Anda di halaman 1dari 13

TUGAS KIMIA

S ISTE M KOLO ID

DISUSUN OLEH

NAMA : JUMIARTI AKMALIA NINGSIH


KELAS : XI MIPA I
NO. ABSEN : 21

S M A SRIGUNA PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2017/2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan

tuntunanNyalah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah sistem koloid ini.

Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Kimia. Dalam hal ini

saya banyak menerima bantuan dan sarannya.

Saya sangat mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan penulisan

makalah ini. Kiranya makalah ini dapat berguna untuk membuka wawasan kita mengenai

sistem koloid.

Penulis

Jumiarti Akmalia Ninngsih

2
A. SISTEM DISPERSI
Pernahkah Anda mencampurkan gula, pasir, dan susu bubuk ke dalam air? Ketiga
campuran tersebut (gula-air, pasir-air, susu bubuk-air) akan membentuk suatu dispersi,
yaitu penyebaran merata dua fase. Kedua fase tersebut terdiri atas fase zat yang
didispersikan dan fase pendispersi. Fase zat yang didispersikan dikenal juga dengan istilah
fase terdispersi atau fase dalam. Adapun fase pendispersi dikenal dengan istilah medium
pendispersi atau fase luar. Pada umumnya, fase terdispersi memiliki jumlah molekul yang
lebih kecil dibandingkan fase pendispersi. Terdapat tiga macam campuran, yaitu larutan
sejati atau larutan, suspensi, dan koloid. Termasuk ke dalam kelompok manakah
campuran-campuran tersebut?
1. Larutan
Larutan merupakan campuran yang bersifat homogen. Ukuran partikel zat terlarut di dalam
suatu larutan lebih kecil dari 10-7 cm (< 1 nm) sehingga sangat sulit untuk diamati,
walaupun dengan menggunakan mikroskop. Jadi, campuran antara air dan gula termasuk
larutan karena pencampuran kedua zat tersebut menghasilkan dua fase yang homogen.
Beberapa contoh larutan lainnya, adalah larutan garam dapur, larutan urea, dan larutan
cuka. Jika larutan ini disaring menggunakan kertas saring, tidak ada zat yang tersaring.
2. Suspensi
Suspensi adalah dispersi zat padat dalam air. Zat terdispersi pada suspensi merupakan zat
padat berukuran cukup besar. Padatan ini merupakan gabungan dari molekul-molekul zat
terdispersi. Oleh karena zat terdispersi memiliki ukuran yang cukup besar, medium
pendispersi (air) tidak mampu menahannya sehingga padatan tersebut dapat mengendap.
Ukuran partikel zat terdispersi di dalam suspensi lebih besar dari 10-5 cm (<100 nm)
sehingga masih dapat diamati dengan mudah. Suspensi dapat disaring dengan
menggunakan kertas saring biasa. Berdasarkan penjelasan ini, berarti campuran antara
pasir dan air merupakan suspensi. Jika campuran pasir dan air dituangkan ke dalam gelas
menggunakan penyaring, pasir dan air pasti akan terpisah.
3. Koloid
Untuk memudahkan pembahasan sistem dispersi koloid, digunakan fase terdispersi berupa
padatan dan fase pendispersi yang umum, berupa air. Ukuran partikel zat terdispersi di
dalam koloid lebih besar daripada ukuran partikel di dalam larutan, tetapi lebih kecil
daripada ukuran partikel di dalam suspensi. Partikel zat terdispersi berukuran antara 10 -7
cm sampai dengan 10-5 cm (1 nm – 100 nm).
Sistem koloid tampak homogen jika dilihat tanpa mikroskop, tetapi dengan
menggunakan mikroskop tampak adanya partikel-partikel fase terdispersi. Partikel koloid
dapat disaring dengan menggunakan suatu kertas saring yang berpori-pori sangat halus
(penyaring ultra). Berdasarkan sistem dispersinya, suatu koloid tampak seperti suspensi.
Akan tetapi, secara fisik tampak seperti larutan sehingga sering juga disebut dengan istilah
suspensi homogen. Campuran susu bubuk dan air dinamakan koloid.

Secara garis besar, perbandingan antara larutan, koloid, dan suspensi dapat dilihat
pada Tabel 1.1. berikut ini.
Tabel 1 Perbandingan antara Larutan, Koloid, dan Suspensi
Aspek Larutan Koloid Suspensi
Bentuk Campuran Homogen Tampak homogen Heterogen
Kestabilan Stabil Stabil Tidak stabil
Pengamatan Homogen Heterogen Heterogen

3
Mikroskop
Jumlah Fase Satu Dua Dua
Sistem Dispersi Molekuler Padatan halus Padatan kasar
Pemisahan dengan Tidak dapat Tidak dapat disaring dengan Dapat disaring
Cara Penyaringan disaring kertas saring biasa, kecuali
dengan kerta saring ultra.
Ukuran Partikel < 10 cm, atau 10-7 cm - 10-5 cm, atau 1 nm
-7
> 10-5 cm, atau
< 1 nm - 100 nm > 100 nm

B. PENGELOMPOKAN SISTEM KOLOID


Sistem koloid adalah campuran yang heterogen. Telah diketahui bahwa terdapat tiga fase
zat, yaitu padat, cair, dan gas. Dari ketiga fasa zat ini dapat dibuat sembilan kombinasi
campuran fase zat, tetapi yang dapat membentuk sistem koloid hanya delapan. Kombinasi
campuran fase gas dan fase gas selalu menghasilkan campuran yang homogen (satu fase)
sehingga tidak dapat membentuk sistem koloid.
1. Sistem Koloid Fase Padat-Cair (Sol)
Sistem koloid fase padat-cair disebut sol. Sol terbentuk dari fase terdispersi berupa zat
padat dan fase pendispersi berupa cairan. Sol yang memadat disebut gel. Berikut contoh-
contoh sistem koloid fase padat-cair.
a. Agar-agar
Padatan agar-agar yang terdispersi di dalam air panas akan menghasilkan sistem koloid
yang disebut sol. Jika konsentrasi agar-agar rendah, pada keadaan dingin sol ini akan tetap
berwujud cair. Sebaliknya jika konsentrasi agar-agar tinggi pada keadaan dingin sol akan
menjadi padat dan kaku. Keadaan seperti ini disebut gel.
b. Pektin
Pektin adalah tepung yang diperoleh dari buah pepaya muda, apel, dan kulit jeruk. Jika
pektin didispersikan di dalam air, terbentuk suatu sol yang kemudian memadat sehingga
membentuk gel. Pektin biasa digunakan untuk pembuatan selai.
c. Gelatin
Gelatin adalah tepung yang diperoleh dari hasil perebusan kulit atau kaki binatang,
misalnya sapi. Jika gelatin didispersikan di dalam air, terbentuk suatu sol yang kemudian
memadat dan membentuk gel. Gelatin banyak digunakan untuk pembuatan cangkang
kapsul. Agar-agar, pektin dan gelatin juga digunakan untuk pembuatan makanan, seperti
jelly atau permen kenyal (gummy candies).
d. Cairan Kanji
Tepung kanji yang dilarutkan di dalam air dingin akan membentuk suatu suspensi. Jika
suspensi dipanaskan akan terbentuk sol, dan jika konsentrasi tepung kanji cukup tinggi, sol
tersebut akan memadat sehingga membentuk gel. Suatu gel terbentuk karena fase
terdispersi mengembang, memadat dan menjadi kaku.
e. Air sungai (tanah terdispersi di dalam medium air).
f. Cat tembok dan tinta (zat warna terdispersi di dalam medium air).
g. Cat kayu dan cat besi (zat warna terdispersi di dalam pelarut organik).
h. Gel kalsium asetat di dalam alkohol.
i. Sol arpus (damar).

j. Sol emas, sol Fe(OH)3, sol Al(OH)3, dan sol belerang.

2. Sistem Koloid Fase Padat-Padat (Sol Padat)

4
Sistem koloid fase pada-padat terbentuk dari fase terdispersi dan fase pendispersi yang
sama-sama berwujud zat padat sehingga dikenal dengan nama sol padat. Lazimnya, istilah
sol digunakan untuk menyatakan sistem koloid yang terbentuk dari fase terdispersi berupa
zat padat di dalam medium pendispersi berupa zat cair sehingga tidak perlu digunakan
istilah sol cair.
3. Sistem Koloid Fase Padat-Gas (Aerosol Padat)
Sistem koloid fase padat-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa padat dan fase
pendispersi berupa gas. Anda sering menjumpai asap dari pembakaran sampah atau dari
kendaraan bermotor. Asap merupakan partikel padat yang terdispersi di dalam medium
pendispersi berupa gas (udara).
4. Sistem Koloid Fase Cair-Gas (Aerosol)
Sistem koloid fase cair-gas terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan fase
pendispersi berupa gas. Contoh sistem koloid ini adalah kabut dan awan. Partikel-partikel
zat cair yang terdispersi di udara (gas) disebut partikulat cair. Contoh aerosol adalah
hairspray, obat nyamuk semprot, parfum (body spray), cat semprot dan lain-lain. Pada
produk-produk tersebut digunakan zat pendorong (propellant) berupa senyawa
klorofluorokarbon (CFC).
5. Sistem Koloid Fase Cair-Cair (Emulsi)
Sistem koloid fase cair-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium
pendispersi yang juga berupa cairan. Campuran yang terbentuk bukan berupa larutan,
melainkan bersifat heterogen. Misalnya campuran antara minyak dan air. Air yang bersifat
polar tidak dapat bercampur dengan minyak yang bersifat nonpolar.
Sistem koloid cair-cair disebut emulsi. Zat penghubung yang menyebabkan pembentukan
emulsi disebut emulgator (pembentuk emulsi). Jadi, tidak ada emulsi tanpa emulgator.
Contoh zat emulgator, yaitu sabun, detergen, dan lesitin. Minyak dan air dapat bercampur
jika ditambahkan emulgator berupa sabun atau deterjen. Oleh karena itu, untuk
menghilangkan minyak yang menempel pada tangan atau pakaian digunakan sabun atau
deterjen, yang kemudian dibilas dengan air.
Susu, air santan, krim, dan lotion merupakan beberapa emulsi yang Anda kenal dalam
kehidupan sehari-hari. Susu murni (dalam bentuk cair) merupakan contoh bentuk emulsi
alami karena di dalam susu murni telah terdapat emulgator alami, yaitu kasein. Di dalam
industri makanan, biasanya susu murni diolah menjadi susu bubuk. Susu bubuk yang
terbentuk menjadi sukar larut dalam air, kecuali dengan menggunakan air panas. Oleh
karena itu, digunakan zat emulgator yang berupa lesitin sehingga susu bubuk tersebut
dapat mudah larut dalam air, sekalipun hanya dengan menggunakan air dingin. Susu bubuk
yang dicampur dengan zat emulgator dikenal dengan istilah susu bubuk instant. Contoh
lain emulsi adalah krim
6. Sistem Koloid Fase Cair-Padat (Emulsi Padat)

Sistem koloid fase cair-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa zat cair dan medium
pendispersi berupa zat padat sehingga dikenal dengan nama emulsi padat. Sebenarnya,
istilah emulsi hanya digunakan untuk sistem koloid fase cair-cair. Jadi, emulsi berarti
sistem koloid fase cair-cair (tidak ada istilah emulsi cair). Contoh emulsi padat, yaitu keju,
mentega, dan mutiara.

7. Sistem Koloid Fase Gas-Cair (Busa)


5
Sistem koloid fase gas-cair terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium
pendispersi berupa zat cair. Jika anda mengocok larutan sabun, akan timbul busa. Di dalam
busa sabun terdapat rongga yang terlihat kosong. Busa sabun merupakan fase gas dalam
medium cair. Contoh-contoh zat yang dapat menimbulkan busa atau buih, yaitu sabun,
deterjen, protein, dan tanin.

8. Sistem Koloid Fase Gas-Padat (Busa Padat)


Sistem koloid fase gas-padat terbentuk dari fase terdispersi berupa gas dan medium
pendispersi berupa zat padat, yang dikenal dengan istilah busa padat, sedangkan dispersi
gas dalam medium cair disebut busa dan tidak perlu disebut busa cair. Di dalam kehidupan
sehari-hari, anda dapat menemui busa padat yang dikenal dengan istilah karet busa dan
batu apung. Pada kedua contoh busa padat ini terdapat rongga atau pori-pori yang dapat
diisi oleh udara.

Secara garis besar, kedelapan jenis sistem koloid tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 1.2
berikut ini.
Tabel 2 Jenis Sistem Koloid dan Contoh-contohnya

Fase Medium
No. Nama Koloid Contoh
Terdispersi Pendispersi
Sol emas, agar-agar, jelly, cat,
1. Padat Cair Sol
tinta, air sungai
2. Padat Gas Aerosol padat Asap, debu padat
3. Padat Padat Sol padat Paduan logam, kaca berwarna
4. Cair Gas Aerosol Kabut, awan
Santan, susu, es krim, krim,
5 Cair Cair Emulsi
lotion, mayonaise
6. Cair Padat Emulsi padat Keju, mentega, mutiara
7. Gas Cair Buih, busa Busa sabun
8. Gas Padat Busa padat Karet busa, batu apung

C. SIFAT DAN PENERAPAN SISTEM KOLOID


Secara fisik, sistem koloid terlihat homogen seperti larutan. Jika anda amati dengan
mikroskop, terlihat adanya perbedaan antara koloid dan larutan karena sistem koloid
sebetulnya bersifat heterogen. Untuk lebih memperjelas perbedaan antara larutan dan
koloid, Anda harus mempelajari sifat-sifat yang dimiliki oleh sistem koloid tersebut.

1. Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerak tidak beraturan, gerak acak atau gerak zig-zag partikel koloid.
Gerak Brown terjadi karena benturan tidak teratur partikel koloid dan medium pendispersi.
Benturan tersebut mengakibatkan partikel koloid bergetar dengan arah yang tidak
beraturan dan jarak yang pendek.
Gerak Brown kali pertama diamati pada 1827 oleh Robert Brown (1773-1858), seorang
ahli Biologi berkebangsaan Inggris pada saat mengamati serbuk sari. Fenomena ini
dijelaskan oleh Albert Einstein (1879-1955) pada 1905. Menurut Einstein, suatu partikel
mikroskopis (hanya dapat diamati dengan mikroskop) yang melayang dalam suatu medium
pendispersi akan menunjukkan suatu gerak acak atau gerak zig-zag. Gerakan ini
disebabkan oleh medium pendispersi yang menabrak partikel terdispersi dari berbagai sisi
dalam jumlah yang tidak sama untuk setiap sisi.

6
Arah gerak partikel koloid bergantung pada jumlah partikel medium pendispersi yang
menabrak. Jika jumlah partikel pendispersi yang menabrak dari arah bawah banyak,
partikel koloid akan bergerak ke atas. Jika jumlah partikel pendispersi yang menabrak dari
kiri bawah banyak, partikel koloid bergerak ke kanan atas. Setiap gerak disertai getaran
karena di sisi lain ada tabrakan dari medium pendispersi, tetapi jumlah molekul medium
pendispersi ini sedikit. Gerak zig-zag akibat tabrakan dari partikel pendispersi
menyebabkan sistem koloid tetap stabil, tetap homogen, dan tidak mengendap.

Apakah gerak Brown juga terjadi pada sistem larutan atau suspensi? Pada larutan, partikel
terdispersi memiliki ukuran yang sangat kecil dan hampir sama dengan ukuran molekul
pendispersi. Gerakan partikel pendispersi bukan terjadi karena ditabrak oleh partikel
pendipersi, melainkan disebabkan oleh gerakan oleh molekul sendiri. Pada suspensi,
ukuran partikel terdispersi sangat besar. Adanya partikel pendispersi yang menabrak tidak
menyebabkan partikel terdispersi bergerak dan tidak menimbulkan getaran. Pada suspensi,
partikel terdispersi banyak dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi sehingga partikel
terdispersi lebih banyak bergerak ke bawah dan membentuk endapan.
2. Efek Tyndall
Jika cahaya dilewatkan ke dalam sistem koloid, cahaya yang melewati sistem koloid
tersebut terlihat lebih terang. Cahaya yang terlihat lebih terang ini disebabkan oleh
terjadinya efek Tyndall. Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel
koloid. Partikel koloid akan memantulkan dan menghamburkan cahaya yang mengenainya
sehingga cahaya akan terlihat lebih terang. Jika kemudian cahaya ini ditangkap layar,
cahaya pada layar tersebut tampak buram .

3. Adsorpsi

Partikel koloid mampu menyerap molekul netral atau ion-ion pada permukaannya. Jika
partikel koloid menyerap ion bermuatan, kemudian ion-ion tersebut menempel pada
permukaannya, partikel tersebut menjadi bermuatan. (Perhatikan gambar di samping).
Sol Fe(OH)3 mampu mengadsorpsi ion-ion H+ sehingga sol Fe(OH)3 menjadi bermuatan
positif. Sol As2S3 mampu mengadsorpsi ion-ion S2- sehingga sol As2S3 menjadi bermuatan
negatif. Penyerapan yang hanya terjadi di permukaan saja disebut adsorpsi, sedangkan
penyerapan yang terjadi di seluruh bagian disebut absorpsi.

Muatan dalam partikel koloid bukan disebabkan oleh ionisasi partikel seperti pada larutan,
melainkan disebabkan oleh adanya ion lain yang diadsorpsi. Sifat adsorpsi partikel koloid
digunakan pada proses-proses berikut.
a. Penjernihan Air

Pada air sungai (air sungai merupakan suatu sistem koloid), tanah yang terdispersi dapat
diendapkan dengan penambahan tawas (Kal(SO4)2) atau larutan PAC (Poly Alumuinium
Chloride). Kedua zat ini dapat membentuk koloid Al(OH)3 mengadsorpsi pengotor di
dalam air, menggumpalkan, dan mengendapkannya sehingga air menjadi jernih.
b. Penghilangan Kotoran pada Proses Pembuatan Sirup

Kadang-kadang gula masih mengandung pengotor sehingga jika dilarutkan di dalam air,
pengotor tersebut akan tampak dan larutan tidak jernih. Pada industri pembuatan sirup,
untuk menghilangkan pengotor ini biasanya digunakan putih telur. Setelah gula larut,
sambil diaduk ditambahkan putih telur tersebut menggumpal dan mengadsorpsi pengotor.
Selain putih telur, dapat juga digunakan zat lain, seperti tanah diatomae atau arang aktif.

7
c. Proses Menghilangkan Bau Badan

Pada produk roll on deodorant, digunakan adsorben (zat yang akan mengadsorpsi) berupa
Al-stearat. Jika deodorant digosokkan pada anggota badan, Al-stearat mengadsorpsi
keringat yang menyebabkan bau badan.
d. Penggunaan Arang Aktif
Arang aktif merupakan contoh adsorben yang dibuat dengan memanaskan arang dalam
udara kering. Arang aktif memiliki kemampuan untuk menyerap berbagai zat. Obat norit
(obat sakit perut) mengandung zat arang aktif yang berfungsi menyerap berbagai zat dan
racun dalam usus. Arang aktif ini juga digunakan pada topeng gas, lemari es (untuk
menghilangkan bau), dan rokok filter (untuk mengikat asap nikotin dan tar).

4. Koagulasi
Telur direbus hingga membeku, penggumpalan susu yang basi, dan pembentukan delta
pada muara sungai merupakan contoh-contoh proses koagulasi. Koagulasi adalah
penggumpalan partikel koloid yang terjadi karena kerusakan stabilitas sistem koloid atau
karena penggabungan partikel koloid yang berbeda muatan sehingga membentuk partikel
yang lebih besar. Koagulasi dapat terjadi karena pengaruh pemanasan, pendinginan,
penambahan elektrolit, pembusukan, pencampuran koloid yang berbeda muatan, atau
karena elektroforesis. Koloid Fe(OH)3 yang bermuatan positif jika dicampur dengan koloid
As2S3 yang bermuatan negatif akan mengalami koagulasi. Koagulasi terjadi karena setiap
partikel koloid yang memiliki muatna yang berlawanan saling menetralkan dengan gaya
elektrostatik hingga membentuk partikel besar dan menggumpal.

Elektroforesis dapat menyebabkan koagulasi karena endapan pada salah satu elektrode
semakin lama semakin pekat, dan akhirnya membentuk gumpalan. Berikut beberapa proses
koagulasi yang sengaja dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Perebusan Telur

Telur mentah merupakan suatu sistem koloid dengan fase terdispersi berupa protein. Jika
telur tersebut direbus akan terjadi koagulasi sehingga telur tersebut menggumpal.
b. Pembuatan Yoghurt

Susu dapat diubah menjadi yoghurt melalui fermentasi. Pada fermentasi susu akan
terbentuk asam laktat yang menggumpal dan berasa asam.
c. Pembuatan Tahu

Pada pembuatan tahu dari kedelai, mula-mula kedelai dihancurkan sehingga keedelai
berbentuk bubur kedelai (seperti susu). Kemudian, ditambahkan larutan elektrolit, yaitu
CaSO4.2H2O yang disebut batu tahu sehingga protein kedelai menggumpal dan
membentuk tahu.
d. Pembuatan Lateks

Lateks terbuat dari getah karet, salah satu sistem koloid. Pada pembuatan lateks, getah
kerat digumpalkan dengan penambahan asam asetat atau asam format.
e. Penjernihan Air Sungai

Air sungai mengandung padatan lumpur yang terdispersi di dalam air (sol). Sol tanah liat
dalam air sungai memiliki muatan negatif sehingga dapat diendapkan dengan penambahan
tawas atau PAC. Di dalam air sungai tawas atau PAC membentuk koloid Al(OH) 3 yang
8
bermuatan positif. Pengendapan terjadi karena koagulasi koloid yang bermuatan negatif
dengan koloid yang bemuatan positif.

f. Pembentukan Delta
Delta terbentuk dari hasil pencampuran air sungai yang mengandung koloid tanah liat dan
elektrolit yang berasal dari air laut. Pencampuran tersebut menyebabkan terjadinya
koagulasi sehingga terbentuk delta.
g. Pengolahan Asap Atau Debu
Asap dan debu yang dihasilkan dari suatu proses industri dapat mencemari udara di
sekitarnya. Asap dan debu merupakan sistem koloid zat padat dalam medium pendispersi
gas (udara). Padatan dalam asap atau debu dapat diendapkan menggunakan alat Cotrell.

Asap dan debu dilewatkan melalui cerobong yang di dalamnya terdapat ujung-ujung
elektrode bermuatan dengan bertegangan antara 20.000 V hingga 75.000 V. Elektrode
mengakibatkan asap dan debu tersebut menjadi bermuatan. Selanjutnya, partikel asap dan
debu akan tertarik pada elektrode yang lainnya dan mengendap. Endapan yang terbentuk
dipisahkan secara berkala sehingga gas-gas yang keluar dari cerobong sudah terbebas dari
partikel padatan yang berbahaya.
5. Koloid Liofil dan Koloid Liofob
Sistem koloid sol (zat padat dalam medium pendispersi cair) dapat bersifat liofil (dalam
bahasa Yunani lyo = cairan, philia = suka) dan ada juga bersifat liofob (Yunani: phobia =
tidak suka, takut). Pada sol yang bersifat liofil, zat terdispersi dapat menarik atau mengikat
medium pendispersi. Pada sol yang bersifat liofob, zat terdispersi tidak dapat mengikat
medium pendispersinya (air).
Pada koloid liofil, pengikatan medium pendispersi disebabkan oleh gaya tarik-menarik
(berupaya gaya elektrostatik) pada setiap gugus ujung molekul terdispersi. Sebagai
gambaran, jika satu sendok agar-agar padat dicampur dengan beberapa gelas air, setiap
penambahan air pada koloid agar-agar akan menyebabkan air terserap. Molekul-molekul
air akan diikat setiap gugus yang terdapat pada permukaan padatan agar-agar sehingga
struktur agar-agar mengembang.
Agar-agar sangat mudah menarik medium pendispersinya (air). Koloid liofil terlihat
homogen, stabil, tidak tampak adanya medium pendispersi, lebih kental, dan membentuk
gel. Contoh koloid liofil, yaitu agar-agar, koloid kanji, cat, lem, gelatin, protein (putih
telur), dan tinta warna. Jika medium pendispersi pada suatu koloid liofil adalah air, koloid
tersebut disebut koloid hidrofil.

6. Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah suatu sistem koloid yang ditambahkan pada sistem koloid lainnya
agar diperoleh koloid yang stabil. Contoh koloid pelindung adalah gelatin yang merupakan
koloid padatan dalam medium air. Gelatin biasa digunakan paa pembuatan es krim untuk
mencegah pembentukan kristal es yang kasar sehingga diperoleh es krim yang lebih
lembut.
7. Dialisis
Dialisis adalah proses penyaringan partikel koloid dari ion-ion yang teradsorpsi sehingga
ion-ion tersebut dapat dihilangkan dan zat terdispersi terbebas dari ion-ion yang tidak
diinginkan.
9
Pada proses dialisis, koloid yang mengandung ion-ion dimasukkan ke dalam kantung
penyaring, kemudian dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air). Ion-ion dapat keluar
melewati penyaring sehingga partikel koloid terbebas dari ion-ion. Kantung penyaring
merupakan selaput semipermeabel yang hanya dapat dilewati ion dan air, tetapi tidak dapat
dilewati partikel koloid.

Proses dialisis juga terjadi dalam metabolisme tubuh. Ginjal berfungsi sebagai penyaring
semipermeabel. Cairan hasil metabolisme di dalam darah mengandung butir-butir darah,
air, dan urea. Urea merupakan racun bagi tubuh sehingga harus dikeluarkan melalui air
seni. Jika ginjal mengalami gangguan (gagal ginjal), ginjal tidak dapat menyaring darah
dan mengeluarkan urea yang bersifat racun. Oleh karena itu, penderita gagal memerlukan
proses “cuci darah”, yaitu proses dialisis yang berfungsi menghilangkan urea dari darah.
Oleh karena itu, sudah sepatutnyalah kita mensyukuri kesehatan ginjal kita.

8. Sistem Koloid dalam Pengolahan Air


Air sungai merupakan koloid yang terbentuk dari tanah liat yang terdispersi di dalam air.
Pengolahan air sungai menjadi bersih dapat dilakukan melalui tahap-tahap penggumpalan
pengotor (koagulasi), penyaringan pengotor, penyerapan bau dan zat kimia (adsorpsi), dan
pembasmian kuman (desinfeksi).
a. Penggumpalan
Proses penggumpalan (koagulasi) dilakukan dengan menggunakan tawas (Kal(SO4)2), PAC
(Poly Alumunium Chloride), dan Al2(SO4)3.

Senyawa-senyawa tersebut dapat menghasilkan koloid Al(OH)3 yang akan mengadsorpsi


pengotor tanah dan menggumpalkannya sehingga terbentuk endapan.
b. Proses Penyaringan

Setelah terjadi penggumpalan, kemudian dilakukan proses penyaringan menggunakan


penyaring. Penyaring terdiri atas lapisan pasir, kerikil, dan ijuk.
c. Proses Adsorpsi

Adsorpsi atau penyerapan kotoran menggunakan koloid Al(OH)3 terjadi pada tahap awal.
Jika terdapat ion Fe2+, ion tersebut terlebih dahulu dioksidasi menjadi ion Fe3+
menggunakan kaporit. Setelah itu baru proses adsorpsi dapat dilakukan menggunakan
Al(OH)3. Proses adsorpsi juga dilakukan dengan menggunakan karbon aktif yang dapat
menyerap bau dan zat-zat kimia, seperti besi dan sisa kaporit yang berlebih.
d. Proses Desinfeksi
Penambahan kaporit bertujuan membunuh kuman-kuman. Kaporit juga berperan sebagai
oksidator, dapat ditambahkan sebelum penggumpalan. Kaporit ini menimbulkan bau unsur
klorin yang kurang sedap sehingga digunakan karbon aktif untuk menyerap klorin tersebut.

Secara sederhana, bagan proses pengolahan air dapat digambarkan sebagai berikut. s
D. PEMBUATAN KOLOID
Anda telah mengetahui bahwa ukuran partikel terletak di antara ukuran partikel larutan dan
ukuran partikel suspensi. Oleh karena itu, pembuatan koloid dapat dilakukan dengan dua
cara. Pertama, menggabungkan molekul atau ion dari larutan (cara kondensasi). Kedua,
menghaluskan partikel suspensi, kemudian didispersikan ke dalam suatu medium
pendispersi (cara dispersi).
1. Cara Kondensasi

10
Cara kondensasi dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, reaksi
hidrolisis, reaksi penggaraman, dan reaksi penjenuhan.
a. Reaksi Redoks
Reaksi redoks merupakan reaksi pembentukan partikel koloid melalui mekanisme
perubahan bilangan oksidasi.
Perhatikan contoh-contoh berikut.
1) Pembuatan sol belerang dengan mengalirkan gas hidrogen sulfida (H 2S) ke dalam
larutan belerang dioksida (SO2).
2H2S (g) + SO2(aq) → 3S(s) + 2H2O(l)
2) Pembuatan sol emas dengan cara meraksikan larutan AuCl3 dan zat pereduksi
formaldehid atau besi (II) sulfat.
2AuCl(aq) + 3HCOH(aq) + 3H2O(l) → 2Au(s) + 6HCl (aq) + 3HCOOH(aq)
atau

AUCl3(aq) + 3FeSO4(aq) → Au(s) + Fe2(SO4)3(aq) + FeCl3 (aq)


b. Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis merupakan reaksi pembentukan koloid dengan menggunakan pereaksi air.
Misalnya, pembuatan sol Al(OH)3 dan sol Fe(OH)3.
1) Pembuatan sol Al(OH)3 dari larutan AlCl3, Al2(SO4)3, PAC atau tawas.
AlCl3(aq) + 3H2O(l) → Al(OH)3(s) + 3HCl(aq)
2) Pembuatan sol Fe(OH)3 dari larutan FeCl3 dengan air panas.

FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)


c. Reaksi Penggaraman
Garam-garam yang sukar larut dapat dibuat menjadi koloid melalui reaksi pembentukan
garam. Untuk menghindari pengendapan biasanya digunakan suatu zat pemecah.
AgNO3(aq) + NaCl(aq) → AgCl(s) +NaNO3(aq)

Na2SO4(aq) + Ba(NO3)2(aq) → BaSO4(s) + 2NaNO3(aq)


2. Cara Dispersi

Pembuatan koloid dengan cara dispersi dilakukan dengan cara mengubah partikel kasar
(besar) menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan melalui cara mekanik
(penggerusan), cara busur Bredig, dan cara peptisasi (pemecahan).
a. Cara Mekanik

Cara mekanik merupakan cara fisik mengubah partikel kasar menjadi partikel halus.
Partikel kasar digiling dengan alat coloid mill sehingga diperoleh ukuran partikel yang
diinginkan. Selanjutnya, partikel halus ini didispersikan ke dalam suatu medium
pendispersi. Proses penggilingan dapat juga dilakukan di dalam medium pendispersi.
b. Cara Busur Bredig

Proses pembuatan koloid dengan cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam.
Pada proses ini, logam yang akan dibuat sol digunakan sebagai elektrode dihubungkan
dengan arus listrik. Uap logam yang terjadi akan terdispersi ke dalam medium pendispersi
sehingga membentuk koloid.
c. Cara Peptisasi

Pada cara peptisasi, partikel kasar berupa endapan diubah menjadi partikel koloid dengan
menggunakan elektrolit yang mengandung ion sejenis zat pemecah. Berikut ini contoh-
contoh peptisasi.
1) Endapan Al(OH)3 dipeptisasi dengan AlCl3,
11
2) Endapan NiS dipeptisasi dengan air, dan

3) Serat selulosa asetat dipeptisasi dengan aseton.


d. Cara Homogenisasi
Cara ini mirip dengan cara mekanik dan biasanya digunakan untuk membuat emulsi.
Dengan cara ini, partikel lemak dihaluskan, kemudian didispersikan ke dalam medium air
dengan penambahan emulgator. Selanjutnya, emulsi yang terbentuk dimasukkan ke dalam
alat homogenizer. Caranya dengan melewatkan emulsi pada pori-pori dengan ukuran
tertentu sehingga diperoleh emulsi yang homogen.

12
DAFTAR PUSTAKA

Nana Sutresna, 2007. Cerdas Belajar Kimia Kelas XI.Grafindo:Bandung.

13

Anda mungkin juga menyukai