Anda di halaman 1dari 6

TAFSIR AYAT

AN NISA : 48
AL LUQMAN : 13
ASY SYAM : 8
AL A’RAF : 180

Annisa fairuz huwaida


2005025184

AGAMA ISLAM
DOSEN PENGAMPU
ANDRI GUNAWAN
FAKULTAS ILMU ILMU KESEHATAN
PRODI GIZI
UHAMKA
2020
Tafsir Ibnu Katsir Surat An-Nisa’: 47-48

Wahai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah Kami turunkan
(Al-Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah muka (kalian), lalu
Kami putarkan ke belakang atau Kami kutuki mereka sebagaimana Kami telah mengutuki orang-orang
(yang berbuat maksiat) pada hari Sabtu. Dan ketetapan Allah pasti berlaku. Sesungguhnya Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi siapa
yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa
yang besar.

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada Ahli Kitab agar mereka beriman kepada kitab yang
diturunkan kepada Rasul-Nya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, berupa Al-Qur’an. Di
dalam Al-Qur’an terkandung berita yang membenarkan berita-berita yang ada pada kitab mereka
menyangkut berita-berita gembira, dan mengandung ancaman bagi mereka jika mereka tidak mau
beriman kepadanya. Ancaman ini disebutkan melalui firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka
(kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa makna
yang dimaksud oleh firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47); At-tams artinya
membalikkan, yakni memutarkannya ke arah belakang dan pandangan mereka pun menjadi ada di
belakang mereka.

Tetapi dapat pula diinterpretasikan bahwa makna firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian).
(An-Nisa: 47) ialah Kami tidak akan membiarkan bagi wajah mereka adanya pendengaran, penglihatan,
dan penciuman. Tetapi sekalipun demikian, Kami tetap memutarkannya ke arah belakang. Al-Aufi
meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, yaitu firman-Nya: sebelum Kami
mengubah muka (kalian). (An-Nisa: 47) Yang dimaksud dengan mengubahnya ialah membutakan
matanya. lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “”Kami
jadikan muka mereka berada di tengkuknya, hingga mereka berjalan mundur, dan kami jadikan pada
seseorang dari mereka dua buah mata pada tengkuknya.

Hal yang sama dikatakan oleh Qatadah dan Atiyyah Al-Aufi. Hal ini merupakan siksaan yang paling berat
dan pembalasan yang paling pedih. Apa yang diungkapkan oleh Allah dalam firman-Nya ini merupakan
perumpamaan tentang keadaan mereka yang berpaling dari perkara yang hak dan kembali kepada
perkara yang batil. Mereka menolak hujah yang terang dan menempuh jalan kesesatan dengan langkah
yang cepat seraya berjalan mundur ke arah belakang mereka.
Ungkapan ini menurut sebagian ulama sama maknanya dengan pengertian yang terkandung di dalam
firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan mereka
(diangkat) ke dagu, maka karena itu mereka tertengadah. Dan kami adakan di hadapan mereka dinding.
(Yasin: 8-9), hingga akhir ayat. Dengan kata lain, hal ini merupakan perumpamaan buruk yang dibuatkan
oleh Allah tentang mereka dalam hal kesesatan dan penolakan mereka terhadap petunjuk.

Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: sebelum Kami mengubah muka (kalian).
(An-Nisa: 47) Yakni sebelum Kami palingkan mereka dari jalan kebenaran. Lalu Kami putarkan ke
belakang. (An-Nisa: 47) Maksudnya, mengembalikan mereka ke jalan kesesatan. Ibnu Abu Hatim
mengatakan, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas dan Al-Hasan. As-Suddi mengatakan
sehubungan dengan firman-Nya: Lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) Yaitu kami cegah mereka
dari jalan kebenaran dan Kami kembalikan mereka kepada kekufuran, Kami kutuk mereka sebagai kera-
kera (orang-orang yang bersifat seperti kera).

Menurut Abu Zaid, Allah mengembalikan mereka ke negeri Syam dari tanah Hijaz. Menurut suatu
riwayat, Ka’b Al-Ahbar masuk Islam ketika mendengar ayat ini. Ibnu Jarir mengatakan, telah
menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Jabir ibnu Nuh, dari Isa ibnul
Mugirah yang menceritakan, “”Kami pernah membincangkan perihal Ka’b masuk Islam di dekat Maqam
Ibrahim.”” Isa ibnul Mugirah mengatakan bahwa Ka’b masuk Islam pada masa pemerintahan Khalifah
Umar.

Pada mulanya ia berangkat menuju ke Baitul Maqdis, lalu ia lewat di Madinah, maka Khalifah Umar
keluar menemuinya dan berkata kepadanya, “”Wahai Ka’b, masuk Islamlah kamu.”” Maka Ka’b
menjawab, “”Bukankah kalian yang mengatakan dalam kitab kalian hal berikut (yakni firman-Nya):
‘Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya
adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.’ (Al-Jumu’ah: 5) dan sekarang aku
membawa kitab Taurat itu.

Maka Umar membiarkannya.”” Kemudian Ka’b meneruskan perjalanannya. Ketika sampai di Himsa, ia
mendengar seorang lelaki dari kalangan ulamanya sedang dalam keadaan sedih seraya membacakan
firman-Nya: Wahai orang-orang yang telah diberi Al-Kitab, berimanlah kalian kepada apa yang telah
Kami turunkan (Al-Qur’an) yang membenarkan Kitab yang ada pada kalian sebelum Kami mengubah
muka (kalian), lalu Kami putarkan ke belakang. (An-Nisa: 47) hingga akhir ayat. Setelah itu Ka’b berkata,
“”Ya Tuhanku, sekarang aku masuk Islam.”” Ia bersikap demikian karena takut akan terancam oleh ayat
ini, lalu ia kembali dan pulang ke rumah keluarganya di Yaman, kemudian ia datang membawa mereka
semua dalam keadaan masuk Islam.
Tafsir Kemenag surah luqman :13

Allah mengingatkan kepada Rasulullah nasihat yang pernah diberikan Lukman kepada putranya ketika ia
memberi pelajaran kepadanya. Nasihat itu ialah, "Wahai anakku, janganlah engkau mempersekutukan
sesuatu dengan Allah, sesungguhnya mempersekutukan Allah itu adalah kezaliman yang sangat besar."

Mempersekutukan Allah dikatakan kezaliman karena perbuatan itu berarti menempatkan sesuatu tidak
pada tempatnya, yaitu menyamakan sesuatu yang melimpahkan nikmat dan karunia dengan sesuatu
yang tidak sanggup memberikan semua itu. Menyamakan Allah sebagai sumber nikmat dan karunia
dengan patung-patung yang tidak dapat berbuat apa-apa adalah perbuatan zalim. Perbuatan itu
dianggap sebagai kezaliman yang besar karena yang disamakan dengan makhluk yang tidak bisa berbuat
apa-apa itu adalah Allah Pencipta dan Penguasa semesta alam, yang seharusnya semua makhluk
mengabdi dan mengham-bakan diri kepada-Nya.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Ibnu Mas'ud bahwa tatkala turun ayat:

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah
orang-orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk. (al-An'am/6: 82)

timbullah keresahan di antara para sahabat Rasulullah saw. Mereka berpendapat bahwa amat berat
menjaga keimanan agar tidak bercampur dengan kezaliman. Mereka lalu berkata kepada Rasulullah saw,
"Siapakah di antara kami yang tidak mencampuradukkan keimanan dengan kezaliman?" Maka
Rasulullah menjawab, "Maksudnya bukan demikian, apakah kamu tidak mendengar perkataan Lukman,
'Hai anakku, jangan kamu menyekutukan sesuatu dengan Allah, sesungguhnya memper-sekutukan Allah
adalah kezaliman yang besar."

Dari ayat ini dipahami bahwa di antara kewajiban ayah kepada anak-anaknya ialah memberi nasihat dan
pelajaran, sehingga anak-anaknya dapat menempuh jalan yang benar, dan terhindar dari kesesatan. Hal
ini sesuai dengan firman Allah:

Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu. (at-Tahrim/66: 6)

Jika diperhatikan susunan kalimat ayat ini, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Lukman melarang
anaknya menyekutukan Tuhan. Larangan ini adalah sesuatu yang memang patut disampaikan Lukman
kepada putranya karena menyekutukan Allah adalah perbuatan dosa yang paling besar.
Anak adalah generasi penerus dari orang tuanya. Cita-cita yang belum dicapai orang tua selama hidup di
dunia diharapkan dapat tercapai oleh anaknya. Demikian pula kepercayaan yang dianut orang tuanya, di
samping budi pekerti yang luhur, anak-anak diharapkan mewarisi dan memiliki semua nilai-nilai yang
diikuti ayahnya itu di kemudian hari. Lukman telah melakukan tugas yang sangat penting kepada
anaknya, dengan menyampaikan agama yang benar dan budi pekerti yang luhur. Cara Lukman
menyampaikan pesan itu wajib dicontoh oleh setiap orang tua yang mengaku dirinya muslim.

Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr.


Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram) surah Al an’am 162-163

162-163. Hai Muhammad, Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku yang aku persembahkan untuk Tuhanku,
ibadahku, kebaikan yang aku lakukan dalam hidupku, dan kematian yang telah Allah tetapkan bagiku,
semua itu hanya aku persembahkan bagi Allah sebagai Tuhan yang berhak disembah, Tuhan bagi seluruh
makhluk, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan ketauhidan yang sempurna ini, aku diperintahkan oleh
Tuhanku, dan aku adalah orang yang pertama kali dalam umat ini, yang tunduk kepada Allah.

Tafsir Kemenag surah asy syam : 8

Terakhir, Allah bersumpah dengan diri manusia yang telah Ia ciptakan dengan kondisi fisik dan psikis
yang sempurna. Setelah menciptakannya secara sempurna, Allah memasukkan ke dalam diri manusia
potensi jahat dan baik.
Tafsir Jalalain surah al araf : 180

(Allah mempunyai asma-asma yang baik) yang sembilan puluh sembilan, demikianlah telah disebutkan
oleh hadis. Al-husna adalah bentuk muannats dari al-ahsan (maka bermohonlah kepada-Nya)
sebutkanlah Dia olehmu (dengan menyebut nama-nama-Nya itu dan tinggalkanlah) maksudnya
biarkanlah (orang-orang yang menyimpang dari kebenaran) berasal dan kata alhada dan lahada, yang
artinya mereka menyimpang dari perkara yang hak (dalam menyebut nama-nama-Nya) artinya mereka
mengambil nama-nama tersebut untuk disebutkan kepada sesembahan-sesembahan mereka, seperti
nama Latta yang berakar dari lafal Allah, dan Uzzaa yang berakar dari kata Al-Aziiz, dan Manaat yang
berakar dari kata Al-Mannaan (nanti mereka akan mendapat balasan) kelak di akhirat sebagai
pembalasannya (terhadap apa yang telah mereka kerjakan) ketentuan ini sebelum turunnya ayat
perintah berperang.

Anda mungkin juga menyukai