Anda di halaman 1dari 21

FARMAKOLOGI DALAM KEPERAWATAN

KONSEP DASAR DAN PENANGANAN KERACUNAN


GAS KARBONDIOKSIDA (CO2)

MAKALAH

Oleh
Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
FARMAKOLOGI DALAM KEPERAWATAN
KONSEP DASAR DAN PENANGANAN KERACUNAN
GAS KARBONDIOKSIDA (CO2)

MAKALAH

diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Farmakologi Dalam Keperawatan


dengan dosen Ns.Mulia Hakam, S.Kep.,M.Kep

Oleh

1. Findasari NIM 152310101063


2. Nuri Sinta Wirawati NIM 152310101069
3. Surtiani Dewi NIM 152310101075
4. Putri Hidayatur Rochmah NIM 152310101074
5. Dwi Ayu Sita Rasmi NIM 152310101155
6. Kezia Ria Kristanti NIM 152310101157
7. Nadia Farah Meidina NIM 152310101158
8. Mochammad Bayu Affandi NIM 152310101165
9. Alfy Meilinda Hapsari NIM 152310101168
10. Zulfa Alfania NIM 152310101170

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

ii
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliahFarmakologi


Dalam Keperawatan. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak
yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan serta jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan saran.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya.
Aamiin.

Jember, November 2016

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL .................................................................................... ii

PRAKATA ................................................................................................... iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iv

BAB 1. PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2

1.3 Tujuan .............................................................................................. 3

1.3.1 Tujuan Khusus ............................................................................. 3

1.3.2 Tujuan Umum ............................................................................... 3

BAB 2. PEMBAHASAN.............................................................................. 4

2.1 Definisi Gas Karbondioksida (CO2)............................................... 4

2.2 Penyebab Gas (CO2) Menjadi Gas Beracun................................. 5

2.3 Klasifikasi Karbondioksida (CO2)................................................ 7

2.4 Patofisiologi Karbondioksida (CO2)............................................. 10

2.5 Manifestasi Klinis Karbondioksida (CO2)................................... 11

2.6 Penatalaksanaan Dalam Penanganan Karbondioksida (CO2).... 12

BAB 3. PENUTUP........................................................................................ 15

3.1 Kesimpulan....................................................................................... 15

3.1.1 Saran............................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Udara yang kita hirup dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu gas yang
tidak tampak, tidak memiliki bau, tidak berasa dan tidak berwarna. Udara
merupakan campuran beberapa gas yang perbandingannya tidak tetap. Dalam
udara terdapat kandungan oksigen, karbondioksida dan ozon (Rahmi &
Setiawan, n.d.). Karbondioksida (CO2) merupakan jenis senyawa kimia yang
terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom
karbon. Hadir dalam bentuk gas pada suhu standar dan hadir di atmosfer bumi
(Worft, tp, 2005).
Selain itu, gas CO2 yang terlalu berlebihan di bumi dapat mengikat panas
matahari sehingga suhu bumi akan menjadi panas. Pemanasan global di bumi
akibat CO2 disebut juga sebagai efek rumah kaca. Pemanasan global sudah
lama menjadi perbincangan, namun belum juga ada cara yang efektif untuk
menghilangkannya atau setidaknya untuk menguranginya.
Adanya karbondioksida (CO2) yang berlebih di udara dapat mengurangi
kesegaran dan kebersihan udara yang kita hirup. Padahal kebutuhan akan
udara yang bersih dan segar sangatlah besar.
Karbondioksida (CO2) juga bisa menjadi polusi udara apabila kadarnya dalam
udara berlebih yaitu melewati kadar ambang batas yang ditetapkan yaitu 5000
ppm, sehingga dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Gangguan
kesehatan yang ditimbulkan diantaranya yaitu gangguan pernapasan,
keracunan terhadap susunan saraf yang berakibat kelumpuhan atau mengalami
gangguan keterbelakangan mental. Bahkan dalam kadar tertentu akan
membunuh hewan-hewan yang ada di bumi (Rahmi & Setiawan, n.d.).
Bumi merupakan tempat makhluk hidup tinggal dimana setiap harinya gas
CO2 dihasilkan baik dari proses pembakaran metabolisme tubuh makhluk
hidup ataupun pabrik-pabrik hasil industri yang menghasilkan konsentrasi CO2
yang tinggi apabila hal ini terus dibiarkan tanpa adanya penanganan maka,
bisa mengakibatkan kualitas udara yang dihirup oleh makhluk hidup setiap

1
harinya menjadi tidak berkualitas sehingga berakibat buruk terutama pada
kesehatan yang menyebabkan keracunan.
Keracunan gas CO2 terjadi apabila seseorang menghirup gas CO2 dengan
kandungan konsentrasi CO2 yang melewati ambang batas sehingga
menyebabkan asfiksia. Maka dari itu diperlukan pengetahuan yang baik terkait
dengan penanganan gas CO2 dalam kehidupan sehari-hari agar tidak berakibat
keracunan gas, mengingat gas CO2 merupakan salah satu bahan yang menjadi
hasil proses pembakaran metabolisme oleh manusia, tumbuhan dan hewan
setiap harinya. Sehingga kadar konsentrasi gas CO2 selalu ada dan bertambah
dalam udara di bumi setiap harinya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut.
1. Apa definisi gas karbondioksida (CO2) ?
2. Apa penyebab gas karbondioksida (CO2) menjadi gas beracun ?
3. Bagaimana klasifikasi karbondioksida (CO2) sebagai gas racun ?
4. Bagaimana patofisiologi dalam penanganan karbondioksida (CO2) sebagai
racun ?
5. Bagaimana manifestasi klinis dalam penanganan karbondioksida (CO 2)
sebagai racun ?
6. Bagaimana penatalaksanaan dalam penanganan karbondioksida (CO2)
sebagai racun ?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Khusus
Memberikan pengetahuan dan pemahaman mengenai konsep dasar serta
penanganan keracunan gas karbondioksida (CO2) bagi pembaca terutama
kepada mahasiswa keperawatan yang meliputi :
1. Mengetahui definisi gas karbondioksida (CO2).
2. Mengetahui penyebab gas karbondioksida (CO2) menjadi gas beracun.
3. Mengetahui klasifikasi karbondioksida (CO2) sebagai gas racun.

2
4. Mengeahui patofisiologi dalam penanganan karbondioksida (CO2)
sebagai racun.
5. Mengetahui manifestasi klinis dalam penanganan karbondioksida
(CO2) sebagai racun.
6. Mengetahui penatalaksanaan dalam penanganan karbondioksida (CO2)
sebagai racun.
1.3.2 Tujuan Umum
Memberikan sumber pengtahuan dan pemahaman kepada pembaca
terutama mahasiswa keperawatan dalam memahami konsep dasar dan
penanganan kasus keracunan gas karbondioksida (CO2) sehingga perawat
memiliki manajemen pengendalian yang baik terhadap pasien dengan
keracunan gas.

3
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Definisi Karbondioksida (CO2)

Karbon dioksida atau (CO2) adalah jenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom
oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Hadir dalam
bentuk gas pada suhu standar dan hadir di atmosfer bumi. Konsentrasi rata-rata
karbon dioksida di atmosfer bumi kira-kira 387 ppm berdasarkan volume
meskipun jumlah ini dapat bervariasi tergantung pada lokasi dan waktu. Karbon
dioksida adalah gas rumah kaca yang penting karena menyerap cahaya inframerah
dengan kuat (Worft, tp, 2005).

Karbondioksida ( CO2 ) tidak berwarna dan tidak berbau. Dalam ruangan tertutup
yang dipenuhi oleh banyak orang konsentrasi karbondioksida akan mencapai
tingkat yang lebih tinggi daripada konsentrasi di udara bebas. NIOSH ( National
Institute for Occupational Safety and Health) menganggap bahwa konsentrasi
udara dalam ruangan yang melebihi 1,000 ppm penanda bahwa ventilasi tidak
memadai. Sedangkan ASHRAE merekomendasikan kadar CO 2 dalam ruangan
tidak melebihi 1,000 ppm ( Wisnu, dkk, 2008 ).

Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuhan, jamur dan


mikroorganisme selama respirasi dan digunakan oleh tumbuhan
selama fotosintesis. Oleh karena itu, karbon dioksida merupakan komponen
penting dalam siklus karbon. Karbon dioksida juga diproduksi sebagai produk
sampingan dari pembakaran bahan bakar fosil. Karbon dioksida anorganik
dikeluarkan dari gunung berapi dan proses geotermal lainnya seperti mata air
panas (Worf, tp, 2005).

Keracunan gas Karbon dioksida adalah keadaan darurat yang menyebabkan


asfiksia dan asidosis sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel
( Triantoro & Hendarto, 2016 ). CO2 dianggap sebagai racun inhalasi yang
potensial. Dalam keadaan berat dapat terjadi kematian. Karbon diksida ( CO2 )
dianggap sebagai racun yang potensial dan dapat menyebabkan asfiksia yang
terjadi karena kurangnya jumlah oksigen pada pernapasan dan pada tahap awal

4
dipercepat karena efek CO2 yang dapat menyebabkan pernapasan semakin cepat
dan dalam.

Karbon dioksida (CO2) adalah suatu gas penting dan dalam kadar yang normal
sangat bermanfaat dalam melindungi kehidupan manusia di bumi. Komposisi
ideal dari CO2 dalam udara bersih seharusnya adalah 314 ppm sehingga jumlah
yang berlebihan di atmosfer bumi akan mencemari udara serta menimbulkan efek
gas rumah kaca – GRK ( Siahaan, 2012 dalam Kirby, 2008). Emisi CO 2 berasal
dari pembakaran bahan bakar fosil merupakan penyebab terbesar sekitar 50% dari
efek GRK (Siahaan, 2012 dalam Puslitbangkim, 2005). Umumnya, pencemaran
yang diakibatkan oleh emisi CO2 bersumber dari 2 (dua) kegiatan yaitu; alam
( natural ), dan manusia (antropogenik ) seperti emisi CO 2 yang berasal dari
transportasi, sampah, dan konsumsi energi listrik rumah tangga. Emisi CO 2 yang
dihasilkan dari kegiatan manusia (antropogenik) konsentrasinya relatif lebih tinggi
sehingga mengganggu sistem kesetimbangan di udara dan pada akhirnya merusak
lingkungan dan kesejahteraan manusia ( Siahaan, 2012 dalam Yoshinori, et al.,
2009).

2.2 Penyebab Gas (CO2) Menjadi Gas Beracun

Karbon dioksida adalah salah satu mediator auto regulasi setempat suplai darah.
Apabila kadar karbon dioksidanya tinggi, kapiler akan mengembang
untuk mengijinkan arus darah yang lebih besar ke jaringan yang dituju. Ion
bikarbonat sangatlah penting dalam meregulasi pH darah. Laju pernapasan
seseorang dipengaruhi oleh kadar CO2 dalam darahnya. Pernapasan yang terlalu
lambat akan menyebabkan asidosis pernapasan,sedangkan pernapasan yang terlalu
cepat akan menimbulkan hiperventilasi yang bisa menyebabkan alkalosis
pernapasan. Walaupun tubuh memerlukan oksigen untuk metabolisme, kadar
oksigen yang rendah tidak akan menstimulasi pernapasan. Sebaliknya pernapasan
distimulasi oleh kadar karbon dioksida yang tinggi. Akibatnya, bernapas pada
udara bertekanan rendah atau campuran gas tanpa oksigen (seperti nitrogen
murni) dapat menyebabkan kehilangan kesadaran. ( Triantoro & Hendarto, 2016 )

5
Kasus keracunan gas karbon dioksida (CO2) umumnya terjadi di dalam ruangan
seperti di dalam mobil, rumah, kantor dan pabrik dengan kondisi jumlah oksigen
(O2) yang lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah karbon dioksida (CO 2).
Kandungan karbon dioksida pada udara normal berkisar antara 0,03% (300 ppm)
sampai dengan 0,06% (600 ppm) yang tergantung pada lokasi. Gas CO 2 dianggap
sebagai racun yang potensial dan dapat menyebabkan asfiksia yang terjadi
karena kurangnya jumlah oksigen pada pernapasan dan pada tahap awal
dipercepat karena efek CO2 yang dapat menyebabkan pernapasan semakin cepat
dan dalam. Gas CO2 yang masuk melalui paru – paru akan didistribusikan ke
darah sehingga menyebabkan ketidakseimbangan asam – basa atau asidosis
dengan deperesi Susunan Saraf Pusat.

Gas CO2 yang masuk melalui paru – paru akan di distribusikan ke darah sehingga
menyebabkan ketidakseimbangan asam – basa atau asidosis dengan depresi
Susunan Saraf Pusat. Konsentrasi CO 2 dalam darah meningkatkan dan bereaksi
dengan air (H2O) membentuk asam karbonat (H2CO3) di dalam darah kemudiam
terpisah menjadi ion hidrogen (H+) dan bikarbonat (HCO3). Kelebihan CO 2
menciptakan suasana asam di dalam darah dan menyebabkan pH darah menjadi
kurang dari 7,35. ( Guais, et all, 2011 ).

Karbon dioksida ( CO2 ) diangkut di darah dengan tiga cara yang berbeda yaitu
cara yang pertama pada kebanyakan CO2 (sekitar 70% – 80%) dikonversikan
menjadiion bikarbonat HCO3− oleh enzim karbonat anhidrasedi sel-sel darah
merah, dengan reaksi CO2 + H2O → H2CO3→ H+ + HCO3−, cara yang kedua
yaitu 5% – 10% larut di plasma, dan cara yang ketiga 5% – 10% diikat
oleh hemoglobin sebagai senyawa karbamino. Hemoglobin merupakan molekul
pengangkut oksigen yang utama pada sel darah merah, mengangkut baik oksigen
maupun karbon dioksida. Namun CO2 yang diangkut hemoglobin tidak terikat
pada tempat yang sama dengan oksigen. Ia bergabung dengan gugus terminal-N
pada empat rantai globin. Namun, karenaefek alosterik pada molekul hemoglobin,
pengikatan CO2 mengurangi jumlah oksigen yang dapat diikat. Penurunan
pengikatan karbon dioksida oleh karena peningkatan kadar oksigen dikenal

6
sebagai efek Haldane dan penting dalam traspor karbondioksida dari jaringan ke
paru-paru. Sebaliknya, peningkatan tekanan parsial CO2 atau penurunan pH akan
menyebabkan pelepasan oksigen dari hemoglobin, dikenal sebagai efek
Bohr ( Triantoro & Hendarto, 2016 ).

Gas CO2 bila konsentrasinya berlebihan bersifat toksik bagi tubuh dan dapat
menurunkan kandungan oksigen yang masuk ke dalam darah. Akibatnya tubuh
kekurangan oksigen (hipoksemia) sehingga mengalami sesak napas hingga hilang
kesadaran. Pada ruangan tertutup seperti di dalam mobil, bisa menyebabkan
akumulasi gas CO2 sehingga risiko kekurangan oksigen meningkat.Jika
kandungan gas CO2 semakin banyak dan terus terhirup, bisa menyebabkan sesak
napas, sakit kepala yang berat, lemah, telinga berbunyi (tinnitus), mual, kesadaran
menurun, tekanan darah tinggi, pernapasan cepat, hingga pingsan, dan bisa
berujung pada kematian.

2.3 Klasifikasi Karbondioksida (CO2)

Karbon Dioksida
Nama IUPAC Karbon dioksida
Nama lain : Gas asam karbonat, karbonat anhidrida, es kering (bentuk padat), zat
asam arang.
Identifikasi Sifat
Nomor CAS 124-38-9 Rumus molekul CO2
PubChem 280 Massa molar 44,0095 (14) g/mol
Nomor EINECS 204-696-9 Penampilan Gas tidak berwarna
NOMOR RTECS FF6400000 Densitas 1.600 g/L (padat)
1,98 g/L (gas)
SMILES C(=O)=O Titik lebur -57 o C (216 K) dibawah
tekanan.
InChl 1/CO2/C2-1-3 Titik didih -78 o C (195 K)
menyumblim

Karbon dioksida memiliki rumus kimia: CO2. senyawa kimia yang terdiri dari dua
atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon. Struktur
dan gambar molekul sebagai berikut :

7
Pada keadaan STP rapatan karbon dioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m³, kira kira
1,5 kali lebih berat dari udara. Molekul karbon dioksida (O=C=O) mengandung
dua ikatan rangkap yang berbentuk linear. Senyawa ini tidak begitu reaktif dan
tidak mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran logam seperti
magnesium. karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna , tidak berbau.
Karbondioksida memiliki titik leleh −57 °C (216 K) (di bawah tekanan), Titik
didih −78 °C (195 K) (menyublim), kelarutan dalam air 1,45 g/L, Keasaman
(pKa) 6,35 dan 10,33 , Viskositas 0,07 cP pada −78 °C, Momen dipol nol.
Karbon dioksida tidak mempunyai bentuk cair pada tekanan di bawah 5,1 atm,
padat pada temperatur di bawah -78 °C. Dalam bentuk padat, karbon dioksida
umumnya disebut sebagai es kering.
a. Pelet kecil dari es kering yang menyublim di udara

b. Struktur kristal es kering

Pada keadaan STP, rapatan karbondioksida berkisar sekitar 1,98 kg/m3 , kira-kira
1,5 kali lebih berat dari udara. Molekul karbondioksida (O=C=O) mengandung

8
dua ikatan rangkat yang berbentuk linier. Ia tidak bersifat dipol. Senyawa ini tidak
begitu reaktif dan tidak mudah terbakar, namun bisa membantu pembakaran
logam seperti magnesium.
Pada suhu -78,510 C, karbondioksida langsung menyublim menjadi padat melalui
proses deposisi. Bentuk padat karbondioksida biasa disebut sebagai “es kering”.
Fenomena ini pertama kali dipantau oleh seorang kimiawan Perancis, Charles
Thilorier, pada tahun 1825. Es kering biasanya digunakan sebagai pendingin yang
relatif murah. Sifat–sifat yang menyebabkannya sangat praktis adalah
karbondioksida langsung menyublim menjadi gas dan tidak meninggalkan cairan.
Penggunaan lain dari es kering adalah untuk pembersih sembur.
Sebagian kecil karbon dioksida yang yang terdapat di atmosfer larut ke dalam uap
air membentuk asam karbonat, yang selanjutnya jatuh sebagai hujan. Gas co2
terdapat di atmosfer dengan jumlah kecil yaitu sekitar 370 ppmv. Dalam jumlah
yang tidak besar ini, gas co2 memainkan peran yang sangat penting dalam
kehidupan di bumi.
Cairan karbondioksida terbentuk hanya pada tekanan diatas 5,1 atm, titik tripel
karbondioksida kira-kira 518 kPa pada -56,60 C. Titik kritis karbondioksida
adalah 7,38 MPa pada 31,10 C. Terdapat pula bentuk amorf karbondioksida yang
seperti kaca ini, disebut sebagai karbonia, dihasilkan dari pelewat bekuan CO2
yang terlebih dahulu dipanaskan pada tekanan ekstrem (40-48 GPa atau kira-kira
400.000 atm) di landasan intan.
Sebagai salah satu GRK, karakteristik khas CO2 adalah tidak mampu ditembus
oleh gelombang terestrial/gelombang panjang/long wave radiation (LWR) yang
berasal dari permukaan bumi. Bersama uap air CO2 menyerap lebih dari 90%
LWR dari bumi (Trewartha and Lyle, 1995). Namun, CO2 masih bisa dilalui
radiasi gelombang pendek (spektum panjang gelombang 0,3-4 m) dari matahari.
Gelombang panjang merupakan gelombang yang diradiasikan oleh benda hitam
(benda dengan suhu di atas 273 K) dengan kisaran spektrum panjang gelombang
4-120 m (Santosa, 2002). CO2 di atmosfer seolah-olah berperan sebagai
perangkap LWR. Semakin besar jumlah CO2 (karbon atmosfer) maka akan
semakin banyak LWR yang terperangkap. Fenomena ini akan diikuti oleh

9
peningkatan proporsi gelombang termal (energi panas) yang dapat diserap oleh
partikel-partikel atmosfer. Peningkatan tersebut selanjutnya akan meningkatkan
suhu (derajat panas) yang merupakan ekspresi dari energi kinetik (gerak) partikel-
partikel atmosfer.
2.4 Patofisiologi Karbondioksida (CO2)

Gas karbon dioksida atau CO2 merupakan hasil pembakaran sempurna bahan
bakar minyak bumi maupun batu bara. Semakin banyaknya kendaraan bermotor,
pabrik, dan pencemaran udara, maka kadar CO2 di atmosfer bumi akan terus
meningkat. Sehingga kandungan CO2 yang berlebihan mampu menyebabkan sinar
inframerah dari matahari akan diserap oleh bumi. Dengan kelebihan sinar
inframerah tersebut tidak bisa dikembalikan ke atmosfer karena terhalang oleh
CO2 yang mengakibatkan suhu di bumi semakin meningkat. Karbon dioksida
merupakan racun inhalasi yang potensial dan apabila dalam keadaan yang cukup
berat mampu menyebabkan kematian, selain iu karbon dioksida dapat
menyebabkan asfiksia karena oksigen untuk pernapasan di udara berkurang.
Gejala kercunan akibat CO2 berbeda-beda, tegantung dengan konsentrasi CO2 di
dalam racun yang masuk ke dalam tubuh. Apabila hampir keseluruhan saluran
atmosfer terdapat CO2 maka akan mengakibatkan efek toksis dari zat racun
tersebut yang ditandai dengan konvulsi, spasme glottis, bahkan koma yang terjadi
secara tiba-tiba bahkan mengakibatkan kematian saat itu juga jika tidak ditolong.
Kandungan karbon dioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% (300ppm)
hingga 0,06% (600 ppm) bergantung pada lokasi. Menurut Otoritas 6
Keselamatan Maritim Australia, "Paparan berkepanjangan terhadap konsentrasi
karbon dioksida yang sedang dapat menyebabkan asidosis dan efek-efek
merugikan pada metabolisme kalsium fosforus yang menyebabkan peningkatan
endapan kalsium pada jaringan lunak. Karbon dioksida beracun kepada jantung
dan menyebabkan menurunnya gaya kontraktil. Pada konsentrasi tiga persen
berdasarkan volume diudara, ia bersifat narkotik ringan dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah, denyut nadi, dan menyebabkan penurunan daya
dengar. Pada konsentrasi sekitar lima persen berdasarkan volume, ia
menyebabkan stimulasi pusat pernapasan, pusing- pusing, kebingungan, dan

10
kesulitan pernapasan yang diikuti sakit kepala dan sesak napas. Pada konsentrasi
delapan persen, ia menyebabkan sakit kepala, keringatan,

2.5 Manifestasi Klinis Karbondioksida (CO2) Dalam Penanganan Racun

Gejala klinis awal keracunan gas CO2 tidak khas, menyerupai banyak gejala
penyakit lain, seperti sakit kepala, mual dan pening, gejala seperti flu, kadang pula
didiagnosis sebagai sindrom viral. Karena itu lebih banyak kasus tidak dilaporkan
akibat tidak dikenali atau tidak terdiagnosis dibandingkan yang berhasil ditangani.
Dengan kejadian seperti di atas maka adalah kewajiban dokter di Indonesia untuk
mampu mengenali dan menangani keracunan CO2. Manifestasi klinis akibat CO2
berdasarkan paparannya:

1. Terhirup
Pada bentuk padat dan cair, karbon dioksida bersifat sangat mudah menguap
sehingga dapat melepaskan gas dengan segara. Pada konsentrasi 2-10% dapat
menimbulkan rasa asam, dyspnea, sakit kepala, vertigo, mual, kesulitan bernafas,
lemah, mengantuk, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung,
peningkatan laju pernafasan. Paparan 10% karbon dioksida selama beberapa
menit dapat menyebabkan gangguan penglihatan, tinnitus, tremor, keringat
berlebih, gelisah, parestesi, kehilangan kesadaran, dan koma. Pada konsentrasi 25-
30 % dapat menyebabkan koma dan konvulsi dalam satu menit. Takikardia dan
aritmia juga mungkin terjadi. Pada konsentrasi 50% dapat menimbulkan gejala
hipokalsemia termasuk spasme karpopedal. Kelebihan karbon dioksida untuk
waktu tidak lebih dari 5 menit dapat menimbulkan efek pada penglihatan berupa
penyempitan area penglihatan, pembesaran blind spot, fotofobia, hilangnya
konvergensi dan akomodasi, berkurangnya adaptasi terhadap gelap, sakit kepala,
insomnia, perubahan kepribadian, sebagian besar depresi dan iritabilitas.
Meskipun terdapat cukup oksigen untuk mencegah terjadinya asfiksia karena
karbon dioksida, konsentrasi tinggi dapat menimbulkan efek berat melalui
gangguan eliminasi normal dari tubuh. Pada mulanya, peningkatan konsentrasi
paparan karbon dioksida menimbulkan peningkatan laju dan kedalaman ventilasi.
Melewati titik tertentu, dapat berbalik menjadi hipoventilasi yang menghasilkan

11
pernafasan asidosis. Kematian karena asfiksia dapat terjadi jika konsentrasi dan
durasi paparan memadai.
1. Kontak dengan kulit
Tidak ada efek berat yang dilaporkan akibat paparan gas karbon dioksida. Karena
evaporasi cepat, karbon dioksida cair dan padat dapat menimbulkan frostbite
disertai kemerahan, tingling, nyeri atau mati rasa. Pada kasus yang lebih berat,
kulit dapat mengeras, memutih, dan melepuh.
2. Kontak dengan mata
Pada konsentrasi tinggi di udara, karbon dioksida dapat menyebabkan sensasi
pedih di mata. Paparan karbon diokasida 200000 ppm dapat menyebabkan iritasi.
Karena evaporasi cepat, karbon dioksida cair dan padat dapat menimbulkan
frostbite disertai kemerahan, nyeri, dan pandangan kabur.
3. Tertelan
Penelanan gas tidak lazim terjadi. Jika karbon dioksida cair atau padat tertelan,
dapat menyebabkan frostbite pada bibir, mulut, dan membran mukosa. Sementara
apabila dalam bentuk gas sangat tidak lazim tertelan tapi kebanyakan dihirup.
2.6 Penatalaksanaan Dalam Penanganan Racun Karbondioksida (CO 2)

1. Stabilisasi
a. Penatalaksanaan jalan nafas, yaitu membebaskan jalan nafas untuk menjamin
pertukaran udara.
Secepat mungkin korban dikeluarkan dari sumber keracunan. Hati-hati bagi
penolong karena harus memakai masker gas oksigen supaya tidak terbawa serta
keracunan. Apabila menemukan kasus demikian haruslah curiga bahwa korban
adalah akibat keracunan gas beracun.
b. Penatalaksanaan fungsi pernafasan untuk memperbaiki fungsi ventilasi dengan
cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin cukupnya kebutuhan
oksigen dan pengeluaran karbon dioksida.
Bila aman memasuki area, segera pindahkan dari area pemaparan. Bila pasien
tidak bernafas, berikan pernafasan buatan. Bila pasien mengalami kesulitan
bernafas, berikan oksigen. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan
terdekat.

12
c. Penatalaksanaan sirkulasi, bertujuan mengembalikan fungsi sirkulasi darah.
2. Dekontaminasi
a. Dekontaminasi mata
Dilakukan sebelum membersihkan kulit:
1) Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan miring ke
sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
2) Segera cuci mata dengan air yang banyak atau dengan larutan garam normal
(NaCl 0,9%), selama 15-20 menit, atau sekurangnya satu liter untuk setiap
mata dan dengan sesekali membuka kelopak mata atas dan bawah sampai
dipastikan tidak ada lagi bahan kimia yang tertinggal. Bila perlu segera
bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
3) Hindarkan bekas air cucian mengenai wajah atau mata lainnya.
4) Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10 menit.
5) Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
6) Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera bawa ke rumah sakit atau
fasilitas kesehatan terdekat dan konsul ke dokter mata
b. Dekontaminasi kulit (termasuk rambut dan kuku)
1) Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
2) Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir yang dingin atau
hangat serta sabun minimal 10 menit.
3) Jika tidak ada air, sekalah kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas
secara lembut. Jangan digosok.
4) Segera tanggalkan pakaian, perhiasan, dan sepatu yang terkontaminasi atau
muntahannya dan buanglah dalam wadah atau plastik tertutup. Cuci dengan
sabun atau detergen ringan dan air dalam jumlah yang banyak sampai
dipastikan tidak ada bahan kimia yang tertinggal (selama 15-20 menit). Bila
perlu segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.
5) Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan menggunakan
sarung tangan, masker hidung, dan apron. Hati-hati untuk tidak
menghirupnya.
6) Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.

13
3. Antidotum
Tidak ada antidotum untuk senyawa ini. Pengobatan yang dilakukan adalah
simptomatik dan penunjang (supportive).
4. Bila tertelan, segera hubungi Sentra Informasi Keracunan atau dokter setempat.
Jangan sekali-kali merangsang muntah atau memberi minum bagi pasien yang
tidak sadar atau pingsan. Bila terjadi muntah, jaga agar kepala lebih rendah
daripada panggul untuk mencegah aspirasi. Bila korban pingsan, miringkan
kepala menghadap ke samping. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas
kesehatan terdekat. Bila terjadi frostbite, hangatkan bagian yang membeku lalu
segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat.

14
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Udara yang kita hirup dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu gas yang
tidak tampak, tidak memiliki bau, tidak berasa dan tidak berwarna. Udara
merupakan campuran beberapa gas yang perbandingannya tidak tetap. Dalam
udara terdapat kandungan oksigen, karbondioksida dan ozon (Rahmi &
Setiawan, n.d.). Karbondioksida (CO2) merupakan jenis senyawa kimia yang
terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom
karbon. Hadir dalam bentuk gas pada suhu standar dan hadir di atmosfer bumi
(Worft, tp, 2005).
Karbondioksida (CO2) apabila konsentrasinya berlebihan di udara akan
menyebabkan polusi udara dan keracunan. Keracunan gas CO 2 terjadi apabila
seseorang menghirup gas CO2 dengan konsentrasi yang melewati ambang
batas sehingga menyebabkan asfiksia dan asodosis sehingga mengakibatkan
gangguan metabolisme sel. Akibatnya jika semakin banyak dan terus terhirup,
bisa menyebabkan sesak napas, sakit kepala yang berat, lemah, telinga
berbunyi (tinnitus), mual, kesadaran menurun, tekanan darah tinggi,
pernapasan cepat, hingga pingsan, dan bisa berujung pada kematian. Hal inilah
yang disebut dengan keracunan.

3.2 Saran

Sebagai seorang tenaga medis terutama perawat diharapkan memahami


karakteristik gas-gas udara yang bisa menyebabkan toksiksitas bagi tubuh
manusia terutama CO2, karena kebanyakan masyarakat menganngap Gas CO2
tidak berbahaya bagi tubuh padahal apabila konsentrasi gas ini terlalu tinggi di
udara bisa menyebabkan gejala-gejala yang bisa menggangu kesehatan bahkan
samapai keracunan. Diharapkan pula sebagai seorang perawat bisa memahami
dan mengerti mengenai penatalaksanaan terkait dengan keracunan gas CO2.
Dimana pengetahuan mengenai penanganan keracunan gas merupakan salah
satu kompetensi yang harus dicapai oleh seorang perawat dalam pekerjaanya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Appendix C Health Risk Evaluation for Carbon Dioxide (CO2).


https://www.blm.gov/style/medialib/blm/wy/information/NEPA/cfodocs/ho
well.Par.2800.File.dat/25apxC.pdf [ diakses pada 17 November 2016 ]

Anonim. 2014. Karakteristik Karbon Dioksida.


http://ik.pom.go.id/v2014/katalog/KARBON%20DIOKSIDA.pdf. Diakses
tanggal 17 November 2016.

Ajx, Norman. 2013. Keracunan Gas Karbon Dioksida.


https://id.scribd.com/doc/166656955/keracunan-gas-karbon-dioksida
[Diakses pada tanggal 17 November 2016]

Guais, A., Brand, G., Jacquot, L., Dukan, S., Gr, G., Molina, T. J., … Schwartz,
L. (2011). Toxicity of Carbon Dioxide : A Review, 2061–2070.

Lambertsen, C. J."Carbon Dioxide Tolerance and Toxicity". Environmental


Biomedical Stress Data Center, Institute for Environmental
Medicine,University of Pennsylvania Medical Center (Philadelphia, PA).
[ diakses pada 17 November 2016 ]

Rahmi, D. A., & Setiawan, I. (n.d.). MAKALAH SEMINAR TUGAS AKHIR


MONITORING KANDUNGAN KARBONDIOKSIDA ( CO 2 ) DALAM
SEBUAH MODEL RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLER
ATMEGA8535, 1–9. Retrieved from
http://eprints.undip.ac.id/25346/1/ML2F306022.pdf
Siahaan. 2012. Emisi CO2. Universitas Sumatera Utara : Sumatera Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33596/3/Chapter%20II.pdf [
diakses 17 November 2016 ]

Scribd. 2016. KERACUNAN GAS KARBON DIOKSIDA (CO2). [Serial


Online]. https://www.scribd.com/doc/166656955/keracunan-gas-karbon-
dioksida. Diakses pada tanggal 17 November 2016
Triantoro, Norman A., & Hendarto, Wahyu. 2016. PATOFISIOLOGI DAN
PENATALAKSANAAN PADA KERACUNAN GAS KARBON
DIOKSIDA. https://www.scribd.com/doc/166656955/keracunan-gas-
karbon-dioksida [ diakses 17 November 2016 ]

16
Triantoro N. A. & Hendarto W. 2016. PATOFISIOLOGI DAN
PENATALAKSANAAN PADA KERACUNAN GAS KARBON
DIOKSIDA. [Serial Online].
https://www.scribd.com/doc/166656955/keracunan-gas-karbon-dioksida.
Diakses pada tanggal 17 November 2016]
Wisnu, Setiawan, Iwan, & Darjat. 2008. Makalah Seminar Tugas Akhir SISTEM
PENGAMAN DAN MONITORING KADAR CO2 BERLEBIH DALAM
MODEL RUANGAN BERBASIS MIKROKONTROLER ATMEGA8535.
https://core.ac.uk/download/pdf/11724542.pdf?repositoryId=379 [ diakses
17 November 2016 ]

17

Anda mungkin juga menyukai