Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ARGENTOMETRI

DI SUSUN OLEH :

NAMA : Maxi Nugrahi

NIM : 51421011162

KELAS : KONVERSI C1

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR 2022

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan saya
berbagai macam nikmat, sehingga aktivitas hidup yang saya jalani akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini maupun kehidupan akhirat
kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin saya capai menjadi lebih
mudah dan penuh manfaat.

Terima kasih sebelum dan sesudahnya saya ucapkan kepada dosen serta
teman-teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moril maupun
materil, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.

Saya menyadari di dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan serta banyak kekurangannya baik dari segi tata bahasa maupun dalam
hal yang pengkonsolidasian kepada dosen serta teman-teman sekalian, untuk itu
besar harapan saya jika ada kritik maupun saran dari dosen maupun teman-teman
sekalian yang membangun untuk lebih menyempurnakan makalah-makalah saya.

Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah mudah-
mudahan apa yang saya susun memberikan manfaat baik untuk pribadi, teman-teman,
serta orang lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi atau mengambil
hikmah dari judul ini (argentometri) sebagai tambahan dalam referensi yang telah
ada.

Makassar, 20 JUNI 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

2
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.........................................................................................................................1

1.2 Perumusan Masalah.................................................................................................................1

1.3 Tujuan......................................................................................................................................2

BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 Pengertian Argentometri.........................................................................................................3

2.2 Titrasi Pengendapan................................................................................................................4

2.3 Faktor yg mempengaruhi kelarutan.........................................................................................4

2.4 Macam-macam Metode...........................................................................................................8

2.5 Pembentukan Endapan Berwarna..........................................................................................12

2.6 Contoh perhitungan...............................................................................................................13

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan............................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cara untuk menentukan kadar asam – basa dalam suatu larutan
adalah dengan volumetri. Metode volumetri secara garis besar dapat diklasifikasikan
dalam 4 kategori:

• Titrasi asam basa yang meliputi reaksi asam basa baik kuat maupun lemah.
• Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi
reduksi
• Titrasi pengendapan adalah titrasi yang meliputi pembentukan endapan,
seperti Ag.
• Titrasi kompleksometri; meliputi titrasi EDTA seperti titrasi spesifik dan juga
dapat digunakan untuk melihat perbedaan pH pada pengompleksan.

Pada percobaan ini, akan dilakukan percobaan argentometri untuk menentukan kadar
NaCl. Cara argentometri yang cukup mudah dilakukan yaitu dengan metode Mhor.

1.2 PERUMUSAN MASALAH

1. Faktor apa yang dapat mempengaruhi kelarutan?


2. Apa saja macam-macam metode?
3. Bagaimana cara pembentukan endapan berwarna?
4. Bagaimana contoh perhitungannya?

4
5
2

1.3 TUJUAN

1. Untuk mengetahui kadar NaCl dengan menggunakan metode argentometri.


2. Untuk mengetahui cara membuat larutan argentum nitrat (AgNO3) sebagai
larutan standard.
3. Untuk mengetahui cara menstandardisasi larutan NaCl dengan larutan
standard AgNO3.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1 PENGERTIAN ARGENTOMETRI

Argentometri merupakan titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan


menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah
ion halida (Cl-, Br-, I-). (Khopkar,1990)

Hasil kali konsentrasi ion-ion yang terkandung suatu larutan jenuh dari garam
yang sukar larut pada suhu tertentu adalah konstan. Misalnya suatu garam yang sukar
larut AmBn dalam larutan akan terdisosiasi menjadi m kation dan n anion.
AmBn → mA++ nB-

Hasil kali kelarutan = (CA+)M × (CB-)Ntitrasi argentometri adalah titrasi


dengan menggunakan perak nitrat sebagai titran dimana akan terbentuk garam perak
yang sukar larut. Jika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan kalium sianida
maka mula-mula akan terbentuk endapan putih yang pada pengadukan akan larut
membentuk larutan kompleks yang stabil .

AgNO3 + 2 KCN → K(Ag(CN)2) +KNO3

Ag+ + 2 nn- → Ag(CN)2

Jika reaksi telah sempurna maka reaksi akan berlangsung lebih lanjut
membentuk senyawa kompleks yang tak larut .

Ag+ (Ag(CN)2)- → Ag(Ag(CN)2)

3
4

Titik akhir ditandai dengan terbentuknya endapan putih yang permanent. salah
satu kesulitan dalam menentukan titik akhir ini terletak pada fakta dimana perak
sianida yang diendapkan oleh adanya kelebihan ion perak yang agak lebih awal dari
titik ekuivalen, sangat lambat larut kembali dan titrasi ini makan waktu yang lama.

2.2 TITRASI PENGENDAPAN

• Jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-oksidasi


(redoks)
• Kesulitan mencari indikator yang sesuai

• Komposisi endapan seringkali tidak diketahui pasti terutama jika ada efek
kopresipitasi

Kelarutan = konsentrasi larutan jenuh zat padat (kristal) di dalam suatu pelarut
pada suhu tertentu.(dalam keadaan setimbang).

Larutan jenuh dapat dicapai dengan penambahan zat ke dalam pelarut secara
terus menerus hingga zat tidak melarut lagi dengan cara menaikkan lagi konsentrasi
ion-ion tertentu hingga terbentuk endapan.

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KELARUTAN

1 Suhu

2. Sifat pelarut

3. Ion sejenis

4. Aktivasi ion
5

5. pH

6. Hidrolisis

7. Hidroksida logam

8. Pembentukan senyawa kompleks

Pada kebanyakan garam anorganik, kelarutan meningkat jika suhu naik.


Sebaiknya proses pengendapan, penyaringan dan pencucian endapan dilakukan dalam
keadaan larutan panas kecuali untuk endapan yang dalam larutan panas memiliki
kelarutan kecil (mis. Hg2Cl2, MgNH4PO4) cukup disaring setelah terlebih dahulu
didinginkan di lemari es. Kebanyakan garam anorganik larut dalam air dan tidak arut
dalam pelarut organik. Air memiliki momen dipol yang besar dan tertarik oleh kation
dan anion membentuk ion hidrat. Sebagaimana ion hidrogen yang membentuk H3O+,
energi yang dibebaskan pada saat interaksi ion dengan pelarut akan membantu
meningkatkan gaya tarik ion terhadap kerangka padat endapan. Ion-ion dalam kristal
tidak memiliki gaya tarik terhadap pelarut organik, sehingga kelarutannya lebih kecil
daripada kelarutan dalam air. Pada analisis kimia, perbedaan kelarutan menjadi dasar
untuk pemisahan senyawa. Contoh : campuran kering Ca(NO3)2 + Sr(NO3)2
dipisahkan dalam campuran alkohol + eter, hasilnya Ca(NO3)2 larut, sedangkan
Sr(NO3)2 tidak larut. Endapan lebih mudah larut dalam air daripada dalam larutan
yang mengandung ion sejenis. Mis. pada AgCl, [Ag+][Cl-] tidak lebih besar dari
tetapan (Ksp AgCl = 1x10-10)di dalam air murni di mana [Ag+] = [Cl-] = 1x10-5 M;
jika ditambahkan AgNO3 hingga [Ag+] = 1x10-4 M, maka [Cl-] turun menjadi 1x10-
6 M, kanan sesuai arah : Ag+ + Cl- AgCl Ke dalam endapan terjadi penambahan
garam, sedangkan jumlah Cl- dalam larutan menurun.

Teknik penambahan ion sejenis dilakukan oleh analis untuk tujuan :

1) menyempurnakan pengendapan
6

2) pencucian endapan dengan larutan yang mengandung ion sejenis dengan endapan

Untuk larutan yang mengandung Ag, jika ditambahkan NaCI maka mula-mula
terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi
menyatakan mendekamya titik ekivalen. Penambahan NaCI ditersukan sampai titik
akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCI pada
cairan supernatan. Akan tetapi sedikit NaCI harus ditambahkan untuk
menyempurnakan titik akhir. Penentuan Ag sebagai AgCI dapat dilakukan dengan
pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar (Underwood, 1986).
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCI yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir
ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika
didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan
adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCI. Warna zat yang terbentuk dapat
berubah akibat adsorpsi pada penukaan (Khopkar, 1990).

Semua indikator adsorpsi bersifat ionik. Selain indikator adsorpsi tersebut


terdapat pula indikator-indikator adsorpsi yang digunakan dalam titrasi pengendapan,
yaitu turunan krisodin. Indikator tersebut merupakan indikator asam basa dan
indikator reduksi oksidasi dan memberikan perubahan warna yang reversibel dengan
brom. Indikator ini berwarna merah pada suasana asam clan kuning pada suasana
basa. Indikator ini juga digunakan untuk titrasi ion I- dengan ion Ag+. Kongo merah
adalah indikator asam basa lainnya (Khopkar, 1990).

Selain kelemahan, indikator adsorpsi mempunyai beberapa keunggulan.


Indikator ini memberikan kesalahan yang kecil pada penentuan titik akhir titrasi.
Perubahan warna yang disebabkan adsorpsi indikator biasanya tajam. Adsorpsi pada
permukaan berjalan baik jika endapan mempunyai luas permukaan yang besar. Warna
adsorpsi tidak begitu jelas jika endapan terkoagulasi. Kita tidak dapat menggunakan
indikator tersebut karena koagulasi. Koloid pelindung dapat mengurangi masalah
tersebut. Indikator-indikator tersebut bekerja pada batasan daerah-daerah pH tertentu
7

juga pada konsentrasi tertentu saja, yaitu pada keadaan yang sesuai dengan peristiwa
adsorpsi dan desorpsi saja (Vogel, 1990).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan

Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada analisis gravimetri.


Kita akan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-
parameter yang penting adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH,
hidrolisis, pengaruh kompleks, dan lain-lain (Khopkar, 1990).

Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang


baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap
larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam
anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik
dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air
berkurang jika lanitan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan,
sebab pembatasan Ks.p (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang
ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan
garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk mencuci
larutan selama penyaringan (Vogel, 1990).

Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-


garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau
efek aktivitas. Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar
hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam
lemah tergantung pada pH larutan. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air,
akan menghasilkan perubahan (H). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis
sehingga menambah kelarutannya (Vogel, 1990).

Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain
yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan
8

membentuk kompleks yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula
kelarutan berkurang (disebabkan ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian
bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi (Vogel, 1990). Reaksi yang
menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika reaksinya
berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi
pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti
gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan
berlangsung sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus
cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan
eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi, demikian juga kopresipitasi.
Keterbatasan utama pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang
sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan
untuk melihat titik akhir (Khopkar, 1990).

2.4 MACAM-MACAM METODE

Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yang dibedakan berdasarkan


indikator yang digunakan pada penentuan titik akhir titrasi, antara lain:

a. Metode Mohr

Metode Mohr biasanya digunakan untuk menitrasi ion halida seperti NaCl,
dengan AgNO3 sebagai titran dan K2CrO4¬ sebagai indikator. Titik akhir titrasi
ditandai dengan adanya perubahan warna suspensi dari kuning menjadi kuning coklat.
Perubahan warna tersebut terjadi karena timbulnya Ag2CrO4, saat hamper mencapai
titik ekivalen, semua ion Cl- hamper berikatan menjadi AgCl. Larutan standar yang
digunakan dalam metode ini, yaitu AgNO3, memiliki normalitas 0,1 N atau 0,05 N.
(Alexeyev,V,1969)
9

Indikator menyebabkan terjadinya reaksi pada titik akhir dengan titran,


sehingga terbentuk endapan yang berwarna merah-bata, yang menunjukkan titik akhir
karena warnanya berbeda dari warna endapan analat dengan Ag+.

Pada analisa Cl- mula-mula terjadi reaksi:

Ag+(aq) + Cl-(aq) ↔ AgCl(s)↓

Sedang pada titik akhir, titran juga bereaksi menurut reaksi:

2Ag+(aq) + CrO4(aq) ↔ Ag2CrO4(s)↓

Pengaturan pH sangat perlu, agar tidak terlalu rendah ataupun tinggi. Bila
terlalu tinggi, dapat terbentuk endapan AgOH yang selanjutnya terurai menjadi Ag 2O
sehingga titran terlalu banyak terpakai.

2Ag+(aq) + 2OH-(aq) ↔ 2AgOH(s)↓ ↔ Ag2O(s)↓ + H2O(l)

Bila pH terlalu rendah, ion CrO4- sebagian akan berubah menjadi Cr2O72-
karena reaksi

2H+(aq) + 2CrO42-(aq) ↔ Cr2O72- +H2O(l)

Yang mengurangi konsentrasi indikator dan menyebabkan tidak timbul


endapannya atau sangat terlambat. Selama titrasi Mohr, larutan harus diaduk dengan
baik. Bila tidak, maka secara lokal akan terjadi kelebihan titrant yang menyebabkan
indikator mengendap sebelum titik ekivalen tercapai, dan dioklusi oleh endapan AgCl
yang terbentuk kemudian; akibatnya ialah, bahwa titik akhir menjadi tidak tajam.

b. Metode Volhard

Metode Volhard menggunakan NH4SCN atau KSCN sebagai titrant, dan


larutan Fe3+ sebagai indikator. Sampai dengan titik ekivalen harus terjadi reaksi
antara titrant dan Ag, membentuk endapan putih.
10

Ag+(aq) + SCN-(aq) ↔ AgSCN(s)↓ (putih)

Sedikit kelebihan titrant kemudian bereaksi dengan indikator, membentuk ion


kompleks yang sangat kuat warnanya (merah)

SCN-(aq) + Fe3+(aq) ↔ FeSCN2+(aq)

Yang larut dan mewarnai larutan yang semula tidak berwarna. Karena
titrantnya SCN- dan reaksinya berlangsung dengan Ag+, maka dengan cara Volhard,
titrasi langsung hanya dapat digunakan untuk penentuan Ag + dan SCN- sedang untuk
anion-anion lain harus ditempuh cara titrasi kembali: pada larutan X - ditambahkan
Ag+ berlebih yang diketahui pasti jumlah seluruhnya, lalu dititrasi untuk menentukan
kelebihan Ag+. Maka titrant selain bereaksi dengan Ag+ tersebut, mungkin bereaksi
pula dengan endapan AgX:

Ag+(aq) (berlebih) + X- (aq) ↔ AgX(s) ↓

Ag+(aq) (kelebihan) + SCN- (aq) (titrant) ↔ AgSCN(s) ↓

SCN-(aq) + AgX (s) ↔ X-(aq) + AgSCN(aq) ↓

Bila hal ini terjadi, tentu saja terdapat kelebihan titrant yang bereaksi dan juga
titik akhirnya melemah (warna berkurang).

Konsentrasi indikator dalam titrasi Volhard juga tidak boleh sembarang,


karena titrant bereaksi dengan titrat maupun dengan indikator, sehingga kedua reaksi
itu saling mempengaruhi.

Penerapan terpenting cara Volhard ialah untuk penentuan secara tidak


langsung ion-ion halogenida: perak nitrat standar berlebih yang diketahui jumlahnya
ditambahkan sebagai contoh, dan kelebihannya ditentukan dengan titrasi kembali
dengan tiosianat baku. Keadaan larutan yang harus asam sebagai syarat titrasi
Volhard merupakan keuntungan dibandingkan dengan cara-cara lain penentuan ion
11

halogenida karena ion-ion karbonat, oksalat, dan arsenat tidak mengganggu sebab
garamnya larut dalam keadaan asam.

c. Metode Fajans

Dalam titrasi Fajans digunakan indikator adsorpsi. Indikator adsorpsi ialah zat
yang dapat diserap pada permukaan endapan (diadsorpsi) dan menyebabkan
timbulnya warna. Penyerapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekivalen, antara
lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.

Cara kerja indikator adsorpsi ialah sebagai berikut: indikator ini ialah asam
lemah atau basa lemah organik yang dapat membentuk endapan dengan ion perak.
Misalnya fluoresein yang digunakan dalam titrasi ion klorida. Dalam larutan,
fluoresein akan mengion (untuk mudahnya ditulis HFl saja).

HFl(aq) ↔ H+(aq) +Fl-(aq)

Ion Fl- inilah yang diserap oleh endapan AgX dan menyebabkan endapan
berwarna merah muda. Karena penyerapan terjadi pada permukaan, dalam titrasi ini
diusahakan agar permukaan endapan itu seluas mungkin supaya perubahan warna
yang tampak sejelas mungkin, maka endapan harus berukuran koloid. Penyerapan
terjadi apabila endapan yang koloid itu bermuatan positif, dengan perkataan lain
setelah sedikit kelebihan titrant (ion Ag+).

Pada tahap-tahap pertama dalam titrasi, endapan terdapat dalam lingkungan


dimana masih ada kelebihan ion X - dibanding dengan Ag+; maka endapan menyerap
ion-ion X- sehingga butiran-butiran koloid menjadi bermuatan negatif. Karena muatan
Fl- juga negatif, maka Fl- tidak dapat ditarik atau diserap oleh butiran-butiran koloid
tersebut. Makin lanjut titrasi dilakukan, makin kurang kelebihan ion X -; menjelang
titik ekivalen, ion X- yang terserap endapan akan lepas kembali karena bereaksi
dengan titrant yang ditambah saat itu, sehingga muatan koloid makin berkurang
negatif. Pada titik ekivalen tidak ada kelebihan X- maupun Ag+; jadi koloid menjadi
12

netral. Setetes titrant kemudian menyebabkan kelebihan Ag+. Ion-ion Ag+ ini diserap
oleh koloid yang menjadi positif dan selanjutnya dapat menarik ion Fl - dan
menyebabkan warna endapan berubah mendadak menjadi merah muda. Pada waktu
bersamaan sering juga terjadi penggumpalan koloid, maka larutan yang tadinya
berwarna keruh juga menjadi jernih atau lebih jernih. Fluoresein sendiri dalam larutan
berwarna hijau kuning, sehingga titik akhir dalam titrasi ini diketahui berdasar ketiga
macam perubahan diatas, yakni

(i) Endapan yang semula putih menjadi merah muda dan endapan kelihatan
menggumpal
(ii) Larutan yang semula keruh menjadi lebih jernih

(iii) Larutan yang semula kuning hijau hampir-hampir tidak berwarna lagi.
Suatu kesulitan dalam menggunakan indikator adsorpsi ialah, bahwa banyak diantara
zat warna tersebut membuat endapan perak menjadi peka terhadap cahaya
(fotosensifitasi) dan menyebabkan endapan terurai.

Titrasi menggunakan indikator adsorpsi biasanya cepat, akurat dan terpercaya.


Sebaliknya penerapannya agak terbatas karena memerlukan endapan berbentuk
koloid yang juga harus dengan cepat. (Harjadi,W,1990)

2.5 PEMBENTUKAN ENDAPAN BERWARNA

Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk
titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk
menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada
titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai
indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang
kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
13

Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0.
Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4-
hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam
kesetimbangan dengan dikromat terjadi reaksi :

2H+ + 2CrO4- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O

Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah


ion perak dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya
menimbulkan galat yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.
Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan
pembentukan ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai
larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari
halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan atau
senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+

KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+

KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]

Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat
digunakan sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion
CN- tercapai untuk garam kompleks K [Ag(CN)2] karena proses tersebut
dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana
amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut menjadi ion komplek
diamilum. (Harizul, Rivai. 1995)
14

2.6 CONTOH PERHITUNGAN

a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)

V ̅ AgNO3 = (27,9 + 27,5 + 27,5)/3 = 27,67 ml

N AgNO3 . V ̅ AgNO3 = N NaCl . V ̅ NaCl

N AgNO3 = (N NaCl. V NaCl)/(V ̅ AgNO3 ) = (0,1. 25)/(27,67) = 0,09 N

b. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl indikator adsorbs

V ̅ AgNO3 = (26,7 + 26,3 + 26,2)/3 = 26,4 ml

N AgNO3 . V ̅ AgNO3 = N NaCl . V ̅ NaCl

N AgNO3 = (N NaCl. V NaCl)/(V ̅ AgNO3 ) = (0,1. 25)/26,4 = 0,095 N

c. Standarisasi NH4CNS dengan AgNO3 0,1 N

V ̅ NH4CNS = (25,2 + 24,8+ 24,8)/3 = 24,93 ml

N NH4CNS . V ̅ NH4CNS = N NaCl . V ̅ NaCl

N NH4CNS = (N NaCl. V NaCl)/(V ̅ NH_4 CNS) = (25. 0,095)/24,93 = 0,095 N

d. Penentuan Klorida dalam Garam Dapur Kasar

V ̅ AgNO3 = (7,1+ 6,9 + 7,0)/3 = 7,0 ml

V NaCl = 10 ml

N AgNO3 = 0,095 N

Berat NaCl = NAgNO3 x Mr NaCl x 3 V ̅ AgNO3

= 0,095 . 58,5 . 7,0 = 38,902 mg


15

Kadar NaCl = (38,902 mgram)/(450 mgram) x 100% = 8,64%

e. Penentuan Bromida dengan cara volhard

N AgNO3 = 0,01N

V AgNO3 (V1) = 10 ml

N NH4CNS = 0,095 N

Berat NaCl = N AgNO3 x Mr NaCl x 3 V ̅ AgNO3

Kadar NaCl = (38,902 mgram)/(450 mgram) x 100% = 8,64%

V ̅ NH4CNS = (4,2 + 3,8 + 4,0)/3 = 4,0 ml (V2)

Banyak KBr hasil Standarisasi :

= ((V1 x N AgNO3) – (V2 x N NH4CNS)) x Mr KBr

= ((10 x 0,095) – (4 x 0,0095)) x 199

= 67,83 mgram
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi
sampel termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I -.
Argentometri adalah titrasi pengendapan dengan larutan standar AgNO3.
Ada 4 metode argentometri yaitu metode Mohr, Volhard, Fajans, Duckel.
Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator dicampur
dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3).

Dengan mengukur volume larutan standar yang digunakan sehingga seluruh


ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam larutan pemeriksaan dapat
ditentukan. (Al.Underwood,1992).

Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak yang


dicelupkan kedalam larutan analit.

Titik akhir amperometri melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara


sepasang mikroelektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan warna/muncul tidaknya
kekeruhan dalam larutan yang dititrasi.

16
DAFTAR PUSTAKA

Alexeyev, V. 1969. Quantitative Analysis. Moscow: MIR Publishers


A. L. Underwood. 1989. Analisa Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga
Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif: Edisi Kelima.
Jakarta : Erlangga

Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press


Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta : PT Gramedia
Hastuti, Sri, M.Si, dkk. 2007. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analitik Dasar I.
Surakarta : Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Ilmu Kimia Analitik. Jakarta: Universitas
Indonesia

Skogg. 1965. Analytical Chemistry. Edisi keenam. Florida : Sounders


College

Anda mungkin juga menyukai