Anda di halaman 1dari 36

PENGEMBANGAN PRODUK ENTERAL BUBUK RENDAH PROTEIN

60 MINUCAF INSTALASI GIZI RSUP Dr. HASAN SADIKIN


BANDUNG

Untuk melengkapi salah satu tugas rotasi gizi penyelenggaraan asuhan makan diet rumah
sakit

Disusun Oleh :
Talitha Salsabila P17331112702

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG


PRODI PROFESI DIETISIEN JURUSAN GIZI

2021
Penugasan rotasi PAMDRS dengan judul
“PENGEMBANGAN PRODUK ENTERAL BUBUK RENDAH PROTEIN 60
MINUCAF INSTALASI GIZI RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG”

Telah disetujui dan diperiksa oleh Pembimbing


RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung

Bandung, Juni 2021

Pembimbing,

Yunesti Haerani, S. Gz., RD


197406061997032003

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan rotasi gizi penyelenggaraan makanan dengan judul “Pengembangan
Produk Enteral Bubuk Rendah Protein 60 Minucaf Instalasi Gizi Rsup Hasan
Sadikin Bandung” tepat pada waktunya.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah


mendukung dan membantu dalam menyelesaikan laporan ini, terutama kepada:

1. Bapak Dr. Judiono, MPS. selaku ketua Jurusan Gizi Politeknik


Kesehatan Bandung.
2. Ibu Yenny Moviana, MND.,RD selaku Ketua Prodi Profesi Gizi.
3. Ibu Agustina Indri Hapsari, SST. M.Gizi, selaku dosen pembimbing
Rotasi Gizi Penyelenggaraan Makanan Diet Rumah Sakit (PAMDRS).
4. Ibu Dyah Widyastuti, SKM., MKM, RD selaku Kepala Instalasi Gizi RSUP
Dr. Hasan Sadikin Bandung.

5.Ibu Yunesti Haerani, S.Gz, RD, selaku pembimbing yang telah membimbing
serta memberi arahan dalam pembuatan laporan ini.

6. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua


pembaca. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dalam
menambah pengetahuan dan wawasan.

Bandung, Juni 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................2
1.3. Tujuan Penelitian.....................................................................................2
1.4. Manfaat Penelitian...................................................................................3
BAB II.................................................................................................................4
2.1. Review Literatur.......................................................................................4
2.2. Definisi Operasional..............................................................................11
2.3. Kerangka Teori dan Hipotesis................................................................13
BAB IV................................................................................................................16
4.1. Waktu Pelaksanaan.................................................................................16
4.2. Standar Resep.........................................................................................16
4.3. Alat yang diperlukan.................................................................................16
4.4. Cara Pembuatan......................................................................................17
4.5. Analisis Kandungan Nilai Gizi..................................................................18
4.6. Analisis Biaya...........................................................................................19
4.7. Penamaan dan Pengemasan Produk......................................................20
4.8. Uji Cita Rasa.............................................................................................21
4.9. Densitas Formula.....................................................................................24
4.10. Viskositas Formula.................................................................................25
BAB IV................................................................................................................27
BAB VI................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29
LAMPIRAN..........................................................................................................31

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair
hingga kental dan diberikan dalam bentuk terapi enteral. Gizi enteral
merupakan gizi yang diberikan melalui saluran gastrointestinal via slang,
kateter, atau stoma yang mengandung zat gizi ke tempat yang jauh dari
rongga mulut. Gizi atau formula enteral biasanya diberikan kepada
pasien yang tidak dapat makan, tidak cukup makan, dan tidak boleh
makan (1). Pemberian makanan enteral dini akan memberikan manfaat
antara lain memperkecil respon katabolik, mengurangi komplikasi infeksi,
memperbaiki toleransi pasien, mempertahankan respon imunologik, lebih
fisiologis dan memberikan sumber energi yang tepat bagi usus pada
waktu sakit (2).

Di seluruh dunia prevalensi penderita Gagal Ginjal Kronik (GGK)


semakin meningkat (3). Hal ini terjadi di Indonesia dimana prevalensinya
meningkat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018,
yang semula 2,0% pada tahun 2013, menjadi 3,8% di tahun 2018 (4).

Penatalaksanaan nutrisi pada GGK bertujuan untuk memperbaiki


kualitas hidup, menurunkan morbiditas, dan mortalitas serta
memperlambat progresivitas penyakit ginjal. Direkomendasikan bahwa
pasien GGK perlu melakukan modifikasi asupan nutrisinya, yaitu protein
(3). Penderita GGK cenderung mengalami mual, muntah, dan selera
makan kurang sehingga asupan makanan menjadi berkurang. Asupan
gizi yang kurang menyebabkan terjadinya undernutrition sehingga
diperlukan pemberian formula enteral (5).

1
Berdasarkan penelusuran di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung,
diketahui bahwa penggunaan formula enteral untuk pasien dengan
gangguan ginjal menggunakan formula enteral komersial karena lebih
mudah untuk diseduh mengingat pasien tidak selalu mengonsumsi
zonde rendah protein secara tepat waktu, sehingga ditakutkan sudah
tidak layak konsumsi. Harga dari formula enteral komersial lebih mahal
dibandingkan dengan zonde rendah protein, oleh karena itu diperlukan
pengembangan produk enteral rendah protein untuk meningkatkan
variasi enteral dengan daya tahan yang lama untuk diberikan kepada
pasien. Oleh karena itu, dilakukan pengembangan produk enteral rendah
protein berbahan dasar tepung mocaf dan tepung kelapa untuk pasien
GGK.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibuat rumusan
masalah penelitian sebagai berikut:

“Apakah ada pengaruh pengembangan formula enteral bubuk


berbahan dasar tepung kelapa dan tepung mocaf terhadap kualitas
formula meliputi pemenuhan persyaratan diet dan sifat organoleptik?”
1.3. Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh formula enteral bubuk berbahan
dasar tepung susu, tepung kelapa, dan tepung mocaf terhadap
kualitas formula meliputi pemenuhan persyaratan diet dan sifat
organoleptik

b. Tujuan Khusus
1. Mendapatkan standar formula enteral bubuk yang memenuhi
persyaratan makanan enteral rendah protein 60.

2. Mendapatkan data kandungan zat gizi makro dan mikro formula

2
enteral bubuk berbahan dasar tepung susu, tepung kelapa, dan
tepung mocaf.

3. Mendapatkan data sifat organoleptik (warna, rasa, aroma, dan


konsistensi) formula enteral bubuk berbahan dasar tepung susu,
tepung kelapa, dan tepung mocaf.

4. Mengetahui harga produksi formula enteral bubuk berbahan dasar


tepung susu, tepung kelapa, dan tepung mocaf.
5. Mengetahui perbedaan sifat organolaptik formula enteral bubuk
berbahan dasar tepung susu, tepung kelapa, dan tepung mocaf dengan
formula enteral komersial rendah protein rumah sakit.
6. Mengetahui perbedaan nilai gizi formula enteral bubuk berbahan
dasar tepung susu, tepung kelapa, dan tepung mocaf dengan formula
enteral komersial rendah protein rumah sakit.
7. Mengetahui perbedaan densitas formula enteral bubuk berbahan
dasar tepung susu, tepung kelapa, dan tepung mocaf dengan formula
enteral komersial rendah protein rumah sakit.
8. Mengetahui perbedaan harga nilai gizi formula enteral bubuk
berbahan dasar tepung susu, tepung kelapa, dan tepung mocaf dengan
formula enteral komersial rendah protein rumah sakit.
1.4. Manfaat Penelitian
Produk formula enteral bubuk khusus rendah protein berbahan
dasar tepung susu, tepung kelapa, dan tepung mocaf diharapkan mampu
menjadi makanan cair yang dapat diaplikasikan bagi penderita GGK di
Instalasi Gizi RSUP Hasan Sadikin.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Review Literatur


a. Pengembangan Resep
Pengembangan resep merupakan sebuah kegiatan yang
berupaya untuk meningkatkan menu sehingga lebih berkualitas dalam
hal rasa, warna, aroma, tekstur, nilai gizi atau jumlah. Merubah citarasa
makanan dapat dilakukan dengan memodifikasi bentuk, bumbu (takaran,
jenis), bahan makanan, ataupun merubah teknik memasak. Hasil
memodifikasi resep akan menentukan variasi rasa dan jenis masakan.
Memodifikasi kandungan gizi hidangan dapat dilakukan dengan
memodifikasi bahan makanan baik jumlah ataupun jenis dan teknik
memasak (6).

Pengelola penyelenggaraan makanan institusi seringkali perlu


mengembangkan atau memodifikasi resep masakan dari resep-resep
yang ada. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi keinginan
dan atau kebutuhan konsumen atau untuk menyesuaikan kebutuhan
pengelola dalam memproduksi makanan. Untuk konsumen yang berdiet,
mengembangkan atau memodifikasi resep adalah upaya untuk
menyesuaikan makanan biasa menjadi makanan yang sesuai dengan
kebutuhan diet seseorang atau sekelompok orang dengan
memperhatikan beberapa hal seperti prinsip dan syarat diet, analisis nilai
gizi, tenik pengolahan, biaya, peralatan yang dibutuhkan (6).

b. Gagal Ginjal Kronis

4
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang
progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya
gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialysis atau
transplantasi ginjal (7).

Kebutuhan terapi diet pada setiap pasien gagal ginjal kronik


memiliki kuantitas yang berbeda-beda, tergantung dari faktor-faktor yang
mempengaruhi pemenuhan kebutuhan asupan nutrisi pasien tersebut,
seperti faktor usia, riwayat kesehatan, persentase ginjal yang masih
berfungsi normal, atau tingkat aktifitas yang dilakukan (8). Diet untuk
pasien gagal ginjal kronik merupakan rendah protein 30 g, 35 g, 40 g,
sedangkan untuk gagal ginjal kronik dengan hemodialisis, yaitu rendah
protein 60 g, 65 g, dan 70g (9). Adapun syarat makanan cair untuk
pasien gagal ginjal adalah :

1. Tidak merangsang saluran cerna.


2. Kandungan energi minimal 1-2 kkal.
3. Sebaiknya osmilaristas < 400 mm osml
4. Komposisi Makanan yang Dianjurkan terdiri dari:
a) Protein

Pada pasien gagal ginjal kronik dengan hemodialisis memerlukan


protein tinggi untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan
mengganti asam amino yang hilang selama proses hemodialisis. Protein
1,2 kg BB ideal/hari. Protein hendaknya 50% bernilai biologi tinggi.

b) Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan merupakan karbohidrat cukup
sebesar 55 – 75% total asupan energi. Terutama karbohidrat yang

5
berserat tinggi, sisa dari perhitungan protein dan lemak.
c) Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 15-30% dari total kebutuhan
kalori dalam sehari.

d) Natrium
Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urine yang dikeluarkan
dalam 24 jam, yaitu 1 gram ditambah dengan penyesuaian menurut
jumlah urine, yaitu 1 gram untuk setial ½ liter, apabila tidak ada urine
yang keluar, makan natrium yang dapat dikonsumsi 2 gram. (1 gr Na atau
garam dapur)

e) Kalium

Kalium diberikan sesuai dengan jumlah urine yang keluar dalam


24 jam, yaitu 2 gram ditambah dpenyesuaian menurut jumlah urine
sehari, yaitu 1 gram, untuk 1 liter urine. Kebutuhan kalium juga dapat
diperhitungkan 40 mg/kg BB.

f) Kalsium

Kalsium individual, kebutuhan tinggi, yaitu 1000 mg, maksimum


2000 mg/hari. Jika diperlukan dapat diberikan suplemen kalsium.

c. Formula Enteral

Formula enteral merupakan gizi yang diberikan melalui saluran


gastrointestinal via slang, kateter, atau stoma yang mengandung zat
gizi ke tempat yang jauh dari rongga mulut. Gizi atau formula enteral
biasanya diberikan kepada pasien yang tidak dapat makan, tidak
cukup makan, dan tidak boleh makan (1). Formula enteral
mempunyai keunggulan lebih ekonomis, mudah dalam
pembuatannya, mudah dicerna oleh anak-anak serta tinggi energi
(10). Hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan makanan cair adalah

6
:
1. Zat gizi : zat gizi adalah elemen yang terdapat dalam makanan. Pada
pasien GGK dengan hemodialisis, pemberian protein, natrium, kalium,
dan kalsium harus menjadi perhatian.
2. Osmolaritas : Osmolaritas merupakan istilah kimia yang
menggambarkan berapa banyak molekul yang dilarutkan dalam cairan .
3. Viskositas : viskositas adalah sifat dari suatu zat cair yang disebabkan
adanya gesekan antara molekul zat cair dengan gaya kohesi pada zat
cair tersebut.Gesekan inilah yang menghambat aliran zat cair.
4. Total padatan terlarut : ukuran semua senyawa organik dan anorganik
yang terlarut dalam suatu cairan yang menunjukkan perbandingan
padatan yang berbeda.
d. Tepung Susu
Mutu protein untuk formula enteral rendah protein pasien GGK
merupakan variabel yang sangat penting. Penggunaan dan
pemberian protein harus diperhatikan yaitu rendah protein dengan
diutamakan protein bernilai biologis tinggi (5).
Susu merupakan sumber protein hewani yang disarankan dikonsumsi
pasien GGK dengan hemodialisis karena merupakan salah satu makanan
sumber protein dengan nilai biologis yang tinggi. Susu mengandung
asam amino essensial lengkap yang dibutuhkan tubuh (11). Selain
itu, hal ini diperlukan untuk mengurangi sisa metabolisme protein
berupa urea dalam tubuh (5).
e. Tepung Mocaf
Ubi kayu merupakan sumber karbohidrat berbasis pangan lokal yang
dapat dimanfaatkan agar mencapai kepadatan energi yang tinggi pada
formula rendah protein untuk pasien GGK. Dikarenakan ubi kayu memiliki
kelemahan berupa adanya linamarin yang dapat berubah menjadi HCN bila
melalui proses pemotongan atau pengirisan pada ubi sehingga diperlukan

7
proses untuk mengurangi HCN sampai batas yang tidak beracun yaitu < 10
ppm (5).
Pada pembuatan formula enteral bubuk rendah protein untuk
pasien GGK, tepung mocaf digunakan sebagai sumber karbohidrat.
Pati yang terkandung di dalam tepung mocaf tinggi yaitu 87.6%,
sehingga akan meningkatkan kepadatan energi formula enteral GGK.
Keuntungan lain menggunakan tepung mocaf karena kandungan pati
terhidrolisis yang lebih mudah dicerna oleh tubuh, sehingga tidak
memerlukan energi yang tinggi untuk pemecahannya dan daya
cernanya akan meningkat (5).
f. Tepung Kelapa
Hasil penelitian Physician Health menunjukkan pada kelompok
dengan kadar kolesterol-LDL tinggi serta kadar kolesterol-HDL yang
rendah terjadi peningkatan kreatinin >1,5 mg/dL dan penurunan
Creatinine Clearance sampai <55ml/min dibandingkan kelompok
control. Berdasarkan penelitian Bhagaskara (2015) kadar kolesterol
LDL terbukti memiliki hubungan yang bermakna terhadap kadar
kreatinin darah pada penderita penyakit ginjal kronik, semakin tinggi
kadar LDL maka semakin tinggi kadar kreatinin (12).
Kandungan serat pangan dalam tepung kelapa secara
signifikan lebih besar dibandingkan pada sumber serat lainnya
seperti tepung gandum, kasava, kentang, beras, dan lain
sebagainya (13). Serat yang terkandung dalam tepung kelapa
mengandung galaktomanan cukup tinggi. Galaktomanan berfungsi
meningkatkan kolesterol baik (HDL). Tepung kelapa mengandung
selulosa cukup tinggi yang berperan dalam proses fisiologi
tubuh untuk mempersingkat waktu transit sisa-sisa makanan (14).
g. Densitas
Densitas merupakan besaran kerapatan massa dari suatu benda

8
yang diwujudkan pada bentuk berat benda tiap volume dari benda
tersebut. Penerapan massa jenis ini juga bisa menjabarkan mengapa
benda yang mempunyai ukuran yang sama bisa memiliki berat yang
berbeda (15).
Densitas energi mengindikasikan jumlah cairan dalam formula enteral.
Formula enteral memiliki konsistensi cair hingga kental, dimana sebagian
besar dapat ditoleransi oleh pasien dengan densitas energi 1,0 kkal/ml. Untuk
kebutuhan kalori yang tinggi atau untuk pembatasan masukan cairan seperti
pada pasien gagal ginjal, densitas energi dapat ditingkatkan menjadi 1,5 - 2
kkal/ml. Dimana, semakin tinggi densitas energi suatu formula enteral, maka
cairan yang dibutuhkan akan rendah (15). Berikut merupakan rumus
densitas.

ρ = E/V

Keterangan :

1. ρ adalah massa jenis, satuan : kkal/cc.


2. E adalah energi dari formula, satuan kkal.
3. V adalah volume cairan, satuan ml.

h. Viskositas
Viskositas Formula merupakan suatu nilai yang menyatakan
ukuran kekentalan cairan. Nilai ini dapat dipengaruhi oleh faktor
densitas energi, lama waktu tunggu, temperatur, ukuran partikel,
komponen penyusun bahan, berat molekul, dan konsentrasi partikel (15).
Peningkatan viskositas diduga disebabkan karena perbedaan fraksi protein
pada bahan yang berbeda, sehingga mempengaruhi kemampuan membentuk
ikatan hidrogen. Protein mampu berikatan hidrogen dengan molekul air
sehingga membentuk gel (5).
Faktor lain yang yang diduga memengaruhi viskositas adalah kadar air.

9
Peningkatan konsentrasi larutan dipengaruhi oleh kadar air dalam bahan,
dimana semakin tinggi kadar air maka konsentrasi larutan semakin menurun
sehingga viskositasnya menjadi encer. Viskositas berbanding lurus dengan
konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya partikel zat
terlarut tiap satuan volume. Semakin banyak parttikel zat terlarut, gesekan
antar partikel semakin tinggi dan viskositasnya akan semakin meningkat (5).
Rumus dari viskositas formula adalah :

Keterangan :

η air = viskositas air (0,1 cP)

ρ air = berat jenis air (1 g/ml)

t = waktu (s)

i. Penilaian Cita Rasa

Salah satu cara untuk mengevaluasi sebuah makanan atau resep dapat
dilakukan dengan penilaian selera konsumen yang dapat dilakukan atas
citarasa dari menu atau makanan yang disajikan(6). Cita rasa terbentuk dari
kolaborasi lima indra manusia, yakni indra perasa, penciuman, perabaan,
penglihatan, dan pendengaran serta merupakan atribut berbagai makanan
antara lain meliputi penampakan, bau, rasa, tekstur dan suhu. Citarasa
makanan dapat dibedakan atas dua aspek yaitu aspek penampilan dan aspek
rasa. Penilaian dari aspek penampilan dilakukan pada waktu makanan
dihidangkan dan belum dimakan, meliputi warna, bentuk, besar porsi/
jumlah, aroma/ bau. Penilaian citarasa makanan merupakan proses yang
harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memastikan
pencapaian standar kualitas setiap kali makanan di produksi (6).

Penilaian citarasa makanan pada konsumen yang sehat dapat

10
menggunakan uji organoleptik atau penilaian sensorik. Penilaian cara ini
disukai karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadangkala
penilaian dengan indera hasilnya lebih sensitive dibanding penilaian dengan
alat. Dalam pelaksanaannya penilaian organoleptik dilakukan oleh orang
atau sekelompok orang yang disebut panel yang menilai sifat atau mutu
benda berdasarkan kesan subjektif. Untuk mendapatkan penilaian citarasa
makanan dari konsumen langsung khususnya untuk tingkat kesukaan, dapat
dilakukan penilaian sensorik dari panel tidak terlatih, dalam hal ini adalah
konsumen yang makan (6).
2.2. Definisi Operasional
a. Formula Enteral
Definisi : Uraian bahan makanan dan berat yang
digunakan dalam pembuatan enteral
Alat ukur : Timbangan digital
Cara ukur : Menimbang bahan-bahan yang digunakan
Skala : Interval
Hasil ukur : Formulasi enteral
b. Kandungan Zat Gizi
Definisi : Jumlah kandungan zat gizi makro dan
mikro yang terkandung dalam formula
enteral berbahan dasar susu kedelai, labu
kuning,
dan pisang ambon
Alat ukur : Tabel Komposisi Pangan Indonesia
Cara ukur : Menghitung menggunakan Microsoft Excel
Skala : Interval
Hasil ukur : Gram, milligram dan microgram
c. Sifat Organoleptik
Definisi : Karakteristik produk enteral yang dinilai

11
melalui anggota tubuh yaitu panca indera.
a.   Warna merupakan respon indera
penglihatan terhadap enteral.
b.   Besar porsi adalah besarnya porsi bahan
makanan per sajian pada tiap kali makan
c.    Rasa merupakan respon indera
pengecap terhadap enteral.
d.   Konsistensi merupakan respon indera
peraba yang bersifat kompleks dan terkait
dengan struktur bahan
e.   Aroma merupakan respon indera
pencium terhadap enteral.
f.     Tingkat kematangan merupakan
indikator matang atau tidaknya suatu
makanan
g.   Overall merupakan penilaian enteral
secara keseluruhan
Alat ukur : Formulir uji hedonik
Cara ukur : Uji hedonik
Skala : Ordinal
Hasil ukur : Skala organoleptik 1 - 5

d. Densitas Formula Enteral


Definisi : Besaran kerapatan massa dari formula
enteral yang diwujudkan pada bentuk berat
benda tiap volume dari benda tersebut

Alat ukur : Kalkulator


Cara ukur : Rumus densitas, membagi energi pada
formula dan volume cairan
Skala : Interval
Hasil ukur : kkal/ml
e. Viskositas Formula Enteral
Definisi : Suatu nilai yang menyatakan ukuran
kekentalan cairan.

12
Alat ukur : Kalkulator
Cara ukur : Rumus viskositas
Skala : Interval
Hasil ukur : cP

2.3. Kerangka Teori dan Hipotesis


a. Kerangka Teori
Gagal Ginjal Kronik
dengan Hemodialisis

Bahan Makanan Nilai Biologis


Tinggi (Tepung susu) dan
Galaktomanan (Tepung Kelapa)

Formulasi Bahan dan Prosedur


Pembuatan Produk

Kualitas Formula Enteral Rendah


Protein

Sifat Organoleptik Kandungan Zat Gizi dan Densitas dan Vistositas


(Warna, aroma, rasa, Pemenuhan Syarat Diet Formula Enteral
konsistensi)

Gambar 2.1
Kerangka Teori Penelitian

b. Kerangka Konsep
Formula enteral berbahan dasar tepung susu, tepung mocaf, dan tepung
kelapa merupakan pengembangan produk formula enteral rendah protein bagi pasien
GGK dengan Hemodialisis. Untuk mengetahui kualitas dari produk enteral maka
dilakukan uji organoleptik, perhitungan zat gizi, dan densitas formula enteral.
Adapun kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut.

13
Kualitas produk

Formula enteral berbahan Kandungan gizi dan pemenuhan


dasar tepung susu, tepung persyaratan diet.
mocaf, dan tepung kelapa
Sifat Organoleptik

Densitas dan Viskositas Formula

Variabel Independen Variabel Dependen

Formula enteral komersial


Nephrisol-D

Variabel Kontrol

Gambar 2.2.
Kerangka Konsep Penelitian
c. Hipotesis
1. Ada pengaruh pengembangan formula enteral berbahan dasar tepung susu,
tepung mocaf, dan tepung kelapa terhadap pemenuhan persyaratan diet.

2. Ada pengaruh pengembangan formula enteral berbahan dasar tepung susu,


tepung mocaf, dan tepung kelapa terhadap sifat organoleptik produk.

3. Ada perbedaan formula enteral berbahan dasar tepung susu, tepung mocaf,
dan tepung kelapa dengan formula enteral komersial rendah protein terhadap
pemenuhan prasyarat diet.

4. Ada perbedaan densitas formula enteral berbahan dasar tepung susu, tepung
mocaf, dan tepung kelapa dengan formula enteral komersial rendah protein.

5. Ada perbedaan viskositas formula enteral berbahan dasar tepung susu, tepung
mocaf, dan tepung kelapa dengan formula enteral komersial rendah protein.

14
6. Ada perbedaan formula enteral berbahan dasar tepung susu, tepung mocaf,
dan tepung kelapa dengan formula enteral komersial rendah protein terhadap
sifat oraganoleptik produk.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Waktu Pelaksanaan


Pengembangan formula enteral Rendah Protein Minucaf 60 dilaksanakan pada :

Hari : Senin
Tanggal : 07 Juni 2021
Tempat : Lab Kuliner Poltekkes Bandung Jurusan Gizi
Waktu :Waktu yang diperlukan untuk membuat
modifikasi formula enteral Rendah Protein 60 dari awal persiapan sampai dengan
pemasakan adalah 60 menit.

15
4.2. Standar Resep
Standar resep yang dirancang dan digunakan untuk membuat
Formula Enteral Minucaf 60 dapat dilihat pada table 4.1.

Tabel 4.1.
Standar Resep Formula Enteral Rendah Protein 60 Minucaf
Bahan Yang Digunakan Berat (g)
Tepung Susu 100
Tepung Kelapa 50
Tepung Maizena 3
Tepung Mocaf 85
Gula Pasir 85
Coklat 37
Fiber Crème 50
Minyak Zaitun 8

4.3. Alat yang diperlukan


Alat yang dibutuhkan dalam pengembangan formula enteral Rendah Protein 60
ini adalah :
a. Blender 1 buah
b. Saringan 1 buah
c. Timbangan digital analitik 1 buah
d. Gelas ukur 1 buah
e. Sendok 2 buah
f. Piring kecil 10 buah
g. Waskom 1 buah

4.4. Cara Pembuatan


Cara pembuatan dari formula enteral rendah protein 60 Minucaf dapat
dilihat pada gambar 4.1.

Sangrai tepung mocaf, tepung


kelapa, dan maizena

Haluskan campuran
tepung-tepungan dalam
blender

16
Campurkan gula dengan
minyak zaitun
Campurkan campuran
minyak dan gula dengan
campuran tepung dan
blender

Kemas dalam Plastik


Zipper untuk sekali pakai

Gambar 4.1
Alur Pembuatan Formula Enteral

Langkah penyeduhan untuk formula enteral rendah protein 60 Minucaf


adalah sebagai berikut :

a. Ambil 1 bungkus makanan enteral Minucaf untuk satu kali penyajian.


b. Rebus air hingga mendidih, kemudian diamkan sebentar hingga air berada pada
suhu ± 70-80oC (air dispenser).
c. Campurkan serbuk enteral dengan 200 cc air, aduk hingga homogen.
d. Makanan enteral siap disajikan.
4.5. Analisis Kandungan Nilai Gizi
Kandungan gizi yang terkandung dalam produk modifikasi fomula enteral
Rendah Protein 60 harus mampu mencukupi kebutuhan zat gizi pasien
dengan beberapa tahap pemberian sesuai dengan kemampuan cerna

17
pasien. Kandungan energi dan zat gizi yang disumbangkan oleh tiap
komposisi bahan makanan disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2.

Kandungan Zat Gizi Formula Enteral Rendah Protein 60

Bahan Bera E (kkal) Protei Lema Karbohidra K (mg) Ca Na (mg)


t n (gr) k (gr) t (gr) (mg)
Tepung Susu 100 513 21,6 19 36,2 970 770 380
Tepung Kelapa 50 184 42,32 27,6 73,6 216,5 68,5 0
Tepung Maizena 3 10,23 0,009 0 2,55 0,27 12 3,6
Tepung Mocaf 85 297,5 1,02 0,51 72,25 342,55 1020 136
Gula Pasir 85 328,9 0 0 84,932 1,7 0,85 0
Coklat 37 176,4 1,554 11,026 23,458 135,05 11,84 6,29
Fiber Crème 50 250 0 5,55 25 0 0 0
Minyak Zaitun 8 70,72 0 8 0 0 1,12 0,56
Jumlah 1830,8 66,5 71,6 317,9 1666,07 1884,3 526,45
Pemberian 1 kali 305,1 11,08 11,9 52,9 277,6 314,05 87,7416
7
Kebutuhan 2000 62 67 290 2156 2000 2000
%Kecukupan 92% 107% 107% 110% 77% 94% 26%

Tabel 4.3.
Perbandingan Zat Gizi Formula Rendah Protein 60 Minucaf
dengan Formula Enteral Komersial

Zat Gizi Standar Diet Rendah Nilai Gizi Minucaf % Nilai Gizi %
Protein 60 Nephrisol-D
Energi 333,3 305,1 92% 354,2 106%
Protein 10,3 11,08 107% 12,4 120%
Lemak 11,1 11,9 107% 11,7 105%
Karbohidrat 48,3 52,9 110% 49,3 102%
Kalium 359,3 277,6 77% 80,08 22%
Kalsium 333,3 314,05 94% 85,5 25%
Natrium 333,3 87,7 26% 67,7 20,30%

18
Berdasarkan tabel 4.3. dapat dilihat perbandingan antara pemenuhan
kecukupan zat gizi dalam sekali pemberian formula Minucaf dengan Nephrisol-
D. Nilai gizi dari Minucaf mendekati nilai gizi dari Nephrisol-D, kecuali pada
kandungan kalium dan kalsium yang jauh lebih tinggi persen kecukupan dalam
satu sajian formula Minucaf.
4.6. Analisis Biaya
Pembuatan formula enteral harus memperhatikan biaya yang dibutuhkan
dalam pembuatannya agar sesuai dengan food cost yang sudah ditetapkan rumah
sakit. Biaya bahan makanan yang dibutuhkan untuk membuat formula modifikasi
enteral dan formula enteral rendah protein 60 di RSUP Dr. Hasan Sadikin, serta
perbandingannya dengan formula enteral komersial dapat dilihat pada tabel berikut
ini :
Tabel 4.4.
Perbandingan Biaya Formula Enteral Minucaf
dengan Formula Enteral Komersial

Harga Formula Enteral Minucaf Harga Nephrisol-D

Bahan Berat Harga


Tepung Susu 100 Rp 6.488,10
Tepung Kelapa 50 Rp 2.000,00
Tepung Maizena 3 Rp 157,50
Nephrisol-D (@60
Tepung Mocaf 85 Rp 2.380,00
Gr/Pemberian)
Gula Pasir 85 Rp 1.007,25

Coklat 37 Rp 2.775,00
Fiber Crème 50 Rp 5.952,38

Minyak Zaitun 8 Rp 720,00


Sub Total Rp 21.480,23 Rp 178.800

Q Factor 1% = 1/100 Rp - 0
Subtotal Biaya Bahan Rp 21.480,23 Rp 178.800

19
Harga Formula Enteral Minucaf Harga Nephrisol-D

Makanan Per Resep


Biaya Bahan Makanan
Rp 3.580,04 Rp 29.800
Perporsi
Biaya Tambahan Rp - 0
Total Biaya /Porsi Rp. + 0 Rp 3.580,04
Persen Biaya Bahan
70%  
Makanan
Harga Awal Rp 6.086
Harga Jual Rp 6.500,00 Rp 29.800

Berdasarkan tabel 3.4, harga formula enteral rendah protein 60


Minucaf sebesar Rp6.500 setiap bungkusnya atau satu sajian,
sedangkan harga formula komersial Nephrisol-D dalam satu sajian, yaitu
Rp29.800. terdapat selisih sebanyak Rp23.300 lebih murah pada harga
Minucaf. Sehingga dapat menghemat biaya pemberian makan di rumah
sakit sebesar 78,18%.

4.7. Penamaan dan Pengemasan Produk


Produk formula enteral yang dikembangkan adalah formula
enteral rendah protein 60. Produk ini dirancang untuk pasien GGK
dengan hemodialisis. Minucaf berbahan dasar tepung susu, tepung
kelapa, dan tepung mocaf sehingga dinamakan ‘Minucaf’ yang berasal
dari ‘MIlk’, ‘cocoNUT’, dan ‘moCAF’.

Pengemasan untuk produk Minucaf menggunakan plastic zipper


yang diberikan label berupa nama produk, kegunaan produk, berat
bersih produk, komposisi produk, nilai gizi produk, cara penyajian, dan
cara menyimpan produk.

4.8. Uji Cita Rasa

Uji organoleptik dilakukan kepada 15 orang panelis menggunakan


metode uji hedonik dengan lima skala, yaitu sangat tidak suka (1), tidak suka
(2), netral (3), suka (4), dan sangat suka (5). Berikut merupakan tabel hasil uji

20
cita rasa berdasarkan analisis dari panelis menurut tingkat kesukaan terhadap
warna, besar porsi, konsistensi, aroma, tingkat kematangan, rasa, dan overall
produk formula enteral rendah protein Minucaf.
Tabel 4.5.
Hasil Uji Organoleptik
Tingkat kesukaan (%)
Aspek Total
1 2 3 4 5
Penilaian
n % n % n % n % n % n %
Warna 0 0 0 0 0 0 10 66,7 5 33,3 15 100
Porsi 0 0 0 0 4 26,6 9 60 2 13,3 15 100
Konsistensi 0 0 0 0 5 33,3 10 66,7 0 0 15 100
Aroma 0 0 2 13,3 1 6,7 9 60 3 20,0 15 100
Tingkat 0 0 0 0 3 20,0 11 73,3 1 6,7 15 100
kematangan
0 0 2 13,3 2 13,3 10 66,7 1 6,7 15 100
Rasa

Overall 0 0 0 0 5 33,3 7 46,6 3 20,0 15 100

Berikut merupakan rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap warna,


porsi, konsistensi, aroma, tingkat kematangan, rasa, dan overall produk formula
enteral Minucaf, yang dapat dilihat di Grafik 4.1.

Grafik 4.1.

Rata-Rata Penilaian Panelis

21
Uji Cita Rasa
4.4

4.2

3.8

3.6

3.4

3.2
Warna Porsi Konsistensi Aroma Tingkat Rasa Keseluruhan
Kematangan

Aspek Penilaian

Grafik di atas menunjukkan bahwa penilaian panelis terhadap aspek


warna dan aroma berkisar antara suka hingga sangat suka. Sedangkan aspek
porsi, konsistensi, tingkat kematangan, rasa, dan keseluruhan mendapatkan nilai
netral hingga suka. Rata-rata kesukaan panelis yang terendah merupakan
konsistensi dan rasa, yaitu sebesar 3,6. Sedangkan rata-rata kesukaan panelis
tertinggi yaitu 4,3 pada aspek warna.

a. Warna

Aspek warna mendapatkan rata-rata nilai tertinggi dari panelis, yaitu 4,3.
Warna dari Minucaf didapatkan dari penggunaan bubuk coklat yang
dinetralkan dengan warna dari tepung susu, mocaf, dan kelapa yang
berwarna putih dan puting kekuningan. Sebanyak 66,7% paneli menyukai
warna dan sebanyak 33,3% sangat menyukai warna dari Minucaf.

b. Porsi

Besar porsi Minucaf dalam sekali seduh adalah 235 ml. Jumlah cairan
yang dikonsumsi pasin GGk dengan Hemodialisis harus
diperhatikan.Berdasarkan rata-rata nilai yang didapat dari seluruh panelis

22
(3,8), dapat disimpulkan bahwa panelis merasa netral dan cenderung
menyukai besar porsi yang diberikan. Nilai ini didapat dari sebanyak 26,6%
panelis memberikan nilai netral, 60% suka, dan 13,3% sangat menyukai
besar porsi Minucaf.

c. Konsistensi

Konsistensi dari Minucaf cukup baik dan mendapatkan rata-rata nilai


dari panelis sebesar 3,6. Sebanyak 33,3% panelis menyatakan netral dan
66,7% menyatakan menyukai konsistensi. Konsistensi dari Minucaf
dipengaruhi suhu dari air untuk menyeduh formula.

d. Aroma

Aroma dari Minucaf didapatkan dari kombinasi tepung susu, tepung


kelapa, dan bubuk cokelat. Aroma mendapatkan nilai rata-rata 3,8 dari
panelis. Sebanyak 13,3% menyatakan tidak suka, sebanyak 6,7%
menyatakan netral, sebanyak 60% menyatakan suka, dan sebanyak 20%
menyatakan sangat menyukai aromanya.

e. Tingkat Kematangan

Sama halnya dengan konsistensi, tingkat kematangan Minucaf


dipengaruhi suhu air yang digunakan untuk menyeduh, akan tetapi waktu
dari menyangrai tepung mocaf juga mempengaruhi kematangan dari
formula. Sebanyak 20% panelis menyatakan netral terhadap tingkat
kematangan, 73,3% menyatakan menyukai, dan sebanyak 6,7% menyatakan
sangat menyukai, sehingga mendapatkan nilai rata-rata sebesar 3,8.

f. Rasa

Rasa dari Minucaf dominan rasa ubi kayu dan sedikit pahit. Hal itu
dikarenakan proporsi penggunaan tepung mocaf cukup tinggi (85 gr),
penggunaan gula yang tidak telalu banyak (85 gr), dan bubuk coklat yang
terlalu banyak (37 gr). Rata-rata nilai pada aspek rasa didapatkan 3,6,
sebanyak 13,3% panelis menyatakan tidak suka rasanya, 13,3% menyatakan

23
netral, 66,7% menyatakan suka, dan 6,7% menyatakan sangat suka dengan
rasanya.

g. Keseluruhan

Menilai dari keseluruhan formula, panelis memberikan nilai berkisar dari


netral hingga sangat suka. Nilai rata-rata yang didapatkan sebesar 3,8 yang
berasal dari 33,3% panelis menyatakan netral, 46,6% menyatakan suka, dan
sebanyak 20% menyatakan sangat suka dengan formula Minucaf.
4.9. Densitas Formula
Besaran kerapatan massa dari formula enteral yang diwujudkan
pada bentuk berat benda tiap volume dari benda tersebut. Massa total
bahan yang digunakan untuk pembuatan Minucaf adalah 412 gr,
sedangkan volume cairan untuk melarutkannya sebanyak 1.418 ml.

ρ = E/V

ρ = 1830,8 : 1.418,8

ρ = 1,2 kkal/ml

Densitas formula Minucaf adalah 1,2 kkal/ml. Sedangkan densitas


untuk Nephrisol-D adalah sebagai berikut :

ρ = E/V

ρ = 2.125,2 : 1.500

ρ = 1,4 kkal/ml

Densitas Nephrisol-D 1,4 kkal/ml. syarat dari densitas formula untuk


pasien GGK dengan Hemodialisis adalah 1,5 - 2,0 kkal/ml. Baik formula
Minucaf maupun Nephrisol-D belum memenuhi syarat dari densitas yang
direkomendasikan sehingga perlu dilakukan modifikasi resep ataupun
pengurangan jumlah cairan dalam saran penyajian.

24
4.10. Viskositas Formula
Viskositas merupakan suatu nilai yang menyatakan ukuran
kekentalan cairan. Viskositas merupakan karakteristik penting dalam
pengolahan makanan cair. Untuk dapat melewati kateter, tingkat kekentalan
yang direkomendasikan sebesar 7cP-13,5 cP (16). Berikut merupakan
perhitungan viskositas formula Minucaf.

ρ minucaf x t minucaf x ηair


η Minucaf =
ρair x t air

0,2 x 6,22 x 0,1


η Minucaf =
1 x 1,25

η Minucaf = 0,099 Poise

η Minucaf =¿9,9 cP

Viskositas formula Minucaf adalah sebesar 9,9 cP, sudah memenuhi


rekomendasi viskositas dari formula enteral. Berikut perhitungan viskositas
Nephrisol-D sebagai pembanding.

ρ Nephrisol−D x t Nephrisol−D x ηair


η Nephrisol−D=
ρair x t air

0,3 x 12,82 x 0,1


η Nephrisol−D=
1 x 1,25

η Nephrisol−D=0,307 Poise

η Nephrisol−D=30,7 cP

Jika dibandingkan dengan rekomendasi viskositas pada formula


enteral, viskositas formula Minucaf lebih baik dikarenakan sudah memenuhi
syarat, yaitu 9,9 cP dibandingkan Nephrisol-D yang melebihi rekomendasi,
yaitu 30,7 cP.

25
BAB IV
KESIMPULAN

a. Minucaf merupakan formula enteral rendah protein 60 yang berbahan


dasar tepung susu, tepung mocaf, dan tepung kelapa yang
diperuntukkan pasien GGK dengan hemodialisis.

26
b. Nilai gizi yang terkandung dalam formula enteral Minucaf mencapai
>90% kecukupan diet rendah protein 60.

c. Food cost dalam pembuatan Minucaf adalah Rp. 21.480 untuk enam kali
pemberian atau Rp. 6.500,- dalam sekali pemberian. Harga ini lebih murah
dibandingkan Nephrisol-D yang dalam sekali pemberian seharga Rp29.800-, dan
Rp178.800-, dalam 6 kali pemberian.
d. Berdasarkan hasil uji cita rasa, penilaian terhadap aspek warna dan aroma berkisar
antara suka hingga sangat suka. Sedangkan aspek porsi, konsistensi, tingkat
kematangan, rasa, dan keseluruhan mendapatkan nilai netral hingga suka. Rata-rata
kesukaan panelis yang terendah merupakan konsistensi dan rasa, yaitu sebesar 3,6.
Sedangkan rata-rata kesukaan panelis tertinggi yaitu 4,3 pada aspek warna.
e. Densitas Minucaf 1,2 kkal/ml, densitas ini belum memenuhi syarat dari
densitas yang direkomendasikan. Apakah acuan rekomendasinya
nephrisol D yg 1,4? Ada syarat densitas lainkah?
f. Viskositas formula Minucaf adalah sebesar 9,9 cP, sudah memenuhi
rekomendasi viskositas dari formula enteral.

BAB VI
REKOMENDASI

a. Formula Enteral minucaf dapat dijadikan alternatif untuk penggunaan


formula enteral rendah protein 60 untuk pasien GGK dengan

27
hemodialisis, karena lebih murah, daya simpannya lebih panjang,
kandungan gizinya memenuhi syarat diet rendah protein 60, dan
mengandung zat gizi mikro unggulan, yaitu galaktomanan.
b. Memperhalus partikel dari tepung kelapa untuk memperbaiki mutu dari
segi tekstur.
c. Melakukan uji mutu mikroorganisme dan viskositas menggunakan viskometer
untuk menjamin mutu produk Minucaf.

DAFTAR PUSTAKA

1. Annalynn Skipper. Gizi Enteral dan Parenteral. 3rd ed. Jakarta: EGC;
2019.
2. Hapsari HTP. Pengendalian Mutu Dalam Proses Pembuatan Makanan
Enteral Di Rumah Sakit Dustira Kota Cimahi, Jawa Barat. Institut
Pertanian Bogor; 2012.
3. Kandarini Y, Ginjal D, Smf B, Penyakit I, Fk D, Rsup U, et al.
Penatalaksanaan Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik Fokus Pada Diet

28
Rendah Protein. 2014;(C).
4. Riskesdas. Hasil Utama Riskesdas di Indonesia 2018. Hasil Utama
Riskesdas di Indonesia 2018. Menteri Kesehatan Republik Indonesia;
2018. 8 p.
5. Palupi FD, Kristianto Y, Santoso AH, Malang PK, Besar J, No I.
Pembuatan Formula Enteral Gagal Ginjal Kronik ( Ggk ) Menggunakan
Tepung Mocaf , Tepung Ikan Gabus Dan Konsentrat Protein Kecambah
Kedelai. J Inf Kesehat Indones [Internet]. 2015;1(1):42–57. Available
from:
https://www.researchgate.net/publication/308158787_Pembuatan_Formul
a_Enteral_Gagal_Ginjal_Kronik_GGK_Menggunakan_Tepung_Mocaf_Te
pung_Ikan_Gabus_dan_Konsentrat_Protein_Kecambah_Kedelai_Pembu
atan_Formula_Enteral_Gagal_Ginjal_Kronik_GGK_Menggunakan_Tepun
g_Mo
6. Lastmi Wayansari, Irfanny Z Anwar ZA. Manajemen Sistem
Penyelenggaraan Makanan Institusi. Jakarta: BPPSDM; 2018.
7. Suwitra Ketut. Penyakit Ginjal Kronik. IV. Jakarta: Interna Publishing;
2014. 1–31 p.
8. Pratiwi SH, Nurkarimah A, Rahayu U. Pemenuhan Kebutuhan Vitamin
Dan Mineral Pada Pasien. 2018;14(1).
9. Persagi. Penuntun Diet dan Terapi Gizi. 4th ed. Jakarta: Buku
KedokteranEGC; 2019.
10. Pratiwi LE, Noer ER. ANALISIS MUTU MIKROBIOLOGI DAN UJI
VISKOSITAS FORMULA ENTERAL BERBASIS LABU KUNING
(Curcubita moschata) DAN TELUR BEBEK. Vol. 3, Journal of Nutrition
College. 2014. 951–957 p.
11. Bano MY. STUDI KASUS ASUPAN PROTEIN DAN STATUS GIZI
PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISIS POLI
RAWAT JALAN DI RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG.
2019;1–72.
12. Bhagaskara, Liana P, Santoso B, Studi. Hubungan Kadar Lipid dengan
Kadar Ureum & Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr .
Mohammad Hoesin Palembang Periode 1 Januari-31 Desember 2013. J
Kedokt dan Kesehat. 2015;2(2):223–30.
13. Purnama T. Pemanfaatan Ampas Kelapa Sebagai Tepung Yang
Mempunyai Serat Tinggi Untuk Bahan Baku Pembuatan Kue
Pencegahan Konstipasi Utilization of Coconut Pulp As Flour That Has
High Fiber For Raw Materials For Making Cakes Prevention Of
Constipation. 2021;1(1):22–7.
14. Polli F ferdinand. Pengaruh Subtitusi Tepung Kelapa Terhadap

29
Kandungan Gizi Dan Sifat Organoleptik Kue Kering. Bul Palma.
2017;18(2):91–8.
15. Utari S. Perbedaan Viskositas Formula Enteral Blenderized Densitas 1
kkal/ml dan 2 kkal/ml Pada Waktu Tunggu 30, 60, dan 90 menit.
Universitas Brawijaya; 2020.
16. Nissa C, Rahadiyanti A. Buku Panduan Praktikum Formula Enteral.
Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas; 2020.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Proses Produksi Minucaf

30
Lampiran 2. Uji Organoleptik

Lampiran 3. Uji Daya Alir (t)

31
32

Anda mungkin juga menyukai