Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masa nifas (puerperium) merupakan masa yang dimulai setelah

plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti

keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-

kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009). Dalam masa ini alat-alat genetalia

interna dan eksterna berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan

sebelum hamil. Perubahan alat-alat genetalia ini dalam keseluruhannya

disebut involusi (Prawirohardjo,2005). Selama masa pemulihan tersebut

berlangsung, ibu akan mengalami banyak perubahan, baik secara fisik

maupun psikologis (Sulistyawati,2009). Pada masa nifas terjadi perubahan

fisiologis dan anatomis diantaranya yaitu uterus, lochea, vagina, perineum

dan payudara. Pada masa nifas juga mempunyai beberapa kebutuhan

dasar meliputi kebutuhan nutrisi, aktivitas, istirahat, perawatan payudara,

perawatan vulva, dan eliminasi.

Nutrisi merupakan zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan

metabolismenya. Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui

akan meningkat 25%, karena berguna untuk proses kesembuhan karena

sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air susu yang cukup untuk

menyehatkan bayi semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan

biasa. Nutrisi yang di konsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup

kalori. Kalori bagus untuk proses matabolisme tubuh, kerja organ tubuh,

proses pembentukan ASI. Wanita dewasa memerlukan 2.200 kkal. Ibu

menyusui memerlukan kalori yang sama dengan wanita dewasa + 700


kkal pada 6 bulan pertama kemudian + 500 kkal bulan selanjutnya.

Kebutuhan nutrisi bukan hanya memperhatikan jumlah yang dikonsumsi,

melainkan juga memperhatikan zat gizi yang harus di penuhi diantarnya

karbohidrat, protein, lemak dan vitamin.

Pantangan makanan yang dilakukan oleh ibu nifas dipengaruhi

oleh beberapa faktor diantaranya, faktor pengetahuan yang kurang

tentang manfaat makanan tingi dapat mempengaruhi pola konsumi

makanan. Hal tersebut dapat di sebabkan oleh kurangnya informasi

sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.

Sebagian besar ibu nifas masih belum mengetahui tentang

kebutuhan nutrisi selama masa nifas, serta manfaat dan kerugian jika

kebutuhan nutrisinya belum terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa

kurangnya pengetahuan ibu nifas tentang kebutuhan nutrisi selama masa

nifas yang disebabkan oleh faktor umur, tingkat pendidikan, pengalaman,

pekerjaan, paritas, sosio ekonomi, dukungan keluarga dan kebiasaan

(Bahiyatun, 2009)..

Nutrisi pada ibu post partum sangat penting didalam proses

penyembuhan dan untuk kesehatan bayi dalam menerima asupan ASI

melalui nutrisi yang dikonsumsi oleh ibu.Bila nutrisi ibu nifas tidak

terpenuhi maka proses pemulihan kondisi ibu setelah hamil akan lebih

lama dan produksi ASI berkurang, karena didalam tubuh makanan akan

diuraikan menjadi suatu zat yang nantinya akan digunakan tubuh untuk

menjalankan fungsinya.

Berdasarkan data tahun 2009 di Indonesia dengan total ibu nifas

5.067.000 orang dan 89% (4.509.630 orang) dari total ibu nifas yang
mempunyai kebiasaan pantang makanan pada masa nifas seperti tidak

boleh makan ikan laut, telur, sayur, dan makanan yang pedas-pedas

(Depkes, 2010). Di jawa timur angka pantang makanan pada masa nifas

mencapai 1.983.214 (80%) dari jumlah ibu nifas yang ada pada tahun

2009 dan penyebabnya adalah pengetahuan yang kurang 26,5%, budaya

atau anjuran dalam keluarga 37,6% , status ekonomi sebanyak 25,4 %

dan paritas 10,5% (Depkes, 2010).

Berdasarkan penelitian di BPS Bidan Mien Hendro tahun 2015

secara wawancara pada 15 ibu di dapatkan 9 ibu nifas yang mempunyai

perilaku pantang makanan seperti sayur (sawi, bayam), ikan laut, serta

telur dan 6 ibu tidak melakukan pantang makanan. Pada ibu nifas

memerlukan pemenuhan kebutuhan nutrisi dalam meningkatkan

pemulihan kondisi yang baik setelah melahirkan. Makanan yang di

konsumsi saat masa nifas adalah jenis makan yang mengandung empat

sehat lima sempurna diantaranya ikan, telur, daging, susu, air, sayur, nasi

dan buah-buahan. Jika seorang ibu tidak mengkonsumsi makanan yang

sesuai dengan empat sehat lima sempurna maka akan berdampak ibu

akan kekurangan zat gizi sehingga penyembuhan luka akan lebih lama

sembuh bahkan akan timbul infeksi, serta proses involusi dan

berkurangnya produksi ASI.

Apabila gizi ibu nifas kurang akan mempengaruhi perubahan fisik

dan sistem reproduksi waktu nifas diantaranya sistem vaskuler, pada

waktu persalinan seorang ibu akan mengalami kehilangan darah 200-500

cc dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga bisa terjadi anemia.

Sistem reproduksi pada laktasi, pada prosesnya progesteron dan estrogen


yang dihasilkan plasenta, merangsang pengeluaran air susu ibu, hal ini

akan berbeda apabila ibu nifas mengalami pantang makanan, sehingga

secara umum pergantian sel-sel yang rusak, penyembuhan jalan lahir dan

produksi air susu ibu atau ASI akan terganggu, sehingga mengorbankan

jaringan sel lain dan ibu akan menjadi kurus yang berdampak pada

penurunan kualitas dan kwantitas ASI kemudian bayi akan tidak terpenuhi

kecukupan kebutuhan gizi akibatnya daya tahan tubuh menurun dan

terjadi infeksi berkepanjangan (Muchtar, 1998).

Upaya yang dilakukan agar ibu nifas tidak melakukan pantang

makan adalah ibu nifas perlu diberikan konseling atau penyuluhan tentang

masa nifas dan pantang terhadap makanan serta pengaruh terhadap

penyembuhan luka perineum, nutrisi bagi bayinya melalui pemberian ASI

dan lainnya sehingga diharapkan pengetahuan ibu dapat di tingkatkan

terutama oleh petugas kesehatan dalam memberikan motivasi yang positif

terhadap ibu.

Sedangkan data dari Rekam Medik RSUD Karel Sadsuitubun

Langgur tentang jumlah ibu ada masa nifas dalam 3 tahun terakhur

berjumlah ..... ibu dengan klasifikasi, pada tahun 2021 berjumlah ....ibu,

dan pada tahun 2022 sebanyak ......ibu serta pada tahun 2023

sebanyak .....ibu.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk

mengambil judul Studi Kasus“ Asuhan Pada Ibu Nifas Dengan

Memberikan Edukasi Pemberian Nutrisi Untuk Melancarkan Produksi ASI

Di RSUD Karel Sadsuitubun Langgur”.


1.2. Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Pada Ibu Nifas Dengan Memberikan Edukasi

Pemberian Nutrisi Untuk Melancarkan Produksi ASI Di RSUD Karel

Sadsuitubun Langgur

1.3. Tujuan Studi Kasus

Mengetahui gambaran Asuhan Pada Ibu Nifas Dengan Memberikan

Edukasi Pemberian Nutrisi Untuk Melancarkan Produksi ASI Di RSUD

Karel Sadsuitubun Langgur

1.4. Manfaat Studi Kasus

1.4.1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan bagi rumah sakit dapat memberikan pelayanan

kesehatan dan mempertahankan hubungan kerja sama baik antar

tim kesehatan maupun pasien sehingga dapat meningkatkan mutu

pelayanan asuhan keperawata yang optimal pada umumnya dan

pada ibu masa nifas mendapatkan nutrisi yang terpenuhi dalam

rangka memproduksi ASI yang baik

1.4.2. Bagi Pengembangan Ilmu dan Teknologi Keperawatan.

Menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan bidang

keperawatan pada ibu nifas dengan memberikan edukasi

pemberian nutrisi untuk melancarkan produksi ASI

1.4.3. Bagi penulis

Memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil riset

keperawatan, khususnya studi kasus tentang asuhan pada ibu

nifas dengan memberikan edukasi pemberian nutrisi untuk

melancarkan produksi ASI


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Partum

2.1.1. Pengkajian keperawatan

Proses pengkajian adalah upaya mengumpulkan data

secara lengkap dan sistematis untuk dikaji dan dianalisis sehingga

masalah kesehatan dan keperawatan yang dihadapi pasien baik

fisik, mental, sosial maupun spiritual dapat ditentukan (Nanda NIC-

NOC, 2015). Adapun pengkajian pada ibu masa nifas menurut

Wiknjosastro, H. (2010), meliputi:

1. Identitas klien

a. Identitas klien meliputi : nama, usia, status perkawinan,

pekerjaan, agama, pendidikan, pendapatan, suku, alamat,

tanggal masuk rumah sakit dan tanggal pengkajian.

b. Identitas suami meliputi : nama suami, usia, pekerjaan,

agama, pendidikan dan suku.

2. Riwayat keperawatan

a. keluhan utama :

Pada saat masuk rumah sakit dan faktor-faktor yang

mungkin mempengaruhi. Adapun yang berkaitan dengan

diagnosa yang perlu dikaji adalah peningkatan tekanan

darah, elminasi, mual dan muntah, edema, pusing atau sakit

kepala.
b. Riwayat Keluhan Utama

Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia

kehamilan antara lain 38-42 minggu. Mulai timbul his nyeri.

a. Riwayat Kesehatan Dahulu

Adanya penyakit yang dapat menyebabkan resiko tinggi saat

persalinan, seperti penyakit jantung, Hiprertensi,

Tuberkulosis paru, Diabetes melitus, dan lain-lain

b. Riwayat perkawinan yaitu kehamilan ini merupakan hasil

pernikahan keberapa, umur ibu dan bapak saat menikah dan

lama penikahan.

3. Riwayat obstetrik

a. Riwayat haid:

Riwayat haid meliputi umur menarche pertama kali, lama

haid, jumlah darah yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari

pertama haid terakhir dan perkiraan tanggal partus.

b. Riwayat kehamilan

Riwayat kehamilan meliputi: berapa kali dilakukan

pemeriksaan ANC, hasil laboratorium meliputi: USG, darah,

urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi

emosional, upaya mengatasi keluhan serta tindakan dan

pengobatan yang diperoleh.

c. Riwayat persalinan

a) Riwayat persalinan lalu

meliputi: jumlah gravida, jumlah partus dan jumlah

abortus, umur kehamilan saat bersalin, jenis persalinan,


penolong persalinan, BB bayi, kelainan fisik dan kondisi

anak saat ini.

b) Riwayat nifas (post partum)

Riwayat nifas ( post partum) pada persalinan lalu yaitu

apakah pernah mengalami demam, keadaan lochia,

kondisi perdarahan selama nifas, tingkat aktifitas setelah

melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada

payudara, kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian

ASI, respon dan support keluarga.

c) Riwayat persalinan sekarang

meliputi: kapan mulai timbulnya his, pembukaan, bloody

show, kondisi ketuban, lama persalinan, dengan

episiotomi atau tidak, kondisi perineum dan jaringan

sekitar vagina, dilakukan anastesi atau tidak, panjang

tali pusat, lama pengeluaran plasenta, kelengkapan

plasenta dan jumlah perdarahan.

d) Riwayat new born yaitu apakah bayi lahir spontan atau

dengan induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir

(langsung menangis atau tidak), apakah membutuhkan

resusitasi, nilai APGAR skor, jenis kelamin bayi, BB,

panjang badan, kelainan kongnital, apakah dilakukan

bonding attatchment secara dini dengan ibunya,

diberikan ASI atau susu formula.

d. Riwayat KB dan perencanaan keluarga yaitu kaji

pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi,


jenis kontrasepsi yang pernah digunakan, kebutuhan

kontrasepsi yang akan datang atau rencana penambahan

anggota keluarga dimasa mendatang.

e. Riwayat penyakit dahulu yaitu apakah saja penyakit yang

pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara

pengobatan yang dijalani, dimana mendapat pertolongan,

apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau

kambuh berulang-ulang.

f. Riwayat psikososial-kultural meliputi : adaptasi psikologi ibu

setelah melahirkan, pengalaman tentang melahirkan,

apakah ibu pasif atau cerewet, pola koping, hubungan

dengan suami, hubungan dengan bayi, hubungan dengan

anggota keluarga lain, dukungan sosial dan pola komunikasi

termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan

kepada klien. Adakah masalah perkawinan, ketidak

mampuan merawat bayi baru lahir dan krisis keluarga.

g. Riwayat kesehatan keluarga yaitu adakah anggota keluarga

yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetik,

menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang

pernah diderita oleh keluarga.

h. Profil keluarga meliputi : kebutuhan informasi pada keluarga,

dukungan orang terdekat, sibling, tipe rumah, penghasilan

keluarga, hubungan sosial dan keterlibatan dalam kegiatan

masyarakat.
4. Kebiasaan sehari-hari

Menurut Mochtar, R. (2013), pola kebiasaan sehari-hari pada

masa post partum yang perlu dikaji antara lain:

a. Pola nutrisi meliputi: pola menu makanan yang dikonsumsi,

jumlah, jenis makanan (kalori, protein, vitamin dan tinggi

serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu

makan, pola minum, jumlah dan frekuensi.

b. Pola istirahat dan tidur meliputi: lamanya, kapan (malam,

siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu istirahat,

lampu atau remang-remang atau gelap, apakah mudah

terganggu dengan suara-suara dan posisi saat tidur

(penekanan pada perineum).

c. Pola eliminasi yaitu apakah terjadi diuresis setelah

melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya infolunter

pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over

distensi blass atau tidak atau retensi urine karena rasa talut

luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat BAK dan BAB,

frekuensi, konsistensi, rasa takut BAB karena adanya luka

pada perineum.

d. Personal hygiene meliputi: pola mandi, kebersihan mulut

dan gigi, penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia,

pola berpakaian, tatarias rambut dan wajah.

e. Pola aktifitas meliputi : kemampuan mobilisasi beberapa

saat setelah melahirkan, kemampuan merawat diri dan

melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.


f. Rekreasi dan hiburan yaitu situasi atau tempat yang

menyenangkan dan kegiatan yang membuat fresh dan

relaks.

g. Pola seksual meliputi: bagaimana pola interaksi dan

hubungan dengan pasangan, frekuensi koitus atau

hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks,

keyakinan, kesulitan melakukan seks, continuitas

hubungan seksual. Pengetahuan pasangan kapan dimulai

hubungan pasca partum (dapat dilakukan setelah luka

episiotomi membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir

minggu ke 3).

h. Konsep diri meliputi: sikap penerimaan ibu terhadap

tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi ibu tentang

tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama

kehamilan, perasaan klien bila mengalami operasi SC

karena CPD atau karena bentuk tubuh yang pendek.

i. Peran meliputi : pengetahuan ibu dan keluarga tentang

peran menjadi orang tua dan tugas-tugas perkembangan

kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi

uterus, perubahan fungsi blass dan bowel, pengetahuan

tentang keadaan umum bayi, tanda vital bayi, perubahan

karakteristik feses bayi, kebutuhan emosional dan

kenyamanan, kebutuhan minum dan perubahan kulit.


5. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu masa post partum

(Wiknjosastro, H. 2010), meliputi:

a. Keadaan umum meliputi : tingkat energi dan tingkat

kesadaran.

b. Tanda-tanda vital meliputi : tekanan darah, nadi, suhu,

pernapasan, BB, TB dan LLA.

c. Kepala, wajah dan leher yaitu periksa ekspresi wajah,

adanya oedema, sclera dan konjungtiva mata, mukosa

mulut, adanya pembesaran limfe, pembesaran kelenjar

thiroid dan bendungan vena jugolaris.

d. Dada dan payudara meliputi : auskultasi jantung dan paru-

paru sesuai indikasi keluhan ibu, atau perubahan nyata pada

penampilan atau tanda-tanda vital. Pengakajian payudara

pada periode awal pasca partum meliputi penampilan dan

integritasi puting, posisi bayi pada payudara, adanya

kolostrum, apakah payudara terisi susu, dan adanya

sumbatan ductus, kongesti dan tanda-tanda mastitis

potensial.

e. Abdomen dan uterus meliputi : evaluasi abdomen terhadap

involusi uterus, diatesis recti dan kandung kemih. Untuk

involusi uterus periksa kontraksi uterus, posisi dan tinggi

fundus uteri.
f. Genitalia meliputi : pengkajian perenium terhadap memar,

oedema, hematoma, penyembuhan setiap jahitan, inflamasi.

Pemeriksaan tipe, kuntitas dan bau lokhea.

g. Ekstremitas yaitu apakah terhadap adanya oedema, nyeri

tekan atau panas pada betis adanya tanda homan, refleks.

Tanda homan didapatkan dengan meletakkan satu tangan

pada lutut ibu dan lakukan tekanan ringan untuk menjaga

tungkai tetap lurus.

h. Pemeriksaan penunjang

Berupa pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan

penunjang lainnya.

2.1.2. Diagnosa keperawatan

Menurut PPNI Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2016),

diagnosa keperawatan pada ibu post partum sebagai berikut :

2.1.2.1 Ketidaknyamanan pasca partum berhubungan dengan

trauma perineum selama persalinan dan kelahiran

(D.0075)

2.1.2.2 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya

terpapar informasi tentang menejemen produksi ASI

(D.0111).

2.1.2.3 Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon

hormonal psikologis, proses persalinan yang melelahkan

(D.0055)
2.1.3. Intervensi keperawatan

Menurut Tim Pojka SIKI DPP PPNI (2018), Standar Intervensi

Keperawatan Indonesia (2016), diagnosa keperawatan pada ibu

post partum sebagai berikut :

SDKI SLKI SIKI

Ketidaknyamanan Luaran Utama: Intervensi Utama:

pasca partum  Status kenyamanan  manejemen nyeri

berhubungan dengan pasca partum Intervensi Pendukung:

trauma perineum Luaran Tambahan:  identiikasi skala nyeri

selama persalinan  ganti  berikan teknik

dan kelahiran  dukungan keluarga nonfarmakologi untuk

(D.0075)  status kenyamanan mengurangi rasa nyeri

 tingkat nyeri  fasilitasi istirahat dan tidur

 jelaskan penyebab,

periode dan pemicu nyeri

Defisit pengetahuan Luaran Utama: Intervensi Utama:

berhubungan dengan  Tingkat pengetahuan  Identiffikasi tingkat

kurangnya terpapar Luaran Tambahan: pengetahuan

informasi tentang  Dukungan sosial  Identiffikasi pemahaman

menejemen produksi  Tingkat pengetahuan ibu tentang menejemen

ASI (D.0111). laktasi

Intervensi Pendukung:

 Edukasi teknik napas

 Edukasi tentang
menejemen laktasi

 Sediakan materi dan

media pendidikan

kesehatan

 Jelaskan metode

persalinan pada ibu

 Jelaskan persiapan dan

tempat persalinan

Gangguan pola tidur Luaran Utama: Intervensi Utama:

berhubungan dengan  Pola tidur  Identiffikasi pola aktivitas

respon hormonal Luaran Tambahan: dan tidur tidur

psikologis, proses  Penamilan peran  Identifikasi faktor

persalinan yang  Tingkat keletihan pengganggu tidur

melelahkan  Tingkat depresi  Modifikasi lingkungan

(D.0055). (misalnya

pencahayaan,kebisingan)

 Edukasi tentang

pentingnya tidur cukup

selama sakit

2.1.4. Implementasi keperawatan

Pelaksanaan keperawatan merupakan proses keperawatan yang

mengikuti rumusan dari rencana keperawatan. Pelaksanaan

keperawatan mencakup melakukan, membantu, memberikan askep

untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien, mencatat serta


melakukan pertukaran informasi yang relevan dengan perawatan

kesehatan berkelanjutan dari klien. Proses pelaksanaan

keperawatan mempunyai lima tahap (Wiknjosastro, H. 2010), antara

lain:

1. Mengkaji ulang klien. Fase pengkajian ulang terhadap

komponen implementasi memberikan mekanisme bagi perawat

untuk menentukan apakah tindakan keperawatan yang

diusulkan masih sesuai.

2. Menelaah dan modifikasi rencana asuhan keperawatan yang

ada Modifikasi rencana asuhan yang telah ada mencakup

beberapa langkah. Pertama data dalam kolom pengkajian

direvisi sehingga mencerminkan status kesehatan terbaru klien.

Kedua, diagnosa keperawatan direvisi. Diagnosa keperawatan

yang tidak relevan dihapuskan dan diagnosa keperawatan yang

terbaru ditambah dan diberi tanggal. Ketiga, metode

implementasi spesifik direvisi untuk menghubungan dengan

diagnosa keperawatan yang baru dan tujuan klien yang baru.

3. Mengidentifikasi bidang bantuan

Situasi yang membutuhkan tambahan tenaga beragam.

Sebagai contoh, perawat yang ditugaskan untuk merawat klien

imobilisasi mungkin membutuhkan tambahan tenaga untuk

membantu membalik, memindahkan dan mengubah posisi klien

karena kerja fisik yang terlibat.


2.1.5. Evaluasi keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil

implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan

untuk melihat keberhasilannya. Evaluasi disusun dengan

mengunakan SOAP yang operasional dengan pengertian antara

lain:

S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara

subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi

keperawatan.

O : adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat

menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi

keperawatan.

A : adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon

subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan kriteria

dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan

rencana keperawatan klien.

P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan

analisis (Wiknjosastro, H. 2010).

2.2. Konsep Dasar Masa Nifas

2.2.1. Pengertian masa nifa

Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah

persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa

nifas, organ reproduksi secara perlahan akan mengalami

perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan organ

reproduksi ini disebut involus (Maritalia, 2012).


2.2.2. Tahap Masa Nifas

Menurut Maritalia (2012) masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:

1. Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa pemulihan awal dimana ibu

diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang

melahirkan per vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama

setelah kala IV dianjurkan untuk mobilisasi segera.

2. Puerperium intermedial

Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara

berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil.

Masa ini berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42

hari.

3. Remote puerperium

Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam

keadaan sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu

persalinan mengalami komplikasi. Rentang waktu remote

puerperium berbeda untuk setiap ibu, tergantung dari berat

ringannya komplikasi yang dialami selama hamil atau persalinan.

2.2.3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis.

Setelah keluarnya plasenta, kadar sirkulasi hormon HCG (human

chorionic gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen dan

progesteron menurun. Human plasental lactogen akan menghilang

dari peredaran darah ibu dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu

setelah melahirkan. Kadar estrogen dan progesteron hampir sama


dengan kadar yang ditemukan pada fase follikuler dari siklus

menstruasi berturut-turut sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida

dan hormon steroid ini mengubah fungsi seluruh sistem sehingga

efek kehamilan berbalik dan wanita dianggap sedang tidak hamil

(Walyani, 2017).

1. Uterus

Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga

dan berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng

dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-8

cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus

secara fisiologis adalah anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3

bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri.

Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi

kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil:

a. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus

1000 gr.

b. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari

bawah pusat dengan berat uterus 750 gr.

c. Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba

pertengahan pusat dengan simpisis, berat uterus 500 gr.

d. Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba

diatas simpisis dengan berat uterus 350 gr.

e. Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil

dengan berat uterus 50 gr.


2. Serviks

Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang

bentuknya menyempit sehingga disebut juga sebagai leher

rahim. Serviks menghubungkan uterus dengan saluran vagina

dan sebagai jalan keluarnya janin dan uterus menuju saluran

vagina pada saat persalinan. Segera setelah persalinan, bentuk

serviks akan menganga seperti corong. Hal ini disebabkan oleh

korpus uteri yang berkontraksi sedangkan serviks tidak

berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi merah kehitaman

karena mengandung banyak pembuluh darah dengan

konsistensi lunak.

Segera setelah janin dilahirkan, serviks masih dapat

dilewati oleh tangan pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks

hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu

persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari, setelah 6 minggu

persalinan serviks menutup.

3. Vagina

Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga

uterus dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang

vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6, 5

cm dan ± 9 cm. Selama proses persalinan vagina mengalami

penekanan serta pereganganan yang sangat besar, terutama

pada saat melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah

proses tersebut, vagina tetap berada dalam keadaan kendur.

Setelah 3 minggu vagina kembali kepada keadaan tidak hamil


dan rugae dalam vagina secara berangsur- angsur akan muncul

kembali.

Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan

lahir dan merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri

dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai saluran

tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum uteri

selama masa nifas yang disebut lochea

Menurut Walyani, (2017) Karakteristik lochea dalam masa

nifas adalah sebagai berikut:

a. Lochea rubra/ kruenta

Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar

barcampur sisa- sisa selaput ketuban, sel- sel desidua, sisa-

sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.

b. Lochea sanguinolenta

Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum,

karakteristik lochea sanguinolenta berupa darah bercampur

lendir.

c. Lochea serosa

Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1

minggu postpartum.

d. Lochea alba

Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakan

cairan putih. Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali

bila terjadi infeksi pada jalan lahir, baunya akan berubah

menjadi berbau busuk.


4. Vulva

Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami

penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses

melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses

melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3

minggu vulva akan kembali kepada keadaan tidak hamil dan

labia menjadi lebih menonjol.

5. Payudara (mamae)

Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan

progesteron menurun, prolactin dilepaskan dan sintesis ASI

dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan menyebabkan

pembengkakan vascular sementara. Air susu sata diproduksi

disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan dengan efektif dengan

cara dihisap oleh bayi untuk pengadaan dan keberlangsungan

laktasi.

ASI yang akan pertama muncul pada awal nifas ASI

adalah ASI yang berwarna kekuningan yang biasa dikenal

dengan sebutan kolostrum. Kolostrum telah terbentuk didalam

tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12 minggu.

Menurut Walyani,( 2017) Perubahan payudara dapat

meliputi:

a. Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan

peningkatan hormon prolactin setelah persalinan.

b. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada

hari ke 2 atau hari ke 3 setelah persalinan


c. Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya

proses laktasi

6. Tanda- tanda vital

Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani

(2017) antara lain:

a. Suhu tubuh. Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat

meningkat 0,5⁰ celcius dari keadaan normal namun tidak lebih

dari 38⁰ celcius. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan

kembali seperti keadaan semula.

b. Nadi. Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi

dapat sedikit lebih lambat. Pada masa nifas biasanya denyut

nadi akan kembali normal.

c. Tekanan darah. Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit

lebih rendah dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya

perdarahan pada proses persalinan.

d. Pernafasan. Pada saat partus frekuensi pernapasan akan

meningkat karena kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga

ibu meneran/ mengejan dan memepertahankan agar

persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah partus

frekuensi pernafasan akan kembali normal.

7. Sistem peredaran darah (Kardiovaskuler)

Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera

setelah melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta


yang mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat diatasi

dengan haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal,

dan pembulu darah kembali ke ukuran semula.

8. Sistem pencernaan

Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section

caesarea) biasanya membutuhkan waktu sekitar 1- 3 hari agar

fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu

yang melahirkan secara spontan biasanya lebih cepat lapar karena

telah mengeluarkan energi yang begitu banyak pada saat proses

melahirkan.

Buang air besar biasanya mengalami perubahan pada 1- 3

hari postpartum, hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus

otot selama proses persalinan. Selain itu, enema sebelum

melahirkan, kurang asupan nutrisi dan dehidrasi serta dugaan ibu

terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/ perineum setiap kali

akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara spontan. Faktor-

faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya konstipasi pada ibu

nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi yang teratur perlu

dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.

9. Sistem perkemihan

Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.

Kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher buli- buli

sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan


tulang pubis selama persalinan. Urine dalam jumlah yang besar

akan dihasilkan dalam waktu 12- 36 jam sesudah melahirkan.

Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen yang bersifat

menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan

ini menyebabkan diuresis. Uterus yang berdilatasi akan kembali

normal dalam tempo 6 minggu.

10. Sistem integumen

Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi pada

wajah, leher, mamae, dinding perut dan beberapa lipatan sendri

karena pengaruh hormon akan menghilang selama masa nifas.

11. Sistem musculoskeletal

Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi

dini sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan

mempercepat proses involusi.

2.2.4. Perubahan Psikologis Masa Nifas

Adanya perasaan kehilangan sesuatu secara fisik sesudah

melahirkan akan menjurus pada suatu reaksi perasaan sedih.

Kemurungan dan kesedihan dapat semakin bertambah oleh karena

ketidaknyamanan secara fisik, rasa letih setelah proses persalinan,

stress, kecemasan, adanya ketegangan dalam keluarga, kurang

istirahat karena harus melayani keluarga dan tamu yang berkunjung

untuk melihat bayi atau sikap petugas yang tidak ramah (Maritalia,

2012).
Minggu- minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan

bagi seorang ibu. Pada saat yang sama, ibu baru (primipara) mungkin

frustasi karena merasa tidak kompeten dalam merawat bayi dan tidak

mampu mengontrol situasi. Semua wanita akan mengalami perubahan

ini, namun penanganan atau mekanisme koping yang dilakukan dari

setiap wanita untuk mengatasinya pasti akan berbeda. Hal ini

dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita tersebut

dibesarkan, lingkungan, adat istiadat setempat, suku, bangsa,

pendidikan serta pengalaman yang didapat (Maritalia, 2012).

Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu masa nifas menurut

Maritalia (2012) yaitu:

1. Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas

Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman

tersendiri dan dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani

dengan segera. Perubahan peran dari wanita biasa menjadi

seorang ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat melakukan

perannya dengan baik. Perubahan hormonal yang sangat cepat

setelah proses melahirkan juga ikut mempengaruhi keadaan

emosi dan proses adaptasi ibu pada masa nifas. Fase- fase yang

akan dialami oleh ibu pada masa nifas, menurut Dewi (2012)

antara lain adalah sebagai

berikut:
a. Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang

berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah

melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga

cenderung pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan

yang dialami ibu lebih disebabkan karena proses persalinan

yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri pada jalan lahir,

kurang tidur atau kelelahan, merupakan hal yang sering

dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan

nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila

kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami

gangguan psikologis berupa kekecewaan pada bayinya,

ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang

dialami, rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya

dan kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.

b. Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung antara 3-

10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidak

mampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan

bayinya. Perasaan ibu lebih sensitif sehingga mudah

tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi

yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan atau

pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.

c. Fase letting go. Fase ini merupakan fase menerima tanggung

jawab peran barunya sebagai seorang ibu. Fase ini


berlangsung selama 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah

mulai dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan

bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya. Perawatan

ibu terhadap diri dan bayinya semakin meningkat. Rasa

percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih

mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya.

Dukungan suami dan keluarga dapat membantu ibu untuk

lebih meningkatkan rasa percaya diri dalam merawat

bayinya. Kebutuhan akan istirahat dan nutrisi yang cukup

masih sangat diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.

2. Postpartum blues (Baby blues)

Postpartum blues (Baby blues) merupakan perasaan sedih

yang dialami oleh seorang ibu berkaitan dengan bayinya.

Biasanya muncul sekitar 2 hari sampai 2 minggu sejak kelahiran

bayi. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan perasaan yang

dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran

bayinya. Ibu yang mengalami baby blues akan mengalami

perubahan perasaan, menangis, cemas, kesepian khawatir, yang

berlebihan mengenai sang bayi, penurunan gairah sex, dan

kurang percaya diri terhadap kemampuan menjadi seorang ibu.

3. Depresi postpartum

Seorang ibu primipara lebih beresiko mengalami

kesedihan atau kemurungan postpartum karena ia belum


mempunya pengalaman dalam merawat dan menyusui bayinya.

Kesedihan atau kemurungan yang terjadi pada awal masa nifas

merupakan hal yang umum dan akan hilang sendiri dalam dua

minggu sesudah melahirkan setelah ibu melewati proses

adaptasi. Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena

kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya berkurang

setelah mempunyai bayi. Hal ini akan mengakibatkan depresi

pascapersalinan (depresi postpartum).

Ibu yang mengalami depresi postpartum akan

menunjukkan tanda- tanda berikut: sulit tidur, tidak ada nafsu

makan, perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol, terlalu

cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi, tidak

menyukai atau takut menyentuh bayi, pikiran yang menakutkan

mengenai bayi, sedikit atau tidak ada perhatian terhadap

penampilan bayi, sedikit atau tidak ada perhatian terhadap

penampilan diri, gejala fisik seperti sulit bernafas atau perasan

berdebar- debar.

4. Respon antara ibu dan bayi setelah persalinan

Respon antara ibu dan bayi setelah persalinan menurut

Maritalia (2012) antara lain:

a. Touch (Sentuhan). Sentuhan yang dilakukan ibu pada

bayinya seperti membelai- belai kepala bayi dengan lembut,

mencium bayi, menyentuh wajah dan ektremitas, memeluk


dan menggendong bayi, dapat membuat bayi merasa aman

dan nyaman. Biasanya bayi akan memeberikan respon

terhadap sentuhan ibu dengan cara menggenggam jari ibu

atau memegang seuntai rambut ibu. Gerakan lembut ibu

ketika menyentuh bayinya akan menenangkan bayi.

b. Eye to eye contact (Kontak mata). Kontak mata mempunya

efek yang erat terhadap perkembangan dimulainya hubungan

dan rasa percaya sebagai faktor yang penting sebagai

hubungan antar manusia pada umumnya. Bayi baru lahir

dapat memusatkan perhatian pada suatu obyek, satu jam

setelah kelahiran pada jarak sekitar 20- 25 cm, dan dapat

memusatkan pandangan sebaik orang dewasa pada usia sekita

4 bulan. Kontak mata antara ibu dan bayinya harus dilakukan

sesegera mungkin setelah bayi lahir.

c. Odor (Bau badan). Pada akhir minggu pertama kehidupannya

seorang bayi dapat mengenali ibunya dari bau badan dan air

susu ibunya. Indra penciuman bayi akan terus terasah jika

seorang ibu dapat terus memberikan ASI pada bayinya.

d. Body warm (Kehangatan tubuh). Bayi baru lahir sangat

mudah mengalami hypothermi karena tidak ada lagi air

ketuban yang melindungi dari perubahan suhu yang terjadi

secara ekstrim di luar uterus. Jika tidak ada komplikasi yang

serius pada ibu dan bayi selama persalinan, bayi dapat


diletakkan di atas perut ibu segera setelah dilakukan

pemotongan tali pusat.

e. Voice (Suara). Sejak dilahirkan, bayi dapat mendengar suara-

suara dan membedakan nada, meskipun suara- suara

terhalang selama beberapa hari oleh cairan amnion dari rahim

yang melekat pada telinga.

f. Entrainment (Gaya Bahasa). Bayi baru lahir mulai

membedakan dan menemukan perubahan struktur bicara dan

bahasa dari orang- orang yang berada disekitarnya.

Perubahan nada suara ibu ketika berkomunikasi dengan

bayinya seperti bercerita, mengajak bercanda atau sering

memarahi bayi, secara perlahan mulai dapat dipahami dan

dipelajari bayi.

2.3. Konsep Pendidikan Kesehatan

2.3.1. Pengertian Pendidikan Kesehatan

Menurut Notoatmodjo, (2012). Pendidikan kesehatan

adalah proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat

dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sedang dalam

keperawatan, pendidikan kesehatan merupakan satu bentuk

intervensi keperawatan yang mandiri untuk membantu klien baik

individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi

masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran, yang

didalamnya perawat berperan sebagai perawat pendidik.


2.3.2. Tujuan Pendidikan Kesehatan

Tujuan utama pendidikan kesehatan adalah agar orang

mampu menerapkan masalah dan kebutuhan mereka sendiri,

mampu memahami apa yang dapat mereka lakukan terhadap

masalahnya dengan sumber daya yang ada pada mereka

ditambah dengan dukungan dari luar, dan mampu memutuskan

kegiatan yang tepat guna untuk meningkatkan taraf hidup sehat

dan kesejahteraan masyarakat, (Notoatmodjo.2012).

Menurut Undang-undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992

dan WHO, tujuan pendidikan kesehatan adalah meningkatkan

kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan, baik secara fisik, mental dan sosialnya,

sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial, pendidikan

kesehatan disemua program kesehatan, baik pemberantasan

penyakit menular, sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan

kesehatan, maupun program kesehatan lainnya

2.3.3. Cara Memperoleh Pengatahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), media informasi yang dapat

menstimulasi pengatahuan seseorang adalah :

2.3.3.1. Media cetak: alat alat yang dapat memberikan informasi

seperti :

a. Rubrik atau tulisan pada surat kabar atau majalah

yang membahas suatu masalah kesehatan atau hal-

hal yang berkaitan dengan kesehatan


b. Leaflet adalah bentuk penyampai informasih atau

pesan kesehatan melalui kertas yang dilipat

c. Poster adalah bentuk penyampain informasih atau

pesan kesehatan yang biasanya di tempel di tempat-

tempat umum.

2.3.3.2. Media elektronik, sebagai sarana untuk menyampaikan

pesan atau informasih kesehatan. Jenis-jenis media

elektronik atara lain :

a. Televisi

Televisi memyampaikan pesan atau informasi

kesehatan, melalui media ini dalam bentuk forum

diskusi, penyeluhan atau tanya jawab kesehatan.

b. Radio

Radio menyampaikan informasi atau pesan

kesehatan dalam berbagai bentuk antara lain obrolan

(tanya jawab) ceramah, penyuluhan.

c. Video

Video menyampaikan informasi atau pesan

kesehatan melalui caramah dan penyuluhan.

d. Media paparan

Paparan ini dapat di pasang di tempat-tempat umum,

dapat diisi informasi pengetahuan.


2.3. Manajemen Nutrisi Pada Ibu Masa Nifas

2.3.1. Pengertian nutrisi

2.3.2. Periode manajemen laktasia.

2.4.2.1. Masa kehamilan (antenatal)

2.4.2.2. Masa persalinan (perinatal)

2.4.2.3. Masa menyusui (postnatal)

2.3.3. Manfaat pemberian ASI

Manfaat ASI yang diperoleh menurut Nisman, dkk (2011), meliputi:

2.4.3.1. Manfaat ASI bagi bayi.

2.4.3.2. Manfaat menyusui bagi ibu

2.3.4. Kecukupan ASI

2.4.4.1. tanda kecukupan ASI bagi Bayi

2.4.4.2. tanda ketidak kecukupan ASI bagi Bayi.

2.3.5. Hambatan dalam menyusui

2.3.6. Struktur payudara.

2.4.6.1. Bagian payudara dan fungsinya

2.3.7. Fisiologi laktasi

2.3.8. Teknik menyusui yang benar

Berikut adalah langkah-langkah menyusui yang efektif menurut

Suradi (2010) :

2.4.4.1. Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit demi sedikit

Anda mungkin juga menyukai