Anda di halaman 1dari 9

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan hal yang penting bagi kelangsungan hidup seseorang (Astuti, 2011).
Keadaan sehat juga merupakan dambaan setiap orang. Menurut WHO (1948), sehat adalah suatu
keadaan yang utuh dari keadaan fisik, mental, dan sosial yang baik dari seorang individu, tidak
hanya dari ada atau tidaknya penyakit. Untuk mencapai tubuh yang sehat itu, pastinya ada unsur
yang menunjang atau yang mempengaruhi, salah satunya yaitu Nutrisi. Nutrisi sangat penting bagi
manusia karena merupakan kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup. Nutrisi dan gizi kesehatan
secara keseluruhan dapat didefinisikan sebagai makanan yang dapat dikonsumsi manusia untuk
memelihara tubuh mereka (Bloomfield, 2012). Nutrisi sendiri atau biasa disebut juga dengan gizi
ialah suatu proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan
menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas tubuh serta dikatakan sebagai ilmu tentang
makanan, zat-zat gizi dan zat lain yang terkandung, yang berhubungan dengan kesehatan dan
penyakit (Chandra, 2009). Selain itu, nutrisi juga merupakan elemen penting dalam fungsi dan
proses yang ada di tubuh. Misalnya saja nutrisi ini dibutuhkan pada proses kerja biologi maupun
kimia yang ada di tubuh seperti memeperbaiki atau mengganti sel tubuh yang rusak atau mati, untuk
penyediaan energi tubuh saat melakukan aktivitas sehari-hari. Jadi, gizi adalah suatu proses
penggunaan makanan yang dikonsumsi secara normal oleh suatu orgaisme melalui proses digesti,
absorbs, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan
untuk tubuh guna mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
serta menghasilkan energi (Proverawati & Wati, 2010b).
Kehidupan seseorang sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang dimiliki. Karena kebutuhan
nutrisi ini diperlukan sehari-hari oleh tubuh, tetapi jumlahnya mungkin juga berbeda dari setiap
orang bergantung dengan karakteristiknya masing-masing. Seperti jenis kelamin, usia, dan aktivitas
yang dilakukan. Oleh karena itu, dalam memenuhi nutrisi perlu diperhatikan juga zat gizi yang
terkandung di dalam makanan yang dikonsumsi (nutrient). Nutrient atau zat gizi ini merupakan
suatu zat kimia yang ditemukan di dalam makanan dan diperlukan agar tubuh dapat berfungsi
dengan baik. Zat gizi juga merupakan unsur nutrisi yang sangat penting karena zat ini memberikan
fungsi tersendiri bagi nutrient (Bloomfield, 2012). Nutrient yang diperlukan antara lain ada 6 yaitu
karbohidrat, protein, lemak, air, mineral dan vitamin. Dalam zat gizi dikelompokkan menjadi
kelompok makro dan kelompok mikro. Zat gizi juga dapat dikelompokkan menjadi essensial dan
non essensial yang memiliki fungsi sebagai sumber energi, pertumbuhan, dan pengatur proses
metabolism di dalam tubuh (Proverawati & Wati, 2010b). Kebutuhan nutrisi seseorang tidak akan
berfungsi secara optimal apabila zat gizi yang terkandung tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Demikian juga dengan kandungan gizi, jika gizi yang terkandung di dalam suatu makanan itu cukup
untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, maka akan memeberikan nilai yang optimal bagi tubuh.
Dukungan nutrisi yang optimal membuat daya tahan tubuh meningkat sehingga akan
meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit. Jadi nutrisi yang kita makan haruslah
mengandung zat gizi atau nutrient esensial yang seimbang. Jika nutrient yang dikonsumsi itu buruk,
misalnya saja dikonsumsi tiga kali dalam sehari dan itu selama puluhan tahun, maka ada
kemungkinan menjadi racun dan menjadi penyakit di kemudian hari. Dengan demikian akan
muncul berbagai masalah terkait dengan nutrisi. Masalah-masalah yang bisa muncul karena nutrisi
misalnya kekurangan energi dan protein (KEP) atau malnutrisi, obesitas, anemia gizi besi (AGB),
kekurangan vitamin A (KVA), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) (Proverawati & Wati,
2010b).
Masalah kesehatan di suatu daerah atau negara bisa diketahui dengan menggunakan
parameter status gizi. Salah satu masalah utama kesehatan di negara berkembang adalah masalah
gizi yaitu (KEP) kurang energi protein (Proverawati & Wati, 2010b). Menurut WHO, secara global
keadaan nutrisi sangatlah ekstrem, mulai dari kekurangan hingga kelebihan nutrisi. Kekurangan
nutrisi menjadi penyebab adanya kasus kematian sebanyak 3,5 juta tiap tahun di seluruh dunia,
terutama pada anak dan ibu hamil (Nolan, Deehan, Wylie, & Jones, 2012). Sedangkan pada kasus
obesitas juga meningkat dari anak-anak sampai dewasa di dunia. Begitu pula dengan Indonesia,
yang juga menghadapi masalah atau tantangan yang sama dalam hal masalah gizi. Hingga saat ini
prevalensi masalah gizi di Indonesia masih cukup tinggi, terutama masalah malnutrisi dan obesitas.
Masalah gizi tersebut banyak terjadi di hampir semua usia, tetapi yang paling banyak terjadi di usia
balita (Larsen, Mandleco, William, & Tiedeman, 2006).

Menurut data dari Global Nutrition Report tahun 2014, Indonesia termasuk negara yang
memiliki masalah gizi yang kompleks. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya prevalensi stunting
(tinggi badan lebih pendek dari tinggi badan yang sesuai umurnya), wasting (penurunan berat badan
berlebihan), dan masalah gizi lebih. Menurut Riskesdes pada tahun 2013, prevalensi gizi kurang
pada balita meningkat menjadi 19,6% ( tahun 2007 sebanyak 18,4% dan tahun 2010 sebanyak
17,9%), obesitas 26,6% (lebih tinggi daripada saat tahun 2007 (18,8%), dan yang paling banyak
yaitu masalah tinggi badan yang kurang dari normalnya yaitu sebanyak 37,2% (Kemenkes RI,
2015).

TUJUAN

Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan peran konsep nutrisi dalam keilmuwan
keperawatan, dimana konsep nutrisi dalam keilmuwan keperawatan merupakan suatu hal yang
penting. Mengingat konsep nutrisi ini akan berpengaruh terhadap proses penyembuhan dalam
perawatan. Sehingga sebagai seorang perawat harus memiliki pengetahuan dan dasar-dasar
keilmuwan yang baik dalam konsep pemahaman nutrisi agar dalam proses perawatan pasien dapat
berjalan dengan baik karena mampu dan mengerti konsep perawatan dalam nutrisi pasien.

Kebanyakan perawat masih belum mengerti dan memahami konsep nutrisi dalam
pemenuhan kebutuhan manusia di setiap fase pertumbuhan dan perkembanggan. Sehingga sebagian
besar dari perawat memiliki tingkat pengetahuan yang rendah dalam memahami konsep nutrisi dan
penerapannya. Karena pada umumnya mereka menganggap bahwa pemberian nutrisi pada pasien
merupakan tugas dari ahli gizi sehingga kebanyakan perawat tidak terlalu fokus pada aspek nutrisi,
padahal apabila di review ulang perawat memiliki kontribusi yang besar dalam aspek pemenuhan
nutrisi pada pasien. Misalnya saja perawat mengarahkan pemahaman pasien dengan masalah yang
berkaitan erat dengan nutrisi seperti obesitas maupun mal nutrisi yang baru baru ini sering terjadi.

Penyimpangan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi memunculkan berbagai macam penyakit


seperti obesitas dan kekurangan nutrisi. Dua penyakit ini sangat berlawanan akan tetapi masih
banyak ditemukan. Kedua masalah tersebut akan dibahas dan diidentifikasi dalam artikel ini karena
merupakan penyakit yang berhubungan erat dengan konsep nutrisi. Selain itu artikel ini akan
memaparkan peran perawat sebagai pendidik kepada pasien terkait nutrisi. Karena sebagai seorang
perawat, banyak hal yang harus dilakukan termasuk peran perawat sebagai edukator atau sebagai
pendidik kepada pasien dengan masalah nutrisi. Dimana perawat harus terjun langsung dan
memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan bagaimana cara penanggulangannya.

METODE
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsep nutrisi sangat berperan dalam ilmu keperawatan dan berpengaruh dalam proses
keperawatan seperti untuk mencapai tujuan dan kepuasan gizi pasien. Peran konsep nutrisi dalam
ilmu keperawatan yaitu mendeteksi gizi yang merupakan kunci utama meminimalkan kegagalan
dalam praktik. Konsep nutrisi ini berperan dalam perawatan salah satunya perawatan intensif yang
menderita kurang gizi karena penilaian yang buruk. Berdasarkan hasil penelitian (Johansson,
Nyirenda, Johansson, & Loreflt, 2011) kemampuan perawat ICU Yordania diuji dengan menilai
status gizi pasien sakit kritis serta mempertimbangkan langkah-langkah biofisik dan biokimia. Oleh
karena itu, konsep nutrisi juga dapat diterapkan dalam menilai status gizi pasien sehingga
meminimalkan masalah gizi, seperti penyakit kritis,seperti anoreksia, metabolisme hiperatrofi otot,
hati, ginjal, saluran pencernaan jantung, gangguan sel dimediasi kekebalan, kerentanan terhadap
infeksi, penyembuhan luka yang buruk, anemia, hingga kematian. Selain itu berdasarkan hasil
penelitian (Johansson et al., 2011) konsep nutrsi dapat diterapkan oleh perawat dalam perawatan
intensif untuk mempertahankan status gizi pasien pada tingkat yang optimal dan lebih dekat ke
tujuan gizi.
Konsep nutrisi sendiri terdapat konsep gizi seimbang dan konsep gizi buruk dimana kedua
konsep ini merupakan prinsip dasar dari pemenuhan kebutuhan nutrisi itu sendiri. Dalam
pemenuhan nutrisi untuk setiap tahapan pasti akan berbeda-beda tergantung dengan kebutuhan
tahap kembang dalam setiap fase kehidupan. Misalnya saja tingkat kebutuhan nutrisi untuk bayi
dan lansia pasti akan berbeda ataupun kebutuhan nutrisi remaja dengan balita akan berbeda pula.
Hal ini dikarenakan adanya pernyataan gizi seimbang, dimana gizi seimbang ini harus disesuaikan
dengan tahapan proses tumbuh kembang manusia agar dalam setiap tumbuh kembangnya,
kebutuhan nutrisi bisa terpenuhi dengan baik. Apabila pemenuhan nutrisi tidak sesuai dengan
tahapan dan proses tumbuh kembang manusia, maka dikawatirkan akan munculnya berbagai
macam penyakit berkaitan dengan pemenuhan nutrisi baik kelebihan ataupun kekurangan nutrisi.
Gizi seimbang pada bayi, prinsipnya kebutuhan gizi pada bayi pasti akan berbeda dengan
kebutuhan gizi pada anak dan juga dewasa. Bayi memerlukan karbohidrat dengan bantuan amilase
untuk mencerna bahan makanan yang berasal dari zat pati (Proverawati & Wati, 2010a). Bayi
mendapatkan protein dan lemak utamanya dari Asi yang diberikan oleh ibu setiap harinya ataupun
susu formula sebagai pengganti ASI. Sedangkan gizi seimbang untuk dewasa adalah dengan
memenuhi kebutuhan kuantitas gizi sesuai dengan kebutuhan faal tubuh. Karena pada usia dewasa
kebutuhan akan unsur-unsur gizi sudah agak konstan, kecuali apabila dalam tubuhnya terdapat
penyakit atau faktor pembawa dalam tubuhnya.
Gizi seimbang pada lansia, prinsipnya pada saat seseorang telah menginjak usia lanjut maka
sistem metabolisme dalam tubuh tidak sebaik ketika remaja. Sistem metabolisme dalam tubuh telah
banyak mengalami penurunan termasuk penurunan fisiologis organ organ pencernaan yang setiap
hari bekerja untuk menyerap nutrisi yang masuk. Sehingga pada lansia pemenuhan kebutuhan gizi
dan nutrisinya akan menurun atau mengalami perubahan porsi makan dari yang tadinya banyak
semakin kesini akan semakin sedikit. Tidak jarang lansia akan mengalami beberapa masalah dalam
proses penyerapan nutrisi dan fungsi organ cerna yang semakin hari semakin memburuk.
Kurangnya pemahaman perawat dalam konsep nutrisi ini akan menyebabkan
ketidaklancaran dalam proses keperawatan karena pemenuhan nutrisi pada manusia termasuk dalam
kebutuhan dasar manusia yang masuk dalam proses asuhan keperawatan. Dimana apabial seorang
perawat memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik maka perawat bisa memberikan masukan
dan pemahaman yang benar kepada pasien terkait dengan masalah nutrisi.
Hasil penelitian (Johansson et al., 2011) ketidakseimbangan dalam praktik keperawatan
memberikan kontribusi untuk mengembangkan kekurangan serius dan komplikasi karena
kurangnya pedoman. Berdasarkan penelitian tersebut, faktor yang harus dikembangkan salah
satunya faktor pengetahuan. Pengetahuan sangat dibutuhkan dalam mencapai peran konsep nutrisi
dalam ilmu keperawatan. Walaupun ahli gizi tersedia di sebagian besar rumah sakit, perawat sering
memegang tanggung jawab untuk mendeteksi awal bagaimana gizi seimbang dan menilai gizi dari
pasien yang dirawat. Namun perawat masih kurang dalam keahlian dan pelatihan dalam mengatasi
masalah gizi. Pengetahuan konsep nutrisi berpengaruh untuk perawat dalam menjaga terapi nutrisi
yang optimal sehingga dibutuhkan penekanan peran pelatihan konsep nutrisi untuk meningkatkan
kompetensi profesional perawat dalam mengatasi masalah nutrisi. Pendidikan gizi bagi staf perawat
dapat meningkatkan pengetahuan gizi, kesediaan untuk melakukan penilaian gizi, dan kepercayaan
diri dalam melakukan penilaian. Penelitian baru menemukan pengetahuan gizi yang tidak memadai
antara ketiga dan keempat tahun mahasiswa keperawatan dan dapat disimpulkan bahwa pendidikan
gizi ditingkatkan dalam kurikulum keperawatan yang dibutuhkan (Yalcin et al., 2013). Perawat
tidak setuju saat perawat memiliki banyak pengetahuan tentang konsep nutrisi sedangkan perawat
memiliki tugas dalam proses keperawatan salah satunya mengawasi stasus nutrisi. Sebaliknya,
program pendidikan gizi dapat ditawarkan sebagai bagian dari pendidikan berkelanjutan bagi
perawat di tempat kerja dan akademik. Selain itu, pendidikan gizi bagi perawat dapat meningkatkan
partisipasi perawat dalam konseling gizi pasien dan dapat menjadi kekuatan untuk perubahan pasien
serta sumber kepuasan pasien (Sargent, Forrest, & Parker, 2012).

Malnutrisi dan Obesitas

Menurut hasil penelitian dari beberapa jurnal bahwa sebagian perawat mendeskripsikan
anak yang mengalami kekurangan gizi merupakan anak yang memiliki berat dan tinggi badan jauh
dibawah standar devisiasi normal. Metode yang dilakukan untuk menganalisis masalah tersebut
sangat beragam, misalnya dengan cara pengukuran berat badan menggunakan grafik berat badan
dengan batas berat badan yang ditandai dengan jelas. Berat badan yang diukur ditandai dan
diidentifikasi yang tergolong underweight ( berat badan dibawah normal). Mereka juga menhitung
tinggi badan yang berhubungan dengan berat badan yang telah ditetetapkan oleh organisasi
kesehatan dunia (WHO).

Penggambaran edema sebagai kriteria independen untuk mendeteksi kekurangan gizi.


Setelah diidentifikasi anak-anak yang kekurangan gizi, peserta dijelaskan betapa pentingnya untuk
mengetahui pasien yang memiliki nutrisi dibawah normal dan bagaimana pengobatan yang cocok
diberikan kepada anak- anak yang memiliki nutrisi yang kurang. Serta menginformasikan kepada
orang tua merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap anak
yang mengalami mal nutrisi.
Para partisipan merasa bahwa dengan menggunakan metode yang berbeda dalam
menghadapi pasien malnutrisi tersebut memiliki banyak keuntungan. Mereka menggunakan
gambar, lagu, drama, dan pelajaran memasak. Beberapa dari partisipan menkankan pemberian
dorongan terhadap orang tua untuk mengatur nutrisi yang diberikan kepada anaknya. Salah satunya
yaitu dengn menggunakan gambar untuk memberikan gambaran tentang isu yang berkembang
mengenai nutrisi tersebut (Johansson et al., 2011). Sebuah isu sentral dalam pendidikan untuk
pencegahan gizi buruk adalah penggunaan sumber daya yang tersedia. Perawat merasa sebagian
besar orang desa tidak memiliki uang untuk membeli makanan dengan nutrisi yang baik , namun di
desa biasanya memiliki tanah yang luas untuk ditanami bahan makanan pokok yang bisa untuk
dimakan dan memenuhi kebutuhan gizi mereka. Perawat disini berperan untuk memberitahukan
kepada pasien jenis-jenis tumbuhan dan bahan makanan pokok apa saja yang bisa memenuhi
kebutuhan nutrisi.

Perawat menemukan promosi keluarga berencana menjadi salah satu intervensi terhadap
kasus mal nutrisi sehingga seharusnya para orang tua harus memiliki pengetahuan mengenai
keluarga berencana. Mayoritas ibu melahirkan anak dengan tidak memperhatikan jarak diantara
hamil anak pertama dan kedua sehingga anak yang dilahirkan pemenuhan gizinya tidak akan
optimal. Misalnya usia anak pertama masih 2 bulan tetapi sang ibu hamil lagi, ini akan membuat
proses pemberian ASI tidak akan maksimal serta optimal untuk kedua anak tersebut. Mereka
menyebutkan aspek budaya dan ketidaktahuan bisa berkontribusi untuk praktek menyusui yang
tidak menguntungkan selama kehamilan. Dengan demikian, para perawat berpikir bahwa
pendidikan tentang ASI juga merupakan masalah penting dan masalah ini adalah alasan lain untuk
memberikan pendidikan tentang KB. Perawat menjelaskan bahwa banyak orang tinggal sangat jauh
dari fasilitas kesehatan, dan hasilnya angka kematian balita yang tinggi. Perawat merasa bahwa, jika
mereka pergi ke desa-desa, mereka bisa lebih memahami jenis masalah yang dihadapi kebanyakan
penduduk desa dengan demikian mereka dapat langsung berurusan dengan penduduk desa dan
memberikan pelayanan kesehatan.

Peran nutrisi selain dapat menyebabkan mal nutrisi jika pemenuhan nutrisi sangat kurang juga
sebaliknya apabila pemenuhan nutrisi berlebihan atau diluar batas normal maka akan menyebabkan
timbulnya obesitas. Obesitas ini juga menjadi masalah yang cukup sering dialami di masyarakat.
Menurut hasil penelitian salah satu jurnal yang membahas obesitas ditemukan bahwa penderita
obesitas harus diberikan bimbingan dan pendekatan langkah demi langkah untuk membuat
pemenuhan nutrisi sehari-hari sesuai denngan kebutuhan kalori tubuh. Faktor-faktor yang
mempengaruhi peran perawat yaitu keyakinan mereka bahwa manajemen obesitas merupakan
bagian dari manajemen penyakit dan promosi kesehatan kepercayaan diri mereka dalam
keterampilan komunikasi mereka sendiri dan kemampuan untuk membangun hubungan dengan
pasien; memiliki pelatihan menghadiri dan didukung untuk mengambil waktu tambahan untuk
manajemen obesitas. Rendahnya pengetahuan mengenai bagaimana perawatan terhadap penderita
obesitas menjadi masalah yang cukup besar sehingga dalam penaganan terhadap masalah obesitas
ini sering diabaikan.

Faktor-faktor negatif lain yang mempengaruhi peran kecukupan dan legitimasi mereka
termasuk ambivalensi mereka tentang efektivitas intervensi yang ditawarkan. Kurangnya prioritas
untuk manajemen obesitas dalam praktek seperti kekurangan waktu, beban kerja dan kurangnya
kejelasan tentang protokol dan peran dalam praktek. Banyak perawat percaya bahwa mereka
memiliki keterampilan untuk mempengaruhi orang dalam menurunkan berat badan mereka karena
seperti yang kita ketahui bahwa obesitas dapat meningkatkan resiko terserang macam macam
penyakit seperti jantung coroner, DM dan lain sebagainya. Kesuksesan dalam komunikasi yaitu
dengan adanya motivasi tambahan bagi penderita obesitas untuk dapat menurunkan berat badan
mereka. Kebanyakan perawat merasa secara teoritis bahwa itu peran mereka untuk mengelola
obesitas sebagai bagian dari penyakit kronis mereka manajemen dan promosi kesehatan
mengirimkan, tapi ini adalah bertentangan dengan peran agak terbatas mereka dijelaskan. Hal ini
mendorong bahwa banyak perawat merasa bahwa mereka memiliki keterampilan komunikasi yang
diperlukan untuk membuka topik dengan pasien, tujuan bernegosiasi dan membangun hubungan.
Namun, perawat yang merasa paling positif tentang peran mereka adalah orang-orang yang
memiliki dan menerima pelatihan tentang obesitas dan punya waktu untuk menggunakan
pengetahuan ini dan keterampilan dengan pasien dalam konsultasi atau dalam kelompok. Hal ini
mencerminkan penelitian sebelumnya, yang memiliki juga menunjukkan bahwa perawat yang
berada pada klinik penurunan berat badan merasa paling positif tentang efektivitas dan percaya diri
dalam peran mereka (Nolan et al., 2012).

Peran Perawat dalam Masalah nutrisi

Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dari masyarakat sesuai dengan
kedudukannya di masyarakat. Peran perawat adalah seperangkat tingkah laku yang dilakukan oleh
perawat sesuai dengan profesinya (Kusnanto, 2003). Dari definisi tersebut dapat kita ketahui bahwa
tugas perawat sangat penting terhadap pemenuhan nutrisi di dalam masyarakat. Masalah yang
muncul tentang nutrisi banyak disebabkan oleh ketidaktahuan masyarakat tentang pentingnya
pemenuhan nutrisi dan bagaimana mengatur nutrisi agar juga tidak melebihi batas normal. Oleh
karena itu peran perawat dengan pendekatan edukatif merupakan cara yang efektif untuk mengatasi
masalah nutrisi yang terjadi di masyarakat.
Menurut (Proverawati & Wati, 2010a) dalam menghadapi masalah nutrisi perawat
mempunyai beberapa peran yaitu membina hubungan terapeutik, sebagai advokat keluarga, peran
dalam promosi kesehatan, serta memberikan pendidikan kesehatan, memberikan konseling dan
dukungan, pemberi asuhan keperawatan, peran sebagai kolaborator, dan peran sebagai pengambil
keputusan etik. Menurut jurnal Perawat dan Gizi: Sebuah Survei Pengetahuan dan Sikap Mengenai
Penilaian Nutrisi dan Perawatan Pasien Lansia Rawat Perawat memiliki banyak pengetahuan gizi."
Program pendidikan gizi dapat memperbaiki situasi ini. pendidikan gizi tidak perlu dibatasi untuk
tingkat sarjana. Sebaliknya, program pendidikan gizi dapat ditawarkan sebagai bagian dari
pendidikan berkelanjutan bagi perawat di tempat kerja dan pengaturan akademik. Pengaruh
pendidikan gizi pada pengetahuan dan sikap tentang gizi perawat dapat diuji secara efisien dengan
uji klinis secara acak. Selain itu, pendidikan gizi bagi perawat dapat meningkatkan partisipasi
perawat dalam konseling gizi pasien dan dapat menjadi kekuatan untuk perubahan pasien serta
sumber kepuasan pasien (Sargent et al., 2012).

Menurut jurnal Meningkatkan Nutrisi Dan Hidrasi Di Rumah Sakit: Tanggung Jawab
Perawat Peran perawat dalam memenuhi nutrisi dan hidrasi kebutuhan pasien bervariasi dan
mungkin termasuk skrining gizi dan penilaian, dan rujukan ke ahli gizi. Peran ini juga melibatkan
memberikan saran nutrisi yang akurat, membantu pasien dengan pemilihan makanan sehat dan
mendapatkan atau mendelegasikan tindakan yang tepat ketika pasien tidak dapat memenuhi
kebutuhan gizi mereka. Pada umumnya tujuan dari pendidikan gizi yang dilakukan oleh perawat
yaitu untuk membuat sekelompok masyarakat sadar akan pentingnya gizi bagi kehidupan. Sehingga
perawat disini membatu untuk mengubah sikap dan tindakan ke arah kesadaran untuk melakukan
pemenuhan kebutuhan gizi agar terciptanya keseimbangan nutrisi.

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, H. W. (2011). Ilmu Gizi Dalam Keperawatan. (P. B. Prakoso & H. P. R Hadi Prayetno, Eds.)
(1st ed.). Jakarta: CV. Trans Info Media.
Bloomfield, J. (2012). Learning zone Improving nutrition and hydration in hospital: the nurse s
responsibility, 26(34).
Chandra, B. (2009). Ilmu Kedokteran & Pencegahan Komunitas. (Hu. Murtaqin & W. K. Nirmala,
Eds.) (1st ed.). Jakarta: Buku Kedokteran GEC.
Johansson, M., Nyirenda, J. L. Z., Johansson, A., & Loreflt, B. (2011). Perceptions of Malawian
Nurses about Nursing Interventions for Malnourished Children and Their Parents, 29(6), 612
618. Retrieved from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3259724/
Kemenkes RI. (2015). Infodatin - Situasi dan Analisis Gizi. Kmemenkes RI, Pusat Data Dan
Informasi. Jakarta Selatan: 2015.
Kusnanto. (2003). Pengantar Profesi Dan Praktik Keperawatan Professional. (M. Ester, Ed.) (1st
ed.). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Larsen, L., Mandleco, B., William, M., & Tiedeman, M. (2006). Childhood obesity: Prevention
practices of nurse practitioners. Amerika Academy Nurses Practicient, 10.
http://doi.org/10.111/j1745-7599.2006.00105.x
Nolan, C., Deehan, A., Wylie, A., & Jones, R. (2012). Practice nurses and obesity: professional and
practice-based factors affecting role adequacy and role legitimacy, (January), 353363.
http://doi.org/10.1017/S1463423612000059
Proverawati, A., & Wati, erna kusuma. (2010a). Ilmu Gizi Untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan.
(N. @rt Team, Ed.) (1st ed.). yogyakarta: Muha Medika.
Proverawati, A., & Wati, E. K. (2010b). Ilmu Gizi Untuk Keperawatan Dan Gizi Kesehatan. (N.
Team, Ed.) (1st ed.). Bantul, Yogyakarta: Muha Medika.
Sargent, G. M., Forrest, L. E., & Parker, R. M. (2012). Obesity Comorbidity / Treatment Nurse
delivered lifestyle interventions in primary health care to treat chronic disease risk factors
associated with obesity: a systematic review, (December), 11481171.
http://doi.org/10.1111/j.1467-789X.2012.01029.x
Yalcin, N., Cihan, A., Gundogdu, H., Ocakci, A., Faculty, N., Hospital, A. T., & Sciences, H.
(2013). Nutrition Knowledge Level of Nurses, 7(1), 99108. Retrieved from
http://www.hsj.gr/medicine/nutrition-knowledge-level-of-nurses.pdf

Anda mungkin juga menyukai