TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2.2 Kenaikan Beret Badan Pada Ibu Hamil
Kenaikan Berat Badan selama kehamilan hal yang Normal
Selama kehamilan, ibu perlu pertambahan berat badannya karena
membawa calon bayi yang tumbuh dan berkembang dalam
rahimnya, dan juga untuk persiapan proses menyusui. Jadi, ibu
hamil tidak perlu khawatir bila badannya menjadi besar, tetapi
sebaliknya mulai merencanakan dan melakukan apa yang terbaik
dan sehat bagi kehamilan (Suririnah, 2008).
Kenaikan berat badan setiap wanita hamil berbeda, tergantung
dari tinggi badan dan berat badanya sebelum kehamilan, ukuran
bayi dan plasenta, dan kualitas diet makan sebelum dan selama
kehamilan. Berdasarkan dari perhitungan BMI (body mass index),
peningkatan berat badan selama kehamilan tergantung dari berat
badan sebelum hamil. Perhitungan BMI menggunakan ukuran
berat badan dan tinggi badan untuk memperkirakan jumlah total
lemak dalam tubuh.
4. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama yang
dibutuhkan untuk tubuh selama kehamilan untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin. Pada umumnya kandungan karbohidrat ini
berkisar 60-70% dari total konsumsi energi. Kebutuhan energi bagi
ibu hamil adalah 300 sampai 500 kalori lebih banyak dari masa
sebelum hamil. Energi tambahan ini untuk memenuhi metabolisme
basal yang meningkat, aktivitas fisik yang semakin boros energi dan
penimbunan lemak untuk cadangan energi.
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2019, terdapat
penambahan kebutuhan karbohidrat pada ibu hamil trimester I
sebanyak 25 gram/hari, Sedangkan pada trimester II dan trimester
III, ibu hamil memiliki penambahan karbohidrat sebesar 40
gram/hari (Kementrian Kesehatan RI, 2019). Pembatasan kalori atau
energi pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah (Syari et al., 2015).
Apabila kekurangan dalam konsumsi karbohidrat ibu akan
mengalami kekurangan energi baik selama kehamilan dan
persalinan dan bisa terjadi BBLR (Nurbaiti, 2015).
2.2. Balita
2.1.1 Definisi Balita
Balita adalah anak usia 0-59 bulan yang saat ini ditandai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat disertai dengan
perubahan yang membutuhkan nutrisi yang lebih berkualitas (Ariani,
2017). Masa balita merupakan masa yang penting dalam perkembangan
manusia. Perkembangan dan pertumbuhan periode ini menentukan
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode
berikutnya. Masa pertumbuhan dan perkembangan pada usia tersebut
merupakan masa yang terjadi dengan cepat dan tidak pernah berulang
sehingga sering disebut masa keemasan atau golden age. Kesehatan
balita sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang diserap tubuh, kurangnya gizi
yang diserap tubuh menyebabkan penyakit, karena gizi sangat
berpengaruh terhadap daya tahan tubuh (Gizi et al., 2018). Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (2011) menyatakan bahwa balita adalah
usia dimana anak tumbuh dan berkembang pesat. Proses pertumbuhan
dan perkembangan setiap individu berbeda-beda, bisa cepat atau lambat
tergantung dari beberapa faktor yaitu nutrisi, lingkungan, dan sosial
ekonomi keluarga.
2.1.2 Status Gizi Balita
Status Gizi merupakan gambaran keadaan tubuh seseorang yang dilihat
dari seimbangnya antara asupan zat gizi dengan kebutuhan zat gizi
makro dan zat gizi mikro yang berasal dari makanan. Status gizi
dibedakan menjadi empat, yaitu status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik
atau normal, dan status gizi lebih (Almatsier, 2009). Status gizi individu
dapat diukur melalui penilaian status gizi yang meliputi pengukuran
antropometri, biokimia, fisik fokus gizi, dan riwayat makan yang
kemudian dibandingkan menggunakan standar pembanding atau nilai
rujukan yang ada. Pada penilaian status gizi balita, pengukuran
antropometri merupakan metode yang paling sering digunakan.
Antropometri adalah pengukuran panjang, lebar, diameter, dan lingkar
tubuh manusia yang pada dasarnya dilakukan dua kali atau lebih
pengukuran, dilanjut dengan menghitung rasio dan proporsi, sehingga
dapat digunakan untuk menilai status gizi seseorang. Beberapa contoh
ukuran tubuh manusia sebagai parameter yang sering digunakan yaitu
berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan,
dan lain-lain. Pada pengukuran status gizi balita, balita diukur
berdasarkan umur, berat badan dan tinggi badan yang dikategorikan
dalam tiga indikator antropometri :
1.) Protein
Protein merupakan senyawa kimia tubuh terbanyak
setelah air. Setiap sel dan jaringan tubuh mengandung protein.
Proporsi protein dengan jumlah besar terdapat dalam otot
(43%) dengan proporsi cukup besar di dalam kulit (15%), dan
darah (16%). Setengah dari jumlah total protein hanya terdiri
dari empat jenis protein, yaitu kolagen, hemoglobin, miosin,
dan aktin dengan kolagen yang membentuk 25% dari jumlah
total keseluruhan (Mann & Truswell, 2014).
Berdasarkan sumbernya protein dibagi menjadi dua
yaitu Protein Hewani dan Protein Nabati. Protein hewani
merupakan protein yang dapat diperoleh dari hewan, contohnya
daging, telur, susu dan ikan. Protein hewani mempunyai
kandungan asam amino esensial lengkap sehingga disebut
sebagai protein bermutu tinggi (Muchtadi, 2010). Menurut
Hardinsyah et al (2013), pemenuhan kebutuhan gizi mikro yang
berkualitas berkaitan erat dengan konsumsi protein, terutama
protein hewani. Sedangkan Protein nabati merupakan protein
yang berasal dari hasil tamanan, terutama dari biji-bijian
(serealia) dan kacang-kacangan, termasuk beras yang
menyumbang asupan protein cukup tinggi karena merupakan
makanan pokok orang Indonesia. Tahu dan tempe merupakan
sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi. Meski
demikian, berdasarkan peraturan pemerintah, Kemenkes RI
(2014).
Rentang kisaran asupan protein bergantung pada dari
5% hingga 30% dari total energi. Anak-anak berisiko tinggi
untuk tidak dapat mencukupi kebutuhan protein ialah anak
yang menjalani diet vegan ketat, memiliki banyak alergi
makanan, atau memiliki pilihan makanan terbatas karena diet
mode, masalah perilaku, atau akses yang tidak memadai ke
makanan (Mahan & Raymond, 2017). Kebutuhan protein untuk
balita 0-5 bulan adalah 9g/hari, balita 6-11 bulan adalah
15g/hari, balita 1-3 tahun adalah 20g/hari, dan balita 4-5 tahun
adalah 25g/hari, (Kemenkes RI, 2019).
Menurut Irianto (2014), kekurangan konsumsi protein
pada anak-anak dapat menyebabkan terganggunya
pertumbuhan badan si anak. Busung lapar yang banyak diderita
oleh kelompok rawan gizi terutama bayi dan balita sungguh
memperihatinkan. Pemerintah dengan beberapa program gizi
telah berupaya untuk mengatasi masalah gizi tersebut. Akibat
dari kekurangan protein dapat menyebabkan kwashiorkor.
Kwashiorkor merupakan salah satu penyakit yang timbul akibat
kekurangan protein, kwashiorkor banyak diderita oleh bayi dan
anak pada usia enam bulan sampai usia tiga tahun (Balita).
2.) Lemak
Lemak merupakan komponen struktural dari semua sel
tubuh yang dibutuhkan oleh hampir ribuan fungsi fisiologis
tubuh (Pudjiadi,2000). lemak terdiri dari fosfolipid, sterol dan
trigliserida. sebagian besar lemak (99%) dalam tubuh adalah
trigliserida. Selain menyuplai energi, lemak terutama
trigliserida berfungsi menyediakan asam lemak esensial
(Sediaoetama, 2009). Balita membutuhkan lebih banyak lemak
dibandingkan orang dewasa karena tubuh mereka
menggunakan energi yang lebih secara proporsional selama
masa pertumbuhan dan perkembangan mereka. Anjuran
menurut Angka Kecukupan Gizi (2019) lemak untuk anak usia
6-11 bulan sebesar 35 gram dan usia 1-3 tahun sebesar 45
gram.
3.) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat makanan yang paling cepat
menyuplai energi sebagai bahan bakar tubuh, terutama saat
tubuh dalam kondisi lapar. Setelah makanan yang mengandung
karbohidrat dikonsumsi, karbohidrat akan segera dioksidasi
untuk memenuhi kebutuhan energi. Karbohidrat memiliki
fungsi utama yaitu menyediakan kebutuhan energi tubuh.
Selain itu, karbohidrat juga berfungsi dalam keberlangsungan
proses metabolisme dalam tubuh seperti pengatur metabolisme
lemak, penyuplai energi otak dan saraf, dan penghemat energi
(protein spare) (Hardinsyah, Ms., 2017).
Kebutuhan karbohidrat sehari berbeda-beda di berbagai
negara dengan berbagai pertimbangan. Menurut WHO/FAO,
kebutuhan karbohidrat berkisar antara 55 - 75% dari total
konsumsi energi, diutamakan dari karbohidrat kompleks dan
sekitar 10% dari karbohidrat sederhana. Anjuran Recommended
Dietary Allowance (RDA) untuk balita usia lebih dari 1 tahun
sebesar 130 gram per hari (IOM, 2005). Sedangkan anjuran
menurut Angka Kecukupan Gizi (2019) untuk anak usia 6 - 11
bulan sebesar 105 gram, anak usia 1 - 3 tahun sebesar 215
gram, dan anak usia 4 - 6 tahun sebesar 220 gram.
2.) Kalsium
Kalsium merupakan mineral paling banyak terdapat dalam
tubuh yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang
lebih sebanyak 1 kg. dari jumlah ini, 99% berada dalam jaringan
keras yaitu tulang dan gigi. Kalsium mengatur pekerjaan hormon-
hormon dan faktor pertumbuhan (Atikah Rahayu, dkk 2018). Hasil
penelitian para pakar menunjukkan bahwa tubuh manusia
terkandung sekitar 22 gram kalsium per kilogram berat badannya
tanpa lemak. Mengenai kebutuhan tubuh akan kalsium adalah
sekitar 0,8 gram sehari (bagi orang dewasa normal), perlu
ditambahkan bahwa kebutuhan akan kalsium bagi anak-anak, ibu
yang sedang menyusui, dan ibu yang sedang hamil adalah lebih
tinggi dari yang telah ditemukan di atas. ( Kartasapoetra, dkk
2008).
Di dalam cairan ekstraselular dan intraselular kalsium
memegang peran penting dalam mengatur fungsi sel, seperti untuk
transmisi saran, kontraksi otot, penggumpalan darah dan menjaga
permeabilitas membrane sel. Kalsium mengatur pekerjaan
hormonhormon dan faktor pertumbuhan. (Almatsier, 2004).
Menurut AKG 2019 kebutuhan kalsium per hari untuk anak usia 0-
5 bulan sebesar 200 mg, 6-11 bulan sebesar 270 mg, 1-3 tahun 650
mg, dan 4-6 tahun sebesar 1000 mg.
2.) Protein
Protein adalah salah satu zat gizi makro yang penting
untuk diasup. Sebagai zat pembangun, protein merupakan
bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi
dalam tubuh. Pada masa pertumbuhan proses pembentukan
jaringan terjadi secara pesat. Fungsi lain dari protein adalah
Sebagai pemberi tenaga dalam keadaan energi kurang tercukupi
oleh karbohidrat dan lemak, sebagai pembentuk antibodi,
Sebagai pengatur kelangsungan proses didalam tubuh dan
sebagainya (Kusumaningrum, 2017).
Asupan Protein sangat penting pada masa
pertumbuhan, kekurangan asupan protein akan menyebabkan
terjadinya masalah gagal tumbuh (anak pendek / stunting)
dengan berbagai dampak jangka panjang (Ariati, 2019).
Berdasarkan (WNPG, 2012) asupan protein dikatakan kurang
jika hasil perhitungan perbandingan recall dan kebutuhan
kurang dari < 80 %. Sesuai dengan penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa protein berhubungan dengan kejadian
stunting karena hasil p-value menghasilkan angka 0,002. Hal ini
dikarenakan fungsi protein adalah sebagai zat pembangun yang
seluruh lapisan sel membawa mikronutrien. Selain itu protein
berfungsi dalam menjalankan regulasi tubuh dan membentuk
DNA baru bagi tubuh. (Sulistianingsih & Yanti, 2016 ).
Penelitian lain menyatakan dari hasil analisis terdapat hubungan
signifikan antara asupan protein dengan kejadian stunting pada
balita sebesar 44,1% memiliki asupan protein kurang dibuktikan
hasil uji statistik didapatkan p - value 0,008 yang berarti
terdapat hubungan yang signifikan. (Ayuningtyas et al., 2018).
3.) Lemak
Lemak merupakan zat gizi makro sumber energi, bahkan
tertinggi (45 gr per kg BB). Dalam makanan, lemak berfungsi
sebagai pelezat makanan (menjadi makanan lebih gurih),
sehingga orang cenderung menyukai makanan berlemak
(Yosephin, 2018). Lemak termasuk salah satu sumber energi
yang sangat penting dibutuhkan khususnya manusia guna
melakukan aktivitas sehari-hari. Manusia mempunyai tubuh
yang menbutuhkan kadar lemak yang seimbang. Hal ini untuk
membuat agar cadangan energi tetap ada (Gusti et al., 2016).
Lemak merupakan suatu molekul yang terdiri atas
oksigen, hidrogen, karbon, dan terkadang terdapat nitrogen serta
fosforus. Pengertian lemak tidak mudah untuk dapat larut dalam
air. Untuk dapat melarutkan lemak, dibutuhkan pelarut khusus
lemak seperti Choloroform (Gusti et al, 2016). Balita dengan
tingkat asupan lemak yang rendah mengalami stunting lebih
banyak dibandingkan balita dengan asupan lemak yang cukup,
balita dengan tingkat asupan lemak yang rendah lebih berisiko
mengalami stunting di bandingkan dengan balita tingkat asupan
lemak yang cukup (Ayuningtyaset al., 2018).
Menurut Penelitian sebelumnya 8 pada anak balita di
Gresik, menunjukkan adanya hubungan antara asupan lemak
dengan kejadian gizi kurang (BB/U), 76,9 persen anak dengan
status gizi kurang memiliki asupan lemak dibawah angka
kecukupan gizi (AKG). Asupan lemak yang rendah juga
menyebabkan terjadinya penurunan massa tubuh dan gangguan
pada penyerapan vitamin larut lemak. Ketidakseimbangan
tingkat konsumsi zat gizi makro seperti energi, karbohidrat
lemak dan protein terhadap kebutuhan tubuh secara
berkepanjangan dapat mempengaruhi terjadinya perubahan pada
jaringan dan massa tubuh yang akan berdampak pada
penurunan berat badan kurang (Diniyyah dkk., 2017)
4.) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh manusia peran utamanya adalah
menghasilkan energi bagi tubuh. Asupan karbohidrat harus
lebih banyak karena sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa karbohidrat merupakan penyediaan energi utama dan
sumber makanan relatif lebih murah dibanding dengan zat gizi
lain. Maka Apabila kebutuhan asupan karbohidrat (215 gr per
kg BB) pada balita mencukupi maka akan mempengaruhi
perkembangan balita sebaliknya jika kebutuhan asupan
karbohidrat tidak mencukupi maka dapat menyebabkan balita
mengalami status gizi kurang (Suryani et al., 2022).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa asupan
karbohidrat yang rendah memiliki risiko yang lebih tinggi
terhadap kejadian stunting. (Yuliantini et al., 2022). Asupan
karbohidrat yang rendah memiliki risiko 6,5 kali lebih besar
untuk mengalami stunting pada balita dibandingkan dengan
asupan karbohidrat yang cukup. Asupan karbohidrat yang
rendah menyebabkan pemecahan lemak tubuh dan asam amino
menjadi energi, menyebabkan tubuh akan kehilangan asam
amino yang dibutuhkan untuk sintesis jaringan dan
pertumbuhan balita. Selain itu, sistem saraf dan otak hanya
menggunakan glukosa sebagai sumber energi, sehingga
kekurangan glukosa dan oksigen dapat menyebabkan kelainan
pada saraf dan kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki.
Ketidakseimbangan asupan zat gizi makro dalam jangka
panjang dapat menyebabkan kehilangan berat badan karena
tubuh (Suryani et al., 2022).
Kelebihan asupan karbohidrat akan diubah menjadi
lemak dan disimpan dalam tubuh dalam jumlah yang tidak
terbatas sehingga dapat menyebabkan berat badan berlebih.
Sebaliknya, ketika tubuh kekurangan asupan energi, tubuh akan
merombak cadangan lemak tersebut. Hal tersebut akan
mempengaruhi status gizi balita, ketika asupan karbohidrat
cukup, maka tubuh tidak akan merombak cadangan lemak yang
ada (Suryani et al., 2022).
2.) Kalsium
Kalsium merupakan mineral utama yang diperlukan
dalam proses pembentukan tulang.Sebanyak 99% kalsium
di dalam tubuh berada di dalam tulang, sementara 1% sisanya
berada di darah, cairan ekstraseluler dan di dalam sel seluruh
tubuh. Asupan kalsium yang memadai dibutuhkan untuk
menjaga beberapa fungsi fisiologis tubuh, terutama dalam aspek
pertumbuhan dan perkembangan tulang. Hal ini sangat penting
diperhatikan pada anak yang sedang dalam masa
pertumbuhan,karena dapat mempengaruhi pertumbuhan
(Chairunnisa et al., 2018).
Pada penelitian yang dilakukan oleh (Andriansyah dkk,
2022) berdasarkan hasil analisis chy-square didapatkan hasil
nilai α = 0.046 (α = <0.05) artinya terdapat hubungan antara
asupan kalsium dengan kejadian stunting di wilayah kerja
puskesmas ustutun. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian lain bahwa asupan kalsium signifikan lebih rendah
pada anak stunting nilai α=0.000 (α>0.005). Pada penelitian
ini, anak yang mengalami stunting 2,2% diantaranya memiliki
pola asupan kalsium yang kurang. Penelitian ini membuktikan
kekurangan asupan kalsium banyak dimiliki oleh anak yang
mengalami stunting dibandingkan dengan anak yang tidak
mengalami stunting atau gangguan pertumbuhan dengan nilai p <
0,001. Sehingga defisiensi kalsium akan berpengaruh pada
gangguan pertumbuhan tinggi badan atau stunting.
Penelitian lain yang dilakukan oleh (Wati, 2021)
menemukan hal yang sama berdasarkan hasil uji statistik
dengan uji chi-square diperoleh p-value = 0,046 (<0.05)
sehingga Ho ditolak (Ha diterima). Hal ini menunjukan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara asupan kalsium dengan
stunting. Nilai OR = 5,400 (95% CI= 0,941-30,980), artinya
risiko terjadinya stunting ada balita yang asupan kalsiumnya
kurang 5,400 kali lebih besar dibandingkan balita dengan asupan
kalsiumnya cukup.
Kejadian stunting yang diakibatkan oleh kurangnya
asupan kalsium lebih banyak terjadi di daerah pedesaan. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan di Afrika yang
menyatakan bahwa kurangnya tingkat kecukupan kalsium dapat
mengakibatkan munculnya masalah status gizi kronis pada anak
balita (Aridiyah et al., 2015).
2.2.5 Karakteristik Balita
2.2.5.1 Usia
Usia adalah indeks yang menempatkan individu-
individu dalam urutan perkembangan (Fry, 1976: 175).
Usia, menurut dari Nuswantari (1998) merupakan kurun
waktu sejak adanya seseorang dan dapat diukur
menggunakan satuan waktu dipandang dari segi
kronologis, individu normal dapat dilihat derajat
perkembangan anatomis dan fisiologis sama. Usia juga
dapat dikatakan sebagai waktu lamanya hidup atau ada
(sejak dilahirkan atau diadakan) (Hoetomo, 2005).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2009) dalam situs
resminya depkes.go.id pembagian kelompok umur atau
usia, masa balita dikelompokkan menjadi (0-5 tahun).
Menurut Departemen Kesehatan RI (2009) dalam situs
resminya depkes.go.id pembagian kelompok umur atau
usia, masa balita dikelompokkan menjadi (0-5 tahun).
Berdasarkan buku ajar Panduan Lengkap Tumbuh
Kembang Anak Usia 0-5 Tahun oleh Candra (2018),
berikut merupakan cara untuk menghitung umur anak
dengan cara mengurangi tanggal pemeriksaan terhadap
tanggal lahir.
Contoh :
Tanggal pemeriksaan : 10 Juni 2017
Tanggal lahir : 23 Juli 2018
Umur kronologis : Umur kronologis anak adalah 1
tahun, 1 bulan, 13 hari dan diplot menjadi 13 bulan
(kurang dari 15 hari dibuang dan jika lebih dari 15 hari
dibulatkan 1 bulan ke atas).
Contoh :
Bayi Lina lahir pada tanggal 20 Desember 2017, lahir
dengan umur gestasi 33 minggu, dengan berat lahir 2000
gram.
Tanggal pemeriksaan : 5 Juli 20018
Tanggal lahir : 20 Desember 2017
Umur kronologis : 1 Tahun 5 Bulan 15 Hari
Prematur 7 minggu : 1 Bulan 21 Hari
Umur koreksi : Umur anak adalah 1 tahun, 3
bulan, 24 hari dan diplot pada 16 bulan.
2. Kategori sedang,Rp.3.000.000/bulan –
Rp.4.000.000/bulan
DAFTAR PUSTAKA
Arini, D., Nursalam, N., Mahmudah, M., & Faradilah, I. (2020). The incidence of
stunting, the frequency/duration of diarrhea and Acute Respiratory Infection in
toddlers. Journal of Public Health Research, 9(2), 117–120.
https://doi.org/10.4081/jphr.2020.1816
Asrianti, T., Afifah, N., Muliyana, D., & Risva. (2019). Tingkat Pendapatan, Metode
Pengasuhan, Riwayat Penyakit Infeksi dan Risiko Kejadian Stunting pada Balita
di Kota Samarinda. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan, 2(1), 1–8.
http://journal.unhas.ac.id/index.php/jnik/article/view/6503
Himawati, E. H., & Fitria, L. (2020). Hubungan Infeksi Saluran Pernapasan Atas
dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia di Bawah 5 Tahun di Sampang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Indonesia, 15(1), 1.
https://doi.org/10.26714/jkmi.15.1.2020.1-5
Irawan, A., & Hastuty, H. S. B. (2022). Kualitas Fisik Air, Kejadian Diare Dengan
Stunting Pada Balita di Puskesmas Arso Kota. Jurnal Kesehatan Komunitas,
8(1), 130–134. https://doi.org/10.25311/keskom.vol8.iss1.1119
Maineny, A., Longulo, O. J., & Endang, N. (2022). Hubungan Riwayat Penyakit
Infeksi Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Umur 24-59 Bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Marawola Kabupaten Sigi. Jurnal Bidan Cerdas, 4(1), 10–17.
https://doi.org/10.33860/jbc.v4i1.758
Nurminingsih Hatala, T., Tuasikal, H., Kelrey, F., Pangandaheng Program Studi DIII
Keperawatan, T., J A Latumeten, Stik. R., Tamaela No, J., Nusaniwe, K., &
Ambon, K. (n.d.). POLA ASUH ORANG TUA BERHUBUNGN DENGAN
PERTUMBUHAN GIZI BALITA
Putri, M. R. (2019). Hubungan pola asuh orangtua dengan status gizi pada balita di
wilayah kerja puskesmas bulang kota batam. Jurnal Bidan Komunitas, 2(2), 96-
106.
Putri, L. P., Simanjuntak, B. Y., & Wahyu, T. (2018). Konsumsi Vitamin D dan Zink
dengan Kejadian Stunting pada Anak Sekolah SD Negeri 77 Padang Serai Kota
Bengkulu. Jurnal Kesehatan 9(2).
Putri, R. F., Sulastri, D., & Lestari, Y. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan
dengan status gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas Nanggalo Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1).
Solin, A. R., Hasanah, O., & Nurchayati, S. (2019). Hubungan Kejadian Penyakit
Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Balita 1-4 Tahun. JOM FKp, 6(1), 65–
71. jom.unri.ac.id
Thamrin, E. P., Utami, R. K., Santoso, F., Thamrin, A. A., Ain, S. S., & Pakasi, T. A.
(2019). Problems related to acute respiratory infection among under-5 children
in Sorong, West Papua: a community diagnosis approach. Journal of
Community Empowerment for Health, 2(2), 198–207.
https://doi.org/10.22146/jcoemph.46965
Wahyuni, C. (2018). Panduan Lengkap Tumbuh Kembang Anak Usia 0-5 Tahun
PANDUAN LENGKAP TUMBUH KEMBANG ANAK USIA 0-5 TAHUN
STRADA PRESS.
Yanti, R., Yenita, R. N., & Faradilla. (2022). Stunting control factors related to the
occurrence of diarrhea in children in the work area of the Bukit Timah Health
Center. 11(2), 210–216. https://doi.org/10.30644/rik.v11i2.719
SUDIARTA, I. G. A. P. (2018). GAMBARAN PENERAPAN PERSONAL HYGIENE
PENJAMAH MAKANAN PADA KANTIN SMPN 2 GIANYAR TAHUN 2018
OLEH (Doctoral dissertation, Jurusan Kesehatan Lingkungan).
Harianti, A. W., & Ambarwati, A. (2022). Survey Sanitasi Lingkungan Dan Air Bersih
Dinas Perumahan Kawasan Pemukiman Dan Cipta Karya Bojonegoro.
Amalia, Ika Desi., Dina Putri Utami Lubis., dan Salis Miftahul Khoeriyah. 2021.
Hubungan Pengetahun Ibu tentang Gizi dengan Kejadian Stunting pada Balita
: Relationhip Between Mother’s Knowledge on Nutrition and the Prevalence
of Stunting on Toddler. Jurnal Kesehatan Samodra Ilmu. 12(2):1-9.
In’am, Miftahul. 2016. Hubungan Tingkat Pengetahuan Orang Tua dengan Status Gizi
Anak di Bawah 5 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas Nusukan
Surakarta. Surakarta : UMS.
Mufida, Loviana., Agus Sartono., dan Mufnaetty. 2020. Pengetahuan Gizi Ibu
dan Praktik Diversifikasi Makanan Keluarga di Kelurahan Purworejo,
Kecaatn Margoyoso, Pati. Jurnal Gizi Unimus. 9(2):180-188.
Olsa, Edwin Danie., Dekmi Sulastri., dan Eliza Anas. 2017. Hubungan Sikap dan
Pengetahuan Ibu terhadap Kejadian Stunting pada Anak Baru Masuk
Sekolah Dasar di Kecamatan Nanggalo. Jurnal Kesehatan Andalas. 6(3):543-
529.
Picauly, I., Magdalena, T., dan Sarci. 2013. Analisis Determinan dan Pengaruh
Stunting tentang Prestasi Belajar Anak Sekolah di Kupang dan Sumba Timur
NTT. Jurnal Gizi dan Pangan. 8(1):55-62.
Susilowati, Endang., dan Alin Himawati. 2017. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu
tentang Gizi Balita dengan Status Gizi Balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Gajah 1 Demak. Jurnal Kebidanan. 6(13):21-26.
Yuhansyah., dan Mira. 2019. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu tentag Gizi pada
Anak Balita di UPT Puskesmas Remaja Kota Samarinda. Borneo Nursing
Journal (BNJ). 1(1):76-82.
Susanti, T. (2018). Hubungan Usia dan Jarak Kehamilan dengan Kejadian Plasenta
Previa di RSUD DR. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2018. Jurnal
Kesehatan, 4(2).
Suryani, L., Riski, M., Sari, R. G., & Listiono, H. (2021). Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Kekurangan Energi Kronik pada Ibu Hamil. Jurnal
Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 21(1), 311-316.
Suryani, L. (2017). Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Payung Sekaki. Jomis (Journal Of Midwifery Science), 1(2), 47-53.
Nugraha, R. N., Lalandos, J. L., & Nurina, R. L. (2019). Hubungan Jarak Kehamilan
Dan Jumlah Paritas Dengan Kejadian Kurang Energi Kronik (Kek) Pada Ibu
Hamil Di Kota Kupang. Cendana Medical Journal (CMJ), 7(2), 273-280.
Syafitri, N. P., Wiratmo, P. A., & Setyaningsih, W. (2020). Hubungan Status Sosial
Ekonomi Ibu Hamil Terhadap Kunjungan Antenatal Care. Binawan Student
Journal, 2(2), 237-241.
Sri S. Nasar; Asosiasi Dietisien Indonesia (AsDI); Universitas Indonesia Fakultas
Kedokteran; Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); Persatuan Ahli Gizi
Indonesia (PERSAGI). (2015; 2015). Penuntun Diet Anak / editor, Sri S.
Nasar ... [et al.]; IDAI, PERSAGI, AsDI. Jakarta. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. FKUI,.
Pritasari, Damayanti D, Lestari NT. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan; 2017.
Hardinsyah,MS. (2017).Ilmu Gizi : Teori dan Aplikasi.(Electronic Thesis or
Dissertation). Retrieved from https://localhost/setiadi
Aryadipa, M., & Imam Arundhana, A. (n.d.). GAMBARAN KONSUMSI ASAM FOLAT
PADA IBU HAMIL DI RUMAH SAKIT BERSALIN BUDI MULIA KOTA
MAKASSAR Description of Folic Acid Consumption of Pregnant Women in Budi
Mulia Hospital Makassar City 2017.
Ayuningtyas, I. N., Fahmy, A., Tsani, A., Candra, A., & Fithra Dieny, F. (2022).
ANALISIS ASUPAN ZAT BESI HEME DAN NON HEME, VITAMIN B 12 DAN
FOLAT SERTA ASUPAN ENHANCER DAN INHIBITOR ZAT BESI
BERDASARKAN STATUS ANEMIA PADA SANTRIWATI. 11(2), 171–181.
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jnc/
Simbolon, D., Rizal, A., Gizi, J., & Kementerian Kesehatan Bengkulu, P. (2018).
Asupan Zat Gizi Makro dan Mikro terhadap Kejadian Stunting pada Balita. In
Jurnal Kesehatan (Vol. 9, Issue 3). Online.
http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JK
Muliawati, Siti. (2013). Faktor Penyebab Ibu Hamil Kurang Energi Kronis di Puskesmas
Sambi Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali Tahun 2012. AKBID CITRA
Medika Surakarta. INFOKES, Vol.3 No.3 November 2013.
ANDINI, Fauziah Rizki. Hubungan faktor sosio ekonomi dan usia kehamilan dengan
kejadian kekurangan energi kronis pada ibu hamil di Puskesmas Prambontergayang
Kabupaten Tuban. Amerta Nutrition, 2020, 4.3: 218.
SEMBIRING, Julina Br; PRATIWI, Debby; SARUMAHA, Aprilian. Hubungan usia,
paritas dan usia kehamilan dengan bayi berat lahir rendah di rumah sakit umum
mitra medika medan. Jurnal Bidan Komunitas, 2019, 2.1: 38-46.
DEWI, Ambar Kusuma; DARY, Dary; TAMPUBOLON, Rifatolistia. Status Gizi dan
Perilaku Makan Ibu Selama Kehamilan Trimester Pertama. Jurnal Epidemiologi
Kesehatan Komunitas, 2021, 135-144.
Ima, I. H., Arisanti, A. Z., & Susilowati, E. (2022). Faktor yang Mempengaruhi
Pemeriksaan Antenatal Care: Literature Review. Media Publikasi Promosi Kesehatan
Indonesia (MPPKI), 5(7), 789-795.
Azizah, N. N. (2021). Hubungan Antara Sikap Dan Pengetahuan Ibu Hamil Dengan
Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care) Pada Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Medika
Hutama, 2(04 Juli), 1175-1180.
Ningsih, N. S., Simanjuntak, B. Y., & Haya, M. (2021). Asupan Energi, Zat Gizi Makro
dan Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil. Jurnal Kesehatan Tanjung Karang, 12(2), 156-
161.