Anda di halaman 1dari 13

PANGAN SIAP SAJI

HACCP
DI RUMAH SAKIT
D4 Semester 6 (Kelompok B)
JURUSAN SANITASI LINGKUNGAN

1. Erlingga Sri Cahyaningtyas (P27833318002)


2. Nurisya Maharani (P27833318003)
3. Asysyifaul Aulia (P27833318009)
4. Suci Aminning Tyas (P27833318016)
5. Imelynia Pratiwi S (P27833318027)
6. Ogi Rio Putra P (P27833318034)
7. Alis Deskya Romadhona (P27833318036)
8. Herlis Putri Utami (P27833318037)
9. Ainul Putri Rhomadlona (P27833318051)
PENERAPAN HACCP DI
RUMAH SAKIT
Konsep HACCP dikembangkan awal tahun 1970
sistem yang memuat peralihan penekanan dari
pengujian produk akhir  pengendalian dan
pencegahan aspek kritis produksi pangan.
Unit gizi rumah sakit menerapkan aturan
pengelolaan makanan aman dengan jumlah
besar Makanan disajikan untuk banyak orang
dan sejumlah makanan telah dipersiapkan berjam–
jam bahkan lebih dari sehari untuk mendukung
pelayanan yang cepatSelang waktu penyiapan-
penyajian makanan harus disimpan pada kondisi
tertentu untuk mencegah kontaminasi
Langkah penerapan HACCP pada pengelolaan makanan pasien rawat inap :

12. Penyusunan Dokumentasi HACCP 1. Pembentukan Tim HACCP

11. Penyusunan Prosedur Verifikasi 2. Deskripsi Produk

10. Penyusunan Tindakan Korektif 3. Identifikasi Rencana Penggunaan

9. Penyusunan Prosedur Pemantauan 4. Pembuatan Diagram Alir

8. Penentuan Batas kritis Tiap CCP 5. Konfirmasi Diagram Alir di Lapangan

7. Identifikasi Critical Control Point


6. Analisis Potensi Hazard
(CCP)
Langkah penerapan HACCP pada pengelolaan makanan pasien rawat inap :

01 02 03
Identifikasi Rencana
Pembentukan Tim HACCP Deskripsi Produk Penggunaan

a. HACCP tidak dijalankan oleh a. Menurut SNI 01 – 4852 – 1998,


satu orang namun harus deskripsi produk  gambaran
dilakukan oleh tim lengkap produk (informasi
multidisipliner (4-6 orang Menurut Thaheer (2005),
komposisi, struktur fisika–kimia, identifikasi rencana penggunaan
dalam pelatihan sistem pengemasan, kondisi
HACCP) penyimpanan, serta metode produk berfungsi analisis risiko
b. Tiap anggota tim memiliki pendistribusian) atau tingkat bahaya suatu produk.
pengetahuan mengenai bahan b. Deskripsi produk pasien rs tidak
mentah, produk, proses, dan serumit perusahaan makanan
hazard. dengan teknologi yang kompleks
4. Pembuatan Diagram Alir

Unit gizi menerapkan pengelolaan bahan mentah


sesuai SNI 01–4852–1998  diagram alir harus memuat
semua tahapan dalam operasional produksi.

5. Konfirmasi Diagram Alir di Lapangan

Tim HACCP mengadakan cross check ke lapangan (dapur


pengolahan)  mengamati jalannya proses dan membandingkan
tiap langkah proses dengan diagram.
6. Analisis Potensi
Hazard 1 Hazard Fisik

a. Hazard fisik kurang signifikan pada bahaya keamanan pangan karena


kurang berpeluang menyebabkan cedera atau bahaya kesehatan pasien.
a. Analisis hazard menyertakan formulasi b. Pengendalian dengan cara pembelian pada pemasok atau penjual yang
disetujui dan pemeriksaan visual sebelum pengolahan
pada tekstur pangan (nasi lunak, bubur
c. Contohnya kerikil (pada beras, tepung, garam), gabah (pada beras).
kasar, dan bubur halus) serta zat gizi
(komponen diet)
b. Analisis hazard penting karena jika
Bahaya Biologi
seseorang sakit atau mengalami 2
penurunan fungsi organ tubuh seperti Pada bahan pangan teridentifikasi B. cereus (pada beras, tepung),
penderita gagal ginjal, diabetes, Clostridium sp, E. coli (pada air, ikan, produk daging, dan sayuran), Salmonella sp
(pada air).
hipertensi, dll. maka jenis dan jumlah
asupan zat gizi tertentu perlu dibatasi
atau bahkan dihindari.

Hazard Kimia
3 a. Ditemukan zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan tubuh
b. Contohnya adalah Pestisida pada beras (residu) bahan kimia hasil
pertanian dan air yang mengandung klorin dan logam berat.
7. Identifikasi Critical Control Point (CCP)

a. Penyimpanan bahan makanan belum dimasak & rentan terhadap mikroorganismesuhu dan waktu
baikhazard berkurang
b. Penyimpanan bahan makanan hingga proses pemasakan atau pengolahan selanjutnya mengurangi
peluang bakteri patogen untuk berkembangbiak
c. Formulasi atau pemorsian terkait kandungan zat tertentu dalam makananberpengaruh pada
keamanan makanan pasien.
d. Pemasakan bahan makanan sebagai pemusnah peluang munculnya hazard sampai ke tingkat yang
dapat diterima.
e. Penyimpanan makanan jadi hingga saat dikonsumsi oleh pasien membutuhkan waktu penyimpanan,
penyajian, hingga pendistribusian ke pasien sangat rentan pada pertumbuhan bakteri patogen.
Menurut Adams dan Motarjemi (2004), makanan yang siap disajikan harus dijaga suhunya mencegah
potensi pertumbuhan bakteri.
Bakteri dapat menggandakan diri dengan sangat cepat  jumlah yang cukup besar sampai melebihi dosis
infeksiusnya.

Gambar 2. Diagram Pohon Keputusan Bahan Mentah


Sumber : Pedoman HACCP Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

gambar 3. Diagram Pohon Keputusan Proses


Sumber : Pedoman HACCP Instalasi Gizi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
(2007)
9. Penyusunan Prosedur Pemantauan
8. Penentuan Batas Kritis Untuk
Tiap CCP

Menurut Bryan (1995), pemantauan bertujuan  penentu


a. Parameter suhu, waktu, jumlah E. coli pada makanan jadi, adanya penyimpangan dari kriteria yang telah dibuat.
aspek organoleptik (warna, bau, rasa, tekstur) untuk makanan • Dalam prosedur pemantauan suhu dan waktu penyimpanan bahan
siap konsumsi, jumlah bahan, kalori, serta kandungan zat makanan siap masak dan makanan jadi dipantau tiap 20 menit
tertentu tertentu dalam formulasi makanan untuk mewaspadai waktu generasi pathogen
b. Batas atas zona berbahaya suhu berkisar 10°C sampai 60°C. • Pada formulasi makanan, dilakukan pemantauan pada jumlah
Cara yang efektif dan mudah untuk membunuh bahan yang digunakan (dengan alat penakar maupun timbangan),
mikroorganisme pemanasan di atas suhu maksimum juga dilakukan pemantauan pada menu yang disiapkan agar selalu
(Adams dan Motarjemi, 2004), sehingga batas kritis suhu sesuai dengan diet pasien.
pemanasan makanan (70°C di seluruh bagian makanan • Pada makanan jadi, dilakukan pemantauan terhadap jumlah
sampai suhu 100°C) dipastikan dapat memusnahkan bakteri bakteri E. coli menggunakan uji mikrobiologi.
patogen.
10. Penyusunan Tindakan Korektif
Tindakan korektif perlu dilakukan jika dari hasil pemantauan
terjadi penyimpangan dari batas kritis yang telah ditentukan. Menurut
Puspita (2001), tindakan korektif harus spesifik pada setiap CCP
dengan menyesuaikan kembali penyimpangan yang terjadi.
Tindakan korektif bila bahan makanan tidak disimpan sesuai
aturan suhu & waktu yang tepat  seleksi produk (produk yang tidak
rusak atau tidak melebihi kadaluarsanya segera disimpan dengan benar,
bila ragu – ragu masih bisa digunakan atau tidak, sebaiknya bahan
makanan tersebut dibuang untuk menghindari risiko yang lebih besar.
11. Penyusunan Prosedur Verifikasi 12. Penyusunan Dokumentasi HACCP

Menurut Puspita (2001), verifikasi merupakan kegiatan Dokumentasi hasil rancangan HACCP pada pengelolaan
evaluasi atau pengkajian terhadap rancangan HACCP untuk makanan pasien rawat inap RSI Lumajang (diterapkan pada setiap
membuktikan bahwa sistem HACCP yang diterapkan bekerja tahap atau proses yang termasuk CCP) disusun sebagai bukti
secara efektif. otentik pelaksanaan HACCP.
Prosedur yang dilakukan  pengambilan sampel bahan Dokumen HACCP  sebagai acuan pelaksanaan tindakan
makanan dan makanan secara acak, kalibrasi alat ukur, peninjauan koreksi dan perbaikan sistem serta memudahkan pemeriksaan oleh
catatan CCP, pemeriksaan mikrobiologi serta meninjau keluhan pihak terkait.
konsumen. Menurut ILSI Eropa (1993), dokumentasi merupakan bagian
Standar RvA CCvD – HACCP revisi 3 mengharuskan penting pada HACCP untuk meyakinkan bahwa informasi yang telah
perusahaan yang menerapkan HACCP untuk melakukan tinjauan dikumpulkan dalam proses dapat diperoleh bagi siapapun yang
ulang dan evaluasi hasil dari proses verifikasi dalam jangka waktu terlibat di dalamnya, selain itu juga dapat meyakinkan bahwa sistem
terencana, tidak lebih dari 12 bulan. tetap berkesinambungan dalam jangka panjang.
Faktor Resiko
01 Bahaya Biologi
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
bahaya biologis yaitu
• Faktor intrinsik seperti pH, kadar air/aktivitas air,
nutrien, senyawa antimikroba struktur biologis,
Upaya pengendalian faktor yang memungkinkan dan lainnya.
terjadinya kontaminasi yang akan mempengaruhi • faktor ekstrinsik seperti suhu, kelembapan,
pertumbuhan kuman dan bertambahnya bahan aditif gas(karbon dioksida, ozon,sulfur dioksida) dan
pada makanan dan minuman yang berasal dari proses lainnya.
pengolahan makanan dan minuman yang disajikan di
rumah sakit agar tidak menjadi mata rantai dalam
penularan penyakit dan gangguan kesehatan. 02 Bahaya Kimia
 
Kontaminasi bahan kimia pada makanan
dapat terjadi pada setiap tahap produksi. Dalam 03
bahan makanan bahaya kimia dapat berasal
dari bahan makanan karena perlakuan kimia Bahaya Fisik
selama proses
Kontaminasi bahaya fisik
umumnya dari proses pendistribusian
dan pengolahan bahan makanan
ataupun makanan secara tidak benar.
Bahaya fisik umumnya yang terdapat
pada makanan adalah pecahan beling,
logam, batu, daun, ranting, kayu,
perhiasan, pasir dan lainnya.
.

Anda mungkin juga menyukai