Penyusun
Nur Andriansyah
194101074
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT atas limpahan
anugerahnya, sehingga Modul Pembelajaran Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ini
dapat diselesaikan. Modul ini merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Dasar Kesehatan
dan Keselamatan Kerja (K3).
Tersusunnya modul ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu
pada kesempatan ini kami sampai sampaikan ucapan terima kasih yang kepada:
1. Bapak H. Yuldan Faturahman, S.K.M, M.Kes. selaku Dosen Mata Kuliah Dasar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
2. Bapak dan Ibu beserta Keluarga saya di rumah yang selalu memberikan
dukungan baik moril maupunn materil.
3. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu yang telah
mendukung kelancaran pembuatan modul ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
1
baik sehingga rumah itu roboh dan menimpa pemilik rumah hingga mati maka ahli
bangunan tersebut harus dibunuh.
Demikian pula pada zaman Mozai, lebih kurang lima abad setelah Hamurabi,
telah ada ketentuan bahwa ahli bangunan bertanggung jawab atas keselamatan para
pelaksana dan pekerjaannya. Pada waktu itu telah ada kewajiban untuk memasang
pagar pengaman pada setiap sisi luar atap rumah. Sekitar 80 tahun sesudah Masehi,
Plinius seorang ahli Encyclopedia bangsa Roma, mensyaratkan agar para pekerja
tambang memakai tutup hidung. Pada tahun 1450, Dominico Fontana yang diserahi
tugas membangun obelisk di tengah lapangan St. Pieter Roma, selalu menyarankan
agar para pekerja memakai topi baja.
Pemahaman atas kesehatan kerja yang paling tua ditemukan pada bangsa
Mesir, ketika Ramses II pada tahun 1500 sebelum Masehi, membangun terusan
dari mediterania ke laut merah dan juga ketika membangun Rameuseum. Saat itu
Ramses II menyediakan tabib untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.
Pemahaman mengenai pentingnya kesehatan kerja secara khusus, dimulai pada
abad ke-16 oleh Paracelsus dan Agricola. Paracelsus pada zaman renaissance mulai
memperkenalkan penyakit yang menimpa para pekerja tambang. Keduanya
menguraikan mengenai pekerjaan dalam tambang, cara mengolah biji tambang dan
penyakit yang diderita oleh para pekerja. Keduanya telah mulai melakukan upaya
pencegahan terhadap penyakit akibat kerja. Agricola misalnya, telah menganjurkan
penggunaan ventilasi dan tutup muka yang longgar. Paracelus lebih banyak
menguraikan tentang bahan-bahan kimia, sehingga dia dianggap sebagai bapak
toksikologi modern.
Bernardine Ramazzini (1633-1714) dari Universitas Modena di Italia,
dianggap sebagai bapak kesehatan kerja. Beliau yang pertama menguraikan
hubungan berbagai macam penyakit dengan jenis pekerjaannya. Ramazzini
menganjurkan agar seorang dokter dalam memeriksa pasien, selain menanyakan
riwayat penyakitnya, juga harus menanyakan pekerjaan pasien dimaksud.
Ramazzini menulis mengenai kaitan antara penyakit yang diderita seorang pasien
dengan pekerjaannya. Mengamati bahwa para dokter pada waktu itu jarang
mempunyai perhatian terhadap hubungan antara pekerjaan dan penyakit. Oleh
Ramazzini mulai mengembangkan ilmu kedokteran dari sudut pandang ilmu sosial
(Socio medicine). Ia juga menemukan bahwa terdapat dua kelompok besar
penyebab penyakit akibat kerja yaitu bahaya yang terkandung di dalam bahan yang
digunakan kertika bekerja dan adanya gerakan janggal yang dilakukan oleh pekerja
ketika bekerja (ergonomi factor).
Peristiwa sejarah tersebut menggambarkan bahwa masalah keselamatan dan
kesehatan manusia pekerja menjadi perhatian para ahli pada zaman itu. Pada masa
revolusi industri, di Inggris banyak terjadi kecelakaan kerja yang membawa korban.
Pada waktu itu para pengusaha beranggapan bahwa kecelakaan yang menimbulkan
penderitaan dan kerugian bagi pekerja, merupakan bagian dari risiko pekerjaan
yang harus ditanggung sendiri oleh para pekerja. Bagi pengusaha kehilangan
2
pekerja karena kecelakaan akan akan mudah diatasi, menggantinya dengan pekerja
baru. Keadaan yang tidak adil ini telah menimbulkan kesadaran masyarakat bahwa
hal itu tidak sesuai dengan asas perikemanusiaan karena kecelakaan dan
pengorbanan pekerja dalam hubungan kerja yang terus dibiarkan, pada dasarnya
adalah perbuatan yang tidak manusiawi. Kesadaran masyarakat yang berkembang
ini, membuka peluang dan mendorong pekerja untuk menuntut perlindungan,
dengan meminta agar pengusaha melakukan tindakan pencegahan dan
menanggulangi kecelakaan yang terjadi. Sejak itu, bagi pekerja yang mengalami
kecelakaan dilakukan perawatan.
Pada tahun 1911, di Amerika Serikat diberlakukan Undang-Undang Kerja
(Works Compensation Law) yang antara lain mengatur bahwa setiap kecelakaan
kerja yang terjadi, baik akibat kesalahan tenaga kerja atau tidak, yang bersangkutan
akan mendapat ganti rugi jika hal itu terjadi dalam pekerjaan. Undang-Undang ini
merupakan permulaan usaha pencegahan kecelakaan yang lebih terarah. Di Inggris
pada mulanya aturan perundangan yang serupa juga telah diberlakukan, namun
harus dibuktikan bahwa kecelakaan tersebut bukanlah terjadi karena kesalahan si
korban. Jika kesalahan atau kelalaian disebabkan oleh si korban maka ganti rugi
tidak akan diberikan. Karena posisi buruh/pekerja dalam posisi yang lemah, maka
pembuktian salah tidaknya pekerja yang bersangkutan selalu merugikan korban.
Akhirnya peraturan tersebut diubah tanpa memandang kecelakaan tersebut
diakibatkan oleh si korban atau tidak. Berlakunya peraturan perundangan tersebut
dianggap sebagai permulaan dari gerakan keselamatan kerja yang membawa angin
segar dalam usaha pencegahan kecelakaan industri.
Pada tahun 1931, H. W. Heinrich dalam bukunya Industrial Accident
Prevention, menulis tentang upaya pencegahan kecelakaan di perusahaan, tulisan
itu kemudian dianggap merupakan permulaan sejarah baru bagi semua gerakan
keselamatan kerja yang terorganisir secara terarah. Prinsip-prinsip yang
dikemukakan Heinrich merupakan dasar- dasar program keselamatan kerja yang
berlaku hingga saat ini. Peraturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja di
Indonesia sendiri sudah lama ada yakni dimulai dengan diterbitkannya UU Uap
(Stoom Ordinantiae, STBL. No. 225 Tahun 1930) yang mengatur secara khusus
tentang keselamatan kerja di bidang ketel uap, Undang-undang Petasan (STBL. No.
143 Tahun 1932) dan masih banyak lagi peraturan yang terkait dengan keselamatan
di dunia kerja.
3
mesin semakin meningkat dengan berkembangnya tekonologi dan perkembangan
industri. Untuk itu, pada tahun 1905 dengan Stbl no 521 pemerintah Hindia
Belanda mengeluarkan perundangan keselamatan kerja yang dikenal dengan
Veiligheid Regelement disingkat VR yang kemudian disempurnakan pada tahun
1930 sehingga terkenal dengan stbl 406 tahun 1930 yang menjadi landasan
penerapan K3 di Indonesia.
Perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan kerja di Indonesia juga telah
mengarungi perjalanan sejarah yang panjang, telah dimulai lebih dari satu abad
yang lalu. Usaha penanganan keselamatan kerja di Indonesia dimulai sejalan
dengan pemakaian mesin uap untuk keperluan Pemerintah Hindia Belanda yang
semula pengawasannya ditujukan untuk mencegah kebakaran. Pada mulanya
pengaturan mengenai pesawat uap belum ditujukan untuk memberi perlindungan
kepada tenaga kerja, karena hal itu bukan merupakan sesuatu yang penting bagi
masyarakat Belanda. Baru pada tahun 1852 untuk melindungi tenaga kerja di
perusahaan yang memakai pesawat uap, ditetapkan peraturan perundang-undangan
tentang pesawat uap, Reglement Omtrent Veiligheids Maatregelen bij het
Aanvoeden van Stoom Werktuigen in Nederlands Indie (Stbl no. 20), yang
mengatur tentang pelaksanaan keselamatan pemakaian pesawat uap dan
perlindungan pekerja yang melayani pesawat uap. Upaya peningkatan perlindungan
dimaksud telah dilakukan dan terus ditingkatkan dari waktu ke waktu, sejalan
dengan semakin banyaknya dipergunakan mesin, alat pesawat baru, bahan produksi
yang diolah dan dipergunakan yang terus berkembang dan berubah. Di akhir abad
ke-19 penggunaan tenaga listrik telah dimulai pada beberapa pabrik. Sebagai akibat
penggunaan tenaga listrik tersebut banyak terjadi kecelakaan oleh karenanya maka
pada tahun 1890 ditetapkan peraturan perundangan di bidang kelistrikan yaitu
Bepalingen Omtrent de Aanlog om het Gebruik van Geleidingen voor Electriciteits
Verlichting en het Overbrengen van Kracht door Middel van Electriciteits in
Nederlands Indie.
Pada awal abad ke-20, sejalan dengan perkembangan di Eropa, Pemerintah
Hindia Belanda kemudian mengadakan berbagai langkah perlindungan tenaga kerja
dengan menerbitkan Veilegheids Reglement (Undang-undang Keselamatan) yang
ditetapkan pada tahun 1905 Stbl. No. 251, yang kemudian diperbaharui pada tahun
1910 (Stbl. No. 406). Undang-Undang yang terakhir ini, telah berlaku dalam waktu
yang sangat lama, lebih dari 60 tahun, sampai kemudian dicabut oleh Undang-
Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Selain itu, untuk mengawasi
berbagai hal khusus, telah pula diterbitkan
12 peraturan khusus Direktur Pekerjaan Umum No. 119966/Stw Tahun 1910,
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Stbl. No. 406 Tahun 1910. Setelah itu,
diterbitkan pula ketentuan tentang Pengangkutan dengan Trem Dalam Jumlah yang
Besar (Stbl. No. 599 Tahun 1914).
Pada tahun 1926 dilakukan perubahan atas beberapa pasal dari Burgerlijke
Wetbook oud (KUH Perdata Lama) ke dalam KUH Perdata Baru, ketika dalam
4
ketentuan baru dimaksud, perlindungan terhadap tenaga kerja dimuat dalam Buku
III Titel tujuh A. Isinya mulai mengatur tentang kewajiban pengusaha untuk
melindungi pekerjanya. Beberapa ketentuan itu telah mewajibkan kepada
pengusaha agar pekerja yang tinggal bersamanya diberi kesempatan menikmati
istirahat dari pekerjaannya dengan tidak dipotong upahnya (Pasal 1602u KUH
Perdata). Kewajiban untuk mengatur pekerjaan sedemikian rupa, sehingga pada
hari minggu dan hari-hari yang menurut kebiasaan setempat pekerja dibebaskan
dari pekerjaannya (Pasal 1602v KUH Perdata). Kewajiban pengusaha untuk
mengatur dan memelihara ruangan, piranti atau perkakas, menyuruh pekerja untuk
melakukan pekerjaan sedemikian rupa agar melakukan pekerjaan dengan baik dan
mengadakan aturan serta memberikan petunjuk sehingga pekerja terlindungi jiwa,
kehormatan, dan harta bendanya.
a. Keselamatan Kerja
Keselamatan Kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin,
pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja
dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan. Keselamatan Kerja
memiliki sifat sebagai berikut.
a. Sasarannya adalah lingkungan kerja.
b. Bersifat teknik.
Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja bermacam-macam, ada
yang menyebutnya Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja (Hyperkes) dan
ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational
Safety and Health.
b. Kesehatan Kerja
Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik,
mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan
kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan untuk berinteraksi dengan
lingkungan dan pekerjaannya. Paradigma baru dalam aspek kesehatan
mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekadar mengobati,
merawat, atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh
5
karenanya, perhatian utama di bidang kesehatan lebih ditujukan ke arah
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan
kesehatan seoptimal mungkin. Status kesehatan seseorang menurut Blum
(1981) ditentukan oleh empat faktor sebagai berikut.
a. Lingkungan, berupa lingkungan fisik (alami, buatan), kimia
(organik/anorganik, logam berat, debu), biologik (virus, bakteri,
mikroorganisme), dan sosial budaya (ekonomi, pendidikan, pekerjaan).
b. Perilaku yang meliputi sikap, kebiasaan, tingkah laku.
c. Pelayanan kesehatan: promotif, perawatan, pengobatan, pencegahan
kecacatan, rehabilitasi.
d. Genetik, yang merupakan faktor bawaan setiap manusia.
Definisi kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu
kesehatan/kedokteran beserta praktiknya yang bertujuan agar
pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya, baik fisik atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta
terhadap penyakit-penyakit umum. Konsep kesehatan kerja dewasa ini semakin
berubah, bukan sekadar “kesehatan pada sektor industri” saja melainkan juga
mengarah kepada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan
pekerjaannya (total health of all at work).
Keselamatan kerja sama dengan hygene perusahaan. Kesehatan kerja
memiliki sifat sebagai berikut.
a. Sasarannya adalah manusia.
b. Bersifat medis.
Situasi dan kondisi suatu pekerjaan, baik tata letak tempat kerja atau
material-material yang digunakan, memiliki risiko masing-masing terhadap
kesehatan pekerja. Ridley (2008) menyatakan bahwa kita harus memahami
karakteristik material yang digunakan dan kemungkinan reaksi tubuh terhadap
material tersebut untuk meminimasi risiko material terhadap kesehatan.
Pengetahuan tentang substansi yang digunakan dalam pekerjaan serta cara
substansi tersebut masuk ke dalam tubuh merupakan pengetahuan penting bagi
pekerja. Dengan pengetahuan tersebut, pekerja dapat mengetahui reaksi tubuh
terhadap substansi kimia tersebut sehingga dapat meminimasi timbulnya
penyakit.
Ridley (2008) menjabarkan ada beberapa jalur untuk substansi berbahaya
dapat masuk ke tubuh seperti berikut.
a. Asupan makanan; yang masuk melalui mulut, kemudian menuju usus.
b. Hirupan pernafasan; yang masuk melalui organ pernafasan menuju paru-
paru.
c. Penyerapan; yang masuk melalui pori-pori kulit.
d. Masuk melalui luka dan sayatan terbuka.
6
Berdasarkan jalur masuk substansi, Ridley (2008) memberikan beberapa
contoh tindakan pencegahan sederhana untuk mencegah masuknya substansi
berbahaya ke dalam tubuh pekerja:
a. Asupan makanan
1) Dilarang makan di tempat kerja.
2) Menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan sebelum makan.
3) Dilarang merokok di tempat kerja.
b. Hirupan pernafasan
1) Menggunakan pelindung pernafasan yang sesuai untuk substansi-
substansi tertentu.
2) Menyediakan ventilasi keluar (exhaust ventilation).
3) Ekstraksi uap dan debu.
c. Penyerapan
1) Menggunakan sarung tangan.
2) Membersihkan area terkontaminasi dengan air sabun.
3) Menggunakan krim pelindung kulit.
d. Masukkan langsung
1) Mengobati seluruh luka dan sayatan.
2) Menutupi seluruh luka dan sayatan ketika bekerja.
Dalam tubuh terdapat berbagai organ tubuh seperti hati, usus, ginjal, dan
lain-lain. Setiap organ tersebut memiliki fungsinya masing-masing, dan setiap
fungsi tersebut sangat rentan apabila organ diserang oleh substansi kimia
tertentu.
D. KECELAKAAN KERJA
7
kebetulan sehingga pasti ada sebab dibalik setiap kecelakaan. Penting sekali agar
suatu kecelakaan diteliti dan ditemukan penyebabnya sehingga dapat dilakukan
usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan tersebut terulang kembali.
Pencegahan kecelakaan bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan
hingga mutlak minimum, mengurangi bahaya, serta risiko yang dihasilkan dalam
suatu kegiatan pekerjaan.
Kecelakaan dapat dibagi menjadi 2 jenis, kecelakaan langsung dan
kecelakaan tidak langsung. Kecelakaan langsung dapat dibedakan menjadi kejadian
kecelakaan sesungguhnya dan juga kejadian nyaris celaka/hampir celaka. Nyaris
celaka adalah sebuah kejadian yang hampir menyebabkan terjadinya cedera atau
kerusakan dan hanya memiliki selang perbedaan waktu yang sangat singkat. Nyaris
celaka tidak mengakibatkan kerusakan, sedangkan kecelakaan pasti mengakibatkan
kerusakan (Ridley, 2008).
Setiap kecelakaan bukan peristiwa tunggal, namun terjadi karena penyebab
yang saling berkaitan yaitu kesalahan dari sisi perusahaan, sisi pekerja, atau
keduanya. Akibat yang ditimbulkan yakni trauma bagi keduanya, bagi pekerja yaitu
cedera yang dapat memengaruhi terhadap pribadi, keluarga, dan kualitas hidup,
sedangkan bagi perusahaan berupa kerugian produksi, waktu yang terbuang untuk
penyelidikan dan biaya untuk proses hukum. Tindakan pencegahan kecelakaan
bertujuan untuk mengurangi peluang terjadinya kecelakaan hingga mutlak
minimum.
Hal ini sesuai dengan teori domino yang menggambarkan rangkaian
penyebab kecelakaan sehingga menimbulkan cedera atau kerusakan. Teori domino
Heinrich digambarkan pada Gambar 1. 1. 1.
Teori Domino Heinrich menyebutkan suatu kecelakaan bukanlah suatu
peristiwa tunggal, melainkan merupakan hasil dari serangkaian penyebab yang
saling berkaitan (Ridley, 2008). Gambar 1. 1. 1 memberikan ilustrasi terhadap
rangkaian penyebab kejadian yang mengawali kecelakaan sehingga menimbulkan
cedera atau kerusakan.
Tindakan tidak aman
Kesalahan orang
Situasi kerja
Kecelakaan
Cedera/Kerusakan
8
Jika satu domino jatuh maka domino tersebut akan menimpa domino-domino
lainnya hingga pada akhirnya akan terjadi kecelakaan pada saat domino yang
terakhir jatuh. Jika salah satu faktor penyebab kecelakaan dalam domino tersebut
dapat dihilangkan maka tidak akan terjadi kecelakaan. Domino yang pertama
adalah sistem kerja. Sistem kerja yang dikelola dengan baik seperti pengendalian
manajemen dan standar kerja yang sesuai akan membuat domino tersebut
terkendali dan tidak akan menimpa yang lainnya seperti kesalahan orang dan
seterusnya. Oleh karena domino-domino tersebut tetap terjaga maka kecelakaan
yang mengakibatkan cedera tidak akan terjadi.
Menurut Ridley (2008), contoh penyebab kecelakaan untuk masing-masing
faktor tersebut adalah:
1. Situasi kerja
a. Pengendalian manajemen yang kurang.
b. Standar kerja yang minim.
c. Tidak memenuhi standar.
d. Perlengkapan yang tidak aman.
e. Tempat kerja yang tidak mendukung keamanan seperti getaran, tekanan
udara, ventilasi, penerangan dan kebisingan yang tidak aman.
f. Peralatan/bahan baku yang tidak aman.
2. Kesalahan orang
a. Keterampilan dan pengetahuan minim.
b. Masalah fisik atau mental.
c. Motivasi yang minim atau salah penempatan.
d. Perhatian yang kurang.
4. Kecelakaan
a. Kejadian yang tidak terduga.
b. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya.
c. Terjatuh.
d. Terhantam mesin atau material yang jatuh dan sebagainya.
9
b. Kehilangan pendapatan (pada pekerja).
c. Kehilangan kualitas hidup (pada pekerja).
d. Pabrik (pada perusahaan).
e. Pembayaran kompensasi (pada perusahaan).
f. Kerugian produksi (pada perusahaan).
g. Kemungkinan proses pengadilan (pada perusahaan).
d. Pengurangan bahaya
Memodifikasi perlengkapan sarana teknis.
Alat Pelindung Diri (PPE).
e. Melakukan penilaian risiko
f. Pengendalian risiko residual
Dengan sarana teknis-alarm, pemutusan aliran (trips).
Sistem kerja yang aman.
Pelatihan para pekerja.
10
F. FUNGSI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
11
H. LAMBANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Gambar 2. Lambang K3
1. Palang bermakna bebas dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja (PAK).
2. Roda gigi bermakna bekerja dengan kesegaran jasmani maupun rohani.
3. Warna putih bermakna bersih dan suci.
4. Warna hijau bermakna selamat, sehat, dan sejahtera.
5. Sebelas gerigi roda bermakna sebelas bab dalam Undang-undang No. 1 Tahun
1970 tentang Keselamatan Kerja.
I. PRODUKTIVITAS KERJA
12
keluaran (output) dari suatu proses berbagai macam komponen kejiwaan yang
melatarbelakanginya. Produktivitas tidak lain daripada berbicara mengenai tingkah
laku manusia atau individu, yaitu tingkah laku produktivitasnya. Lebih khusus lagi
di bidang kerja atau organisasi kerja (Sedarmayanti, 2004).
Produktivitas pada hakekatnya meliputi sikap yang senantiasa mempunyai
pandangan bahwa metode kerja hari ini harus lebih baik dari metode kerja kemarin
dan hasil yang dapat diraih esok harus lebih banyak atau lebih bermutu daripada
hasil yang diraih hari ini (Komaruddin, 1992).
1. Beban kerja
Segala sesuatu yang menjadi tanggung jawab yang harus dilakukan oleh tenaga
kerja berhubungan dengan pekerjaanya.
2. Kapasitas kerja
Kemampuan yang dimiliki tenaga kerja secara individu yang mendukung
dalam pelaksanaan beban kerjanya seperti jenis kelamin, umur status gizi,
pendidikan, keterampilan, psikologis, dan kesehatan.
3. Beban tambahan
Kondisi di luar pekerjaan yang dapat mempererat beban kerja yang telah ada,
disebabkn oleh kondisi lingkungan kerja
13
BAB II
PELAYANAN KESEHATAN KERJA
A. PENGERTIAN PKK
Setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok dan atupun masyarakat ( Depkes RI 2009).
B. TUJUAN PKK
14
7. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K)
8. Pendidikan kesehatan untuk TK dan latihan untuk petugas P3K
9. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemilikan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makan di tempat kerja
10. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau PAK
11. Pembinaan dan pengawasan thd TK dgn kelainan tertentu dalam kesehatannya
12. Memberikan laporan berkala tentang PKK kepada pengurus
D. CARA PENYELENGGARAAN PKK
15
3. Dipimpin dan dijalankan (dibawah tanggung jawab) dokter yang disetujui oleh
Direktur (Dirjen Binwasnaker) dan Dinas Tenga Kerja setempat….. (memiliki
SKP)
4. Dokter yang ditunjuk dan menjalankan Pelayanan Kesehatan Kerja harus
memenuhi persyaratan :
a. Memahami peraturan perundang-undangan keselamatan dan kesehatan
kerja khususnya dibidang kesehatan kerja,
b. Memenuhi persyaratan profesional yang disyahkan oleh instansi yang
berwenang.
Dokter dan paramedis di pelayanan kesehatan kerja wajib memiliki
sertifikat pelatihan hiperkes (Permennaker No. 01/1976, Permennaker No.
01/1979).
1. Upaya Preventif
a. Pemeriksaan Kesehatan Awal, Berkala, Khusus
b. Penempatan/pemindahan Tenaga Kerja sesesuai kondisi kesehatan Tenaga
Kerja
c. Penerapan higiene dan sanitasi
d. Penerapan prinsip ergonomi kerja
e. Prosedur kerja aman (SOP)
f. APD/PPE
g. Pelaporan PAK
h. Pemantauan & pengendalian Ling kerja & alat2 produksi
i. Pemberian makanan sesuai kebutuhan gizi
16
j. Vaksinasi
2. Upaya Promotif
a. Pendidikan dan pelatihan kesehatan kerja atau K3
b. Safety talk, safety meeting, dll
c. Olah raga dan senam kesegaran jasmani
d. Program bebas rokok, bebas HIV/AIDS atau IMS di tempat kerja
e. Bahan KIE (Komunikasi, Informasi & Edukasi) kesehatan kerja
3. Upaya Kuratif
a. Pemberian P3K
b. Pengobatan, perawatan Tenaga kerja yang sakit
c. Operasi dll.
4. Upaya Rehabilitatif
a. Pemberian prothese dan orthose
b. Fisiotherapi
c. Konsultasi psikologis
d. dll.
H. PELAKSANAAN PKK
1. Sarana Dasar
a. Ruangan
1) Ruang tunggu
2) Ruang periksa
3) Ruang/almari obat
17
4) Kamar mandi dan WC
b. Perlengkapan Medis
1) Tensimeter dan stetoskop
2) Termometer
3) Sarung tangan
4) Alat bedah ringan (minor set)
5) Lampu senter
6) Obat-obatan
7) Sarana/ Perlengkapan P3K
8) Tabung oksigen dan isinya
c. Perlengkapan Umum
1) Meja dan kursi
2) Tempat tidur pasien
3) Wastafel
4) Timbangan badan
5) Meteran/pengukur tinggi badan
6) Kartu status
7) Register pasien berobat
2. Sarana Penunjang
a. Alat Pelindung Diri (APD)
b. Alat evakuasi : tandu, ambulance/ kendaraan pengangkut korban, dll.
c. Peralatan penunjang diagnosa : spirometer, audiometer dll.
d. Peralatan pemantau/pengukur lingkungan kerja : sound level meter, lux
meter, gas detector dll.
J. PKK DI PERUSAHAAN
18
BAB III
REGULASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
20
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja.
2. Pasal 87 Ayat (1): Setiap perusahaan wajib menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan sistem
manajemen perusahaan.
21
E. Materi UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Materi UU Keselamatan Kerja lebih dominan berisi tentang hak dan atau
kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus (manajemen) dalam
melaksanakan K3. Berikut adalah pokok-pokok materi dari UU Keselamatan
Kerja.
1. Hak Tenaga Kerja ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (d) dan (e)
Huruf d: Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat
keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan.
Huruf e: Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat
keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri
yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus
ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang
masih dipertanggungjawabkan.
2. Kewajiban tenaga kerja ditetapkan dalam Pasal 12 Huruf (a), (b), dan (c)
Huruf a: Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai
pengawas dan atau ahli keselamatan kerja.
Huruf b: Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan.
Huruf c: Memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan kerja dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
3. Kewajiban pengusaha/pengurus
a. Pasal 3 Ayat (1): Melaksanakan syarat-syarat keselamatan kerja untuk:
1) mencegah dan mengurangi kecelakaan
2) mencegah, mengurangi, dan memaadmkan kebakaran
3) mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
4) memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu
lebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya
5) memberikan pertolongan pada kecelakaan
6) memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja
7) mencagah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu,
kelebaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan
8) mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik
fisik mauun psikis, peracunan, infeksi dan penularan
9) memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai
10) menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup
11) menyelenggarakan penyegaeab udara yang cukup
12) memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban
13) memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara kerja,
dan porses kerjanya
14) mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkat muat, perlakuan,
dan penyimpanan barang.
15) Mengamankan dan memelihara segala jenis bengunan
16) Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
17) Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamatan pada pekerjaan
yang berbahaya kecelakaan kerja menjadi lebih tinggi
b. Pasal 8
1) Ayat (1): Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi
mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan
diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat
pekerjaan yang diberikan kepadanya.
23
2) Ayat (2): Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang
berada dibawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang
ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.
c. Pasal 9
1) Ayat 1: Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada
tiap tenaga kerja baru tentang:
- kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam
tempat kerja,
- semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan
dalam tempat kerja,
- alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan,
- cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan
pekerjaannya.
2) Ayat (2): Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang
bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah
memahami syarat-syarat tersebut diatas.
3) Ayat (3): Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi
semua tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya, dalam
pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta
peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan.
4) Ayat (4): Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-
syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat
kerja yang dijalankan.
d. Pasal 10 Ayat (1): Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna
memperkembangkan kerjasama, saling pengertian, dan partisipasi efektif
dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja
untuk melaksanakan tugas kewajiban bersama di bidang K3, dalam
rangka melancarkan usaha berproduksi.
24
oleh Menteri Tenaga Kerja.
f. Pasal 14: Pengurus diwajibkan
1) secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya,
semua syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai
undang-undang ini dan semua peraturan pelaksananya yang berlaku
bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang
mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas
atau ahli keselamatan kerja.
2) memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar
keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan
lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut
petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.
3) menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang
diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan
menyediakan bagi setipa orang lain yang memasuki tempat kerja
tersebut, disertai denfan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut
petunjuk pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja.
25
Tahun 1938) tentang pemasangan, penggunaan jalan-jalan rel guna
keperluan perusahaan, pertanian, kehutanan, pertambangan, kerajinan dan
perdagangan.
Peraturan perundang-undangan K3 tersebut merupakan produk hukum pada
masa koonial Belanda yang hingga saat ini tetap berlaku sepanjang tidak
bertentangan dengan UU RI No- 1 Tahun 1970. Pada Pasal 17 UU RI No. 1
Tahun 1970 dinyatakan bahwa,”Selama peraturan perundangan untuk
melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka
peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu undang-
undang ini mulai berlaku, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan-
undang ini.
2. Peraturan pelaksana dari ketetuan pasal-pasal UU RI No. 1 Tahun 1970 (Pasal
15 UU RI No. 1 Tahun 1970). UU Keselamatan Kerja masih bersifat umum
(lex generalis), oleh karena itu peraturan pelaksananya dijabarkan secara
teknis dan rinci dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, Surat
Edaran (SE) Menaker, dan Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.
26
BAB IV
FAKTOR BIOLOGI DI TEMPAT KERJA
Faktor biologi adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas pekerja yang
bersifat biologi, diakibatkan oleh makhluk hidup meliputi hewan, tumbuhan dan
produknya serta mikroorganisme yang dapat mengakibatkan Penyakit Akibat Kerja
(PAK). Sumbernya bisa dari pertanian, peternakan, pekerjaan lapangan, dan
laboratorium.
1. Pertanian, kehutanan
Terdapat bahaya hewan : cacing, serangga beracun (laba-laba,
kalajengking), ular berbisa
Bahaya tumbuhan : serbuk sari yang dapat menyebabkan iritasi, infeksi
oleh jamur, maupun duri atau bulu tumbuhan yang sebabkan dermatosis
kulit seperti tanaman fulus yang mengandung asam formiat pada bulu yang
sebabkan bentol/ gatal pada kulit
Tembakau bisa sebabkan keracunan dan tabacosis
Resin pada bunga matahari menyebabkan dermatosis eksudatif pada kulit
Debu dari tumbuhan kapas menyebabkan bisinosis
2. Peternakan
Banyak penyakit yang terdapat pada hewan bisa menular pada pekerja
seperti : penyakit kuku-mulut pada hewan, vaccinia yang terjadi pekerja
pemerah sapi yang belum di vaksin. Bakteri anthrak pada hewan menular
ke pekerja di penjagalan ternak sapi, domba, burung unta.
Bakteri pfeiferella pada kuda, penyakit weil pada tikus. Psitaccosis pada
merpati yang disebabkan oleh ricketsia.
27
3. Pekerjaan bangunan, pembukaan lahan,menggali selokan, parit, penambangan
Bahaya pada pekerjaan ini antara lain infeksi jamur kokodomikosis,
infeksi cacing tambang, histoplasmosis, leptospirosis, bakteri tetanus.
1. BRUCELLOSIS
Sumber : bakteri brucella pada kambing, sapi, babi.
Cara penularan : kontak dengan jaringan hewan terinfeksi, terutama
melalui kulit yang terluka atau lecet
Resiko : pekerja peternakan, lab hewan, tukang daging, ahli bedah
hewan.
2. LEPTOSPIOSIS
Sumber : leptospira yang hidup pada hewan pengerat tikus, babi, ternak
sapi, maupun hewan peliharaan anjing
Cara penularan : kontak dengan urine, kotoran hewan yang terinfeksi
Resiko : petani, peternak, pekerja lab
3. SALMONELLA
28
Sumber : hidup pada kulit telur unggas
Resiko : peternak unggas
4. SCHITOSOMIOSIS
Sumber : bakteri
Resiko : orang yang bekerja di air yang terkontaminasi
5. TULAREMIA
Sumber : francisella tulariensis pada hewan pengerat, kelinci, rusa
Cara penularan : kontak dengan luka hewan yang terinfeksi, gigitan
Resiko : tukang daging, pekerja kehutanan, pemburu, petani
6. BAGASOSSIA
Infeksi jamur yang hidup pada bagase (ampas tebu) di pabrik gula.
Gambar 4. Pengukuran
Pengukuran, pemantauan, dan pengendalian faktor biologi harus dilakukan
pada tempat kerja yang memiliki potensi bahaya faktor biologi.
Tabel 1. Faktor Biologi
29
Jika hasil pengukuran faktor biologi melebihi standar, maka harus dilakukan
pengendalian. Semua potensi bahaya kecuali binatang berbisa dan buas dilakukan
pengendalian dengan:
Menghilangkan sumber bahaya faktor biologi dari tempat kerja
Mengganti bahan dan proses kerja yang menimbulkan sumber bahaya faktor
biologi
Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber bahaya faktor biologi
Menyediakan sistem ventilasi
Mengatur atau membatasi waktu pajanan terhadap sumber bahaya faktor biologi
Menggunakan baju kerja yang sesuai
Menggunakan APD yang sesuai
Memasang rambu-rambu yang sesuai
Memberikan vaksinasi apabila memungkinkan
Meningkatkan higiene perorangan
Memberikan desinfektan penyediaan fasilitas Sanitasi berupa air mengalir dan
antiseptik
Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
1. Penggunaan APD (masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat
debu yang mengandung organisme patogen)
2. Mengkarantina hewan yang terinfeksi dan vaksinasi
3. Imunisasi bagi pekerja yang berisiko tertular penyakit di tempat kerja
4. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin ( 1 kali setiap bulan )
5. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin.
30
BAB V
FAKTOR KIMIA DI TEMPAT KERJA
Faktor kimia adalah faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas pekerja yang bersifat kimiawi,
diakibatkan oleh penggunaan bahan kimia dan turunannya di tempat kerja yang dapat
mengakibatkan penyakit pada pekerja, meliputi kontaminan kimia di udara berupa gas, uap, dan
partikulat.
Risiko kesehatan timbul dari pajanan berbagai bahan kimia. Banyak bahan
kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki aliran darah dan
menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ lainnya. Bahan
kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas,
debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara utama
antara lain:
31
adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui
tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka
dan lecet atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).
1. Mudah Meledak
2. Mudah Terbakar
32
Gambar 6. Mudah terbakar
3. Beracun
4. Korosif
33
Gambar 9. Oksidator
6. Reaktif
7. Radioaktif
34
D. Pengukuran dan Pengendalian
Pada pasal 20, pengukuran dan pengendalian faktor kimia harus dilakukan
pada tempat kerja yang memiliki potensi bahaya bahan kimia. Pengukuran faktor
kimia dilakukan terhadap pajanannya dan pekerja yang terpajan.
Hasil pengukuran faktor kimia terhadap pajanan harus dibandingkan dengan:
1. Nilai Ambang Batas (NAB) yang harus dilakukan paling singkat selama 6 jam.
2. Pajanan Singkat Diperkenankan (PSD) yang harus dilakukan paling singkat
selama 15 menit sebanyak 4 kali dalam durasi 8 jam kerja.
3. Kadar Tertinggi Diperkenankan (KTD) yang harus dilakukan menggunakan
alat pembacaan langsung untuk memastikan tidak terlampaui.
Sementara pengukuran faktor kimia terhadap pekerja yang terpajan dilakukan
melalui pemeriksaan kesehatan khusus pada spesimen tubuh pekerja dan
dibandingkan dengan Indeks Pajanan Biologi (IPB). IPB adalah kadar konsentrasi
bahan kimia yang didapatkan dalam spesimen tubuh pekerja dan digunakan untuk
menentukan tingkat pajanan terhadap pekerja sehat yang terpajan bahan kimia.
35
3. Memodifikasi proses kerja yang menimbulkan sumber potensi bahaya kimia
4. Mengisolasi atau membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia
5. Menyediakan sistem ventilasi
6. Membatasi pajanan sumber potensi bahaya kimia melalui pengaturan waktu
kerja
7. Merotasi pekerja ke dalam proses pekerjaan yang tidak terdapat potensi bahaya
bahan kimia;
8. Penyediaan lembar data keselamatan bahan (LDKB) dan label bahan kimia
9. Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sesuai
10. Pengendalian lainnya sesuai dengan tingkat risiko.
36
BAB VI
PENCAHAYAAN
A. Pengertian Pencahayaan
C. Fungsi Pencahayaan
1. Lux : satuan intensitas penerangan per meter persegi yang dijatuhi arus cahaya 1
lumen
2. Luxmeter : alat yang digunakan untuk mengukur intensitas penerangan dalam
satuan lux
37
3. Penerangan setempat : penerangan di tempat obyek kerja,baik berupa meja
kerja maupun peralatan
4. Penerangan umum : penerangan di seluruh area tempat kerja
5. Intensitas penerangan :Banyaknya sinar mengenai suatu permukaan
6. Luminensi :Ukuran tingkat terangnya suatu permukaan
7. Kontras : Derajat perbedaan diantara luminensi 2 objek oleh permukaan
(mampu membedakan suatu warna)
8. Akomodasi : Kemampuan mata untuk memfokus kepada objek pada jarak dari
titik terdekat sampai terjauh
9. Lebar kecinya pupil : Tergantung pada intensitas dan sifat penerangan, Jarak
objek,tenaga kerja, kesehatan dan bahan kimia.
10. Adaptasi retina :Perubahan kepekaan retina atas dasar penerangan, Adaptasi
gelap,terang dan sebagian
38
F. Standar Intensitas Pencahayaan
Standar intensitas penerangan terhadap jenis pekerjaan diatur dalam Peraturan
Menteri Perburuhan No 7 Tahun 1964 tentang syarat-syarat kesehatan, kebersihan
serta penerangan dalam tempat kerja, telah menetapkan ketentuan penting intensitas
penerangan menurut sifat jenis.
Pasal 14
• Penerangan yang cukup untuk halaman dan jalan-jalan dalam lingkungan
perusahaan, paling sedikit 20 lux.
• Penerangan yang cukup untuk pekerjaan-pekerjaan yang hanya membeda-
membedakan barang kasar, paling sedikit 50 lux
• Penerangan yang cukup untuk menbedakan barang-barang kecil secara sepintas
lalu, paling sedikit 100 lux
• Penerangan yang cukup untuk menbedakan barang-barang kecil agak teliti,
paling sedikit 200 lux
• Penerangan yang cukup untuk membedakan secara teliti barang-barang kecil dan
halus, paling sedikit 300 lux
• Penerangan yang cukup untuk membedakan barang-barang halus dgn kontras
yang sedang dan waktu lama, paling sedikit 500-1000 lux
• Penerangan yang cukup untuk menbedakan barang-barang yang sangat halus
dan kontras yang sangat kurang utk waktu yang lama, paling sedikit 1000 lux
G. Pengukuran
Prinsip :
• Pengukuran intensitas penerangan ini memakai alat luxmeter yg hasilnya dapat
dibaca langsung
• Alat ini mengubah energi cahaya mjd energi listrik, kemudian energi listrik dlm
bentuk arus digunakan menggerakkan jarum skala
• Untuk alat digital, energi listrik diubah mjd angka yg dpt dibaca pd layar
monitor
Syarat :
• Pintu ruangan dlm keadaan sesuai dgn kondisi tempat pekerjaan dilakukan
• Lampu ruangan dalam keadaan dinyalakan sesuai dgn kondisi pekerjaan
39
Kelelahan mental
Pegal daerah mata & sakit kepala disekitar mata
Meningkatnya kecelakaan kerja
Gejala-gejala kelelahan mental :
Sakit kepala
Penurunan kemampuan intelektual
Penurunan daya konsentrasi
Penurunan kecepatan berpikir
I. Lux Meter
1. Pengertian Lux meter
Luxmeter merupakan sebuah alat yang mampu mengetahui serta mengukur
seberapa besar intensitas cahaya yang berada di suatu tempat. Tentunya bukan
rahasia umum lagi jika setiap tempat memiliki ukuran penerangan yang
berbeda-beda, hal tersebut ditentukan oleh faktor kebutuhan yang melekat.
40
Hal tersebut karena mata harus dengan jelas menangkap segala hal dengan
baik yang nantinya digunakan untuk menunjang aktivitas kerja. Akan tetapi
berbeda dengan kamar tidur yang tidak bermasalah meskipun menggunakan
pencahayaan tidak terlalu terang, sebab saat tidur akan lebih baik apabila tubuh
tidak menyerap terlalu banyak cahaya.
Sama seperti media ukur lainnya, alat ini juga memiliki bagian-bagian
yang memiliki fungsi berbeda-beda. Bentuk alat ukur tersebut yang minimalis
dan hampir menyerupai seperti handphone, tidak membuatnya memiliki
bagian-bagian yang rumit. Terdapat lima bagian penting dari alat ini yang perlu
Anda ketahui agar nantinya bisa menggunakan serta membaca hasilnya dengan
mudah.
a. Layar panel
Layar panel yang terdapat di dalam alat ukur ini memiliki ukuran persegi
yang tidak terlalu lebar. Fungsinya adalah untuk menampilkan hasil
pengukuran yang sudah dilakukan menggunakan skala. Semakin besar
angka yang muncul menandakan semakin besar pula cahaya yang ada di
tempat tersebut, begitu juga sebaliknya semakin kecil angka yang muncul
maka semakin kecil pula cahaya yang berada dalam tempat yang diukur.
b. Tombol Off/On.
Setiap alat tentunya memiliki tombol off/on yang berfungsi untuk bisa
menghidupkan dan mematikan, sehingga penggunaannya juga dapat lebih
diatur. Selain itu, dengan adanya tombol dapat berguna untuk menghemat
baterai yang ada pada alat tersebut, dan nantinya sama saja dengan
menghemat listrik.
c. Tombol Range
41
Tombol range adalah salah satu komponen yang sangat penting untuk
digunakan dalam proses pengukuran. Hal itu dikarenakan tombol inilah
yang nantinya akan menentukan jangkauan pengukuran hingga sebesar
apa.
d. Zero Adjust VR.
Pada bagian ini berfungsi untuk mengatasi masalah alat yang berkaitan
dengan pembagian tanda skala. Apabila terjadi error, Zero adjust VR
mampu mengembalikannya seperti semula, namun artinya Anda juga
harus mengulang kembali proses pengukuran dari awal.
e. Sensor Cahaya.
Bagian yang satu ini memiliki peran yang paling penting karena digunakan
untuk menangkap cahaya yang hendak diukur. Oleh karena itu pastikan
untuk merawatnya dengan baik karena biasanya sensor cahaya tersebut
memiliki layar yang sangat sensitif. Selain itu, jangan lupa juga untuk rutin
membersihkannya menggunakan tisu atau kapas, dan pastikan agar tidak
terkena air.
5. Cara Menggunakan Lux meter
Sebelum menggunakan alat ukur cahaya tersebut pastikan terlebih dahulu
baterainya masih terisi penuh. Jika tidak akan sangat mengganggu apabila di
tengah-tengah kegiatan mengukur baterai tiba-tiba habis. Selain itu, ada lagi
hal penting yang harus kamu perhatikan, yakni kondisi sensor cahaya.
Sensor cahaya memiliki layar sentuh yang cukup sensitif, sehingga kamu
harus benar-benar menjaga kebersihan dan juga ketika proses pengukuran
harus ditempatkan pada sudut area yang tepat. Berikut terdapat langkah-
langkah prosedur penggunaan alat ukur cahaya tersebut yang sangat mudah
untuk dilakukan.
Langkah yang pertama adalah nyalakan alat terlebih dahulu dengan cara
menekan tombol on atau yang memiliki gambar bulat dengan garis di
tengahnya.
Langkah yang kedua adalah pilih kisaran range untuk dijadikan patokan
saat proses pengukuran. Tekan tombol berwarna merah yang bertuliskan
range, lalu pilih tiga kisaran level yang ditampilkan yakni 2.000 lux,
20.000 lux, dan 50.000 lux. Sebenarnya jika ingin mengukur cahaya alami
lebih disarankan menggunakan range 2.000 lux karena nanti hasilnya akan
lebih jelas dan mudah untuk dibaca.
Lalu, langkah yang ketiga adalah mengarahkan sensor cahaya pada sudut
area yang ingin diketahui jumlah intensitas cahayanya. Pastikan untuk
mengarahkan pada tempat yang strategis, agar nantinya sensor yang
diperoleh benar-benar akurat.
Kemudian setelah ketiga proses tersebut dilakukan dengan baik, Anda bisa
menunggu sejenak dan nantinya hasil dari pengukuran akan muncul pada
layar panel. Cara membaca hasilnya bergantung pada kisaran range yang
dipilih, kemudian dikalikan dengan jumlah 1 lux.
42
6. Cara Kerja Luxmeter
Alat pengukur cahaya tersebut sudah dilengkapi dengan berbagai fitur
yang dapat mendukung proses pengukuran dengan baik. Di dalam alat ini juga
dilengkapi dengan sel foto yang nantinya digunakan untuk menangkap cahaya
yang dibutuhkan oleh layar panel sensor cahaya. Jenis sensor yang digunakan
biasanya adalah photo diode, yang merupakan salah satu bagian dari sensor
optik. Yang terpenting adalah meletakkan sensor cahaya pada area pusat yang
ingin diketahui tingkat intensitas cahayanya.
Respons alat ini tentunya akan berbeda apabila terkena cahaya alami dan
cahaya buatan, sebab memang biasanya cahaya alami memiliki warna serta
panjang gelombang yang sangat berbeda dengan cahaya buatan.
43
BAB VII
KEBISINGAN
A. Pengertian
Semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang berumber dari alat-alat proses
produksi/ alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran
B. Jenis Kebisingan
Bising kontinu (terus menerus) seperti suara mesin, kipas angin, dll.
Bising intermitten (terputus putus) yang terjadi tidak terus menerus seperti suara
lalu lintas, suara pesawat terbang
Bising Impulsif yang memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam
waktu yang cepat sehingga mengejutkan pendengarnya seperti suara senapan,
mercon, dll
Bising impulsif berulang yang terjadi secara berulang-ulang pada periode yang
sama seperti suara mesin tempa.
Intensitas Bunyi
82 dB
85 dB
88 dB
91 dB
97 dB
100 dB
44
Baku mutu lingkungan sesuai Kepmen LH No. 48 tahun 1996
45
D. Alat Pelindung Diri
F. Pengaruh Kebisingan
1. Gangguan fisiologis
Gangguan berupa peningkatan tekanan darah, nadi dan dapat menyebabkan
pucat dan gangguan sensoris
2. Gangguan psikologis
berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, emosi dll.
3. Gangguan komunikasi
dapat menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan bisa berakibat kepada
kecelakaan karena tidak dapat mendengar isyarat a
4. Gangguan pada pendengaran
46
Merupakan gangguan yang paling serius karena pengaruhnya dapat
menyebabkan berkurangnya fungsi pendengaran. ataupun tanda bahaya.
H. Mengurangi Kebisingan
47
2. Melakukan inspeksi tempat kerja untuk pajanan kebisingan. Inspeksi mungkin
harus dilakukan pada waktu yang berbeda untuk memastikan bahwa semua
sumber- sumber kebisingan teridentifikasi.
3. Terapkan 'rule of thumb' sederhana jika sulit untuk melakukan percakapan,
tingkat kebisingan mungkin melebih batas aman.
4. Tentukan sumber kebisingan berdasarkan tata letak dan identifikasi para
pekerja yang mungkin terekspos kebisingan
5. Identifikasi kontrol kebisingan yang ada dan evaluasi efektivitas
pengendaliannya
6. Setelah tingkat kebisingan ditentukan, alat pelindung diri seperti penutup
telinga (earplug dan earmuff) harus disediakan dan dipakai oleh pekerja di
lokasi yang mempunyai tingkat kebisingan tidak dapat dikurangi.
7. Dalam kebanyakan kasus, merotasi pekerjaan juga dapat membantu
mengurangi tingkat paparan kebisingan.
48
BAB VIII
PENGANTAR EPIDEMIOLOGI K3
A. Pengertian
B. Tujuan
C. Manfaat
49
Faktor – faktor biologi( jamur, serbuk tumbuhan penyebab allergi dan
mikroorganisme)
Faktor – faktor kecelakaan( biasanya berhubungan dengan alat – alat
keselamatan kerja dan kedisiplinan tenaga kerja )
Faktor ergonomi ( keserasian alat kerja dengan antropmetri manusia /
pekerja )
Faktor – faktor psikologis (stress, jenuh, hubungan kerja dengan atasan
bawahan atau teman , kecewa, tidak puas, tidak dihargai dsb)
2. Berbagai penyakit akibat kerja yang utama
Penyakit – penyakit paru ( asbestosis akibat debu asbes,silicosis akibat
siO2 bebas,berryliosis akibat debu Be,siderosis akibat debu Fe2O3
stannosis akibat bijih timah putih (SnO2) bissinosis akibat debu kapas )
Gangguan – gungguan kulit pada pekerja yang mneggunakan kaustik soda.
Kegagalan ginjal pada pekerja yang menggunakan timah hitam.
Gangguan – gangguan reproduksi pada pekerja yang tereksposur pestisida
tertentu contoh: studi di daerah pertanian di Brebes (Denny,2000 ).
Gangguan – gangguan kronis di sistem “musculo- skeletal” pada paekerja
yang melakukan gerakan rutin dan berulang atau “repelitive motion “.
Contoh : studi CTS di semiconductor industry di metro manila
(Denny,dkk, 1998)
Luka –luka dan cacat akibat kecelakaan kerja.
“hearing loss” atau gangguan dan kehilangan pendengaran.
Gangguan penglihatan
E. Studi Epidemiologi
Cross – sectional : observasi suatu grup pada titik waktu tertentu yang biasanya
menggunakan test klinis,interview dan pengukuran eksposur dilingkungan
kerja
Cohort : melihat ke arah eksposurnya dan di ikuti dlm rentang waktu tertentu utk
melihat seberapa besar resiko relatif dari kelompok tereksposur dan tanpa
eksposur
Case – control : menganalisa sejauh mana perbandingan kelompok kasus dan
kontrol memiliki riwayat eksposur yang relevan dengan penelitian
Study etiologis : pendekatan penelitian secara empiris yang melibatkan suatu
kelompok sebagai unit analisis,
50
· Nilai intervensi dan pelayanan kesehatan
Salah satu fitur khusus dari epidemiologi lingkungan adalah basis geografis.
Udara, air dan polusi tanah umumnya terkait dengan sumber dengan lokasi
geografis yang ditetapkan. Pemetaan tingkat lingkungan atau paparan karena itu
dapat menjadi alat yang berguna dalam studi epidemiologi.
Studi epidemiologi lingkungan sering membutuhkan perkiraan dan pemodelan
untuk kuantifikasi paparan, karena pengukuran paparan individu sangat sulit untuk
merakit. pemodelan kualitas udara dikombinasikan dengan sistem informasi
geografis (GIS) analisis telah digunakan dalam beberapa penelitian efek kesehatan
polusi udara. Salah satu contoh penilaian paparan adalah jumlah hari ketika
nitrogen konsentrasi dioksida melebihi poin cut-off yang berbeda, dan jumlah orang
yang terkena di bagian yang berbeda dari kota berdasarkan data sensus.
51
BAB IX
ERGONOMI
A. Pengertian
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani ergon yang berarti kerja dan nomos
yang berarti aturan. Ergonomi merupakan suatu aturan yang berhubungan dengan
kerja.
Menurut IEA (2002) menyatakan bahwa ergonomi adalah ilmu yang
meempelajari tentang hubungan antara manusia dengan pekerjaan yang
menggunakan teori, prinsip data dan metode untuk menciptakan sistem yang
optimal.
Pengertian ergonomi menurut Mc Coinick ada tiga hal, yaitu:
Ergonomi berkaitan dengan memfokuskan diri pada manusia dan bagaimana
interaksi yang terjalin dengan produk, peralatan, asilitas dan di lingkungan
tempat kerja dalam kehidupan sehari – hari.
Ergonomi menekankan pada peningkatan efektifitas dan efisiensi kerja yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai – nilai kemanusiaan. Salah satu contohnya
adalah: mengutamakan keselamatan kerja karyawan K3, mengurangi rasa lelah
dan lain – lain.
Ergonomi berkaitan dengan aplikasi mengenai beragam informasi yang di
dalamnya mengandung keterbatasan manusia, kemampuan, ciri khas tingkah
laku, motivasi dalam merancang lingkungan tempat bekerja sehari – hari.
Ergonomi merupakan sebuah ilmu yang memberikan berbagai informasi yang
berkaitan dengan perilaku manusia, kemampuan, keterbatasan dan karakteristik dan
karakteristik lainnya yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan
keselamatan kerja (Chapains, 1985).
B. Prinsip
52
C. Manfaat
1. Menyediakan posisi kerja atau duduk yang sesuai, meliputi sandaran, kursi /
bangku dan / atau tikar bantalan untuk berdiri.
2. Desain workstation sehingga alat-alat mudah dijangkau dan bahu pada
posisi netral, rileks dan lengan lurus ke depan ketika bekerja.
3. Jika memungkinkan, pertimbangkan rotasi pekerjaan dan memberikan
istirahat yang teratur dari pekerjaan intensif. Hal ini dapat mengurangi
risiko kram berulang dan tingkat kecelakaan dan kesalahan.
1. Sektor Tradisional
Pekerjaan dilakukan dengan tangan, termasuk peralatan yang digunakan,
perlu diperhatikan perbaikan sikap dan cara kerja
2. Sektor Modern
Pengaturan sikap, tata kerja, perancangan kerja, penyesuaian dengan
peralatan kerja impor dan penyesuain naker dengan kontruksi alat kerja.
53
Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial
Mengelola dan mengordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan jaminan
sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif
Antropometri
Ilmu tentang ukuran tubuh, baik keadaan statis maupun dinamis.
Alat : Antropometer, pita roll.
54
Sikap Duduk
KEUNTUNGAN
1. Mengurangi kelelahan pada kaki
2. Terhindarnya sikap yg tidak alamiah
3. Berkurangnya pemakaian energi
KERUGIAN
1. Melembeknya otot perut
2. Melengkungnya punggung
3. Efek buruk bagi organ bagian dalam
55
Sikap Berdiri
KEUNTUNGAN :
Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra (ruas tulang belakang) tidak rusak
bila mengalami pembebanan
KERUGIAN :
Otot kaki cepat lelah
56
BAB X
SURVEILANS KESEHATAN KERJA
A. Pengertian
Surveilans kesehatan merupakan penilaian keadaan kesehatan pekerja yang
dilakukan secara teratur dan berkala.
Surveilans Kesehatan Kerja, merupakan:
Strategi/metode untuk mendeteksi/menilai secara sistematik efek merugikan dari
pekerjaan terhadap kesehatan pekerja secara dini
Perlu identifikasi faktor bahaya dilingkungan kerja: Kualitatif maupun
kuantitatif
Tetapkan populasi terpajan (population at risk)
Surveilans kesehatan terdiri atas surveilans medis (termasuk pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium dan penunjang, serta pemantauan biologis.2 Lebih tepat
lagi bahwa bentuk/ isi dan kekerapan (frequency) pemeriksaan kesehatan ini
ditetapkan oleh dokter yang berkompeten dalam program kesehatan kerja.
B. Tujuan
Mengetahui seberapa besar masalah kesehatan di kalangan pekerja melalui:
Identifikasi bahan berbahaya atau fc risiko lingk kerja
Kelompok pekerja mana yg berisiko (population at risk)
Deteksi dini penyakit akibat kerja
Melihat trend (kecenderungan) perkembangan penyakit
C. Manfaat
Base line data
Untuk pembanding data di kemudian hari
Alat ukur keberhasilan program
Sejauh mana program kesh dilakukan dan keberhasilannya
Mendesain program promkes di tempat kerja
Memenuhi syarat perundangan
57
D. Tujuan Pemeriksaan
1. Tujuan pemeriksaan kesehatan pra-kerja
menetapkan kemampuan untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan
penempatan pekerja
mengidentifikasi kondisi kesehatan yang mungkin diperburuk oleh pajanan
bahaya kesehatan, kerentananan calon pekerja terhadap bahaya kesehatan
tertentu yang memerlukan eksklusi pada individu dengan pajanan tertentu.
menetapkan data dasar (baseline data) evaluasi sebelum pekerja
ditempatkan atau melaksanakan pekerjaannya. Data dasar ini berguna
sebagai pertimbangan kelak adanya gangguan kesehatan dan adanya kaitan
dengan pajanan bahaya kesehatan di tempat kerja.
Permennakertrans No.Per-02/Men/80
58
Pemeriksaan kesh naker dlm
penyelenggaraan kesh kerja
Permennakertrans No.Per-01/Men/81
Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja
Permennakertrans No. Per-03/Men/82
Pelayanan Kesh Kerja
F. Komponen
1. Surveilans bahaya lingkungan kerja
Mengakses pemaparan zat toksik & faktor resikonya pada populasi
tertentu
Identifikasi bakim yang digunakan, jenis industri, sifat pekerjaan, serta
besar&luas pemaparan ke tenaga kerja
Identifikasi perubahan pola pemapar dan mencatat bahaya toksik yang
dtimbulkan.
2. Surveilans penyakit akibat kerja
mengakses jumlah & tipe penyakit akibat kerja, trend waktu dan
distribusi menurut geografi, jenis indutri & sft pekerjaan.
59
BAB XI
SOSIOSFER
A. Pengertian
Sosiosfer adalah lingkungan sosial ini terbentuk akibat adanya hubungan
rasional antara manusia untuk memenuhi kebutuhan atau mencari solusi terhadap
berbagai tantangan atau kesulitan secara bersama.
B. Perilaku
1. Genetika
2. Sikap – adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang
terhadap perilaku tertentu.
3. Norma sosial – adalah pengaruh tekanan sosial.
4. Kontrol perilaku pribadi – adalah kepercayaan seseorang mengenai sulit
tidaknya melakukan suatu perilaku.
Penyakit kejiwaan
Budaya dan penyakit:
- Menunjang kesehatan
- Netral : penggunaan ornamen untuk menjaga kesehatan
- Tidak menunjang kesehatan: perilaku tidak higienis
60
D. Parameneter Sosiosfer
E. Pengelolaan Sosiosfer
61
BAB XII
PENUTUP
62
DAFTAR PUSTAKA
ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja sarana untuk
Produktivitas. Jakarta : International Labour Organization
63