Anda di halaman 1dari 39

Bahan makalah argentrometri

MAKALAH I

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri farmasi saat ini tidak hanya memfokuskan perhatian pada bidang pembuatan dan
penyediaan obat, melainkan juga telah mencakup berbagai produk yang tersedia dalam
masyarakat seperti makanan dan kosmetik.
Dalam penyediaan suatu produk farmasi dipergunakan berbagai senyawa-senyawa yang
dikombinasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan suatu senyawa baru yang sangat
bermanfaat. Pengkombinasian ini melibatkan berbagai senyawa baik yang mudah larut dalam air,
maupun yang tidak.
Reaksi pengendapan telah dipergunakan luas dalam kimia analitik, dalam titrasi, dalam
penentuan gravimetrik, dan dalam pemisahan sampel menjadi komponen-komponennya. Metode
gravimetrik tidak dipergunakan lagi secara luas, dan penggunaan pengendapan untuk pemisahan
telah digantikan (walau tidak sepenuhnya) sebagian besar dengan metode-metode lain. Walaupun
demikian pengendapan tetap merupakan sebuah teknik dasar yang sangat penting dalam banyak
prosedur analitik (Day and Underwood, 2002).
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-
senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan
pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan.
Oleh karena itu disusun makalah ini untuk mengetahui dan memahami materi tentang
analisis argentometri yang termasuk ke dalam analisis kuantitatif dan kualitatif.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui teori kelarutan
2. Mengetahui harga hasil kelarutan
3. Mengetahui reaksi pengendapan
4. Mengetahui metode-metode titrasi dalam argentometri
5. Mengetahui pengaruh Ph dalam analisa argentometri
6. Mengetahui indicator dalam argentometri
7. Mengetahui aplikasi argentometri dalam analisa obat dan bahan obat beserta contoh obatnya

BAB II
ISI

2.1 Argentometri
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-
senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan
pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi
argentometri adalah:
AgNO3 + Cl-  AgCl(s) +NO3-
Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah dengan
adanya kelebihan ion Ag+. (Gandjar dan Rohman, 2007)
Metode argentometri lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi kembali. Perak nitrat
(AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung ion klorida atau bromid. Sisa
AgNO3 selanjutnya dititrasi kembali dengan amonium tiosianat menggunakan indicator besi (III)
amonium sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara titrasi kembali
adalah sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007):
AgNO3 berlebih + Cl- → AgCl(s) + NO3-
Sisa AgNO3 + NH4SCN → AgSCN(s) + NH4NO3
3NH4SCN + FeNH4(SO4)2 → Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4
Sesuai dengan namanya, penetapa kadar ini menggunakan perak nitrat (AgNO 3). Garam ini
merupakan satu-satunya garam perak yang terlarutkan air sehingga reaksi peak nitrat dengan
garam lain akan menghasilkan endapan. Garam-garam, seperti natrium klorida (NaCl) dan
kalium sianida (KCN), dapat ditentukan kadarnya dengan cara berikut ini (Cairns, 2008).
AgNO3 + NaCl  AgCl (endapan) + NaNO3
AgNO3 + KCN  AgCN (endapan) + KNO3
Sampel garam dilarutkan di dalam air dan di titrasi dengan larutan perak nitrat standar
sampai keseluruhan garam perak mengendap. Jenis titrasi ini dapat menunjukkan titik akhirnya
sendiri (self-indicating), tetapi biasanya suatu indikator dipilih yang menghasilkan endapan
berwarna pada titik akhir. Pada penetapan kadar NaCl, kalium kromat ditambahkan ke dalam
larutan; setelah semua NaCl bereaksi, tetesan pertama AgNO 3 berlebih menghasilkan endapan
perak kromat berwarna merah yang mengubah warna larutan menjadi coklat merah ( Cairns,
2008).
2.2 Teori Kelarutan
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu
suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan
antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan
dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal campuran).
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi
spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan
dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam
salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas,
molaritas dan persen.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum
larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu
melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan
jenuh.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah :
1. pH
2. Temperatur
Kelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya dinaikkan.Adanya panas (kalor)
mengakibatkan semakin renggangnya jarak antara molekul zat padat tersebut. Merenggangnya
jarak antara molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah
sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air
3. Jenis pelarut
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa
polar.Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar. Senyawa non
polar akan mudah larut dalam senyawa non polar,misalnya lemak mudah larut dalam
minyak.Senyawa non polar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut
dalam minyak tanah.

4. Bentuk dan ukuran partikel


5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan lain-lain.

2.3 Harga Hasil Kali Kelarutan (Ksp)


Senyawa-senyawa ion yang terlarut di dalam air akan terurai menjadi partikel dasar
pembentuknya yang berupa ion positif dan ion negatif.Bila ke dalam larutan jenuh suatu senyawa
ion ditambahkan kristal senyawa ion maka kristal tersebut tidak melarut dan akan mengendap.
Hasil Kali Kelarutan adalah nilai tetapan kesetimbangan garam atau basa yang sukar larut
dalam larutan jenuh. Ksp ini dikaitkan dengan kelarutan sesuai dengan stokiometri reaki, pada
larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara ion-ion dengan zat yang tidak larut. Proses ini terjadi
dengan laju reaksi yang sama sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Contohnya reaksi
kesetimbangan pada larutan jenuh CaC2O4 dalam air adalah: CaC2O4(s) ↔ Ca2+ (aq) + C2O4(aq)
Konstanta kesetimbangan: Oleh karena CaC2O4 yang larut dalam air sangat kecil maka
konsentrasi CaC2O4 dianggap tetap. Sesuai dengan harga K untuk kesetimbangan heterogen,
konstanta reaksi ini dapat ditulis:
Ksp = [Ca2+] [C2O42-].
Ksp atau konstanta hasil kali kelarutan adalah hasil kali konsentrasi ion-ion dalam larutan
jenuh, dipangkatkan masing-masing koefisien reaksinya.
Rumus dan harga Ksp beberapa senyawa dapat dilihat pada Tabel berikut:

Jadi dengan kata lain hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan
jenuh garam yang sukar larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan
koefisien menurut persamaan ionisasinya.
Garam-garam yang sukar larut seperti ,AgCl, HgF 2. Jika dimasukkan dalam air murni lalu
diaduk, akan terlarut juga walaupun hanya sedikit sekali. Karena garam-garam ini adalah
elektrolit, maka garam yang terlarut akan terionisasi, sehingga dalam larutan akan terbentuk
suatu kesetimbangan.
A. Hubungan Ksp dengan pH
Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya,
harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan (James E. Brady, 1990).
B. Reaksi Pengendapan
Qc < Ksp : larutan belum jenuh
Qc = Ksp : larutan tepat jenuh
Qc > Ksp : terjadi pengendapan

2.4 Reaksi Pengendapan


Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan.
Endapan mungkin berupa kristal (kristalin) atau koloid,dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan
penyaringan atau peusingan (centrifuge) Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh
dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan(S) suatu endapan adalah sama dengan konsentrasi
molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada nerbagai kondisi seperti suhu, tekanan,
konsentrasi bahan-bahan lain dlam larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya (Vogel, 1979).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan antara lain:
1. Temperatur, Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya
suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada
larutannya.
2. Sifat alami pelarut, Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut
organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik
dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat.
3. Pengaruh ion sejenis, Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang
mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
4. Pengaruh Ph, Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi
oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya
endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung
dengan I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis, Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan
perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami
hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks, Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat
dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai
contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, ini disebabkan karena
terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Bharmanto, 2012).

2.5 Metode – metode Titrasi Dalam Analisis Argentometri (Volhard, Fayans dan Mohr)
1. Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau
amonium tiosianat yang mempunyai hasil kelarutan 7,1 x 10 -13. Kelebihan tiosianat dapat
ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai
indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi(III)-tiosianat dalam lingkungan
asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi(III) akan
diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhi tidak dapat ditunjukkan.
pH larutan harus dibawah 3. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7 – 1% sebelum titik
ekivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir, titrasi digojog
kuat-kuat supaya ion perak yang diabsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan
tiosianat. Metode Volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromide, dan iodide
dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan,
kemudian kelebihan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Gandjar
dan Rohman, 2007).
2. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen, indikator
teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi
pada permukaan endapan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat
mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus
dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena
endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak
jelas. Ion indikator harus teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera
teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat,
seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi
lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah, yang bisa disebut dengan HFI. Ketika
fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion FI- tidak diadsorbsi oleh koloid perak
klorida selama ion-ion klorida berlebih. Ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI - dapat tertarik
ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif. Agregat yang dihasilkannya berwarna
merah jambu, dan warna ini cukup kuat bagi indikator visual.
Sejumlah faktor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi yang
cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini antara lain (Day and Underwood,
2002):
1. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel besar pada titik
ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis permukaan yang tersedia untuk
adsorpsi dari indikator. Sebuah koloid pelindung, seperti dekstrin, harus ditambahkan untuk
menjaga endapan tersebar luas. Dengan kehadiran dekstrin perubahan warna dapat diulang, dan
jika titik akhir terlampaui, dapat dititrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2. Adsorpsi dengan indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan meningkat
secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok teradsorpsi secara kuat
indikator tersebut mereka sebenarnya menggantikan ion utama yang diadsorpsi jauh sebelum
titik ekivalen tersebut dicapai.
3. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion dari indikator asam
lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai contoh, mempunyai Ka sekitar 10 -7,
dan dalam larutan-larutan yang lebih asam dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI - sangat kecil
sehingga tidak ada perubahan warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat dipergunakan
dalam skala pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar 10 -4 dan dapat
dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang ditambahkan
sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan terjadi sampai ada kelebihan titran.
3. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana
netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai
indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik
ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan
membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah (Gandjar dan Rohman, 2007).
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah dengan
menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan yang alkalis, diasamkan
dulu dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebihan CaCO3. (Gandjar dan Rohman,
2007)
Kerugian metode Mohr adalah:
a. Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodide
dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak iodida atau perak
tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
b. Adanya ion-ion seperti sulfide, fosfat, dan arsenaat juga akan mengendap.
c. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
d. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah
sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebaskan ion
yang terjebak tadi.
Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum
dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat titik akhir dan warna
putih-kuning dari endapan perrak iodida (AgI) akan muncul (Gandjar dan Rohman, 2007).
Perbedaan metode Mohr , Volhard, dan Fajans
Metode Mohr Metode volhard Metode fajans
Pinsip dasar titrasi larutan ion Cl- oleh Larutan sampel Cl-, Br-, Larutan sampel Cl-,
larutan baku AgNO3, I-/SCN- diperlakuan Br-, I-/SCN dititrasai
indicator K2CrO4 dengan larutan baku dengan larutan baku
AgNO3 berlebih. AgNO3
Kelebihan dititrasi
kembali dengan KSCN
Indicator Larutan K2CrO4, (titran larutan Fe3+/larutan Indicator adsorbs
seperti cosin
ialah AgNO3) Fe(II), (titran ialah
fluorosein,
KSCN atau NH4SCN) difluorosein

Persamaan Ag++ Cl- AgCl  Ag++ X- AgX  Ag++ X- AgX


reaksi
Ag+ + CrO4-  Ag2CrO4 Ag+ + SCN-  AgX//Ag+ + cosin,
 (coklat kemerahan)
Ag2SCN (putih) AgX/Ag-cosinat
Fe3+ + SCN- (biru kemerahan).
Fe(SCN)2+ merah darah
Syarat [CrO4-] = 1.1 x 10-2 M Dalam suasana asam Adsorbs harus terjadi
nitrat. khusus sesudah TE. Tida ada
[CrO4-] > 1.1 x 10-2 M
penentuan I- indicator garam lain yang
Terjadi sebelum TE dan baru diberikaan setelah menyebabkan
ion I- mengendap koagulasi. Dapat
sebaliknya. pH=6-8
semua, karena I- dapat digunaan pada pH=4.
Jika pH<6 [CrO4-] dioksidasikan oleh Fe3+ Endapan berupa
koloidal.
berkurang.
2H+ + CrO4- 2HCrO4-
Cr2O72- + H+. Jika pH > 10
akan membentuk AgOH /
Ag2O
Penggunaan Penentuan Cl- atau Br-, I- Penentuan Cl-, Br-, I-, Penentuan Cl-, Br-, I-,
tak dapat ditentukan karena SCN- SCN-
I- terabsorbsi kuat oleh
endapan, sama untuk SCN.

2.6 Pengaruh PH dalam Analisis Argentometri


Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH larutan tersebut. Beberapa
contoh garam-garam tersebut yang lebih penting dalam kimia analitis adalah oksalat, sulfide,
hidroksida, karbonat, dan fosfat. Ion hidrogen bergabung dengan anion dari garam membentuk
asam lemah, sehingga meningkatkan kelarutan dari garam (Day and Underwood, 2002).
Sebuah garam MA dari asam lemah HA. Kesetimbangan yang akan ditinjau adalah
MA(s)  M+ + A-
HA + H2O  H3O+ + A-
Mari kita tentukan Ca konsentrasi total (analitis) dari semua spesies yang berhubungan
dengan asam HA.
Ca = [A-] + [HA]
Ca = [A-]
Fraksi dalam bentuk A+ menjadi
Sehingga
Persamaan selanjutnya dapat disbstitusi dalam Ksp, yang menghasilkan
Jika pH terlalu basa akan terjadi hidrolisis pada pereaksi, terutama ion .
Jika PH terlalu asam indikator yang berupa asam lemah akan terhidrolisis, menjadi spesies yang
berbeda dan kehilangan fungsinya sebagai indicator
contoh: Fluoresein pada fajans:
HFI +
A. Pengaruh PH Pada Metode Mohr.
Syarat yang perlu diperhatikan pada prosedur dengan metode Mohr ini adalah pH larutan
yang akan dititrasi harus berada di antara pH 6,5-9. Apabila pH larutan terlalu asam (pH<6),
maka indikator K2CrO4 dapat berubah menjadi bikromat. Sementara apabila pH terlalu basa
(pH>9), maka dapat menyebabkan terbentuknya AgOH yang kemudian terurai lagi menjadi
Ag2O +H2O.
B. Syarat pH larutan untuk titrasi Fajans dengan indikator fluoresein:
Tidak terlalu rendah karena kebanyakan indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang
tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Namun ada juga beberapa indikator adsorpsi
“kationik” yaitu yang bersifat basa lemah sehingga baik untuk titrasi dalam keadaan sangat asam.
2.7 Indikator Argentometri
Tabel indikator adsorbsi

Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan indikator yang


baru
Indikator Titrasi Larutan
Fluorescein Cl- dengan Ag+ pH 7-8
Dichlorofluorescein Cl- dengan Ag+ pH 4
bromcresol green SCN- dengan Ag+ pH 4-5
eosin Br-, I-, SCN- dengan Ag+ pH 2
methyl violet Ag+ dengan Cl- asam
rhodamin 6 G Ag+ dengan Br HNO3 (0,3M)
thorin SO42- dengan Ba2+ pH 1,5-3,5
bromphenol blue Hg2+ dengan Cl- larutan 0,1 M
orthochrome T Pb2+ dengan CrO42- netral, larutan 0,02M

menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi
pengendapan ini. Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah
sukses dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO 42-, untuk
mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk
sebuah kompleks yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan
indikator adsorpsi. (Underwood, 2004)

2.8 Aplikasi Argentometri Dalam Analisis Obat dan Bahan Obat Beserta Contoh Obatnya
Dalam dunia farmasi, metode argentometri dapat digunakan dalam penetapan kadar suatu
sediian obat. Contohnya ammonium klorida , fenderol hidrobromida , kalium klorida ,
klorbutanol , meftalen , dan sediaan tablet lainnya.
1. Penetapan kadar amonium klorida (NH4Cl) dengan metode argentometri
Ditimbang seksama ±100 mg sampel ,larutkan dalam 100ml air,dipipet 10ml larutan
kedalam erlenmeyer 250 ml ,ditambahkan larutan sampel dengan 0,5-1ml larutan K2CrO4
5%,dititrasi larutan dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga titik akhir tercapai,dihitung kadar
amonium klorida.
2.Penetapan Kadar Efedrin HCL Metode Pengendapan (Argentometri)
Ditimbang 250 mg efedrin HCl ,Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 ml,Dipipet 20
ml larutan Efedrin HCl ,Ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4 ,Dititrasi dengan larutan AgNO3
hingga terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk endapan merah bata.
3. Penetapan Papaverin HCL Dengan Metode Argentometri
Ditimbang seksama sempel papaverin HCL yang setara dengan 10ml AgNO3 0,1 N
,larutkan dengan 100ml air suling ,tambhkan indikator K2CrO4 0,005 M dan titrasi dengan
AgNO3 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah
coklat atau merah bata.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-
senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu.
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam
larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi
spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen.
Hasil Kali Kelarutan adalah nilai tetapan kesetimbangan garam atau basa yang sukar larut
dalam larutan jenuh.
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan.
Metode – metode Titrasi Dalam Analisis Argentometri adalah Metode Volhard, Metode
Fayans dan Metode Mohr.
Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH larutan tersebut. Beberapa
contoh garam-garam tersebut yang lebih penting dalam kimia analitis adalah oksalat, sulfide,
hidroksida, karbonat, dan fosfat.
Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses
dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO42-, untuk
mengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk
sebuah kompleks yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan
indikator adsorpsi.

3.2 Saran
Dalam melakukan titrasi argentometri haruslah memperhatikan metode apa yang akan kita
gunakan dalam titrasi argentometri tersebut dan memperhatikan apa titrasi akhir yang seharusnya
terjadi saat melakukan titrasi argentometri.

DAFTAR PUSTAKA
Cairns, D.,2008. Essential of Phaarmaceutical Chemistry.Third edition London:
Day, R.A. and A.L. Underwood. (2002). Analisis kimia kuantitatif. Edisi keenam. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Petruci, Ralp H dan Suminar. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Jakarta: Erlangga.
Prof. Dr. Gholib Ibnu dan R.Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Voight, R.,1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi 5. Gadjah Mada University
Press:Yogyakarta.
MAKALAH II

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam
yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini
adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada
analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah
diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut
sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada umumnya)
dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO 3. Titrasi argentometri tidak hanya dapat
digunakan untuk menentukan ion halida akan tetapi juga dapat dipakai untuk menentukan
merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti ion fosfat PO43- dan
ion arsenat AsO43-.

Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titran
dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion
Ag+ dari titrant akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah
larut AgCl.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari reaksi
antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan menghasilkan kurva titrasi
argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik ekuivalen mudah ditentukan,
akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan menghasilkan kurva titrasi yang landai
sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini analog dengan kurva titrasi antara asam
kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah dengan basa kuat. Untuk lebih jelasnya kita akan
membahas lebih lanjut tentang titrasi pengendapan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan titrasi pengendapan?
2. Jelaskan factor-faktor yang menpengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan?
3. Jelaskan macam-macam metode dalam titrasi pengendapan (argentometri)?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan titrasi pengendapan.
2. Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan.
3. Untuk mengetahui macam-macam metode dalam titrasi pengendapan.

D. Manfaat
1. Sehingga mempermudah mengetahui apa yang dimaksud dengan titrasi penendapan.
2. Sehingga mempermudah mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kelarutan dalam titrasi
pengendapan.
3. Sehingga mempermudah mengetahui macam-macam metode dalam titrasi pengendapan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Titrasi pengendapan


Titrasi pengendapan atau Argentometri adalah penetapan kadar zat yang didasarkan atas
reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat.
Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan endapan, cara
ini dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion yang dapat membentuk endapan garam
perak, atau untuk penetapan kadar perak tersebut.
Reaksi yang menghasilkan endapan dapat digunakan untuk analisis secara titrasi jika
reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa reaksi
pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti gravimetri,
titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna. Hal yang
penting juga adalah hasil kali kelarutan harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat
kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak boleh terjadi demikian juga
kopresipitasi. Keterbatasan pemakaian cara ini disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai.
Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik
akhir.
Berdasarkan jenis indikator dan teknik titrasi yang dipakai, maka titrasi Argentometri dapat
dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain menggunakan
jenis indikator di atas, maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri untuk
menentukan titik ekivalen.
Indikator K2CrO4 digunakan pada titrasi antara ion halida dan ion perak, dimana kelebiha ion
Ag+ akan beraksi dengan CrO42- membentuk perak kromat yang berwarna merah bata (cara
Mohr) pada titik ekivalen :
Ekivalen Ag+ = ekivalen Cl-
Indikator ion Fe3+ dapat digunakan pada titrasi antara ion perak dan ion SCN-, dimana
kelebihan ion SCN- akan bereaksi dengan ion Fe3+ yang memberikan warna merah. Atau dapat
juga digunakan pada titrasi antara ion halida dengan ion perak berlebihan, dan kelebihan ion
perak dititrasi dengan ion tiosianat (cara Volhard).

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan Dalam Titrasi Pengendapan


Factor-faktor yang mempengaruhi tirasi pengendapan adalah :
a. Temperatur, kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur.
b. Sifat pelarut. Garam anorganik lebih larut dalam air, berkurangnya kelarutan di dalam pelarut
organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.
c. Efek ion sejenis. Kelarutan endapan dalam air berkurang, jika larutan tersebut mengandung satu
dari ion-ion penyusun endapan.
d. Efek ion-ion lain. Endapan berrtambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-garam
yang berbeda dengan endapan.
e. Pengaruh pH. Larutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.
f. Pengaruh hidrolisis. Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan
perubahan (H+), kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah
kelarutannya.
g. Pengaruh kompleks. Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain
yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.
C. Macam-macam Metode Dalam Titrasi Pengendapan (Argentometri)
1. Metode Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih
basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat
dikurangi, karena HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali. Lagi pula hidrogen kromat berada
dalam kesetimbangan dengan dikromat :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4 Cr2O72- + H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak
dengan sangat berlebih untuk mengendapkan perak kromat, dan karenanya menimbulkan galat
yang besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut.
Metode Mohr dapat juga diterapkan untuk titrasi ion bromida dengan perak, dan juga ion
sianida dalam larutan yang sedikit agak basa. Efek adsorpsi menyebabkan titrasi ion iodida dan
tiosianat tidak layak. Perak tak dapat dititrasi langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan
indikator kromat. Endapan perak kromat yang telah ada sejak awal, pada titik kesetaraan melarut
kembali dengan lambat. Tetapi, orang dapat menambahkan larutan klorida standar secara
berlebih, dan kemudian menitrasi balik, dengan menggunakan indikator kromat.
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi
dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida
telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi.
Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:

NaCl + AgNO₃ --> AgCl (endapan) + NaNO₃

2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) + 2KNO₃

Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi
harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:
1) Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat (Ag₂Cr₂O₇)

2) Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk endapan perak
hidroksida

AgNO₃ + NaOH --> AgOH (endapan) + NaNO₃

Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:

1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ

2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7

3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺

4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺

Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak nitrat
peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).
2. Metode Volhard

Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari Jerman
pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam
larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam
dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan
Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih.
Kelebihan titran menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato
ferrat (III) yang berwarna merah.
Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl, Br, I).
Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan standarnya
larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik
akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah.

Reaksinya:
Ag⁺ + NH₄CNS--> AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺

Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ --> Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺

Titrasi Ag dengan NH4CNS dengan garam Fe(III) sebagai indikator adalah contoh metode
Volhard, yaitu pembentukan zat berwarna di dalam larutan. Selama titrasi, Ag(CNS) terbentuk
sedangkan titik akhir tercapai bila NH4CNS yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk
warna merah gelap (FeCNS)++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil.
Jadi kesalahan pada titik akhir harus sangat kecil, dengan cara mengocok larutan dengan kuat
pada titik akhir tercapai, agar Ag yang teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi. Pada metode
Volhard untuk menentukan ion klorida, suasana haruslah asam karena pada suasana basa Fe3+
akan terhidrolisis. AgNO3 yang ditambahkan berlebih ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi.
Larutan Ag tersebut kemudian di titrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator,
tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan karena AgCNS kurang larut dibandingkan AgCl.
Sehingga : AgCl + CNS- AgCNS + Cl-
Akibatnya lebih banyak NH4CNS diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan lebih
rendah. Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik
berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dari reaksi
dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika
Fe(NO3)3 dan sedikit NH4CNS yang diketahui ditambahkan dulu ke larutan bersama-sama
HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang

3. Metode Fajans
Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya terdapat
perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah
indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang diendapkan oleh
Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH tergantung pada
macam anion dan indikator yang dipakai. Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar
terjadi pada titik ekuivalen antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH.
Sebelum titik ekuivalen tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai
ekuivalen maka kelebihan sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+
sehingga ion Cl- akan berada pada lapisan sekunder.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Titrasi pengendapan atau Argentometri adalah penetapan kadar zat yang didasarkan atas
reaksi pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi titrasi pengendapan adalah : suhu, sifat pelarut, ion
sejenis, aktivitas ion, pH, hidrolisis, hidroksida logam, dan pembentukan senyawa kompleks.
Macam-macam metode dalam titrasi larutan pengendapan yaitu :
a. Metode Mohr
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai pH antara 6 – 10. Dalam larutan yang lebih
basa perak oksida akan mengendap. Dalam larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat
dikurangi, karena HCrO4 hanya terionisasi sedikit sekali.
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi
dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat.
b. Metode Volhard
Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari Jerman
pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam
larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam
dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan
Fe3+.
c. Metode Fajans
Metode ini dipakai untuk penetapan kadar halida dengan menggunakan indikator adsobsi.
Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan
dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan
berwarna, sedangkan larutan tidak berwarna disebabkan adanya adsobsi indikator pada endapan
AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan.

B. Saran
1. Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami tentang apa yang di
maksud dengan titrasi pengendapan.
2. Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui dan memahami factor-faktor yang dapat
mempengaruhi kelarutan dalam titrasi pengendapan.
3. Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengetahui macam-macam metode dalam titrasi
pengendapan.
DAFTAR PUSTAKA

http://sartinichemistry.blogspot.com/2013/05/titrasi-pengendapan.html
http://siskaapriyoannita.wordpress.com/2012/06/12/titrasi-pengendapan/
http://murniatisri33.blogspot.com/2013/11/v-behaviorurldefaultvmlo_10.html
http://retamentari.wordpress.com/2012/04/24/titrasi-pengendapan/
http://harisr3nzo.blogspot.com/2011/05/titrasi-argentometri.html
http://riskan.wordpress.com/2010/12/21/argentometri/

MAKALAH III

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari garam
yang tidak mudah larut antara titran dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini
adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan pada
analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan titik akhir titrasi yang mudah
diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan reaksi
pengendapan antara ion halida ( Cl-, I-, Br- ) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut
sebagai argentometri, yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida dengan menggunakan
larutan standar perak nitrat AgNO3.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant
dan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion
Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl-dari analit membentuk garam yang tidak mudah
larut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan titrasi argentometri ?
2. Apa saja metode yang ada dalam titrasi argentometri ?
3. Apa saja kelebihan dan kekurangan titrasi argentometri ?
4. Apa saja faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan ?
5. Bagaimana pembentukan Endapan Berwarna ?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan ?
7. Mengetahui Contoh penelitiandari Titrasi Argentometri.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mampu memahami titrasi dalam argentometri
2. Mampu memahami titrasi argentometri berdasarkan metode yang ada
3. Mampu mengetahui kelebihan dan kekurangan titrasi argentometri
4. Mampu mengetahui faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
5. Mampu mengetahui pembentukan Endapan Berwarna
6. Mampu mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Argentometri berasal dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Argentometri adalah
titrasi pengendapan sample yang dianalisis dengan menggunakan ion perak. Biasanya, ion-ion
yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-), atau untuk lebih jelas yang di
maksud pada titrasi argentometri yaitu suatu analisa volumetri yang didasarkan pada reaksi
pengendapan dengan AgNO3 sebagai larutan standar. Penentuan khlor, brom dapat dilakukan
dengan mentitrasi halogenida tersebut dengan AgNO3 dengan menggunakan indikator kalium
khromat, ion khromat akan bereaksi dengan ion perak bila seluruh Cl telah diendapkan secara
kuantitatif oleh ion Ag sehingga titik akhir titrasi ditandainya dengan terbentuknya endapan
merah dari Ag2CrO4. Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil tirasinya
merupakan endapan atau garam yang sukar larut.Prinsip dasarnya adalah reaksi pengendapan
yang cepat mencapai kesetimbangan dan untuk mendapatkan hasil pada titik akhir titrasi maka
perlu di tambahkan indikator. Titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan hampir tak sebanyak
titrasi yang melibatkan reaksi asam basa dalam analisis titrimetri. Presipitimetri adalah cara
titrasi dimana terjadi endapan.
Contoh : AgNO3+ NaCl → AgCl + NaNO3
Ada 3 macam metode argentometri:
2.1.1 Metode Mohr (pembentukan endapan berwarna)
Titrasi ini ditandai dengan terbentuknya andapan berwarna dan titrasi berlangsung
dengan AgNO3. Kegunaan metoda ini untuk menentukan konsentrasi klorida yang tidak bisa
digunakan untuk menentukan konsentrasi iodida dan tiosianat. Metode Mohr dapat digunakan
untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan standar
AgNO3 dan penambahan K2CrO4 sebagai indikator. Titrasi dengan cara ini harus dilakukan
dalam suasana netral atau dengan sedikit alkalis (basa), pH 6,5 - 9,0. Dalam suasana asam, perak
kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa akan terbentuk endapan perak
hidroksida. Reaksi yang terjadi adalah :

Asam : 2CrO42- + 2H- ↔ CrO7 2- + H2O


Basa : 2 Ag+ + 2 OH- ↔ 2 AgOH
2AgOH ↔ Ag2O + H2O
Kelemahan Titrasi Mohr :
Kemungkinan terjadi kelebihan titran yang menyebabkan indikator mengendap sebelum
titik ekivalen tercapai yang mengakibatkan titik akhir titrasi jadi tidak tajam. Sebagai solusi
dilakukan pengadukan secara cepat.
Prinsip penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis
dititrasi dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau
bromida telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi.
Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.

Reaksinya:

NaCl + AgNO₃ --> AgCl (endapan) + NaNO₃

2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) + 2KNO₃

Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi
harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:

1. Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat
(Ag₂Cr₂O₇)
2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk
endapan perak hidroksida

AgNO₃ + NaOH --> AgOH (endapan) + NaNO₃

Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:

1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7
3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺

4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺

Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak nitrat
peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

2.1.2 Model Volhard (Penentu zat warna yang mudah larut).


Metode Volhard pertama kali diperkenalkan oleh Jacobus Volhard, ahli kimia dari Jerman
pada tahun 1874. Dengan metode ini, larutan standar AgNO3 berlebih ditambahkan ke dalam
larutan yang mengandung ion halogen (misalnya Cl-). Kelebihan ion Ag+ dalam suasana asam
dititrasi dengan standar garam tiosianat (KSCN atau NH4SCN) menggunakan indikator larutan
Fe3+. Sampai titik ekivalen, terjadi reaksi antara titran dan Ag+ membentuk endapan putih.
Kelebihan titran menyebabkan reaksi dengan indikator membentuk senyawa kompleks tiosianato
ferrat (III) yang berwarna merah.
Metoda ini ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna dan didasarkan pada
pengendapan perak tiosianat dalam AgNO3 dengan menggunakan besi (III). Berikut reasksi yang
terjadi pada metoda Volhard :
Ag+ + SCN- → AgSCN
Fe3+ + SCN- → Fe(SCN)2+
Titrasi volhard dilakukan dalam suasana asam. Jika dalam suasana netral, indikator akan
terhidrolisa.
Fe3+ + OH- → Fe(OH)3
Fe3+ + H2O → Fe(OH)3 + H+
Metode ini digunakan dalam penentuan ion Cl-, Br-, dan I- dengan penambahan larutan
standar AgNO3. Indikator yang dipakai adalah Fe3+ dengan titran NH4CNS, untuk menentralkan
kadar garam perak dengan titrasi kembali setelah ditambah larutan standar berlebih. Kelebihan
AgNO3 dititrasi dengan larutan standar KCNS, sedangkan indikator yang digunakan adalah ion
Fe3+ dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion Fe3+ membentuk warna merah darah
dari FeSCN.
Kegunaan nya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl,
Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan standarnya
larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik
akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah.

Reaksinya:

Ag⁺ + NH₄CNS--> AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺

Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ --> Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺

2.1.3 Metode Fajans (Indikator Absorbsi)

Titrasi argentometri dengan cara fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan dalam cara
ini adalah indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein menurut macam anion yang
diendapkan oleh Ag+. Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet menjadi merah. pH
tergantung pada macam anion dan indikator yang dipakai.
Indikator absorbsi adalah zat yang dapat diserap oleh permukaan endapan dan
menyebabkan timbulnya warna. Pengendapan ini dapat diatur agar terjadi pada titik ekuivalen
antara lain dengan memilih macam indikator yang dipakai dan pH. Sebelum titik ekuivalen
tercapai, ion Cl- berada dalam lapisan primer dan setelah tercapai ekuivalen maka kelebihan
sedikit AgNO3 menyebabkan ion Cl- akan digantikan oleh Ag+ sehingga ion Cl- akan berada pada
lapisan sekunder.
Pembentukan Endapan Berwarna Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai
suatu indikator untuk titrasi asam-basa. Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk
menyatakan lengkapnya suatu titrasi pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr,
dari klorida dengan ion perak dalam mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan
yang permanen dan dini dari endapan perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik
akhir (TE). Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 . 10,0. Dalam
larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena H 2CrO4- hanya terionisasi
sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat
terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4- ↔ 2H2CrO4 ↔ Cr2O72- + 2H2O
Proses argentometri termasuk dalam titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan
ion kompleks. Proses argentometri menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini
biasanya digunakan untuk menentukan garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua
jenis garam ini dapat membentuk endapan atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan
persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCl + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan
sebagai larutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk garam
kompleks K [Ag(CN)2 ] karena proper tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg, cara ini
tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan akan larut
menjadi ion komplek diamilum.
Syarat pH untuk titrasi fajans dengan indikator eosin yaitu : tidak terlalu rendah, karena
kebanyakan indikator adsorbsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang
terlalu asam. Tapi tidak semua indikator seperti itu. Ada beberapa indikator adsorbsi ”kationik”
yaitu bersifat basa lemah sehinggga baik untuk dititrasi dalam suasana asam.
Contoh – contoh indikator Adsorbsi :
o Ortholoro : Syarat larutan netral pH 0,02 M
o Eosin : Syarat pH 2 – 8 dari pink ke merah
o Avorestein : Syarat pH 7 – 8
o Lembayung metil : Syarat larutan harus asam

2.2 Metode Titrasi Argentometri


Pada umumnya titrasi argentometri dapat dibedakan atas tiga metode berdasarkan
indicator yang dipakai dalam titrasi tersebut, yaitu:
2.2.1 Indikator kalium kromatografi K2CrO4
Titrasi argentometri dengan menggunakan indicator ini biasa disebut sebagai argentoetri
dengan metode Mohr. Ini merupakan titrasi langsung titrant dengan menggunakan larutan
standar AgNO3. Titik akhir titrasi diamati dengan terbentuknya endapan Ag2CrO4 yang brwarna
kecoklatan.
1. Indikator Fe3+
Titrasi argentometri dengan indicator ini disebut sebagai titrasi argentometri dengan
metode volhard. Titrasi ini merupakan titrasi tidak langsung dimana larutan standar AgNO3
ditambahkan secara berlebih dan kelebihan ini dititrasi dengan larutan standart SCN-.
2. Indikator adsorbsi
Titrasi argentometri dengan indicator adsorbsi disebut sebagai titrasi argentometri dengan
menggunakan metode Fajans. Indikator yang dipakai adalah indicator adsorbsi Dimana indicator
ini akan berubah warnanya jika teradsorbsi pada permukaan endapan.
Selain menggunakan teknik diatas maka titrasi argentometri juga dapat dilakukan dengan
menggunakan indicator yang berupa indicator electrode. Plot antara Esel dengan jumlah titran
akan dapat diperoleh kurva titrasi dengan grafik ini maka kita nantinya dapat menentukan titik
akhir titrasi

3. Indikator Adsorbsi Pada Titrasi Argentometri


Pada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3 ditambahkan pada larutan
NaCl yang mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan diamati dengan perubahan
warna dari kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat akan tampak berwarna
sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya indikator adsorbsi yang
teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan termodifikasi saat indikator
teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat dilihat dengan contoh indikator
yang bermuatan negatif seperti flouroscein.
Misalnya flouroscein dilambangkan sebagai Fl-. Pada saat larutan berada pada kelebihan
ion Cl- yaitu saat titrasi belum mencapai titik ekuivalen maka indikator FL- tidak teradsorbsi
pada permukaan endapan, hal ini disebabkan permukaan endapan masih dikelilingi oleh ion Cl-
sehingga antara endapan dan FL- saling tolak-menolak
(AgCl)Cl- + FL- -> tidak ada adsorbsi
akan tetapi begitu terjadi titik ekuivalen maka dengan penambahan sejumlah kecil ion
Ag+ untuk mendapatkan titik akhir titrasi maka sekarang dalam larutan terdapat kelebihan
jumlah ion Ag+ sehingga pada permukaan endapan sekarang terdapat ion Ag+ dengan demikian
FL- akan teradsorbsi melalui gaya elektrostatis pada permukaan endapan sehingga terjadilah
perubahan warna indikator.
(AgCl)Ag+ + FL- -> (AgCl)(AgFL) ada reaksi dan indikator teradsorbsi
Semua indikator adsorbsi bersifat ionik sehingga dapat teradsorbsi pada permukaan
endapan. Indikator adsorbsi yang dipakai untuk titrasi sulfat dengan ion barium dalam pelarut
aseton biasa dipergunakan thorin atau alizarin.
Indikator adsorbsi memiliki keunggulan memiliki eror dalam penentuan titik akhir titrasi
yang kecil, dan perubahan warna pada saat teradsorbsi umumnya dapat terlihat dengan jelas.
Indikator adsorbsi baik dipergunakan untuk titrasi penendapan dimana endapan yang dihasilkan
memiliki luas permukaan yang besar dengan demikian indikator dapat teradsorbsi dengan baik.
2.3 Kelebihan dan kekurangan titrasi argentometri
Titrasi pengendapan adalah anilisis titrimetri berdasarkan proses terbentuknya endapan
antara reagen dengan analit dan reagen dengan indikator dengan warna yang berbeda. Hal dasar
yang diperlukan dari titrasi pengendapan adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang
cepat setiap kali titran ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu
titrasi, tetapi ditambah dengan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Adapun dalam titrasi pengendapan terdapat kelebihan dan kekurangan yang signifikan,
diantaranya :
- Jumlah metode titrasi pengendapan tidak sebanyak titrasi asam-basa ataupun titrasi reduksi-
oksidasi (redoks).
- Kesulitan dalam mencari indikator yang sesuai dalam titrasi pengendapan.
Komposisi endapan pada titrasi pengendapan seringkali tidak diketahui pasti, terutama
jika terdapat efek kopresipitasi.
2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengendapan
Keberhasilan proses pengendapan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
diantaranya
2.4.1 Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu
maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada
larutannya.
2.4.2 Pemilihan pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti
alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat
dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki kapasitas
yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang berbeda memiliki
kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
2.4.3 Efek ion-sekutu
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion
sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi kecil jika
kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya dalam air,
Fe(OH)3 Fe3+ + 3OH-
NH4OH NH4+ + OH-
Hal ini disebabkan dalam larutan NH 4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu OH . Sehingga
akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini biasanya dipakai untuk
mencuci endapan dalam metode gravimetric
2.4.4 Evek aktifitas
Kelarutan AgCl dan BaSO4 dalam larutan KNO3
Terlihat bahwa dalam 0.010 M KNO3, kelartan dari AgCl meningkat dari nilai dalam air
sekitar 12 %, dan di dalam BaSO4 sekitar 70 % .
Molaritas merupakan aktivitas yang terjadi dalam larutan yang sangat encer, jika
konsentrasi larutan makin pekat maka koefisien aktivitas (f) menurun cepat, akibat gaya tarik
lebih besar dari yang terjadi antara ion yang berbeda muatan. Efektivitas ion-ion (pada kondisi
setimbang) juga menurun dan penambahan endapan harus dilakukan agar aktivitas kembali
kesemula.

2.4.5 Evek pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH,
hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan
AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H + akan bergabung dengan I-
membentuk HI.
AgI Ag+ + I-
H3O+ H+ + H2O
2.4.6 Evek hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan
konsentrasi H+. Dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis
dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut
2.4.6 Hidrolisis Metal
Ketika Sebuah Hidroksida Metal terurai dalam air,disituasi ini anok dengan pembahasan
efek hidrolisis, dimana pH dapat berubah secara nyata.
2.4.7 Efek pembentukan kompleks
Pengaruh ini dapat kita jadikan sebagai dasar untuk memahami titrasi argentometri dan
gravimetri.
2.5 Pembentukan Endapan Berwarna
Seperti sistem asam, basa dapat digunakan sebagai suatu indicator untuk titrasi asam-basa.
Pembentukan suatu endapan lain dapat digunakan untuk menyatakan lengkapnya suatu titrasi
pengendapan. Dalam hal ini terjadi pula pada titrasi Mohr, dari klorida dengan ion perak dalam
mana digunakan ion kromat sebagai indikator. Pemunculan yang permanen dan dini dari endapan
perak kromat yang kemerahan itu diambil sebagai titik akhir (TE).
Titrasi Mohr terbatas untuk larutan dengan perak dengan pH antara 6,0 – 10,0. Dalam
larutan asam konsentrasi ion kromat akan sangat dikurangi karena HCrO4- hanya terionisasi
sedikit sekali. Lagi pula dengan hidrogen kromat berada dalam kesetimbangan dengan dikromat
terjadi reaksi :
2H+ + 2CrO4
- ↔ 2HCrO4 ↔ Cr2O7
2- + 2H2O
Mengecilnya konsentrasi ion kromat akan menyebabkan perlunya menambah ion perak
dengan sangat berlebih untuk mengendapkan ion kromat dan karenanya menimbulkan galat yang
besar. Pada umumnya garam dikromat cukup dapat larut. Proses argentometri termasuk dalam
titrasi yang menghasilkan endapan dan pembentukan ion kompleks. Proses argentometri
menggunakan AgNO3 sebagai larutan standar. Proses ini biasanya digunakan untuk menentukan
garam-garam dari halogen dan sianida. Karena kedua jenis garam ini dapat membentuk endapan
atau senyawa kompleks dengan ion Ag+ sesuai dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
NaCL + Ag+ → AgCl ↓ + Na+
KCN + Ag+ → AgCl ↓ + K+
KCN + AgCN ↓ → K [Ag(CN)2 ]
Karena AgNO3 mempunyai kemurnian yang tinggi maka garam tersebut dapat digunakan
sebagai la rutan standar primer. Dalam titrasi argentometri terhadap ion CN- tercapai untuk
garam kompleks K [Ag(CN)2 ] karena propes tersebut dikemukakan pertama kali oleh Lieberg,
cara ini tidak dapat dilakukan dalam suasana amoniatial karena garam kompleks dalam larutan
akan larut menjadi ion komplek diamilum.
2.6 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan

Pengendapan merupakan metode yang paling baik pada anlisis gravimetri. Kita akan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan. Parameter-parameter yang penting
adalah temperatur, sifat pelarut, adanya ion-ion pengotor, pH, hidrolisis, pengaruh kompleks,
dan lain-lain .

Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Kadangkala endapan yang baik


terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas
karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor temperatur. Garam-garam anorganik lebih larut
dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar
pemisahan dua zat. Kelarutan endapan dalam air berkurang jika lanitan tersebut mengandung
satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan K s.p (konstanta hasil kali kelarutan).
Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan
sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk
mencuci larutan selama penyaringan.
Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam lanitan terdapat garam-garam
yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas.
Semakin kecil koefesien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi
molar ion-ion yang dihasilkan. Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H). Kation
dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya .
Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang
membentuk kompleks dengan kation garam tersebut. Beberapa endapan membentuk kompleks
yang larut dengan ion pengendap itu sendiri. Mula-mula kelarutan berkurang (disebabkan
ion sejenis) sampai melalui minuman. Kemudian bertambah akibat adanya reaksi kompleksasi.
Reaksi yang menghasilkan endapan dapat dimanfaatkan untuk analisis secara titrasi jika
reaksinya berlangsung cepat, dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi. Beberapa
reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh. Tidak seperti
gravimetri, titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung
sempurna. Hal yang penting juga adalah hasil kali kelarutan (KSP) harus cukup kecil sehingga
pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen. Reaksi samping tidak
boleh terjadi, demikian juga kopresipitasi. Keterbatasan utama pemakaian cara ini
disebabkan sedikit sekali indikator yang sesuai. Semua jenis reaksi diklasifikasi berdasarkan
tipe indikator yang digunakan untuk melihat titik akhir.
2.7 Contoh Penelitian

Pada percobaan ini akan dilakukan analisis senyawa turunan xanthin yakni theobromin yang
selanjutnya akan ditentukan kadarnya dengan menggunakan metode argentometri. Argentometri
merupakan suatu metode penentuan kadar dimana theobromin akan membentuk endapan dengan
larutan perak nitrat dalam suasana basa karena mempunyai atom hidrogen yang dapat
dilepaskan.
Analisis senyawa theobromin ini dianggap penting khususnya bagi mahasiswa farmasi
karena sebagaimana diketahui senyawa turunan xanthin diketahui memiliki beberapa aktivitas
farmakologis diantaranya sebagai bronkodilator yaitu senyawa yang dapat melebarkan bronkus
yang biasa digunakan sebagai obat asma. Meskipun ada efek samping seperti penekanan jantung
dan sistem saraf pusat tetapi itulah pentingnnya dilakukan analisis untuk melihat bagaimana
kualitas mutu dari sediaan yang dibuat.
Derivat xantin terdiri dari kofein, theofilin dan teobromin ialah alkaloid yang terdapat
dalam tumbuhan. Sejak dahulu ekstrak tumbuh-tumbuhan ini digunakan sebagai minuman.
Kofein terdapat dalam kopi yang didapat dari biji Coffea arabica. Teh dari daun Thea sinensis
mengandung kofein dan teofilin. Cocoa yang didapat dari biji Theobroma cacao mengandung
kofein dan teobromin. Penelitian membuktikan bahwa kofein berefek stimulasi. Inilah daya tarik
minuman yang mengandung kofein. Kemudian ternyata belum ada senyawa sintetik yang
mempunyai keunggulan terapi seperti senyawa alam. Ketiganya merupakan derivat xantin yang
mengandung gugus metil. Xantin sendiri ialah dioksipurin yang mempunyai struktur mirip
dengan asam urat. Kofein ialah 1,3,7-trimetilxantin; teofilin ialah 1,3-dimetilxantin dan
teobromin ialah 3,7-dimetilxantin (1).
Teofilin, kofein dan teobromin mempunyai efek farmakologi yang sama yang bermanfaat
secara klinis. Obat-obat ini menyebabkan relaksasi otot polos, terutama otot polos bronkus,
merangsang SSP, otot jantung, dan meningkatkan dieresis, teobromin tidak bermanfaat secara
klinis karena efek farmakologinya rendah (2).
Xantin merangsang SSP, menimbulkan dieresis, merangsang otot jantung, dan merelaksasi
otot polos terutama bronkus (2).
Xantin merupakan alkaloid yang bersifat basa lemah, biasanya diberikan dalam bentuk
garam rangkap. Untuk pemberian oral dapat diberikan dalam bentuk basa bebas atau bentuk
garam, sedangkan untuk pemberian parenteral perlu sediaan dalam bentuk garam (2).
Kofein, disebut juga tein, merupakan Kristal putih yang larut dalam air dengan
perbandingan 1:46. Teofilin berbentuk Kristal putih, pahit dan sedikit larut dalam air (3).
Senyawa xantin merupakan basa lemah dengan pKb antara 13 sampai 14. Teofilin dan
teobromin merupakan asam lemah dengan pKa 8,6 dan 9,9. Kofein tidak bersifat asam karena
tidak mempunyai atom hidrogen yang dapat dilepaskan sehingga kofein merupakan basa yang
sangat lemah dan garamnya mudah terurai oleh air, karenanya kofein dapat disari dari larutan
asam atau basa (lebih mudah dari larutan basa) dengan kloroform. Tetapi kofein mudah terurai
oleh basa kuat, sehingga larutan dalam basa harus segera disari (3).
Analisis kimia farmasi kuantitatif dapat didefinisikan sebagai aplikasi prosedur kimia
analisis kuantitatif terhadap bahan-bahan yang dipakai dalam bidang farmasi terutama dalam
menentukan kadar dan mutu dari obat-obatan dan senyawa-senyawa kimia yang tercantum dalam
Farmakope-Farmakope serta buku-buku resmi lainnya seperti formularium-formularium (4).
Teobromin dan teofilin dengan perak nitrat membentuk endapan dalam suasana basa.
Sementara itu, kofein tidak bereaksi dengan perak karena tidak mempunyai atom hidrogen yang
dapat dilepas (5).
Titrasi pengendapan didasarkan atas terjadinya penendapan kuantitatif, yang dilakukan
dengan penambahan larutan pengukur yang diketahui kadarnya pada larutan senyawa yang
hendak ditentukan, titik akhir titrasi tercapai bila semua bagian titran sudah membentuk endapan
(6).
Pada percobaan ini dilakukan analisis kuantitatif salah satu senyawa turunan xanthin yakni
theobromin dengan menggunakan metode argentometri. Awalnya sampel theobromin yang ingin
dipakai harusnya dari suatu sediaan farmasi misalnya tablet yang mengandung senyawa
theobromin, namun karena ketidak patuhan praktikan sehingga digunakan theobromin murni saja
dan perhitungan kadarnya pun sederhana.
Telah diketahui bahwa analisa ini cukup penting diketahui mengingat senyawa turunan
xanthin memiliki efek farmakologi yang bermanfaat secara klinis dimana dapat menyebabkan
relaksasi otot polos, khususnya otot polos bronkus, merangsang sistem saraf pusat, otot jantung
dan meningkatkan dieresis, meskipun dari ketiga turunan xanthin lainnya seperti theofilin dan
kofein, theobrominlah yang memiliki efek farmakologi yang rendah dibandingkan keduanya.
Theobromin dianalisis dengan metode argentometri yang merupakan salah satu metode
titrasi pengendapan dimana titrasi ini merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan
dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan analit serta hal dasar yang diperlukan dari
titrasi jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi dan titik akhir titrasi
yang mudah diamati.
Prinsip percobaan ini yaitu theobromin membentuk endapan dengan larutan perak nitrat
dalam suasana basa dengan melepaskan gugus H.
Hal pertama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah menimbang sampel theobromin
murni sebanyak 100 mg, kemudian dilarutkan dalam aquadest sebanyak 50 ml dan ditambahkan
fenol merah 0,1% sebanyak 1 ml dan H 2SO4 0,8161 N sebanyak 4 ml. Fenol merah digunakan
sebagai indikator dan menunjukkan perubahan warna menjadi merah, kemudian ditambahkan
H2SO4 sebagai pereaksi. Selanjutnya, larutan tersebut dididihkan selama 15 menit, supaya
theobromin benar-benar melarut sempurna dan didinginkan kembali hingga suhu 40 0C. Setelah
itu, ditambahkan NaOH 1 N hingga berwarna merah kebiruan tetapi dalam percobaan hingga 5
ml NaOH ditambahkan tidak ada perubahan yakni tetap berwarna merah. Kemudian,
ditambahkan H2SO4 0,8161 N tetes demi tetes hingga 7 ml juga tidak ada perubahan, padahal
diharapkan dari warna merah kebiruan menjadi kuning. Setelah itu, ditambahkan larutan AgNO 3
0,1 N sebanyak 5 ml dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai merah kebiruan, tetapi tetap tidak
berubah warna.
Jadi, dari data pengamatan didapatkan bahwa terjadi kesalahan, dimana seharusnya titik
akhir titrasi dicapai dengan terjadinya perubahan warna dari kuning menjadi merah kebiruan. Hal
ini bias disebabkan karena kesalahan-kesalahan didalam praktikum misalnya bahan yang
digunakan sudah tidak bagus, konsentrasi bahan yang digunakan tidak cocok untuk memperoleh
titik akhir, ketidaktelitian praktikan dan lain sebagainya.Volume titrasi yang didapatkan yaitu 17
ml dan setelah dihitung kadar theobromin yang diperoleh dari metode argentometri ini adalah
sebanyak 216,24 gram.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Titrasi AgNO3 dan NaCl merupakan titrasi dengan Metode Mohr dan Titrasi sampel
termasuk dalam Metode Fajans karena sampel mengandung ion I-.Argentometri adalah titrasi
pengendapan dengan larutan standar AgNO3.Ada 3 metode argentometri yaitu metode Mohr,
Volhard, Vajans. Pada titrasi argentometri, zat pemeriksaan yang telah dibubuhi indikator
dicampur dengan larutan standar garam perak nitrat (AgNO3).Dengan mengukur volume larutan
standar yang digunakan sehingga seluruh ion Ag+ dapat tepat diendapkan, kadar garam dalam
larutan pemeriksaan dapat ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA

Harjadi W, (1993), Ilmu Kimia Analitik Dasar, PT Gramedia, Jakarta.

Khopkar, (1990), Konsep Dasar Kimia Analitik, Universitas Indonesia,


Jakarta. Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi Kelima. Jakarta :
Erlangga
Harizul, Rivai. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta : UI Press

A. L. Underwood. 1989. Analisa Kuantitatif Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga

Day RA. Jr dan Al Underwood.1992. Analisis Kimia Kuantitatif: Edisi Kelima. Jakarta :

Erlangga

Anda mungkin juga menyukai