1. Definisi Tindakan
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi
seseorang. Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari
mobilitas optimal. Imobilitas pada lansia terjadi karena banyaknya perubahan-perubahan
fisiologis pada lansia seiring dengan pertamabahan usianya. Ambulasi atau gerakan untuk
berjalan diperlukan oleh klien yang mengalami masalah atau gangguan pada sistem
musculoskeletal atau pada klien yang mengalami keterbatasan dalam gerakan. Intervensi pada
lansia dengan gangguan mobilitas salah satunya adalah dengan penggunaan alat bantu jalan.
Alat bantu jalan adalah alat bantu untuk berjalan yang digunakan pada klien yang mengalami
penurunan kekuatan otot dan cedera pada ekstremitas bawah serta gangguan keseimbangan.
Terapi untuk klien lansia dengan gangguan berjalan dan keseimbangan difokuskan untuk
mengatasi atau mengeliminasi penyebabnya atau faktor yang mendasarinya. Penggunaannya
alat bantu jalan memang membantu meningkatkan keseimbangan, namun di sisi lain
menyebabkan langkah yang terputus dan kecenderungan tubuh untuk membungkuk, terlebih
jika alat bantu tidak menggunakan roda. Karena itu penggunaan alat bantu ini haruslah
direkomendasikan secara individual.
2. Tujuan Tindakan
- Membantu lansia untuk mempertahankan mobilisasi secara maksimal
- Memelihara dan mengembalikan fungsi otot secara optimal
- Mencegah kelainan bentuk, seperti kaki menjadi bengkok.
- Memelihara dan meningkatkan kekuatan otot.
- Mencegah komplikasi, seperti atrofi dan kekakuan sendi
3. Indikasi Penggunaan Alat Bantu Jalan
Masing-masing alat bantu jalan memiliki indikasi penggunaan dan cara penggunaan
yang berbeda. Ada beberapa faktor yang dipertimbangkan untuk menentukan pola berjalan
dengan menggunakan alat bantu jalan, antara lain kemampuan pasien untuk melangkah
dengaan satu / kedua tungkai, kemampuan weight bearing dan keseimbangan pasien dengan
satu kaki / kedua tungkai, dan kemampuan kedua AGA untuk mempertahankan weight
bearing; keseimbangan, serta kemampuan mempertahankan tubuh dalam posisi berdiri.
Indikasi pada lansia diantaranya adalah:
a. Pasien penderita dan pasca stroke
b. Pasien dengan fraktur ekstremitas bawah / kelumpuhan
c. Pasien yang menderita fraktur/cedera
4. Kontra indikasi Penggunaan Alat Bantu Jalan
a. Pasien dengan penurunan kesadaran / bedrest
b. Pasien dengan fraktur yang parah dan belum ada penyatuan tulang
c. Pasien yang mengalami kelemahan (malaise)
5. Jenis-Jenis Alat Bantu Jalan
a.
Kruk
b.
Walker
c.
Kursi roda
d.
Tripod/ Quadripod
e.
Stick
a. KRUK
Pengertian
Terdapat berbagai alat bantu jalan bagi klien yang memerlukan bantuan dalam memenuhi
kebutuhan ambulasi. Salah satu alat bantu jalan adalah kruk. Kruk merupakan tongkat penopang
yang terbuat dari kayu atau logam sepanjang ujung mencapai aksila untuk meningkatkan
mobilitas klien (DeLaune & Ladner, 2002; Novieastari et al, 2005). Kruk kurang stabil
dibandingkan tongkat dan walker, sehingga membutuhkan kemampuan klien untuk menjaga
keseimbangan dengan baik dan kekuatan tubuh bagian atas. Beberapa orang membutuhkan kruk
untuk digunakan sementara waktu dan ada juga yang membutuhkan kruk untuk digunakan
permanen, misalnya penggunaan kruk temporer pada klien dengan kerusakan ligamen di lutut
dan penggunaan kruk permanen pada klien paralisis ekstremitas bawah (Potter & Perry, 2005).
2. Kruk Lofstrand/karade
3. Kruk Platform
Tujuan
Penggunaan kruk bertujuan untuk membantu klien yang
memerlukan bantuan dalam memenuhi kebutuhan mobilisasi.
Selain itu, tujuan lain dari penggunaaan alat bantu jalan
(Novieastari et al, 2005), yaitu:
1. Meningkatkan kekuatan otot, pergerakan sendi, dan
kemampuan mobilisasi
2. Menurunkan risiko mobilisasi
3. Menurunkan ketergantungan terhadap orang lain
4. Meningkatkan rasa percaya diri klien
Indikasi
Alat bantu jalan digunakan untuk klien yang memerlukan bantuan berupa dukungan
sesudah kondisi immobilisasi. Kruk digunakan untuk memindahkan berat dari satu atau kedua
kaki. Jadi, kruk tepat digunakan untuk klien dengan gangguan ekstremitas bawah. Indikasi
penggunaan kruk (Suratun, Heryati, Manurung, & Raenah, 2008), yaitu:
1. Pasca amputasi kaki
2. Hemiparese
3. Paraparese
4. Fraktur pada ekstremitas bawah
5. Terpasang gips
6. Pasca pemasangan gips
Kontraindikasi
Klien demam dengan suhu tubuh lebih dari 37o C.
Klien yang harus bedrest
Klien dengan post op
Komplikasi
Penggunaan kruk tidak menimbulkan komplikasi.
Namun, dalam mengajarkan penggunaan kruk, perawat
harus memperhatikan gejala pusing, sulit bernafas, dan
lemas akibat hipotensi ortostatik yang terjadi pada klien
bedrest saat ingin memulai ambulasi dini. Oleh karena
itu, perawat harus mengajarkan penggunaan kruk secara
perlahan lahan dan selalu mengevaluasi denyut
jantung, pernafasan, dan respon klien saat diberikan
latihan penggunaan kruk.
Alat dan Bahan
Kruk
Prosedur Tindakan
Pastikan jarak antara kedua kaki klien agak berjauhan. Orang yang tinggi membutuhkan
dasar tumpuan yang lebih lebar daripada orang yang pendek
Pastikan postur tubuh klien dalam posisi tegak, yaitu lutut dan pinggul ekstensi,
punggung lurus dan kepala tegak lurus. Usahakan agar posisi bahu tidak membungkuk
sehingga tidak ada beban yang bertumpu pada aksila. Siku hendaknya direnggangkan
secukupnya sehingga memungkinkan berat badan bertumpu pada tangan.
Perawat hendaknya berdiri di belakang klien dan pada sisi bagian yang lemah.
Rasionalnya, perawat dapat segera menyangga klien jika klien kehilangan keseimbangan
Jika klien tidak dapat berdiri dengan stabil (goyah), pasang sabuk pemindah di pinggang
klien dan pegang sabuk tersebut dari atas bukan bawah. Rasionalnya agar lebih efektif
untuk mencegah klien jatuh.
e. Gaya berjalan 4 titik tumpu
Perawat atau keluarga harus memperhatikan ketika klien akan menggunakan kruk.
2.
Monitor klien saat memeriksa penggunaan kruk dan observasi untuk beberapa saat sampai
problem hilang.
3.
4.
5.
6.
7.
Bila tidak ada wc duduk, gunakan wc biasa dengan kursi yang tengahnya diberi lubang.
8.
2.
Walker
memperbaiki
keseimbangan
dengan
meningkatkan
area
dasar
Pada umumnya, pegangan walker terbuat dari plastik, akan tetapi banyak pilihan
yang lebih baik. Klien harus mempertimbangkan pegangan walker yang berlapis busa,
khususnya jika tanganklien walker cenderung mudah berkeringat. Jika klien memiliki
masalah pada jari-jari seperti: (1) penderita arthritis; (2) masalah nyeri pada persendian; dan
(3) masalah pada saraf, klien harus memilih pegangan yang lebih besar. Memilih pegangan
yang tepat akan mengurangi masalah pada persendian dan membantu dalam mencegah
kelainan bentuk pada persendian. Pegangan manapun yang klien pilih, yakinkan bahwa
pegangan tersebut aman untuk digunakan sehingga klien walker tidak akan tergelincir saat
menggunakan walker.
dengan langkah kaki klien. Lanjutkan melangkah pada satu kaki lainnya.
Melangkah dengan kaki yang lain
Tempatkan kaki yang lain di dalam walker. Ulangi langkah tersebut dengan
memindahkan walker kedepan dan melangkah satu kaki kedalamnya dalam satu waktu. Jika
Anda menggunakan walker hanya untuk keseimbangan, Anda dapat berdiri di dalam walker
dan berjalan dengan normal
Jangan menyandar di atas walker
Ketika Anda menggunakan walker, penting untuk tetap berdiri tegak. Hal ini akan
membantu melindungi punggung klien. Selalu melangkah di dalam walker dari pada
berjalan di belakang walker. Hati-hati untuk tidak mendorong walker terlalu jauh di depan
klien atau menset pegangan terlalu tinggi. Hindari mempercepat dan mengambil langkah
yang lebar saat berjalan dengan walker. Ubah arah dengan pelan. Jangan mencoba untuk
menaiki tangga menggunakan walker.
Apapun jenis walker yang klien gunakan, pastikan klien menguasainya.
Penggunaan pegangan walker dengan tidak benar dapat meningkatkan risiko jatuh
saat menggunakan walker. Untuk membantu dalam memilih dan mengusai penggunaan
walker, konsultasikan pada dokter atau terapis
Hal-hal penting yang harus diperhatikan perawat dalam melakukan tindakan termasuk
keamanan & keselamatan (safety) klien
Postur jalan normal adalah kepala tegak, vertebra servikal, thorakal, lumbal sejajar, pinggul
dan lutut berada dalam keadaan fleksi yang sesuai, dan lengan bebas mengayun bersama dengan
kaki. Penyakit atau trauma dapat mengurangi toleransi aktivitas, sehingga memerlukan bantuan
dalam berjalan. Selain itu, kerusakan temporer dan permanen pada sistem muskuloskeletal dan
saraf memerlukan penggunaan alat bantu untuk berjalan.
Membantu klien berjalan, separti prosedur lain membutuhkan persiapan. Perawat mengkaji
toleransi aktivitas, kekuatan , nyeri, koordinasi, dan keseimbangan klien untuk menentukan
jumlah bantuan yang diperlukan. Perawat juga harus memperhatikan serta menguasai mekanika
tubuh manusia sehingga dapat mengetahui posisi yang baik dan buruk pada klien lansia yang
menggunakan walker.
Perawat menjelaskan seberapa jauh klien mencoba berjalan, siapa yang akan membantu,
kapan dilakukan kegiatan berjalan, dan mengapa berjalan itu penting. Selain itu perawat dan
klien menentukan berapa banyak kemandirian klien dapat berikan.
Perawat juga memeriksa lingkungan untuk memastikan tidak ada rintangan dijalan klien.
Kursi, penutup meja tempat tidur, kursi roda disingkirkan dari jalan sehingga klien memiliki
ruangan yang luas untuk berjalan.
Sebelum memulai, menentukan tempat berisitirahat pada kasus dengan perkiraan kurang
toleransi aktivitas atau klien menjadi pusing. Misalnya, jika diperlukan kursi dapat di tempatkan
diruangan yang dapat digunakan klien beristirahat.
Hal-hal yang harus dicatat (dokumentasi)
Hari, tanggal, waktu, nama klien, umur, gangguan/masalah kesehatan, intervensi yang
diberikan (jenis walker), respon klien terhadap intervensi, nama perawat, dan tanda tangan
perawat.
c. TONGKAT
Pengertian
Tongkat (canes) merupakan alat ringan, membantu pergerakkan dengan mudah, terbuat dari
kayu atau besi. Tongkat dapat membantu menjaga keseimbangan badan, diberikan bagi klien
dengan hemiparesi dan digunakan untuk menurunkan ketegangan karena kumpulan beban yang
berat. Tongkat tidak direkomendasikan untuk klien dengan kelemahan kaki bilateral (dalam
Buku Panduan Praktikum Keperawatan Dasar I)
Tongkat kaki 4 dan kaki 3 (tripod/quadripod) adalah alat bantu berjalan berupa tongkat
dengan kaki-kaki berjumlah 4. Tongkat bisa diatur tinggi rendahnya agar bisa digunakan oleh
orang dengan segala umur. Tepat digunakan oleh lansia dan untuk rehabilitasi setelah
kecelakaan (jatuh) atau operasi.
Terdapat3tipetongkatyangumumdigunakanyaitu:
1. Tongkat standar, memberi dukungan minimal dan digunakan oleh klien yang
membutuhkan sedikit bantuan untuk berjalan.
2. Tongkat bertangkai terdapat gagang untuk dipegang sehingga memudahkan untuk
memberikan stabilitas lebih besar dari tongkat standar, khususnya berguna bagi klien
dengan kelemahan tangan.
3. Tongkat segi empat mempunyai 3 atau 4 kaki yang memberikan dukungan
keseimbangan lebih besar. Alat ini berguna bagi klien dengan parsial unilateral atau
paralisis penuh pada kaki.
Tujuan
Membantu menjaga keseimbangan badan; untuk menurunkan ketegangan karena kumpulan
beban yang berat.
Indikasi
Klien dengan hemiparesis atau paralisis baik pada sebagian salah satu kaki (kanan atau kiri)
maupun keseluruhan.
Kontraindikasi
Klien dengan kelemahan kaki bilateral.
Alat dan bahan
Tongkat
Prosedur tindakan
1. Kaji toleransi aktivitas klien, kekuatan, nyeri, koordinasi, dan keseimbangan klien untuk
menentukan jumlah bantuan yang diperlukan.
2. Periksa lingkungan untuk memastikan tidak ada rintangan di jalan klien, misalnya
menyingkirkan kursi dan meja.
3. Sebelum memulai, tentukan tempat beristirahat pada kasus dengan perkiraan kurang
toleransi aktivitas atau klien menjadi pusing.
4. Jelaskan tujuan memakai tongkat pada klien
5. Jelaskan tentang cara menggunakan tongkat kaki tiga pada klien, yaitu:
a. Penggunaan tongkat bagi lansia
Pegang tongkat dengan tangan pada sisi yang kuat dari tubuh untuk menyediakan
dukungan maksimum dan kesesuaian postur tubuh ketika berjalan
Hal-hal penting yang harus diperhatikan perawat dalam melakukan tindakan termasuk
keamanan & keselamatan (safety) klien
Tongkat harus dipakai di sisi tubuh yang terkuat.
Untuk mencegah hipotensi ortostatik, klien harus dibantu untuk duduk di sisi tempat tidur
dan harus istirahat 1 atau 2 menit sebelum berdiri. Setelah berdiri, klien harus tetap berdiri
selama 1 atau 2 menit sebelum bergerak.
Keseimbangan klien harus stabil sebelum berjalan.
Hal-halyang harus dicatat (dokumentasi)
Kemampuan klien berjalan dengan tongkat
Respon setelah berjalan (apakah pusing, lemah, dll)
d. Kursi Roda
Kursi roda adalah alat bantu yang digunakan oleh orang yang mengalami kesulitan berjalan
menggunakan kaki, baik dikarenakan oleh penyakit, cedera, maupun kelumpuhan atau
kelemahan ekstremitas bawah. Alat ini bisa digerakkan dengan didorong oleh pihak lain,
digerakkan dengan menggunakan tangan, atau digerakkan dengan menggunakan mesin
otomatis. Kursi roda terdiri dari 2 jenis yaitu kursi roda manual dan kursi roda listrik
Catatan
Apabila pada lansia yang kasus gangguan mobilisasinya tidak dapat ditangani dengan
obat-obatan maupun pembedahan. Oleh karena itu, penanganannya adalah dengan alat bantu
jalan seperti cane (tongkat), crutch (tongkat ketiak) dan walker. (Jika hanya 1 ekstremitas atas
yang digunakan, pasien dianjurkan pakai cane). Pemilihan cane type apa yang digunakan,
ditentukan oleh kebutuhan dan frekuensi menunjang berat badan. Jika ke-2 ekstremitas atas
diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan dan tidak perlu menunjang berat badan, alat
yang paling cocok adalah four-wheeled walker. Jika kedua ekstremitas atas diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan dan menunjang berat badan, maka pemilihan alat ditentukan
oleh frekuensi yang diperlukan dalam menunjang berat badan.
REFERENSI:
Gallo,Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Kane RL, Ouslander JG, Abras IB. 2004. Immobility. In : Kane RL. Editors. Essential of clinical Geriatrics. New
York: McGraw Hill
Tarwoto, Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika
Handiyani, H. (ed.). (2006). Panduan Praktikum Keperawatan Dasar 1. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S.J. (2004). Fundamentals of nursing: concepts, process, and practice.
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Novieastari, E, et al. (2006). Panduan praktikum keperawatan dasar 1. Jakarta: FE UI
Potter, P.A., Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: konsep, proses, dan praktik, vol. 2 edisi
4.Jakarta: EGC.