Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Gizi merupakan salah satu masalah kesehatan di berbagai negara, baik di negara
maju maupun di negara berkembang. Masalah gizi diikuti dengan semakin bertambahnya
jumlah penduduk, sehingga kebutuhan pangan sehari hari tidak dapat terpenuhi. Namun
masalah gizi bukan hanya berdampak pada kesehatan saja, akan tetapi berdampak pula pada
pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang (Depkes RI,
2012).
Berbagai masalah gizi terjadi di Indonesia salah satunya di Kecamatan Gunung Berapi-
Api Kabupaten Ujung Tanjung beradasarkan data pertengahan tahun 2019 dilaporakan
bahwa : jumlah penduduk sebanyak 34.600 jiwa terdiri dari balita 9%, ibu hamil 4 % lansia
5% dari jumlah penduduk. Keadaan kesehatan penduduk dilaporkan bahwa Angka kejadian
Anemia pada ibu hamil ditemukan sebesar 35%, gizi kurang pada balita ditemukan 5%,
tingkat pengetahuan gizi ibu balita pada umumnya masih rendah. Asupan gizi pada balita
masih ada yang di bawah RDA. Informasi lain bahwa kegiatan posyandu di kecamatan ini
pada umumnya hidup segan mati tak mau, partisipasi masyarakat untuk datang mengikuti
kegiatan posyandu 55%, bayi yang mendapatkan Asi Eksklusif dilaporkan sebesar 40%,
pada umumnya ibu hamil mengkonsumsi Tablet Fe tidak tertatur setiap hari dengan alasan
rasa mual setelah minum Tablet Fe.
Masalah gizi yang terjadi di Kabupaten tersebut dapat dicegah melalui perilaku
penunjang dari para orang tua, ibu atau pengasuh dalam keluarga untuk selalu menyediakan
makanan dengan gizi seimbang bagi anggota keluarganya. Gizi seimbang adalah makanan
yang dikonsumsi individu dalam satu hari yang beraneka ragam dan mengandung zat tenaga,
zat pembangun dan zat pengatur sesuai dengan kebutuhan tubuhnya (paath dkk, 2010).
Kebutuhan gizi merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan pada seseorang, sehingga pemenuhan gizi yang baik harus
dilakukan sejak bayi baru lahir, bahkan ketika masih dalam kandungan. Air Susu Ibu (ASI)
merupakan makanan yang paling baik untuk bayi, sebab mengandung zat gizi yang lengkap
yang dapat menunjang pertumbuhan bayi diantaranya protein, mineral, air, lemak dan laktosa.
ASI Eksklusif merupakan pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan lain selama usia 0 - 6
bulan. Ibu adalah faktor utama penyedia makanan dalam keluarga dan berperan penting dalam
menjaga kesehatan anggota keluarga. Kategori yang termasuk dalam kelompok sasaran
menurut kondisi ibu yaitu WUS (Wanita Usia Subur), ibu hamil, ibu melahirkan dan ibu nifas.
WUS (Wanita usia subur) sendiri adalah wanita yang telah memasuki usia 15–49 tahun tanpa
memperhitungkan status perkawinannya.
Meningkatkan kesehatan ibu berarti meningkatkan terciptanya generasi penerus yang
cerdas. Sebagai pembuka cakrawala pengetahuan untuk anak-anaknya seorang ibu harus
selalu siap menanggapi persoalan yang dihadapi anak-anaknya kapanpun juga. Ironisnya, di
Indonesia masih banyak ibu yang kurang memperhatikan asupan gizi mereka sehingga
menyebabkan terjadinya anemia saat hamil yang akan berdampak pada bayi yang dilahirkan,
selain itu bayi usia 0-6 bulanpun masih banyak yang tidak diberikan ASI Eksklusif, ditambah
lagi anak balita yang kurang perhatian dari ibu menyebabkan munculnya masalah gizi kurang
sehingga anak yang dilahirkan berada pada kondisi yang mengkhawatirkan, dan kurangnya
partisipasi ke Posyandu oleh Ibu yang mempunyai anak balita menyebabkan masalah gizi
yang sangat serius karena kondisi balita tidak terpantau secara teratur.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka diperlukan suatu Perencanaan Intervensi Gizi
terhadap berbagai masalah yang terjadi di Kecamatan Gunung Berapi-Api Kabupaten Ujung
Tanjung agar dapat meningkatkan pengetahuan Ibu mengenai pentingnya mengonsumsi Gizi
seimbang saat hamil guna mencegah terjadinya anemia, meningkatkan pengetahua ibu tentang
pedoman gizi seimbang dan ASI eksklusif, pentingnya memperhatikan asupan gizi balita agar
tidak terjadi Kurang Gizi, dan pentingnya partisipasi ke posyandu oleh Ibu yang mempunyai
anak balita agar dapat terpantau secara rutin.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan Ibu dan Kader Posyandu tentang Pentingnya Gizi Seimbang
bagi Ibu Hamil & Bayi, pentingnya Asi Eksklusif dan meningkatkan Partisipasi Posyandu
di wilayah kerja Puskesmas Gunung Berapi-Api Kabupaten Ujung Tanjung
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan dan
pekerjaan.
b. Mendeskripsikan pengetahuan responden tentang ASI Ekslusif, Pedoman Gizi
Seimbang (PGS), Partisipasi Posyandu baik sebelum dan sesudah dilakukan intervensi
gizi.

C. Manfaat
1. Bagi Posyandu
Dapat dijadikan bahan informasi mengenai penyebab timbulnya masalah gizi dan
penentuan alternatif pemecahan masalah gizi di sehingga dapat dijadikan pertimbangan
untuk menetapkan kebijakan maupun perencanaan program pencegahan dan
penanggulangan permasalahan gizi di di Kecamatan Gunung Berapi-Api Kabupaten
Ujung Tanjung
2. Bagi Program Studi Ilmu Gizi
Dapat dijadikan bahan kajian penelitian bagi dosen atau mahasiswa dalam
mengembangkan bidang ilmu yang relevan dengan realitas yang ada di masyarakat.
3. Bagi Mahasiswa
Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang pemecahan masalah gizi yang ada
dimasyarakat serta dapat mengembangkan keterampilan dalam mengaplikasikan teori yang
di dapat selama perkuliahan untuk pemecahan masalah gizi di masyarakat.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anemia Ibu Hamil


1. Ibu Hamil
Ibu hamil adalah orang yang sedang dalam proses pembuahan untuk melanjutkan
keturunan. Di dalam tubuh seorang wanita hamil terdapat janin yang tumbuh di dalam
rahim. Kehamilan merupakan masa kehidupan yang penting. Seorang ibu hamil harus
mempersiapkan diri sebaik- baiknya agar tidak menimbulkan permasalahan pada kesehatan
ibu, bayi, dan saat proses kelahiran. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu
adalah keadaan gizi (Waryana,2010).
2. Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Selama hamil metabolisme energi dan zat gizi lain dalam tubuh meningkat.

Defisiensi kebutuhan zat gizi selama hamil dapat mengakibatkan pertumbuhan janin

yang tidak sempurna (Waryana, 2010). World Health Organization (WHO)

menganjurkan jumlah tambahan energi untuk ibu hamil trimester I adalah 150 kkal

dalam satu hari, untuk ibu hamil trimester II dan III ibu hamil memerlukan tambahan

energi sebesar 350 kkal dalam satu hari. Selain kebutuhan energi, kebutuhan protein

selama hamil juga meningkat hingga 68% dari sebelum hamil.Oleh karena itu, Negara

Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun1998

menganjurkan penambahan protein 12 g/hari selama masa kehamilan (Kristiyanasari,

2010).

Seorang wanita hamil akan mengalami peningkatan volume darah, hal ini

menyebabkan kebutuhan akan zat besi juga meningkat. Jumlah zat besi yang

dibutuhkan selama hamil sekitar 800-1000 mg diantaranya untuk mencukupi

kebutuhan peningkatan sel darah merah yang membutuhkan zat besi 300-400 mg zat

besi hingga usmur kehamilan 32 minggu, untuk memenuhi kebutuhan janin sekitar
100-200 mg zat besi dan untuk memenuhi pertumbuhan plasenta sekitar 100-200 mg

zat besi. Zat besi akan hilang sekitar 190 mg saat melahirkan (Ibrahim, 2010).Di

Indonesia melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 1998

mengemukakan jika seorang wanitahamilmembutuhkantambahanzatbesi rata – rata 20

mg/hari (Kristiyanasari, 2010).

3. Anemia
a. Pengertian Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana sel darah merah atau eritrosit atau massa
hemoglobin dalam darah berkurang sehingga tidak dapat membawa oksigen ke seluruh
jaringan. World Health Organization (WHO) menyebutkan jika anemia adalah suatu
keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah kurang dari batas normal berdasarkan
kelompok umur yang bersangkutan, jenis kelamin dan kondisi fisiologis (Dinas
Kesehatan, 2015).
b. Kriteria Anemia
Kriteria seseorang dikatakan anemia menurut WHO (2011) adalah sebagai
berikut :
Tabel 1. Rekomendasi WHO Tentang pengelompokkan Anemia (g/dL)
berdasarkan umur

Populasi Tidak Anemia


Anemi Ringan Sedang Berat
a
Anak 6-59 bulan 11 10.0- 7.0-9.9 < 7.0
10.9
Anak 5-11 tahun 11.5 11.0- 8.0-1-.9 < 8.0
11.4
Anak 12-14 tahun 12 11.0- 8.0-10.9 < 8.0
11.9
WUS tidak hamil 12 11.0- 8.0-10.9 < 8.0
11.9
Ibu hamil 11 10.0- 7.0-9.9 < 7.0
10.9
Laki-laki ≥ 15 tahun 13 11.0- 8.0-10.9 < 8.0
12.9
c. Efek anemia defisiensi besi
Efek anemia defisiensi besi selama kehamilan menurut Tarwoto (2013) adalah:
1. Kekuranganzat besi selama hamil dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada
pertumbuhan sel-sel tubuh termasuk sel-sel otak bayi yang dikandung.
2. Mengakibatkan keguguran
3. Bayi lahir prematur
4. Berat badan lahir rendah (BBLR)
5. Ibu mengalami perdarahan sebelum dan selama persalinan
6. Resiko paling tinggi adalah kematian ibu dan bayi yang dikandungnya.
4. Kepatuhan dalam Mengonsumsi Tablet Zat Besi (Fe)

Kepatuhan berasal dari kata dasar patuh yang berarti taat, suka menurut perintah.

Kepatuhan adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang

disarankan dokter atau oleh orang lain (Santoso, 2005). Menurut Arisman (2004)

mengartikan kepatuhan adalah sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan

perilaku yang disarankan oleh bidannya atau oleh orang lain. Kepatuhan dalam penelitian

ini menunjuk pada kepatuhan ibu hamil dalam mengkonsumsi zat besi (Fe).

Perilaku mengonsumsi obat merupakan perilaku peran sakit yaitu tindakan atau

kegiatan yang dilakukan penderita agar dapat sembuh.Kepatuhan menjalankan aturan

pengobatan sangat penting untuk mencapai kesehatan secara optimal.Perilaku kepatuhan

dapat berupa perilaku patuh dan tidak patuh yang dapat diukur melalui dimensi

kemudahan, lama pengobatan, mutu, jarak dan keteraturan pengobatan. Kepatuhan akan

meningkat bila instruksi pengobatan jelas, hubungan obat terhadappenyakit jelas dan

pengobatan teratur serta adanya keyakinan bahwa kesehatan akan pulih, petugas

kesehatan yang menyenangkan dan berwibawa, dukungan sosial keluarga pasien dan lain

sebagainya (Medicastore, 2007).


Definisi kepatuhan dalam mengkonsumsi tablet zat besi adalah ketaatan ibu hamil

melaksanakan anjuran petugas kesehatan untuk mengkonsusmsi tablet zat besi.


11

Kepatuhan menurut Sackett pada pasien sebagai “Sejauh mana perilaku individu sesuai

dengan ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan”(Afnita, 2004).

Kepatuhan mengkonsumsi tablet zat besi diukur dari ketepatan jumlah tablet yang

dikonsumsi, ketepatan cara mengkonsumsi tablet zat besi, frekuensi konsumsi perhari.

Suplementasi besi atau pemberian tablet Fe merupakan salah satu upaya penting dalam

mencegah dan menanggulagi anemia, khususnya anemia kekurangan besi. Suplementasi

besi merupakancaraefektif karena kandungan besinya yang dilengkapi asam folat yang

sekaligus dapat mencegah anemia karena kekurangan asam folat (Afnita, 2004).

Menurut Afnita (2004) yang dikutip Hartati (2014), kepatuhan tergantung pada

banyak faktor, diantaranya adalah pasien sering kali tidak mengakui bahwa merekatidak

melakukanapayang dianjurkan dokter.Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan

pasien agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melaksanakan pengobatan.

Menurut Dinicola dan Dimatteo (1984) yang dikutip Niven (2002) cara

meningkatkan kepatuhan diantaranya melalui perilaku sehat dan pengontrolan perilaku

dengan faktor kognitif, dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional dari anggota

keluarga yang lain, teman, waktu dan uang merupakan faktor yang penting dalam

kepatuhan dalam program-program medis, dan dukungan dari profesional kesehatan.

Tablet zat besi sebagai suplementasi yang diberikan pada ibu hamil menurut

aturan harus dikonsumsi setiap hari. Namun karena berbagai alasan misalnya,

11
pengetahuan, sikap, dan praktek ibu hamil yang kurang baik, efek samping dari tablet zat

besi, motivasi petugas kesehatan yang kurang sering kali terjadi ketidak patuhan ibu hamil

dalam mengkonsumsi tablet zat besi tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan tujuan dari

pemberian tablet zat besi tidak tercapai.

B. Gizi Kurang Pada Balita


1. Balita
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun
sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini.
Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah satu tahun berbeda
dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah satu tahun tidak
termasuk kedalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia 1-5 tahun dapat
pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai dengan pra-sekolah.
Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal
tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara
pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya. Berdasarkan
karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak
yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita merupakan konsumen pasif.
Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif (Uripi, 2004).
2. Status Gizi

a. Pengertian

Menurut Almatsier (2004) status Gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat

konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Sedangkan menurut Idrus dan
Kunanto dalam Supariasa (2002) status gizi adalah suatu keadaan keseimbangan

konsumsi pangan sehingga dapat diekspresikan.

Menurut Beck (2000) status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan

nutrisi untuk anak yang diindikasi oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status

gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan

antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan

pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit.

b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

a. Faktor Langsung :

a) Tingkat Konsumsi Pangan

Frekuensi makan dapat menunjukkan tingkat kecukupan konsumsi gizi.

Semakin tinggi frekuensi makan semakin besar kemungkinan terpenuhinya

kecukupan gizi. Frekuensi makan pada seseorang dengan kondisi ekonomi

mampu lebih tinggi dibandingkan dengan ornag kondisi ekonomi lemah. Hal

ini di sebabkan orang deengan kondisi ekonomi yang lemah memiliki daya

beli yang rendah sehingga tidak dapat mengkonsumsi maknan dengan

frekuensi yang ukup. Ketiadaan pangan dapt mengakibatkan berkurangnya

asypan seseorang (Arisman, 2009). Pada anak balita, perhatian terhadap

pangan menurun secara makin nyata dan baru hilang setelah beberapa bulan

sampai beberapa tahun. Kesukaan serta ketidaksukaan terhadap pangan

berubah dari hari ke hari dan dari minggu ke minggu. Selera makan biasanya

tidak bisa diperkirakan.


b) Morbiditas

Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (2009),

morbiditas atau kesakitan merupakan salah satu indikator yang digunakan

untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin tinggi morbiditas,

menunjukkan derajat kesehatan penduduk semakin buruk. Sebaliknya

semakin rendah morbiditas (kesakitan) menunjukkan derajat kesehatan

penduduk yang semakin baik.

c) Imunisasi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan

seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia

terpajan pada antigen yang serupa, tidak terjadi penyakit. (Ranuh,

2008, p10). Tujuan imunisasi yaitu untuk mencegah terjadinya

penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu

pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan

suatu penyakit tertentu dari dunia (Ranuh, 2008, p10)

b. Faktor Tidak Langsung

a) Pengetahuan

Secara tidak langsung, pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi

status gizi balita, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh

dan memenuhi gizi anak balitanya, yang pada gilirannya dapat menjamin

asupan gizi anak. Menurut Nasar (2010), banyak orang tua yang

memberikan makan kepada anak-anak sebatas supaya kenyang, sementara


komposisinya tidak disesuaikan dengan kebutuhan gizinya Rendahnya

pendidikan juga seringkali melahirkan kebiasaan, kepercayaan, pantangan,

dan tahayul yang keliru. Adanya pantangan mengonsumsi makanan

tertentu yang salah dalam pemberian makan anak akan sangat merugikan

dan menghilangkan kesempatan anak untuk mendapat asupan gizi yang

cukup. Oleh karena itu, pendidikan dan pengetahuan gizi sangat

diperlukan untuk mengubah sikap dan perilaku sehat tentang berbagai

jenis pangan. Pendidikan dan pengetahuan gizi sangat penting bagi ibu

rumah tangga yang turut bertanggung jawab akan keadaan gizi setiap

anggota keluarga.

Sebab penting lain dari gangguan gizi adalah kurangnya

pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi

tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 2005). Menurut Sanjur

(1982), pengaruh pengetahuan gizi terhadap makanan tidak selalu linier,

artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu, belum tentu konsumsi

makan menjadi baik. Konsumsi jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi

tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan.

b) Sosial-Ekonomi

Menurut Dalimunthe (1995), kehidupan sosial ekonomi adalah

suatu kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang menggunakan indikator

pendidikan, pekerjaan dan penghasilan sebagai tolak ukur.


Fungsi ekonomi yaitu : 1). kebutuhan makan dan minum, 2).

kebutuhan pakaian untuk menutup tubuh, 3). Kebutuhan tempat tinggal.

Sehubungan dengan fungsi tersebut maka orang tua diwajibkan untuk

berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan

dan minum, cukup pakaian serta tempat tinggal.

c) Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungnan yaitu bagian integral ilmu kesehatan masyarakat

yang khusus menangani dan mempelajari hubungan manusia dengan

lingkungan dalam keseimbangan ekologis. Syarat-syarat lingkungan yang

sehat yaitu:

i. Keadaan Air

Air yang sehat adalah air yang tidak berbau, tidak tercemar

dan dapat dilihat kejernihan air tersebut, kalau sudah pasti

kebersihannya dimasak dengan suhu 100C, sehingga bakteri yang

di dalam air tersebut mati.

ii. Keadaan Udara

Udara yang sehat adalah udara yang didalamnya terdapat

yang diperlukan, contohnya oksigen dan di dalamnya tidka tercear

oleh zat-zat yang merusak tubuh, contohnya zat CO2 (zat

karbondioksida).

iii. Keadaan Tanah


Tanah yang sehat adalah tamah yamh baik untuk

penanaman suatu tumbuhan, dan tidak tercemar oleh zat-zat logam

berat.

d) Pelayanan Kesehatan

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas pelayanan

yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan

rumah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari

pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan

kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran,

mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar,1999).

Azwar (1999) menjelaskan suatu pelayanan kesehatan harus

memiliki berbagai persyaratan pokok, yaitu: persyaratan pokok yang

memberi pengaruh kepada masyarakat dalam menentukan pilihannya

terhadap penggunaan jasa pelayanan kesehatan, yakni:

i. Ketersediaan dan Kesinambungan Pelayanan

Pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan yang

tersedia dimasyarakat (acceptable) serta berkesinambungan

(sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan masyarakat ditemukan serta keberadaannya dalam

masyarakat adalah ada pada tiap saat dibutuhkan.

ii. Kewajaran dan Penerimaan Masyarakat


Pelayanan kesehatan yang baik adalah bersifat wajar

(appropriate) dan dapat diterima (acceptable) oleh masyarakat.

Artinya pelayanan kesehatan tersebut dapat mengatasi masalah

kesehatan yang dihadapi, tidak bertentangan dengan adat istiadat,

kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat

tidak wajar, bukanlah suatu keadaan pelayanan kesehatan yang

baik.

iii. Mudah Dicapai oleh Masyarakat

Pengertian dicapai yang dimaksud disini terutama dari letak

sudut lokasi mudah dijangkau oleh masyarakat, sehingga distribusi

sarana kesehatan menjadi sangat penting. Jangkauan fasilitas

pembantu untuk menentukan permintaan yang efektif. Bila fasilitas

mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang

tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat

pengguna di masa lalu dan kecenderungan merupakan indikator

terbaik untuk perubahan jangka panjang dan pendek dari

permintaan pada masa akan datang.

iv. Terjangkau

Pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan yang

terjangkau (affordable) oleh masyarakat, dimana diupayakan biaya

pelayanan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi


masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal hanya mungkin

dinikmati oleh sebagian masyarakat saja.

v. Mutu

Mutu (kualitas) yaitu menunjukkan tingkat kesempurnaan

pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan menunjukkan

kesembuhan penyakit serta keamanan tindakan yang dapat

memuaskan para pemakai jasa pelayanan yang sesuai dengan

standar yang telah ditetapkan.

3. Penilaian Status Gizi

Menurut Supariasa,et all (2002), penilaian status gizi dapat dilakukan secara

langsung maupun tidak langsung.

1. Penilaian Secara Langsung

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian yaitu

antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian dari masing-masing

adalah sebagai berikut (Supariasa et all, 2002):

a. Antropometri

Antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur

dan tingkat gizi. Parameter yang diukur antara lain BB, TB, LLA, Lingkar

kepala, Lingkar dada, Lemak subkutan. Indeks antropometri bisa merupakan


rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang

dihubungkan dengan umur (Hartriyanti,Yayuk dan Triyanti, 2007).

Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah :

1. Berat Badan Menurut Umur (BB/U)

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan

gambaran masa tubuh. Masa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan-

perubahan yang mendadak. Berat badan adalah parameter antropometri

yang sangat labil. Sehingga indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi

seseorang saat ini.

Klasifikasi status gizi dengan indeks BB/U dapat dilihat dari Tabel 1
berikut ini:
Tabel 1. Klasifikasi status gizi dengan indeks BB/U
Indeks BB/U Klasifikasi
>2 SD Lebih
-2 SD s/d +2 SD Baik
< -2 SD s/d -3 SD Kurang
< -3 SD Buruk
Sumber : Khomsan, 2004

2. Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)

Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan

keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan

tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan

tidak seperti berat badan, relative kurang sensitive terhadap masalah


kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi

terhadap tinggi badan akan Nampak dalam waktu yang relative lama.

Berdasarkan karakteristik tersebut di atas, maka indeks ini

menggambarkan status gizi masa lalu. Beaton dan Bengoa (1973)

menyatakan bahwa indeks TB/U di samping memberikan gambaran

status gizi masa lampau, juga lebih erat kaitannya dengan status social

ekonomi.

Klasifikasi status gizi dengan indeks TB/U dapat dilihat dari Tabel 2

berikut ini:

Tabel 2. Klasifikasi status gizi dengan indeks TB/U

Indeks TB/U Klasifikasi


≥ -2 SD Normal
< -2 SD Pendek / stunted
Sumber

: Khomsan, 2004

3. Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)

Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan.

Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan

pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Jeliffe pada tahun

1966 telah memperkenalkan indeks ini untuk mengidentifikasi status

gizi. Indeks BB/TB merupakan indicator yang baik untuk menilai status

gizi saat kini (sekarang). Indeks BB/TB adalah merupakan indeks yang

independen terhadap umur.


Klasifikasi status gizi dengan indeks BB/TB dapat dilihat dari Tabel 3

berikut ini:

Tabel 3. Klasifikasi status gizi dengan indeks BB/TB

Indeks BB/TB Klasifikasi


>2 SD Gemuk
-2 SD s/d + 2 SD Normal
< -2 SD s/d -3 SD Kurus / wasted
<-3 SD Sangat kurus
Sumber : Khomsan, 2004

b. Klinis

Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang

dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada

jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-

organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.

c. Biokimia

Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang

dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang

digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti

hati dan otot.

d. Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan status

gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya jaringan, dan melihat

perubahan struktur jaringan.

2. Penilaian Secara Tidak Langsung

Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey

konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi (Supariasa, et all 2002).

Uraian dari ketiga hal tersebut adalah:

a. Survey Konsumsi Makanan

Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan

melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.

b. Statistik Vital

Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan

seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat

penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.

c. Faktor Ekologi

Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi

merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,

biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat

tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.

4. Parameter
Ada beberapa jenis parameter yang dilakukan untuk mengukur tubuh manusia

yaitu: umur, berat badan, panjang badan, lingkar lengan atas, lengkar kepala, lengkar

dada, lingkar pinggul dan tebal lemak bawah kulit. (Supariasa, dkk, 2001).

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi. Kesalahan yang

terjadi karena kesalahan ini akan menyebabkan interpretasi status gizi menjadi salah.

Hasil pengukuran berat badan dan panjang tidak akan berari kalau penentuan umur

yang salah. ngat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan

penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan

berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak

disertai dengan penentuan umur yang tepat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12

bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam bulan penuh,

artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).

b. Berat Badan

Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua jaringan yang

ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan tubuh. Parameter ini yang paling

baik untuk melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi

makanan dan kondisi kesehatan (Soetjiningsih 1998).

Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut

Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan berat badan pada saat

pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan

kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu
pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat

menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu

(Djumadias Abunain, 1990) dalam Atmarita, Soendoro, T. Jahari, AB. Trihono dan

Tilden, R. (2009).

Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan atau

penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya tulang, otot, lemak, organ

tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat diketahui status keadaan gizi atau tumbuh

kembang anak. Selain menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak,

berat badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan makanan yang

diperlukan dalam tindakan pengobatan.

c. Tinggi Badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan yang telah

lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat. Pengukuran TB

untuk anak balita yang sudah dapat berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi

(microtoice) yang mempunyai ketelitian 0,1 cm. Sedangkan untuk bayi atau anak

yang belum dapat berdiri digunakan alat pengukur panjang bayi (I Dewa Nyoman

Supariasa, 2002: 42). Keistemewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan

meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi yang optimal.

Tnggi badan dapat dihitung dengan dibandingkan berat badan dan dapat

mengesampingkan umur.

C. ASI Eksklusif

1. Pengertian
ASI (Air Susu Ibu) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,lactose dan
garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu,
sebagai makanan utama bagi bayi (Haryono dan Setianingsih, 2014). Pada usia 6
bulan pertama, bayi hanya perlu diberikan ASI saja atau dikenal dengan sebutan ASI
eksklusif (Maryunani, 2010). ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja pada bayi 0-
6 bulan tanpa pemberian tambahan cairan lain seperti susu formula, air jeruk, madu,
air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur
susu, biskuit, dan nasi tim (Haryono dan Setianingsih, 2014)
Pemberian makanan yang baik dan tepat pada bayi sejak lahir hingga usiadua (2)
tahun merupakan salah satu upaya mendasar untuk mencapai kualitas pertumbuhan
dan perkembangan bayi serta untuk memenuhi hak bayi atas ASI. Pola pemberian
makan pada bayi lahir sampai 2 tahun yang di rekomendasikan dalam Global
Strategy on Infant and Child Feeding adalah sebagai berikut : (1) Inisiasi Menyusu
Dini, (2) Menyusui secara ekslusif selama 6 bulan, (3) MP-ASI diberikan mulai bayi
berumur 6 bulan; dan (4) tetap menyusui hingga anak berusia 24 bulan atau lebih
(Kemenkes RI, 2014).
Menyusui adalah cara alami untuk memberikan asupan gizi, imunitas dan
memelihara emosional secara optimal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi.
Tidak ada susu buatan (Susu Formula) yang dapat menyamai ASI baik dalam hal
kandungan nutrisi, faktor pertumbuhan, hormon dan terutama imunitas. Karena
imunitas bayi hanya bisa didapatkan dari ASI. (Kemenkes RI, 2014).
2. Komposisi

Komposisi ASI tidak sama dari waktu ke waktu. Faktor-faktor yang


mempengaruhi komposisi ASI adalah stadium laktasi, ras, keadaan nutrisi dan diit
ibu. Air susu ibu menurut stadium laktasi adalah kolostrom, ASI transisi/peralihan
dan ASI matur (Fikawati dkk, 2015).
a. Kolostrom
Cairan pertama kali yang keluar dari kelenjar payudara, mengandung
tissue debris dan residual material yang terdapat dalam alveoli dan duktus
dari kelenjar payudara sebelum dan sesudah masa puerperium.Kolostrom
keluar pada hari pertama sampai hari keempat pasca persalinan.Cairan ini
mempunyai viskositas kental, lengket dan berwarna kekuning-kuningan.
Cairan kolostrom mengandung tinggi protein, mineral garam,vitamin A,
nitrogen, sel darah putih dan antibodi yang tinggi dibandingkan dengan ASI
matur. Selain itu, kolostrom rendah lemak dan laktosa.Protein utamanya
adalah immunoglobulin (IgG, IgA, IgM) berguna sebagai antibodi untuk
mencegah dan menetralisir bakteri, virus, jamur dan parasit. Volume
kolostrom antara 150-300 ml/24 jam. Meskipun kolostrom hanya sedikit
volumenya, tetapi volume tersebut mendekati kapasitas lambung bayi yang
berusia 1-2 hari. Kolostrom berfungsi sebagai pencahar ideal yang dapat
mengeluarkan zat-zat yang tidak terpakai dari usus bayi baru lahir dan
mempersiapkan kondisi saluran pencernaan agar siap menerima makanan
yang akan datang (Nugroho, 2011).
b. ASI Peralihan
Merupakan peralihan dari kolostrom sampai menjadi ASI matur.ASI
peralihan keluar sejak hari ke 4-10 pasca persalinan.Volumenya bertambah
banyak dan ada perubahan warna dan komposisinya. Kadar immunoglobulin
menurun, sedangkan kadar lemak dan laktosa meningkat (Nugroho, 2011)

c. ASI Matur
ASI yang keluar dari hari ke 10 pasca persalinan sampai
seterusnya.Komposisi relative konstan (adapula yang menyatakan bahwa
komposisi ASI relative mulai konstan pada minggu ke 3 sampai minggu ke
5), tidak mudah menggumpal bila dipanaskan.ASI pada fase ini yang keluar
pertama kali atau pada 5 menit pertama disebut sebagai foremilk. Foremilk
lebih encer, kandungan lemaknya lebih rendah namun tinggi laktosa, gula
protein, mineral dan air (Nugroho, 2011).
Selanjutnya setelah foremilk yang keluar adalah hindmilk. Hindmilk
kaya akan lemak dan nutrisi sehingga membuat bayi merasa lebih cepat
kenyang. Bayi akan lebih lengkap kecukupan nutrisinya bila mendapatkan
keduanya yaitu foremilk maupun hindmilk (Nugroho, 2011).Perbedaan
komposisi kolostrom, ASI transisi/peralihan dan ASI matur dapat dilihat pada
Tabel 2.1.

Tabel 2.1.Perbedaan Komposisi Kolostrom, ASI Transisi/Peralihan dan


ASI Matur.
Kandungan Kolostrom ASI transisi ASI matur
Energi (kgkal) 57,0 63,0 65,0
Laktosa (gr/100 ml 6,5 6,7 7,0
Lemak (gr/100 ml) 2,9 3,6 3,8
Protein (gr/100 ml) 1,195 0,965 1,324
Mineral (gr/100 ml) 0,3 0,3 0,2
Immunoglobulin :
Ig A (mg/100 ml) 335,9 - 119,6
Ig G (mg/100 ml) 5,9 - 2,9
Ig M (mg/100 ml) 17,1 - 2,9
Lisosin (mg/ 100 ml) 14,2 – 16,4 - 23,3 – 27,5
Laktoferin 420 – 520 - 250 -270
Sumber : Nugroho, 2011

3. Manfaat

ASI mengandung kolostrom yaitu zat kekebalan teutama IgA yang bermanfaat
untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit dan infeksi.Kolostromnya
mengandung protein, vitamin A yang tinggi, karbohidrat dan lemak rendah
sehingga sesuai dengan kebutuhan gizi pada hari-hari pertama kelahiran (Haryono
dan Setianingsih, 2014).
ASI membantu mengeluarkan mekonium (feses bayi), membantu
pertumbuhan dan perkembangan psikologik bayi melalui interaksi dan kontak
langsung antara ibu dan bayi. Ibu yang berhasil menyusui bayinya secara
eksklusif akan merasakan kepuasan dan kebahagiaan yang mendalam (Haryono
dan Setianingsih, 2014). ASI juga meningkatkan jalinan kasih sayang (bonding)
ibu dan bayi (Maryunani, 2010).
ASI dapat meningkatkan kecerdasan bayi (Haryono dan Setianingsih, 2014).
Memberikan ASI sebagai makanan terbaik bagi bayi merupakan awal langkah
untuk membangun manusia Indonesia yang sehat dan cerdas di masa depan
(Fikawati dkk, 2015).ASI mengandung nutrisi atau zat gizi yang paling sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi (Maryunani, 2010).Kandungan gizi
nya yang sesuai kebutuhan bayi menjadikan ASI dapat mencegah maloklusi /
kerusakan gigi (Fikawati dkk, 2015).
ASI selalu bersih dan bebas kontaminasi (Haryono dan Setianingsih, 2014).
Lain halnya dengan pemberian susu formula pada bayi, harus mempersiapkan,
membersihkan botol dan meracik dalam botol. ASI selalu berada pada suhu yang
tepat yaitu mengikuti suhu tubuh ibu antara 37-39 0C, ASI dapat diberikan secara
on demand tergantung kebutuhan dan permintaan bayi.ASI tidak menyebabkan
alergi dan menurunkan risiko kematian neonatal. Pemberian ASI eksklusif pada
bayi akan mencegah anak sering sakit. Anak sakit akan menambah pengeluaran
keluarga untuk membawanya ke pelayanan kesehatan. Pemberian ASI eksklusif
merupakan upaya promotif dan preventif dalam upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat. Program pemberian ASI eksklusif perlu menjadi agenda
utama yang harus didukung karena dapat menghemat biaya kesehatan secara
signifikan (Fikawati dkk, 2015).
D. Partisipasi Ke Posyandu

a.Kader Posyandu

i. Pengertian Kader Posyandu

Kader posyandu merupakan anggota yang berasal dari masyarakat

didaerah tersebut serta bersedia, mampu, dan memiliki waktu untuk

menyelenggarakan kegiatan Posyandu. Kader posyandu sebagai penyelenggara

posyandu dituntut untuk memenuhi kriteria yaitu anggota masyarakat setempat,

dapat membaca dan menulis huruf latin, memiliki minat dan bersedia menjadi
kader, bekerja secara sukarela, dan memiliki kemampuan dan waktu luang

(Kemenkes RI, 2011).

ii. Tugas Kader Posyandu

Keberhasilan pengelolaan posyandu memerlukan dukungan yang kuat dari

berbagai pihak, baik dukungan moril, material, maupun finansial. Selain itu

diperlukan adanya kerjasama, tekanan dan pengabdian para pengelolanya

termasuk kader posyandu.

Menurut Kemenkes RI (2012) menyatakan bahwa kader posyandu

memiliki kontribusi besar dalam menurunkan angka kematian ibu, bayi


dan anak balita, oleh karena itu menurut Kemenkes RI (2011) kader posyandu

memiliki tugas sebagai berikut:

1. Persiapan Pelaksanaan Posyandu (H-1)

Kader posyandu memiliki peran penting dalam hal persiapan sebelum

kegiatan posyandu berlangsung, kegiatan tersebut seperti

mempublikasikan hari buka posyandu melalui pertemuan warga setempat,

mempersiapkan tempat dan sarana posyandu, melakukan pembagian tugas

kader posyandu, melakukan koordinasi dengan petugas kesehatan dan

petugas lainnya, mempersiapkan bahan PMT Penyuluhan.

2. Pelaksaan Posyandu (H)

Pada saat hari pelaksanaan posyandu, kader posyandu memiliki tugas

dibagian pendaftaran balita, ibu hamil,dan pasangan usia subur; melakukan

penimbangan, pengukuran LILA pada ibu hamil dan WUS; melakukan

pencatatan pada KMS/ buku KIA, buku register ibu hamil (SIP), buku

register PUS/WUS; melakukan penyuluhan untuk ibu balita, ibu hamil, ibu

nifas, dan ibu menyusui, PUS; pelayanan kesehatan dan KB.


3. Kegiatan di Luar Hari Buka Posyandu (H+)

Setelah kegiatan posyandu dilakukan, kader posyandu masih memiliki

tugas seperti mengadakan pemutakhiran data sasaran posyandu yaitu bayi,

anak balita, ibu hamil, ibu menyusui dan membuat laporan bulanan dalam

bentuk laporan SKDN (Wiku A dalam Nory (2012))

a. Pengertian SKDN

SKDN merupakan suatu sistem pencatatan dan pelaporan hasil

penimbangan balita di posyandu dalam ruang lingkup kelurahan.

SKDN meliputi S adalah jumlah seluruh balita di wilayah kerja

Posyandu; K adalah jumlah balita yang memiliki KMS atau buku KIA

di wilayah kerja Posyandu; D adalah jumlah

balita yang datang dan melakukan penimbangan di wilayah kerja

Posyandu, N adalah balita yang ditimbang 2 bulan berturut- turut dan

garis pertumbuhan pada KMS naik (KepMenkes RI,2007).

Didalam catatan rekapitulasi laporan bulanan di wilayah

Puskesmas Moyudan juga mencantumkan B adalah jumlah balita yang

pertama kali ditimbang pada bulan posyandu tersebut, O adalah

jumlah balita yang bulan lalu saat posyandu tidak ditimbang namun

pada bulan ini ditimbang, T adalah jumlah balita


yang berat badan tidak naik, 2T adalah jumlah balita yang berat badan

tidak naik 2 kali berturut-turut, serta istilah BGM adalah jumlah balita

yang berat badan dibawah garis merah (Puskesmas Moyudan, 2015).

b. Intepretasi Capaian SKDN

i. Pengertian Interpretasi Data

Interpretasi data menurut L. R. Gay dalam Ajeng dkk., 2014

merupakan suatu bentuk usaha yang dilakukan untuk

mendapatkan jawaban dari data yang ditemukan. Tujuan dari

interpretasi data untuk menemukan jawaban dari 4 pertanyaan

yaitu ‘apa yang penting dari data itu?’, ‘Mengapa penting?’, ‘ Apa

yang bisa dipelajari?’, dan ‘Jadi apa?’. Usaha yang dilakukan

untuk menemukan arti atau makna tersebut adalah

menggabungkan hasil analisis dari keseluruhan pernyataan

maupun kriteria, sehingga akan ditemukannya jawaban atas

permasalahan yang terjadi dan adanya perbaikan (Dori, 2015).

Sehingga interpretasi pada data SKDN yang dilakukan oleh kader

merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk memaknai data

SKDN tersebut dari hasil capaiannya.


ii. Tujuan Interpretasi Data

Tujuan dilakukan interpretasi menurut Schaltzman dan

Straus dalam dalam Ajeng dkk. , 2014 yaitu sebagai berikut :

1. Deskripsi semata-mata untuk menafsirkan

data dari hasil analisis data yang

ditemukan dengan jalan menemukan

kategori dalam data yang berkaitan.

2. Deskripsi analitik yaitu rancangan yang

telah dilakukan pengembangan dari

kategori-kategori yang ditemukan dan

hubungan yang disarankan atau muncul

dari data.

3. Teori subtantif untuk menampakkan

rancangan yang telah dikerjakan dalam

analisis, kemudian mentransformasikan

kedalam bahasa disiplinnya yang akhirnya

membangun identitas sendiri.

iii. Prosedur Umum Interpretasi Data

Menurut Iswati (2011) interpretasi dapat dilakukan dengan


dua cara yaitu :

1. Pertama, interpretasi secara terbatas,

dikarenakan peneliti hanya melakukan

interpretasi atas data dan hubungan yang

ada dalam penelitiannya.


2. Kedua, peneliti menoba mencari

pengertian yang lebih luas tentang hasil

yang didapatkannya dari analisis. Hal ini

dilakukan oleh peneliti dengan

membandingkan hasil analisisnya dengan

kesimpulan peneliti lain dan

menghubungkan kembali interpretasinya

dengan teori.

iv. Interpretasi Data SKDN

Data yang disediakan di Posyandu dibagi menjadi dua

kelompok data sesuai dengan fungsinya, pertama yaitu data yang

digunakan untuk pemantauan pertumbuhan balita, baik untuk

penilaian keadaan individu (N atau T dan BGM), dan penilaian

keadaan pertumbuhan balita disuatu wilayah (N/D); kedua yaitu

kelompok data yang digunakan untuk tujuan pengelolaan

program/ kegiatan di Posyandu (D/S, K/S, dan N/D) (Yuni

Ismawati, 2012).

Menurut Suharjo, 1996 mengungkapkan bahwa didalam

pencatatan dan pelaporan data SKDN terdapat beberapa capaian

dimana menggambarkan keberhasilan program posyandu yaitu


1. Cakupan Program (K/S)

Cakupan Program (K/S) merupakan banyak balita yang

memiliki kartu KMS dibandingkan dengan jumlah

keseluruhan balita yang ada di wilayah Posyandu dikalikan

100%, yang menggambarkan banyaknya balita yang memiliki

KMS di wilayah tersebut atau besarnya cakupan program

didaerah tersebut yang telah tercapai.

2. Partisipasi Masyarakat (D/S)

Partisipasi Masyarakat (D/S) merupakan banyak balita

yang ditimbang di wilayah Posyandu dibandingkan dengan

banyak balita yang ada di wilayah Posyandu dikalikan 100%,

yang menggambarkan besarnya partisipasi masyarakat

terhadap kegiatan Posyandu di wilayah tersebut telah

tercapai. Rendahnya D/S disebabkan antara lain tingkat

pendidikan, tingkat pengetahuan masyarakat tentang

kesehatan dan gizi, faktor ekonomi dan social budaya (Diyah,

2015).

3. Kesinambungan Kegiatan Penimbangan


Posyandu (D/K)

Kesinambungan kegiatan penimbangan posyandu

(D/K) merupakan banyak balita yang datang dan


ditimbang dibanding banyak balita yang memiliki KMS

dikalikan 100%, yang menggambarkan besarnya

kelangsungan penimbangan didaerah tersebut telah

tercapai.

4. Kecenderungan status gizi (N/D)

Cakupan kecenderungan merupakan rata-rata

banyak balita yang mengalami kenaikkan berat badan

dibanding banyak balita yang datang dan ditimbang di

Posyandu dikali 100%, yang menggambarkan

ketercapaian hasil penimbangan didaerah tersebut. Faktor

yang mempengaruhi N/D antara lain pengetahuan

keluarga tentang kebutuhan gizi balita, penyuluhan gizi

masyarakat, dan ketersediaan pangan ditingkat keluarga

(Diyah, 2015).
BAB III
PERENCANAAN INTERVENSI GIZI
Kecamatan Gunung Berapi-Api Kabupaten Ujung Tanjung beradasarkan data
pertengahan tahun 2019 dilaporakan bahwa : jumlah penduduk sebanak 34.600 jiwa
terdiri dari : balita : 9%, ibu hamil : 4 % lansia : 5% dari jumlah penduduk.
Keadaan kesehatan penduduk dilaporkan bahwa : Angka kejadian anemia pada ibu
hamil ditemukan sebesar 35%, gizi kurang pada balita ditemukan 5%, tingkat
pengetahuan gizi ibu balita pada umumnya masih rendah. Asupan gizi pada balita
masih ada yang di bawah rda. Informasi lain bahwa kegiatan posyandu di kecamatan
ini pada umumnya hidup segan mati tak mau, partisipasi masyarakat untuk datang
mengikuti kegiatan posyandu : 55%, bayi yang mendapatkan asi eksklusif dilaporkan
sebesar : 40%, pada umumnya ibu hamil mengkonsumsi tablet fe tidak tertatur setiap
hari dengan alasan rasa mual setelah minum tablet fe.

A. Analisis Situasi
Form Analisis Situasi

Masalah Prevalensi Siapa DIMANA Perkiraan Sumber Daya


Yang Dkh/rw/rt Penyebab
Terkena
Anemia 35 % Ibu Hamil Kecamatan Anemia pada Diperlukan
Gunung masa kehamilan SDM : peran

Berapi-Api disebabkan serta


karena : pemerintah,
Kabupaten
 kurangnya ahli gizi, kader
Ujung
asupan gizi, dan dukungan
Tanjung
terutama zat keluarga
besi Sarana : tablet
 Kurangnya Fe, PMT, air
suplai asam bersih, bahan
folat atau B12 pangan
 Faktor Genetik
 Ada penyakit
tertentu
misalnya
penyakit ginjal,
inflamasi
kronis,kanker,
dll
 Kadar
Hemoglobin
rendah
Gizi 5% Balita Kecamatan  Ketidaktahuan SDM :
Kurang Gunung orang tua Pemerintah,

Berapi-Api tentang gizi ahli gizi, kader


 Tingkat Sosek posyandu, Ibu
Kabupaten
yang rendah Balita, Tokoh
Ujung
 Sanitasi yang masyarakat,
Tanjung
buruk keluarga

 Menderita Sarana : PMT,

penyakit air bersih,

tertentu ketersedian

(Misal : pangan,

Jantung
bawaan, TB
paru)

Tidak 40 % Bayi 0-6 Kecamatan  Kurangnya SDM : Ibu,


mendapat Bulan Gunung pengetahuan Bidan, Ahli
kan ASI Berapi-Api ibu tentang Gizi, Suami
Eksklusif pentingnya ASI dan keluarga,
Kabupaten
Ekslusif kader
Ujung
 Kurangnya posyandu
Tanjung
dukungan
orang sekitar,
dan tenaga
kesehatan
 Kurangnya
informasi
mengenai ASI
Eksklusif
 Faktor
Psikologis
Partisipasi 55 % Ibu Yang Kecamatan  Peran Kader SDM :
Posyandu Mempuny Gunung Posyandu Masyarakat,
(D/S) ai Balita Berapi-Api  Pengetahuan kader
Rendah Ibu posyandu,
Kabupaten
 Pendidikan Ibu pegawai
Ujung
 Umur Anak puskesmas,
Tanjung
Balita, camat/ kepala

 Dukungan desa

Keluarga Sarana :
ketersedian
lahan,

B. Masalah Yang Terjadi


1. Anemia pada ibu hamil ditemukan sebesar 35% dari 1.348 ibu
Hamil
2. Gizi kurang pada balita ditemukan 5% dari 3114 balita
3. Tingkat pengetahuan gizi ibu balita pada umumnya masih rendah.
4. Asupan gizi pada balita masih ada yang di bawah RDA.
5. Partisipasi masyarakat untuk datang mengikuti kegiatan posyandu
rendah dengan prevalensi kunjungan hanya 55%,
6. Bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif hanya 40%,
7. Ibu hamil tidak teratur mengkonsumsi tablet Fe dengan alasan rasa
mual setelah minum tablet Fe.
C. Rencana Intrvensi
1. Rencana Intervensi Untuk Mengatasi Anemia Pada Ibu Hamil di
Kecamatan Gunung Berapi-Api Kabupaten Ujung Tanjung :
 Menyelenggarakan kegiata KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
melalui penyuluhan, promosi atau kampaye tentang bahaya anemia
pada masa kehamilan
 Penyluhan untuk meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan
 Melakukan fortifikasi zat besi melalui pangan lokal yang tersedia di
daerah tersebut
2. Rencana Intervensi Untuk Mengatasi Kurang Gizi pada Balita
 Penyuluhan tentang asupan gizi seimbang kepada Ibu
yang mempunyai anak balita
 Melakukan kegiatan demo masak untuk Meningkatkan
kreatifitas ibu balita dalam mengolah makanan
 Memberikan PMT kepada anak balita yang kurang gizi
dengan memanfaatkan bahan pangan lokal
 Melakukan kegiatan konseling gizi Gizi bagi ibu yang
mempunyai Balita dengan Gizi Kurang
 Kegiatan Penyuluhan Kesehatan dan Kebersihan

Lingkungan

 Melaksanakan lomba Balita sehat


3. Rencana Intervensi Untuk Meningkatkan Pemberian ASI Ekslusif
 Melakukan program koseling intensif kepada ibu beserta
keluarga sedini mungkin yaitu mulai dari trimester
pertama hingga pasca melahirkan
 Melakukan penyuluhan tentang pentingnya ASI Eksklusif
 Melakukan pendampingan konselor secara efektif untuk
meningkatkan IMD
4. Rencana Intervensi Untuk Meningkatkan Partisipasi Mayarakat ke
Posyandu
 PENYEGARAN / REFRESING KADER POSYANDU.
 LOMBA KADER POSYANDU.
 Lomba Balita Sehat
 Melakukan PAMERAN GIZI
 Melaksanakan minlok/ mini lomba karya

Anda mungkin juga menyukai