Anda di halaman 1dari 38

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

MEMPOSISIKAN PASIEN DI TEMPAT TIDUR

MAKALAH

Oleh

Kelompok 2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

i
KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

MEMPOSISIKAN PASIEN DI TEMPAT TIDUR

MAKALAH

diajukan guna melengkapi tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia dengan dosen
Ns. Dodi Wijaya, S. Kep., M. Kep

Oleh
1. Nelia Mufliha Roza 152310101056
2. Iif Adwiyatu ‘iffa 152310101061
3. Tantia Ismi Nitalia 152310101064
4. Nuri Sinta Wirawati 152310101069
5. Cantik Bahirah Zakarija 152310101072
6. Putri Ayunda Retno Arini 152310101077
7. Tria Mega Holivia 152310101141
8. Alfia Andriyani 152310101151
9. Wilda Al Aluf 152310101154
10. Dema Billy Lorenza 152310101159
11. Mifta Irma Mei Liani 152310101162
12. Diah Mangestuti 152310101167
13. Zulfa Alfania 152310101170

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

ii
PRAKATA

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu.

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia . Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan serta jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritikan dan saran. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis khususnya. Aamiin.

Jember, Oktober 2016

iii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................... ii

DAFTAR ISI .............................................................................. iii

BAB 1: PENDAHULUAN.........................................................

1.1 Latar Belakang ............................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah......................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................ 2
1.4 Manfaat ......................................................................... 2

BAB 2: PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Memposisikan Pasien................................ 4


2.2 Pengaturan Posisi Fowler Pada Pasien ...................... 4
2.4 Pengaturan Posisi Sims Pada Pasien........................... 7
2.4 Pengaturan Posisi Trendelenberg Pada Pasien.......... 10
2.5 Pengaturanposisi Dorsal Recumben Pada Pasien....... 13
2.6 Pengaturan Posisi Lithotomi Pada Pasien.................... 15
2.7 Pengaturan Posisi Genu Pektoral Pada Pasien.......... 17
2.8 Pengaturan Posisi Orthopeneis Pada Pasien.............. 19
2.9 Pengaturan Posisi Supinasi Pada Pasien..................... 22
2.10 Pengaturan Posisi Pronasi Pada Pasien.................... 25
2.11 Pengaturan Posisi Lateral Pada Pasien..................... 27

BAB 3: PENUTUP ................................................................... 31

3.1 Kesimpulan ................................................................... 31


3.2 Saran .............................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ............................................................... 32

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia merupakan makhluk yang dipandang secara holistik baik dari bio, psiko,
sosio, cultural dan spiritual. Dimana apabila dari salah satu faktor tersebut
mengalami gangguan maka, akan berimbas pada taraf kesehatan. Dalam hal ini
manusia akan berada pada tahap sakit, akan tetapi manusia yang berada dalam
kondisi sehat bukan berarti tidak membutuhkan pelayanan kesehatan.
Manusia yang berada pada kondisi sakit tentunya membutuhkan pelayanan
kesehatan, baik pelayanan kesehatan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dalam hal ini peran perawat sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia terutama kebutuhan pelayanan kesehatan jangka panjang yang dibutuhkan
pasien. Seperti pasien yang dirawat di rumah sakit dalam jangka panjang sangat
membutuhkan peran perawat dalam melakukan aktivitas sehari-hari, apabila peran
perawat tidak dijalankan dengan baik akan menimbulkan masalah pada pasien
seperti dekubitus.
Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang terjadi apabila kulit dan jaringan lunak di
bawahnya tertekan oleh tonjolan tulang dan permukaan eksternal dalam jangka
waktu yang lama menyebabkan peningkatan tekanan kapiler. Dekubitus ini terjadi
karena perawat yang tidak memperhatikan dan mengubah posisi tidur pasien selama
di rumah sakit. Perubahan posisi pasien sangat berpengaruh dalam proses
penyembuhan pasien, oleh karena itu perawat harus memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang baik mengenai cara memposisikan pasien di tempat tidur untuk
menghindari terjadinya gangguan pada sistem gerak.
Memposisikan pasien di tempat tidur memiliki beberapa teknik dan macamnya yang
akan membantu pasien menggerakkan semua anggota tubuhnya ketika berada di atas
tempat tidur sehingga meskipun pasien telah lama berada di atas tempat tidur tapi
dengan adanya gerakan gerakan kecil yang dibantu oleh perawat diharapkan pasien
tidak mengalami kaku sendi dan ruam merah pada kulitnya.
Dalam memposisikan pasien di tempat tidur terdapat posisi yang bervariasi mulai
dari posisi fowler, sims, supinasi, lateral dan lainnya. Dimana untuk setiap posisi
memiliki tujuan dan kegunannya sendiri sendiri.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1. Apa pengertian dari memposisikan pasien di tempat tidur ?
2. Bagaimanakah pengaturan posisi fowler pada pasien ?
3. Bagaimanakah pengaturan posisi sims pada pasien ?
4. Bagaimanakah pengaturan posisi trendelenberg pada pasien ?
5. Bagaimanakah pengaturan posisi dorsal recumben pada pasien ?
6. Bagaimanakah pengaturan posisi lithotomi pada pasien ?
7. Bagaimanakah pengaturan posisi genu pektoral (knee-chest) pada pasien ?
8. Bagaimanakah pengaturan posisi orthopeneis pada pasien ?
9. Bagaimanah pengaturan posisi supinasi pada pasien ?
10. Bagaimanakah pengaturan posisi pronasi pada pasien ?
11. Bagaimanakah pengaturan posisi lateral pada pasien ?

1.3 Tujuan
Memberi pengetahuan tentang bagaimana memposisikan pasien ditempat tidur
kepada pembaca terutama mahasiswa keperawatan yang meliputi.
1. Mengetahui pengertian dari memposisikan pasien di tempat tidur ?
2. Mengetahui pengaturan posisi fowler pada pasien ?
3. Mengetahui pengaturan posisi sims pada pasien ?
4. Mengetahui pengaturan posisi trendelenberg pada pasien ?
5. Mengetahui pengaturan posisi dorsal recumben pada pasien ?
6. Mengetahui pengaturan posisi lithotomi pada pasien ?
7. Mengetahui pengaturan posisi genu pektoral (knee-chest) pada pasien ?
8. Mengetahui pengaturan posisi orthopeneis pada pasien ?
9. Mengetahui pengaturan posisi supinasi pada pasien ?
10. Mengetahui pengaturan posisi pronasi pada pasien ?
11. Mengetahui pengaturan posisi lateral pada pasien ?

1.4 Manfaat
Memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada perawat mengenai pengaturan
macam- macam posisi pasien di tempat tidur. Sehingga perawat dapat memberikan

2
pelayanan yang optimal dan prima kepada pasien. Serta diharapkan pelayanan yang
diberikan oleh perawat dapat membantu memperbaiki tingkat kesehatan pasien dan
ketika pasien meninggalkan rumah sakit tidak ditemukan adanya gangguan pada
mobilitas tubuh.

3
BAB 2. PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Memposisikan Pasien


Memposisikan pasien adalah mengatur dan mengubah posisi pasien secara sitematik
dan terarur. Dimana dalam memposisikan pasien merupakan salah satu aspek yang
penting terkait dengan mobilisasi pada sistem tubuh. Posisi tubuh yang terus
monoton di atas tempat tidur akan menyebabkan timbulnya gangguan apabila tidak
dilakukan perubahan posisi (Suhardin,2016).
Adapun tujuan dari perubahan posisi pasien yaitu.
1. Mencegah nyeri otot
2. Untuk mengurangi tekanan
3. Mencegah kerusakan syaraf dan pembuluh darah superficial
4. Mencegah kontraktur otot
5. Mempertahankan tonus otot dan refleks
6. Memudahkan suatu tindakan baik medik maupun keperawatan

2.2 Posisi Fowler


1. Pengertian posisi fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk atau duduk dimana bagian kepala
tempat tidur lebih tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk
mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien
(Nigrum,2015)

2. Tujuan
1. Mengurangi komplikasi akibat immobilisasi
2. Meningkatkan rasa nyaman
3. Meningkatkan dorongan pada diafragma sehingga dapat meningkatkan ekspansi
dada dan ventilasi paru
4. Mengurangi kemungkinan tekanan pada tubuh akibat posisi yang menetap

3. Indikasi
a. Dilkukan pada pasien yang mengalami gangguan pernapasan

4
b. Dilakukan pada pasien yang mengalami immobilisasi

4. Cara memposisikan pasien


1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Dudukkan pasien
3. Berikan sandaran/bantal pada tempat tidur pasien, atau atur tempat tidur untuk
posisi low fowler (150-300), semi fowler (300-450), fowler (450-600), atau high
fowler (800-900)

Gambar 1. posisi low fowler


Posisi low fowler merupakan posisi dimana bagian kepala tempat tidur dinaikkan
membentuk sudut 30 derajat dengan bagian kaki pasien dibuat sedikit menekuk
untuk memberikan rasa kenyamanan.

Gambar 2. posisi semi fowler


Posisi semi fowler adalah suatu posisi dimana bagian kepala tempat tidur dinaikkan
25 – 30 derajat, bagian ujung dan tungkai kaki sedikit dianggkat, lutut diangkat dan

5
ditopang, dengan demikian membuat cairan dalam rongga abdomen
berkumpuldiarea pelvis

Gambar 3. posisi fowler


Posisi fowler adalah suatu posisi dimana bagian kepala tempat tidur dinaikkan 60
derajat, dengan bagian lutut dan betis sedikit ditekuk dan tangan berada di samping
tubuh pasien.

Gambar 4. posisi high fowler


Posisi high fowler adalah suatu posisi dimana bagian kepala tempat tidur dinaikkan
90 derajat sehingga bagian punggung berdiri tegak membentuk sudut siku-siku,
dengan bagian lutut dan betis sedikit ditekuk dan tangan berada di samping tubuh
pasien.

5. Implikasi dalam keperawatan

6
1. Apabila perawat mendapatkan pasien dengan masalah pola ketidak efektifan
pola napas, perawat dapat dilakukan intervensi dan implementasi yaitu
memposisikan pasien dengan posisi semi fowler (Wong, 2008).
2. Ketika memposisikan lansia untuk duduk sebaiknya tidak lebih dari 30 0 karena
pada posisi dengan sudut lebih dari 300, pasien akan merosot ke bawah sehingga
tulangnya bergerak kebawah namun kulitnya masih tertingal. Hal ini dapat
mengakibatkan oklusi pada pembuluh darah (Jaul, 2010).

2.3 Posisi Sims

Gambar 5. Posisi Sim’s

1. Pengertian posisi sim’s


Posisi sim adalah posisi miring kekanan atau miring kekiri. Posisi   ini dilakukan
untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria). Berat
badan terletak pada tulang illium, humerus dan klavikula. Posisi ini mengurangi
tekanan pada daerah gluteus dan panggul (anndy, 2013).

2. Tujuan

a. Meningkatkan drainage dari mulut pasien dan mencegah aspirasi.


b. Mengurangi penekanan pada tulang secrum dan trochanter mayor otot pinggang.
c. Memasukkan obat supositoria.
d. Mencegah terjadinya resiko dekubitus pada pasien.
e. Mempermudah proses bersalin karena turunnya kepala ke dasar panggul,
meringankan ibu saat proses mengejan, tidak melelahkan, mempersingkat proses
persalinan dan memperlancar sirkulasi peredaran darah ibu.

7
3. Indikasi
a. Pasien dengan pemeriksaan dan pengobatan pada daerah perineal
b. Pasien yang tidak sadarkan diri
c. Pasien paralisis
d. Pasien yang akan dienema
e. Untuk tidur pada wanita hamil.
f. Untuk posisi kelahiran bayi

4. Cara Memposisikan
a. Pertama jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.
b. pasien dalam keadaan berbaring, kemudian apabila dimiringkan kekiri dengan
posisi badan setengah telungkup, maka lutut kaki kiri diluruskan serta paha
kanan ditekuk diarahkan ke dada. Tangan kiri dibelakang punggung dan tangan
kanan didepan kepala.
c. Bila pasien miring kekanan, posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan
lurus, sedangkan lutut dan paha kiri ditekuk dan diarahkan ke dada. Tangan
kanan dibelakang punggung dan tangan kiri didepan kepala.
d. Terakhir jelaskan pada pasien mengenai daerah mana saja yang mendapatkan
tekanan pada posisi sims.

5. Implikasi Keperawatan
Perawat memberikan informasi berupa pengajaran mengenai pengetahuan. Pada
masalah ini perawat menjelaskan tentang apa yang kurang dimengerti oleh
pasien dari segi manfaat dan cara untuk melakukan posisi sisms. Pada pasien
dengan pemeriksaan dan pengobatan pada daerah perineal bertujuan untuk
memudahkan perawat dalam melakukan asuhan keperawatan maupun mengkaji.
Perawat dapat menjelaskan tentang manfaat posisi sims pada ibu hamil. Tidur
dengan posisi sims dianjurkan. Hal ini bertujuan memperlancar sirkulasi darah,
baik yang menuju jantung maupun yang menuju rahim, janin, dan ginjal. Posisi
tidur menyamping membuat rongga abdomen lebih nyaman dan tidak menekan
organ hati yang terletak disisi kanan apabila miring kiri. Edema pada kaki atau
pergelangan tangan dapat dicegah sebab ginjal bekerja secara leluasa dalam
mengatur cairan dalam darah atau mengeluarkan zat sisa. Penggunaan bantal

8
dapat membantu menjadikan posisi tidur ibu hamil terasa nyaman. Letakkan
bantal dibawah sisi samping tubuh untuk menaikkan posisi dada, bertujuan
untuk terjadinya sesak napas atau bernapas pendek. Bila ibu hamil merasakan
nyeri di ulu hati maka letakkan bantal dibagian kepala atas menjadi lebih tinggi.
Atau agar posisi tidur tetap menyamping dapat mengganjal dengan bantal
dibagian perut dan punggung. Jauh dari hal tersebut posisi ini tidak hanya
bermanfaat untuk tidur ibu hamil melainkan pada proses kelahiran. Namun
posisi ini memiliki kelemahan yaitu menyulitkan memonitor proses keluarnya
kepala bayi dari dasar panggul dan bila perlu tindakan pengguntingan jalan lahir
akan menyulitkan tindakan episiotomi. Namun demikian posisi miring saat
bersalin dapat mempermudah turunnya kepala ke dasar panggul, meringankan
ibu saat proses mengejan, tidak melelahkan, mempersingkat proses persalinan
dan memperlancar sirkulasi peredaran darah ibu ke plasenta sehingga suplai
oksigen ke bayi  lebih maksimal (Kompas, Minggu, 30 September 2012).
Sebagai pelaksana perawat setiap 2 jam sekali ditugaskan untuk melakukan
mobilisasi pasien. Terutama pada pasien tidak sadar atau pasien dengan
paralisis. Salah satunya dengan penyakit stroke. Posisi sisms dapat digunakan
pada pasien stroke infark untuk mencegah terjadinya konstipasi (Anndy Prastya,
2013).
Saat memberikan asuhan keperawatan berupa enema atau huknah. Perawat harus
memposisikan pasien senyaman mungkin dengan posisi sims. Disamping itu,
Posisi yang benar agar cairan serta feces yang keluar dari anus dapat keluar
tanpa mengotori.

2.4 Posisi Trendelenberg

9
Gambar 6. Posisi trendelenburg

1. Pengertian posisi trendelenburg


Trendelenburg yaitu posisi pasien berbaring pada tempat yang datar atau ditempat
tidur pada bagian kepala pasien lebih rendah daripada bagian pelvis (kaki).
Trendelenburg adalah posisi standart untuk pembedahan abdominal atau ginekologi
(Musrifatul Uliyah, 2008).

2. Tujuan
Posisi trendelenburg ini dilakukan karena bertujuan untuk memperlancarkan
peredaran darah ke otak. Dan memudahkan operasi pada bagian perut, serta
memudahkan untuk perawat dan pemeriksaan.

3. Indikasi
Posisi trendelenburg biasanya dilakukan kepada:
a. Pasien dengan pembedahan pada daerah perut
b. Pasien dalam keadaan shock
c. Pasien dengan tekanan darah rendah (hipotensi)
d. Pasien yang di pasang skin traksi pada kakinya

Persiapan:
a. Persiapan alat
Persiapan alat dan bahan pada posisi trendelenburg ini meliputi:

10
 Tempat tidur khusus
 Selimut
 Balok penopang pada kaki tempat tidur
b. Persiapan pasien
Pada persiapan pasien ini adalah dengan memberikan penjelasan tentang hal-hal
yang akan dilakukan kepada pasien
Perhatian:
Hal yang harus diperhatikan dalam memposisikan pasien dengan posisi
trendelenburg ini yaitu:
1. Memperhatikan keadaan umum pada pasien
2. Menghindari tindakan yang menimbulkan lelah dan rasa malu pada pasien
3. Menjaga kesopanan terhadap pasien
4. Menghindari terjadinya bahaya jatuh pada pasien

4. Cara kerja:
Pada posisi trendeburg ini cara kerjanya yaitu:
1. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
2. Pasien dalam keadaan terlentang atau berbaring, kemudian memiringkan ke kiri
dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus dengan lutut, dan
paha kanan ditekuk diarahkan pada dada
3. Tangan kiri diatas kepala atau dibelakang punggung dan tangan kanan berada
diatas tempat tidur
4. Jika pasien miring kekanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki
kanan lurus , lutuh dan paha bagian kiri ditekukkan pada arah dada
5. Tangan kanan diatas kepala atau dibelakan punggung dan kiri berada diatas
tempat tidur

5. Implikasi trendelenburg dalam keperawatan


Posisi trendelenberg ini digunakan untuk beberapa keadaan terkait dengan
indikasi yang dialami oleh pasien seperti pasien dengan tekanan darah rendah

11
dan pasien yang mengalami syok. Salah satunya yaitu syok neurogenik disebut
juga sinkope. Syok neurogenik terjadi karena penurunan atau kehilangan
kesadaran secara tiba-tiba akibat tidak adekuatnya aliran darah ke otak. Hal ini
disebabkan karena terjadinya vasodilatasi dan bradikardi secara mendadak
sehingga menimbulkan hipotensi. Terjadinya hipotensi akan merangsang refleks
simpatis berupa takikardi dan vasokonstriksi perifer yang secara klinis dideteksi
sebagai peningkatan denyut nadi dan keringat dingin pada ekstremitas atas.
Kemudian terjadi juga penurunan dalam efektifitas sirkulasi volume plasma
yang sering terjadi dari penurunan venous tone, penggumpalan darah di
pembuluh darah vena dan kehilangan volume cairan intravaskular karena
peningkatan permeabilitas kapiler.
Penanganan untuk pasien syok yaitu dengan memposisikan kedua kaki pasien
lebih tinggi dari dada (shock position) atau posisi trendelenburg agar aliran
darah ke otak maksimal. Kemudian periksa tekanan darah, denyut nadi dan
pernafasan pasien. Lalu memberikan oksigen 6-8 liter per menit atau berikan bau
yang merangsang seperti alkohol selama masa pemulihan. Pemberian kompresi
pijat jantung tidak dapat dilakukan apabila denyut nadi karotis masih teraba,
karena melakukan kompresi pijat jantung hanya dilakukan pada pasien yang
mengalami tanda utama henti jantung atau cardiac arrest.
Selain mengatur posisi pasien seperti posisi trendelenberg perawat juga harus
memberikan edukasi dan pengarahan mengenai posisi trendelenburg ini kepada
pasien apa manfaat dan tujuan dilakukannya posisi trendelenburg ini sehingga
akan bisa dilakukan penempatan posisi secara tepat kepada pasien. Kemudian
perawat dapat menjelaskan prosedur-prosedur ada posisi trendelenburg tersebut
agar pengobatan dan perawatannya optimal.

2.5 Posisi dorsal recumbent


1. Pengertian posisi dorsal recumbent

12
Posisi dorsal recumbent merupakan posisi dimana pasien berbaring telentang dengan
kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini
dilakukan untuk merawat dan memeriksa serta pada proses persalinan (Wirya & Sari,
2013).
2. Tujuan
Meningkatkan kenyamanan pasien, terutama dengan ketegangan punggung
belakang.
3. Indikasi
a. Pasien dengan pemeriksaan pada bagian pelvic, vagina dan anus
b. Pasien dengan ketegangan punggung belakang.
4. alat dan bahan
1. tempat
2. selimut

5. Cara memposisikan pasien


1. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, letakkan bantal diantara kepala
dan ujung tempat tidur pasien dan berikan bantal dibawah lipatan lutut
3. Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur
khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien.

Gambar 7. Posisi dorsal recumbent

13
Gambar 8. dorsal recumbent

6. Implikasi dalam keperawatan


Menurut Susan (2004) posisi dorsal recumbent ini dalam penerapanya bisa
membantu pasien seperti mempertahankan fungsi tubuh pasien dan bisa
memperlancar peredaran darah sehingga bisa mempercepat penyembuhan luka
yang dialami pasien. Serta posisi ini juga bermanfaat untuk membantu
memperlancar pernafasan, eliminasi alvi serta urin.
Dalam penerapannya posisi dorsal recumbent ini bisa digunakan dalam membantu
dalam proses melahirkan untuk ibu hamil. Karena posisi dorsal recumbent bisa
dilakukan untuk terapi ibu yang sedang mengandung yaitu dengan memposisikan
ibu bersalin menekuk lutut dan melebarkan kedua kaki, memakai bantal di kepala,
kedua telapak kaki tetap menapak di tempat tidur dan kedua tangan di letakkan
diatas kepala (Chandra, 2000).
Dalam penerapnnya posisi dorsal recumbent untuk ibu hamil ini memiliki beberapa
kekurangan dan kelebihan yaitu seperti kelebihannya dengan menggunakan posisi
ini penolong bisa leluasa membantu proses persalinan. Jalan lahir menghadap ke
depan sehingga dapat lebih mudah mengukur perkembangan pembukaan. Dengan
demikian waktu persalinan bisa diprediksi lebih akurat.
Sedangkan kekurangan dalam penerapan posisi ini membuat ibu sulit untuk
mengejan. Hal ini karena gaya berat tubuh berada di bawah dan sejajar dengan
posisi bayi. Posisi ini diduga membuat pengiriman oksigen melalui darah yang
mengalir dari si ibu ke janin lewat plasenta jadi, relatif berkurang.

2.6 Posisi Lithotomi

14
1. Pengertian Posisi Litotomi

Posisi litotomi adalah posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada
proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi. Posisi litotomi merupakan posisi
yang terbaik untuk melakukan pemeriksaan dan harus dipakai pada semua kasus,
kecuali pada kasus-kasus yang sangat luar biasa. (Uliyah & Hidayat, 2008)

2. Tujuan

a. Memudahkan untuk memeriksa alat genetalia


b. Memudahkan dalam proses persalinana
c. Memudahkan dalam pemasangan alat kontrasepsi
3. Cara Memposisikan Pasien

a. Menjelaskan kepada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.


b. Mencuci tangan
c. Pasien dalam keadaan berbaring terlentang, kemudian angkat kedua paha dan
tarik ke arah lutut
d. Tungkai bawah membentuk sudut 90o terhadap paha.
e. Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khususnya untuk posisi litotomi
f. Pasang selimut.
g. Mencuci tangan setelah selesai melakukan prosedur tersebut
4. Indikasi

a. Dilakukan pada pasien yang akan melakukan persalinan


b. Dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan pada bagian alat
genetalianya
c. Dilakukan pada pasien yang akan dipasang alat kontrasepsi
d. Menegakkan diagnosa dan memberikan pengobatan terhadap penyakit yang
dideritanya di bagian genetaria.

15
Gambar 9. Posisi Litotomi

5. Penyebab posisi litotomi

Posisi litotomi pasien yang tidak sesuai dapat menyebabkan cedera regangan
atau penekanan pada syaraf. Posisi litotomi dalam waktu yang lama atau >2
jam juga merupakan faktor rsiko terjadinya neuropato karena ektremitasnya
tertekan operatot. Cedera regangan atau penekanan dapat disebabkan oleh
posisi rektraktor yang tidak sesuai, terutama pada rektraktor dengan daum
lateral yang panjang. Deseksi atau ekstirpasi dapat menyebabkan transeksi
syaraf terjepit jahitan.( Rasjidi, 2008)
Untuk meminimalisir cedera syaraf adalah dengan memposisikan paseien dan
retraktornya dengan berhati-hati dan menghindari berdasarkan ekstrimitas.
Daun retraktor lateral tidak boleh menekan otot psaos. Digunakan otot
retraktor paling pendek memungkinkan dapat menarik dinding abdomen untuk
mengurangi cedera pada syaraf femoralis atau genitofemoralis. Pada wanita
kurus, kassa besar diletakkan diantara daun retraktor dan kulit dinding
abdomen. Daun retraktor harus diperiksa terlebih dahulu saat akan dipasang
dan diepriksa lagi selama operasi berlangsung lama. Syaraf yang sering cidera
adalah bagian femoralis, genitofemoralis, ilioinguinalis, cutaneous femoralis
lateral, obturator, peronial, dan skiatikus. Sebagian besar neurotapi (75%)
berhubungan dengan cedera regangan dan penekanan akibat posisi litotomi dan
daun retraktor.

5. implikasi keperawatan
a. Apabila perawat mendapatkan pasien dengan keluhan dibagian genetalianya
perawat dapat melakukan intervensi dan implementasinya dengan cara
memposisikan pasien dengan posisi litotomi
b. Apabila perawat mendapat pasien dalam masa persalinan perawat dapat
memposisikan pasien dengan posisi litotomi (Lukmanto, 1995)

16
2.7 Posisi Genu Pektoral
1. Pengertian posisi genu pektoral
Pada posisi genu pektoral ( knee chest), Pasien menungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian alasa tidur. Posisi ini dilakukan untuk
memeriksa daerah rectum sigmoid (Uliyah & Hiadayat, 2008)

Gambar 10.
Posisi genu pektoral

Gambar 11.
Posisi genu
pektoral
2. Tujuan
a. Pemeriksaan daerah rectum
b. Pemeriksaan daerah sigmoid

3. Indikasi

17
a. Pasien hemoroid
b. Pemeriksaan & pengobatan daerah rectum, sigmoid & vagina.
Alat dan bahan
a. Tempat tidur digunakan untuk menjadi tempat pasien melakukan posisi yang
ingin dilakukan.
b. Selimut untuk melindungi privasi pasien serta dengan adanya selimut pasien
akan merasa lebih tenang dan tidak terlalu mengekspos bagian yang menjadi
privasi pasien.
4. Prosedur kerja
a. Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Anjurkan pasien untuk berada dalam posisi menungging dengan kedua kaki
ditekuk dada menempel pada kasur
d. Pasang selimut untuk menutupi daerah pirineal pasien
e. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan

5. Implikasi dalam keperawatan


a. Kelainan pada bayi, misalnya terjadi pada ibu-ibu hamil, salah satunya yaitu
kehamilan sungsang. Jika biasanya bayi yang normal, kepala bayi berda di
bawah bedekatan pada mulut rahim, namun yang terjadi malah sebaliknya
yaitu kaki bayi berada di bawah mulut rahim oleh kareana itu pada saat proses
kelahiran akan kesulitan karena letak bayi yang tidak normal. Apabila
perawat mendapatkan pasien ibu hamil yang bayinya dalam kondisi
sungsang atau posisi janin tidak berada dalam posisi yang pas dapat
dilakukan intervensi dan implementasi keperawatan yaitu dengan
memposisikan pasien posisi genu pectoral, hal ini dimaksudkan agar posisi
kepala masuk ke ronga panggul dengan posisi kaki di atas. Dengan
dilakukannya posisi tersebut maka bisa memperkecil resiko pada saat proses
kelahiran akibat posisi bayi yang sungsang karena dengan melakukan posisi
tersebut secara sering dan konstan akan mengembalikan posisi bayi yang
sungsang.

18
b. Ketika pasien dilakukan tidakan asuhan keperawatan dengan melakukan
diposisikan dengan genu pectoral agar mengetahui apakah ada permasalahan
atau ganguan pada daerah rectum sigmoid. Karena pada daerah rektum
biasanya timbul gangguan seperti wasir, Wasir merupakan penyakit yang
terjadi pada sekitaran rektum yaitu terjadi suatu perubahan pada bantalan-
bantalan pembuluh-pembeluh darah pada anaus berupa pelebaran dan
pembekakan pembuluh darah dan jaringan sekitaranya. Fungsi bantalan ini
sebagai katub yang membantu otot-otot anus untuk menahan feses, jika
terjadi gangguan alidaran darah, pembuluh darah di daerah anus tersebut akan
melebar dan membengkak, kaadaan ini disebut wasir. Penyakit wasir bisa
mengalami peradangan. Peradangan dapat menyebabkan terbentuknya bekuan
darah disebut trombus, pendarahan, atau membesarnya dan menonjolnya
wasir keluar, wasir yang tetap berada dari anus disebut hemmoroid internal,
wasir yang keluar dari anus disebut hemorroid eksternal.
Sedangkan kolon sigmoid yaitu salah satu dari empat bagian dari usus besar,
ekstrak air dan garam dari makanan yang kita makan, sebelum dikeluarkan
dari tubuh.Hal ini berbentuk dalam bentuk kurva berbentuk S yang
menghubungkan usus besar ke rektum. Fungsi utamanya adalah untuk
mempertahankan produk ekskretoris padat dievakuasi dari usus sampai
dilepaskan dari tubuh. Biasanya terjadi nyeri nyeri pada daerah kolon
dikarenakan ganguan ini dapat berhubungan dengan banyak masalah
kesehatan, mulai dari yang ringan sampai berat.
Bila perawat memposisikan pasien dengan pengaturan posisi genupectoral
maka akan diketahui bahwa pasien memiliki gangguan pada bagian rektum
maupun kolon sigmoid karena dengan dilakukannya posisi ini pasien dengan
gangguan kesehatan diatas akan merasa kesakitan di daerah perut bagian
bawah.

2.8 Posisi Orthopneic


1. Pengertian
Posisi othopenic merupakan posisi pasien duduk dengan menyandarkan kepala
pada penampang yang sejajar dada, seperti pada meja. Penampang yang digunakan
bisa menggunakan meja atau dengan menumpuk bantal didepan pasien, sehingga

19
pasien bisa membungkukkan badan ke depan. Posisi Orthopenic digunakan pada
untuk memaksimalkan fungsi ventilasi paru klien. Posisi ini paling baik dan efektif
diantara posisi lain pada pasien sesak nafas (Ritianingsih, 2011)
2. Tujuan
Pasien yang memiliki masalah pernapasan sering ditempatkan di orthopneic, atau
tripod, karena memudahkan ekspansi maksimum dada dan paru untuk pasien
dengan kesulitan bernafas yang ekstrim dan tidak bisa tidur terlentang atau posisi
kepala hanya bisa pada elevasi sedang. Posisi orthopneic memungkinkan ruang
untuk ekspansi dada vertikal dan lateral maksimum dan memberikan kenyamanan
saat beristirahat atau tidur (Proehl,2009 dalam Adelia). Pada posisi orthopneic,
organ-organ abdominal tidak menekan diafrgma dan pada posisi ini dapat
membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu
pengeluaran nafas menjadi lebih mudah (Kozier 2000 dalam Ritianingsih dkk)
3. Indikasi
Posisi Orthopneic diberikan kepada pasien dengan sesak berat dan tidak bisa tidur
terlentang. Posisi Orthopneic digunakan pada pasien yang mengalami Dypsnea.
Dyspnea merupakan keluhan utama umum di antara pasien yang datang ke unit
gawat darurat. Diagnosa yang paling umum di antara yang datang ke unit gawat
darurat dengan keluhan dyspnea disebabkan oleh gagal jantung, pneumonia,
penyakit paru obstruktif kronik, emboli paru, dan asma (Ahmed & Graber dalam
Adelia). Pemberian posisi orthopneic dapat menjadi pilihan bagi pasien dengan
dyspnea.

Gambar 12. Posisi orthopeneis

20
Gambar 13. Posisi orthopeneis

4. Cara Memposisikan
1. Persiapkan Tempat tidur, bantal kecil,  gulungan handuk, bantalan kaki
2. Tinggikan kepala tempat tidur 90˚.
3. Pasien duduk di tempat tidur dengan kaki lurus
4. Letakkan bantal di bawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit.
5. Letakkan meja didepan pasien
6. Letakkan bantal diatas meja
7. Pasien membungkuk dengan posisi lengan bawah berada di atas bantal
8. Tempatkan bantal tipis di punggung bawah
9. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk di bawah paha.

5. Implikasi keperawatan
Salah satu tindakan mandiri keperawatan guna mempertahankan fungsi ventilasi
paru pada klien PPOK (penyakit paru obstruksi kronis) adalah mengatur posisi.
Pengaturan posisi ini dapat membantu paru mengembang secara maksimal
sehingga membantu mwningkatkan pertukaran gas. Posisi yang tepat juga dapat
meningkatkan relaksasi otot-otot tambahan sehingga dapat mengurangi usaha
bernafas atau dispnea. Perawat profesional harus selalu bekerja dengan
berlandaskan pada ilmu pengetahuan dalam setiap pelaksanaan asuhan
keperawatan, untuk itu diperlukan pengetahun yang baik dalam setiap tindakan

21
yang dilakukan. Pada pasien dengan sesak nafas, perawat harus mampu untuk
memberikan bantuan klien untuk melakukan nafas yang efektif. Pemberian
edukasi cara nafas yang efektif tanpa harus menggunakan alat bantu pernafasan
dan bisa dilakukan dimana saja. Pemberian alat bantu pernapasan akan
memberikan ketergantungan pada pasien, apalagi pada mereka yang hanya
mengalami sesak nafas ringan. Untuk itu pasien membutuhkan posisi yang tepat
agar proses pernapasan nya bisa normal dengan usahanya sendiri. Perawat
memberikan arahan-arahan sembari membantu pasien memposiskan diri, dan
memandirikan pasien suapaya bisa melakukan sendiri saat dia butuh nafas
efektif di saat sesak nafasnya kambuh. Pada pasien dengan sesak nafas bisa
dengan memposisikan pasien secara Fowler atau orthopneic. Namun menurut
Ritianingsih (2011), posisi yang paling efektif pada penderita sesak nafas adalah
posisi Orthopneic. Orthopneic dapat meningkatkan fungsi ventilasi paru pasien
dengan PPOK lebih efektif daripada dengan high fowler, sehingga perawatan
direkomendasikan untuk menggunakan posisi Orthopneic pada pasien yang
mengalami masalah sesak nafas. Perawat membantu pasien menyiapkan apa saja
yang dibutuhkan untuk memposisikan dirinya Orthopneic. Dari menyiapkan
meja atau dengan menggunakan alternatif lain. Dan kemudian mengarahkannya
untuk membungkuk badan sampai klien merasa nyaman kembali dalam
bernafas.

2.9 Posisi Supinasi


1. Pengertian Posisi Supinasi
Posisi supinasi adalah posisi terbaring terlentang dan kedua tangan di letakkan
lurus di samping badan dengan posisi horisontal. Posisi ini seperti posisi berdiri
yang baik namun dengan keadaan yang horizontal ( Darliana dkk, 2014)

2. Tujuan
a. Tujuan dari posisi ini yaitu untuk meningkatkan rasa nyaman pasien.
b. Posisi ini juga memfasilitasi penyembuhan pada pasien pasca operasi atau
proses anastesi tertentu.

22
c. Supinasi juga membantu mengatasi masalah yang tibul akibat pemebrian
posisi yang kurang tepat.

3. Indikasi
a. Pasien sesak tidak bisa tidur terlentang.
b. Pasien dengan tindakan post anastesi atau pembedaha tertentu.
c. Dengan kondisi sangat lemah atau koma.

4. Prosedur
a. Memberitahu pasien akan diberi tindakan posisi supinasi.
b. Sampaikan informasi tentang tujuan dan prosedur yang akan dilakukan.
c. Siapkan lingkungan untuk menjaga privasi pasien.
d. Mencuci tangan dan gunakan handscoen.
e. Tempatkan pasien dalam posisi terlentang di tempat tidur.
f. Letakan bantal dibawah kepala.
g. Jika diperlukan,dapat ditempatkan :
 Handuk kecil dibawah spina lumbal apabila terdapat kontra indikasi.
 Gulung handuk kecil/guling dibawah lutut sampai mengangkat tumit.
 Papan menahan kaki dibawah telapak kaki pasien untuk mencegah pasien
melorot.
 Bantal dibawah lengan bawah yang telungkup untuk mempertahankan
lengan atas sejajar tubuh.
h. Merapikan tempat tidur.
i. Lepaskan sarung tangan.
j. Mencuci tangan.
k. Evaluasi respon klien dan dokumentasi.

5. Implikasi keperawatan
a. Posisi supinasi ini dapat digunakan untuk pasien pasca operasi. Perawat
membaringkan pasien dengan posisi supinasi. Hal ini dilakukan agar area
yang dioperasi tidak tertekuk atau lain lain.

23
b. Pada pasien kecelakaan posisi supinasi ini dapat di terapkan jika tidak ad
kontraindikasi. Hal ini dikarenakan posisi supinasi dapan memberikan
kenyamanan dan mempermudah tindakan yang akan dilaksanakan.
c. Dari review jurnal yang membahas tentang memposisikan neonatus
hiperbilirubinemia selama fototerapi. Dari hasil yang dibahas pada artikel
jurnal tersbut, memposisikan neonatus selama fototerapi sangat berpengaruh
pada efektifitasnya. Hasil positif yaitu pada neonatus dengan posisi supinasi
pada saat foto terapi dibandingkan dengan merubah posisi neonatus setiap 2-
3 jam. Terjadi penurunan yang signifikan pada bilirubin serum dan durasi
yang lebih singkat dari kelompok fototerapi dengan menggunakan posisi
supinasi. Sehingga tidak perlu posisi alternatif dan hal ini dapat meringankan
beban perawat. Temuan dari tinjauan sistematik ini telah memberikan
kontribusi secara luas untuk praktek keperawatan dengan menebang
intervensi yang tidak perlu dan berlebihan. Dengan meringankan beban kerja
perawat, kualitas asuhan keperawatan kemungkinan besar akan meningkat
karena mereka dapat lebih fokus pada perawatan lain yang diperlukan,
sehingga hasil pasien yang lebih baik.
d. Kemudian pada jurnal lain yang membahas tentang tekanan saat OLV pada
pasien hipoksemia dengan posisi supinasi. OLV meningkatkan oksigen pada
arteri dan efisiensi ventilasi selama operasi toraks yang dibantu OLV pada
pasien dilakukan dalam posisi terlentang atau supinasi. Namun, penelitian ini
harus dilanjutkan pada pasien yang memiliki resiko lebih tinggi.

24
Gambar 14. Posisi supinasi

25
Gambar 15 Posisi supinasi

2.10 Posisi Pronasi


1. Pengertian posisi pronasi
Posisi pasien berbaring diatas abdomen dengan kepala menoleh kesamping.
Pasien tidur dalam posisi telungkup dan berbaring dengan wajah menghadap ke
bantal ( Alimul, 2006)

2. Tujuan
a. Memberikan ekstensi penuh pada persendian lutut dan pinggang
b. Mencegah flesksi dan kontraktur pada pinggang dan lutut
c. Membantu drainase dari mulut sehingga berguna bagi pasien pasca operasi
mulut atau tenggorokan

3. Indikasi
a. Dilakukan pada pasien yang menjalani bedah mulut dan kerongkongan
b. Dilakukan pada pasien dengan pemeriksaan pada daerah bokong atau punggung
dan hanya dapat dilakukan pada pasien yang punggungnya dapat diluruskan serta
dilakukan dalam waktu yang cepat

4. Cara memposisikan pasien


Adapun prosedur pemberian posisi pronasi dengan cara:

a. Balikkan kepala dan tubuh secara bersamaan kearah ventilator dan tempatkan
pada posisi pronasi pasien yang lebih kecil dapat diangkat dan kemudian di
balikkan ke posisi pronasi. Posisi kepala harus lateral menghadap ventilator.
b. Kaji segera keamanan dan kepatenan dari ETT dan kateter lainnya.

26
c. Kaji kebutuhan akan suction pada ETT.
d. Berikan bantalan di bawah bahu dan panggul ( gunakan bantal yang lembut,
bantal busa), upayakan perut menonjol atau tidak tertekan.
e. Lenturkan dan fleksikan lengan dan posisikan lutut dan kaki ditempat tidur
menggunakan gulungan yang disesuaikan dengan gulungan yang disesuaikan
dengan ukuran kaki. Berikan bantalan pada dahi. Lindungi area yang tertekan
seperti lutut dan telinga dengan jelly.
f. Berikan sedasi/ analgesik yang memadai untuk meningkatkan kenyamanan
pasien.
g. Posisikan lead EKG untuk mendapatkan gelombang yang dapat dimonitor
dengan jelas.
h. Lakukan rontgen dada untuk memastikan pasien ETT dalam trakea.
i. Ubah posisi pasien setiap 4 jam untuk mengurangi titik-titik tekanan.
j. Hentikan posisi pronasi sekurang-kurangnya setelah 20 jam.

Menurut Relvas, Silver, dan Sagy (2003), persiapan yang dilakukan sebelum
tindakan posisi pronasi yaitu
1. Lakukan radiografi dada dan pastikan ETT tepat berada pada trakea.
2. Pastikan keamanan dari ETT, probe pulse oksimetri, dan semua kateter yang
terpasang pada tubuh pasien.
3. Pindahkan elektroda EKG ke lateral lengan atas dan pinggul.
4. Pertimbangkan untuk menutup kateter pembuluh darah yang tidak penting
dan NGT.
5. Lakukan suction pada orofaring.
6. Berikan bantalan yang lembut pada titik tekanan seperti lutut.
7. Kaji akan kebutuhan khusus di tempat tidur.
8. Berikan tanggung jawabkepada masing-masing anggota tim perawat posisi
pronasi.

Gambar 16.
Posisi pronasi

27
Gambar 17. Posisi pronasi

5. Implikasi dalam keperawatan


a. Apabila perawat mendapatkan pasien dengan masalah pada daerah servikal atau
lumbal tulang belakang tidak disarankan untuk menerapkan posisi pronase.
b. Pada pasien dengan masalah jantung dan pernapasan, perawat juga tidak dianjurkan
menerapkan posisi ini karena hal ini akan menyebabkan mati lemas dan pembatasan
perluasan dada ( Cahyono, 2012).

2.11 Posisi Lateral


1. Pengertian Posisi Lateral
Posisi lateral yaitu dimana klien di posisikan miring atau berbarig ke samping
yang tertumpu pada bagian pinggul dan bahu bisa juga dibilang pasien berbaring
miring pada sisi tubuh. Posisi lateral ini biasanya digunakan untuk pasien yang
sangat membutuhkan masa pemulihan atau masa istirahat yang lama. Posisi
lateral hampir sama dengan posisi SIMS yang berbeda hanya posisi tangan yang
di posisikan senyaman mungkin oleh pasien ( Suhartono, 2004)

2. Tujuan
Tujuan diakukannya posisi lateral pada pasien yaitu
a. Agar pasien merasa nyaman pada waktu istirahat
b. Untuk mencegah terjadinya iritasi punggung,kepala bagian belakang,
skapula,sakrum dan bagian tumit
c. Selain itu posisi lateral digunakan pada saat melakukan operasi agar proses
pembedahan pada bagian perut akan mudah
d. Memperlancar peredaran darah ke tubuh maupun ke otak.
e. Mencegah terjadinya lordosis
f. Menciptakan aligment pada bagian punggung baik

28
Gambar 18. Posisi Lateral

3. Indikasi
Indikasi yang bisa dilakukan pada saat memposisikan pasien di tempat tidur
dengan posisi lateral yaitu pada saat pasien ingin beristirahat atau tidur,pasien
dengan posisi fowler atau dorsa recubent dalam jangka waktu yang lama dan
posisi lateral dilakukan pada saat pasien pasca operasi juga mengalami
kelemahan.
Persiapan yang dilakukan sebelum melakukan posisi lateral :

a. Sebaiknya pertahankan kasur agar tidak mudah bergeser


b. Siapkan alat tidur yang bersih dan kering jika alas tidur lembab akan
mengakibatkan timbulnya ulkus dekubitus
c. Siapkan alat bantu yang dibutuhkan sesuai dengan jenis kebutuhan
d. Jangan letakkan salah satu bagian tubuh diatas diatas bagian tubuh yang
lain terutama pada bagian tubuh yang ada tonjolannya
e. Jangan lupa melakukan perubahan posisi pasien selama 24 jam secara
teratur

4. Prosedur
Persiapkan alat
a. Bantal
b. Guling
c. Handuk
Persiapan perawat
a. Perawat memperkenalkan diri pada pasien
b. Menjelaskan tujuan perawat pada pasien
c. Menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan perawat
5. Pelaksanaan :
a. Sebelum melakukan tindakan cuci tangan terlebih dahulu
b. Mempersiapkan alat yang dibutuhkan
c. Posisikan tempat tidur sesuai dengan posisi perawat

29
d. Gunakan alat bantu atau bantuan perawat lain apabila pasien tersebeut
mengalami obesitas yang tidak sesuai dengan berat badan perawat
e. Atur posisi tempat tidur hingga sejajar dengan perawat. Ambil bantal dan
perlengkapan yang telah dipakai pasien pada sebelumnya.
f. Beri bantal pada bagian atas pasien
g. Ajak pasien bekerjasama
h. Beri arahan kepada pasien meletakkan tangan dibagian dada dan lutut
agak lebih tinggi
i. Letakkan salah satu tangan dibagian punggung pasien dan satunya
dibagian paha pasien
j. Lalu angkat dan tarik pasien sesuai yang telah diperintahkan pasien agar
pasien mendorong kakinya
k. Bantu pasien untuk memiringkan badannya
l. Dekatkan posisi perawat sedekat mungkin ke arah pasien
m. Tarik pasien hingga pasien dalam keadaan posisi lateral
n. Setelah selesai melakukan tindakan jangan lupa untuk mencuci tangan

6. Implikasi keperawatan
a. Apabila perawat menjumpai pasien dengan ulkus dekubitus maka posisi
yang disarankan adalah posisi lateral di karenakan akan mengakibatkan
infeksi dan luka pada tubuh bagian belakang.
b. Implementasi dan interavensi perawat pada pasien pasca operasi adalah
dengan cara meposisikan literal
c. Posisi literal ini juga dapat dilakuakn pada ibu bersalin. Posisi bersalin
lateral ini melakukan proses melahirkan dengan posisi tubuh miring kini
menjadi salah satu posisi bersalin yang mulai banyak disarankan oleh tim
kesehatan.
d. Pada pasien yang mengalami tingkat kesadaran yang rendah sebaiknya
dilakukan posisi lateral agar tidak mengakibatkan komplikasi dikarenakan
kesamaan posisi dalam jangka waktu lama

30
e. Pada pasien stroke yang mengalami kesulitan untuk bergerak sendiri
sebaiknya perawat memberikan pertolongan pada pasien tersebut agar tidak
terjadi luka atau tekanan. Perubahan posisi yang dilakukan setiap 2 jam
sekali. Pasien di beri arahan dan antuan untuk memiringkan badannya ke
arah kiri, lalu ke arah kanan, ini dilakukan perawat setiap hari.

31
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Memposisikan pasien adalah mengatur dan mengubah posisi pasien secara sitematik dan
terarur. Dimana dalam memposisikan pasien merupakan salah satu aspek yang penting
terkait dengan mobilisasi pada sistem tubuh. Posisi tubuh yang terus monoton di atas
tempat tidur akan menyebabkan timbulnya gangguan apabila tidak dilakukan perubahan
posisi. Tujuan dari memposisikan pasien yaitu salah satunya mencegah kaku otot, nyeri
akibat tekanan terlalu lama hingga kerusakan pada syaraf dan pembuluh darah.

Dalam pengaturan memposisikan pasien terdapat beberapa posisi dan teknik sesuai
dengan kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Beberapa pengaturan posisi tubuh
diantaranya seperti fowler, sims, trendelenberg, dorsal lecumben, lithotomi, genu
pectrocal, orthopeneis, supinasi, pronasi dan lateral. Dimana dalam penerapannya setiap
posisi memiliki gerakan tersendiri dan posisi yang berbeda untuk setiap jenisnya.
Tujuan dan manfaat yang dicapai untuk masing-masing posisi juga akan berbeda.

3.2 Saran

Mengingat pentingnya pengaturan posisi pada pasien di tempat tidur sebagai seorang
perawat hendaknya harus memahami bagaimana tata cara pengaturan posisi dengan baik
dan benar terkait dengan pasien. Hal ini dikarenan setiap posisi memiliki karakteristik
tersendiri dan tujuan yang berbeda beda sehingga dengan perawat bisa memahami dan
membedakan macam-macam posisi pengaturan tubuh pasien ketika di tempat tidur
diharapkan kan membantu pasien dalam meningkatkan derajat kesehatannya dan
menghindari adanya cedera dalam proses perawatan. Serta dengan perawat memahami
bagaimana pengaturan posisi tubuh yang benar maka, akan membatu dalam proses
keperawatan.

32
DAFTAR PUSTAKA

Adelia,Gita .(2014). Pengaruh Orthopneic Position Terhadap Penurunan Respiratory


Rate Pasien Dengan Dypsnea Di Ruang Unit Gawat Darurat. Diunduh dari
http://ws.ub.ac.id/selma2010/public/images/UserTemp/2014/05/13/2014051319
1230_4899.docx
Alimul Hidayat, A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Jilid 1.
Surabaya : Salemba Medika.

Anndy Prastya (2013).PENGARUH MOBILISASI MIRING KANAN MIRING KIRI


TERHADAP PENCEGAHAN KONSTIPASI PADA PSIEN STROKE
INFARK DENGAN TIRAH BARING LAMA DI RUANG ICU RSUD PROF.
DR. SOEKANDAR MOJOKERTO. 1-72.
ws.ub.ac.id/selma2010/public/images/UserTemp/2014/.../20140508211023_788
4.pdf

Cahyono. Bayu.2012. Congenital Talipes Equinovarus (CTEV).Jember.Universitas


Jember.http://kalbemed.com/Portals/6/07_191Congenital%20Talipes
%20Equinovarus.pdf [diakses tanggal 7 Oktober 2016]
Darliana, Devi, dkk. 2014. Kebutuhan Aktivitas dan Mobilisasi. Fakultas Keperawatan
Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh.

Jaul, E. 2010. Assesment and Management of Wound Infection : The Role of Silver.
Wound Care Journal. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmend [diakses tanggal 6
Oktober 2016]

Lukmanto, H. (1995). Diagnosis Fisik Edisi 17. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Diakses 06/10/2016.

Musrifatul, Uliyah .2008. Praktikum Keterampilan Dasar Praktik Klinik Aplikasi


Dasar-Dasar Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika.

Nigrum, Dwi A. 2015. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Oksigenasi Pada Tn. S di


Ruang Cempaka RSUD Dr. Soedirman Kebumen. Kebumen. Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Gombong.

33
http://elib.stikesmuhgombong.ac.id/173/1/DWI%20ASRI%20NINGRUM
%20NIM.%20A01201623.pdf [diakses tanggal 6 Oktober 2016]

Rasjidi, I. (2008). Manuak Histeroktomi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Diakses


07/10/2016 .

Ritianingsih,Nieniek., Irawaty Dewi., Handiyani, Hanny. (2011). Peningkatan Fungsi


Ventilasi Paru pada Klien penyakit Paru Obstruksi Kronis dengan Posisi High
Fowler dan Orthopneic. Diunduh dari
http://jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/54/54

Suhardin. Saverinus. 2016. Praktik Tidakan Keperawatan Sistem Pernapasan. Kupang.


Akademi Keperawatan Maranatha Kupang.
http://akpermaranatha.ac.id/file/download/0e1678c51784d108584962084170dddb
.pdf [diakses tanggl 6 Oktober 2016]

Suhartono,. Hidayat S.P.2004. Teknik Radiografi Tulang Ekstremitas Atas.jakarta:EGC

Uliyah, M dan Hidayat, A. (2008). Keterampilan Dasar Untuk Kebidanan. Jakarta:


Selemba Medika. Diakses 07/10/2016

Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Volume II. Jakarta: EGC

Wirya & Sari. (2013). PENGARUH MOBILISASI PASIF TERHADAP


PENCEGAHAN DEKUBITUS PADA PASIEN DI ZAAL E RS HKBP BALIGE
TAHUN 2012.
Serial online. http://www.akperhkbp.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/Jurnal-
Keperawatan-Akper-HKBP-Balige-Vol-1-No-1.pdf#page=72

34

Anda mungkin juga menyukai