Anda di halaman 1dari 19

i

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prevalensi obesitas di seluruh dunia selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut penelitian Malnick dan Kobler (2006), dibandingkan antara tahun 1976-
1980 dengan tahun 1999-2000 terdapat peningkatan prevalensi overweight dari
46% menjadi 64,5%. Demikian halnya dengan prevalensi obesitas yang meningkat
dua kali lipat menjadi 30,5%. World Health Organization (WHO) pada tahun 2003
mencatat bahwa sekitar satu milyar penduduk dunia mengalami overweight dan
sedikitnya 300 juta menderita obesitas secara klinis. WHO juga memprediksikan
bahwa pada tahun 2015, 2,3 milyar orang dewasa akan mengalami overweight dan
700 juta yang mengalami obesitas.
Prevalensi obesitas dan overweight di Indonesia sendiri juga masih tinggi. Menurut
data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, prevalensi obesitas pada
penduduk berusia ≥15 tahun berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah 10,3%
(laki-laki 13,9%, perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi overweight pada anak-
anak usia 6-14 tahun adalah 9,5% pada laki-laki dan 6,4% pada
perempuan.(Penelitian & Pengembangan, 2013)
Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit yang ditandai oleh
penimbunan jaringan lemak dalam tubuh secara berlebihan. Obesitas terjadi karena
adanya ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar.
Sedangkan menurut Magdalena (2007) yang dimaksud dengan obesitas adalah
kelebihan berat badan dari ukuran normal sebenarnya.(Ugm, 2007)
Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas jaringan
lemak tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar dari keadaan
normalnya, atau suatu keadaan di mana terjadi penumpukan lemak tubuh yang
berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal. Masalah obesitas
tidak hanya terjadi di negara yang sudah maju, tetapi mulai meningkat
prevalensinya di negara berkembang.

1
Berbagai faktor yang meningkatkan obesitas meliputi konsumsi energi,
karbohidrat, lemak, dan protein, aktivitas fisik, dan stres. Pertambahan usia
membuat aktivitas bergerak menjadi berkurang sehingga massa otot dalam tubuh
menurun. Kehilangan massa otot menyebabkan perlambatan tingkat pembakaran
kalori, tanpa mengurangi jumlah asupan kalori terjadi penumpukan energi di dalam
tubuh yang pada akhirnya mengakibatkan obesitas.
Obesitas dapat terjadi pada siapa saja, baik balita maupun orang dewasa.
Terutama pada remaja, remaja adalah masa yang menyenangkan, namun juga masa
yang kritis dan sulit, karena merupakan masa transisi atau peralihan dari masa
kanak kanak menuju masa dewasa, yang ditandai dengan perubahan aspek fisik,
psikis dan psikososial (Dariyo, dalam Galih Tri Utomo 2012). Berkaitan dengan
pertumbuhan fisik tersebut, bentuk tubuh yang ideal dan wajah yang menarik
merupakan hal yang diidam-idamkan oleh hampir semua orang. Apalagi bagi
banyak remaja yang mulai mengembangkan konsep diri dan juga hubungan
heteroseksual. Untuk itu kecenderungan gemuk atau obesitas dapat mengganggu
sebagian anak pada masa puber dan menjadi sumber keprihatinan selama bertahun-
tahun awal masa remaja. Obesitas harus diatasi sejak dini karena terkait banyaknya
dampak buruk yang disebabkan obesitas. Berdasarkan latar belakang diatas penulis
menyusun makalah dengan judul ” Dampak Obesitas Pada Remaja Di Indonesia”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diperoleh rumusan masalah
yaitu sebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud dengan obesitas ?
2. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya obesitas ?
3. Bagaimanakah dampak obesitas pada remaja ?
4. Apakah resiko penyakit yang ditimbulkan obesitas ?
5. Bagaimanakah cara mengatasi obesitas pada remaja ?
6. Bagaimanakah peran perawat bagi penderita obesitas ?
1.3 Tujuan

2
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui peran perawat dalam ruang lingkup dalam merawat pasien
penderita obesitas pada remaja. Sehingga perawat mampu memberikan pelayanan
yang baik dan motivasi kepada klien penderita obesitas remaja.
1.3.2 Tujuan Khusus
Memberi pengetahuan tentang penyakit obesitas kepada para pembaca terutama
mahasiswa perawat, yang meliputi:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan obesitas
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya obesitas
3. Untuk mengetahui resiko penyakit obesitas
4. Untuk mengetahui dampak obesitas pada remaja
5. Untuk mengetahui cara menurunkan obesitas pada remaja
6. Untuk mengetahui peran perawat bagi penderita obesitas
1.4 Manfaat

Dalam membahas mengenai dampak obesitas pada remaja di indonesia, maka


diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut.

1. Dapat mengetahui yang dimaksud dengan obesitas


2. Dapat mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya obesitas
3. Dapat mengetahui resiko penyakit obesitas
4. Dapat mengetahui dampak obesitas pada remaja
5. Dapat mengetahui cara menurunkan obesitas pada remaja
6. Dapat mengetahui peran perawat bagi penderita obesitas

BAB 2. PEMBAHASAN

3
2.1 Pengertian Obesitas

Menurut mayer (dalam Galih Tri Utomo 2012) obesitas merupakan keadaan
patologis karena penimbunan lemak berlebihan dari pada yang diperlukan untuk
fungsi tubuh. Penderita Obesitas adalah seseorang yang timbunan lemak bawah
kulitnya terlalu banyak. Obesitas dari segi kesehatan merupakan salah satu
penyakit salah gizi, sebagai akibat konsumsi makanan yang jauh melebihi
kebutuhanya. Perbandingan normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah
sekitar 12-35% pada wanita dan 18-23% pada pria. Obesitas merupakan salah satu
faktor resiko penyebab terjadinya penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus,
penyakit jantung koroner, dan hipertensi menurut Laurentika (dalam Nuri
Rahmawati 2009).
Obesitas berhubungan dengan pola makan, terutama bila makan makanan yang
mengandung tinggi kalori, tinggi garam, dan rendah serat. Selain itu terdapat
faktor lain yang mempengaruhi seperti faktor demografi, faktor sosiokultur, faktor
biologi dan faktor perilaku. Obesitas juga dapat disebabkan oleh faktor genetik
atau faktor keturunan.
Menurut dietz dalam (Rahmatika.2008) kemungkinan seorang anak beresiko
menderita obesitas sebesar 80% jika kedua orangtuanya mengalami obesitas.
Sedangkan seorang anak akan beresiko menderita obesitas sebesar 40% jika salah
satu orang tuanya mengalami obesitas.
Dalam hal ini selain faktor gaya hidup dalam mengkonsumsi makanan penyakit
obesitas juga dipicu oleh faktor genetik atau keturunan yang diturunkan melaui
gen gen kedua orang tuanya yang sama-sama memiliki kelebihan berat badan atau
obesitas.
Para ahli menetapkan angka indeks massa tubuh (BMI/Body Mass Index). BMI
untuk mengukur lemak tubuh berdasarkan pembagian berat badan dalam kg
dengan kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/ m2 ). Para ahli sedang memikirkan
klasifikasi BMI tersendiri untuk orang Asia. Misalnya di Singapura, orang dengan

4
BMI 27-28 mempunyai lemak tubuh yang sama dengan BMI 30 pada orang kulit
putih. Di india, peningkatan BMI dari 22 menjadi 24, meningkat kejadian diabetes
mellitus 2 kali lipat. Dan bila menjadi 28, kejadian diabetes meningkat 3 kali lipat
(Faisal Yatim,2005:7).

Salah satu cara mengetahui obesitas tidaknya seorang anak dapat dihitung
𝐵𝐵 (𝐾𝑔)
dengan rumus Body Mass Index (BMI) yaitu : Hasil penghitungan tersebut
𝑇𝐵𝑚2

kemudian dicocokkan dengan kurva BMI. Interpretasinya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini :

Tabel 2.1 Klasifikasi Berat Badan Berdasarkan BMI Pada Penduduk Asia
(international Obesity Task Force/IOTF,WHO 2000).
Kategori IMT Resiko Penyakit Penyerta

Berat badan <18,5 Resiko terhadap penyakit jantung rendah


kurang tetapi resiko terhadap masalah kesehatan
lain meningkat
Dalam batas 18,5-22,9 Rendah tetapi resiko terhadap masalah
normal kesehatan lain meningkat
Berat badan mulai >/=23 Rata-rata
lebih
Beresiko 23-24,9 Sedang
Obesitas I 25-29,9 Meningkat
Obesitas II >/=30 Berbahaya
Sumber :Faisal Yatim (2005:7)

Tabel 2.1 menunjukkan bahwa data berat badan berdasarkan BMI penduduk asia
menurut WHO tahun 2010 dihasilkan untuk kategori berat badan normal jika
memiliki nilai IMT berkisarantara 18,5-22,9. Sementara untuk kategori berat
badan beresiko jika memiliki nilai IMT 23-24,9. Sedangkan untuk kategori

5
obesitas terdiri dari dua yaitu obesitas I dan obesitas II, jika obesitas I nilai IMT
berkisar antara 25-29,9. Sedangkan untuk obesitas II nilai IMT berkisar >/=30.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Obesitas

Pada dasarnya obesitas terjadi karena energi yang didapat lewat makanan
melebihi energi yang dikeluarkan anak. Ketidakseimbangan ini didapat dari
berlebihnya energi yang diperoleh dan atau berkurangnya energi yang dikeluarkan
untuk metabolisme tubuh, thermolegulasi, dan aktivitas fisik. Menurut Papalia,
Olds, Feldman dan Rice (dalam Galih Tri Utomo 2012) ada tiga penyebab obesitas,
antara lain disebabkan oleh :

1) Faktor Faktor Fisiologis

Faktor-faktor fisiologis dapat herediter maupun nonherediter. Variabel yang


bersifat herediter (internal faktor) merupakan variabel yang berasal dari faktor
keturunan. Sedangkan faktor yang bersifat nonherediter (eksternal faktor)
merupakan faktor yang berasal dari luar individu, misalnya jenis makanan yang
dikonsumsi dan taraf kegiatan yang dilakukan individu.

a. Herediter (Genetik)
Gen bisa diturunkan dari generasi sebelumnya pada generasi berikutnya di
dalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang
gemuk cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula.Dalam hal ini,
nampaknya faktor genetik telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel
lemak dalam tubuh. Hal ini dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas
sedang hamil maka unsur sel lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran
normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang bayi selama dalam
kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur lemak
tubuh yang relatif sama besar. Gen penyebab obesitas terkait dengan protein lemak
yang bisa diturunkan seperti gen INSIG2, gen FTO, gen ob dan gen db (diabetic).
b. Nonherediter

6
Faktor nonherediter misalnya faktor lingkungan, faktor lingkungan ternyata
juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika seseroang dibesarkan
dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol kemakmuran dan
keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk. Selama
pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang
obesitas tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan
kegemukan.
Faktor pola makan yang berlebihan seseorang yang kegemukan lebih responsif
dibanding dengan orangyang memiliki berat badan normal terhadap isyarat lapar
eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan. Orang yang
gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia
lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar
dari kegemukan jika tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk
mengurangi berat badan.
Faktor kurangnya aktivitas fisik, aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu
pertiga pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang
memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting.
Pada saat berolahraga, kalori terbakar. Makin banyak berolahraga maka semakin
banyak kalori yang hilang.Kalori secara tidak langsung mempengaruhi sistem
metabolisme. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunan
metabolisme dalam tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan
suatu siklus yang hebat, obesitas membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit
dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak langsung akan
mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang tersebut. Jadi olahraga
sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar
kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis
normal.

2) Faktor Psikologis

7
Sebab-sebab psikologis terjadinya kegemukan ialah bagaimana gambaran
kondisi emosional yang tidak stabil yang menyebabkan kecenderungan seorang
individu untuk melakukan pelarian diri dengan cara banyak makan makanan yang
mengandung kalori atau kolestrol tinggi. Kondisi ini biasanya bersifat ekstrim,
artinya menimbulkan gejolak emosional yang sangat dahsyat dan bersifat
traumatis.
Misalnya apda orang gemuk didapatkan bahwa mereka lebih banyak
menghabiskan kripik setelah menyaksikan film yang tegang dibanding setelah
menonton film yang membosannkan. Sedangkan pada orang dengan berat badan
kurang selera makan kripik tetap sama setelah menonton film yang tegang maupun
film yang membosankan.
Serta terdapat sebuah pandangan populer bahwa obesitas bermula dari masalah
emosional yang tidak teratasi. Orang-orang gemuk haus akan cinta kasih seperti
anak-anak, makanan dianggap sebagai simbol kasih sayang ibu, atau kelebihan
makan adalah sebagai subtitusi untuk pengganti kepuasan lain yang tidak tercapai
dalam kehidupannya.

3) Faktor Kecelakaan atau Cidera Otak

Salah satu faktor penyebab obesitas adalah kecelakaan yang menyebabkan


cidera otak terutama pada pusat pengaturan rasa lapar. Kerusakan syaraf otak ini
menyebabkan individu tidak pernah merasa kenyang, walaupun telah makan
makanan yang banyak, dan akibatnya badan individu menjadi gemuk.
Sistem pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian
otak yang disebut hipotalamus sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang langsung
berhubungan dengan bagian-bagian lain dari otak dan kelenjar dibawah otak.
Hipotalamus mengandung lebih banyak pembuluh darah dari daerah lain pada
otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh unsur kimiawi dari darah.
Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan yaitu
hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat

8
makan); hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas merintangi nafsu makan
(pemberhentian atau pusat kenyang).
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka individu
menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi
makan dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada bagian
HVM maka seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan.

2.3 Resiko Penyakit yang Ditimbulkan Obesitas


Obesitas dapat memicu berbagai penyakit kronis yang mengancam di masa
depan apabila hal ini tidak segera diatasi seperti :
1) Resistensi Insulin

Insulin dalam tubuh berguna untuk menghantarkan glukosa sebagai bahan


bakar pembentuk energi kedalam sel. Dengan memindahkan glukosa kedalam sel
maka insulin akan menjaga kadar gula darah tingkat yang normal. Pada orang
gemuk terjadi penumpukan lemak yang tinggi didalam tubuhnya, sementara lemak
sangat resisten terhadap insulin. Sehingga, untuk menghantarkan glukosa kedalam
sel lemak dan menjaga kadar gula darah tetap normal, pankreas sebagai pabrik
insulin, di bagian pulau-pulau langerhans, memproduksi insulin dalam jumlah
yang banyak. Lama kelamaan, pankreas tidak sanggup lagi memproduksi insulin
dalam jumlah besar sehingga kadar gula darah berangsur naik dan terjadilah apa
yang disebut Diabetes Melitus Tipe 2.

2) Tekanan Darah Tinggi

Hipertensi sangat umum terjadi pada orang gemuk. Para peneliti di Norwegia
menyebutkan bahwa peningkatan tekanan darah pada perempuan gemuk lebih
mudah terjadi jika dibandingkan dengan laki-laki gemuk. Peningkatan tekanan
darah juga mudah terjadi pada orang gemuk tipe apel (central obesity,konsentrasi

9
lemak pada perut) bila dibandingkan dengan mereka yang gemuk tipe buah pear
(konsentrasi lemak pada pinggul dan paha).

3) Serangan Jantung

Penelitian terakhir menunjukan bahwa resiko terkena penyakit jantung koroner


pada orang gemuk tiga sampai empat kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan
orang normal. Setiap peningkatan 1 kilogram berat badan terjadi peningkatan
kematian akibat penyakit jantung koroner sebanyak 1%.

4) Kanker

Walau masih menuai kontroversi, beberapa penelitian menyebutkan bahwa


terjadi peningkatan resiko terjadinya kanker usus besar, prostat, kandung kemih
dan kanker rahim pada orang gemuk. Pada perempuan yang telah menopause
rawan terjadi kanker payudara. Selain itu, obesitas juga dapat menimbulkan
masalah-masalah kesehatan lain seperti: Peningkatan kadar kolesterol
(hypercholesterolemia), stroke, gagal jantung, batu empedu, radang sendi (gout),
osteoporosis dan gangguan tidur. Sebuah penelitian menyimpulkan obesitas
remaja, beresiko lebih besar mengidap multiple sclerosis di usia dewasanya.
Penelitian yang berlangsung selama 40 tahun ini melibatkan 238 ribu perempuan
ini menemukan mereka yang obese di usia 18 tahun dua kali lebih beresiko
mengidap multiple sclerosis, dibanding mereka yang lebih langsing di usia
tersebut. Studi menunjukan mereka yang obese atau BMI mencapai 30 atau lebih
di usia 18 tahun dua kali lebih beresiko nantinya mengidap multiple sclerosis.
Multiple Sclerosis adalah kondisi yang disebabkan hilangnya serat saraf dan
jaringan protektif dari myelin di otak dan saraf tulang belakang yang
mengakibatkan kerusakan sistem saraf. Penelitian yang dilaporkan di jurnal
Neurologi ini menggunakan data dari penelitian berskala besar tentang diet, gaya
hidup dan kesehatan. Diakhir penelitian, diketahui 593 wanita didiagnosa
mengidap multiplesclerosis. Para peneliti membandingkan resiko multiple

10
sclerosis dengan indeks massa tubuh (Body Mass Indeks/BMI) atau perbandingan
antara berat badan dan tinggi badan pada para partisipan kala berusia 18 tahun
(Manuaba.2004).

2.4 Dampak Obesitas Pada Remaja


Obesitas harus diatasi sejak dini karena banyaknya dampak buruk yang
disebabkan obesitas. Dampak buruk obesitas terhadap kesehatan, sangat
berhubungan erat dengan penyakit serius, seperti tekanan darah tinggi, jantung,
diabetes mellitus dan penyakit pernafasan. Dampak lain yang sering diabaikan
adalah obesitas dapat mengganggu kejiwaan pada remaja, yakni sering merasa
kurang percaya diri. Apalagi sedang dalam masa remaja dan mengalami obesitas,
biasanya akan menjadi pasif dan depresi karena sering tidak dilibatkan pada
kegiatan yang dilakukan oleh teman sebayanya. Banyak sekali resiko gangguan
kesehatan yang dapat terjadi pada remaja yang mengalami obesitas. Remaja
dengan obesitas dapat mengalami masalah dengan sistem jantung dan pembuluh
darah (kardiovaskuler) yaitu hipertensi dan dislipidmedia (kelainan pada
kolesterol).

Remaja juga bisa mengalami gangguan fungsi hati dimana terjadi peningkatan
SGOT dan SGPT serta hati yang membesar. Bisa juga terbentuk hati empedu dan
penyakit kencing manis (diabetes mellitus). Pada sistem pernafasan dapat terjadi
gangguan fungsi paru, mengorok saat tidur, dan sering mengalami tersumbatnya
jalan nafas (obstructive sleep apnea). Hal tersebut akan membuat remaja kurang
berkonsentrasi dalam menangkap pelajarannya karena mengantuk dan nantinya
dikhawatirkan bisa mempengaruhi prestasinya disekolah.

Obesitas juga bisa mempengaruhi kesehatan kulit dimana dapat terjadi striae
atau garis-garis putih terutama didaerah perut (white/purple stripes). Selain itu
gangguan psikologis juga dapat terjadi pada remaja dengan obesitas. Badan yang
terlalu gemuk sering akan sering membuatnya diejek oleh teman-temanya.

11
Sehingga memiliki dampak yang kurang baik pada perkembangan psikologis
remaja (pingkan palilingan,2010). Karena demikian kompleksnya permasalahan
obesitas ini maka perlu ditangani bersama antara dokter, perawat, psikolog, ahli
gizi dan tentu saja orang tua. Oleh karena anak sedang dalam masa pertumbuhan
maka menurunkan berat badan anak harus dilakukan dengan perhitungan yang
tepat agar tidak mengganggu pertumbuhanya.

2.5 Cara Mengatasi Obesitas Pada Remaja

Penanganan obesitas pada remaja ditujukan untuk mencapai berat badan yang
ideal secara aman dan efektif serta mampu mencegah komplikasi jangka panjang
akibat obesitas seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit kardiovaskuler.
Oleh karena remaja sedang dalam masa pertumbuhan maka dalam menurunkan
berat badan harus dilakukan dengan perhitungan yang tepat agar tidak
mengganggu pertumbuhanya. Menurut Rahmatika (2008) bahwa, ada beberapa
cara yang dapat dilakukan untuk menangani obesitas, antara lain:

1) Olahraga
Olahraga menjadi bagian penting bagi tubuh, karena dengan olahraga tubuh
akan mengubah lemak menjadi karbohidrat yang dijadikan sebagai sumber energi
untuk beraktivitas. Semakin banyak beraktivitas maka semakin banyak lemak
yang akan dibakar menjadi energi. Maka dari itu olahraga memang sangat baik
untuk membakar lemak dalam tubuh sehingga membuat tubuh menjadi lebih sehat
dan bugar.
Olahraga yang dianjurkan adalah olahraga yang bersifat aerobik, yaitu olahraga
yang menggunakan oksigen dalam sistem pembentukan energinya. Atau dengan
kata lain olahraga yang tidak terlalu berat namun dalam waktu lebih dari 15 menit.
Contoh olahraga yang dianjurkan antara lain berjalan selama 20-30 menit setiap
harinya, berenang, bersepeda santai, jogging, senam aerobik, dll.
2) Diet

12
Karena diet berhubungan dengan makanan yang dikonsumsi dalam keluarga
sehari-hari maka partisipasi seluruh anggota keluarga untuk ikut mengubah pola
makanan akan sangat bermanfaat. Kurangi konsumsi makanan cepat saji dan
banyak mengandung lemak terutama asam lemak tak jenuh dan mengurangi
makanan yang manis-manis.
Diet dapat dilakukan dengan cara :
a. Kurangi makanan yang mengandung minyak dan lemak, kita tahu makanan
seperti ini sangat banyak menghasilkan lemak dalam tubuh. Banyak makanan
yang mengandung jenis ini seperti lemak hewan (sapi, lembu, dan kambing),
makanan, gorengan, dan macam makanan yang diolah dengan menggunakan
minyak. Dan kalau hewan bisa ditemukan dalam bentuk hidangan sup atau
sejenisnya.
b. Kurangi porsi makan banyak, makan yang terlalu berlebihan akan berakibat
kegemukan. Ada kalanya kita makan sesuai porsi dari kegiatan kita sehari-
harinya. Jangan mengkonsumsi nasi teralu berlebihan jika kita tidak melakukan
aktivitas berat, karena ini biasanya tidak seimbang antara makanan yang
dimakan dengan pergerakan aktivitas yang dilakukan. Makanlah makanan yang
seimbang sesuai dengan aktivitas sehari-hari.
c. Kurangi mengemil makanan, mengemil artinya terlalu banyak mengkonsumsi
makanan ringan, seperti makan makanan instan, contohnya kerupuk, cokelat,
biskuit, minum es, dan lain-lain.

3) Terapi Psikologis
Hal ini terutama ditujukan jika penyebab obesitas adalah masalah psikologis
seperti perceraian orang tua, ketidak harmonisan dalam keluarga maupun
rendahnya tingkat percaya diri anak. Selain itu kegemukan juga menyebabkan
anak menjadi minder dan cenderung mengasingkan diri dari teman-teman
sebayanya.
4) Operasi

13
Penanganan obesitas dengan cara operasi dilakukan apabila keadaan penderita
sudah tidak mungkin lagi untuk diberikan cara-cara lain seperti olahraga dan diet.
Cara ini dilakukan juga dengan alasan untuk mendapatkan tubuh yang ideal
dengan cara yang cepat. Operasi ini dilakukan dengan cara mengangkat jaringan
lemak bawah kulit yang berlebihan pada penderita.

2.6 Peran Perawat Untuk Penderita Obesitas


Peran perawat dalam mengatasi pasien remaja dengan obesitas ini sangat
diperlukan dan perlu beberapa hal yang harus diperhatikan terkait kondisi
pshikologis remaja yang masih berada dalam tahap pertumbuhan dan
perkembangan serta dalam tahap emosional yang labil. Perawat diharapkan
mampu mengkaji setiap masalah yang dialami oleh pasien obesitas pada remaja
sehingga dapat dilakukan penanganan keperawatan yang baik dan bisa tepat
sasaran.
Remaja yang mengalami obesitas pasti secara psikologisnya akan terganggu
karena pada tahap remaja merupakan tahap dimana anak sedang aktif-aktifnya
bereksplorasi dengan dirinya dan sedang aktif aktifnya ikut berbagai macam
kegiatan yang disukai. Selain itu fase remaja merupakan fase dimana setiap remaja
pada umumnya saling berinteraksi dengan lingkungan sosialnya baik itu keluarga,
masyarakat maupun lingkungan sekolahnya.
Remaja dengan obesitas pasti akan mengalami gangguan dalam kepribadiannya
yaitu kepercayaan diri yang rendah terkait dengan faktor fisik yang mengiringi
remaja dengan obesitas. Remaja dengan obesitas memiliki bentuk badan yang
besar dan biasanya tidak mudah dalam melakukan aktifitas fisik seperti olahraga
dan kegiatan lain di luar rumah, oleh karena itu remaja obesitas mengalami citra
tubuh yang rendah karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa dan merasa
dirinya pasif sehingga dia tidak mudah untuk bergaul dengan teman seumurannya
dan mengaanggap teman-teman mereka tidak melibatkan mereka dalam berbagai
kegiatan yang ada di sekolah baik akademik maupun kegiatan ekstrakulikuler

14
bahkan ak ajarang ada beberapa teman yang akan mengejek dan menghina mereka
karena keterbatasan fisik yang dialami oleh remaja dengan obesitas.
Disinilah perawat harus masuk dan berperan sebagai teman untuk pasien remaja
dengan obesitas, perawat harus bisa menanamkan hubungan saling percaya
terlebih dahulu dengan pasien sehingga pasien dengan mudah akan bercerita
tentang dirinya dan mau bertukar pikiran terkait permasalahan yang dihadapimya.
Di sini perawat harus bisa mengembalikan kepercayaan diri pasien yang hilang
dan tanamkan bahwa setiap individu memiliki keahlian dibidangnya sendiri-
sendiri serta tidak semua orang akan melihat individu baik atau tidak diukur dari
tampilan secara fisik saja. Dalam hal ini perawat harus bisa mencari solusi
mengenai masalah pasien dan menanamkan motivasi yang tinggi untuk membantu
pasien dalam mengatasi masalah.
Selain menanamkan sikap kepercayaan diri yang tinggi perawat bisa membuat
kelompok kelompok kecil yang terdiri dari remaja obesitas yang didalam
kelompok tersebut mereka bisa saling mengenal, berteman dan saling sharing
terkait dengan obesitas serta bisa membuat suatu acara yang tujuannya
meningkatkan kreativitas seperti membuat kerajinan atau melakukan aktivitas
olehraga bersama selain untuk saling mengenal juga bisa termasuk kedalam cara
untuk menurunkan berat badan. Apabila langkah-langkah seperti ini dilakukan dan
dibina maka, akan sangat bermanfaat sekali bagi penderita obesitas pada remaja.
Selain hal hal tersebut biasanya pada remaja dengan obesitas pasti akan
mengalami gangguan pada sistem pernfasannya karena mengalami sumbatan jalan
nafas. Hal ini akan berakibat pada konsentrasi yang akan menurun karena asupan
oksigen ke otak yang berkurang sehingga remaja deengan obesitas akan sangat
sulit dalam berkosentrasi dan dan akan mengantuk pada akhirnya hal ini apabila
diterukan akan menggangu prestasi belajar di sekolah dan akan mempengaruhi
prestasinya.
Disinilah peran perawat sebagai edukator diperlukan bukan hanya kepada
remaja obesitas tapi kepada orang tua remaja, karena hal ini akan sangat penting

15
kaitannya mengenai masa depan remaja obesitas. Disini orang tua haru
memaklumi apabila nilai-nlai prestasi anaknya mengalami penurunan, hal ini
dikarenankan sistem yang ada di tubuh remaja obesitas terganggu jadi berikan
pendidikan kepada orang tua pasien kalau ini merupakan hal yang normal dan bkan
merupakan kesalah dari remaja.
Perawat harus memberikan arahan kepada orang tua untuk tetap bersabar dan
mendampingi anaknya dalam menurunkan berat badan melaui kegiatan-kegiatan
olahraga dan menjaga pola asupan nutrisi yang dikonsumsi oleh anaknya. Dimana
orang tua sangat berkontribusi sekali terhadap pola makan dan aktivitas sehari hari
anaknya. Perawat harus mendorong orang tua pasien dalam memonitoring
anaknya untuk selalu beraktivitas dan menjagapola asupan nutrisi yang baik
dengan melaksankan setiap anjuran dokter dan menjauhi larangan laragan bagi
penderita obesitas.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

16
Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan yang terjadi jika kuantitas
jaringan lemak tubuh dibandingkan dengan berat badan total lebih besar dari
keadaan normalnya, atau suatu keadaan di mana terjadi penumpukan lemak tubuh
yang berlebih sehingga berat badan seseorang jauh di atas normal. Berbagai faktor
yang meningkatkan obesitas meliputi konsumsi energi, karbohidrat, lemak, dan
protein, aktivitas fisik, dan stres. Obesitas dapat terjadi pada siapa saja, baik balita
maupun orang dewasa. Terutama pada remaja, obesitas pada remaja akan
berdampak pada berbagai hal terutama pada aspek psikologisnya dan emosional.

Remaja akan memiliki citra tubuh yang rendah dan mudah mengalami depresi
selain itu remaja dengan obesitas akan kesulitan dalam berkonsentrasi dan mudah
lelah sehingga tidak jarang akan mempengaruhi prestasinya di sekolah. Disinilah
peran perawat dibutuhkan untuk meningkatkan kembali rasa kepercayaan diri
pasien remaja dnegan obesitas dan mengarahkan orang tua agar bisa memonitoring
anaknya untuk bisa memiliki berat badan yang ideal terkait dengan kesehatannya.

3.2 Saran

Remaja dengan obesitas akan selalu mengalami peningkatan setiap tahunya hal
ini dikarena faktor gaya hidup yang komsumtif dan akses yang mudah di berbagai
bidang sehingga mereka melakukan aktivitas fisik seperti olahraga dan aktivitas
bergerak lainnya karena semua akses yang mudah dan cepat.

Sebagai seorang perawat merupakan suatu profesi yang tidak terlepas dengan
pasien remaja dengan obesitas . Oleh karena itu untuk menjadi perawat yang
professional diharapkan perawat mampu menagani dan memberikan solusi
intervensi terhadap setiap masalah pasien yang di rawatnya terutama pasien remaja
dengan obesitas yang memiliki berbagai keterbatasan dalam beraktivitas.

DAFTAR PUSTAKA

Faisal Yatim.2005. 30 Gangguan Masalah Kesehatan Pada Anak Sekolah. Jakarta:


Pustaka Populer Obor.

17
Galih Tri Utomo.2012. Pengaruh Latihan Senam Aerobik Terhadap Penurunan Berat
Badan, Persen Lemak Tubuh Dan Kadar Kolesterol Pada Remaja Putri Penderita
Obesitas Di Sanggar Senam Studio 88 Salatiga.
Manuaba, I.A.2004. Dampak Buruk Obesitas. Online. Avaible at
http://www.balipost.co.id/balipost.2004/3/7/cez.htm. [accesed 08/06/2016]
Nuri Rahmawati. 2009. Pengaruh aktivitas fisik terhadap penurunan obesitas pada
siswa kelas 6 SD N 2 Tempelan Blora.
Penelitian, B., & Pengembangan, D. A. N. (2013). RISET KESEHATAN DASAR.
Pingkan, Palilingan. 2010. Apakah Anak Anda Obesitas?. Betterhealth Tahun II/
Edisi 3/ Triwulan/ September 2010 online. Avaible at
http://www.ekahospital.com/uploads/bulletins/final/%/20/draf.pdf\. [accesed
09/06/2016]
Rahmatika. 2008. Obesitas Pada Anak Dan Remaja. Online. Avaible at
http://www.idituban.files.wordpress.com2008/11/nh-2.pdf\.[accesed
08/11/2016]
Sudikno. Aplikasi regresi logistik pada hubungan aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas pada orang dewasa di Indonesia (analisis data Riskesdas 2007) [Tesis].
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia; 2010.
20.Christina D,Sartika RAD
World Health Organization. Obesity: preventing and managing global epidemic.
Report of a WHO Consultation Technical Report Series 894. Geneva,
Switzerland: WHO; 2010.
World Health Organization. Overweight and obesity [fact sheet on internet].
Departement of Sustainable Development and Healthy Environments. 2011
[cited 09/06/2016]. Available from:www.who.int/medicare/factsheets/fs311/en/.
3.Lee YS, So JBY, Yap MD. Confronting the obesity epidemic: call to

18

Anda mungkin juga menyukai