Anda di halaman 1dari 14

3.

UKURAN STATISTIK BAGI DATA

Untuk medapatkan gambaran yang lebih jelas tentang sekumpulan data mengenai
sesuatu persoalan, baik mengenai sampel ataupun populasi, selain data itu disajikan dalam
tabel dan diagram, masih diperlukan ukuran-ukuran yang merupakan wakil kumpulan data
tersebut. Ada tiga macam ukuran yang sering digunakan untuk memperoleh gambaran yang
lebih jelas mengenai sekumpulan data, yaitu ukuran pemusatan, ukuran letak, dan ukuran
keragaman. Ketiga macam ukuran itu sangat berguna dalam menjelaskan sebaran
pengamatan yang menyusun suatu data.

1. Parameter dan Statistik


Notasi yang digunakan dalam mengolah data sepenuhnya tergantung pada asal data-
nya, apakah data tersebut merupakan populasi atau suatu contoh/sampel yang diambil dari
populasi. Ukuran yang dihitung dari kumpulan data dalam sampel dinamakan statistik,
sedangkan bila ukuran itu dihitung dari kumpulan data dalam populasi dinamakan para-
meter. Jadi ukuran yang sama dapat bernama statistik atau parameter bergantung pada asal
datanya.
Definsi:
Parameter adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri suatu populasi.
Statistik adalah sembarang nilai yang menjelaskan ciri suatu contoh/sampel.

Sudah menjadi kebiasaan untuk melambangkan parameter digunakan huruf Yunani,


misalnya lambang dari rata-rata adalah  dan lambang dari simpangan baku adalah .
Statistik dilambangkan dengan huruf kecil biasa, misalnya lambang dari rata-rata adalah x
sedangkan lambang dari simpangan baku adalah s.
Dalam statistika inferensia yang akan kita pelajari, akan digunakan nilai suatu sta-
tistik sebagai penduga dari parameter populasi padanannya. Untuk mengetahui seberapa
teliti atau akurat statistik itu menduga parameter, perlu diselidiki terlebih dahulu sebaran
nilai-nilai statistiknya yang diperoleh dari banyak sekali sampel yang diambil secara ber-
ulang-ulang.

2. Ukuran Pemusatan
Ukuran ini menjelaskan tentang pusat segugus data, dan dinamakan pula sebagai
ukuran lokasi pusat atau ukuran kecenderungan memusat, misalnya: rata-rata dan modus.

12
a. Rata-rata
Rata-rata (rata-rata hitung) merupakan suatu ukuran pusat data bila data itu diurut-
kan dari yang terkecil sampai yang terbesar atau sebaliknya. Rata-rata merupakan ukuran
yang paling umum digunakan dalam statistika. Ukuran ini mudah dihitung dan memanfaat-
kan semua informasi yang dimiliki. Tampaknya satu-satunya kekurangan yang dimiliki
rata-rata adalah bila dalam sekumpulan data yang akan dicari rata-ratanya ada nilai ekstrem
(ekstrem tinggi atau ekstrem rendah). Dengan kata lain, rata-rata sangat dipengaruhi oleh
nilai ekstrem.

Definisi:
- Bila segugus data x1, x2, . . ., xn , menyusun sebuah populasi terhingga berukuran N,

Sxi
maka rata-rata populasinya adalah:  =
N
- Bila segugus data x1, x2, . . ., xn , menyusun sebuah populasi terhingga berukuran n,

Sxi
maka rata-rata sampelnya adalah: x =
n
Contoh:
Hasil analisis kadar nikotin 9 batang rokok “Cap Mangga” adalah: (dalam satuan miligram)
2,3 2,7 2,1 1,9 2,0 2,6 1,8 1,9 2,4
Tentukan rata-ratanya!

Jawab:
Karena data itu merupakan sampel dari rokok “cap Mangga”, maka rata-ratanya dapat dihi-
tung dengan cara sebagai berikut:

Sxi 2,3 + 2,7 + 2, 2 + 1,9 + 2, 0 + 2, 6 + 1,8 + 1,9 + 2, 4


x = = = 2,2 miligram
n 9

Untuk data yang telah disusun dalam daftar sebaran frekuensi/distribusi frekuensi,
rata-ratanya dapat dihitung dengan rumus:

Sf i xi xi = titik tengah atau tanda kelas = ½ (batas atas + batas bawah)


x =
Sf i
f i = frekuensi yang sesuai dengan xi

Contoh:
Dari sebaran frekuensi volume 50 kaleng minyak goreng pada contoh di muka, hitung rata-
ratanya!

13
Jawab:

Volume fi xi f i xi Sf i xi
x =
Sf i
7  9 2 8 16
10  12 8 11 88 763
= = 15,26
13  15 14 14 196 50
16  18 19 17 323
19  21 7 20 140
50 763

Jadi rata-rata volume 50 kaleng minyak goreng adalah 15,26 liter.

Cara lain untuk menghitung rata-rata dari data dalam daftar sebaran frekuensi
dengan lebar kelas yang sama adalah cara koding atau cara singkat, dengan rumus:

�Sf c � xo = titik tengah (xi) yang diberi nilai ci = 0


x = xo + p � i i �
�Sf i � p = lebar kelas atau panjang kelas interval

Contoh:
Hitung rata-rata volume 50 kaleng minyak goreng pada contoh di atas dengan mengguna-
kan cara koding!
Jawab:

Volume fi xi ci f i ci �Sf c �
x = xo + p � i i �
7  9 2 8 -2 -4 �Sf i �
10  12 8 11 -1 -8 �21 �
= 14 + 3 � �
13  15 14 14 0 0 �50 �
16  18 19 17 1 19
= 15,26
19  21 7 20 2 14
50 21
Jadi rata-rata volume 50 kaleng minyak goreng adalah 15,26 kilogram.

Untuk fenomena yang bersifat tumbuh dengan syarat-syarat tertentu, seperti pertum-
buhan penduduk, pertumbuhan bakteri dan lain-lain, sering digunakan rumus:
t Po = keadaan awal atau permulaan
� x �
Pt = Po �
1+ Pt = keadaan akhir
� 100 �

x = rata-rata pertumbuhan tiap satuan waktu
t = satuan waktu yang digunakan
Contoh:

14
Penduduk Indonesia pada akhir tahun 1946 ada 60 juta, sedangkan akhir tahun 1956 men-
capai 78 juta. Tentukan rata-rata pertumbuhan penduduk tiap tahun!
Jawab:
Dengan memakai rumus di atas didapat:
t
� x �
Pt = Po �
1+
� 100 �

10
� x �
1+
78 = 60 �
� 100 �

� x �
1+
log 78 = log 60 + 10 log �
� 100 �

� x �
1,8921 = 1,7782 + 10 log �1+
� 100 �

x = 2,67
Jadi laju pertumbuhan penduduk tiap tahun adalah 2,67%

b. M o d u s
Modus merupakan ukuran yang digunakan untuk menyatakan fenomena yang pa-
ling banyak terjadi atau paling sering muncul. Untuk sekumpulan data yang kecil, manfaat
modus hampir atau bahkan tidak ada sama sekali, sedang dalam hal data yang banyak,
ukuran ini dapat diterapkan. Modus dapat digunakan baik untuk data kualitatif maupun data
kuantitatif. Sering tidak disadari bahwa modus telah digunakan untuk menentukan "rata-
rata" data kualitatif, misalnya:
- kebanyakan kecelakaan lalu lintas karena kecerobohan pengemudi
- kebanyakan kematian di Indonesia disebabkan karena penyakit kangker
Modus untuk data kuantitatif ditentukan dengan jalan menentukan frekuensi terbanyak di
antara data itu.
Contoh:
Untuk data: 12 14 14 28 28 34 34 34 34 , tentukan modusnya!
Jawab:
Frekuensi terbanyak dari data di atas bernilai 34, sehingga modusnya = Mo = 34

Jika data kuantitatif telah disusun dalam daftar sebaran frekuensi, modusnya dapat
ditentukan dengan rumus:
M0 = Modus
�b �
M0 = b + p � 1 � b = batas bawah kelas modal, yaitu selang kelas dengan
b1 + b2 �
� frekuensi terbanyak
p = lebar kelas
b1 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi selang kelas
terdekat sebelumnya
15
b2 = frekuensi kelas modal dikurangi frekuensi selang kelas
terdekat berikutnya

Contoh:
Dari data tentang sebaran frekuensi volume 50 kaleng minyak goreng pada contoh soal di
muka, hitung modusnya!
Jawab:
Volume fi Kelas modalnya adalah pada selang kelas keempat
7  9 2 b = 15,5 p=3
b1 = 19 – 14 = 5 b2 = 19 – 7 = 12
10  12 8
sehingga:
13  15 14
16  18 19 �b � �5 �
M 0 = b + p � 1 �= 15,5 + 3 � = 16,38
19  21 7 b1 + b2 �
� 5 + 12 �
� �
50
Jadi modusnya adalah 16, 38

Modus tidak selalu ada. Hal ini terjadi bila semua pengamatan mempunyai freku-
ensi yang sama. Untuk data tertentu, mungkin terdapat beberapa nilai dengan frekuensi
tertinggi. Dalam hal demikian kita mempunyai lebih dari satu modus.

3. Ukuran Letak
Ukuran letak merupakan ukuran yang dapat dipergunakan untuk menentukan letak
data setelah data itu disusun menurut urutan nilainya. Yang termasuk dalam ukuran ini
adalah median, kuartil, desil, dan persentil.

a. M e d i a n
Median menentukan letak data setelah data yang diperoleh dari hasil pengamatan
disusun menurut urutan nilainya, dan median ini merupakan data yang paling tengah.
Setengah jumlah data harganya paling tinggi/paling rendah sama dengan median. Untuk
median populasi dilambangkan dengan  , sedang untuk sampel dilambangkan sebagai x .
Median juga sering dilambangkan sebagai Me, baik untuk populasi maupun sampel.
Kelebihan median adalah mudah dalam menghitungnya bila banyaknya pengamatan relatif
kecil. Median tidak dipengaruhi oleh nilai ekstrem, sehingga bila dalam sekumpulan data
ada nilai ekstremnya, maka median akan memberikan rata-rata yang lebih benar
dibandingkan rata-rata. Bila dikaitkan dengan sampel yang diambil dari populasi, rata-rata
sampel lebih tidak bervariasi dari sampel satu ke sampel lainnya dibandingkan median.
Oleh karena itu, bila kita ingin menduga pusat populasi berdasarkan sampel, rata-rata
sampel cenderung lebih dekat pada rata-rata populasi dibandingkan median.

16
Contoh:
Diperoleh suatu data yang telah diurutkan sebagai berikut:
67 69 79 82 85 87 93 97 99, tentukan mediannya!
Jawab:
Dari data di atas terlihat bahwa data yang paling tengah nilainya 85, sehingga mediannya
adalah 85.

Bila banyaknya pengamatan genap, maka median dapat dicari dengan merata-rata
dua pengamatan yang ada di tengah.
Contoh:
Diperoleh suatu data hasil pengamatan sebagai berikut:
2,3 2,7 2,5 2,9 3,1 1,9, tentukan mediannya!
Jawab:
Bila data di atas diurutkan, akan diperoleh urutan data berikut:
1,9 2,3 2,5 2,7 2,9 3,1
Maka mediannya adalah ½ (2,5 + 2,7) = 2,6
Untuk data yang ada dalam sebaran frekuensi, median dapat dihitung dengan meng-
gunakan rumus:
Me = Median

½n - F � b = batas bawah kelas median, yaitu selang kelas dimana
Me = b + p � �
� f � median akan terletak
p = lebar kelas median
n = ukuran sampel atau banyaknya data
F = jumlah semua frekuensi sebelum kelas median
f = frekuensi kelas median
Contoh:
Dari data tentang sebaran frekuensi volume 50 kaleng minyak goreng pada contoh soal di
muka, hitung mediannya!

Jawab:
Jumlah data ada 50, sehingga setengah dari seluruh data ada 25. Jadi median akan terletak
di selang kelas keempat.
Volume fi Dari kelas median ini akan didapat
7  9 2 b = 15,5 p=3
10  12 8 f = 19 F = 2 + 8 + 14 = 24
13  15 14 sehingga:
16  18 19

½n - F � ½ .50-24 �

19  21 7 Me = b + p � �= 15,5 + 3 � = 15,66
50 � f � � 19 � �

Jadi mediannya adalah 15,66


17
Median sebesar 15,66 dapat diartikan bahwa ada 50% data yang bernilai paling rendah
15,66 dan 50% data bernilai paling tinggi 15,66.

Telah didapatkan bahwa rata-rata dari volume 50 kaleng minyak goreng = x =


15,26; modusnya = Mo = 16,38; dan mediannya = Me = 15,66. Ketiga nilai ini akan sama
bila bentuk kurvanya simetrik

b. K u a r t i l
Jika sekumpulan data yang telah disusun menurut urutan nilainya dibagai menjadi
empat bagian yang sama banyak, maka bilangan pembaginya disebut dengan kuartil. Ada
tiga buah kuartil, yaitu: kuartil pertama (K1), kuartil kedua (K2), dan kuartil ketiga (K3).
Untuk menentukan nilai kuartil, langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai
berikut:
1) Susun data menurut urutan nilainya
2) Tentukan letak kuartil
3) Tentukan nilai kuartil
Letak kuartil ditentukan dengan menggunakan rumus:
i (n + 1)
Letak Ki = data ke i = 1, 2, atau 3
4

Contoh:
Diperoleh suatu data yang telah diurutkan sebagai berikut:
52 56 57 60 64 66 70 75 82 86 92 94, tentukan K1 !
Jawab:
1(12 + 1)
Letak K1 = data ke = data ke 3¼
4
Nilai K1 = data ke 3 + ¼ (data ke 4 - data ke 3)
= 57 + ¼ (60 + 57) = 57 ¾
Jadi nilai K1 = 57 ¾

Nilai K1 sebesar 57 ¾ dapat diartikan bahwa ada 75% data yang bernilai paling rendah
57,75 dan 25% data bernilai paling tinggi 57,75.

Untuk data yang telah disusun dalam daftar sebaran frekuensi, nilai kuartil Ki (i = 1, 2, atau
3) dihitung dengan rumus:

in / 4  F �
� Ki = Kartil ke i
Ki = b + p � � b = batas bawah kelas Ki, yaitu selang kelas dimana Ki
� f � akan terletak
i = 1, 2, atau 3 p = lebar kelas Ki
18
F = jumlah frekuensi sebelum kelas Ki
f = frekuensi kelas Ki

Contoh:
Dari data tentang sebaran frekuensi volume 50 kaleng minyak goreng pada contoh soal di
muka, hitung kuartil keduanya!
Jawab:

Volume fi 2(50 + 1)
Letak K2 = data ke = data ke 25,5
7  9 2 4
10  12 8 Jadi K2 akan terletak pada selang kelas keempat.
13  15 14 b = 15,5 p=3
f = 19 F = 2 + 8 + 14 = 24
16  18 19
19  21 7 in / 4  F �
� 2.50 / 4  24 �

Ki = b + p � �= 15,5 + 3 � �= 15,66
50 � f � � 19 �

Jadi kuartil keduanya adalah 15,66


Terlihat bahwa nilai kuartil keduanya sama dengan nilai mediannya. Atau dengan kata lain,
kuartil kedua sama dengan median.

c. D e s i l
Jika sekumpulan data yang telah disusun menurut urutan nilainya dibagai menjadi
sepuluh bagian yang sama banyak, maka bilangan pembaginya disebut dengan desil. Ada
sembilan buah desil, yaitu: desil pertama (D1), desil kedua (D2), sampai dengan desil
kesembilan (D9). Untuk menentukan nilai desil, langkah-langkah yang perlu ditempuh
serupa dengan langkah-langkah menentukan nilai kuartil. Seperti pada kuartil, letak desil
ditentukan dengan rumus:
i (n + 1)
Letak Di = data ke i = 1, 2, . . . 9
10
Untuk data yang telah disusun dalam daftar sebaran frekuensi, nilai desil (Di)
dihitung dengan rumus:
Di = Desil ke i
in /10  F �
� b = batas bawah kelas Di, yaitu selang kelas dimana Di
Di = b + p � �
� f � akan terletak
p = lebar kelas Di
i = 1, 2, . . . 9 F = jumlah frekuensi sebelum kelas Di
f = frekuensi kelas Di

d. P e r s e n t i l
Jika sekumpulan data yang telah disusun menurut urutan nilainya dibagai menjadi
seratus bagian yang sama banyak, maka bilangan pembaginya disebut dengan persentil.
Ada sembilan puluh sembilan buah persentil, yaitu: persentil pertama (P1), persentil kedua
19
(P2), sampai dengan persentil kesembilan puluh sembilan (P99). Untuk menentukan nilai
persentil, langkah-langkah yang perlu ditempuh serupa dengan langkah-langkah menentu-
kan nilai kuartil. Seperti pada kuartil, letak persentil ditentukan dengan rumus:

i (n + 1)
Letak Pi = data ke i = 1, 2, . . . 99
100

Untuk data yang telah disusun dalam daftar sebaran frekuensi, nilai persentil (Pi)
dihitung dengan rumus:
in /100  F �
� Pi = Persentil ke i
Pi = b + p � �
� f � b = batas bawah kelas Pi, yaitu selang kelas dimana Pi
akan terletak
i = 1, 2, . . . 99 p = lebar kelas Pi
F = jumlah frekuensi sebelum kelas Pi
f = frekuensi kelas Pi

4. Ukuran Keragaman
Ukuran pemusatan maupun ukuran letak yang telah dibahas di muka sebenarnya
belum memberikan deskripsi yang mencukupi bagi data yang kita peroleh. Kita masih perlu
mengetahui seberapa jauh pengamatan-pengamatan itu menyebar dari rata-ratanya.
Mungkin kita memiliki dua kumpulan data yang mempunyai rata-rata dan median yang
sama, tetapi berbeda keragamannya. Ukuran yang menggambarkan derajat bagaimana
berpencarnya data kuantitatif disebut sebagai ukuran keragaman atau sering juga disebut
sebagai ukuran dispersi atau ukuran variasi. Statistik paling penting yang digunakan untuk
mengukur keragaman adalah wilayah atau rentang, ragam atau varians, dan simpangan
baku atau standar deviasi.

a. Wilayah atau Rentang:


Ukuran keragaman yang paling sederhana dan mudah ditentukan adalah wilayah
atau rentang. Wilayah atau rentang sekumpulan data didefinisikan sebagai beda antara
pengamatan terbesar dan terkecil dalam kumpulan itu.
Contoh-1:
Hasil pengukuran minyak goreng dalam kaleng dari perusahaan A dan perusahaan B
sebagai berikut:
Isi kaleng dari A : 0,97 1,00 0,94 1,03 1,11
Isi kaleng dari B : 1,06 1,01 0,88 0,91 1,14

Bila dihitung, rata-rata isi kaleng A dan B adalah sama, yaitu 1,00.
Wilayah A = 1,11 - 0,94 = 0,17

20
Wilayah B = 1,14 - 0,88 = 0,26
Ternyata wilayah A lebih kecil daripada wilayah B. Hal ini dapat dikatakan pula bahwa A
lebih seragam daripada B atau keragaman A lebih kecil daripada B. Atau dengan kata lain,
data dari sampel B lebih menyebar. Oleh karena itu bila kita membeli minyak goreng, lebih
percaya pada minyak goreng dari perusahaan A.
Contoh-2:
Hasil dari suatu pengamatan diperoleh data sebagai berikut:
P 3 4 5 6 8 9 10 12 15
Q 3 7 7 7 8 8 8 9 15
Bila dari data di atas dihitung, maka:
Wilayah P = wilayah Q = 12
x p = xq = x%
p = xq = 8
%

Dalam hal data di atas meskipun wilayah, rata-rata, dan median P dan Q sama, tetapi dari
sebaran datanya terlihat bahwa kebanyakan nilai Q terletak lebih dekat pada pusat data
yang bernilai 8.

b. Ragam atau Varians


Untuk mengatasi kekurangan pada wilayah atau rentang, ada ukuran yang lain, yaitu
ragam atau varians. Ragam memperhatikan posisi relatif setiap pengamatan atau data
terhadap rata-rata data tersebut. Hal ini dapat dicapai dengan memeriksa simpangan dari
rata-ratanya.
Definisi:
Ragam populasi terhingga x1, x2, . . . , xN didefinisikan sebagai:
S( xi   ) 2
2 =
N
Dalam sebagian penerapannya, parameter 2 tidak diketahui. Oleh karena itu di-
duga dari statistik s2. Rumus untuk s2 mempunyai bentuk yang sama dengan 2, tetapi
secara rata-rata nilai ragam sampel s2, cenderung lebih rendah dari ragam populasi. Untuk
mengatasi kesalahan dalam menduga parameter yang sebenarnya atau untuk mengatasi bias
ini, perlu mengganti N dengan (n - 1) dalam penyebutnya, sehingga dalam pembagian-nya
nanti akan memperoleh harga yang lebih tinggi dan lebih mendekati harga 2 yang
sebenarnya.

Definisi:
Ragam sampel acak x1, x2, . . . , xn didefinisikan sebagai:

21
S( xi  x ) 2
s2 =
n 1
Untuk menghindari kesalahan pada pembulatan x (rata-rata) dapat digunakan rumus:
nSxi2  (Sxi ) 2 s2 = ragam sampel
s =
2
xi = nilai masing-masing pengamatan
n(n  1)
n = jumlah pengamatan

Contoh:
Suatu analisis nikel dalam bahan galian, yang dilakukan 5 kali menghasilkan (dalam mg):
5,0 ; 5,3 ; 5,7 ; 4,8 ; dan 5,2. Hitung ragamnya!
Jawab:
xi (xi - x ) (xi - x )2 xi2 Sxi 26
x= = = 5, 2
5,0 - 0,2 0,04 25,00 n 5
5,3 + 0,1 0,01 28,00 S( xi  x ) 0, 46
s2 = = = 0,115
5,7 + 0,5 0,25 32,00 n 1 4
4,8 - 0,4 0,16 23,00
5,2 0,0 0,0 27,00
26 0,46 135,66

Cara lain dengan menggunakan rumus:


nSxi2  (Sxi ) 2 5(135, 66)  262
s2 = = = 0,115
n(n  1) 5(5  1)

Jika data dari sampel telah disusun dalam daftar sebaran frekuensi, maka ragamnya
dicari dengan menggunakan rumus:

Sf i ( xi  x ) 2 nSfi xi2  (Sf i xi ) 2


s =
2
atau s2 =
n 1 n(n  1)

xi = tanda selang kelas = titik tengah = ½ (batas bawah + batas atas)


fi = frekuensi yang sesuai dengan xi
n = S fi = jumlah pengamatan

Contoh:
Dari data tentang sebaran frekuensi volume 50 kaleng minyak goreng pada contoh soal di
muka, hitung ragamnya!

Volume fi xi f i xi (xi - x ) (xi - x )2 f i (xi - x )2

7  9 2 8 16 - 7,26 52,71 105,42


10  12 8 11 88 - 4,26 18,15 145,20
13  15 14 14 196 - 1,26 1,59 22,26
16  18 19 17 323 + 1,74 3,03 57,57
22
19  21 7 20 140 + 4,74 22,47 157,29
50 763 487,74
Sf x 763
x= i i = = 15, 26
Sf i 50
Sf i ( xi  x ) 2 487, 74
s2 = = = 9,954
n 1 49

Bagaimana hasilnya bila digunakan rumus yang satunya lagi?

Agar hitungan-hitungan dalam mencari ragam lebih sederhana, digunakan cara


koding, dengan rumus:
nSf c 2  (Sf i ci )2 �
� p = panjang kelas
s2 = p2 � i i � ci = nilai koding
� n(n  1) � n = Sfi = banyaknya data

Ragam mempunyai satuan yang tidak sama dengan data asalnya. Jadi bila data
asalnya mempunyai satuan meter, maka ragamnya mempunyai satuan meter kuadrat. Agar
diperoleh ukuran keragaman yang mempunyai satuan sama dengan satuan data asalnya,
ragam tersebut diakarkan. Ukuran yang diperoleh disebut simpangan baku yang dilam-
bangkan sebagai s untuk sampel dan  untuk populasi.

Definisi:
Simpangan baku populasi didefinisikan sebagai akar ragam populasi =  2 = 

Simpangan baku sampel didefinisikan sebagai akar ragam sampel = s2 = s

c. Dalil Chebyshev
Dua nilai yang paling sering digunakan oleh statistikawan atau dalam mengolah
suatu data adalah rata-rata dan simpangan baku. Bila suatu sebaran data hasil pengukuran
mempunyai simpangan baku yang kecil, maka dapat dibayangkan bahwa sebagian besar
data mengumpul di sekitar rata-ratanya. Sedangkan nilai simpangan baku yang besar
menunjukkan keragaman yang besar, yang dalam hal ini pengamatan-pengamatan lebih
menyebar jauh dari rata-ratanya.
Ahli matematika berkebangsaan Rusia yang bernama P.L. Chebyshev (1821-1894),
menemukan bahwa proporsi pengukuran yang jatuh antara dua nilai yang setangkup ter-
hadap rata-ratanya berhubungan dengan simpangan bakunya. Dalil Chebyshev berbunyi:
Sekurang-kurangnya (1 – 1/k2) bagian data terletak dalam k simpangan baku dari rata-
ratanya. Untuk k = 2, dalil itu menyatakan bahwa sekurang-kurangnya 1 – 1/2 2 = 3/4 atau

23
75% bagian data terletak dalam batas-batas 2 simpangan baku pada kedua sisi rata-ratanya.
Jadi 3/4 data suatu sampel/populasi terletak dalam selang x  2s atau   2.

d. Nilai z = skor z = Angka Baku


Salah satu cara yang dapat digunakan untuk membandingkan dua pengamatan dari
dua populasi yang berbeda, sehingga kita dapat menentukan tingkatan atau rank relatifnya,
adalah dengan mengubahnya menjadi satuan baku. Satuan baku ini lebih dikenal sebagai
nilai z atau skor z.

Definisi:
Suatu pengamatan x dari suatu populasi yang mempunyai rata-rata  dan simpa-
ngan baku , mempunyai nilai atau skor z yang didefinisikan sebagai:
xi  
z=

Nilai z mengukur berapa simpangan baku sebuah pengamatan terletak di atas atau di
bawah rata-ratanya. Karena  tidak pernah negatif, nilai z yang positif mengukur berapa
simpangan baku letak suatu pengamatan di atas rata-ratanya, sedangkan nilai z negatif
mengukur berapa simpangan baku letak suatu pengamatan di bawah rata-ratanya.
Nilai z tidak punya satuan, sehingga memungkinkan dilakukan pembandingan dua
pengamatan relatif terhadap kumpulan data induknya, yang diukur dalam satuan yang ber-
beda. Nilai z1, z2, . . . , zn mempunyai rata-rata = 0 dan simpangan bakunya = 1.

Contoh:
Seorang mahasiswa mendapat nilai matematika 86, dimana rata-rata dan simpangan baku
kelompok masing-masing 78 dan 10. Pada ujian kimia, ia mendapat nilai 92, dimana rata-
rata dan simpangan baku kelompok masing-masing 84 dan 18. Dalam mata ujian apa ia
mendapat kedudukan lebih baik?

Jawab:
Dengan menggunakan rumus di atas didapatkan:
Untuk matakuliah matematika: Untuk matakuliah kimia:
xi   86  78 xi   92  84
z= = = 0,8 z= = = 0, 44
 10  18

Jadi mahasiswa itu mendapat 0,8 simpangan baku di atas rata-rata nilai matematika, dan
hanya 0,44 simpangan baku di atas rata-rata nilai kimia. Dengan demikian dapat dikatakan

24
bahwa tampilan relatif mahasiswa tersebut dalam matakuliah matematika lebih baik diban-
dingkan tampilan relatifnya dalam matakuliah kimia.

25

Anda mungkin juga menyukai