Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI FISIK

SISTEM DISPERSI

Nama anggota

Gray Christin Ayu Anggraeni 11181071

Mira Aene Nuraeni 11181078

Mochammad Rizq Fawwaz Zulrifan 11181081

Octaviani Artha 11181092

Novi Indriyani 11181241

Kelas : 2FA2

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2020
SISTEM DISPERSI

I. Tujuan
1. Mengamati proses sedimentasi pada sediaan suspense dan emulsi.
2. Menentukan redisersibilitas suspense atau emulsi.
3. Menguji konsistensi (kekentalan) sediaan gel.
II. Prinsip
Berdasarkan hukum stokes sedimentasi yang terjadi berkaitan erat dengan
ukuran partikel dan zat terdispersi dan bergantung pada viskositas fase pendispersi.

III. Dasar Teori

Sistem dispersi secara sederhana dapat diartikan sebagai larutan atau campuran dua zat
yang berbeda maupun sama wujudnya. Sistem dispersi ditandai dengan adanya zat yang
terlarut dan zat pelarut. Contohnya, jika tiga jenis benda, yaitu pasir, gula dan susu masing-
masing dimasukkan ke dalam suatu wadah yang berisi air, kemudian diaduk dalam wadah
terpisah, maka kita akan memperoleh 3 sistem disperse (Ridwan, 2012)

Bila suatu zat dicampurkan dengan zat lain, maka akan terjadi penyebaran secara
merata dari suatu zat ke dalam zat lain yang disebut dengan sistem dispersi. Tepung kanji bila
dimasukan ke dalam air panas maka akan membentuk sistem dispersi dengan air sebagai
medium pendispersi dan tepung kanji sebagai zat terdispersi (Henrayani, 2009).

Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase terdispers,
terdistribusi ke seluruh medium kontinu atau medium terdispersi. Bahan-bahan yang terdispers
bisa mempunyai jangkauan ukuran dari partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai
partikel-partikel yang ukurannya diukur dalam milimeter. Oleh karena itu, cara yang paling
mudah untuk penggolongan sistem terdispers adalah berdasarkan garis tengah partikel rata-
rata dari bahan terdispers. Umumnya dibuat tiga golongan ukuran, yaitu dispersi molekuler,
dispersi koloid, dan dispersi kasar (Martin et al, 2008).

Dispersi molecular. Disperse molecular atau larutan adalah system satu fase yang
homogeny, jernih, dan memiliki diameter tidak lebih dari 10 -7cm. partikel-partikel larutan tidak
dapat dilihat dengan mikroskop biasa maupun mikroskop ultra, sukar diendapkan, dan dapat
melewati kertas saring biasa maupun membrane semipermeable (Sumardjo, 2009).

Disperse koloid. Koloid adalah campuran yang heterogen. 3 fase (padat, cair dan gas)
dapay dibuat sembilan kombinasi campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk system
koloid hanya delapan. Koloid yang mengandung fase terdispersi padat disebut sol. Koloid yang
mengandung fase terdispersi cair disebut emulsi. Koloid yang mengandung fase terdipersi gas
disebut buih (Sutresna, 2007).

Emulsi adalah campuran dari dua atau lebih cairan yang biasanya bercampur
( nonmixable atau unblendable ). Emulsi adalah bagian dari kelas yang lebih umum dari sistem
dua – fase materi disebut koloid. Meskipun istilah koloid dan emulsi kadang-kadang digunakan
secara bergantian, emulsi harus digunakan ketika kedua tersebar dan fase kontinyu adalah
cairan. Dalam emulsi, satu cair ( fase terdispersi ) tersebar di lain ( fase kontinyu ). Contoh
emulsi meliputi vinaigrettes, susu, mayones, dan beberapa cairan pemotongan untuk
pengerjaan logam (Aqila, 2014).

Pada pembuatan emulsi dibutuhukan emulgator atau zat penghubung yang


menyebabkan pembentukkan emulsi, contoh dari emulgator ini adalah sabun (Sutresna, 2007).

Dispersi kasar. Dispersi kasar atau suspensi akan terjadi jika diameter fasa terdispersi
memiliki ukuran di atas 100 nanometer. Sistem ini mula-mula keruh tetapi dalam beberapa saat
segera nampak batas antara fasa terdispersi dengan medium pendispersi karena terjadinya
pengendapan. Kita dapat memisahkan fasa terdispersi dari mediumnya dengan cara melakukan
penyaringan (Ridwan, 2012).

Dispersi kasar ini disebut juga dengan suspense adalah system dua fase yang heterogen,
tidak jernih. Partikel dari suspense ini dapat dilihat dengan mikroskop biasa, mudah diendapkan
dan tidak dapat melewati kertas saring biasa maupun membran semipermeable (Sumardjo,
2009).
Suspense adalah disperse zat padat di dalam air. Zat yang terdispersi memiliki ukuran
yang cukup besar. Padatan ini merupakan gabungan dari molekul-molekul zat terdispersi
(Sutresna, 2007).

Contoh dispersi kasar adalah dispersi pasir di dalam air, air kopi, air sungai, campuran
minyak dengan air, campuran tepung gandum dengan air, dan lain-lain (Ridwan, 2012).

Suatu suspensi yang dapat diterima mempunyai kualitas tertentu yang diinginkan :

1. Zat yang tersuspensi (disuspensikan) tidak boleh cepat mengendap


2. Partikel-partikel tersebut walaupun mengendap pada dasar wadah tidak boleh
membentuk suatu gumpalan padat tapi harus dengan cepat terdispersi kembali
menjadi suatu campuran homogen bila wadahnya dikocok.
3. Suspensi tersebut tidak boleh terlalu kental untuk dituang dengan mudah dari
botolnya. (Martin et al, 1993).

System pembentukkan suspense ada dua, yaitu system flokulasi dan system deflokulasi.
Dalam system flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah, cepat mengendap dan pada
penyimpanan tidak terjadi cake dan mudah tersuspensi kembali. Sedangkan partikel deflokulasi
mengendap perlahan dan akhirnya membentuk sedimen, akan menjadi agregasi dan akhirnya
terbentuk cake yang keras dan sukar tersuspensi kembali (Syamsuni, 2007).

Dua parameter yang berguna yang bisa diturunkan dari peyelidikan sedimentasi adalah
volume sedimentasi dan derajat flokulasi. Colume sedimentasi (F) didefinisikan sebagai
perbandingan dari volume akhir dari endapan (Vu) terhadap volume awal dari suspense (Vo)
sebelum mengendap.

Vu
F=
Vo

Derajat flokulasi adalah rasio volume akhir sedimen sediaan suspense flokulasi (Vu) dengan
volume akhir sedimen sediaan suspense deflokulasi (Voc) .
Vu
derajat flokulasi=
Voc

IV. Alat dan Bahan


 Alat
- Mortir dan stemper
- Mixer
- Beaker glass
- Botol
 Bahan
- Ibuprofen
- Na-CMC
- Air panas
- Air suling
V. Prosedur
A. Pembuatan suspensi

Timbang zat masing-masing 0,5 untuk sediaan 1, sediaan 2 dan satu untuk
blanko

Timbang Na-CMC masing-masing 0,5 g, 1,5 g untuk masing-masing sediaan,


lalu kembangkan Na-CMC dengan air panas di dalam mortir

Setelah mengembang kemudian campurkan dengan zat dari sediaan 1,


sediaan 2 dan sediaan 3, dan homogenkan menggunakan mixer

Masukkan campuran zat dengan Na-CMC sediaan 1, sediaan 2, dan sediaan 3,


juga zat untuk blanko kedalam beaker glass, lalu tambahkan air suling sampai
volume 100 ml, kemudian masukkan kedalam botol
B. Pengamatan sedimentasi

Amati dan catat volume sedimentasi yang terjadi dalam interval waktu 0, 15,
30, 60, 90 menit dan 24 jam

C. Menentukan redispesibilitas suspense setelah 24 jam

Setelah dibiarkan selama 24 jam dikocok tiga kali, lalu catat dan amati volume
sedimentasi yang terjadi
VI. Data Pengamatan

sediaan Volume pemisahan (mL) pada 100 mL sediaan


(formula) 15 menit 30 menit 60 menit 24 jam

Sediaan 1
Lapisan atas 100 mL 100 mL 100 mL 100 mL
Lapisan bawah 70 mL 50 mL 35 mL 10 mL
Sediaan 2
Lapisan atas 100 mL 100 mL 100 mL 100 mL
Lapisan bawah 80 mL 75 mL 75 mL 50 mL
Sediaan 3
Lapisan atas 100 mL 100 mL 100 mL 100 mL
Lapisan bawah 90 mL 80 mL 70 mL 70 mL

Anda mungkin juga menyukai