
rumah tangga (Wulansari, 2020).
Ketahanan pangan tingkat rumah tangga berpengaruh terhadap pemenuhan
kebutuhan setiap anggota keluarga. Ketahanan pangan rumah tangga sangat
mempengaruhi status gizi ibu hamil. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
ibu hamil yang mengalami KEK atau mengalami masalah gizi lain berada dalam
situasi rawan pangan. Tingkat pendapatan rumah tangga yang baik disertai
dengan landasan pengetahuan gizi yang baik diharapkan dapat memperbaiki
tingkat konsumsi pangan sehingga dapat mencapai ketahanan pangan. Ibu hamil
yang memiliki status gizi normal menunjukkan sebagian besar berada pada
situasi rentan pangan ditandai dengan proporsi pengeluaran pangan tergolong
tinggi. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa rumah tangga dengan
pendapatan yang tergolong rendah akan memprioritaskan untuk membeli bahan
pangan dalam memenuhi kecukupan energi (Putra & Dewi, 2020).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Arnati Wulansari (2020) di
Desa Bungku Kabupaten Batanghari, penelitiannya menunjukkan adanya
hubungan antara kejadian KEK ibu hamil berdasarkan LILA dengan ketahanan
pangan.Hasil studi yang dilakukan pada ibu hamil dapat diketahui bahwa
sebagian besar rumah tangga ibu hamil mengalami kurang pangan. Hal ini
menandakan sebagian besar rumah tangga mempunyai pengeluaran pangan yang
rendah dan kurang mengonsumsi energi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Nara et al., 2015) bahwa ibu hamil dengan rumah tangga rawan
pangan cenderung memiliki LILA yang rendah. Lebih lanjut lagi apabila ibu
hamil dengan rumah tangga rawan pangan juga berisiko melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah. kemudian Penelitian yang dilakukan (Putra & Dewi,
2020) menyatakan terdapat hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga
dengan KEK pada ibu hamil, penelitian tersebut menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dengan nilai p-value=0.044 dengan nilai OR=0.114.
Hal ini menunjukkan bahwa peluang ibu hamil dengan ketahanan pangan rumah
tangga tergolong rentan pangan sebesar 0.114 kali lebih tinggi untuk berisiko
mengalami KEK dibandingkan ibu hamil dengan ketahanan pangan rumah
tangga yang tergolong rawan pangan.
Oleh karena itu, ketahanan pangan memiliki peran yang penting karena
ketahanan pangan mempengaruhi status gizi masyarakat itu sendiri. Jika
ketahanan pangan kurang maka status gizi otomatis menjadi kurang dan
menyebabkan turunnya derajat kesehatan. Kondisi rentan pangan erat kaitannya
dengan faktor pendapatan sehingga peningkatan pendapatan dapat mencapai
ketahanan pangan. Dan semakin baik kondisi ketahanan pangan rumah tangga
maka risiko untuk terkena KEK pada ibu hamil semakin rendah. Dengan
demikian maka ketahanan pangan sangat erat kaitannya dengan aspek gizi dan
kesehatan (Arlius et al., 2017).

7. Pemeriksaan Antenatal Care (ANC)


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan pertama yang harus dilaksanakan
oleh Kabupaten/Kota adalah pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai standar
pelayanan antenatal. Pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh
tenaga profesional yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan yang
dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal.
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) merupakan pemeriksaan yang
dilakukan pada ibu hamil guna mengoptimalkan kesehatan jasmani dan rohani
saat melahirkan dan pasca melahirkan (Sinambela & Solina, 2021). ANC juga
dilakukan untuk mengantisipasi risiko tinggi selama kehamilan.Komplikasi
kehamilan dan persalinan yang merupakan penyebab utama kematian ibu,
kejadian ini dapat dicegah melalui antenatal care (ANC) yang rutin dan teratur
(Azizah, 2021).
Frekuensi minimum pelayanan kesehatan atau layanan persalinan harus
diperhatikan untuk wanita hamil yaitu enam pemeriksaan kehamilan dan dua
pemeriksaan oleh dokter. Anjuran pemeriksaan kesehatan ibu hamil dilakukan
minimal satu kali pada trimester pertama (0-12 minggu) dua kali pada trimester
kedua (12-24 minggu) tiga kali pada trimester ketiga (24 minggu sampai
melahirkan) dan melakukan pemeriksaan oleh dokter minimal dua kali pada
kunjungan pertama pada trimester pertama dan pada kunjungan kelima pada
trimester ketiga (Kemenkes RI Ditjen P2P, 2021).
Masyarakat yang masih memeriksakan kehamilan ke dukun menunjukkan
bahwa pemanfaatan pelayanan antenatal di fasilitas pelayanan kesehatan masih
belum optimal, padahal pelayanan antenatal merupakan salah satu upaya yang
penting dalam usaha menurunkan AKI dan AKB. Ketersediaan pelayanan
kesehatan yang memadai yang menyediakan fasilitas pemeriksaan kehamilan
akan berdampak juga pada ibu hamil untuk memanfaatkan pelayanan antenatal.
Sebagaimana pendapat Notoatmodjo yang menyatakan bahwa fasilitas
merupakan faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya perilaku seseorang.
Hasil penelitian yang dilakukan Wijaya,dkk (2012) dengan uji statistik diperoleh
nilai p value sebesar 0,02 pada tingkat kemaknaan 5%. Hal ini menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara pelayanan kesehatan dengan
kunjungan antenatal care.
Tujuan Antenatal Care adalah untuk mempersiapkan persalinan dan
kelahiran dengan mencegah, mendeteksi, dan mengatasi masalah kesehatan
selama kehamilan. Menurut Kemenkes (2018) tujuan ANC adalah sebagai
berikut:
1) Memantau proses kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu serta tumbuh
kembang janin.
2) Mengetahui adanya komplikasi kehamilan sejak dini, serta riwayat penyakit
dan tindak pembedahan.
3) Meningkatkan kesehatan ibu dan janin.
4) Mempersiapkan proses persalinan sehingga dapat melahirkan dengan
selamat dan meminimalkan trauma yang mungkin terjadi.
5) Menurunkan jumlah kematian dan angka kesakitan ibu.
6) Mempersiapkan peran ibu serta keluarga untuk dapat menerima kelahiran
bayi agar dapat tumbuh kembang secara normal.
7) Mempersiapkan ibu agar nifas berjalan normal dan pemberian ASI
eksklusif.
1. Minimal 1 kali pada trimester I (Kunjungan 1/K1)
(Kunjungan 1/K1) adalah kunjungan pertama ibu hamil pada masa
kehamilan ke pelayanan kesehatan. Pemeriksaan pertama kehamilan
diharapkan dapat menetapkan data dasar yang mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim dan kesehatan ibu sampai persalinan.
Kunjungan ini dilakukan pada umur kehamilan <14 minggu). Pemeriksaan
yang dilakukan bertujuan untuk:
A. Mendiagnosis dan menghitung umur kehamilan.
B. Mengenali dan menangani penyulit-penyulit yang terjadi pada masa
kehamilan, persalinan, dan nifas.
C. Mengenali dan mengobati penyakit-penyakit yang mungkin diderita
sedini mungkin.
D. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan anak. e)
Memberikan nasehat-nasehat tentang cara hidup seharihari, keluarga
berencana, kehamilan, persalinan, nifas, dan laktasi.
2. Minimal 1 kali pada trimester II (Kunjungan 2/K2)
(Kunjungan 2/K2) Kunjungan ini dilakukan pada umur kehamilan 14- 28
minggu). Pemeriksaan yang dilakukan bertujuan untuk:
A. Pengenalan komplikasi akibat kehamilan dan pengobatannya
B. Penapisan pre-eklamsi genelli, infeksi alat reproduksi dan saluran
perkemihan.
C. Mengulang perencanaan persalinan.
3. Minimal 2 kali pada trimester III (Kunjungan 3 dan 4/K3 dan K4)
(Kunjungan 3 dan 4/K3 dan K4) Kunjungan ini dilakukan pada umur
kehamilan >28 minggu sampai kelahiran). Pemeriksaan yang dilakukan
bertujuan untuk:
A. Mengenali adanya kelainan letak janin.
B. Memantapkan rencana persalinan.
C. Mengenali tanda-tanda persalinan.
Antenatal Care memberikan manfaat dengan menemukan berbagai
kelainan, penyakit, atau gangguan yang diderita ibu hamil sehingga dapat
dilakukan penanganan lebih awal. Pemeriksaan ANC juga memberikan manfaat
bagi ibu dan janin (Purwaningsih dan Fatmawati, 2010). Antara lain:
a) Bagi Ibu
1) Meminimalisir komplikasi kehamilan dan mengurangi penyulit masa
antepartum.
2) Meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani ibu dalam menghadapi
proses kehamilan.
3) Meningkatkan kesehatan ibu pasca persalinan dan untuk pemberian
ASI.
4) Melakukan proses persalinan secara aman.
b) Bagi Janin
Manfaat bagi janin adalah mengurangi terjadinya kejadian prematuritas,
kelahiran mati dan berat bayi lahir rendah.
Setiap kehamilan memiliki risiko dan kematian ibu sehingga penting
dilakukan pemantauan dari masa kehamilan sampai masa nifas. Sesuai dengan
tujuannya yaitu meningkatkan mengoptimalkan kesehatan ibu hamil, baik rohani
dan jasmani, persiapan dalam menghadapi persalinan dan masa nifas, persiapan
dalam pemberian ASI, dan juga memulihkan kesehatan reproduks, maka jika
pemeriksaan tidak dilakukan selama masa kehamilan akan ada dampak tidak
baik bagi kehamilan tersebut (Kemenkes, 2018).
Dampak dari pelayanan antenatal care yang tidak dilaksanakan rutin adalah
kesehatan ibu dan janin tidak dapat diketahui keadaannya, tidak dapat memantau
kemajuan kehamilan sehingga tidak dapat diketahui keadan janin sehingga tidak
terdeteksi secara dini adanya ketidaknormalan yang mungkin terjadi pada ibu
hamil. Jadi asuhan antenatal care sangat penting selama masa kehamilan guna
memastikan proses alami uterus berfungsi dengan normal (Husniyah, Zahria
Arisanti et al., 2022).
Kunjungan ANC (Antenatal Care) adalah kunjungan ibu hamil ke petugas
kesehatan sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan
pelayanan/asuhan antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC)
petugas mengumpulkan data dan menganalisis kondisi ibu melalui pemeriksaan
fisik untuk mendapatkan diagnosis kehamilan serta ada tidaknya masalah atau
komplikasi kehamilan menurut Saifudin (2005).
Beberapa penelitian banyak yang membuktikan bahwa terdapat hubungan
antara pemeriksaan Antenatal Care (ANC) dan kondisi KEK pada ibu hamil.
Pada Hasil Penelitian Pertama bahwa terdapat Hubungan antara Pemeriksaan
Antenatal Care dengan Ibu Hamil KEK (Kekurangan Energi Kronik) Sebanyak
43 Ibu hamil, terdapat bahwa 17 orang ibu hamil Tidak Rutin mengikuti
Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) dan mengakibatkan mengalami KEK dan
sebanyak 26 orang ibu hamil mengikuti Pemeriksaan Antenatal Care (ANC)
yang tidak mengalami Risiko KEK (Indriati et al, 2018).
Pada Hasil Penelitian kedua bahwa terdapat Hubungan antara Pemeriksaan
Antenatal Care dengan Ibu Hamil Kekurangan Energi Kronik (KEK) sebagian
besar dengan pemeriksaan kehamilan Antenatal Care (ANC) tidak teratur yaitu
sebanyak 22 orang (91.7%) dan 2 orang (8.3%) dengan pemeriksaan kehamilan
teratur sedangkan ibu hamil yang tidak mengalami kejadian KEK sebagian besar
dengan pemeriksaan kehamilan Antenatal Care (ANC) teratur yaitu sebanyak 34
orang (66.7%) dan 17 orang (33.3%) dengan pemeriksaan kehamilan tidak
teratur.
Kesimpulan dari Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) untuk Ibu Hamil, Ibu
hamil yang mengikuti secara Rutin untuk pemeriksaan Antenatal Care (ANC)
memiliki Risiko KEK lebih rendah dibandingkan dengan Ibu Hamil yang tidak
mengikuti Pemeriksaan Antenatal Care secara teratur.
Kemampuan dan keberhasilan kerja bidan dalam memberikan pelayanan
antenatal care dapat diukur dari jumlah cakupan kunjungan K1 dan K4 yang
mempunyai target tersendiri. Dalam penelitian yang dilakukan sebelumnya,
disebutkan bahwa para wanita/ ibu menginginkan kepuasan/ pelayanan yang
baik selama ANC. Kepuasan ibu hamil dapat diperoleh dengan menjaga
kondisi fisik, sosial, dan kesehatan ibu serta janin (termasuk mencegah atau
mengurangi risiko, penyakit yang mungkin diderita, dan kematian), serta
memiliki transisi yang efektif saat menuju proses persalinan. Kepuasan bagi
wanita hamil merupakan kunci untuk perubahan/ transformasi ANC
sekaligus meningkatkan perkembangan keluarga maupun komunitas (Dwi
Ariyani, 2020).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Pattiasina (2019) mendapati hasil
analisis statistik dengan uji Chi square dengan tingkat kepercayaan 95%,
adanya hubungan keteraturan ANC dengan tingkat kehamilan risiko tinggi.
Faktor risiko kehamilan yang digolongkan berisiko adalah Primigravida ˂ 20
tahun atau ˃ 35 tahun, anak lebih dari 4, jarak persalinan < 2 tahun, kurang
energi kronis (KEK) LILA ˂ 23,5 cm, indeks massa tubuh (IMT) < 18,5, tinggi
badan <145 cm, dan memiliki riwayat obstetric yang tidak baik.

B. Balita
1. Definisi Balita
Balita adalah anak usia 6-24 bulan yang saat ini ditandai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat disertai dengan perubahan yang
membutuhkan gizi yang lebih berkualitas (Ariani, 2017). Masa balita merupakan
masa yang penting dalam perkembangan manusia. Perkembangan dan pertumbuhan
periode ini menentukan keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak pada
periode berikutnya. Masa pertumbuhan dan perkembangan pada usia tersebut
merupakan masa yang terjadi dengan cepat dan tidak pernah berulang sehingga
sering disebut masa keemasan atau golden age.
Kesehatan balita sangat dipengaruhi oleh gizi yang diserap tubuh, kurangnya
gizi yang diserap tubuh menyebabkan penyakit, karena gizi sangat berpengaruh
terhadap daya tahan tubuh (Gizi et al., 2018). Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia (2011) menyatakan bahwa balita adalah usia dimana anak tumbuh dan
berkembang pesat. Proses pertumbuhan dan perkembangan setiap individu berbeda-
beda, bisa cepat atau lambat tergantung dari beberapa faktor yaitu gizi, lingkungan,
dan sosial ekonomi keluarga.

2. Status Gizi Balita


Status Gizi merupakan gambaran keadaan tubuh seseorang yang dilihat dari
seimbangnya antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi makro dan zat gizi
mikro yang berasal dari makanan. Status gizi dibedakan menjadi empat, yaitu status
gizi buruk, gizi kurang, gizi baik atau normal, dan status gizi lebih (Almatsier,
2009). Status gizi individu dapat diukur melalui penilaian status gizi yang meliputi
pengukuran antropometri, biokimia, fisik fokus gizi, dan riwayat makan yang
kemudian dibandingkan menggunakan standar pembanding atau nilai rujukan yang
ada. Pada penilaian status gizi balita, pengukuran antropometri merupakan metode
yang paling sering digunakan.
Antropometri adalah pengukuran panjang, lebar, diameter, dan lingkar tubuh
manusia yang pada dasarnya dilakukan dua kali atau lebih pengukuran, dilanjut
dengan menghitung rasio dan proporsi, sehingga dapat digunakan untuk menilai
status gizi seseorang. Beberapa contoh ukuran tubuh manusia sebagai parameter
yang sering digunakan yaitu berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada,
lingkar lengan, dan lain-lain. Pada pengukuran status gizi balita, balita diukur
berdasarkan umur, berat badan dan tinggi badan yang dikategorikan dalam tiga
indikator antropometri:
a. Indeks BB/U
Indeks BB/U merupakan indikator status gizi yang menggambarkan
perbandingan berat badan dengan umur anak. Indikator ini digunakan untuk
mengidentifikasi anak dengan berat badan kurang (underweight) atau sangat
kurang (severely underweight). Indikator berat badan relatif mudah diukur dan
paling umum digunakan, namun tidak cocok digunakan jika umur anak tidak
diketahui dengan pasti (Kemenkes RI, 2017). Selain itu, meskipun
menggunakan data berat badan, indikator BB/U tidak dapat melihat apakah
seorang anak mengalami kelebihan berat badan atau sangat gemuk (Kemenkes,
2020).
Tabel Kategori Status Gizi Berdasarkan BB/U
Ambang batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Berat badan sangat kurang
< -3 SD
(severely underweight)
BB/U Berat badan kurang
Anak usia 0-60 -3 SD s.d < -2 SD
(underweight)
bulan Berat badan normal -2 SD s.d +1 SD
Risiko berat badan lebih > +1 SD
Sumber : Kemenkes, 2020

b. Indeks PB/U atau TB/U


Indeks PB/U atau TB/U merupakan indikator status gizi yang
menggambarkan perbandingan pertumbuhan anak menurut panjang atau tinggi
badan dengan umurnya. Indikator ini dapat mengidentifikasi anak-anak yang
pendek (stunted) atau sangat pendek (severely stunted) yang disebabkan oleh
kekurangan gizi dalam jangka panjang atau karena sering sakit (Kemenkes,
2020).
Tabel Kategori Status Gizi Berdasarkan PB/U atau TB/U
Ambang batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Sangat pendek (severely stunted) < -3 SD
PB/U atau TB/U Pendek (stunted) -3 SD s.d < -2 SD
Anak usia 0-60 Normal -2 SD s.d +3 SD
bulan Tinggi > +3 SD
Sumber: Kemenkes, 2020

c. Indeks BB/TB
Indeks BB/TB dapat menggambarkan apakah berat badan anak sesuai
terhadap pertumbuhan panjang/tinggi badannya. Indikator ini digunakan untuk
mengidentifikasi anak gizi kurang (wasted), gizi buruk (severely wasted), dan
anak berisiko gizi lebih (possible risk of overweight) (Kemenkes, 2020). Indeks
BB/TB juga dapat mengindikasikan masalah gizi yang bersifat akut sebagai
akibat dari peristiwa yang terjadi dalam waktu yang singkat. Gizi buruk
biasanya disebabkan oleh penyakit dan kekurangan asupan gizi yang baru saja
terjadi (akut) maupun kronis.
Tabel Kategori Status Gizi Berdasarkan BB/TB atau BB/PB
Ambang batas
Indeks Kategori Status Gizi
(Z-Score)
Gizi buruk (severely wasted) < -3 SD
Gizi kurang (wasted) -3 SD s.d < -2 SD
BB/TB atau BB/PB Gizi kurang -2 SD s.d +1 SD
Anak usia 0-60 Berisiko gizi lebih (possible risk
> +1 SD s.d +2 SD
bulan of overweight)
Gizi lebih (overweight) > +2 SD s.d +3 SD
Obesitas (obese) > +3 SD
Sumber: Kemenkes, 2020

Dari ketiga indikator di atas, kemudian dilakukan perhitungan Z-score untuk


menentukan status gizi balita. Z-score adalah skor standar berupa jarak skor
individu dari mean kelompoknya dalam satuan Standar Deviasi. Z-score
merupakan nilai simpangan Berat Badan atau Tinggi Badan dari nilai Berat
Badan atau Tinggi Badan normal menurut baku pertumbuhan WHO.
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

I. Pengukuran Status Gizi Balita


a) Pengukuran Berat Badan Bayi
1) Gunakan timbangan khusus bayi
2) Letakan timbangan bayi di meja yang datar.
3) Pastikan timbangan bayi tersebut telah disetel angka nol.
4) Baringkan bayi di atas timbangan.
5) Usahakan bayi memakai pakaian seminimal mungkin dan tidak
memakai pampers.
6) Pastikan angka pada timbangan bayi tidak berubah lalu baca dan
catat hasil pengukuran.
b) Pengukuran Berat Badan (anak >2 tahun)
1) Letakkan timbangan pada permukaan yang datar dan rata.
2) Pastikan timbangan menunjukkan angka nol (timbangan digital) atau
jarum berada tepat di angka nol (timbangan analog).
3) Responden memakai pakaian seminimal mungkin. Melepas alas kaki
dan perhiasan yang dapat memengaruhi pengukuran.
4) Responden berdiri tepat di tengah alat timbangan dan pastikan kaki
tidak menutupi jendela baca
5) Posisi tangan berada di samping, badan tegap, dan pandangan lurus
ke depan.
6) Posisi pengukur tepat di depan responden saat membaca hasil
penimbangan.
7) Angka di kaca jendela akan muncul dan tunggu sampai angka tidak
berubah. Begitu juga pada timbangan analog, pastikan jarum sudah
tidak bergerak dan tidak berubah.
8) Responden turun, kemudian melakukan penimbangan 1x lagi.
9) Pengukur mencatat hasil pengukuran.
c) Pengukuran Panjang Badan (0-24 bulan)
1) Pengukuran dilakukan oleh 2 orang.
2) Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar
3) Kepala bayi menempel pada pembatas angka.
4) Petugas 1 memegang kepala bayi menggunakan kedua tangannya
agar kepala tetap menempel pada pembatas angka 0 (pembatas
kepala). Petugas 2 menekan lutut bayi agar lurus menggunakan
tangan kiri, sedangkan tangan kanan menekan batas kaki ke telapak
kaki.
5) Petugas 2 membaca angka hasil pengukuran.
6) Jika anak umur 0-24 bulan diukur berdiri, maka hasil
pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.
Gambar Pengukuran Panjang Badan

(Sumber: UNICEF, 2002)

d) Pengukuran Tinggi Badan


Pengukuran tinggi badan menggunakan alat microtoise dengan
ketelitian 0,1 cm.
● Cara Memasang Microtoise
1) Gantungkan bandul benang untuk membantu memasang
microtoise di dinding agar lurus.
2) Letakan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari bandul
tersebut dan menempel pada dinding. Dinding harus rata.
3) Tarik papan penggeser ke atas, sejajar dengan benang berbandul
yang tergantung dan tarik sampai angka pada jendela baca
menunjukkan angka nol. Kemudian dipaku atau direkatkan pada
bagian atas microtoise.
4) Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita ukur, beri lagi
perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas microtoise.
● Prosedur Pengukuran
1) Pasang alat sesuai dengan petunjuk pemasangan.
2) Cari dinding rumah dan lantai yang rata.
3) Lepas alas kaki, penutup kepala seperti topi, peci, kunciran atau
sanggul rambut dan pampers yang digunakan oleh responden.
4) Posisi responden membelakangi alat ukur.
5) Responden berdiri tegak, pandangan lurus ke depan.
6) Lima bagian badan menempel di alat ukur (kepala, punggung,
pantat, betis dan tumit). Bila ini tidak mungkin, minimal 3
bagian yaitu punggung, pantat, dan betis.
7) Posisi pengukur berada di depan responden yang diukur.
8) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala
responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala
responden dan bagian belakang alat geser harus tetap menempel
pada dinding.
9) Baca angka pada jendela baca. Pembacaan dilakukan tepat di
depan angka pada garis merah, sejajar dengan mata petugas.
10) Lakukan pengukuran 2 kali dan catat hasil pengukuran.

3. Kebutuhan Gizi Balita


a. Zat Gizi Makro
Gizi adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang
keberlangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan balita. Kebutuhan
energi berasal dari makanan dapat diperoleh dari beberapa zat gizi makro
lainnya yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Energi memiliki fungsi sebagai
penunjang proses pertumbuhan, metabolisme tubuh dan berperan dalam proses
aktivitas fisik (Ayyuningtyas et al., 2018). Masa balita adalah masa transisi
terutama pada usia 1 - 2 tahun dimana anak mulai mengonsumsi makanan yang
padat, menerima rasa makanan, serta tekstur makanan yang baru (Pritasari et al.,
2017). Tujuan pemenuhan kebutuhan gizi pada bayi dan anak adalah untuk:
1) Pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psikomotor
2) Melakukan aktivitas fisik
3) Memberikan zat gizi yang cukup bagi kebutuhan hidup yaitu untuk
pemeliharaan dan atau pemulihan serta peningkatan kesehatan (Nasar, Sri
S., 2015)
Menurut rekomendasi dari European Food Safety Authority (EFSA) 2013
dan WHO 2013 adalah sebesar 100 - 110 kkal/kgBB dan akan berubah setiap 3
tahun pertambahan umur sebesar 10 kkal/kgBB. Pada usia balita 2 - 5 tahun,
penggunaan energi dalam tubuh adalah sebesar 50% untuk metabolisme basal, 5
- 10% untuk SDA, 12% untuk pertumbuhan, 25% untuk aktivitas fisik, dan 10%
terbuang melalui feses. Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2019,
anjuran kebutuhan zat gizi makro untuk balita dibagi menjadi 3 kelompok yaitu
anak usia 6 - 11 bulan, anak usia 1 - 3 tahun, dan anak usia 4 - 6 tahun
(PERMENKES, 2019).
Tabel 2.5 Angka Kecukupan Gizi Makro Balita yang Dianjurkan

Lemak

Kelompok BB TB Energi Protein (g) Karbohidrat


Umur (kg) (cm) (kkal) (g) Omega Omega (g)
Total
3 6

6 - 11
9 72 800 15 35 0,5 4,4 105
bulan

1-3
13 92 1350 20 45 0,7 7 215
tahun

Sumber: Angka Kecukupan Gizi (AKG 2019)

I. Protein
Protein merupakan senyawa kimia tubuh terbanyak setelah air. Setiap sel
dan jaringan tubuh mengandung protein. Proporsi protein dengan jumlah
besar terdapat dalam otot (43%) dengan proporsi cukup besar di dalam kulit
(15%), dan darah (16%). Setengah dari jumlah total protein hanya terdiri dari
empat jenis protein, yaitu kolagen, hemoglobin, miosin, dan aktin dengan
kolagen yang membentuk 25% dari jumlah total keseluruhan (Mann &
Truswell, 2014).
Berdasarkan sumbernya protein dibagi menjadi dua yaitu Protein Hewani
dan Protein Nabati. Protein hewani merupakan protein yang dapat diperoleh
dari hewan, contohnya daging, telur, susu, dan ikan. Protein hewani
mempunyai kandungan asam amino esensial lengkap sehingga disebut
sebagai protein bermutu tinggi (Muchtadi, 2010). Menurut Hardinsyah et al
(2013), pemenuhan kebutuhan gizi mikro yang berkualitas berkaitan erat
dengan konsumsi protein, terutama protein hewani. Sedangkan Protein nabati
merupakan protein yang berasal dari hasil tanaman, terutama dari biji-bijian
(serealia) dan kacang-kacangan, termasuk beras yang menyumbang asupan
protein cukup tinggi karena merupakan makanan pokok orang Indonesia.
Tahu dan tempe merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi.
Meski demikian, berdasarkan peraturan pemerintah, Kemenkes RI (2014).
Rentang kisaran asupan protein bergantung pada dari 5% hingga 30%
dari total energi. Anak-anak berisiko tinggi untuk tidak dapat mencukupi
kebutuhan protein ialah anak yang menjalani diet vegan ketat, memiliki
banyak alergi makanan, atau memiliki pilihan makanan terbatas karena diet
mode, masalah perilaku, atau akses yang tidak memadai ke makanan (Mahan
& Raymond, 2017). Kebutuhan protein untuk balita 0-5 bulan adalah 9g/hari,
balita 6-11 bulan adalah 15g/hari, balita 1-3 tahun adalah 20g/hari, dan balita
4-5 tahun adalah 25g/hari (Kemenkes RI, 2019).
Menurut Irianto (2014), kekurangan konsumsi protein pada anak-anak
dapat menyebabkan terganggunya pertumbuhan badan si anak. Busung lapar
yang banyak diderita oleh kelompok rawan gizi terutama bayi dan balita
sungguh memprihatinkan. Pemerintah dengan beberapa program gizi telah
berupaya untuk mengatasi masalah gizi tersebut. Akibat dari kekurangan
protein dapat menyebabkan kwashiorkor. Kwashiorkor merupakan salah satu
penyakit yang timbul akibat kekurangan protein, kwashiorkor banyak diderita
oleh bayi dan anak pada usia enam bulan sampai usia tiga tahun (balita).
II. Lemak
Lemak merupakan komponen struktural dari semua sel tubuh yang
dibutuhkan oleh hampir ribuan fungsi fisiologis tubuh (Pudjiadi, 2000).
lemak terdiri dari fosfolipid, sterol dan trigliserida. Sebagian besar lemak
(99%) dalam tubuh adalah trigliserida. Selain menyuplai energi, lemak
terutama trigliserida berfungsi menyediakan asam lemak esensial
(Sediaoetama, 2009). Balita membutuhkan lebih banyak lemak dibandingkan
orang dewasa karena tubuh mereka menggunakan energi yang lebih secara
proporsional selama masa pertumbuhan dan perkembangan mereka. Anjuran
menurut Angka Kecukupan Gizi (2019) lemak untuk anak usia 6-11 bulan
sebesar 35 gram dan usia 1-3 tahun sebesar 45 gram.

III. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat makanan yang paling cepat menyuplai energi
sebagai bahan bakar tubuh, terutama saat tubuh dalam kondisi lapar. Setelah
makanan yang mengandung karbohidrat dikonsumsi, karbohidrat akan segera
dioksidasi untuk memenuhi kebutuhan energi. Karbohidrat memiliki fungsi
utama yaitu menyediakan kebutuhan energi tubuh. Selain itu, karbohidrat
juga berfungsi dalam keberlangsungan proses metabolisme dalam tubuh
seperti pengatur metabolisme lemak, penyuplai energi otak dan saraf, dan
penghemat energi (protein spare) (Hardinsyah, Ms., 2017).
Kebutuhan karbohidrat sehari berbeda-beda di berbagai negara dengan
berbagai pertimbangan. Menurut WHO/FAO, kebutuhan karbohidrat berkisar
antara 55 - 75% dari total konsumsi energi, diutamakan dari karbohidrat
kompleks dan sekitar 10% dari karbohidrat sederhana. Anjuran
Recommended Dietary Allowance (RDA) untuk balita usia lebih dari 1 tahun
sebesar 130 gram per hari (IOM, 2005). Sedangkan anjuran menurut Angka
Kecukupan Gizi (2019) untuk anak usia 6 - 11 bulan sebesar 105 gram dan
anak usia 1 - 3 tahun sebesar 215 gram.
b. Zat Gizi Mikro
I. Zinc
Zinc merupakan salah satu mineral makro yang memiliki fungsi dan
kegunaan penting bagi tubuh. Zinc dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh
seperti kulit, mukosa saluran cerna dan hampir semua sel membutuhkan zinc
(Widyahari, Sus D., 2012). Mineral ini berperan dalam berbagai aktivitas
enzim, pertumbuhan dan diferensiasi sel, serta berperan penting dalam
mengoptimalkan fungsi sistem tanggap kebal (PAIK, 2001). Zinc merupakan
zat gizi esensial yang memiliki peran penting dalam proses sintesis dan
degradasi dari karbohidrat, lipid, protein serta asam nukleat. Selain itu, zinc
juga berperan dalam aktivasi dan sintesis Growth Hormon (GH), menjaga
kekebalan tubuh, sebagai antioksidan, fungsi pengecapan dan fungsi
reproduksi, serta stabilisasi membran sel (Agustian, L., 2009).
Menurut WHO (2004), defisiensi zinc merupakan satu dari 10 faktor
penyebab kematian pada anak-anak di negara berkembang. Menurut
International Zinc Nutrition Consultative Group (2004), defisiensi zinc dapat
menyebabkan 40% anak menjadi malnutrisi (stunting). Kekurangan zinc pada
masa anak-anak dapat menyebabkan stunting (Bahmat, Dian O. et al, 2015).
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan Indonesia, kebutuhan zinc untuk anak usia 6-24
bulan adalah sebesar 3 mg per hari.

II. Kalsium
Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam tubuh yaitu
1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. dari
jumlah ini, 99% berada dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi. Kalsium
mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan (Atikah Rahayu
et al., 2018). Hasil penelitian para pakar menunjukkan bahwa tubuh manusia
terkandung sekitar 22 gram kalsium per kilogram berat badannya tanpa
lemak. Mengenai kebutuhan tubuh akan kalsium adalah sekitar 0,8 gram
sehari (bagi orang dewasa normal), perlu ditambahkan bahwa kebutuhan
akan kalsium bagi anak-anak, ibu yang sedang menyusui, dan ibu yang
sedang hamil adalah lebih tinggi dari yang telah ditemukan di atas.
(Kartasapoetra et al., 2008).
Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular kalsium memegang peran
penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk transmisi saran, kontraksi
otot, penggumpalan darah dan menjaga permeabilitas membrane sel. Kalsium
mengatur pekerjaan hormon-hormon dan faktor pertumbuhan. (Almatsier,
2004). Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019 yang dikeluarkan oleh
Kementerian Kesehatan Indonesia, kebutuhan kalsium per hari untuk anak
usia 6-11 bulan sebesar 270 mg dan 1-3 tahun sebesar 650 mg.

4. Asupan Gizi Balita


a. Zat Gizi Makro
I. Energi
Energi merupakan suatu hasil dari metabolisme karbohidrat, protein dan
lemak yang memiliki fungsi utama sebagai zat tenaga untuk metabolisme,
pertumbuhan, pengaturan suhu dan kegiatan fisik. Energi yang berlebihan
akan disimpan dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka
pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang
(Kusumaningrum, 2017). Seseorang yang memiliki asupan energi kurang
akan mengalami lemas, merasa tidak bertenaga dalam menjalankan aktivitas
sehari-harinya. Asupan energi yang kurang memiliki risiko 1,495 kali dengan
kejadian stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya di kota
manado yang memiliki hubungan positif antara asupan energi yang kurang
dengan kejadian stunting. Selain itu, penelitian di Kabupaten Brebes
menunjukan bahwa faktor risiko yang memengaruhi kejadian stunting di
kabupaten brebes adalah rendahnya tingkat asupan energi dengan besar risiko
7,7 kali. Energi menjadi salah satu faktor dalam pertumbuhan, jika
kekurangan energi kronik (KEK) dalam jangka waktu yang lama dan dapat
menyebabkan pertumbuhan liner terganggu (Nugraheni et al., 2020).
Kekurangan energi secara berkepanjangan dapat menyebabkan berbagai
masalah gizi salah satunya menyebabkan kejadian stunting pada balita.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Ayuningtyas et al., 2018).
menunjukkan bahwa hasil uji statistik didapatkan p-value 0,001, artinya ada
hubungan yang signifikan antara tingkat asupan energi dengan kejadian
stunting. Penelitian yang dilakukan di Desa Tangkil Kecamatan Caringin
Kabupaten Bogor mendapatkan hasil uji statistik yaitu ada hubungan yang
signifikan antara asupan karbohidrat dengan stunting (0,005). Hubungan
asupan karbohidrat dengan stunting menunjukan hubungan yang sedang (r =
0,286) namun berpola positif artinya semakin bertambah asupan kalori,
semakin menurun angka stuntingnya. Nilai koefisien determinasi 0,055
artinya, persamaan garis regresi yang kita peroleh dapat menerangkan 55%
variasi stunting (Manggabarani et al., 2021).
II. Protein
Protein adalah salah satu zat gizi makro yang penting untuk diasup.
Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-
jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan
proses pembentukan jaringan terjadi secara pesat. Fungsi lain dari protein
adalah Sebagai pemberi tenaga dalam keadaan energi kurang tercukupi oleh
karbohidrat dan lemak, sebagai pembentuk antibodi, Sebagai pengatur
kelangsungan proses didalam tubuh dan sebagainya (Kusumaningrum, 2017).
Asupan Protein sangat penting pada masa pertumbuhan, kekurangan
asupan protein akan menyebabkan terjadinya masalah gagal tumbuh (anak
pendek/stunting) dengan berbagai dampak jangka panjang (Ariati, 2019).
Berdasarkan (WNPG, 2012) asupan protein dikatakan kurang jika hasil
perhitungan perbandingan recall dan kebutuhan kurang dari < 80 %. Sesuai
dengan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa protein berhubungan
dengan kejadian stunting karena hasil p-value menghasilkan angka 0,002. Hal
ini dikarenakan fungsi protein adalah sebagai zat pembangun yang seluruh
lapisan sel membawa mikronutrien. Selain itu protein berfungsi dalam
menjalankan regulasi tubuh dan membentuk DNA baru bagi tubuh.
(Sulistianingsih & Yanti, 2016). Penelitian lain menyatakan dari hasil analisis
terdapat hubungan signifikan antara asupan protein dengan kejadian stunting
pada balita sebesar 44,1% memiliki asupan protein kurang dibuktikan hasil
uji statistik didapatkan p - value 0,008 yang berarti terdapat hubungan yang
signifikan. (Ayuningtyas et al., 2018).
III. Lemak
Lemak merupakan zat gizi makro sumber energi, bahkan tertinggi (45 gr
per kg BB). Dalam makanan, lemak berfungsi sebagai pelezat makanan
(menjadi makanan lebih gurih), sehingga orang cenderung menyukai
makanan berlemak (Yosephin, 2018). Lemak termasuk salah satu sumber
energi yang sangat penting dibutuhkan khususnya manusia guna melakukan
aktivitas sehari-hari. Manusia mempunyai tubuh yang membutuhkan kadar
lemak yang seimbang. Hal ini untuk membuat agar cadangan energi tetap ada
(Gusti et al., 2016).
Lemak merupakan suatu molekul yang terdiri atas oksigen, hidrogen,
karbon, dan terkadang terdapat nitrogen serta fosforus. Pengertian lemak
tidak mudah untuk dapat larut dalam air. Untuk dapat melarutkan lemak,
dibutuhkan pelarut khusus lemak seperti Chloroform (Gusti et al, 2016).
Balita dengan tingkat asupan lemak yang rendah mengalami stunting lebih
banyak dibandingkan balita dengan asupan lemak yang cukup, balita dengan
tingkat asupan lemak yang rendah lebih berisiko mengalami stunting di
bandingkan dengan balita tingkat asupan lemak yang cukup (Ayuningtyas et
al., 2018).
Menurut (Diniyyah et al., 2017) pada 8 anak balita di Gresik,
menunjukkan adanya hubungan antara asupan lemak dengan kejadian gizi
kurang (BB/U), 76,9 persen anak dengan status gizi kurang memiliki asupan
lemak dibawah angka kecukupan gizi (AKG). Asupan lemak yang rendah
juga menyebabkan terjadinya penurunan massa tubuh dan gangguan pada
penyerapan vitamin larut lemak. Ketidakseimbangan tingkat konsumsi zat
gizi makro seperti energi, karbohidrat lemak dan protein terhadap kebutuhan
tubuh secara berkepanjangan dapat memengaruhi terjadinya perubahan pada
jaringan dan massa tubuh yang akan berdampak pada penurunan berat badan
kurang.
IV. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia peran utamanya adalah menghasilkan energi bagi tubuh. Asupan
karbohidrat harus lebih banyak karena sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa karbohidrat merupakan penyediaan energi utama dan sumber makanan
relatif lebih murah dibanding dengan zat gizi lain. Maka Apabila kebutuhan
asupan karbohidrat (215 gr per kg BB) pada balita mencukupi maka akan
memengaruhi perkembangan balita sebaliknya jika kebutuhan asupan
karbohidrat tidak mencukupi maka dapat menyebabkan balita mengalami
status gizi kurang (Suryani et al., 2022).
Menurut (Yuliantini et al., 2022) Terdapat hubungan yang signifikan
asupan karbohidrat dengan kejadian stunting. Asupan karbohidrat rendah
pada kelompok stunting sebanyak 19 (76%), sedangkan asupan karbohidrat
cukup pada kelompok tidak stunting sebanyak 42 (89,4%). Asupan
karbohidrat yang rendah memiliki risiko 6,5 kali lebih besar untuk
mengalami stunting pada balita dibandingkan dengan asupan karbohidrat
yang cukup. Asupan karbohidrat yang rendah menyebabkan pemecahan
lemak tubuh dan asam amino menjadi energi, menyebabkan tubuh akan
kehilangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan
pertumbuhan balita. Selain itu, sistem saraf dan otak hanya menggunakan
glukosa sebagai sumber energi, sehingga kekurangan glukosa dan oksigen
dapat menyebabkan kelainan pada saraf dan kerusakan otak yang tidak dapat
diperbaiki. Ketidakseimbangan asupan zat gizi makro dalam jangka panjang
dapat menyebabkan kehilangan berat badan karena tubuh (Suryani et al.,
2022).
Kelebihan asupan karbohidrat akan diubah menjadi lemak dan disimpan
dalam tubuh dalam jumlah yang tidak terbatas sehingga dapat menyebabkan
berat badan berlebih. Sebaliknya, ketika tubuh kekurangan asupan energi,
tubuh akan merombak cadangan lemak tersebut. Hal tersebut akan
memengaruhi status gizi balita, ketika asupan karbohidrat cukup, maka tubuh
tidak akan merombak cadangan lemak yang ada (Suryani et al., 2022).
b. Zat Gizi Mikro
I. Zink
Zink adalah elemen yang penting untuk sintesis protein, diferensiasi sel
dan pertumbuhan. Kecukupan zink ini sangat bermanfaat bagi individu
terutama pada anak- anak, dimana pada anak-anak tersebut terjadi
pertumbuhan dan perkembangan. Tubuh membutuhkan mikromineral ≤ 100
mg per hari. Diperkirakan dalam tubuh manusia terdapat 2-2,5 gram zink
yang tersebar di hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang (Suryani et al., 2022).
Asupan zink yang tidak memadai dapat menyebabkan defisiensi zink
yang dapat menyebabkan kerontokan rambut, diare, luka pada kulit,
gangguan pengecapan, kehilangan nafsu makan, fungsi kekebalan yang
lemah dan perubahan neuropsychiatric. Defisiensi zink pada balita dikaitkan
dengan penurunan nafsu makan dan menyebabkan pola makan yang buruk
serta terhambatnya pertumbuhan pada balita. Zink dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan tidak hanya karena efek replica sel dan metabolisme namun
juga sebagai mediator hormone pertumbuhan (Suryani et al., 2022).
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Ayuningtyas, 2018)
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara zink dengan kejadian stunting
pada balita usia 6-24 bulan diperoleh bahwa sebagian besar asupan zink
kurang bisa menyebabkan terjadinya kejadian stunting diperoleh dengan nilai
p=0.011 (p<0,05). Balita kurang asupan zink, dapat berdampak balita
menjadi malas makan. Kekurangan zink akan berakibat pada gangguan
pertumbuhan pada balita akan mengalami perasaan tidak enak di perut,
lambung akan terganggu, mual, gelisah, pusing dan diare (Ayuningtyas,
2018).
Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh (Sri Mulyani, 2018)
berdasarkan hasil uji statistik dengan uji chi square menunjukkan ada
hubungan yang bermakna antara zink dengan kejadian stunting pada balita
umur 6-24 bulan di Puskesmas Jekulo Kudus, hal ini dapat dilihat dari p
<0,05(p = 0,004). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai OR
(Odd Ratio) sebesar 15,0 dengan IK 95% (1,69-133,55). Hal tersebut
menunjukkan bahwa balita yang tingkat konsumsi zink nya kurang memiliki
kemungkinan (odds) 15 kali mengalami stunting dibandingkan dengan balita
yang tingkat konsumsi zink nya cukup (Sri Mulyani, 2018) .
Penelitian lain yang dilakukan oleh (kundarwati et al., 2022)
menunjukkan hal yang sama bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara
asupan zink dengan kejadian stunting diperoleh dengan nilai p-value 0,001,
dan OR 2,148. Semakin kurang konsumsi zink maka berisiko 2,148 kali lebih
besar mengalami stunting. Zink berperan dalam pertumbuhan anak karena
fungsi zink dalam metabolisme asam nukleat dan sintesis protein. Selain itu
juga zink berperan dalam pertumbuhan sel, replika sel, dan kekebalan tubuh
(Andriani, 2014).
II. Kalsium
Kalsium merupakan mineral utama yang diperlukan dalam proses
pembentukan tulang. Sebanyak 99% kalsium di dalam tubuh berada di dalam
tulang, sementara 1% sisanya berada di darah, cairan ekstraseluler dan di
dalam sel seluruh tubuh. Zat gizi kalsium ini berperan dalam proses
pertumbuhan karena stunting mempunyai masalah dengan pertumbuhan
dimana pertumbuhan ini berkaitan dengan tulang. Asupan kalsium yang
memadai dibutuhkan untuk menjaga beberapa fungsi fisiologis tubuh,
terutama dalam aspek pertumbuhan dan perkembangan tulang. Hal ini sangat
penting diperhatikan pada anak yang sedang dalam masa pertumbuhan,
karena dapat mempengaruhinya (Chairunnisa et al., 2018).
Mineralisasi pada masa pertumbuhan sangat tinggi. Rendahnya konsumsi
kalsium dapat mengakibatkan hipokalsemia yang dapat menyebabkan
rendahnya mineralisasi matriks deposit tulang baru dan disfungsi oesteoblas.
Oleh sebab itu, defisiensi konsumsi kalsium pada anak yang sedang
mengalami pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan
masa tulang. Menurut Lanhami et al tahun (2012) dalam Maulidah et al.,
2019 tulang akan mengalami pembentukan dan penguatan secara terus-
menerus pada masa pertumbuhan. Proses metabolisme kalsium melibatkan
beragam jenis hormon meliputi kalsitriol, kalsitonin, dan PTH. Hormon
tersebut mempunyai fungsi menjaga keseimbangan kalsium. Apabila jumlah
kalsium yang diserap kurang dari kebutuhan maka hormon tersebut akan
mengambil cadangan kalsium dalam tulang. Apabila konsumsi kalsium
kurang secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama akan
mengakibatkan proses pembentukan tulang menjadi tidak optimal. Defisiensi
kalsium akan mempengaruhi pertumbuhan linier jika kandungan kalsium
dalam tulang kurang dari 50% kandungan normal menurut Prentice A, 1993
dalam (Wibowo, 2020).
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Andriansyah et al., 2022)
berdasarkan hasil analisis chy-square didapatkan hasil nilai α = 0.046 (α =
<0.05) artinya terdapat hubungan antara asupan kalsium dengan kejadian
stunting di wilayah kerja puskesmas ustutun. Hasil penelitian ini juga
didukung oleh penelitian lain bahwa asupan kalsium signifikan lebih rendah
pada anak stunting nilai α=0.000 (α>0.005). Pada penelitian ini, anak yang
mengalami stunting 2,2% diantaranya memiliki pola asupan kalsium yang
kurang. Penelitian ini membuktikan kekurangan asupan kalsium banyak
dimiliki oleh anak yang mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang
tidak mengalami stunting atau gangguan pertumbuhan dengan nilai p <
0,001. Sehingga defisiensi kalsium akan berpengaruh pada gangguan
pertumbuhan tinggi badan atau stunting. Penelitian lain yang dilakukan oleh
(Wati et al., 2021) menemukan hal yang sama berdasarkan hasil uji statistik
dengan uji chi-square diperoleh p-value = 0,046 (<0.05) sehingga Ho ditolak
(Ha diterima). Hal ini menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara asupan kalsium dengan stunting. Nilai OR = 5,400 (95% CI= 0,941-
30,980), artinya risiko terjadinya stunting ada balita yang asupan kalsiumnya
kurang 5,400 kali lebih besar dibandingkan balita dengan asupan kalsiumnya
cukup.

5. Karakteristik Balita
a. Usia Balita
Usia 6-24 bulan pada usia balita tersebut merupakan masa memerlukan
perhatian dari orang tua terutama pada segi gizi karena status gizi pada balita
yang berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan. Jika balita
mengalami masalah gizi atau kurang gizi maka akan mengganggu proses
pertumbuhannya sehingga terlihat tampak kurus dan pendek atau stunting.
Selain menggganggu pertumbuhan, hal ini akan mengganggu
perkembangannnya secara kognitif yang terlihat pada balita akan lamban
dalam berfikir dan ada kesulitan memehami sesuatu hal. (Rosidah & Harsiwi,
2019). Indonesia termasuk tinggi prevalensi menurut WHO 1997 dengan
melihat hasil RISKESDAS tahun 2018 Indonesia mengalami masalah stunting
dengan prevalensi 30,8% tahun 2018, ini masih menjadi masalah gizi.
Kejadian stunting ini dapat dipengaruhi oleh pola makan yang tidak
terpenuhi saat ibu hamil dan anak lahir, pemberian ASI yang kurang dari
bulan, pemberian MP-ASI yang terlalu dini dan masalah lainnya yang
berkaitan dengan kejadian stunting. Anak bisa dikoreksi dari stunting ketika
anak usia sebelum 2 tahun sehingga stunting dapat dicegah dengan
memberikan asuhan yang tepat dalam menangani gizi anak mereka (Erik et al.,
2020). Oleh karena itu, pada usia balita memiliki resiko terjadinya stunting
jika penanganan gizi yang kurang tepat dan tidak terpenuhi.
Usia balita berhubungan dengan BBLR merupakan salah satu faktor
risiko yang mempengaruhi kejadian stunting pada anak balita. Akibatnya
pertumbuhan bayi BBLR akan terganggu, bila keadaan ini berlanjut dengan
pemberian makanan yang tidak mencukupi, sering mengalami infeksi, dan
perawatan kesehatan yang tidak baik dapat menyebabkan anak stunting.
Namun, secara tidak langsung kejadian stunting juga dipengaruhi oleh faktor
sosial ekonomi, seperti tingkat pendidikan, pendapatan, dan jumlah anggota
rumah tangga (Nasution et al., 2014).

b. Status Ekonomi Keluarga


Status ekonomi merupakan keadaan seseorang atau keluarga dalam
masyarakat berdasarkan penghasilan bulanan (Suryani et al., 2017). Keadaan
ekonomi keluarga diukur dengan pendapatan orang tua, yang merupakan
penjumlahan dari pendapatan satu bulan orang tua dan dinilai dengan indikator.
Pendapatan rumah tangga dibagi menjadi tiga indikator, yaitu (Fahrudin, 2012) :
1) Tinggi, > Rp. 5.000.000.
2) Sedang, Rp. 1.000.000 - Rp. 5.000.000.
3) Rendah < Rp. 1.000.000
Keadaan ekonomi keluarga memiliki pengaruh besar terhadap akses pangan
bergizi, terutama pada keluarga yang termasuk ke dalam kategori penghasilan
rendah. Keluarga yang berpenghasilan rendah, kurang mampu dalam
menyediakan sumber pangan yang bergizi, yang nantinya dapat menyebabkan
status gizi buruk dan berat badan di bawah garis merah pada balita. Rendahnya
status ekonomi keluarga menyebabkan akses daya beli pangan bergizi terbatas
(Suryani et al., 2017)
Keadaan keuangan keluarga pada keluarga dengan ibu yang bekerja lebih
baik daripada keluarga yang hanya bergantung pada kepala keluarga atau ayah.
Situasi keuangan keluarga yang lebih baik memungkinkan keluarga dapat
memperhatikan dan memberikan asupan gizi yang lebih baik untuk balita.
Tingkat ekonomi yang tinggi pada suatu keluarga membuat keluarga mampu
untuk membelanjakan sebagian besar dari pendapatan mereka untuk akses
pangan serta memenuhi kebutuhan gizi dari keluarganya (Putri et al., 2015).
Dari hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa ketahanan pangan dalam suatu
rumah tangga dipengaruhi oleh status ekonomi sehingga dapat menyebabkan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan menjadi rendah dan pada
akhirnya status gizi pada anak juga menurun. Hal ini dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak yang menjadi tidak optimal
(Rohaedi et al., 2016).
Status Ekonomi keluarga memiliki hubungan yang signifikan dengan
pemanfaatan pelayanan kesehatan, pendapatan keluarga yang rendah lebih
banyak tidak memanfaatkan pelayanan kesehatan sebesar 72%. Status Ekonomi
keluarga yang tinggi lebih banyak memanfaatkan pelayanan kesehatan sebesar
89,5%. Hal ini menunjukkan masyarakat dengan pendapatan keluarga yang
tinggi akan mempengaruhi proses pengambilan keputusan dalam mencari
pelayanan kesehatan yang lebih baik dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatannya (Maulany et al., 2021).
Status ekonomi dalam dunia pendidikan memegang peranan yang cukup
menentukan. Karena tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak akan
bisa berjalan dengan baik. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi
bukan merupakan pemegang peranan utama dalam pendidikan, namun keadaan
ekonomi dapat membatasi kegiatan pendidikan (Pidarta, 2007).
Status ekonomi seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sangat
berpengaruh terhadap terjaminnya fasilitas yang berada di dalam rumahnya,
misalnya dalam penyediaan jamban keluarga. Penghasilan yang tinggi
memungkinkan anggota keluarga untuk memanfaatkan jamban dengan baik,
seperti membangun jamban sesuai dengan syarat jamban sehat. Syarat jamban
sehat yaitu bangunan jamban tertutup, terlindung dari panas dan hujan, serangga
dan binatang lainnya. Demikian sebaliknya jika penghasilan rendah, maka
masyarakat lebih memilih untuk membeli kebutuhan sehari-hari dibandingkan
membangun jamban (Yusiana et al., 2020).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa status ekonomi orang tua yang
termasuk ke dalam kategori rendah merupakan faktor risiko terjadinya stunting.
Status ekonomi berpengaruh terhadap kemampuan keluarga untuk mencukupi
kebutuhan zat gizi balita, pemilihan jenis makanan tambahan dan waktu
pemberian makan serta kebiasan hidup sehat (Yunita et al., 2022).
Status ekonomi keluarga juga memiliki hubungan dengan kejadian stunting
sesuai dari pernyataan Unicef bahwa akar masalah dari tumbuh kembang bayi
salah satunya adalah krisis ekonomi. Ketidakmampuan kepala keluarga dalam
mencukupi kebutuhan gizi bayi dari segi kuantitas maupun kualitas sehingga
mengakibatkan dampak yang buruk bagi gizi bayi. Berdasarkan hasil penelitian
terdahulu dijelaskan bahwa balita yang stunting kebanyakan berasal dari
keluarga dengan pendapatan yang rendah, sedangkan balita dengan keadaan gizi
normal kebanyakan berasal dari keluarga dengan pendapatan yang tinggi
(Hendra et al., 2016).

c. Pola Asuh Pada Balita


Pola asuh merupakan salah satu faktor yang menentukan tumbuh kembang
seorang balita. Balita yang tidak diasuh dengan baik, misalnya jika kebutuhan
gizi balita kurang diperhatikan, akan mempengaruhi kesehatan fisiknya.
Tanggung jawab utama orang tua adalah dalam mendidik balita. Deformasi pada
balita berkaitan dengan keadaan gizi balita dan pola asuh dimana peran orang
tua menjadi penting (Suharmanto, 2021).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Hatala et al., 2023) fakta yang
ada dilapangan bahwa orang tua yang berpola asuh yang baik sebagian besar
adalah ibu rumah tangga, ibu rumah tangga memiliki kesempatan untuk
mengembangkan kemampuan dalam berinteraksi dengan balita/anaknya
sehingga dapat mempengaruhi praktik pengasuhannya. Kesempatan pertama
bagi anak untuk mengenal dunianya adalah dalam lingkup keluarga, terutama
dari kedekatan dengan ibu. Karena keluarga merupakan tempat pertama
balita/anak dalam mengenal aturan tentang baik dan benar sehingga orang tua
harus dapat memberikan pendidikan dasar pada balita/anak. Hal ini sejalan
dengan penelitian (Hatala et al., 2022) bahwa pola asuh orang tua pada anak
usia prasekolah sangat penting untuk membentuk perilaku dan kepribadian anak.
Tidak baiknya pola asuh membuat risiko munculnya stunting pada anak
menjadi lebih tinggi jika dikomparasikan dengan anak yang mendapat pola asuh
yang baik dari orang tua nya, terkait pola asuh yang baik dengan kesuksesan
metode seperti pengetahuan ibu terkait gizi, pemberian asi eksklusif,
memberikan asupan makanan yang bergizi dan memenuhi kebutuhan asupan zat
gizinya, menjaga kebersihan hygiene dan sanitasi, dan memberikan pelayanan
kesehatan yang baik (Robiatul et al., 2022)
Terbatasnya interaksi orang tua dengan balita akan membuat balita kurang
mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tua, sedangkan pada masa
balita sangat dibutuhkan perhatian lebih dari orang tua. Keadaan ini membuat
anak yang ditinggal orang tuanya dan diasuh oleh seorang pengasuh untuk
menjaga belum tentu mendapatkan pengasuhan dengan gizi yang optimal. Pola
pengasuhan orang tua terhadap anak tidak bisa diremehkan karena
mempengaruhi status gizi (Munawaroh, 2015). Pola asuh dalam memberikan
makanan sehari-hari merupakan hal yang penting untuk menunjukan
pertumbuhan balita. Pertumbuhan dan perkembangan anak akan menjadi baik
apabila mendapatkan perhatian dan kasih sayang melalui pola asuh ibu dalam
pemberian makanan sehari-hari.
Menurut (Noorhasanah, 2021), terdapat Hubungan antara Pola Asuh Ibu
dengan masalah stunting pada anak usia 6-24 bulan bahwa Ibu yang memiliki
pola asuh yang baik pastinya akan selalu memperhatikan kondisi anaknya,
sehingga ibu dapat melakukan pencegahan lebih dini terhadap masalah stunting.
Begitu pula sebaliknya, dengan pola asuh ibu yang buruk akan memberikan
dampak yang buruk juga pada pertumbuhan dan perkembangan anak terutama
status nutrisi anak. Kebanyakan anak yang stunting memiliki pola asuh ibu yang
buruk atau kurang baik sehingga ibu berpotensi akan mengabaikan hal-hal
penting berkaitan dengan penyebab masalah gizi.

d. Riwayat Inisiasi Menyusui Dini


Seorang ibu sangat penting memiliki pengetahuan mengenai IMD adalah
salah satu faktor yang penting dalam kesuksesan pelaksanaan IMD, untuk itu
diperlukan informasi yang baik agar pengetahuan ibu tentang IMD tinggi dan
IMD dapat terlaksana. Hasil analisis menunjukkan bahwa pengetahuan ibu
tentang IMD memiliki hubungan yang signifikan terhadap pelaksaan IMD
(Hidayat, 2012).
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) merupakan permulaan menyusu dini yang
dilakukan dengan usaha bayi sendiri segera setelah ia lahir. IMD dapat
dilakukan dengan meletakkan bayi dalam posisi tengkurap pada dada atau perut
ibu tanpa terhalang oleh kain, selama minimal satu jam dimulai segera setelah
bayi lahir. Dengan demikian terjadi kontak langsung antara kulit bayi dan kulit
ibu (skin-to-skin contact), sehingga secara alami sang bayi akan mulai aktif
merangkak untuk mencari payudara ibu (breast crawl) dan akan menemukan
puting susu lalu segera menyusu. Peristiwa menakjubkan ini tentu saja
memerlukan dukungan dari seluruh anggota keluarga maupun tim kesehatan
yang membantu proses persalinan dengan menciptakan suasana yang tenang,
nyaman bagi ibu serta bayi, dan juga kesabaran bagi keberhasilan bayi
menemukan puting payudara sang ibu.
Hubungan IMD dan ASI eksklusif telah dibuktikan melalui beberapa
penelitian, antara lain menyatakan bahwa bayi yang mulai menyusu dini dalam 1
jam pertama Bagi bayi yang diberi kesempatan untuk melakukan IMD memiliki
peluang keberhasilan menyusui Asi eksklusif yang lebih baik. Bayi juga akan
mendapatkan ASI kolostrum, yaitu cairan ASI yang pertama kali keluar sejak
hari pertama sampai dengan hari kelima setelah persalinan. Kolostrum ini
berwarna kuning pekat dengan konsistensi yang kental dan lengket.
Kandungannya sangat kaya akan antibodi, tinggi protein, serta kaya akan
vitamin larut lemak dan mineral. Kolostrum sangat penting bagi daya tahan
tubuh bayi terhadap infeksi dan akan melindungi dinding usus bayi, sehingga
pemberian ASI eksklusif yang dimulai sejak bayi lahir ini sangat berperan dalam
mengurangi risiko kematian pada bayi.
Ibu tidak perlu merasa khawatir akan produksi ASI yang masih sedikit atau
merasa ASI tidak keluar, karena sebenarnya setiap ibu yang baru melahirkan,
tubuhnya secara alami memproduksi ASI. Ibu tetap perlu menyusui bayi setiap
2-3 jam sekali untuk merangsang hormon oksitosin dan payudara. Sejauh tidak
ada masalah yang berarti dan didukung dengan posisi perlekatan bayi pada
puting payudara ibu sudah tepat, bayi yang diberi kesempatan secara aktif
menghisap puting ibu maka produksi ASI akan bertambah secara bertahap
secara alam. Pelaksanaan inisiasi menyusu dini berhubungan dengan Pelayanan
kesehatan, pelayanan kesehatan dalam hal ini asuhan kebidanan yang diberikan
bidan dari yang menyangkut pelaksanaan inisiasi menyusu dini dan pemberian
ASI ekslusif (Claudia et al., 2013).
Menurut (Sunartiningsih, 2020) Bahwa Terdapat hubungan Inisisasi
menyusu Dini dengan kejadian stunting pada balita, Berdasarkan hasil penelitian
dapat dijelaskan bahwa kejadian stunting hampir seluruhnya dijumpai pada
balita tidak IMD yaitu sebanyak 16 balita (80%). Sedangkan balita tidak
stunting hampir seluruhnya dijumpai pada balita yang IMD yaitu sebanyak 41
balita (87,2%). Kemudian dari hasil uji statistik Chi Square diperoleh nilai
derajat signifikan ρ (0,000) < α (0,05) maka H1 diterima, yang berarti bahwa
ada hubungan iniasiasi menyusu dini dengan kejadian stunting pada balita usia
12-24 bulan. Dengan nilai keeratan 0,548 yang artinya bahwa keeratan
hubungan antara iniasiasi menyusu dini dengan kejadian stunting pada balita
usia 12-24 bulan.
Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa kejadian stunting paling banyak
dijumpai pada balita tidak IMD. Sedangkan balita tidak stunting paling banyak
dijumpai pada balita yang IMD. Hal ini berarti dengan dilakukannya inisiasi
menyusu dini pada bayi berpengaruh pada pertumbuhan bayi kearah
pertumbuhan yang optimal. Pada bayi yang mendapatkan IMD memiliki
keuntungan yang lebih banyak dari bayi yang tidak IMD karena memperoleh
unsur-unsur penting dari kolostrum dan mengurangi risiko untuk mengalami
stunting.

e. Riwayat Pemberian ASI Ekslusif


Air susu Ibu (ASI) ekslusif merupakan ASI yang diberikan pada bayi
selama 6 bulan pertama kehidupannya tanpa tambahan cairan lain seperti susu
formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit dan nasi tim. Setelah 6 bulan baru
mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat diberikan
sampai anak berusia 2 tahun atau lebih. ASI merupaka makanan pertama, utama,
dan terbaik bagi bayi, bersifat ilmiah (Aryotochter, 2018).
ASI Eksklusif untuk bayi yang diberikan ibu ternyata mempunyai peranan
penting, yakni meningkatkan ketahanan tubuh bayi. karenanya bisa mencegah
bayi terserang berbagai penyakit yang bisa mengancam kesehatan bayi. Selain
itu manfaat ASI Eksklusif paling penting adalah bisa menunjang sekaligus
membantu proses perkembangan otak dan fisik bayi. Hal tersebut dikarenakan,
di usia 0 sampai 6 bulan seorang bayi tentu sama sekali belum diizinkan
mengkonsumsi zat gizi apapun selain ASI.
ASI merupakan makanan terbaik dengan zat gizi lengkap dan sangat bagus
untuk kebutuhan bayi dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pemberian
ASI yang dilakukan secara eksklusif mampu mengurangi prevalensi kejadian
kurang gizi pada anak. Promosi ASI dianggap sebagai intervensi yang bertujuan
untuk mempertahankan status gizi, derajat kesehatan tiap individu, dan bisa
mengurangi angka kematian sebesar 8% secara global (Namangboling et al.,
2017). Menurut (Setana et al., 2018) Hasil penelitian menunjukan bahwa ASI
eksklusif berhubungan secara sigsinifikan terhadap kejadian diare, dimana status
non-ASI eksklusif meningkatkan risiko kejadian diare pada bayi dengan nilai
RO = 4,129 (IK 95% 1,542 sampai 11,05) nilai p =0,005. Disimpulkan bahwa
ASI non-eksklusif meningkatkan risiko diare pada bayi.
Menurut (Asmaul Husna, 2022) Bahwa Terdapat Hubungan Antara Riwayat
Pemberian Asi Ekslusif dengan kejadian Stunting, Berdasarkan hasil Uji Chi-
square dapat diperoleh nilai p-value yaitu 0,000. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai p-value yang diperoleh lebih kecil dari nilai sig (α) = 0,05 (0,000 < 0,05).
Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pemberian ASI Eksklusif
dengan stunting pada balita di Desa Arongan Kecamatan Kuala Pesisir
Kabupaten Nagan Raya. Sedangkan hasil uji OR yang dilakukan diperoleh nilai
yaitu 47,23. Dapat disimpulkan bahwa balita yang tidak diberikan ASI Eksklusif
berpeluang 47,23 kali lipat mengalami stunting dibandingkan balita yang diberi
ASI Eksklusif. Pemberian ASI Eksklusif memang perlu dilakukan guna untuk
mencegah stunting. Hal ini sesuai dengan pendapat Mufdlilah (2017) bahwa ASI
adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan mengandung semua zat gizi yang
diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi.
ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain
seperti susu formula, air jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim,
selama 6 bulan.
f. Hygiene dan Sanitasi
Hygine merupakan suatu langkah pencegahan penyakit atau usaha
kesehatan preventif yang menitik beratkan kepada usaha kesehatan perseorangan
atau usaha kesehatan pribadi manusia dan juga lingkungan tempat seseorang
menetap (Muhammad Ikhtiar, 2017). Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan
merupakan hal yang sangat penting yang harus diperhatikan karena kebersihan
dapat memengaruhi kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan kesejahteraan klien.
Hygine yang dilakukan oleh seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya status kesehatan, budaya, status ekonomi, tingkat pengetahuan,
cacat jasmani, citra tubuh, dan pilihan pribadi.
Setiap orang memiliki pilihan pribadi nya untuk melakukan sesuatu seperti
menjaga kebersihan tubuhnya, apabila dalam diri seseorang memiliki tingkat
kerapihan, kepedulian dan pengetahuan yang tinggi maka akan lebih
mempertimbangkan kebersihannya karena mereka paham akan kondisi yang
terjadi pada lingkungannya. Jika seseorang sakit akan sulit untuk melakukan
personal hygiene sehingga memerlukan bantuan orang lain, sama halnya dengan
orang yang memiliki keterbatasan fisik akan mengalami kesulitan karena
keterbatasan yang dimiliki. Tidak hanya itu faktor budaya dan ekonomi
seseorang sangat memengaruhi personal hygiene nya, ekonomi menjadi hal yang
krusial karena dalam pemenuhan kebersihan memerlukan biaya untuk kamar
mandi, air bersih, peralatan mandi seperti sabun dan sikat gigi yang cukup.
Sanitasi menurut World Health Organization (WHO) adalah suatu usaha
yang mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada
manusia terutama terhadap hal-hal yang mempengaruh efek, merusak
perkembangan fisik, kesehatan, dan kelangsungan hidup. Menurut keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor: 965/MENKES/SK/XI/1992,
pengertian sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin
terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), sanitasi yaitu usaha untuk membina dan
menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan
masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa sanitasi adalah upaya manusia dalam
pencegahan penyakit guna terciptanya lingkungan yang sehat melalui
pengendalian faktor lingkungan fisik yang dapat menimbulkan hal-hal yang
merugikan.
Sanitasi menekankan pada pengawasan dan pengendalian. Rumah memiliki
fungsi beragam, selain sebagai tempat berlindung dari panasnya sinar matahari
dan hujan, rumah juga menjadi tempat untuk melakukan sosialisasi antar
penghuninya. Karena itu, kondisi rumah dapat memengaruhi perkembangan
fisik dan mental penghuninya. Rumah yang sehat akan memberikan kesehatan
penghuninya. Karena itu, dalam membangun rumah perlu diperhatikan fasilitas-
fasilitas dalam rumah yang sehat, Sebuah rumah harus mempunyai fasilitas-
fasilitas yang dapat mendukung kebutuhan dan aktivitas penghuninya, misalnya
dalam penyediaan air bersih karena air yang tidak bersih dapat menimbulkan
berbagai penyakit karena dapat menjadi tempat tumbuh berkembangnya bakteri,
tempat pembuangan tinja, tersedianya tempat pembuangan air limbah karena
berasal dari kegiatan rumah tangga adalah air sisa dari proses kegiatan rumah
tangga, memiliki bau dan berbahaya bagi kesehatan tempat pembuangan
sampah, adanya sektor drainase untuk mencegah terjadinya genangan, akan
tetapi tidak terkait dengan konversi air, Individu dan masyarakat terbiasa hidup
sehat dan bersih, Kondisi udara bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Hygiene, sanitasi, dan kesehatan memiliki hubungan erat dengan
lingkungan karena merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam
menentukan derajat kesehatan seseorang. Contohnya masalah kesehatan seperti
stunting yang dikaitkan dengan penyakit infeksi (diare), kurangnya kurangnya
kebiasaan mencuci tangan pakai sabun dengan benar juga dapat meningkatkan
frekuensi kejadian diare. Hal yang dianggap sepele seperti buang air besar
sembarangan bisa berdampak luas terhadap kesehatan, status gizi, dan ekonomi
bangsa. Stunting pada anak merupakan dampak yang bersifat kronis dari
konsumsi makanan yang terus menerus dan didukung oleh penyakit infeksi dan
masalah lingkungan. Hasil dari salah satu penelitian menyebutkan sebagian
besar pengasuh pada kelompok stunting memiliki praktik hygiene yang buruk
(75,8%), sedangkan pada kelompok tidak stunting memiliki praktik hygiene
yang baik (60,6%) (Siti & Merita, 2019).

g. Riwayat Penyakit Infeksi


Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan karna masuk dan
berkembang biaknya mikroorganisme, suatu kelompok luas dari organisme yang
terdiri dari satu atau banyak sel seperti bakteri, fungi, dan parasit serta virus.
Penyakit infeksi terjadi ketika interaksi dengan mikroba menyebabkan
kerusakan pada tubuh host dan kerusakan tersebut menimbulkan berbagai gejala
dan tanda klinis. Penyakit infeksi memiliki pengaruh hambatan langsung pada
proses metabolisme, termasuk lempeng epifisis pertumbuhan yang dapat
menyebabkan gangguan pertumbuhan pada anak melalui kekurangan gizi,
karena menurunnya nafsu makan sehingga asupan makan akan berkurang dan
terjadilah penurunan daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit lain.
Balita yang mengalami malnutrisi lebih mudah terkena infeksi karena daya
tahan tubuhnya tidak cukup kuat melawan mikroorganisme patogen yang
menginvasi tubuhnya, ditambah dengan rendahnya nafsu makan hingga
mengakibatkan penurunan berat badan drastis. Hal diatas membuktikan
pengaruh hubungan timbal balik antara infeksi dan status gizi, anak yang sehat
dengan status yang baik akan lebih tahan terhadap infeksi. Namun sebaliknya
anak yang kurus dan stunting lebih mudah terkena infeksi (Tanjung, 2013).
Penyakit infeksi merupakan faktor dominan penyebab stunting pada anak
balita. Penyakit infeksi dapat disebabkan karena asupan gizi yang kurang pada
anak dan ibu saat hamil serta akses sanitasi dan air bersih yang tidak memadai.
Kurangnya akses sanitasi dan air bersih serta perilaku higiene yang buruk pada
anak dapat menyebabkan diare sehingga terjadi malabsorpsi gizi dan berdampak
pada pertumbuhan. Selain itu anak yang mengalami gizi kurang secara kronis
memudahkan anak terserang penyakit infeksi seperti diare dan ISPA (Lynawati,
2020).
● Diare
Diare merupakan penyebab kematian keempat di dunia pada anak-anak,
dengan 500 ribu korban setiap tahunnya (Yanti et al., 2022). Diare adalah
buang air besar dengan fases tidak berbentuk atau cair dengan frekuensi lebih
dari 3 kali dalam 24 jam. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri
abdominal, mulas, tenesmus, demam dan tanda-tanda dehidrasi (Amin,
2015).
Diare merupakan penyakit menular yang dapat mengganggu penyerapan
zat gizi bahkan menyebabkan hilangnya zat gizi sehingga dikatakan
mengarahkan anak pada keadaan stunting (Irawan & Hastuty, 2022). Dalam
penelitian, balita yang termasuk dalam kategori kategori sering mengalami
diare (> 2 kali dalam 3 bulan terakhir) berisiko 3,619 kali lebih besar untuk
mengalami stunting (Desyanti et.al., 2017). Kategori frekuensi diare yang
digunakan adalah sering apabila mengalami diare > 2 kali dan jarang apabila
balita mengalami diare ≤ 2 kali dalam 3 bulan terakhir, sedangkan untuk
kategori durasi diare yang digunakan adalah panjang apabila balita memiliki
rerata durasi diare selama > 3 hari dan pendek apabila rerata durasi diare
selama ≤ 3 hari. Balita dikatakan mengalami diare apabila dalam 1 hari balita
BAB lebih dari 3 kali dengan konsistensi lembek atau cair bahkan hanya
berupa air saja.
Ketika anak mengalami diare akan kehilangan nafsu makan yang
menyebabkan hilangnya gizi sekaligus mencegah gizi terserap dengan baik
oleh tubuh. Kondisi tersebut menyebabkan berat badan anak turun secara
terus menerus yang diikuti dengan pertumbuhan tinggi badan yang
terhambat, sehingga dikatakan mengarahkan anak pada keadaan stunting.
Balita yang memiliki riwayat penyakit diare dengan frekuensi yang sering
berisiko lebih besar mengalami stunting dikarenakan balita yang memiliki
riwayat diare berulang akan mengalami gangguan absorbsi zat gizi sehingga
kebutuhan gizi tidak terpenuhi dan akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan balita (Chyntithia, 2021).
Penelitian mengenai balita yang sering mengalami diare menunjukkan
hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan pada balita yang sering
mengalami diare usia 0 - 2 tahun dengan masalah pertumbuhan tinggi badan
yang dapat menetap selama 1-5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan anak
yang menderita diare balita 2 bulan terakhir memilik risiko sebanyak 5,04
kali untuk menjadi stunting dibanding dengan balita yang tidak pernah diare
2 bulan terakhir (Zakiya et all, 20021). Penelitian lain balita yang mengalami
diare kurun waktu 24 jam pertama kehidupan yang cenderung lebih pendek
1,5 kali dan risiko stunting sebesar 7,46 kali pada balita yang mengalami
diare.

● ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan)


Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang menyerang
tenggorokan, hidung dan paru-paru, ditandai dengan batuk, pilek, demam
yang berlangsung kurang lebih 14 hari. Anak yang sering terserang ISPA
berisiko mengalami stunting lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang
jarang terkena ISPA. Hal ini disebabkan ISPA merupakan salah satu penyakit
infeksi yang apabila terus terjadi dalam waktu yang lama tanpa diimbangi
dengan asupan zat gizi, dapat menyebabkan dehidrasi, malnutrisi dan gagal
tumbuh (Abidin, et al 2021).
Penelitian yang dilakukan oleh (Maineny et al 2022) menunjukkkan
hasil bahwa Riwayat penyakit ISPA memiliki hubungan secara signifikan
terhadap kejadian stunting dengan nilai OR 5,484 (Maineny et al., 2022).
Penelitian ini didukung oleh penelitian yang menyatakan bahwa anak dengan
riwayat ISPA berisiko mengalami stunting 3 kali lebih tinggi dibandingkan
dengan anak tanpa riwayat ISPA (Himawati & Fitria, 2020).

h. Pengetahuan Ibu Balita Terkait Gizi


Masalah status gizi pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni
secara langsung dan tidak langsung. Faktor langsung meliputi makanan anak
dan penyakit infeksi, sedangkan faktor tidak langsung meliputi sosial ekonomi,
pengetahuan keluarga terutama ibu mengenai status gizi pada anak balita.
Peran orang tua terutama ibu sangat penting dalam pemenuhan gizi anak
karena anak membutuhkan perhatian dan dukungan orang tua dalam
menghadapi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Untuk
mendapatkan gizi yang baik diperlukan pengetahuan gizi yang baik dari orang
tua agar dapat menyediakan menu pilihan yang seimbang. Tingkat pengetahuan
gizi seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan
makanan. Seorang ibu yang memiliki pengetahuan dan sikap gizi yang kurang
akan mempengaruhi status gizi anaknya dan akan sukar dalam pemilihan
makanan bergizi untuk anak dan keluarganya (Olsa, 2017).
Kurangnya Pengetahuan ibu terkait gizi bisa disebabkan karena kurangnya
informasi yang didapat oleh ibu dari pusat sumber informasi yaitu posyandu,
kurangnya pemanfaatan media cetak maupun elektronik dalam menyampaikan
informasi terkait gizi dan ibu jarang mengikuti kegiatan posyandu (Aby, 2016).
Apabila ibu mendapatkan informasi yang cukup terkait pemenuhan gizi balita,
maka ibu juga akan memiliki pengetahuan gizi yang baik untuk menjaga status
gizi balitanya agar tetap optimal.
Berdasarkan hasil penelitian (Wulandari, dkk, 2016 dalam Kurniati, 2022)
adanya hubungan pengetahuan ibu terhadap kejadian stunting dengan nilai OR =
1,644 yang artinya tingkat pengetahuan ibu yang kurang baik memiliki risiko
1,644 kali lebih besar mengalami kejadian stunting pada balita dibandingkan
dengan ibu yang memiliki pengetahuan baik. Ibu dengan pengetahuan gizi yang
kurang cenderung tidak memperhatikan asupan makanan yang diberikan kepada
anaknya sehingga anak berpeluang menjadi malnutrisi dan berakhir mengalami
kejadian stunting (Yuni, dkk, 2020 dalam Wati et al., 2021).

i. Pelayanan Kesehatan Balita


Pelayanan Kesehatan balita dilakukan di posyandu setiap bulan untuk
memberikan kemudahan pada masyarakat dalam pelayanan kesehatan pada
Balita.
I. Pemberian Imunisasi pada Balita
Pelayanan Kesehatan Terpadu (Posyandu) menerapkan pemberian
imunisasi kepada balita sebagai upaya untuk meningkatkan kekebalan tubuh
dan Pemberantasan penyakit menular (Ranuuh, 2001). Pemberian imunisasi
pada balita tidak hanya memberikan pencegahan penyakit kepada anak, tetapi
akan memberikan dampak yang jauh lebih luas karena akan mencegah
terjadinya penularan yang luas akan mendapatkan peningkatan imunitas
(daya tahan tubuh terhadap tertentu).
II. Pemberian Suplemen Vitamin A pada Balita
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
2019, pemberian kapsul Vitamin A menjadi program intervensi rutin yang
dilakukan setidaknya dua kali dalam setahun melalui posyandu sebagai
penanggulangan masalah kekurangan vitamin A pada balita. Vitamin A
merupakan salah satu zat gizi golongan vitamin yang sangat diperlukan tubuh
untuk pertumbuhan dan pertahanan tubuh terhadap paparan penyakit infeksi
terutama balita.
Hasil penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa pemberian
suplementasi Vitamin A sebanyak 2 kali pertahun pada anak umur 6- 24
bulan dapat mencegah kekurangan Vitamin A dan kebutaan (bulta senja),
juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga mengurangi kejadian
kesakitan dan kematian pada balita, karena vitamin ini dapat mencegah
timbulnya komplikasi pada penyakit yang sering terjadi pada balita seperti
campak dan diare (Nengsih & Marsilia, 2021).

III. Pemantauan Tumbuh Kembang pada Balita


Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan salah satu bentuk Upaya
Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat yang dikelola dan diselenggarakan
dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan
tingkat dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi
(Depkes RI dalam Buku Saku Posyandu, 2012 : 1-2). Menurut Ahmad et al.
(2021), penimbangan posyandu dapat memonitoring pertumbuhan dan
perkembangan balita setiap bulan sehingga dapat mencegah terjadinya
stunting. Di posyandu orang tua dan keluarga balita juga bisa mendapatkan
informasi mengenai status gizi dan pola makan

j. Ketahanan Pangan Keluarga


Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 ketahanan pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Fokus ketahanan pangan
tidak hanya pada penyediaan pangan tingkat wilayah tetapi juga ketersediaan
dan konsumsi pangan tingkat daerah, rumah tangga, dan bagi individu dalam
memenuhi kebutuhan gizinya. ketahanan pangan keluarga terkait dengan
ketersediaan panggan dipasar, harga pangan dan daya beli keluarga serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan (Soetjiningsih, 1995).
Terdapat Hubungan antara Ketahanan Pangan Keluarga dengan kejadian
stunting, Apabila ketersediaan pangan di di rumah tangga terganggu, yang
biasanya disebabkan oleh kemiskinan, maka penyakit kurang gizi (malnutrisi)
seperti stunting pasti akan terjadi. Berdasarkan hal tersebut ketersediaan dan
akses terhadap pangan dapat mempengaruhi status gizi pada balita. sedangkan
jika Ketersediaan pangan yang cukup adalah usaha untuk mencapai status gizi
yang baik, dimana semakin tinggi ketersediaan pangan keluarga maka
kecukupan zat gizi keluarga akan semakin meningkat (Faiqoh et al., 2018).
C. Kerangka Teori Status Gizi Ibu Hamil

Kerangka Teori Status Gizi Ibu Hamil (UNICEF, 1998) dengan Modifikasi

D. Kerangka Teori Status Gizi Balita

Kerangka Teori Status Gizi Balita (UNICEF, 1998) dengan Modifikasi


BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN


HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

3.1.1 Kerangka Konsep Ibu Hamil

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Ibu Hamil


3.1.2 Kerangka Konsep Balita

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Balita


3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Definisi Operasional Ibu Hamil

Tabel 3.1 Definisi Operasional Ibu Hamil

No. Variabel Definisi Operasional Metode Pengukuran Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala
Ukur

1. Status Gizi Ibu Ukuran keberhasilan dalam Pengukuran Pita LiLA atau Kategori : Ordinal
Hamil menurut pemenuhan gizi pada ibu antropometri Metline 0. Beresiko KEK
LiLA hamil untuk mendeteksi menggunakan (jika LiLA <23,5
risiko KEK (Kekurangan indikator LiLA cm)
Energi Kronik) yang 1. Tidak beresiko
diukur berdasarkan LiLA KEK (jika LiLA ≥
dan dilakukan sebanyak 2 23,5 cm)
kali serta diambil dari hasil
rata-rata pengukuran. (Kemenkes RI,
2020)
2. Asupan Energi Rata-rata asupan energi Wawancara Food - Form Food Kategori : Ordinal
Pada Ibu pada ibu hamil yang Recall 2x24 Jam Recall 0. Sangat kurang
Hamil dikonsumsi dalam sehari tidak berturut- turut - Buku Foto (Jika asupan <70%
dan dianalisis (Weekday dan Makanan berdasarkan AKE)
menggunakan metode food Weekend) - Timbangan 1. Kurang (Jika
recall 2 x 24 jam tidak Makanan asupan 70 - <100%
berturut - turut (Weekday - Penggaris AKE)
dan Weekend) kemudian 2. Normal (Jika
dibandingkan dengan asupan 100 - < 130%
Angka Kecukupan Energi AKE)
(AKE) ibu hamil. 3. Lebih (Jika asupan
≥130% AKE)

(SDT, 2014)

3. Asupan Rata-rata asupan protein Wawancara Food - Form Food Kategori : Ordinal
Protein pada ibu hamil yang Recall 2x24 jam Recall
dikonsumsi dalam sehari tidak berturut-turut
dan dianalisis (Weekday dan - Buku Foto 0. Sangat kurang
menggunakan metode food Weekend) Makanan (Jika asupan <80%
recall 2x24 jam tidak - Timbangan AKP)
berturut-turut (Weekday Makanan
dan Weekend) kemudian - Penggaris 1. Kurang (Jika
dibandingkan dengan asupan 80 - <100%)
Angka Kecukupan Protein
(AKP) ibu hamil. 2. Normal (Jika
asupan ≥100% AKP)

(SDT, 2014)

4. Asupan Lemak Rata-rata asupan lemak Wawancara Food - Form Food Kategori : Ordinal
pada ibu hamil yang Recall 2x24 jam Recall 0. Sangat kurang
dikonsumsi dalam sehari tidak berturut-turut - Buku Foto (jika asupan <70%
dan dianalisis (Weekday dan Makanan AKG)
menggunakan metode food weekend) - Timbangan 1. Kurang
recall 2x24 jam tidak Makanan (jika 70 - <100%
berturut-turut (Weekday - Penggaris AKG)
dan weekend) kemudian
dibandingkan dengan
Angka Kecukupan Gizi 2. Normal (jika
(AKG) ibu hamil. asupan 100 – <
130% AKG)
3. Lebih (jika
asupan ≥130%
AKG)

(SDT, 2014).

5. Asupan Rata-rata asupan Wawancara Food - Form Food Kategori : Ordinal


Karbohidrat karbohidrat pada ibu hamil Recall 2x24 jam Recall 0. Sangat kurang
yang dikonsumsi dalam tidak berturut-turut - Buku Foto (Jika asupan <70%
sehari dan dianalisis (Weekday dan Makanan berdasarkan AKG)
menggunakan metode food Weekend) - Timbangan 1. Kurang (Jika
recall 2 x 24 jam tidak Makanan asupan 70 - <100%
berturut-turut (Weekday - Penggaris AKG)
dan Weekend) kemudian 2. Normal (Jika
dibandingkan dengan asupan 100 - < 130%
Angka Kecukupan Gizi AKG)
(AKG) ibu hamil. 3. Lebih (Jika asupan
≥130% AKG)
(SDT, 2014)

6. Pengetahuan Informasi yang dimiliki Wawancara Kuesioner Kategori : Ordinal


Ibu Hamil dan dipahami oleh ibu 0. Kurang : < 60%
Terkait Gizi hamil mengenai 1. Sedang : 60% -
pengetahuan kesehatan 80%
selama kehamilan dan 2. Baik : >80%
asupan makanan yang
harus dipenuhi serta (Khomsan, 2021)
dikonsumsi oleh ibu hamil
berdasarkan jumlah dan
jenis makanan yang tepat
demi mencapai kebutuhan
zat gizi didalam tubuhnya
kemudian diukur dari hasil
pengisian kuesioner.

7. ANC Informasi jumlah Wawancara Kuesioner Kategori : Ordinal


(Antenatal kunjungan pemeriksaan Trimester 1
Care)
ANC ibu pada saat 0. Tidak sesuai =
kehamilan. <2x pemeriksaan
ANC
1. Sesuai = ≥ 2x
pemeriksaan ANC

Trimester 2
0. Tidak sesuai =
<3x pemeriksaan
ANC
1. Sesuai = ≥ 3x
pemeriksaan ANC

Trimester 3
0. Tidak sesuai =
<6x pemeriksaan
ANC
1. Sesuai = ≥ 6x
pemeriksaan ANC
(Kemenkes RI Ditjen
P2P, 2021)

8. Ketahanan Informasi mengenai Wawancara Kuesioner Kategori : Ordinal


Pangan Rumah ketersediaan pangan rumah Household Food 0. Skor 15-27 :
Tangga tangga yang mencakup Insecurity Access Rawan Pangan
pemenuhan pangan yang Scale (HFIAS) Tingkat Berat
baik dalam jumlah, mutu,
aman, beragam dan 1. Skor 8-14 : Rawan
terjangkau serta menilai Pangan Tingkat
adanya status ketahanan Sedang
pangan rumah tangga pada
ibu hamil untuk mencegah 2. Skor 2-7 : Rawan
beresiko terjadinya KEK. Pangan Tingkat
Rendah

3 . Skor 0-1 :
Tahan Pangan
(Ashari et al., 2019)

3.2.2 Definisi Operasional Balita

Tabel 3.2 Definisi Operasional Balita

No. Variabel Definisi Operasional Metode Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala
Pengukuran Ukur

1. Status Gizi Ukuran keberhasilan dalam Pengukuran - Microtoise Kategori : Ordinal


Balita pemenuhan gizi pada balita antropometri - Metline 0. Sangat pendek
Menurut TB/U untuk mendeteksi stunting menggunakan (severely stunted)
atau PB/U yang diukur berdasarkan indikator <-3SD
TB/U atau PB/U dan panjang badan 1. Pendek (stunted)
dilakukan sebanyak 2 kali dan tinggi badan -3SD sd <-2SD
serta diambil dari hasil 2. Normal -2 SD sd
rata-rata pengukuran +3 SD
3. Tinggi >+3 SD

(Kemenkes RI,
2020)

2. Asupan Energi Rata-rata asupan energi Wawancara food - Form Food Kategori : Ordinal
Pada Balita balita yang dikonsumsi recall 2 x 24 jam Recall 0. Sangat kurang
dalam sehari dan dianalisis tidak berturut - Buku Foto (Jika asupan <70%
menggunakan metode food -turut (Weekday Makanan AKE)
recall 2 x 24 jam tidak dan Weekend).
- Timbangan
berturut-turut (Weekday dan 1. Kurang (Jika
Makanan
Weekend) kemudian asupan 70-<100%
- Penggaris
dibandingkan dengan AKE)
Angka Kecukupan Energi
(AKE) balita. 2. Normal atau
sesuai (Jika asupan
100-<130% AKE)

3. Lebih (Jika
asupan ≥130%
AKE)
(SDT,2014)

3. Asupan Rata-rata asupan protein Wawancara - Form Food Kategori : Ordinal


Protein pada balita yang Food Recall Recall
dikonsumsi dalam sehari 2x24 jam tidak - Buku Foto 0. Sangat kurang
dan dianalisis berturut-turut Makanan (Jika asupan <80%
menggunakan metode food (Weekday dan - Timbangan AKP)
recall 2 x 24 jam tidak Weekend) Makanan
berturut-turut (Weekday - Penggaris 1. Kurang (Jika
dan Weekend) kemudian asupan 80-<100%
dibandingkan dengan AKP)
Angka Kecukupan Protein
(AKP) balita. 2. Normal atau
sesuai (Jika asupan
100-<120% AKP)

3. Lebih (Jika
asupan ≥120% AKP)

(SDT,2014)
4. Asupan Rata-rata asupan lemak Wawancara food - Form Food Kategori : Ordinal
Lemak balita yang dikonsumsi recall 2 x 24 Recall 0. Sangat kurang
dalam sehari dan dianalisis jam tidak - Buku Foto (Jika asupan <70%
menggunakan metode food berturut-turut(W Makanan berdasarkan AKG)
recall 2 x 24 jam tidak eekday dan - Timbangan 1. Kurang (Jika
berturut-turut (Weekday Weekend). Makanan asupan 70 - <100%
dan Weekend) kemudian - Penggaris AKG)
dibandingkan dengan 2. Normal (Jika
Angka Kecukupan Gizi asupan 100 - <
(AKG) balita. 130% AKG)
3. Lebih (Jika
asupan ≥130%
AKG)

(SDT,2014)

5. Asupan Rata-rata asupan Wawancara food - Form Food Kategori : Ordinal


Karbohidrat karbohidrat balita yang recall 2 x 24 Recall 0. Sangat Kurang
dikonsumsi dalam sehari jam tidak - Buku Foto (jika asupan <70%
dan dianalisis berturut-turut(W Makanan berdasarkan AKG )
menggunakan metode food eekday dan - Timbangan 1. Kurang (jika
recall 2 x 24 jam tidak Weekend) Makanan asupan 70-<100%
berturut-turut (Weekday - Penggaris berdasarkan AKG )
dan Weekend) kemudian 2. Normal (jika
dibandingkan dengan asupan 100- <130%
Angka Kecukupan Gizi berdasarkan AKG)
(AKG) balita. 3. Lebih (Jika
asupan ≥130%
berdasarkan AKG)

(SDT,2014)

6. Asupan Zink Rata-rata asupan zink balita Wawancara food - Form Food Kategori : Ordinal
yang dikonsumsi dalam recall 2 x 24 jam Recall 0. Kurang: <77%
sehari dan dianalisis tidak - Buku Foto AKG
menggunakan metode food berturut-turut Makanan 1. Cukup: ≥77%
recall 2 x 24 jam tidak (Weekday dan - Timbangan AKG
berturut-turut (Weekday Weekend). Makanan
dan Weekend) kemudian - Penggaris (Gibson, 2005)
dibandingkan dengan
Angka Kecukupan Gizi
(AKG) balita.

7. Asupan Rata-rata asupan kalsium Wawancara food - Form Food Kategori : Ordinal
Kalsium balita yang dikonsumsi recall 2 x 24 jam Recall 0. Kurang: <77%
dalam sehari dan tidak - Buku Foto AKG
dianalisis menggunakan berturut-turut Makanan 1. Cukup: ≥77%
metode food recall 2 x 24 (Weekday dan - Timbangan AKG
jam tidak berturut-turut Weekend). Makanan
(Weekday dan Weekend) - Penggaris (Gibson, 2005)
kemudian dibandingkan
dengan Angka
Kecukupan Gizi (AKG)
balita.

8. Pengetahuan Informasi yang dimiliki Wawancara Kuesioner Kategori : Ordinal


Ibu Balita dan dipahami oleh ibu 0. Kurang : < 60%
Terkait Gizi balita mengenai 1. Sedang : 60% -
pengetahuan ibu terhadap 80%
kesehatan balita dan asupan 2. Baik : >80%
makanan yang harus
dipenuhi serta dikonsumsi (Khomsan, 2021)
oleh balita berdasarkan
jumlah dan jenis makanan
yang tepat pada balita demi
mencapai kebutuhan zat
gizi didalam tubuhnya
kemudian diukur dari hasil
pengisian kuesioner.

9. Riwayat Perilaku pemberian ASI Wawancara Kuesioner 0. Tidak memberikan Ordinal


Pemberian oleh ibu pada bayi saat ASI eksklusif
ASI Eksklusif lahir hingga bayi berusia 6
bulan tanpa ada makanan 1. Ya, diberikan ASI
atau minuman tambahan eksklusif 6 bulan
lain (kecuali obat-obatan, pertama
mineral, dan vitamin sesuai
anjuran dokter).

10. Riwayat IMD Kegiatan menyusui sesaat Wawancara Kuesioner 0. Tidak (Tidak Ordinal
setelah bayi dilahirkan Melakukan IMD)
selama satu jam dengan
cara meletakkan bayi di 1.Ya (
dada ibu, dan bayi mencari Melakukan IMD)
puting ibu secara mandiri.
11. Riwayat Diare Kondisi buang air besar Wawancara Kuesioner 0. Tidak (jika Ordinal
yang terjadi sebanyak 3 anak menderita
kali bahkan lebih dalam diare
sehari dengan feses yang ≤2 kali/ 3 bulan)
tidak memiliki bentuk atau 1. Ya (jika
terlihat cair yang dialami si anak menderita
balita atas pengakuan yang diare
dilihat oleh orang tua balita >2 kali/3 bulan)

(Depkes 2004)
12. Ketahanan Pangan yang terpenuhi Wawancara Kuesioner Household Kategori : Ordinal
Pangan dalam rumah tangga, Food Insecurity Access 0. Skor 15-27 :
Rumah disesuaikan terutama untuk Scale (HFIAS) Rawan Pangan
Tangga balita untuk mencegah Tingkat Berat
keterlambatan
perkembangan. 1. Skor 8-14 :
Kebutuhan pangan Rawan Pangan
mencerminkan Tingkat Sedang
ketersediaan pangan yang
cukup, meliputi kuantitas
dan kualitas, keamanan, 2. Skor 2-7 : Rawan
keragaman, gizi, Pangan Tingkat
pemerataan dan Rendah
keterjangkauan.
(UU No.18 Republik 3 . Skor 0-1 :
Indonesia 2012) Tahan Pangan

(Ashari et al., 2019)

3.3 Hipotesis

3.3.1 Hipotesis Ibu Hamil

1. Terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi ibu hamil (LiLA).
2. Terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi ibu hamil (LiLA).
3. Terdapat hubungan antara asupan lemak dengan status gizi ibu hamil (LiLA).
4. Terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi ibu hamil (LiLA)
5. Terdapat hubungan antara pemeriksaan ANC dengan status gizi ibu hamil (LiLA).
6. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu hamil dengan status gizi ibu hamil (LiLA).
7. Terdapat hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi ibu hamil (LiLA).

3.3.2 Hipotesis Balita


1. Terdapat hubungan antara asupan energi dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
2. Terdapat hubungan antara asupan protein dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
3. Terdapat hubungan antara asupan lemak dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
4. Terdapat hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
5. Terdapat hubungan antara asupan zink dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
6. Terdapat hubungan antara asupan kalsium dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
7. Terdapat hubungan antara riwayat diare dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
8. Terdapat hubungan antara riwayat asi eksklusif dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
9. Terdapat hubungan antara riwayat ibu menyusu dini (IMD) dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
10. Terdapat hubungan antara pengetahuan ibu balita dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
11. Terdapat hubungan antara ketahanan pangan rumah tangga dengan status gizi balita (TB/U atau PB/U).
BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Penelitian ini dilakukan di wilayah provinsi Jawa Barat, tepatnya di Kabupaten
Bogor, Kecamatan Jasinga, tepatnya pada Desa Pangradin, Desa Kalong Sawah, Desa
Sipak, Desa Jugalajaya, Desa Pamagersari, Desa Curug, Desa Tegal Wangi, Desa
Pangaur, Desa Koleang, Desa Jasinga, Desa Setu, Desa Cikopomayak, Desa Neglasari,
Desa Barengkok, Desa Bagoang, dan Desa Wirajaya. yang akan dilaksanakan pada bulan
April-Juni 2023.

4.2 Populasi dan Sampel


4.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas, obyek atau subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2020). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu hamil trimester I, II, dan III, serta Balita usia 6-24
bulan di wilayah Kabupaten Bogor Kecamatan Jasinga, tepatnya pada Desa
Pangradin, Desa Kalong Sawah, Desa Sipak, Desa Jugalajaya, Desa Pamagersari,
Desa Curug, Desa Tegal Wangi, Desa Pangaur, Desa Koleang, Desa Jasinga, Desa
Setu, Desa Cikopomayak, Desa Neglasari, Desa Barengkok, Desa Bagong, dan
Desa Wirajaya.
4.2.1.1 Ibu Hamil
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh ibu hamil
trimester I, II, dan III yang berada di wilayah Kabupaten Bogor Kecamatan
Jasinga, tepatnya pada Desa Pangradin, Desa Kalong Sawah, Desa Sipak,
Desa Jugalajaya, Desa Pamagersari, Desa Curug, Desa Tegal Wangi, Desa
Pangaur, Desa Koleang, Desa Jasinga, Desa Setu, Desa Cikopomayak, Desa
Neglasari, Desa Barengkok, Desa Bagoang, dan Desa Wirajaya.
4.2.1.2 Balita
Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh Balita
berusia 6-24 bulan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor Kecamatan
Jasinga, tepatnya pada Desa Pangradin, Desa Kalong Sawah, Desa Sipak,
Desa Jugalajaya, Desa Pamagersari, Desa Curug, Desa Tegal Wangi, Desa
Pangaur, Desa Koleang, Desa Jasinga, Desa Setu, Desa Cikopomayak, Desa
Neglasari, Desa Barengkok, Desa Bagoang, dan Desa Wirajaya.
4.2.2 Sampel
Menurut Sugiyono (2017), sampel adalah bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Penentuan sampel pada
penelitian ini sangat dibutuhkan untuk kejelasan penyebaran kuesioner yang
akan dilakukan dan pada penelitian ini, teknik pengambilan data
menggunakan metode simple random sampng yaitu teknik untuk
mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling. Dengan
demikian setiap unit sampling sebagai unsur populasi yang terpencil
memperoleh peluang yang sama untuk menjadi sampel atau untuk mewakili
populasi. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap
homogen (Margono, 2004). dan incidental sampling yaitu teknik penentuan
sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja pasien yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data
(Sugiyono, 2016).

4.2.2.1 Ibu Hamil


Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah Ibu Hamil trimester
I, II, dan III. Kriteria inklusi dari subjek, yaitu:
1) Ibu sehat secara fisik dan mental
2) Berdomisili di daerah Kecamatan Jasinga
3) Bersedia menjadi responden dari peneliti
4) Ibu hamil dapat berkomunikasi dengan
baik. Kemudian, kriteria eksklusinya, yaitu:
1) Ibu hamil yang melahirkan selama penelitian berlangsung
2) Ibu hamil yang mengundurkan diri saat pengambilan data
berlangsung.
3) Ibu hamil yang berpindah tempat tinggal selama
pengambilan data.
Dibawah ini merupakan rumus Lemeshow yang dipakai dalam menentukan
jumlah sampel yang diambil sebagai subjek dalam penelitian.
n = {𝑍1 𝛼/(−2) √(2𝑃 (1 − 𝑃) + 𝑍1−𝛽 √(𝑃1 (1 − 𝑃1) + 𝑃2 (1 − 𝑃2) } 2
{√(𝑃1 (1 − 𝑃1) + 𝑃2 (1 − 𝑃2) }

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

Z¹-α/₂ = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α 5%

Z¹-β = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) β 90%

P₁ = Perkiraan proporsi pada populasi 1


P₂ = Perkiraan proporsi pada populasi 2
P = (P₁ + P₂) / 2

Variabel Variabel P1 P2 N Sumber


Dependen Independen

Status Gizi Asupan Energi 0,36 0,06 37 (Anisatul


Mahmudah,
2014)
Status Gizi Asupan Protein 0,83 0,8 3519 (Anisatul
Mahmudah,
2014)
Status Gizi Asupan Lemak 0,57 0,96 23 (Dalima,
2023)
Status Gizi Asupan 0,53 0,96 20 (Dalima,
Karbohidrat 2023)
Status Gizi Pengetahuan Ibu 0,76 0,18 14 (Goni, 2013)
Hamil

Status Gizi ANC (Antenatal 0,57 0,15 26 (Amalia,


Care) 2018)

Status Gizi Ketahanan 0,63 0,02 11 (Handini,


pangan rumah 2018)
tangga

Menurut hasil perhitungan menggunakan software Sample Size,


didapatkan jumlah sampel yang diperlukan penelitian sebanyak 5.037
responden.
Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda 2 proporsi.
Untuk mengantisipasi terjadinya drop out, maka diperlukan penambahan
sampel sebesar 10% sehingga sampel yang digunakan sebesar 5.540
responden. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah
incidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,
yaitu siapa saja pasien yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat
digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu
cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2016).

4.2.2.2 Balita
Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah Balita berusia 6-24
bulan. Kriteria inklusi dari subjek, yaitu:
1) Balita 6-24 bulan yang berdomisili di Kabupaten Bogor
2) Balita yang sehat secara fisik dan mental
3) Bersedia menjadi responden
Kemudian kriteria eksklusinya,
yaitu:
1) Balita yang berpindah tempat tinngal selama pengambilan data
2) Balita yang mengundurkan diri saat pengambilan data berlangsung

Dibawah ini merupakan rumus Lemeshow yang dipakai dalam menentukan


jumlah sampel yang diambil sebagai subjek dalam penelitian.
n = {𝑍1 𝛼/(−2) √(2𝑃 (1 − 𝑃) + 𝑍1−𝛽 √(𝑃1 (1 − 𝑃1) + 𝑃2 (1 − 𝑃2) } 2
{√(𝑃1 (1 − 𝑃1) + 𝑃2 (1 − 𝑃2) }
Keterangan:

n = Besar sampel minimum

Z¹-α/₂ = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α 5%

Z¹-β = Nilai distribusi normal baku (tabel Z) β 90%

P₁ = Perkiraan proporsi pada populasi 1


P₂ = Perkiraan proporsi pada populasi 2
P = (P₁ + P₂) / 2
Variabel Variabel P1 P2 N Sumber
Dependen Independen

Status Gizi Asupan Energi 0,53 0,13 27


(TB/U) atau (Tob, 2021)
(PB/U)
Status Gizi Asupan Protein 0,33 0,10 65 (Bertalina,
(TB/U) atau 2018)
(PB/U)
Status Gizi Asupan Lemak 0,46 0,10 31 (Ayuningtyas
(TB/U) atau , 2018)
(PB/U)

Status Gizi Asupan 0,38 0 21 (Sari, 2022)


(TB/U) atau Karbohidrat
(PB/U)
Status Gizi Asupan Zink 0,06 0 168 (Suhada,
(TB/U) atau 2013)
(PB/U)
Status Gizi Asupan Kalsium 0,47 0,14 39 (Wati, 2021)
(TB/U) atau
(PB/U)

Status Gizi Pengetahuan Ibu 0,23 0,18 1368 (Bertalina,


(TB/U) atau Balita terkait gizi 2018)
(PB/U)
Status Gizi Riwayat 0,23 0,18 1368 (Annisa,
(TB/U) atau Pemberian ASI 2019)
(PB/U) Eksklusif
Status Gizi Riwayat IMD 0,48 0,20 59 (Annisa,
(TB/U) atau 2019)
(PB/U)
Status Gizi Riwayat Diare 0,68 0,43 81 (Usman,
(TB/U) atau 2021)
(PB/U)
Status Gizi Ketahanan 0,55 0,13 25 (Arlius, 2017)
(TB/U) atau Pangan Rumah
(PB/U) Tangga
Menurut hasil perhitungan menggunakan software Sample Size dengan
α (5%) dan β (90%) didapatkan jumlah sampel yang diperlukan untuk
penelitian sebanyak 1.368 responden, jumlah minimal sampel pada variabel
pengetahuan ibu Balita terkait gizi menggunakan proporsi penelitian
responden Bartalina (2018) dan riwayat pemberian ASI eksklusif
menggunakan proporsi pada penelitian responden Annisa (2019) menjadi
variabel terbesar
Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda 2 proporsi.
Mengantisipasi terjadinya drop out, maka diperlukan penambahan sampel
sebesar 10% sehingga sampel yang digunakan sebesar 1.505 responden.
Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah simple random
sampng yaitu teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan
pada unit sampling. Dengan demikian setiap unit sampling sebagai unsur
populasi yang terpencil memperoleh peluang yang sama untuk menjadi
sampel atau untuk mewakili populasi. Cara demikian dilakukan bila
anggota populasi dianggap homogen (Margono, 2004).

4.2.3 Kerangka Pengambilan Sampel


4.2.3.1 Ibu Hamil

Seluruh Ibu Hamil di


Kecamatan Jasinga

Ibu Hamil di desa:


1. Desa Pangradin
2. Desa Kalong Sawah
3. Desa Sipak
4. Desa Jugalajaya
5. Desa Pamagersari
6. Desa Curug
7. Desa Tegal Wangi
8. Desa Pangaur
9. Desa Koleang
10. Desa Jasinga
11. Desa Setu
12. Desa Cikopomayak
13. Desa Neglasari
14. Desa Barengkok
15. Desa Bagong
16. Desa Wirajaya.

Accidental sampling

30-33 Ibu Hamil per desa


Kriteria Inklusi:

Berdomisili di daerah Kabupaten Bogor, Kecamatan Jasinga, tepatnya pada Desa


Pangradin, Desa Kalong Sawah, Desa Sipak, Desa Jugalajaya, Desa Pamagersari,
Desa Curug, Desa Tegal Wangi, Desa Pangaur, Desa Koleang, Desa Jasinga,
Desa Setu, Desa Cikopomayak, Desa Neglasari, Desa Barengkok, Desa Bagong,
dan Desa Wirajaya.
Bersedia menjadi responden dari peneliti.
Ibu hamil dapat berkomunikasi dengan
baik. Ibu sehat secara fisik dan mental.
Kriteria Ekslusi:

Ibu hamil yang melahirkan selama penelitian berlangsung.


Ibu hamil yang mengundurkan diri saat pengambilan data berlangsung.
Ibu hamil yang berpindah tempat tinggal selama pengambilan data.

Total sampel target yang diperoleh


4.2.3.2 Balita

Seluruh Balita (0-59


bulan) di Kecamatan
Jasinga

Data skrining
Balita (0-59 bulan) di desa:
1. Desa Pangradin
2. Desa Kalong Sawah
3. Desa Sipak
4. Desa Jugalajaya
5. Desa Pamagersari
6. Desa Curug
7. Desa Tegal Wangi
8. Desa Pangaur
9. Desa Koleang
10. Desa Jasinga
11. Desa Setu
12. Desa Cikopomayak
13. Desa Neglasari
14. Desa Barengkok
15. Desa Bagong
16. Desa Wirajaya.

Seluruh Balita usia 6-24 bulan

Simple random sampling


50-55 Balita usia 6-24 bulan

Kriteria Inklusi:

Balita 6-24 bulan yang berdomisili di Kabupaten Bogor


Kecamatan Jasinga, tepatnya pada Desa Pangradin, Desa Kalong
Sawah, Desa Sipak, Desa Jugalajaya, Desa Pamagersari, Desa
Data Bivariat Curug, Desa Tegal Wangi, Desa Pangaur, Desa Koleang, Desa
Jasinga, Desa Setu, Desa Cikopomayak, Desa Neglasari, Desa
Barengkok, Desa Bagong, dan Desa Wirajaya.
Balita yang sehat secara fisik dan
mental. Bersedia menjadi responden.
Kriteria Ekslusi:
Balita yang berpindah tempat tinggal selama pengambilan data
Balita yang mengundurkan diri saat pengambilan data berlangsung

Data Bivariat Sampel target yang diperoleh (850 Balita usia 6-24 bulan)

4.3 Jenis Data


4.3.1 Data Primer
4.3.1.1 Ibu Hamil
A. Data status gizi ibu hamil meliputi:
1. Lingkar lengan atas (LILA)
B. Data asupan ibu hamil
1. Asupan energi
2. Asupan protein
3. Asupan lemak
4. Asupan karbohidrat
C. Data karakteristik ibu hamil meliputi:
1. Usia ibu hamil

Usia Energi (kkal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat


(g)
Trimester I +180 +1 +2.3 +25
Trimester II +300 +10 +2.3 +40

Trimester III +300 +30 +2.3 +40

2. Usia kehamilan
a. Trimester I = 0-12 minggu
b. Trimester II = 13-28 minggu
c. Trimester III = 29-40 minggu
3. Jarak kehamilan
4. Status ekonomi keluarga
D. Data pengetahuan ibu hamil terkait gizi
E. Data ketahanan pangan keluarga
F. Data cakupan pemeriksaan ANC
4.3.1.2 Balita
A. Data status gizi Balita meliputi:
1. Analisis PB/U atau TB/U
a. Sangat pendek (<-3 SD)
b. Pendek (-3 SD sampai <-2 SD)
c. Normal (-2 SD sampai +3 SD)
d. Tinggi (> +3 SD)
B. Data asupan Balita meliputi:
1. Energi
2. Protein
3. Lemak
4. Karbohidrat
5. Asupan Zinc
6. Asupan Kalsium
C. Data karakteristik Balita meliputi:
1. Usia Balita

Usia Energi Protein Lemak Karbohi Zat Besi Kalsium


(kkal) (g) (g) drat (g) (mg) (mg)
0-5 550 9 31 59 0,3 200
bulan
6-11 800 15 35 105 11 270
bulan
1-3 1350 20 45 215 7 650
tahun

a. Anak usia 6 - 11 bulan


b. Anak usia 1 - 3 tahun
c. Anak usia 4 - 6 tahun
2. Status ekonomi keluarga
a. Pendidikan Orang tua
b. Pekerjaan Orang tua
c. Pendapatan Orang tua
D. Data pola asuh pada Balita meliputi:
1. Riwayat inisiasi menyusui dini (IMD)
2. Riwayat pemberian asi eksklusif
a. Usia 6 bulan = 720 ml/hari
E. Data riwayat penyakit infeksi, meliputi:
1. Diare
F. Data pengetahuan ibu Balita terkait gizi
G. Data pelayanan kesehatan Balita
H. Data ketahanan pangan keluarga

4.3.2 Data Sekunder


Di Kecamatan Jasinga, terdapat pelayanan kesehatan sebagai faktor
pendukung dari data yang sudah kami dapatkan melalui puskesmas setempat.
Terdapat 3 puskesmas, dan 116 posyandu.

4.4 Instrumen Pengambilan Data

4.4.1 Ibu Hamil


Instrumen Tabel Pengambilan Data Ibu Hamil

Variabel Instrumen Sumber


Status gizi Pita LiLA atau Metline dan
Timbangan

Asupan energi Form food recall 2x24


jam, buku foto makanan,
timbangan makanan,
penggaris, alat tulis (Kemenkes, 2017)

Asupan zat gizi makro( Form recall 2x24 jam,


Karbohidrat, protein, buku foto makanan,
lemak) timbangan makanan,
penggaris, alat tulis
Pengetahuan ibu Kuesioner (Kemenkes, 2014),
terkait gizi (Lestaluhu, 2021)
ANC (Antenatal Care) Kuesioner

Ketahanan pangan rumah Kuesioner Household (Coates, 2007)


tangga Food Insecurity
Access Scale (HFIAS)

4.4.2 Balita
Instrumen Tabel Pengambilan Data Balita

Variabel Instrumen Sumber

Status gizi Microtoise, Metline, dan


Timbangan

Asupan energi Form recall 2x24 jam,


buku foto makanan,
timbangan makanan, (Kemenkes, 2017)
penggaris, alat tulis
Asupan zat gizi makro dan Form recall 2x24 jam,
mikro (Karbohidrat, buku foto makanan,
protein, lemak, Zinc, timbangan makanan,
Kalsium (Ca)) penggaris, alat tulis
Pengetahuan ibu Balita Kuesioner
terkait gizi
Riwayat pemberian ASI Kuesioner
eksklusif (Kemenkes, 2014)

Riwayat IMD Kuesioner


Riwayat diare Kuesioner
Ketahanan pangan rumah Kuesioner Household
tangga Food Insecurity Access (Coates, 2007)
Scale (HFIAS)

4.5 4.5 Metode Pengumpulan Data


4.5.1 Prosedur Sebelum Pengambilan Data
1) Peneliti menyiapkan proses penelitian sesuai dengan protokol kesehatan yaitu:
a. Menggunakan masker (baik medical mask ataupun masker kain).
b. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
c. Membawa hand sanitizer jika perlukan.
d. Memastikan kondisi kesehatan diri dalam keadaan baik (tidak demam, batuk,
dan flu).
2) Peneliti menyiapkan surat izin penelitian dari kampus.
3) Peneliti menyiapkan “Lembar Persetujuan” yang akan disebarkan.
4) Peneliti menyiapkan alat yang akan digunakan untuk penelitian, antara lain:
a. Pengukuran Lingkar Lengan Atas (Pita LiLA atau metline).
b. Pengukuran Tinggi Badan dan Panjang Badan (microtoise dan metline).
c. Penilaian asupan zat gizi makro dan mikro (form recall 2x24 jam, timbangan
makanan, buku foto makanan, penggaris, alat tulis, dan lembar AKG 2019).
d. Perhitungan status gizi Balita (Tabel Z-Score).
e. Penilaian pengetahuan dan ketahanan pangan keluarga (form kuesioner).
f. Menyiapkan kamera/handphone untuk merekam kegiatan wawancara sebagai
dokumentasi.
g. Telah menyiapkan sampel yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu 5 Balita
dengan usia 6-24 bulan, 3 Ibu Hamil trimester I, II, III.
4.5.1.1 Langkah-Langkah Pengambilan Data Ibu Hamil
1. Peneliti menyiapkan formulir yang berisi identitas responden.
2. Peneliti mengunjungi tempat tinggal responden dengan tetap mematuhi
protokol kesehatan.
3. Peneliti memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan maksud dan
tujuan kepada responden.
4. Peneliti meminta responden untuk mengisi formulir persetujuan yang
digunakan untuk pengambilan data.
5. Peneliti melakukan pengukuran LiLA pada Ibu Hamil baik trimester I,
II, dan III.
6. Peneliti melakukan wawancara recall 2x24 jam pada Ibu Hamil pada
Weekday dan Weekend untuk mengetahui kecukupan asupan energi,
protein, lemak dan karbohidrat.
7. Peneliti melakukan wawancara dengan responden mengenai
karakteristik dan identitas responden meliputi usia ibu hamil, usia
kehamilan, jarak kehamilan, dan status ekonomi.
8. Peneliti melakukan wawancara terstruktur dengan responden untuk
mengetahui pengetahuan ibu hamil terkait gizi.
9. Peneliti melakukan wawancara terkait cakupan pemeriksaan Antenatal
Care (ANC).
10. Peneliti melakukan wawancara terkait ketersediaan pangan pada
tingkat rumah tangga.
11. Peneliti mencatat semua jawaban responden ke dalam form dan
kuesioner yang telah disiapkan.
12. Peneliti menginput, mengelola, dan menganalisis data ibu hamil
trimester I, II, dan III
4.5.1.2 Langkah-Langkah Pengambilan Data Balita
1. Peneliti mengunjungi tempat tinggal responden dengan tetap mematuhi
protokol kesehatan.
2. Peneliti memperkenalkan diri, kemudian menjelaskan maksud dan
tujuan kepada responden.
3. Peneliti meminta orang tua atau pengasuh untuk mengisi formulir
persetujuan yang digunakan untuk pengambilan data.
4. Peneliti melakukan pengukuran panjang badan atau tinggi badan pada
Balita usia 6-24 bulan.
5. Peneliti melakukan wawancara recall 2x24 jam pada orang tua atau
pengasuh Balita pada Weekday dan Weekend untuk mengetahui
kecukupan asupan energi, karbohidrat, protein, lemak, zink (Zn), dan
kalsium.
6. Peneliti melakukan wawancara terhadap pengasuh/orang tua responden
mengenai karakteristik responden, meliputi usia Balita dan status
ekonomi keluarga.
7. Peneliti melakukan wawancara terhadap orang tua atau pengasuh
Balita mengenai pola pemberian makan Balita.
8. Peneliti melakukan wawancara terhadap orang tua atau pengasuh
Balita mengenai riwayat ASI eksklusif.
9. Peneliti melakukan wawancara terhadap orang tua atau pengasuh
Balita mengenai riwayat Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
10. Peneliti melakukan wawancara terhadap orang tua atau pengasuh
Balita mengenai riwayat penyakit infeksi Balita (diare).
11. Peneliti melakukan wawancara terstruktur terhadap orang tua atau
pengasuh Balita mengenai pengetahuan terkait gizi.
12. Peneliti melakukan wawancara terhadap orang tua atau pengasuh
Balita mengenai ketahanan pangan keluarga.
13. Peneliti menulis seluruh jawaban responden ke dalam form dan
kuesioner yang telah dibuat oleh peneliti.
14. Peneliti menginput, mengelola, dan menganalisis data Balita.
4.5.2 Metode Pengukuran
4.5.2.1 Ibu Hamil
4.5.2.1.1 Langkah-Langkah Pengambilan Data Status Gizi pada Ibu
Hamil dengan Menggunakan Parameter LiLA
1. Pastikan pita LiLa yang digunakan tidak kusut.
2. Pengukuran dilakukan pada lengan yang jarang digunakan untuk
beraktivitas, tepat pada bagian tengah antara bahu dan siku lengan
tangan.
3. Lengan harus dalam keadaan bebas, artinya otot lengan tidak tegang.
4. Tetapkan letak bahu dan letak siku tangan.
5. Untuk menentukan titik tengah lengan atas, tekuk lengan hingga
membentuk sudut 90∘ , dengan telapak tangan menghadap ke atas.
6. Tetapkan titik tengah lengan atas, dengan cara rentangkan pita dari
bahu ke arah siku, lalu tentukan titik tengah lengan atas ibu.
7. Beri tanda titik tersebut dengan pulpen.
8. Lengan kembali pada posisi lurus di samping badan dan telapak tangan
menghadap bawah.
9. Lingkarkan pita LiLA di titik tengah-tengah tulang bahu dan siku
dengan tidak terlalu ketat dan tidak terlalu longgar.
10. Baca skalanya dengan benar dan catat hasil pengukuran.
11. Pengukuran dilakukan dua kali agar mendapatkan hasil yang presisi
dan akurasi
12. Hitung rata-rata hasil pengukuran pertama dan kedua dengan cara
menjumlahkan pengukuran pertama dan kedua lalu di bagi dua.
4.5.2.1.2 Langkah-Langkah Pengambilan Data Status Gizi pada Ibu
Hamil dengan Metode Recall 2x24 Jam
A. Energi, Protein, Lemak, dan Karbohidrat
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan
2. Peneliti menjelaskan kepada responden maksud dan tujuan dari
recall yang dilakukan.
3. Peneliti meminta persetujuan kepada responden untuk bersedia
diwawancarai.
4. Peneliti menyiapkan form food recall 2x24 jam, buku foto
makanan, timbangan makanan dan alat tulis
5. Peneliti melakukan wawancara kepada responden terkait asupan
makan yang dikonsumsi selama 2x24 jam terakhir.
6. Peneliti menanyakan pangan yang dikonsumsi pada 2x24 jam
terakhir (sejak bangun tidur sampai tidur lagi) dan mencatat dalam
ukuran rumah tangga (URT) mencakup nama masakan/makanan,
cara persiapan dan pengolahan, serta bahan makanannya.
7. Peneliti melakukan quick list (daftar ringkas) dari asupan makanan
yang dikonsumsi responden sesuai dengan waktu makan.
8. Peneliti memeriksa kembali kelengkapan quick list bersama
responden.
9. Peneliti memastikan dan mengulas kembali dengan teliti apa saja
yang responden ceritakan, seperti asupan makan dan ukuran rumah
tangga (URT) pada saat wawancara berlangsung agar tidak terjadi
hasil yang bias dan lebih akurat
10. Peneliti mengkonversi satuan URT ke dalam satuan gram dari hasil
wawancara untuk mendapatkan data asupan makan ibu hamil
11. Peneliti menganalisis kandungan gizi tiap bahan makanan yang
telah responden sebutkan menggunakan Nutrisurvey.
4.5.2.1.3 Langkah-Langkah Pengambilan Data Pengetahuan pada Ibu
Hamil terkait Gizi
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
2. Peneliti mempersiapkan form kuesioner serta alat tulis.
3. Peneliti melakukan wawancara kepada responden tentang pengetahuan
terkait gizi sesuai dengan form kuesioner yang sudah disiapkan
4. Peneliti mencatat jawaban responden pada form kuesioner dengan
tepat
5. Peneliti melakukan skoring dari hasil kuesioner pengetahuan ibu hamil
terkait gizi
6. Setelah didapatkan skor pengetahuan ibu hamil terkait gizi, kemudian
peneliti memasukkan data skor ke dalam SPSS untuk dikategorikan
sesuai dengan coding
4.5.2.1.4 Langkah-Langkah Pengambilan Data ANC (Antenatal Care)
pada Ibu Hamil
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
2. Peneliti mempersiapkan form kuesioner ANC serta alat tulis.
3. Peneliti melakukan wawancara kepada responden terkait pelayanan
kesehatan
4. Peneliti mencatat jawaban responden pada form kuesioner dengan
tepat
5. Peneliti melakukan skoring dari hasil kuesioner ANC
6. Setelah didapatkan skor, kemudian peneliti memasukkan data skor ke
dalam SPSS untuk dikategorikan sesuai dengan coding
4.5.2.1.5 Langkah-Langkah Pengambilan Data Ketahanan Pangan
Keluarga
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
2. Peneliti mempersiapkan form kuesioner HFIAS serta alat tulis.
3. Peneliti mewawancarai responden sesuai dengan pertanyaan form
kuesioner HFIAS.
4. Peneliti mencatat jawaban responden pada form kuesioner HFIAS.
5. Peneliti menjumlahkan semua skor jawaban reponden pada form
kuesioner HFIAS.
6. Peneliti mengkategorikan total skor sesuai dengan coding.

4.5.2.2 Balita
4.5.2.2.1 Langkah-Langkah Pengambilan Data Status Gizi pada Balita
Pengukuran panjang badan untuk anak 0-24 bulan:
1. Pengukuran panjang badan dilakukan oleh 2 orang.
2. Bayi dibaringkan telentang pada alas yang datar.
3. Kepala bayi menempel pada pembatas angka.
4. Petugas 1: kedua tangan petugas memegang kepala bayi agar tetap
menempel pada pembatas angka 0 (pembatas kepala).
Petugas 2: tangan kiri petugas menekan lutut bayi agar lurus,
tangan kanan menekan batas kaki ke telapak kaki.
5. Petugas 2 membaca angka di tepi luar pengukur.
6. Jika anak umur 0-24 bulan diukur berdiri, maka hasil
pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.
7. Pengukuran dilakukan sebanyak dua kali agar pengukuran presisi
dan akurat.
8. Hitung rata-rata hasil pengukuran panjang badan pertama dan
kedua dengan cara menjumlahkan hasil pengukuran pertama dan
hasil pengukuran kedua kemudian dibagi dua.

A. Pengukuran Tinggi Badan


1. Cara memasang microtoise
a. Gantungan bandul benang untuk membantu memasang
microtoise di dinding agar lurus.
b. Letakkan alat pengukur di lantai yang datar tidak jauh dari
bandul tersebut dan menempel pada dinding yang rata.
c. Tarik papan penggeser ke atas, sejajar dengan benang
berbandul yang tergantung dan tarik sampai angka pada
jendela baca menunjukkan angka nol kemudian dipaku atau
direkatkan pada bagian atas microtoise.
d. Untuk menghindari terjadi perubahan posisi pita ukur, beri
lagi perekat pada posisi sekitar 10 cm dari bagian atas
microtoise.
2. Prosedur pengukuran
a. Pasang microtoise sesuai dengan petunjuk pemasangan.
b. Cari dinding dan lantai yang rata.
c. Lepas alas kaki, penutup kepala, seperti topi, peci, kunciran,
atau sanggul rambut, dan pampers yang digunakan oleh
responden.
d. Posisi responden membelakangi lurus ke depan.
e. Responden berdiri tegak, pandangan lurus ke depan.
f. Lima bagian badan menempel di alat ukur (kepala, punggung,
pantat, betis dan tumit). Bila ini tidak memungkinkan,
minimal 3 bagian menempel di alat ukur, yaitu punggung,
pantat, dan betis.
g. Posisi pengukur berada di depan responden yang diukur.
h. Gerakkan alat geser hingga menyentuh bagian atas kepala
responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala
responden dan bagian belakang alat geser harus tetap
menempel pada dinding.
i. Baca angka pada jendela baca. Pembacaan angka dilakukan
tepat di depan angka pada garis merah, sejajar dengan mata
petugas.
j. Lakukan pengukuran 2 kali dan catat hasil pengukuran. Hitung
rata-rata hasil pengukuran tinggi badan pertama dan kedua
dengan cara menjumlahkan hasil pengukuran pertama dan
hasil pengukuran kedua kemudian dibagi dua.

4.5.2.2.2 Langkah-Langkah Pengambilan Data Asupan pada Balita


A. Energi, Karbohidrat, Protein, Lemak
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap
memperhatikan protokol kesehatan.
2. Peneliti menjelaskan terkait maksud dan tujuan dari recall yang
akan dilakukan kepada orang tua/pengasuh Balita.
3. Peneliti meminta persetujuan dari orang tua/pengasuh Balita
untuk menandatangani lembar persetujuan terkait kesediaan
untuk diwawancarai.
4. Peneliti menyiapkan alat tulis yang akan digunakan, formulir
food recall 2x24 jam dan buku foto bahan makanan.
5. Peneliti melakukan wawancara mengenai asupan yang
dikonsumsi oleh Balita selama 2x24 jam (sejak bangun tidur
sampai bangun kembali) kepada orang tua/pengasuh Balita.
6. Peneliti mencatat semua asupan Balita dalam ukuran rumah
tangga (URT), mencakup nama masakan/makanan, cara
pengolahan, dan bahan makanannya selama 2 x 24 jam yang
lalu di formulir recall.
7. Peneliti melakukan quick list (daftar ringkasan) mengenai
asupan Balita sesuai dengan waktu makannya.
8. Quick list diulang kembali oleh peneliti bersama
pengasuh/orang tua Balita.
9. Peneliti menggali asupan Balita dengan mengaitkan waktu
makan dan aktivitas termasuk porsi dalam URT, berat, jumlah,
jenis bahan makanan, sumber perolehan dan harga per porsi
makanan (bila membeli).
10. Peneliti mengulang kembali semua jawaban untuk menghindari
kemungkinan asupan Balita yang terlupakan bersama orang
tua/pengasuh Balita.
11. Peneliti mengkonversi satuan URT ke dalam satuan gram dari
hasil wawancara untuk mendapatkan data asupan makan Balita.
12. Peneliti melakukan analisis zat gizi berdasarkan data hasil
recall 2x24 jam yang lalu menggunakan Nutrisurvey.
B. Zinc dan Kalsium
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap
memperhatikan protokol kesehatan.
2. Data asupan harian Balita yang sudah diambil melalui
wawancara recall 2 x 24 jam tidak berturut dimasukkan ke
dalam software nutrisurvey, lalu peneliti mengolah data
tersebut.
4.5.2.2.3 Langkah-Langkah Pengambilan Data Pola Asuh pada
Balita 4.5.2.2.3.1 Riwayat Pemberian IMD
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
2. Peneliti mempersiapkan form kuesioner dan alat tulis.
3. Peneliti menanyakan kepada orang tua/pengasuh terkait riwayat
pemberian IMD.
4. Peneliti mencatat jawaban dari orang tua/pengasuh dan
mengkategorikan hasilnya.
4.5.2.2.3.2 Riwayat Pemberian ASI Ekslusif
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
2. Peneliti mempersiapkan kuesioner dan alat tulis.
3. Peneliti menanyakan kepada orang tua atau pengasuh terkait riwayat
pemberian ASI eksklusif.
4. Peneliti mencatat jawaban dari orang tua atau pengasuh dan
mengategorikan hasilnya.
4.5.2.2.4 Langkah-Langkah Pengambilan Data Riwayat Penyakit Diare
pada Balita
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
2. Peneliti mempersiapkan form kuesioner dan alat tulis.
3. Peneliti menanyakan kepada orang tua/pengasuh terkait dengan
riwayat diare yang dialami Balita dalam 1 bulan terakhir.
4. Peneliti mencatat jawaban dari orang tua/pengasuh dan
mengkategorikan hasilnya.
4.5.2.2.5 Langkah-Langkah Pengambilan dan Pengolahan Data
Pengetahuan Ibu Balita terkait Gizi
1. Peneliti melakukan pengambilan data dengan tetap memperhatikan
protokol kesehatan.
2. Peneliti mempersiapkan form kuesioner dan alat tulis.
3. Peneliti melakukan wawancara dengan orang tua atau pengasuh
tentang pengetahuan terkait gizi.
4. Peneliti mencatat hasil jawaban responden pada form kuesioner.
5. Peneliti melakukan skoring pengetahuan pada ibu Balita terkait gizi
6. Setelah didapatkan skor pengetahuan ibu Balita terkait gizi, kemudian
peneliti memasukkan data skor ke dalam SPSS untuk dikategorikan
sesuai dengan coding.
4.5.2.2.6 Langkah-Langkah Pengambilan Data Ketahanan Pangan
Keluarga
1. Peneliti menyiapkan instrumen yang akan digunakan untuk
pengambilan data yaitu dengan form kuesioner HFIAS serta alat
tulisnya.
2. Peneliti menjumlahkan semua skor jawaban dari kuesioner HFIAS.
3. Peneliti melakukan skoring ketahanan pangan keluarga di mana untuk
mendapatkan hasil skornya hanya dijumlah sesuai dengan coding yang
tertera.
4. Peneliti mengkategorikan sesuai tingkat ketahanan pangan keluarga
kemudian memasukkan data ke dalam SPSS.
4.5.2.2.7 Langkah-Langkah Perhitungan Z-Score
1. Peneliti menyiapkan data yang telah diperoleh dari pengukuran
panjang atau tinggi badan serta usia.
2. Peneliti memasukkan data tersebut ke dalam aplikasi WHO Anthro.
3. Kemudian peneliti mencatat hasil perhitungan Z-Score di form yang
sudah disediakan.
4.6 Analisis Data
4.6.1 Instrumen Analisis Data
Diperlukan penggunaan beberapa instrumen dalam melakukan pengolahan
data. Berikut adalah jenis instrumen yang dibutuhkan dalam menganalisis hasil
penelitian:
4.6.1.1 WHO Anthro
WHO anthro merupakan program yang dikembangkan untuk
memantau pertumbuhan dan perkembangan motorik Balita usia 0-60
bulan, sedangkan untuk anak usia 0-19 tahun menggunakan WHO
AnthroPlus. Software ini pertama kali dirilis pada tahun 2006 bersama
dengan dikeluarkannya standar pertumbuhan anak menurut WHO, yaitu
indikator TB/U (Length-for-age), BB/U (Weight-for-age), BB/TB (Weight-
for-length) serta Body Mass Index (BMI-for-age) (Nursanyoto & Tanu,
2017).
4.6.1.2 Form Wawancara
Wawancara merupakan salah satu teknik dalam pengumpulan data
ketika peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
masalah yang akan diteliti dan juga ketika ingin mengetahui masalah
lebih dalam dari responden (Sugiyono, 2017).
4.6.1.3 TKPI
Tabel Komposisi Pangan Indonesia adalah kumpulan data komposisi
zat gizi pangan yang terdapat di Indonesia, berasal dari laporan atau
makalah hasil penelitian tentang komposisi zat gizi pangan yang dilakukan
di sentra Penelitian dan Pengembangan Gizi dan Pangan. Departemen
Kesehatan RI serta sumber lain (Kementerian Kesehatan RI, 2017)
Tabel komposisi pangan merupakan tabel yang berisi informasi tentang
bahan makanan-minuman dan komponen yang dikandungnya, seperti zat
gizi, kadar air, kadar abu, dan lainnya. Informasi pada tabel komposisi
pangan dapat digunakan untuk mengetahui konsumsi makanan atau asupan
zat gizi yang diperlukan dalam penentuan label gizi, penelitian gizi dan
kesehatan, praktek klinis seperti konsultasi gizi/diet dan ketahanan pangan.
Dengan demikian tabel komposisi pangan sangat diperlukan oleh sektor
kesehatan, pertanian, dan perdagangan atau industri. (Greenfield &
Southgate 2003).
Informasi pada tabel komposisi pangan harus valid agar benar-benar
dapat mengukur asupan gizi. Nilai gizi pada tabel komposisi pangan atau
database gizi dari setiap bahan makanan yang ada harus lengkap, serta
memenuhi kaidah-kaidah yang berlaku. Nilai gizi dapat berasal dari hasil
analisis laboratorium secara langsung (direct methods) dan hasil estimasi
nilai gizi yang berasal dari literatur yang sudah dipublikasi atau belum
dipublikasi (indirect methods). Disarankan data yang berasal dari indirect
method jumlahnya seminimal mungkin dan diperuntukan pada makanan
yang sedikit dikonsumsi oleh penduduk (Schakel et al. 1997 dan Greenfield
& Southgate 2003).
4.6.1.4 Excel Menu Yuk
Menu Yuk adalah instrumen teknologi informasi yang dibuat untuk
mempermudah nutritionist dalam menghitung kebutuhan zat gizi dan
menyusun sebuah menua dengan tepat dan cepat.
- Perhitungan Kebutuhan Zat Gizi
Pada fitur ini dapat digunakan dengan memasukan total
kebutuhan energi dalam sehari yang telah dihitung, kemudian akan
secara otomatis tergambar setiap gram protein, lemak, dan karbohidrat
yang dibutuhkan, serta pada fitur ini juga sudah menyediakan %
toleransi dari setiap perhitungan kebutuhan zat gizi.
- Perhitungan Menu DBMP
Pada fitur perhitungan DBMP, dapat digunakan untuk melihat
satuan penukar setiap bahan makanan yang digunakan dalam satu hari
sesuai dengan perhitungan kebutuhan zat gizi setiap individu.
- Perhitungan Menu TKPI
Untuk fitur tkpi, ketika menuliskan kode bahan makanan dan
menyesuaikan berat bahan makanan yang diinginkan bisa langsung
muncul untuk perhitungan kebutuhan zat gizinya.
4.6.1.5 SPSS
SPSS (Statistical Product for Service Solutions) merupakan program
komputer statistik yang dapat digunakan untuk memproses data statistik
dengan cepat dan akurat. SPSS menjadi sangat populer karena memiliki
bentuk pemaparan yang baik (berbentuk grafik dan table), bersifat dinamis
(mudah dalam melakukan perubahan data dan update analisi) dan mudah
dihubungkan dengan aplikasi lain seperti ekspor/impor daya ke/dari Excel.
(Fauziah dan Karhab, 2019).
1. Editing
Editing merupakan pengecekan atau penelitian kembali data yang telah
dikumpulkan untuk mengetahui dan menilai kesesuaian dan relevansi
data yang dikumpulkan untuk bisa diproses lebih lanjut. Hal yang
perlu diperhatikan dalam editing adalah kelengkapan pengisian
kuesioner, keterbacaan tulisan, kesesuaian jawaban dan relevansi
jawaban (Tika, 2005)
2. Entry Data
Entry data berarti memasukan data ke dalam aplikasi SPSS. Pada saat
melakukan entry data, terdapat dua ikon yang harus dipahami yaitu
data view dan variable view. Data view adalah lembar kerja yang
dipakai untuk memasukan data sedangkan variable view adalah tempat
yang dipakai untuk mendefinisikan variabel yang akan dimasukan
(Komalyna, 2017)
3. Coding
Coding atau pemberian kode adalah pengklasifikasian jawaban yang
diberikan responden sesuai dengan macamnya. Dalam tahap coding
biasanya dilakukan pemberian skor dan simbol pada jawaban
responden agar nantinya bisa lebih mudah dalam pengolahan data.
(Nugraheni, 2017).
4. Cleaning
Cleaning data adalah proses untuk membersihkan dari kesalahan
pengisian data karena kesalahan pada saat proses entry data atau
tabulasi data. Sebagai contoh untuk data skala nominal, kode angka
“1” untuk jenis kelamin responden laki-laki dan kode angka “2” untuk
perempuan; namun dalam sel terdapat angka “7”. Kesalahan tersebut
akan mempengaruhi hasil analisis. Kesalahan pengisian data dari skala
interval atau rasio yang sering terjadi adalah terlalu banyak angka “0”
bila dibandingkan dengan angka yang berada pada kuesioner (priyono,
2008).
5. Pemberian Skor
A. Ibu Hamil
1. Status Gizi
0 = Berisiko KEK (Jika LiLA <23,5 cm)
1 = Tidak beresiko (Jika LiLA ≥ 23,5
cm)
2. Asupan Energi
0 = Sangat kurang (Jika asupan <70% berdasarkan AKE)
1 = Kurang (Jika asupan 70 - <100% AKE)
2 = Normal (Jika asupan 100 - < 130% AKE)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKE)
3. Asupan Protein
0 = Sangat kurang (Jika asupan <80% AKP)
1 = Kurang (Jika asupan 80 - <100%)
2 = Normal (Jika asupan ≥100%
AKP)
4. Asupan Lemak
0 = Sangat kurang (Jika asupan <70%
AKG) 1 = Kurang (Jika 70 - <100% AKG)
2 = Normal (Jika asupan 100 – < 130% AKG)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKG)
5. Asupan Karbohidrat
0 = Sangat kurang (Jika asupan <70% berdasarkan
AKG) 1 = Kurang (Jika asupan 70 - <100% AKG)
2 = Normal (Jika asupan 100 - < 130% AKG)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKG)
6. Pengetahuan Ibu Hamil
0 = Kurang : skor <60%
1 = Sedang : skor 60% - 80%
2 = Baik : skor >80%
7. Antenatal Care (ANC)
Kategori Trimester 1
0 = Tidak sesuai (<2x pemeriksaan ANC)
1 = Sesuai (≥2x pemeriksaan ANC)
Kategori Trimester 2
0 = Tidak sesuai (<3x pemeriksaan ANC)
1 = Sesuai (≥3x pemeriksaan ANC)
Kategori Trimester 3
0 = Tidak sesuai (<6x pemeriksaan ANC)
1 = Sesuai (≥6x pemeriksaan ANC)
8. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
0 = Rawan Pangan Tingkat Berat (Jika skor kuesioner 15-27)
1 = Rawan Pangan Tingkat Sedang (Jika skor kuesioner 8-14)
2 = Rawan Pangan Tingkat Rendah (Jika skor kuesioner 2-7)
3 = Tahan Pangan (Jika skor kuesioner 0-1)
B. Balita
1. Status Gizi
0 = Sangat pendek (Jika z-score <-3SD)
1 = Pendek (Jika z-score -3SD sd <-2SD)
2 = Normal (Jika z-score -2SD sd +3SD)
3 = Tinggi (Jika z-score >+3SD)
2. Asupan Energi
0 = Sangat kurang (Jika asupan <70% AKE)
1 = Kurang (Jika asupan 70-<100% AKE)
2 = Normal atau sesuai (Jika asupan 100-<130% AKE)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKE)
3. Asupan Protein
0 = Sangat Kurang (Jika Asupan <80%
AKP) 1 = Kurang (Jika Asupan 80-<100%
AKP)
2 = Normal atau sesuai (Jika asupan 100-<120% AKP)
3 = Lebih (Jika asupan ≥120% AKP)
4. Asupan Lemak
0 = Sangat Kurang (Jika asupan <70%
AKG) 1 = Kurang (Jika asupan 70-<100%
AKG)
2 = Normal (Jika asupan 100-<130% AKG)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKG)
5. Asupan Karbohidrat
0 = Sangat kurang (Jika asupan <70%
AKG) 1 = Kurang (Jika asupan 70-<100%
AKG)
2 = Normal (Jika asupan 100-<130% AKG)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKG)
6. Asupan Zink
0 = Kurang (Jika asupan <77% AKG)
1 = Cukup (Jika asupan ≥77% AKG)
7. Asupan Kalsium
0 = Kurang (Jika asupan <77% AKG)
1 = Cukup (Jika asupan ≥77% AKG)
8. Pengetahuan Ibu Balita Terkait
Gizi 0 = Kurang (Jika skor <60%)
1 = Sedang (Jika skor 60% - 80%)
2 = Baik (Jika skor <80%)
9. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif
0 = Tidak, bayi tidak diberikan ASI eksklusif pada 6 bulan
pertama
1 = Iya, bayi diberikan ASI eksklusif pada 6 bulan pertama
10. Riwayat IMD
0 = Tidak (Tidak melakukan
IMD) 1 = Ya (Melakukan IMD)
11. Riwayat Diare
0 = Tidak (Jika anak menderita diare ≥2 kali/3 bulan)
1 = Ya (Jika anak menderita diare >2 kali/3 bulan)
12. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
0 = (15-27) Rawan pangan tingkat berat
1 = (8-14) Rawan pangan tingkat
sedang 2 = (2-7) Rawan pangan tingkat
rendah 3 = (0-1) Tahan pangan
6. Tabulasi
Tabulasi merupakan langkah setelah pemeriksaan ulang dan pemberian
kode. dalam tahap ini data disusun dalam bentuk tabel agar lebih
mudah dalam menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.
(Nugraheni, 2017).

4.7 Metode Analisis Data


4.7.1 Analisis Univariat
Analisis univariat merupakan analisis yang ditujukan untuk
menjelaskan atau menggambarkan sifat-sifat dari setiap variabel penelitian.
Analisis ini memberikan (menghasilkan) frekuensi dan persentase untuk setiap
variabel (Notoatmodjo, 2012).
Sebelum melakukan analisis data, terlebih dahulu harus melakukan uji
normalitas data untuk mengetahui apakah data tersebut normal atau tidak. Ter
normalitas dilakukan dengan cara tertentu melalui analisis deskriptif dengan
membandingkan nilai skewness dan kurtoris (Notoatmodjo, 2010). Jika:
a. Data berdistribusi normal
Menggunakan mean sebagai ukuran pemusatan dan standar
deviasi sebagai ukuran penyebaran.
b. Data berdistribusi tidak normal
Menggunakan median sebagai ukuran pemusatan dan minimum
maksimum sebagai ukuran penyebaran.

4.7.1.1 Ibu Hamil


Berikut variabel independen dan dependen pada subjek ibu hamil :
A. Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah asupan energi, asupan
gizi makro (protein, lemak dan karbohidrat), pengetahuan ibu hamil
terkait gizi, ANC (Antenatal Care), ketahanan pangan rumah tangga.
B. Variabel Dependen
Varian dependen pada penelitian ini adalah status gizi ibu hamil.
C. Uji univariat untuk data ibu hamil meliputi :
1. Status Gizi Ibu Hamil
A. Lingkar Lengan Atas (LiLA)
Ibu hamil yang sudah diukur dengan pita LiLA (Lingkar
Lengan Atas) kemudian hasilnya diterjemahkan ke dalam jenis
status gizi sesuai dengan ukuran centimeter yang ditunjukkan
oleh pita LiLA (Lingkar Lengan Atas). Berikut adalah kategori
LiLA (Kemenkes RI, 2020) :
Kategori lingkar lengan atas untuk uji univariat:
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = Berisiko KEK (jika LiLA < 23,5 cm)
1 = Tidak berisiko KEK (jika LiLA ≥23,5 cm)
2. Asupan Energi dan Zat Gizi Makro
A. Asupan Energi
Asupan energi pada ibu hamil ini merupakan jumlah rata-rata
asupan energi pada ibu hamil yang dikonsumsi dalam sehari
dan dianalisis menggunakan metode food recall 2 x 24 jam
tidak berturut - turut (Weekday dan Weekend) kemudian
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) ibu
hamil. Setelah itu data diproses atau diinput di Nutrisurvey
untuk mengetahui total asupan energi. Kemudian, data asupan
diinput ke dalam SPSS yang dikategorikan untuk uji univariat :
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat kurang (Jika asupan < 70% berdasarkan
AKE)
1 = Kurang (Jika asupan 70% - < 100% berdasarkan
AKE)
2 = Normal (Jika asupan 100% - < 130% berdasarkan
AKE)
3 = Lebih (Jika asupan ≥ 130% berdasarkan AKE)
B. Asupan Protein
Asupan protein pada ibu hamil ini merupakan jumlah rata-rata
asupan protein pada ibu hamil yang dikonsumsi dalam sehari
dan dianalisis menggunakan metode food recall 2x24 jam tidak
berturut-turut (Weekday dan Weekend) kemudian dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) ibu hamil. Setelah
itu data diproses atau diinput di Nutrisurvey untuk mengetahui
total asupan protein. Kemudian, data asupan diinput ke dalam
SPSS yang dikategorikan untuk uji univariat :
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat kurang (Jika asupan < 80% berdasarkan
AKP)
1 = Kurang (Jika asupan 80% - < 100% berdasarkan
AKP)
2 = Normal (Jika asupan ≥ 100% berdasarkan AKP)
C. Asupan Lemak
Asupan lemak pada ibu hamil ini merupakan jumlah rata-rata
asupan lemak yang dihitung dengan menggunakan metode
survei konsumsi food recall 2x24 jam kemudian dibandingkan
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) ibu hamil. Setelah itu
data diproses atau diinput di Nutrisurvey untuk mengetahui
total asupan lemak. Kemudian, data asupan diinput ke dalam
SPSS yang dikategorikan untuk uji univariat :
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat kurang (jika asupan <70% AKG)
1 = Kurang (jika asupan antara 70 - <100% AKG)
2 = Normal (jika asupan 100 - <130% AKG)
3 = Lebih (jika asupan ≥130% AKG)
D. Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidrat pada ibu hamil ini merupakan jumlah rata-
rata asupan karbohidrat pada ibu hamil yang dikonsumsi dalam
sehari dan dianalisis menggunakan metode food recall 2 x 24
jam tidak berturut-turut (Weekday dan Weekend) kemudian
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) ibu
hamil. Setelah itu data diproses atau diinput di Nutrisurvey
untuk mengetahui total asupan karbohidrat. Kemudian, data
asupan diinput ke dalam SPSS yang dikategorikan untuk uji
univariat :
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat kurang (Jika asupan < 70% berdasarkan
AKG)
1 = Kurang (Jika asupan 70% - < 100% berdasarkan
AKG)
2 = Normal (Jika asupan 100% - < 130% berdasarkan
AKG)
3 = Lebih (Jika asupan ≥ 130% berdasarkan AKG)
3. Pengetahuan Ibu Hamil Terkait Gizi
Pengetahuan ibu hamil dilihat dari skor responden hasil kuesioner, di
mana jenis datanya numerik dan untuk uji univariat nya penyajian skor
data dikategorikan menjadi:
0 = Kurang (Jika skor kuesioner < 60%)
1 = Sedang (Jika skor kuesioner 60% - 80%)
2 = Baik (Jika skor kuesioner >80%)
Di mana untuk mendapatkan hasil skornya yaitu menggunakan rumus:
𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝑥 100%
𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑜𝑎𝑙
4. ANC (Antenatal Care)
Informasi jumlah kunjungan pemeriksaan ANC ibu pada saat
kehamilan dilihat menggunakan metode wawancara dengan pengisian
kuesioner. Untuk uji univariat nya dikategorikan menjadi :
Trimester 1
0 = Tidak sesuai = <2x pemeriksaan ANC
1 = Sesuai = ≥ 2x pemeriksaan ANC
Trimester 2
0 = Tidak sesuai = <3x pemeriksaan ANC
1 = Sesuai = ≥ 3x pemeriksaan ANC
Trimester 3
0 = Tidak sesuai = <6x pemeriksaan ANC
1 = Sesuai = ≥ 6x pemeriksaan ANC
5. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Ketahanan pangan rumah tangga dilihat menggunakan metode
kuesioner (HFIAS), dimana metode ini mencakup pemenuhan pangan
yang baik dalam jumlah, mutu, aman, beragam dan terjangkau serta
menilai adanya status ketahanan pangan rumah tangga pada ibu hamil
untuk mencegah beresiko terjadinya KEK. Untuk uji univariat nya,
hasil HFIAS dikategorikan menjadi:
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = (15-27) Rawan pangan tingkat berat
1 = (8-14) Rawan pangan tingkat
sedang 2 = (2-7) Rawan pangan tingkat
rendah 3 = (0-1) Tahan pangan
6. Status Ekonomi Keluarga
Teori Ekonomi Makro yang dikemukakan oleh Mankiw menyatakan
bahwa pendapatan sama dengan pengeluaran konsumsi. Hal ini
menunjukkan jika pendapatan seseorang akan berpengaruh terhadap
tingkat konsumsi seseorang. Seseorang dengan pendapatan yang
rendah cenderung memiliki status kesehatan yang lebih buruk
dibandingkan dengan seseorang yang pendapatannya tinggi. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan konsumsi dalam hal menjaga
kesehatannya.
Seseorang dengan pendapatan yang tinggi cenderung lebih memiliki
pola dan gaya hidup yang sehat.
Untuk uji univariat nya, hasil dikategorikan menjadi:
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = Rendah (< Rp 1.500.000 per bulan)
1 = Sedang (1.500.000 - 2.500.000 per bulan)
2 = Tinggi (2.500.000 - 3.500.000 per bulan)
3 = Sangat Tinggi (>Rp 3.500.000 per bulan)
4.7.1.2 Balita

Berikut variabel independen dan dependen pada subjek Balita :


A. Variabel Independen
Variabel independen pada penelitian ini adalah asupan energi dan zat
gizi makro (protein, lemak, dan karbohidrat), zat gizi mikro (zinc dan
kalsium), riwayat diare, pola asuh (riwayat pemberian ASI eksklusif
dan riwayat IMD), pengetahuan ibu Balita terkait gizi dan ketahanan
pangan rumah tangga.
B. Variabel Dependen
Variabel dependen pada penelitian ini adalah status gizi Balita 6-24
bulan menurut TB/U atau PB/U.
C. Uji univariat untuk data Balita meliputi:
1. Status Gizi Balita
Setelah melakukan pengukuran tinggi badan atau panjang
badan, maka hasil datanya di input ke dalam aplikasi SPSS
untuk dihitung rata-ratanya. Kemudian hasil rata-rata tersebut
diinput ke WHO antro untuk melihat Z-Score pada Balita,
setelah itu hasil Z-Score di input kembali ke aplikasi SPSS
untuk pengkategorian status gizi. Kategori status gizi
berdasarkan uji univariat berdasarkan PB/U atau TB/U =
Sangat Pendek (Z-score < -3 SD) yang dikategorikan di bawah
ini:
1) Jenis data : Numerik
2) Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat Pendek (Jika Z-score < - 3 SD)
1 = Pendek (Jika Z-score - 3 SD sd < - 2 SD)
2 = Normal (Jika Z-score - 2 SD sd + 3 SD)
3 = Tinggi (Jika Z-score > + 3 SD)
2. Asupan Energi dan Zat Gizi Makro
A. Asupan Energi
Asupan energi pada Balita ini merupakan jumlah rata-
rata asupan energi Balita yang dikonsumsi dalam sehari
dan dianalisis menggunakan metode food recall 2 x 24
jam tidak berturut-turut (Weekday dan Weekend)
kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan
Energi (AKE) Balita. Setelah itu data diproses atau
diinput di Nutrisurvey untuk mengetahui total asupan
energi. Kemudian, data asupan diinput ke dalam SPSS
yang dikategorikan untuk uji univariat :
1) Jenis data : Numerik
2) Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat kurang (Jika asupan <70% AKE)
1 = Kurang (Jika asupan 70-<100% AKE)
2 = Normal atau sesuai (Jika asupan 100-<130% AKE)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKE)
B. Asupan Karbohidrat
Asupan karbohidrat pada Balita ini merupakan jumlah rata-
rata asupan karbohidrat Balita yang dikonsumsi dalam
sehari dan dianalisis menggunakan metode food recall 2 x
24 jam tidak berturut-turut (Weekday dan Weekend)
kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Balita. Setelah itu data diproses atau diinput di
Nutrisurvey untuk mengetahui total asupan karbohidrat.
Kemudian, data asupan diinput ke dalam SPSS yang
dikategorikan untuk uji univariat :
1) Jenis data : Numerik
2) Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat Kurang (jika asupan <70% berdasarkan AKG )
1 = Kurang (jika asupan 70-<100% berdasarkan AKG )
2 = Normal (jika asupan 100- <130% berdasarkan
AKG) 3 = Lebih (Jika asupan ≥130% berdasarkan
AKG)
C. Asupan Protein
Asupan protein pada Balita ini merupakan jumlah rata-
rata asupan protein Balita yang dikonsumsi dalam
sehari dan dianalisis menggunakan metode food recall 2
x 24 jam tidak berturut-turut (Weekday dan Weekend)
kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan
Protein (AKP) Balita. Setelah itu data diproses atau
diinput di Nutrisurvey untuk mengetahui total asupan
protein. Kemudian, data asupan diinput ke dalam SPSS
yang dikategorikan untuk uji univariat :
1) Jenis data : Numerik
2) Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat kurang (Jika asupan <80%
AKP) 1 = Kurang (Jika asupan 80-<100%
AKP)
2 = Normal atau sesuai (Jika asupan 100-<120% AKP)
3 = Lebih (Jika asupan ≥120% AKP)
D. Asupan Lemak
Asupan lemak pada Balita ini merupakan jumlah rata-rata
asupan lemak Balita yang dikonsumsi dalam sehari dan
dianalisis menggunakan metode food recall 2 x 24 jam tidak
berturut-turut (Weekday dan Weekend) kemudian
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) Balita.
Setelah itu data diproses atau diinput di Nutrisurvey untuk
mengetahui total asupan lemak. Kemudian, data asupan
diinput ke dalam SPSS yang dikategorikan untuk uji
univariat :
1) Jenis data : Numerik
2) Penyajian data : Kategorik
0 = Sangat Kurang (Jika asupan <70%
AKG) 1 = Kurang (Jika asupan 70-<100%
AKG)
2 = Normal (Jika asupan 100-<130% AKG)
3 = Lebih (Jika asupan ≥130% AKG)
3. Zat Gizi Mikro
A. Asupan Zink
Rata-rata asupan zink Balita yang dikonsumsi dalam
sehari dan dianalisis menggunakan metode food recall 2
x 24 jam tidak berturut-turut (Weekday dan Weekend)
kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi
(AKG) Balita. Setelah itu data diproses atau diinput di
Nutrisurvey untuk mengetahui total asupan lemak.
Kemudian, data asupan diinput ke dalam SPSS yang
dikategorikan untuk uji univariat :
1) Jenis Data : Numerik
2) Penyajian Data : Kategorik
0 = kurang (jika asupan <77%
AKG) 1 = cukup (jika asupan ≥77%
AKG)

B. Asupan Kalsium
Asupan kalsium pada Balita ini merupakan jumlah rata-
rata asupan kalsium yang dikonsumsi dalam sehari dan
dianalisis menggunakan metode food recall 2 x 24 jam
tidak berturut-turut (Weekday dan Weekend) kemudian
dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
Balita. Setelah itu data diproses atau diinput di
Nutrisurvey untuk mengetahui total asupan lemak.
Kemudian, data asupan diinput ke dalam SPSS yang
dikategorikan untuk uji univariat :
1) Jenis data : Numerik
2) Penyajian data : Kategorik
0 = Kurang (jika asupan <77%
AKG) 1 = Cukup (jika asupan ≥77%
AKG)

4. Pengetahuan Ibu Balita Terkait Gizi


Pengetahuan ibu Balita dilihat dari skor responden hasil
kuesioner, di mana jenis datanya numerik dan untuk uji
univariat nya penyajian skor data dikategorikan menjadi:
0 = Kurang (Jika skor kuesioner <60%)
1 = Sedang (Jika skor kuesioner 60-80%)
2 = Baik (Jika skor kuesioner >80%)
Di mana untuk mendapatkan hasil skornya yaitu menggunakan
rumus:
𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟
𝐽𝑎𝑤𝑎𝑏𝑎𝑛 𝑠𝑜𝑎𝑙 𝑥 100%
5. Pola Asuh
Balita
A. Riwayat Pemberian ASI Eksklusif
Riwayat pemberian ASI eksklusif dilihat dari hasil
kuesioner terhadap ibu Balita, di mana jenis datanya
berupa numerik dan penyajian datanya kategorik,
dengan pengkategorian untuk uji univariat:
0 = Tidak memberikan ASI eksklusif
1 = Ya, diberikan ASI eksklusif 6 bulan pertama
B. Riwayat IMD
Riwayat IMD dilihat dari hasil kuesioner terhadap ibu
Balita, di mana jenis datanya berupa numerik dan
penyajian datanya kategorik, dengan pengkategorian
untuk uji univariat:
0 = Tidak (Tidak melakukan
IMD) 1 = Iya (Melakukan IMD)
6. Riwayat Diare
Riwayat diare dilihat berdasarkan hasil kuesioner ibu Balita,
dimana penyajian datanya akan dikategorikan menjadi dua:
0 = Tidak (Jika anak menderita diare ≤2 kali/3 bulan)
1 = Ya (Jika anak menderita diare >2 kali/3 bulan)
7. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Ketahanan pangan rumah tangga dilihat menggunakan metode
HFIAS, di mana metode ini berfungsi untuk mengukur
ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dalam satu bulan
terakhir. Untuk uji univariat nya, hasil HFIAS dikategorikan
menjadi:
1. Jenis data : Numerik
2. Penyajian data : Kategorik
0 = (15-27) Rawan pangan tingkat berat
1 = (8-14) Rawan pangan tingkat
sedang 2 = (2-7) Rawan pangan tingkat
rendah 3 = (0-1) Tahan pangan
4.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan analisis data yang dilakukan untuk
mendeskripsikan distribusi data, menguji perbedaan dan mengukur serta
mencari hubungan atau pengaruh antara 2 variabel yang akan diteliti.
Pada penelitian ini jika data dapat memenuhi asumsi, maka akan
dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square, yaitu untuk
menguji atau menilai atau membandingkan besarnya perbedaan antara 2
variabel atau lebih (frekuensi yang diamati dan frekuensi yang diharapkan).
Jika data tidak dapat memenuhi asumsi Chi-Square, maka akan dilakukan uji
Fisher’s exact.
a. Variabel Independen dan Dependen Ibu Hamil
1) Variabel Independen
Asupan energi, asupan zat gizi makro (protein, lemak,
karbohidrat), pengetahuan ibu hamil terkait gizi, ANC,
ketahanan pangan keluarga.
2) Variabel Dependen
Status gizi ibu hamil berdasarkan LILA.
b. Variabel Independen dan Dependen Balita
1) Variabel Independen
Asupan energi, asupan zat gizi makro (protein, lemak,
karbohidrat), asupan zat gizi mikro (zink dan kalsium),
Pengetahuan ibu Balita terkait gizi, pola asuh Balita (Riwayat
Asi Eksklusif, Riwayat IMD), riwayat diare, ketahanan pangan
rumah tangga.
2) Variabel Dependen
Status gizi Balita 6-24 bulan berdasarkan Z-score (PB/U atau
TB/U).
c. Tidak ada frekuensi harapan dari 1 (E<1).
d. Jika terdapat nilai frekuensi harapan <5, diperbolehkan dengan
maksimal 20%.
e. Untuk tabel selain 2 x 2 (misal 3 x 2 atau 3 x 3 dst) akan tergantung
pada banyaknya sampel.
f. Apabila syarat pada poin c, d dan e tidak terpenuhi, maka
menggunakan uji fisher exact, yaitu melakukan penggabungan kategori
agar diperoleh nilai harapan yang berharga besar.
Rumus uji chi-square (x²), yaitu :

(𝑂−𝐸)²
X² = ∑ 𝐸

Keterangan:
X² = Statistik chi-square
O = Frekuensi hasil observasi (observed)
E = Frekuensi hasil yang diharapkan (expected)
Melalui uji statistik chi-square akan diperoleh nilai p, di mana dalam
penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 yaitu jika
diperoleh nilai p ≤ 0,05 berarti ada hubungan yang signifikan antara
variabel independen dengan variabel dependen dan jika diperoleh nilai
p > 0,05 maka tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel
independen dengan variabel dependen.
ID RESPONDEN

LAMPIRAN

1. Lampiran Kuesioner Ibu Hamil

NASKAH PENJELASAN

Assalamu’ alaikum Wr. Wb


Selamat pagi/siang/sore, kami adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA sedang melakukan penelitian
yang berjudul ‘Faktor-Faktor yang mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil’.
Dalam penelitian ini kami akan melakukan wawancara kepada ibu terkait karakteristik ibu
hamil, pelayanan kesehatan, pengetahuan ibu hamil serta asupan makan ibu hamil.
Wawancara terkait asupan makan akan dilakukan sebanyak 2 kali pada hari yang berbeda
(weekend dan weekday). Proses wawancara tersebut akan memakan waktu sekitar 40–60
menit. Selain wawancara, akan dilakukan pengukuran lingkar lengan atas (LILA), pengukuran
berat badan dan pengukuran tinggi badan. Informasi yang ibu berikan akan sangat berguna
sebagai masukan untuk pemerintah daerah setempat dalam meningkatkan status gizi di
Kabupaten Bogor.
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian akan dirahasiakan dan
hanya akan diketahui untuk kepentingan penelitian. Selain itu, kontribusi ibu dalam penelitian
ini bersifat sukarela dan tidak ada paksaan. Jika terdapat hal yang belum jelas sehubungan
dengan penelitian ini, ibu dapat menghubungi saudari :
Frieda Ananda Sartika Islamy (085772098609)
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
ID RESPONDEN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


Setelah saya mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai
hal yang berkaitan dengan penelitian ‘Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Status Gizi Ibu Hamil’ yang dilaksanakan oleh peneliti
dari Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr.
Hamka, maka saya:
Nama :
Alamat :
No. Handphone :
Menyatakan SETUJU / TIDAK SETUJU (*coret salah satu) secara
sukarela untuk menjadi responden dalam penelitian dengan penuh
kesadaran serta tanpa paksaan.

….. , Juni 2023


Responden

(…………………………)
ID RESPONDEN

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR.
HAMKA

Informasi Lapangan Kode

Nama Pewawancara : Nama_pwwcr

Tanggal Wawancara : Tgl_wwcr

Jam Mulai : Jam_mulai

Jam Selesai : Jam_selesai

Nama Editor : Nama_editor

Nama Pengentri : Nama_entri

Tanggal Entri Data : Tgl_entri_dt

Nama Desa : Nama_desa

1. Desa Pangradin 9. Desa Koleang


2. Desa Kalong Sawah 10. Desa Jasinga
3. Desa Sipak 11. Desa Setu
4. Desa Jugalajaya 12. Desa Cikopomayak
5. Desa Pamagersari 13. Desa Neglasari
6. Desa Curug 14. Desa Barengkok
7. Desa Tegal Wangi 15. Desa Bagoang
8. Desa Pangaur 16. Desa Wirajaya
ID RESPONDEN

Karakteristik Ibu Hamil

No Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

A. 01 Nama ibu Nama_ibu

A. 02 Tempat Lahir Tmpt_lahir

A. 03 Tanggal Lahir Tgl_lahir

A. 04 Alamat Tempat Tinggal Alamat_tmpt_tgl

A. 05 No. Handphone Hp_resp

A. 06 Pendidikan Terakhir Ibu 0. Tidak Sekolah Penddk_ibu


1. SD
2. SMP/Sederajat
3. SMA/Sederajat
4. Sarjana

A. 07 Pekerjaan Ibu 0. PNS Pkrjaan_ibu


1. Karyawan Swasta
2. Wirausaha/Pedag
ang
3. Guru
4. Petani
5. Buruh
6. Tidak
Bekerja/IRT

77. Lainya, Pkrjaan_ibu_lain


Sebutkan…

A. 08 Usia Kehamilan
ID RESPONDEN

a. HPHT (Hari Pertama ….. ………(Tanggal) Usia_hml_hpht


Haid Terakhir)
*cek buku KIA

b. Usia kehamilan ………… (Minggu) Usia_hml_pernyata


berdasarkan an
pernyataan

A. 09 Hamil anak ke ….. Hml_anak_ke

A. 10 Jumlah kelahiran ………. kali Jmlh_lahir

A. 11 Jumlah anak saat ini ……….. orang Jmlh_anak

A. 12 Pekerjaan suami 0. PNS Pkrjaan_suami


1. Pensiunan
2. Karyawan
Swasta
3. Wiraswasta
4. Pedagang
5. Sopir
6. Petani
7. Buruh
8. Tidak Bekerja

77. Lainya, Pkrjaan_suami_lain


Sebutkan…

A. 13 Jumlah anggota keluarga …………. Orang Jml_klrg

A. 14 Jumlah anggota keluarga …………. Orang Klrg_krj


yang bekerja

A. 15 Besaran pendapatan Rp……………… Pndpt_klrg


keluarga
ID RESPONDEN

Pengukuran Antropometri

No Pertanyaan Jawaban Kode

B. 01 Nama Pengukur Nama_ukur

B. 02 Tanggal Pengukuran Tgl_ukur

Pengukuran Berat badan


B.03
Berat Badan Sebelum Hamil Kg Bb_sblm_hml

*Berat badan sebelum hamil lihat di buku KIA

B.04 Berat Badan Saat Hamil Bb_saat_hml

Pengukuran 1 Kg Bb_1

Pengukuran 2 Kg Bb_2

*Batas maksimal pengukuran : 0,1 kg

B. 05 Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran 1 Cm Tb_1

Pengukuran 2 Cm Tb_2

*batas maksimal pengukuran : 0,1 cm

B. 06 Pengukuran LILA

Pengukuran 1 Cm Lila_1

Pengukuran 2 Cm Lila_2

*batas maksimal pengukuran : 0,1 cm


ID RESPONDEN

KUNJUNGAN ANTENATAL

No. Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

C. 01 Apakah ibu pernah 0. Tidak (Lanjut ke Ant_c01


memeriksakan kehamilan? nomor 2)
1. Ya (Lanjut ke nomor 3/4)

C. 02 Jika tidak, apakah alasan ibu? Sebutkan alasannya… Ant_c02

66. Tidak sesuai


*Responden memberikan alasannya

C. 03 Kemanakah ibu paling sering 0. Puskesmas Ant_c03


memeriksakan kehamilan? 1. Bidan praktik
2. Rumah sakit

77. Lainnya (sebutkan..) Ant_c03_lain

C.04 Berapa kali ibu memeriksa TI : …. kali Ant_c04


kesehatan selama kehamilan
pada tenaga kesehatan T2 : …..kali
(pastikan responden pada
trimester berapa) ? T3 : ….kali
a. Trimester I (1-13
minggu) = 2 kali 66. Tidak sesuai
pemeriksaan
Total pemeriksaan ANC
b. Trimester II (14-28
dilakukan …. kali pada
minggu) = 1 kali
trimester ….
pemeriksaan
*Dilakukan penjumlahan
c. Trimester III (28-36
pemeriksaan oleh
minggu) = 3 kali
ID RESPONDEN

pemeriksaan pewawancara

PENGETAHUAN IBU HAMIL TERKAIT GIZI


Berilah tanda ceklis (√) pada kolom jawaban Benar/Salah/Tidak tahu berdasarkan jawaban
responden Menurut ibu benar atau salah jika…

No Pernyataan Benar Salah Tidak Jawaban Kode


Tahu

D. 01 Konsumsi nasi dengan ayam goreng, Peng_D01


tahu bacem dan sambal sudah
memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil
dalam sekali makan

D. 02 Tidak ada perbedaan kebutuhan gizi Peng_D02


pada ibu baik sebelum dan selama
kehamilan

D. 03 Konsumsi tempe dan ikan 1 potong Peng_D03


tiap waktu makan dapat memenuhi
kebutuhan protein ibu selama
kehamilan

D. 04 Konsumsi sayuran hijau dan hati Peng_D04


ayam disarankan bagi ibu hamil
karena mengandung zat besi

D. 05 Buah pepaya merupakan bahan Peng_D05


makanan sumber protein yang
dibutuhkan selama kehamilan

D. 06 Makan dalam porsi kecil dan sering Peng_D06


dianjurkan pada ibu hamil dengan
kondisi mual muntah
ID RESPONDEN

D. 07 Ibu hamil dianjurkan konsumsi 4 Peng_D07


protein nabati per hari (Contoh: 1
Porsi protein nabati setara 1 potong
tempe berukuran sedang)

D. 08 Ibu hamil dianjurkan untuk konsumsi Peng_D08


4 porsi buah dan sayur guna
mencukupi kebutuhan vitamin dan
mineral setiap harinya (Contoh: 1
Porsi buah setara 1 potong pepaya )

D. 09 Konsumsi protein hewani seperti ikan Peng_D09


dan telur tiap waktu makan dapat
mendukung pertumbuhan janin

D. 10 Suplementasi tablet tambah darah Peng_D10


yang diberikan pada ibu hamil boleh
dikonsumsi 1 kali dalam seminggu

D. 11 Ibu hamil dengan konsumsi makan Peng_D11


yang tidak beragam dan sesuai
kebutuhan mengalami anemia hingga
berat lahir bayi yang rendah

D. 12 Konsumsi bayam dan Peng_D12


kacang-kacangan semasa kehamilan
diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan asam folat

D. 13 Kenaikan berat badan ibu selama Peng_D13


hamil tidak terkait dengan berat
badan bayi saat lahir

D. 14 Pemeriksaan kehamilan dilakukan Peng_D14


sedikitnya 4x selama kehamilan 9
ID RESPONDEN

bulan

D. 15 Konsumsi tablet tambah darah dapat Peng_D15


meningkatkan tekanan darah selama
kehamilan
ID RESPONDEN

KETAHANAN PANGAN

No. Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

E. 01 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e01


apakah Anda pernah merasa 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
khawatir bahwa keluarga terakhir)
Anda tidak memiliki cukup 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
makanan? dalam 1 bulan terakhir)
3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

E. 02 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e02


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda tidak terakhir)
dapat makan jenis makanan 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
yang disukai karena dalam 1 bulan terakhir)
kekurangan sumber daya? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

E. 03 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e03


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda harus terakhir)
makan variasi makanan yang 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
terbatas karena kekurangan dalam 1 bulan terakhir)
sumber daya? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

E. 04 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e04


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda harus terakhir)
makan makanan yang 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
sebenarnya tidak ingin dalam 1 bulan terakhir)
ID RESPONDEN

dimakan karena kurangnya 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan


sumber daya untuk terakhir)
mendapatkan jenis makanan
lain?

E. 05 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e05


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda makan terakhir)
lebih sedikit dari yang Anda 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
rasa perlu karena tidak ada dalam 1 bulan terakhir)
cukup makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

E. 06 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e06


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda harus terakhir)
makan lebih sedikit dalam 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
sehari karena tidak cukup dalam 1 bulan terakhir)
makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

E. 07 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e07


apakah Anda pernah merasa 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
tidak tersedianya makanan terakhir)
untuk dimakan di rumah Anda 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
karena kurangnya sumber dalam 1 bulan terakhir)
daya untuk mendapatkan 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
makanan? terakhir)

E. 08 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e08


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda tidur terakhir)
pada malam hari dalam 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
keadaan lapar karena tidak dalam 1 bulan terakhir)
ID RESPONDEN

cukup makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan


terakhir)

E. 09 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_e09


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda tidak terakhir)
makan apapun seharian 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
karena tidak memiliki cukup dalam 1 bulan terakhir)
makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)
ID RESPONDEN

Form Recall 2×24 Jam


Nama : … Tanggal Wawancara :
Umur : … (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…..
(Weekday)
Enumerator :

Data Konsumsi Makanan


Recall 2×24 Jam

No. Waktu Nama Metode Jenis Berat Keterangan


Makan Masakan / Pemasakan Bahan Makanan
Masakan Makanan
URT Gram Beli/Masak
ID RESPONDEN
ID RESPONDEN

Apakah pola makan saat ini berbeda dari biasanya? (pola_mkn) 1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, bagaimana perbedaannya? (pola_beda)
…………………………………

Apakah Anda mengonsumsi suplemen? (kons_supl) 1. Ya 2. Tidak


Jika Ya, sebutkan merk (merk_supl)....... Jumlah (jumlah_supl)..........Frekuensi
(Frekuensi_supl)...
ID RESPONDEN

Cara mendapatkan suplemen (crdpt_supl) …..


Form Analisis Zat Gizi
Nama : Tanggal Wawancara :
Umur : (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…
(Weekday)

Daftar Analisa Zat Gizi Bahan Makanan

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


(gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
ID RESPONDEN

Total ….. ….. …. ….


(aspn_wd_ (aspn_wd_pr (aspdn_wd_le (aspn_wd_kh)
energy) otein) mak)
ID RESPONDEN

Form Recall 2 x 24 jam


Nama : Tanggal Wawancara :
Umur : (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…
(Weekend)
Enumerator:

Data Konsumsi Makanan


Recall 2 x 24 jam

No. Waktu Nama Metode Jenis Berat Keterangan


Makan Masakan / Pemasakan Bahan Makanan
Masakan Makanan
URT Gram Beli/Masak
ID RESPONDEN
ID RESPONDEN

Apakah pola makan saat ini berbeda dari biasanya? (pola_mkn) 1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, bagaimana perbedaannya? (pola_beda)
…………………………………

Apakah Anda mengonsumsi suplemen? (kons_supl) 1. Ya 2. Tidak


Jika Ya, sebutkan merk (merk_supl)....... Jumlah (jumlah_supl)......Frekuensi
(Frekuensi_supl)...
ID RESPONDEN

Cara mendapatkan suplemen (crdpt_supl) …..


Form Analisis Zat Gizi

Nama : Tanggal Wawancara :


Umur : (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…
(Weekend)

Daftar Analisa Zat Gizi Bahan Makanan

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat


(gram) (kkal) (gram) (gram) (gram)
ID RESPONDEN

Total ….. ….. …. ….


(aspn_wd_ (aspn_wd_pr (aspdn_wd_le (aspn_wd_kh)
energy) otein) mak)
ID RESPONDEN

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

NASKAH PENJELASAN

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Selamat pagi/siang/sore, kami adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu-
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA sedang melakukan
penelitian yang berjudul ‘Faktor-Faktor yang mempengaruhi Status Gizi Balita’ .
Dalam penelitian ini kami akan melakukan wawancara kepada ibu/pengasuh balita terkait
karakteristik demografi, riwayat pemberian ASI eksklusif , minimum daya terima makanan,
riwayat penyakit infeksi, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu/pengasuh balita, ketahanan
pangan serta asupan makan balita. Wawancara terkait asupan makan akan dilakukan
sebanyak 2 kali pada hari yang berbeda (weekend dan weekday). Proses wawancara tersebut
akan memakan waktu sekitar 40 – 60 menit. Selain itu, subjek penelitian (balita) juga akan
dilakukan pengukuran berat badan dan panjang badan. Informasi yang ibu/pengasuh berikan
akan sangat berguna sebagai masukan untuk pemerintah daerah setempat dalam
meningkatkan status gizi balita di Kabupaten Bogor.
Semua informasi yang berkaitan dengan identitas subjek penelitian akan dirahasiakan dan
hanya akan diketahui untuk kepentingan penelitian. Selain itu, kontribusi ibu/pengasuh dalam
penelitian ini bersifat sukarela dan tidak ada paksaan.Jika terdapat hal yang belum jelas
sehubungan dengan penelitian ini, ibu dapat menghubungi saudari :
Frieda Ananda Sartika Islamy (085772098609)
Wassalamu’ alaikum Wr. Wb.
ID RESPONDEN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN


Setelah saya mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengerti mengenai hal yang
berkaitan dengan penelitian ‘Faktor-faktor yang mempengaruhi Status Gizi Balita’ yang
dilaksanakan oleh peneliti dari Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah
Prof. Dr. Hamka, maka saya:
Nama :
Alamat :
No. Handphone :
Menyatakan SETUJU / TIDAK SETUJU (*coret salah satu) untuk menjadi responden dalam
penelitian ini.
….. , Juni 2023
Responden

(........................)
ID RESPONDEN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI


BALITA PROGRAM STUDI ILMU GIZI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR.
HAMKA

Informasi Lapangan Kode

Nama Pewawancara Nama_pwwcr

Tanggal Wawancara Tgl_wwcr

Jam Mulai Jam_mulai

Jam Selesai Jam_selesai

Nama Editor Nama_editor

Nama Pengentri Nama_entri

Tanggal Entri Data Tgl_entri_dt

Nama Desa : Nama_desa

1. Desa Pangradin 9. Desa Koleang


2. Desa Kalong Sawah 10. Desa Jasinga
3. Desa Sipak 11. Desa Setu
4. Desa Jugalajaya 12. Desa Cikopomayak
5. Desa Pamagersari 13. Desa Neglasari
6. Desa Curug 14. Desa Barengkok
7. Desa Tegal Wangi 15. Desa Bagoang
8. Desa Pangaur 16. Desa Wirajaya
ID RESPONDEN

Karakteristik Balita

No Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

Identitas Balita

A.01 Nama Balita Nama_blt

A.02 Jenis Kelamin Balita 0. Laki - laki Jk_blt


1. Perempuan

A.03 Tempat Lahir Balita Tmpt_lhr_blt

A.04 Tanggal Lahir Balita Tgl_lhr_blt

A.05 Umur Balita Umr_blt

Identitas Orang Tua Balita

A.06 Nama Ibu Nama_ibu

A.07 Alamat Tempat Tinggal Almt_tgl

A.08 No. Handphone Hp_resp

A.09 Pendidikan Terakhir Ibu 0. Tidak Sekolah Penddk_ibu


1. SD
2. SMP/Sederajat
3. SMA/Sederajat
4. Sarjana

A.10 Pekerjaan Ibu 0. Petani Pkrjaan_ibu


1. PNS
2. Pegawai Swasta
3. Wirausaha/Dagang
ID RESPONDEN

4. Buruh
5. Tenaga Honorer
6. Tidak Bekerja/IRT

77. Lainya, Pkrjaan_ibu_lain


Sebutkan…

A.11 Pekerjaan Bapak 0. Petani Pkrjaan_bpk


1. PNS
2. Pegawai Swasta
3. Wirausaha/Dagang
4. Buruh
5. Tenaga Honorer
6. Tidak Bekerja

77. Lainya, Pkrjaan_bpk_lain


Sebutkan…

A. 12 Jumlah anggota …………. Orang Jml_klrg


keluarga

A.13 Jumlah anggota …………. Orang Klrg_krj


keluarga yang bekerja

A.14 Pendapatan Keluarga Rp……………… Pndptan_klrga

A.15 Jumlah Balita dalam Jmlh_balita


Keluarga

A.16 Siapa yang biasa 1. Ibu Pengasuh_resp


mengasuh balita ibu? 2. Nenek
3. ART
4. Saudara

77. Lainnya, Pengasuh_resp_lain


sebutkan…
ID RESPONDEN

PENGUKURAN ANTROPOMETRI

No. Pertanyaan Jawaban Kode

B. 01 Nama Pengukur Nama_ukur

B. 02 Tanggal Pengukuran Tgl_ukur

B. 03 Pengukuran Penambahan Berat badan

Pengukuran 1 Kg Bb_1

Pengukuran 2 Kg Bb_2

*batas maksimal pengukuran : 0,1 kg

B. 04 Pengukuran Panjang Badan

Pengukuran 1 cm Pb_1

Pengukuran 2 cm Pb_2

*batas maksimal pengukuran : 0,5 cm

B.05 Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran 1 cm Tb_1

Pengukuran 2 cm Tb_2

*Batas maksimal pengukuran : 0,1 cm

*Diisi salah satu


ID RESPONDEN

RIWAYAT ASI
1. (Inisiasi Menyusu Dini/ IMD)

No. Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

C. 01 Bagaimana ibu melahirkan 0. Operasi Caesar Cara_lahir


anak (responden) ibu? 1. Normal

C. 02 Apakah setelah melahirkan, 0. Tidak(lanjut ke Asi_c02


petugas kesehatan langsung C. 05)
meletakkan bayi di dada ibu 1. Ya (C. 05 tidak
untuk menyusu? (Meletakkan ditanyakan)
bayi skin to skin antara dada
ibu dengan badan bayi)

C. 03 Apakah bayi berhasil 0. Tidak Asi_c03


mendapatkan puting susu ibu 1. Ya
dengan usaha bayi 66. Tidak Sesuai
sendiri/tanpa dibantu petugas
kesehatan?

C. 04 Jika “Ya” , berapa lama durasi 0. <30 menit Asi_c04


bayi berhasil mendapat puting 1. 30 - 60 menit
susu ibu ? 66. Tidak Sesuai

C. 05 Apa yang menyebabkan ibu 0. Persalinan Caesar Asi_c05


tidak segera menyusui bayi 1. Persalinan
setelah bayi lahir? Prematur
2. Tenaga kesehatan
tidak membantu
proses IMD
66. Tidak Sesuai

77. Lain-lain, Asi_c05_lain


sebutkan …
ID RESPONDEN

2. PEMBERIAN ASI

No. Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

D. 01 Apakah ibu pernah 0. Tidak Pernah Asi_d01


memberikan ASI pada anak (Lanjut ke D.05)
ibu? 1. Pernah

D. 02 Apa ibu masih memberikan 0. Tidak Asi_d02


ASI kepada anak hingga saat 1. Ya
ini?

D. 03 Hingga usia berapa anak ibu ………. bulan Asi_d03


masih diberikan ASI oleh ibu? 66. Tidak Sesuai
(jika ibu masih
menyusui dan belum
selesai atau anak
masih berusia
dibawah 2 tahun)

D. 04 Pada usia berapakah anak ibu ………. bulan Asi_d04


diberikan makanan/minuman 66. Tidak Sesuai
selain ASI untuk pertama (karena ibu
kalinya? hanya
memberikan ASI
saja)
D.05 Makanan / minuman lain 0. Susu Formula Asi_d05
apakah yang pertama kali ibu 1. Madu
berikan selain ASI? 2. Air putih
3.Teh manis
4. Pisang
5. Bubur
6. Biskuit
ID RESPONDEN

77. Lainnya Asi_d05_lain


Sebutkan …

D.06 Apakah alasan ibu 0. Produksi ASI Asi_d06


memberikan berkurang
makanan/minuman tambahan 1. Bayi terlanjur
selain ASI ketika anak usia 6 mendapat susu
bulan pertama? formula atau
makanan dan
minuman pada awal
kelahiran
2.Ibu bekerja
3. Ibu terkena
penyakit tertentu
(HIV, TBC,
Herpes dll)

77. Lainnya Asi_d06_lain


sebutkan…
ID RESPONDEN

PENGETAHUAN IBU BALITA TERKAIT GIZI


Berilah tanda ceklis (√) pada kolom jawaban Benar-Salah/Tidak tahu berdasarkan
jawaban responden Menurut ibu benar atau salah jika…

No Pernyataan Benar Salah Tidak Jawaban Kode


Tahu

E. 01 Bubur bayi yang berisi beras dan Peng_e01


wortel sudah mencukupi kebutuhan
gizi balita yang dianjurkan
E. 02 Pisang yang dilumatkan dapat mulai Peng_e02
diberikan pada usia 6 bulan
E. 03 Protein hewani seperti ayam, ikan, Peng_e03
telur dianjurkan selalu ada dalam
setiap menu MPASI
E. 04 Nasi tim merupakan contoh tekstur Peng_e04
yang dianjurkan untuk usia 6-8 bulan
E. 05 Makanan keluarga mulai bisa Peng_e05
diberikan pada anak usia 12 bulan
E. 06 Nasi tim ayam dianjurkan mulai Peng_e06
diberikan pada usia 24 bulan
E. 07 Hati ayam dapat diberikan pada Peng_e07
menu MPASI untuk menurunkan
risiko anemia
E. 08 Pemberian telur pada anak dapat Peng_e08
menyebabkan bisulan karena
mengandung protein tinggi
E. 09 Konsumsi ikan pada anak usia 6 Peng_e09
bulan dapat menyebabkan cacingan
E. 10 Bayam dan wortel merupakan jenis Peng_e10
makanan untuk memenuhi kebutuhan
vitamin dan mineral
E. 11 Jumlah MPASI yang diberikan untuk Peng_e11
anak usia 8 bulan yaitu 1 sendok
makan penuh pada setiap makan
E. 12 Bubur campur yang dibuat dari nasi, Peng_e12
telur, tahu, wortel, dan santan sudah
ID RESPONDEN

memenuhi kebutuhan gizi balita


E. 13 1 mangkok (250 ml) nasi tim tiap Peng_e13
makan cukup memenuhi kebutuhan
gizi untuk anak usia 9 bulan
E. 14 Asupan makan yang kurang dan Peng_e14
infeksi berulang merupakan faktor
penyebab terjadinya stunting/ pendek
pada balita
E. 15 Rutin membawa balita ke Posyandu Peng_e15
tiap bulan merupakan salah satu
usaha dalam memantau pertumbuhan
dan perkembangan balita
ID RESPONDEN

KETAHANAN PANGAN

No. Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

F. 01 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f01


apakah Anda pernah merasa 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
khawatir bahwa keluarga terakhir)
Anda tidak memiliki cukup 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
makanan? dalam 1 bulan terakhir)
3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

F. 02 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f02


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda tidak terakhir)
dapat makan jenis makanan 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
yang disukai karena dalam 1 bulan terakhir)
kekurangan sumber daya? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

F. 03 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f03


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda harus terakhir)
makan variasi makanan yang 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
terbatas karena kekurangan dalam 1 bulan terakhir)
sumber daya? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

F. 04 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f04


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda harus terakhir)
makan makanan yang 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
sebenarnya tidak ingin dalam 1 bulan terakhir)
dimakan karena kurangnya 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
ID RESPONDEN

sumber daya untuk terakhir)


mendapatkan jenis makanan
lain?

F. 05 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f05


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda makan terakhir)
lebih sedikit dari yang Anda 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
rasa perlu karena tidak ada dalam 1 bulan terakhir)
cukup makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

F. 06 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f06


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda harus terakhir)
makan lebih sedikit dalam 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
sehari karena tidak cukup dalam 1 bulan terakhir)
makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)

F. 07 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f07


apakah Anda pernah merasa 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
tidak tersedianya makanan terakhir)
untuk dimakan di rumah Anda 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
karena kurangnya sumber dalam 1 bulan terakhir)
daya untuk mendapatkan 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
makanan? terakhir)

F. 08 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f08


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda tidur terakhir)
pada malam hari dalam 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
keadaan lapar karena tidak dalam 1 bulan terakhir)
cukup makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
ID RESPONDEN

terakhir)

F. 09 Dalam 1 bulan terakhir, 0. Tidak Pgn_f09


apakah Anda atau salah satu 1. Jarang (1 -2 kali dalam 1 bulan
anggota keluarga Anda tidak terakhir)
makan apapun seharian 2. Kadang-kadang (3 - 10 kali
karena tidak memiliki cukup dalam 1 bulan terakhir)
makanan? 3. Sering (> 10 kali dalam 1 bulan
terakhir)
ID RESPONDEN

RIWAYAT DIARE
Berdasarkan Diagnosis Tenaga Kesehatan dan Pengakuan Ibu

No. Pertanyaan Pilihan Jawaban Jawaban Kode

G. 01 Apakah dalam 3 bulan 0. Tidak Diare_g01


terakhir, anak ibu pernah 1. Ya (G.02
didiagnosis menderita diare tidak
oleh tenaga Kesehatan (dokter ditanyakan)
/ bidan)?

G. 02 Apakah dalam 3 bulan


terakhir anak ibu pernah
mengalami :

a. Buang Air Besar (BAB) ≥ 0. Tidak Diare_g02a


3 kali sehari dengan 1. Ya
konsistensi tinja lembek
atau cair

b. Berapa lama anak ibu ……. hari Diare_g02b


mengalami hal tersebut? 66. Tidak Sesuai
(jika anak tidak
menderita diare)
ID RESPONDEN

Formulir Recall 2 x 24 jam


Nama : Tanggal Wawancara :
Umur : (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…
(Weekday)
Enumerator:

Data Konsumsi Makanan


Recall 2 x 24 jam

No Waktu Nama Metode Jenis Berat Makanan Keterangan


Makanan/ Pemasakan Bahan
URT gram Beli/Masak
Masakan Makanan
ID RESPONDEN
ID RESPONDEN

Apakah pola makan saat ini berbeda dari biasanya? (pola_mkn) 1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, bagaimana perbedaannya? (pola_beda)
…………………………………

Apakah Anda mengonsumsi suplemen? (kons_supl) 1. Ya 2. Tidak


ID RESPONDEN

Jika Ya, sebutkan merk (merk_supl)....... Jumlah (jumlah_supl)......Frekuensi


(Frekuensi_supl)....
Cara mendapatkan suplemen (crdpt_supl) ……
ID RESPONDEN

Form Analisis Zat Gizi


Nama : Tanggal Wawancara :
Umur : (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…
(Weekday)

Daftar Analisa Zat Gizi Bahan Makanan

Bahan Makanan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat Zink Kalsium


(gram) (kkal) (gram) (gram) (gram) (mg) (mg)
ID RESPONDEN

Total ….. ….. …. ….


(aspn_ (aspn_wd_ (aspdn_wd (aspn_wd_kh)
wd_ene protein) _lemak)
rgy)
ID RESPONDEN

Form Recall 2 x 24 jam


Nama : Tanggal Wawancara :
Umur : (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…
(Weekend)
Enumerator:

Data Konsumsi Makanan


Recall 2 x 24 jam

No Waktu Nama Metode Jenis Berat Makanan Keterangan


Makanan/ Pemasakan Bahan
URT gram Beli/
Masakan Makanan
Masak
ID RESPONDEN
ID RESPONDEN

Apakah pola makan saat ini berbeda dari biasanya? (pola_mkn) 1. Ya 2. Tidak
Jika Ya, bagaimana perbedaannya? (pola_beda)
…………………………………

Apakah Anda mengonsumsi suplemen? (kons_supl) 1. Ya 2. Tidak


ID RESPONDEN

Jika Ya, sebutkan merk (merk_supl)....... Jumlah (jumlah_supl)......Frekuensi


(Frekuensi_supl)....
Cara mendapatkan suplemen (crdpt_supl)
ID RESPONDEN

Form Analisis Zat Gizi


Nama : Tanggal Wawancara :
Umur : (bulan/tahun) Waktu Wawancara : ….s/d…
(Weekend)
Daftar Analisa Zat Gizi Bahan Makanan

Bahan Berat Energi Protein Lemak Karbohidrat Zink Kalsium


Makanan (gram) (kkal) (gram) (gram) (gram) (mg) (mg)
ID RESPONDEN

Total ….. ….. …. ….


(aspn_wd (aspn_wd_ (aspdn_wd (aspn_wd
_energy) protein) _lemak) _kh)
ID RESPONDEN
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, S. W., Haniarti, & Sari, R. W. (2021). Hubungan Sanitasi Lingkungan Dan Riwayat
Penyakit Infeksi Dengan Kejadian Stunting Di Kota Parepare. ARKESMAS (Arsip
Kesehatan Masyarakat), 6(1), 7–14. https://doi.org/10.22236/arkesmas.v6i1.6022
Adila, N. T. H. (2021). The Hubungan Infeksi Saluran Pernafasan Akut dengan Kejadian
Stunting. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 273–279.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.605
Adriani, Merryana., Wirjatmadi, Bambang. 2016. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: PT
Fajar Interpratama Mandiri.
al Amin, M., & Juniati, D. (2017). KLASIFIKASI KELOMPOK UMUR MANUSIA
BERDASARKAN ANALISIS DIMENSI FRAKTAL BOX COUNTING DARI
CITRA WAJAH DENGAN DETEKSI TEPI CANNY. Jurnal Ilmiah Matematika,
2(6).
Amalia, Ika Desi., Dina Putri Utami Lubis., dan Salis Miftahul Khoeriyah. 2021. Hubungan
Pengetahun Ibu tentang Gizi dengan Kejadian Stunting pada Balita : Relationhip
Between Mother’s Knowledge on Nutrition and the Prevalence of Stunting on
Toddler. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu. 12(2):1-9.
Amin, L. Z. (2015). Tatalaksana diare akut. Cermin Dunia Kedokteran, 42(7), 504-508.
ANDINI, Fauziah Rizki. Hubungan faktor sosio ekonomi dan usia kehamilan dengan kejadian
kekurangan energi kronis pada ibu hamil di Puskesmas Prambontergayang
Kabupaten Tuban. Amerta Nutrition, 2020, 4.3: 218.
Andriansyah, A., Rate, S., & Yusuf, K. (2022). HUBUNGAN PROTEIN KALSIUM ZINK
DAN VITAMIN D DENGAN KEJADIAN STUNTING. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis, 17(1), 19-26.
Apriluana, G., & Fikawati, S. (2018). Analisis faktor-faktor risiko terhadap kejadian stunting
pada balita (0-59 bulan) di negara berkembang dan asia tenggara. Media Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, 28(4), 247-256.
Ariati, L. I. P. (2019). Faktor-faktor resiko penyebab terjadinya stunting pada balita usia 23-
59 bulan. Oksitosin: Jurnal Ilmiah Kebidanan, 6(1), 28-37.
Aridiyah, F. O., Rohmawati, N., & Ririanty, M. (2015). Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Stunting pada Anak Balita di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan (The
Factors Affecting Stunting on Toddlers in Rural and Urban Areas). Pustaka
Kesehatan, 3(1), 163-170.
Arini, D., Nursalam, N., Mahmudah, M., & Faradilah, I. (2020). The incidence of stunting,
the frequency/duration of diarrhea and Acute Respiratory Infection in toddlers.
Journal of Public Health Research, 9(2), 117–120.
https://doi.org/10.4081/jphr.2020.1816
Aryadipa, M., & Imam Arundhana, A. (n.d.). GAMBARAN KONSUMSI ASAM FOLAT PADA
IBU HAMIL DI RUMAH SAKIT BERSALIN BUDI MULIA KOTA MAKASSAR
Description of Folic Acid Consumption of Pregnant Women in Budi Mulia Hospital
Makassar City 2017.
Asrianti, T., Afifah, N., Muliyana, D., & Risva. (2019). Tingkat Pendapatan, Metode
Pengasuhan, Riwayat Penyakit Infeksi dan Risiko Kejadian Stunting pada Balita di
Kota Samarinda. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan, 2(1), 1–8.
http://journal.unhas.ac.id/index.php/jnik/article/view/6503
Ayuningtyas, A., Simbolon, D., & Rizal, A. (2018). Asupan zat gizi makro dan mikro
terhadap kejadian stunting pada balita. Jurnal Kesehatan, 9(3), 445-450.
Ayuningtyas, D., Misnaniarti, M., & Rayhani, M. (2018). ANALISIS SITUASI
KESEHATAN MENTAL PADA MASYARAKAT DI INDONESIA DAN
STRATEGI PENANGGULANGANNYA. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(1).
https://doi.org/10.26553/jikm.2018.9.1.1-10
Ayuningtyas, I. N., Fahmy, A., Tsani, A., Candra, A., & Fithra Dieny, F. (2022). ANALISIS
ASUPAN ZAT BESI HEME DAN NON HEME, VITAMIN B 12 DAN FOLAT SERTA
ASUPAN ENHANCER DAN INHIBITOR ZAT BESI BERDASARKAN STATUS
ANEMIA PADA SANTRIWATI. 11(2), 171–181.
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/
Azizah, N. N. (2021). Hubungan Antara Sikap Dan Pengetahuan Ibu Hamil Dengan
Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal
Medika Hutama, 2(04 Juli), 1175-1180.
Chairunnisa, E., Kusumastuti, A. C., & Panunggal, B. (2018). Asupan vitamin D, kalsium dan
fosfor pada anak stunting dan tidak stunting usia 12-24 bulan di Kota Semarang.
Journal of nutrition college, 7(1), 39-44.
Chyntithia, L. G. (2021). Hubungan Riwayat Penyakit Diara Dengan Kejadian Stunting Pada
Balita. Jurnal Medika Hutama, 03(01), 1723-1725 p.
http://jurnalmedikahutama.com/index.php/JMH/article/view/356
DE SEYMOUR, Jamie V.; BECK, Kathryn L.; CONLON, Cathryn A. Nutrition in pregnancy.
Obstetrics, Gynaecology & Reproductive Medicine, 2019, 29.8: 219-224.
DEWI, Ambar Kusuma; DARY, Dary; TAMPUBOLON, Rifatolistia. Status Gizi dan
Perilaku Makan Ibu Selama Kehamilan Trimester Pertama. Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas, 2021, 135-144.
Firmansyah, R. R. T., Murti, B., & Prasetya, H. (2023). A Meta-Analisis of Correlation
between Diarrhea and Stunting in Children Under Five. Journal of Epidemiology
and Public Health, 8(1), 88–97.
https://doi.org/10.26911/jepublichealth.2023.08.01.08
FITRI, Nuri Luthfiatil, et al. HUBUNGAN USIA IBU DENGAN KEJADIAN KEK PADA
IBU HAMIL DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GANJAR AGUNG
KECAMATAN METRO BARAT KOTA METRO. Jurnal Wacana Kesehatan,
2022, 7.1: 26-31.
Fitria, R., & Wulandari, S. (2020). FULFILLMENT OF FOLIC ACID IN PREGNANT
WOMEN TRIMESTER I IN THE VILLAGE OF RAMBAH TENGAH HILIR:
PEMENUHAN ASAM FOLAT PADA IBU HAMIL TRIMESTER I DI DESA
RAMBAH TENGAH HILIR. Jurnal Martenity and Neonatal, 8(2), 125-131.
Fitria, R., & Wulandari, S. (2020). Pemenuhan Asam Folat Pada Ibu Hamil Trimester I Di
Desa Rambah Tengah Hilir. Journal : Maternity and Neonatal, 03(02), 125–131.
Hardinsyah,MS. (2017).Ilmu Gizi : Teori dan Aplikasi.(Electronic Thesis or Dissertation).
Retrieved from https://localhost/setiadi
Harianti, A. W., & Ambarwati, A. (2022). Survey Sanitasi Lingkungan Dan Air Bersih Dinas
Perumahan Kawasan Pemukiman Dan Cipta Karya Bojonegoro.
Hayati, N., & Fatimaningrum, A. S. (2015). Pelatihan kader posyandu dalam deteksi
perkembangan anak usia dini. Jurnal Pendidikan Anak, 4(2).
Himawati, E. H., & Fitria, L. (2020). Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Atas dengan
Kejadian Stunting pada Anak Usia di Bawah 5 Tahun di Sampang. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 15(1), 1. https://doi.org/10.26714/jkmi.15.1.2020.1-5
Ike, F. (2019). HUBUNGAN KEJADIAN STUNTING DENGAN FREKUENSI DAN DURASI
PENYAKIT DIARE DAN ISPA PADA ANAK USIA TODDLER DI WILAYAH
KERJA
PUSKESMAS KENJERAN SURABAYA (Doctoral dissertation, STIKES HANG
TUAH SURABAYA).
Ikhtiar, M. (2017). Pengantar kesehatan lingkungan. CV. Social Politic Genius (SIGn).
Ima, I. H., Arisanti, A. Z., & Susilowati, E. (2022). Faktor yang Mempengaruhi Pemeriksaan
Antenatal Care: Literature Review. Media Publikasi Promosi Kesehatan Indonesia
(MPPKI), 5(7), 789-795.
In’am, Miftahul. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan Status Gizi Anak
di Bawah 5 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan Surakarta.
Surakarta : UMS.
Irawan, A., & Hastuty, H. S. B. (2022). Kualitas Fisik Air, Kejadian Diare Dengan Stunting
Pada Balita di Puskesmas Arso Kota. Jurnal Kesehatan Komunitas, 8(1), 130–134.
https://doi.org/10.25311/keskom.vol8.iss1.1119
Karina, A. N., & Warsito, B. E. (2012). Pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar balita.
Jurnal Keperawatan Diponegoro, 1(1), 30-35.
Kemenkes RI. (2021). Profil Kesehatan Indonesia 2021. Jakarta: Kemenkes RI
Wati, R. (2021). HUBUNGAN RIWAYAT BBLR, ASUPAN PROTEIN, KALSIUM, DAN SENG
DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA BALITA. Nutrizione: Nutrition Research And
Development Journal, 1(2), 1-12. https://doi.org/10.15294/nutrizione.v1i2.50071
KURNIASARI, Devi; ARIFANDINI, Fiki. Hubungan usia, paritas dan diabetes mellitus pada
kehamilan dengan kejadian preeklamsia pada ibu hamil di wilayah kerja puskesmas
rumbia kabupaten lampung tengah tahun 2014. Holistik Jurnal Kesehatan, 2015, 9.3.
Kusumaningrum, R. (2017). Hubungan Asupan Energi Dan Protein Dengan Status Gizi Anak
Min Ketitang Nogosari Boyolali (Doctoral dissertation, STIKES PKU
Muhammadiyah Surakarta).
Maineny, A., Longulo, O. J., & Endang, N. (2022). Hubungan Riwayat Penyakit Infeksi
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Marawola Kabupaten Sigi. Jurnal Bidan Cerdas, 4(1), 10–17.
https://doi.org/10.33860/jbc.v4i1.758
Maksum, T. S., & Hulinggi, P. (2022, December). PENILAIAN ASUPAN ZAT BESI DAN ASAM FOLAT
PADA IBU HAMIL. In Seminar Nasional Mini Riset Mahasiswa (Vol. 1, No. 2, pp. 67-
71).
Maulany, R. F., & Dianingati, R. S. (2021). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Akses
Kesehatan. Indonesian Journal of Pharmacy and Natural Product, 4(2).
https://doi.org/10.35473/ijpnp.v4i2.1161
Manggabarani, S., Tanuwijaya, R. R., & Said, I. (2021). Kekurangan Energi Kronik,
Pengetahuan, Asupan Makanan dengan Stunting: Cross-Sectional Study. Journal of
Nursing and Health Science, 1(1), 1-7.
Mufida, Loviana., Agus Sartono., dan Mufnaetty. 2020. Pengetahuan Gizi Ibu dan Praktik
Diversifikasi Makanan Keluarga di Kelurahan Purworejo, Kecaatn Margoyoso, Pati.
Jurnal Gizi Unimus. 9(2):180-188.
Muliawati, Siti. (2013). Faktor Penyebab Ibu Hamil Kurang Energi Kronis di Puskesmas
Sambi Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Tahun 2012. AKBID CITRA Medika
Surakarta. INFOKES, Vol.3 No.3 November 2013.
Nengsih, Y., & Marsilia, I. D. (2021). Penyuluhan tentang Pemantauan Tumbuh Kembang
dan Pemberian Vitamin A pada Balita di Posyandu Kenanga Desa Mampir Kec.
Cileungsi Kabupaten Bogor Tahun 2021. Jurnal Abdimas Kesehatan (JAK), 3(3),
295. https://doi.org/10.36565/jak.v3i3.259
Ningsih, N. S., Simanjuntak, B. Y., & Haya, M. (2021). Asupan Energi, Zat Gizi Makro dan
Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan Tanjung Karang, 12(2),
156-161.
NUDDIN, Andi, et al. ANALISIS FAKTOR RISIKO KEKURANGAN ENERGI KRONIS
IBU HAMIL DI KOTA PAREPARE. Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 2019,
2.3: 333-342.
Nugraha, R. N., Lalandos, J. L., & Nurina, R. L. (2019). Hubungan Jarak Kehamilan Dan
Jumlah Paritas Dengan Kejadian Kurang Energi Kronik (Kek) Pada Ibu Hamil Di
Kota Kupang. Cendana Medical Journal (CMJ), 7(2), 273-280.
Nugraheni, D., Nuryanto, N., Wijayanti, H. S., Panunggal, B., & Syauqy, A. (2020). Asi
Eksklusif Dan Asupan Energi Berhubungan Dengan Kejadian Stunting Pada Usia 6–
24 Bulan Di Jawa Tengah. Journal of Nutrition College, 9(2), 106-113.
Nurminingsih Hatala, T., Tuasikal, H., Kelrey, F., Pangandaheng Program Studi DIII
Keperawatan, T., J A Latumeten, Stik. R., Tamaela No, J., Nusaniwe, K., & Ambon,
K. (n.d.). Pola Asuh Orang Tua Berhubungan Dengan Pertumbuhan Gizi Balita.
Olsa, Edwin Danie., Dekmi Sulastri., dan Eliza Anas. 2017. Hubungan Sikap dan
Pengetahuan Ibu terhadap Kejadian Stunting pada Anak Baru Masuk Sekolah
Dasar di Kecamatan Nanggalo. Jurnal Kesehatan Andalas. 6(3):543-529.
Picauly, I., Magdalena, T., dan Sarci. 2013. Analisis Determinan dan Pengaruh Stunting
tentang Prestasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur NTT. Jurnal
Gizi dan Pangan. 8(1):55-62.
Pidarta, Made. 2007. Landasan Kependidikan, Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta.
Pritasari, Damayanti D, Lestari NT. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Pusat Pendidikan
Sumber Daya Manusia Kesehatan; 2017.
Putri, L. P., Simanjuntak, B. Y., & Wahyu, T. (2018). Konsumsi Vitamin D dan Zink dengan
Kejadian Stunting pada Anak Sekolah SD Negeri 77 Padang Serai Kota Bengkulu.
Jurnal Kesehatan 9(2).
Putri, M. R. (2019). Hubungan pola asuh orangtua dengan status gizi pada balita di wilayah
kerja puskesmas bulang kota batam. Jurnal Bidan Komunitas, 2(2), 96-106.
Putri, R. F., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status
gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang. Jurnal Kesehatan
Andalas, 4(1).
Rohaedi, S., Julia, M., & Gunawan, I. M. A. (2016). Tingkat ketahanan pangan rumah tangga
dengan status gizi balita di daerah rawan pangan Kabupaten Indramayu. Jurnal Gizi
dan Dietetik Indonesia (Indonesian Journal of Nutrition and Dietetics), 2(2), 85-92.
http://dx.doi.org/10.21927/ijnd.2014.2(2).85-92
Rohmatun, N. Y. 2014. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif
dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Sidowarmo Kecamatan Wonosari
Kabupaten Klaten. Surakarta : UMS.
Rufaridah, A. (2019). Pelaksanaan Antenatal Care (Anc) 14 T Pada Bidan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Lubuk Buaya Padang. Menara Ilmu, 13(2).
Salama, S., & Kerangan, J. (2019). PENGARUH EDUKASI KESEHATAN TERHADAP
PENGETAHUAN IBU TENTANG PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS MELONGUANE KECAMATAN MELONGUANE
KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS
KATOLIK DE LA SALLE).
Sibarani, M. (2019). Hubungan Asupan Zinc Dan Zat Besi Dengan Kejadian Stunting Di Sd
Negeri 054901 Sidomulyo Stabat Kabupaten Langkat. Journal of Chemical
Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Simbolon, D., Rizal, A., Gizi, J., & Kementerian Kesehatan Bengkulu, P. (2018). Asupan Zat
Gizi Makro dan Mikro terhadap Kejadian Stunting pada Balita. In Jurnal Kesehatan
(Vol. 9, Issue 3). Online. http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
Sinambela, M., & Solina, E. (2021). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Hamil
terhadap Pemeriksaan Antenatal Care (ANC) Selama Pandemi COVID-19 di
Puskesmas Talun Kenas Tahun 2020. Jurnal Kebidanan Kestra (Jkk), 3(2), 128-
135.
Sirajuddin, S., Rauf, S., & Nursalim, N. (2020). Asupan Zat Besi Berkorelasi Dengan
Kejadian Stunting Balita Di Kecamatan Maros Baru. Gizi Indonesia, 43(2), 109–
118.
Solin, A. R., Hasanah, O., & Nurchayati, S. (2019). Hubungan Kejadian Penyakit Infeksi
Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita 1-4 Tahun. JOM FKp, 6(1), 65–71.
jom.unri.ac.id.
Sri S. Nasar; Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI); Universitas Indonesia Fakultas
Kedokteran; Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); Persatuan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI). (2015; 2015). Penuntun Diet Anak / editor, Sri S. Nasar ... [et al.];
IDAI, PERSAGI, AsDI. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. FKUI,.
Styawati, S., & Ariany, F. (2021). Sistem Monitoring Tumbuh Kembang Balita/Batita di
Tengah Covid-19 Berbasis Mobile. J. Inform. Univ. Pamulang, 5(4), 490.
Sudiarta, I. G. A. P. (2018). GAMBARAN PENERAPAN PERSONAL HYGIENE PENJAMAH
MAKANAN PADA KANTIN SMPN 2 GIANYAR TAHUN 2018 OLEH (Doctoral
dissertation, Jurusan Kesehatan Lingkungan).
Sulistianingsih, A., & Madi Yanti, D. A. (2016). Kurangnya asupan makan sebagai penyebab
kejadian balita pendek (stunting). Jurnal Dunia Kesehatan, 5(1), 77123.
Suparyanto dan Rosad (2015. (2020). Modul Teori Asuhan Kebidanan Kehamilan.
Suparyanto Dan Rosad (2015, 5(3), 248–253.)
Suryani, L. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki. Jomis (Journal Of Midwifery Science), 1(2), 47-53.
Suryani, L., Natan, O., Rizal, A., Kusdalinah, & Meriwati. (2022). Hubungan Asupan Zat
Gizi Makro (Karbohidrat, Protein, Lemak) Dan Zink Dengan Kejadian Stunting
Pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Beringin Raya Kota Bengkulu Tahun 2022
(Vol. 33, Issue 1).
Suryani, L., Riski, M., Sari, R. G., & Listiono, H. (2021). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Kekurangan Energi Kronik pada Ibu Hamil. Jurnal Ilmiah Universitas
Batanghari Jambi, 21(1), 311-316.
Susanti, T. (2018). Hubungan Usia dan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Plasenta Previa di
RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2018. Jurnal Kesehatan,
4(2).
Susilowati, Endang., dan Alin Himawati. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu tentang
Gizi Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Gajah 1 Demak.
Jurnal Kebidanan. 6(13):21-26.
Syafitri, N. P., Wiratmo, P. A., & Setyaningsih, W. (2020). Hubungan Status Sosial Ekonomi
Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care. Binawan Student Journal, 2(2),
237-241.
Thamrin, E. P., Utami, R. K., Santoso, F., Thamrin, A. A., Ain, S. S., & Pakasi, T. A. (2019).
Problems related to acute respiratory infection among under-5 children in Sorong,
West Papua: a community diagnosis approach. Journal of Community Empowerment
for Health, 2(2), 198–207. https://doi.org/10.22146/jcoemph.46965
Virdausya, S., Balafif, M., & Imamah, N. (2020). Dampak Eksternalitas Industri tahu
Terhadap Pendapatan Desa Tropodo Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo.
Bharanomics, 1(1), 1-8.
Wahyuni, C. (2018). Panduan Lengkap Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 Tahun PANDUAN
LENGKAP TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 0-5 TAHUN STRADA PRESS.
Waryana. Gizi Reproduksi. Yogyakarta: Pustaka Rihama; 2010
Wati, S. K., Kusyani, A., & Fitriyah, E. T. (2021). Pengaruh Faktor Ibu (Pengetahuan Ibu,
Pemberian ASI-Eksklusif & MP-ASI) Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak.
Journal of Health Science Community, 2(1), 40-52.
Widiyanti, N. M. (2021). GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI
KURANG PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS KLUNGKUNG I TAHUN 2021
(Doctoral dissertation, Jurusan Keperawatan 2021).
Yanti, R., Yenita, R. N., & Faradilla. (2022). Stunting control factors related to the
occurrence of diarrhea in children in the work area of the Bukit Timah Health
Center. 11(2), 210–216. https://doi.org/10.30644/rik.v11i2.71.
Yanti, R., Yenita, R. N., & Faradilla. (2022). Stunting control factors related to the occurrence
of diarrhea in children in the work area of the Bukit Timah Health Center. 11(2),
210–216. https://doi.org/10.30644/rik.v11i2.719
Yeni Febrianti, P. (2020). Gambaran Status Ekonomi Keluarga Terhadap Status Gizi Balita
(BB/U) di Kecamatan Rumbai Pesisir Kota Pekanbaru (Doctoral dissertation,
Poltekkes Kemenkes Riau).
Yuhansyah., dan Mira. 2019. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentag Gizi pada Anak
Balita di UPT Puskesmas Remaja Kota Samarinda. Borneo Nursing Journal (BNJ).
1(1):76-82.
Yuliantini, E., Kamsiah, K., Maigoda, T. C., & Ahmad, A. (2022). Asupan makanan dengan
kejadian stunting pada keluarga nelayan di Kota Bengkulu. AcTion: Aceh Nutrition
Journal, 7(1), 79.
Yusiana, E. (2020). Hubungan Status Ekonomi Dan Perilaku Buang Air Besar Sembarangan
(BABS) Dengan Kepemilikan Jamban Keluarga Di Desa Tatah Mesjid Kecamatan
Alalak Kabupaten Barito Kuala Tahun 2020 (Doctoral dissertation, Universitas
Islam Kalimantan MAB).
Lestari, C. I. (2019). HUBUNGAN KEPATUHAN MENGKONSUMSI TABLET FE (ZAT
BESI) DAN ASUPAN MAKANAN DENGAN KEJADIAN KEKURANGAN
ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU HAMIL DI KOTA MATARAM TAHUN
2018. Midwifery Journal: Jurnal Kebidanan UM. Mataram, 4(2), 89-94.
Astriningrum, E. P., Hardinsyah, H., & Nurdin, N. M. (2017). Asupan asam folat, vitamin
B12 dan vitamin C pada ibu hamil di indonesia berdasarkan studi diet total. Jurnal
Gizi dan Pangan, 12(1), 31-40.
Dewi, A. K., Dary, D., & Tampubolon, R. (2021). Status Gizi dan Perilaku Makan Ibu Selama
Kehamilan Trimester Pertama. Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas, 135-144.
Fitrianingtyas, I., Pertiwi, F. D., & Rachmania, W. (2018). Faktor-Faktor yang berhubungan
dengan kejadian kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Warung
Jambu Kota Bogor. HEARTY: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(2).
Mandella, W., Veronica, N., & Sari, L. L. (2023). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kekurangan Energi Kronik (KEK) Pada Ibu Hamil Di Wilayah Kerja Puskesmas
Seginim Kabupaten Bengkulu Selatan. Jurnal Vokasi Kesehatan, 2(1), 33-42.
Choiroh, Z. M., Windari, E. N., & Proborini, A. (2020). Hubungan antara Frekuensi dan
Durasi Diare dengan Kejadian Stunting pada Balita Usia 24-36 Bulan di Desa
Kedungrejo Kecamatan Pakis. Journal of Issues in Midwifery, 4(3), 131-141.
Dictara, A. A., Angraini, D. I., Mayasari, D., & Karyus, A. (2020). Hubungan asupan makan
dengan kejadian kurang energi kronis (kek) pada ibu hamil di wilayah kerja
Puskesmas Sukaraja Kota Bandar Lampung. Majority, 9(2), 49-54.
Febrianti, R., Riya, R., & Sumiati, S. (2020). Status Ekonomi Dan Tingkat Pendidikan
Dengan Kejadian Kek Ibu Hamil Di Puskesmas. Jurnal Ilmiah PANNMED
(Pharmacist, Analyst, Nurse, Nutrition, Midwivery, Environment, Dentist), 15(3),
395-399.
Noorhasanah, E., & Tauhidah, N. I. (2021). Hubungan pola asuh ibu dengan kejadian stunting
anak usia 12-59 bulan. Jurnal Ilmu Keperawatan Anak, 4(1), 37-42.
Putri, A. R. (2020). Aspek Pola Asuh, Pola Makan, dan Pendapatan keluarga pada kejadian
stunting. Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako), 6(1), 7-12.
Saraswati, D., Gustaman, R. A., & Hoeriyah, Y. A. (2021). Hubungan Status Ketahanan
Pangan Rumah Tangga Dan Pola Asuh Terhadap Kejadian Stunting Pada Baduta:
Studi Pada Baduta Usia 6-24 Bulan Di Kelurahan Karanganyar Kecamatan Kawalu
Kota Tasikmalaya. Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences Journal,
12(2), 226-237.
Sunartiningsih, S., Fatoni, I., & Ningrum, N. M. (2020). Hubungan Inisiasi Menyusu Dini
Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 12-24 Bulan. Jurnal Kebidanan, 10(2),
66-79.
Husna, A., & Farisni, T. N. (2022). Hubungan ASI Eksklusif dengan Stunting Pada Anak
Balita di Desa Arongan Kecamatan Kuala Pesisir Kabupaten Nagan Raya. Jurnal
Biology Education, 10(1), 33-43.
Kolantung, P. M., Mayulu, N., & Kundre, R. (2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
Hamil Tentang Tanda Bahaya Kehamilan Dengan Kepatuhan Melakukan Antenatal
Care (Anc): Systematic Review. Jurnal Keperawatan, 9(2), 40-53.
Adriani M, Bambang Wiratmadi. Gizi dan Kesehatan Balita. Jakarta: Kencana; 2014.
Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Bur, T. N., Picauly, I., Riwu, R. R. (2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola
Konsumsi Pangan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Oepoi Kota Kupang. Jurnal
Pazih_Pergizi Pangan DPD NTT, 2(1), 1060-1069
Eka RF., Setyaningsih, A. (2012). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan
Motorik Kasar Anak Usa 1-3 Tahun. Jurnal Kebidanan STIKES Estu Utomo
Boyolali. 4 (2), 14.
Handayani, R. (2017). Faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi pada anak balita.
Jurnal Endurance, 2(2), 217-224.
Khoiriah, A. & Sari, N. (2018). Gambaran Pengetahuan Ibu Bersalin Tentang Pelaksanaan
Inisiasi Menyusu dini Di Bpm Hj. Rusmiati Palembang. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Luba, S. (2019). Gambaran Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Di Rumah Sakit Ibu Dan
Anak Pertiwi Makassar Tahun 2019. Jurnal Farmasi Sandi Karsa.
Mubarak, W. I. (2011) Promosi Kesehatan. Yogyakarta: Salemba Medika
Munawaroh S. Pola Asuh Mempengaruhi Status Gizi Balita Relationship of Parenting Pattern
and Toddlers’ Nutrititional Status. J Keperawatan. 2015;6(1):44–50
Naibaho, E., & Aritonang, E. Y. (2022). Hubungan pendapatan dan pengetahuan gizi ibu
dengan ketahanan pangan keluarga di Kabupaten Tapanuli Tengah. Tropical Public
Health Journal, 2(1), 18-
Pattiasina, J. A., Polpoke, S. U. M., & de Lima, F. V. I. (2019). Hubungan Keteraturan
Antenatal Care Dengan Tingkat Kehamilan Risiko Tinggi Pada Ibu Hamil Di Dusun
Kampung Baru-Desa Kawa. Molucca Medica, 39-48.
Puspaningtyas, Desty E. 2012. Hubungan Status Anemia, Praktik Pemberian Makan, Praktek
Perawatan Kesehatan, dan Stimulasi Kognitif dengan Fungsi Kognitif Anak
Sekkolah Dasar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 35(2): 109-119
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC.
Soetjiningsih. 2014. Soetjiningsih. Asuhan Dini Tumbuh Kembang Anak.
Dalam:Soetjiningsihdan Ranuh IG. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta:
EGC.p.234-235
Wulandari, M. (2019). Faktor Yang Berhubungan Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusui
Dini ( IMD ) Pada. 3(1).

Anda mungkin juga menyukai