Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN UKM

UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT


PENYULUHAN PERILAKU GIZI SEIMBANG PADA REMAJA

OLEH:
dr. Titis Ummi Nur Jannati
PENDAMPING
dr. Dwi Retno S

PUSKESMAS AMBARAWA
2015

LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN USAHA KESEHATAN MASYARAKAT


F.4 UPAYA PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

PENYULUHAN TENTANG PERILAKU GIZI SEIMBANG


PADA REMAJA DI SMP 1 ATAP PASEKAN

Disusun oleh
dr. Titis Ummi Nur Jannati

Telah disahkan pada


Tanggal

2015

Mengetahui dan Mengesahkan

Pendamping

dr. Dwi Retno S


NIP. 197403132006042017

A. PENDAHULUAN
Gizi adalah makanan yang dapat memenuhi kesehatan. Zat gizi adalah
unsur yang terdapat dalam makanan dan dapat memengaruhi kesehatan. Gizi
adalah suatu proses organisme menggunakan transportasi, penyimpanan,
metabolisme

dan

pengeluaran

zat-zat

yang

tidak

digunakan

untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ


serta menghasilkan energi.
Remaja adalah anak yang berusia 10-19 tahun. WHO mendefinisikan
remaja sebagai suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (pubertas) sampai saat ia
mencapai

kematangan

seksual.1

Pada

masa

ini

individu

mengalami

perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa.


Selain itu, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial dan ekonomi yang penuh
kepada orang tua menuju keadaan yang relatif lebih mandiri
Pada masa ini terjadi perubahan fisik dan psikis yang sangat signifikant 2.
Perubahan fisik ditandai dengan pertumbuhan badan yang pesat (growth spurt)
dan matangnya organ reproduksi.

3,4

Laju pertumbuhan badan berbeda antara

wanita dan pria. Wanita mengalami percepatan lebih dulu dibandingkan pria.
Karena tubuh wanita dipersiapkan untuk reproduksi. Sementara pria baru dapat
menyusul dua tahun kemudian. Pertumbuhan cepat ini juga ditandai dengan
pertambahan pesat berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pada masa tersebut

pertambahan BB wanita 16 gram dan pria 19 gram setiap harinya. Sedangkan


pertambahan TB wanita dan pria masing-masing dapat mencapai 15 cm per
tahun. Puncak pertambahan pesat TB terjadi di usia 11 tahun pada wanita dan
usia 14 tahun pada pria5
Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi
yang lebih besar dari pada masa anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja
sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun
olahraga. Khusus pada remaja putri, asupan nutrisi juga dibutuhkan untuk
persiapan reproduksi.
Remaja yang

gizi seimbangnya tidak terpenuhi akan menyebabkan

menurunnya daya tahan tubuh sehingga mudah sakit. Kurangnya gizi seimbang
terutama zat besi juga menyebabkan kurang fokus pada pelajaran, dan
mengantuk. Hal ini mempengaruhi prestasi belajar pada remaja. Pada tahun ajaran
2014/2015 sebanyak 18 % siswa SMP 1 Atap Pasekan tidak masuk, dari jumlah
tersebut 70 % nya karena ISPA dan 20% karena diare. Pada bulan Februari 2015
ditemukan 8% siswa dengan klinis anemis. Hal ini menunjukkan kurangnya
asupan zat besi pada remaja yang disebabkan kurangnya pengetahuan remaja,
guru dan orangtua tentang gizi seimbang pada remaja. Hal tersebut diatas yang
mendasari penulis melakukan penyuluhan gizi seimbang pada remaja di SMP 1
Atap Pasekan.

B. PERMASALAHAN
1. SISWA

Kurangnya informasi mengenai gizi seimbang menyebabkan rendahnya


pengetahuan para siswa terhadap pemenuhan kebutuhan gizi mereka
sehingga menyebabkan terjadinya anemia karena kekurangan zat besi
yang berdampak pada prestasi sekolah yang menurun.

2. SEKOLAH

Keterbatasan akses dan informasi mengenai gizi seimbang pada remaja

Ketebatasan waktu dan beban kurikulum di sekolah, sehingga tidak dapat


menyampaikan informasi terhadap siswanya, dan kurangnya tenaga (guru)
yang mendapat pelatihan mengenai gizi seimbang remaja.

C. PERENCANAAN DAN INTERVENSI


Diadakannya penyuluhan tentang gizi seimbang remaja yang salah satunya
diadakan
1. Dilakukannya penyuluhan atau konsultasi tentang gizi seimbang remaja
terutama secara rutin baik oleh puskesmas (minimal 2x per tahun) maupun
pihak sekolah sendiri.
2. Dilakukan pelatihan terhadap guru guna menambah wawasan tentang gizi
seimbang remaja
3. Memotivasi guru dan orang tua, agar lebih terbuka terhadap masalah gizi
seimbang remaja.
D. PELAKSANAAN
1. Tanggal
: Selasa, 24 Februari 2015
2. Waktu
: 09.00 WIB Selesai
3. Tempat: Ruang kelas SMP Negeri 1 Atap Pasekan
4. Peserta
: Seluruh siswa kelas VIII
5. Kegiatan
: Penyuluhan Gizi Seimbang Remaja
6. Metode
: Ceramah dan Diskusi dua arah.
7. Hasil
: Antusias yang tinggi ditunjukan dengan adanya umpan balik
berupa diskusi dua arah pada saat sesi tanya jawab.

Kegiatan penyuluhan ini dimulai dari pembukaan oleh MC. Selanjutnya


acara dilanjutkan dengan penyuluhan tentang perilaku gizi seimbang pada
remaja.

Setelah dilakukan penyuluhan, diadakan sesi diskusi, berikut

rangkumannya adalah sebagai berikut :


Dok, mengapa saya sering mengantuk saat belajar di sekolah ?
Jawab :
Mengantuk, mudah lemas, dan kurang fokus pada pelajaran merupakan
tanda kurangnya asupan zat besi.
Dok, apa saja makanan yang mengandung zat besi ?
Jawab :
Zat besi dapat ditemukan pada sayuran misalnya bayam. Zat besi juga
dapat diperoleh dari mengkonsumsi hati ayam maupun hati sapi.
E. MONITORING
Monitoring dapat dilihat dari meningkatnya prestasi siswa SMP 1 Atap
Pasekan yang menunjukkan bahwa para siswa dapat mengikuti proses belajar
dengan baik karenan terpenuhinya zat gizi terutama zat besi. Monitoring juga
dapat dilihat dari berkurangnya angkat absensi siswa yang menunjukkan siswa
sehat dan bugar karena zat gizi tercukupi.

F. EVALUASI
Dimana siswa dapat menjawab pertanyaan yang diberikan kepada siswa
seputar gizi seimbang remaja. Hal ini menunjukan adanya respon dari apa yang
disampaikan oleh pemberi informasi terhadap siswa.
G. KESIMPULAN

Setelah dilakukan kegiatan penyuluhan dengan para siswa, dapat diketahui


masih kurangnya pengetahuan kurangnya informasi mengenai gizi seimbang
remaja menyebabkan rendahnya pengetahuan para siswa terhadap pemenuhan
kebutuhan gizi dan akibat yang ditimbulkan ketika kebutuhan gizi tidak
terpenuhi.
Akan tetapi setelah diberikan pertanyaan, para siswa dapat menjawab
pertanyaan yang diajukan. Diharapkan para siswa paham akan informasi yang
diberikan kepada para siswa.
H. SARAN
1. Dilakukannya penyuluhan atau konsultasi tentang gizi seimbang pada remaja
secara rutin baik oleh puskesmas (minimal 2x per tahun) maupun pihak
sekolah sendiri.
2. Diharapkan dapat terlaksananya pelatihan terhadap guru guna menambah
wawasan tentang gizi seimbang remaja.
3. Memotivasi guru dan orang tua, agar lebih terbuka terhadap masalah
kesehatan gizi seimbang remaja.
4. Diberikannya suplemen zat besi pada siswi yang sedang menstruasi.

Dokumentasi

TINJAUAN PUSTAKA
PERILAKU GIZI SEIMBANG PADA REMAJA

GIZI PADA REMAJA


Remaja adalah anak yang berusia 10-19 tahun. WHO mendefinisikan remaja
sebagai suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia
menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (pubertas) sampai saat ia mencapai
kematangan seksual.1 Pada masa ini individu mengalami perkembangan psikologi
dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Selain itu, terjadi peralihan
dari ketergantungan sosial dan ekonomi yang penuh kepada orang tua menuju
keadaan yang relatif lebih mandiri
Pada masa ini terjadi perubahan fisik dan psikis yang sangat signifikant 2.
Perubahan fisik ditandai dengan pertumbuhan badan yang pesat (growth spurt) dan
matangnya organ reproduksi.

3,4

Laju pertumbuhan badan berbeda antara wanita

dan pria. Wanita mengalami percepatan lebih dulu dibandingkan pria. Karena
tubuh wanita dipersiapkan untuk reproduksi. Sementara pria baru dapat menyusul
dua tahun kemudian. Pertumbuhan cepat ini juga ditandai dengan pertambahan
pesat berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pada masa tersebut pertambahan
BB wanita 16 gram dan pria 19 gram setiap harinya. Sedangkan pertambahan TB
wanita dan pria masing-masing dapat mencapai 15 cm per tahun. Puncak
pertambahan pesat TB terjadi di usia 11 tahun pada wanita dan usia 14 tahun pada
pria5
Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang
lebih besar dari pada masa anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja sangat
aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga.
Khusus pada remaja putri, asupan nutrisi juga dibutuhkan untuk persiapan
reproduksi. 5
Perubahan psikis menyebabkan remaja sangat mudah terpengaruh oleh teman
sebaya. Mereka sangat memperhatikan penampilan fisik untuk tampil menarik di

depan teman-teman maupun lawan jenis mereka. Hal tersebut menyebabkan


remaja berusaha untuk menampilkan dirinya sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
oleh kelompok sebayanya. 6
Masalah gizi dan kesehatan remaja boleh jadi berawal pada usia yang sangat
dini. Gejala sisa infeksi dan mallnutrisi ketika kanak-kanak akan menjadi beban
pada usia remaja. Mereka yang dapat selamat dari penyakit diare dan infeksi
kronis saluran nafas terkait dengan mallnutrisi semasa bayi tidak akan mungkin
tumbuh sempurna menjadi remaja yang normal5
Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terhadap masalah gizi.
Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi
lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan menuntut
penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam
olah raga, kecanduan alkohol dan obat-obatan meningkatkan kebutuhan energi dan
zat gizi5
ZAT GIZI YANG DIBUTUHKAN REMAJA
Kebutuhan gizi remaja relatif besar, karena masih mengalami pertumbuhan.
Selain itu, remaja umumnya melakukan aktivitas fisik lebih tinggi dibanding usia
lainnya, sehingga diperlukan zat gizi yang lebih banyak. 1
1. Energi
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menentukan kebutuhan energi remaja
adalah aktivitas fisik, seperti olahraga yang diikuti, baik dalam kegiatan

di

sekolah maupun diluar sekolah. Widyakarya Nasional Pangan Gizi VI (WKNPG


VI) menganjurkan angka kecukupan gizi (AKG) energi untuk remaja dan dewasa
muda perempuan 2000-2200 kkal, sedangkan untuk laki-laki antara 2400-2800
kkal setiap hari. AKG energi ini dianjurkan sekitar 60% berasal dari sumber
karbohidrat yaitu: beras, terigu dan hasil olahannya (mie, spagetti, makaroni),
umbi-umbian (ubi jalar, singkong), jagung, gula dan lain-lain. 7
2. Protein

Kebutuhan protein juga meningkat pada masa remaja, karena proses


pertumbuhannya yang sedang terjadi. Kecukupan protein bagi remaja adalah1,52,0 gr/kg BB/hari. AKG protein remaja dan dewasa muda adalah 48-62 gr per hari
untuk perempuan dan 55-66 gr per hari untuk laki-laki 7
3. Kalsium
Kalsium dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi yang kuat. Pada masa
pertumbuhan, apalagi pada masa growth spurt, Kalsium adalah zat gizi yang
penting untuk diperhatikan. AKG kalsium untuk remaja dan dewasa muda adalah
600-700 mg per hari untuk perempuan dan 500-700 mg untuk laki-laki. Sumber
kalsium yang paling baik adalah susu dan hasil olahannya. Sumber kalsium
lainnya ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau dan lain-lain.7
4. Besi
Kebutuhan zat besi pada remaja juga meningkat karena terjadinya
pertumbuhan cepat. Kebutuhan besi pada remaja laki-laki meningkat karena
ekspansi volume darah dan peningkatan konsentrasi hemoglobin (Hb). Setelah
dewasa, kebutuhan besi menurun. Pada perempuan, kebutuhan yang tinggi akan
besi terutama disebabkan kehilangan zat besi selama menstruasi. Hal ini
mengakibatkan perempuan lebih rawan terhadap anemia besi dibandingkan lakilaki. Perempuan dengan konsumsi besi yang kurang atau mereka dengan
kehilangan besi yang meningkatkan, akan mengalami anemia gizi besi. Sebaliknya
defisiensi besi mungkin merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan pada
masa remaja, mengakibatkan tingginya kebutuhan mereka akan zat besi. 7
5. Seng (Zinc)
Seng diperlukan untuk pertumbuhan serta kematangan seksual remaja,
terutama untuk remaja laki-laki. AKG seng adalah 15 mg per hari untuk remaja
dan dewasa muda perempuan dan laki-laki.7
GANGGUAN GIZI PADA REMAJA
Berbagai bentuk gangguan gizi pada usia remaja sering terjadi. 8 Selain kekurangan
energi dan protein anemia gizi dan defisiensi berbagai vitamin juga sering terjadi.
Sebaliknya juga masalah gizi lebih (overnutrition) yang ditandai oleh tingginya

jangka

obesitas

pada

remaja

terutama

di

kota-kota

besar.9

Berbagai faktor yang memicu terjadinya masalah gizi pada usia remaja antara lain
adalah:
1. Kebiasaan makan yang buruk
Kebiasaan makan yang buruk yang berpangkal pada kebiasaan makan
keluarga yang juga tidak baik sudah tertanam sejak kecil akan terus terjadi pada
usia remaja. Mereka makan seadanya tanpa mengetahui kebutuhan akan berbagai
zat gizi dan dampak tidak dipenuhinya kebutuhan zat gizi tersebut terhadap
kesehatan mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh Jeong A. Kim di Korea (2001) menemukan
bahwa pola makan pada remaja mempengaruhi status gizi mereka. Penelitian ini
mengelompokkan remaja pada tiga pola makan. Pertama, yang disebut dengan
pola makan tradisional Korea, merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi
Kimchi dan nasi, ikan dan rumput laut. Kedua, yang disebut pola makan barat,
merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi tepung dan roti, hamburger,
pizza, makanan ringan dan sereal, gula dan makanan manis. Ketiga, yang disebut
pola makan modifikasi, merupakan pola makan yang banyak mengkonsumsi mie,
tetapi diselingi dengan kimchi dan nasi. Ditemukan kejadian obesitas sentral
paling tinggi pada pola makan barat (16,8%) dari pada pola makan tradisional
Korea (9,76%) dan pola makan modifikasi (9,75%)10
Lena Hamstrong menemukan bahwa di Eropa sekitar 34% remaja melewatkan
sarapan di pagi hari. Dan kebiasaan sarapan pada remaja dipengaruhi oleh
kebiasaan orang tua mereka.

11

Cara S. DeJong menemukan bahwa faktor

lingkungan dan kebiasaan kognitif berhubungan dengan kebiasaan sarapan pada


remaja. 12 Michael J menemukan bahwa remaja yang memiliki kebiasaan sarapan
memiliki kecendrungan untuk tidak mengalami obesitas13
2. Pemahaman gizi yang keliru

Tubuh yang langsing sering menjadi idaman bagi para remaja terutama wanita
remaja. Hal itu sering menjadi penyebab masalah, karena untuk memelihara
kelangsingan tubuh mereka menerapkan pengaturan pembatasan makanan secara
keliru9 .Sehingga kebutuhan gizi mereka tak terpenuhi. Hanya makan sekali sehari
atau makan makanan seadanya, tidak makan nasi merupakan penerapan prinsip
pemeliharaan gizi yang keliru dan mendorong terjadinya gangguan gizi
Penelitian yang dilakukan oleh Ruka Sakamaki, dkk (2004) menemukan
bahwa pelajar wanita di China memiliki keinginan yang besar untuk menjadi
langsing (62,0%) dibandingkan dengan pelajar lelaki (47,4%). Demikian pula
dengan studi sebelumnya yang dilakukan di Jepang, perubahan gaya hidup telah
menyebabkan sebagian besar pelajar wanita memiliki keinginan untuk menjadi
langsing, meskipun jumlah responden yang mengalami obesitas sangat sedikit
pada studi tersebut. Di tahun 2005, mereka menemukan bahwa sebagian besar
responden yang memiliki IMT normal, ternyata menginginkan ukuran tubuh
dengan IMT yang tergolong kurus (BMI : 18,4+ 3,4)14
3. Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu
Kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu saja menyebabkan
kebutuhan gizi tak terpenuhi. Keadaan seperti itu biasanya terkait dengan mode
yang tengah marak dikalangan remaja. Ditahun 1960 an misalnya remaja-remaja
di Amerika Serikat sangat menggandrungi makanan berupa hot dog dan minuman
coca cola. Kebiasaan ini kemudian menjalar ke remaja-remaja diberbagai negara
lain termasuk di Indonesia.
4. Promosi yang berlebihan melalui media massa
Usia remaja merupakan usia dimana mereka sangat tertarik pada hal-hal baru.
Kondisi tersebut dimanfaatkan oleh pengusaha makanan untuk mempromosikan
produk mereka dengan cara yang sangat mempengaruhi remaja. Padahal, produk
makanan tersebut bukanlah makanan yang sehat bila dikonsumsi dalam jumlah
yang berlebihan

5. Masuknya produk-produk makanan baru yang berasal dari negara lain


secara bebas mempengaruhi kebiasaan makan para remaja.
Jenis-jenis makanan siap santap (fast food) yang berasal dari negara barat
seperti hot dog, pizza, hamburger, fried chicken dan french fries, berbagai jenis
makanan berupa kripik (junk food) sering dianggap sebagai lambang kehidupan
modern oleh para remaja. Padahal berbagai jenis fast food itu mengandung kadar
lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi disamping kadar garam. Zat-zat gizi itu
memicu terjadinya berbagai penyakit kardiovaskuler pada usia muda.
Penelitian yang dilakukan oleh Kerry N. Boutelle, dkk (2005) menemukan
bahwa konsumsi fast food berhubungan dengan berat badan orang dewasa namun
tidak pada remaja. Hal tersebut disebabkan karena remaja membutuhkan banyak
kalori untuk aktivitasnya, sehingga fast food tidak mempengaruhi status gizi
mereka untuk menjadi obesitas. Namun, konsumsi fast food bisa meningkatkan
risiko bagi para remaja untuk menjadi obes pada saat dewasa kelak15
MASALAH GIZI PADA REMAJA
1.

Obesitas
Obesitas adalah kegemukan atau kelebihan berat badan. Di kalangan remaja,

obesitas merupakan permasalahan yang merisaukan, karena dapat menurunkan


rasa percaya diri seseorang dan menyebabkan gangguan psikologis yang serius.
Belum

lagi kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Dapat di

bayangkan jika obesitas terjadi pada remaja, maka remaja tersebut akan tumbuh
menjadi remaja yang kurang percaya diri. Berdasarkan data dari Riskesdas 2007,
prevalensi obesitas sentral pada usia 15-24 tahun adalah 8,09%16
Penelitian yang dilakukan oleh Rollan Cahcera (2000) terhadap remaja pada
beberapa wilayah di Eropa Barat menemukan bahwa terjadi peningkatan
prevalensi obesitas pada remaja. Rata-rata asupan energi para remaja tersebut
terlihat adekuat, namun konsumsi lemak jenuh menunjukkan peningkatan dan

konsumsi serat justru menurun. Rata-rata asupan mikronutrient menunjukkan


angka yang sesuai dengan standar. Namun pada remaja putri asupan zat besi dan
kalsium masih rendah. Selain itu, ditemukan juga masalah-masalah seperti
merokok, mengkonsumsi makanan dengan kualitas gizi yang rendah dan diet yang
salah17. Al sendi juga menemukan hal serupa di
peningkatan prevalensi obesitas pada remaja.

18

Bahrain. Terlihat terjadi


Lazeery di Italia justru

menemukan trend yang berbeda. Dimana dari tahun ke tahun, prevalensi obesitas
pada remaja di Tuscany Italia justru mengalami penurunan. Dan penurunan
tersebut berbanding lurus dengan peningkatan kelompok umur pada remaja19.
2.

Kurang Energi Kronis (KEK)

Pada remaja badan kurus atau disebut Kurang Energi Kronis

(KEK) pada

umumnya disebabkan karena makan terlalu sedikit. Penurunan berat badan secara
drastis pada remaja perempuan memiliki hubungan erat dengan faktor emosional
seperti takut gemuk seperti ibunya atau dipandang kurang seksi oleh lawan jenis

1.

Makan makanan yang bervariasi dan cukup mengandung kalori dan protein termasuk
makanan pokok seperti nasi, ubi dan kentang setiap hari dan makanan yang
mengandung protein seperti daging, ikan, telur, kacang-kacangan atau susu perlu
dikonsumsi oleh para remaja tersebut sekurang-kurangnya sehari sekali.
3.

Anemia

Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita anemia 9.
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dan eritrosit lebih rendah
dari normal. Pada laki-laki hemoglobin normal adalah 14 18 gr % dan eritrosit
4,5 -5,5 jt/mm3. Sedangkan pada perempuan hemoglobin normal adalah 12 16 gr
% dengan eritrosit 3,5 4,5 jt/mm3.Remaja putri lebih mudah terserang anemia
karena :

a.

Pada umumnya lebih banyak mengkonsumsi makanan nabati yang kandungan


zat besinya sedikit, dibandingkan dengan makanan hewani, sehingga
kebutuhan tubuh akan zat besi tidak terpenuhi.

b.

Remaja putri biasanya ingin tampil langsing, sehingga membatasi asupan


makanan.

c.

Setiap hari manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi, khususnya
melalui feses.

d.

Remaja putri mengalami haid setiap bulan, di mana kehilangan zat besi 1,3
mg perhari, sehingga kebutuhan zat besi lebih banyak dari pada pria.

GIZI SEIMBANG PADA REMAJA


Dengan berbagai permasalahan tersebut, maka remaja sangat membutuhkan
panduan gizi. Dalam hal ini, di Indonesia dikenal dengan istilah gizi seimbang.
Gizi seimbang merupakan aneka ragam bahan pangan yang mengandung unsurunsur zat gizi yang diperlukan oleh tubuh, baik kualitas maupun kuantitas.20
Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya.
Pengelompokan bahan makanan disederhanakan, yaitu didasarkan pada tiga fungsi
utama zat-zat gizi, yaitu sebagai: (1) sumber energi/tenaga (2) sumber zat
pembangun dan (3) sumber zat pengatur. Sumber energi diperlukan tubuh dalam
jumlah yang lebih besar dibandingkan kebutuhan zat pembangun dan zat pengatur,
sedang kebutuhan zat pengatur diperlukan dalam jumlah yang lebih besar dari
pada kebutuhan zat pembangun 18
Sumber karbohidrat diperoleh dari beras, jagung, sereal/gandum, ubi kayu,
kentang dan sebagainya. Zat pengatur diperoleh dari sayur dan buah-buahan,
sedang zat pembangun diperoleh dari ikan, telur, ayam, daging, susu, kacangkacangan dan sebagainya. Ketiga golongan bahan makanan dalam konsep dasar
gizi seimbang tersebut digambarkan dalam bentuk kerucut dengan urutan-urutan

menurut banyaknya bahan makanan tersebut yang dibutuhkan oleh tubuh. Dasar
kerucut menggambarkan sumber energi/tenaga, yaitu golongan bahan pangan yang
paling banyak dimakan, bagian tengah menggambarkan sumber zat pengatur,
sedangkan bagian atas menggambarkan sumber zat pembangun yang secara relatif
paling sedikit dimakan tiap harinya. 19
Secara umum, gizi seimbang dijabarkan ke dalam 4 pilar yaitu15,
1. Makan makanan yang bervariasi
Tingkat konsumsi makanan ditentukan oleh kualitas dan kuantitas makanan,
kualitas makanan menunjukkan masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh.
Pada susunan makanan mempengaruhi kebutuhan tubuh baik dari segi kualitasnya
maupun kuantitasnya, maka tubuh akan mendapatkan kesehatan gizi yang sebaikbaiknya . Agar dalam komsumsi makanan sehari-hari mempunyai kualitas dan
kuantitas yang baik, maka dalam memilih dan mengkomsumsi makanan perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut
a) Adekuat, artinya makanan tersebut memberi zat gizi, fiber, dan energi dalam
jumlah yang cukup.
b) Seimbang, artinya keseimbangan dalam zat gizi lainnya.
c) Kontrol kalori, artinya makanan tersebut tidak memberikan kalori yang
berlebihan.
d) Moderat (tidak berlebihan), artinya makanan tidak berlebihan dalam hal
lemak, garam, gula dan zat lainnya.
e) Bervariasi, artinya makanan yang dikomsumsi berbeda dari hari ke hari
2. Aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik,
mental dan kualitas hidup sehat

21.

Pekerjaan yang dilakukan sehari-hari dapat

mempengaruhi gaya hidup seseorang. Gaya hidup yang kurang menggunakan


aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Dalam
kehidupan yang semakin moderen ini dengan kemajuan teknologi yang mutakhir,
hidup jadi serba mudah bila kalori yang masuk berlebihan dan tidak diimbangi
dengan aktivitas fisik yang akan memudahkan orang mengalami kegemukan.

Meningkatnya kesibukan menyebabkan seseorang tidak lagi mempunyai waktu


yang cukup untuk berolah raga secara teratur
3. Pemantauan berat badan
Pemantauan berat badan penting untuk dilakukan secara berkala. Karena berat
badan merupakan indikator yang mudah dalam menetukan status gizi seseorang.
Perubahan berat badan akan mengindikasikan status kesehatan. Sangat penting
bagi individu untuk mempertahankan berat badan ideal. Karena dengan berat
badan yang ideal, maka status kesehatan yang optimal dapat diraih. Pemantauan
berat badan secara berkala akan menjadi tindakan preventif terhadap obesitas
maupun KEK
4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Kebiasaan hidup bersih pada remaja harus ditanamkan sejak kecil, terutama
mengenai cuci tangan sebelum makan, menjaga kebersihan mulut dan gigi,
menutup makan dengan tudung saji, memilih jajanan makanan minuman yang
aman, tidak banyak lemak serta tidak terlalu manis dan terlalu asin . Selain pola
hidup bersih khusus untuk remaja, juga perlu diperhatikan pola hidup sehat, seperti
tidak tidak merokok, tidak menggunakan narkoba dan tidak mengkomsumsi
minuman beralkohol. Remaja harus selalu diingatkan akan bahaya rokok, narkoba
dan minuman beralkohol. Semua itu akan berpengaruh pada pola makan yang
tidak ber-Gizi Seimbang dan merugikan kesehatan
Konferensi Gizi Internasional yang dilakukan di Roma pada tahun 1992
merekomendasikan agar setiap negara menyusun Pedoman Gizi Seimbang (PGS)
untuk mencapai dan memeliharan kesehatan dan kesejahteraan gizi (nutritional
well-being)19. Indonesia saat itu menghadiri dan menandatangani rekomendasi
tersebut. Jadilah Indonesia menyusun PGS tersebut dan menjabarkannya sebagai
13 pesan dasar yang disebut Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS). Kemudian
PUGS ini dikeluarkan oleh Direktorat Gizi, Depkes pada tahun 1995. Ketiga belas
pesan dasar gizi seimbang tersebut adalah:
a. Makan makanan yang beraneka ragam
b. Makan makanan sesuai dengan kebutuhan energi

c. Makan makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan


d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.

energi
Makan makanan sumber lemak seperempat dari kebutuhan energi
Konsumsi garam beryodium
Konsumsi makanan sumber zat besi
Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 6 bulan
Sarapan pagi
Konsumsi air bersih, aman dan cukup jumlahnya
Menghindari minuman beralkohol
Makan makanan yang aman bagi kesehatan
Membaca label pada makanan berkemasan
Aktivitas dan olahraga teratur

DAFTAR PUSTAKA
1. Depkes, Poltekes. Kesehatan Remaja Problem Dan Solusinya. Jakarta : PT
Salemba Medik. 2010
2. Mc. Williams, Margareth. Nutrition For The Growing Years, 4th Edition. 1986.
3. Rody Rolfes, Sharon, et all. Life Span Nutrition. 1990
4. I. Ricket, Voughn. Adolescent Nutrition. 1996
5. MB, Arisman. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC. 2003
6. Sulaeman, Dadang. Psikologi Remaja. Bandung : Rosdakarya. 1995
7. Proverawati, A. Ilmu Gizi Untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan. Yogyakarta:
PT Muha Medika. 2010
8. Koko. Masalah Gizi pada Remaja. Blog Himpunan Mahasiswa Bontang.
http//www.hmb.blogspot. com. Diakses tanggal 14 Desember 2011
9. Sayogo, Savitri. Gizi Remaja Putri. Jakarta : Universitas Indonesia. 2004
10. Jeong A. Kim, et all. Dietary Pattern And Metabolic Syndrome In Korean
Adolescent. Korean National Health And Nutritional Survey. Diabetes Care.
Volume 30. Number 7, July 2007. At http//www.nutritionj.com Diakses pada
tanggal 15 November 2011
11. Lena Hallstrom, et all. Breakfast Habits and Factors Influencing Food Choices
at Breakfast in Relation to Socio-demographic and Family Factors Among
European Adolescents. The HELENA Study. Appetite Volume 56, Issue 3, June
2011, Pages 649-657. At http//www.j.appet.com. Diakses tanggal 17 November
2011
12. Cara S. DeJong, Frank J. van Lenthe, Klazine van der Horst,
Anke Oenema. Environmental and Cognitive Correlates of Adolescent

Breakfast Consumption. Preventive Medicine: Volume 48, Issue 4, April


2009,Pages 372-377. At http//www.preventivemedicine.com. Diakses pada
tanggal 15 November 2011
13. Michael J. Merten PhD, Amanda L. Williams, Lenka H. Shriver. Breakfast
Consumption in Adolescence and Young Adulthood: Parental Presence,
Community Context, and Obesity. Journal of the American Dietetic Association
Volume 109, Issue 8, August 2009, Pages 1384-1391. At http//www.jada.com.
Diakses pada tanggal 17 November 2011
14. Ruka Sakamaki, Rie Amamoto,Yoshie Mochida, Naotaka Shinfuku and
Kenji Toyama. A comparative Study of Food Habits and Body Shape
Perception of University Students in Japan and Korea. Nutrition Journal. 2004.
At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011
15. Kerri N Boutelle, Jayne A Fulkerson, Dianne Neumark-Sztainer, Mary Story and
Simone A French. Fast food for Family Meals: Relationships With Parent and
Adolescent Food Intake, Home Food Availability and Weight Status. Cambridge
Journal online at http//cambridgejournal.com. Diakses pada tanggal 17
November 2011
16. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesda) Laporan Nasional
2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Depkes
RI.2008
17. Rolland-Cachera MF, Bellisle F, Deheeger M. Nutritional Status and Food
Intake in Adolescents Living in Western Europe. European Journal of Clinical
Nutrition 2000 Mar;54. At http.www.ejcn.com. Diakses pada tanggal 17
November 2011
18. A M Al-Sendi, P Shetty and A O Musaiger. Prevalence of Overweight and
Obesity Among Bahraini Adolescents: a Comparison Between Three Different
Sets of Criteria. European Journal of Clinical Nutrition (2003) 57, 471474. At
http.www.ejcn.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011
19. Lazzeri G, Rossi S, Pammolli A, Pilato V, Pozzi T, Giacchi MV. Underweight
and Overweight Among Children and Adolescents in Tuscany (Italy).
Prevalence and Short-Term Trends. J Prev Med Hyg. 2008 Mar;49(1):13-21. At
http//www.preventivemedicine.com. Diakses pada tanggal 15 November 2011
20. Soekirman. Buku Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama. 2010
21. Almatsier, Sunita. Pinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama .2009
22. Dirjen Bina Kesehatan. Buku Panduan 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta.
2002

23. Mehmet Akman, et all. Eating Patterns of Turkish Adolescents: a CrossSectional Survey. Nutrition Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses
pada tanggal 15 November 2011
24. Faruk Ahmed, Momtaz Zareen, Moududur Rahman Khan, Cadi Pervin Banu,
Mohammed Nazmul Haq and Alan A Jackson. Dietary Pattern, Nutrient Intake
and Growth of Adolescent School Girls in Urban Bangladesh. Public Health
Nutrition (1998), 1: 83-92. At http//cambridgejournal.com. Diakses pada
tanggal 17 November 2011
25. Nadia Gharib, Parveen Rasheed. Energy and Macronutrient Intake and
Dietary Pattern Among School Children in Bahrain: a Cross-Sectional Study.
Nutrition Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15
November 2011
26. Dianne Neumark-Sztainer, Peter J Hannan, Mary Story, Jillian Croll,
Cheryl Perry. Family Meal Patterns: Associations with Sociodemographic
Characteristics and Improved Dietary Intake Among Adolescent. Journal of the
American Dietetic Association. Volume 103, Issue 3 , Pages 317-322, March
2003. At http//www.jada.com. Diakses tanggal 17 November 2011
27. Kerri N Boutelle, Jayne A Fulkerson, Dianne Neumark-Sztainer, Mary Story and
Simone A French. Fast food for Family Meals: Relationships With Parent and
Adolescent Food Intake, Home Food Availability and Weight Status. Cambridge
Journal online at http//cambridgejournal.com. Diakses pada tanggal 17
November 2011
28. Chrisa Arcan, Dianne Neumark-Sztainer, Peter Hannan, Patricia van den Berg,
Mary Story and Nicole Larson. Parental Eating Behaviours, Home Food
Environment and Adolescent Intakes of Fruits, Vegetables and Dairy Foods:
Longitudinal Findings from Project EAT. Public Health Nutrition: 10(11), 1257
1265. 2006. At http//www.phnutrition.com diakses pada tanggal 17 November
2011
29. South-Mediterranean Country: Dietary Patterns, Association With Socioeconomic Factors, Overweight and Blood Pressure. A Cross-Sectional Study in
Tunisia. Nutrition Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses pada
tanggal 15 November 2011
30. Yahia N, Achkar A, Abdallah A, Rizk S. Eating Habits and Obesity Among
Lebanese
University
Students.
Natural
Science
Division.
At
http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November 2011
31. Inger M Oellingrath, Martin V Svendsen and Anne Lise Brantsaeter.
Tracking of Eating Patterns and Overweight - a Follow-up Study of Norwegian

School Children from Middle Childhood to Early Adolescence. Nutrition


Journal 2011. At http//www.nutritionj.com Diakses pada tanggal 15 November
2011
32. Rhonda S. Sebastian, Cecilia Wilkinson Enns,
Joseph D. Goldman. US
Adolescents and MyPyramid: Associations between Fast-Food Consumption
and Lower Likelihood of Meeting Recommendations. Journal of the American
Dietetic Association Volume 109, Issue 2, Pages 226-235, February 2009. At
http//www.jada.com. Diakses pada tanggal 17 November 2011
33. Syam, Sunarti. Perilaku Gizi Seimbang Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan STIK Makassar. Skripsi Tidak diterbitkan. Makassar : STIKMA.
2011
34. Syam, Aminuddin, dkk. Asosiasi Body Image, Perilaku Gizi Seimbang dengan
Status Gizi Mahasiswa Baru FKM Unhas. Laporan penelitian. Makassar : FKM
Unhas. 2011

Anda mungkin juga menyukai