DISPERSI KASAR
DOSEN PENGAMPU:
Laela Febriana, M. Farm
DISUSUN OLEH:
Faruq As’ad Thohir
202208058
I. TUJUAN
Mahasiswa mampu mengetahui dispersibilitas suatu zat dalam pelarut air dengan
menggunakan suspensing agent pada berbagai konsentrasi.
Vu
F=
Vo
Derajat flokulasi adalah rasio volume akhir sedimen sediaan suspense flokulasi (Vu)
dengan volume akhir sedimen sediaan suspense deflokulasi (Voc)
Vu
derajat flokulasi=
Voc
(Taufik, 2009).
Viskometer Brookfield. Pada viscometer ini nilai viskositas didapatkan dengan
mengukur gaya puntir sebuah rotor silinder (spindle) yang dicelupkan ke dalam
sample. Viskometer Brookfield memungkinkan untuk mengukur viskositas dengan
menggunakan teknik dalam viscometry. Alat ukur kekentalan (yang juga dapat
disebut viscosimeters) dapatmengukur viskositas melalui kondisi aliran berbagai
bahan sampel yang diuji. Untuk dapat mengukur viskositas sampel dalam viskometer
Brookfield, bahan harus diam didalam wadah sementara poros bergerak sambil
direndam dalam cairan. (Atkins 1994)
Pada metode ini sebuah spindle dicelupkan ke dalam cairan yang akan diukur
viskositasnya. Gaya gesek antara permukaan spindle dengan cairan akan menentukan
tingkat viskositas cairan. Sebuah spindle dimasukkan ke dalam cairan dan diputar
dengan kecepatan tertentu. Bentuk dari spindle dan kecepatan putarnya inilah yang
menentukan Shear Rate. Oleh karena itu untuk membuat sebuah hasil viskositas
dengan methode pengukuran Rotational harus dipenuhi beberapa hal sebagai berikut:
a. Jenis Spindle
b. Kecepatan putar Spindle
c. Type Viscometer
d. Suhu sample
e. Shear Rate (bila diketahui)
f. Lama waktu pengukuran (bila jenis sample-nya Time Dependent).
(Sukardjo. 1997)
Viskometer Brookfield merupakan salah satu viscometer yang menggunakan
gasing atau kumparan yang dicelupkan kedalam zat uji dan mengukur tahanan gerak
dari bagian yang berputar. Tersedia kumparan yang berbeda untuk rentang kekentalan
tertentu, dan umumnya dilengkapi dengan kecepatan rotasi. (FI IV,1038). Prinsip
kerja dari viscometer Brookfield ini adalah semakin kuat putaran semakin tinggi
viskositasnya sehingga hambatannya semakin besar. (Moechtar,1990)
1. Mortir – Stamper
4. Pipet Tetes
5. Spatula Logam
6. Sendok Tanduk
7. Batang Pengaduk
8. Pemanas Listrik
9. Viskometer Rotasi
1. Aquadest
2. CMC Na 1 %
3. CMC Na 2 %
4. CMC Na 3 %
5. CMC Na 4 %
6. CMC Na 5 %
7. CMC Na 6 %
8. Parasetamol
5) Gerus secara perlahan dengan menambahkan sisa aquades sedikit demi sedikit
sambil terus digerus sampai homogen
7) Jika sudah terbentuk tekstur seperti gel, maka suspensi sudah jadi
3) Berhentikan ketika viskometernya sudah berotasi minimal tiga kali dan catat
berapa kali viskometernya berotasi
V. HASIL
a. Volume Awal – Akhir dan Stabilitas Dispersi
1 % 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 1 ml 1 ml 1 ml
3 % 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 1 ml 1 ml 1 ml
4 % 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 1 ml 1 ml 1 ml
5 % 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 1 ml 1 ml 1 ml
6 % 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 60 ml 1 ml 1 ml 1 ml
b. Viskositas Dispersi
Kecepatan Banyaknya Spindle
% Faktor rpm Viskositas
(rpm) Berputar
VI. PERHITUNGAN
c) CMC Na 3 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
d) CMC Na 4 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
e) CMC Na 5 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
f) CMC Na 6 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
30 Menit
a) CMC Na 1 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
b) CMC Na 2 %
Vu 59 ,5 ml
F = = = 1 ml
Vo 59 ,5 ml
c) CMC Na 3 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
d) CMC Na 4 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
e) CMC Na 5 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
f) CMC Na 6 %
Vu 60 ml
F = = = 1 ml
Vo 60 ml
d. CMC Na 4 %
η = Hasil dial reading × Faktor rpm
η = 47 × 2000
η = 94.000 mPas
e. CMC Na 5 %
η = Hasil dial reading × Faktor rpm
η = 46,5 × 2000
η = 93.000 mPas
f. CMC Na 6 %
η = Hasil dial reading × Faktor rpm
η = 86 × 2000
η = 172.000 mPas
VII. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini akan dilakukan percobaan mengenai sistem dispersi.
Percobaan kali ini dilakukan bertujuan untuk mengamati sedimentasi dari suspensi
yang dibuat, yaitu campuran dari aquades, parasetamol, serta CMC-Na sebagai
suspensing atau surfaktan. Selain mengamati sedimentasi, akan diamati juga proses
redispersibilitas dari emulsi ini. Penentuan viskositas ini ditentukan menggunakan alat
viskotmeter. Viskometer yang digunakan adalah Viskometer Brookfield. Prinsip dari
alat ini yaitu rotasi dengan mengkombinasikan setting spindle dan kecepatan putar
spindle.
Untuk mengamati proses sedimentasi ini, dibuat terlebih dahulu kedua sample
yang akan digunakan. Pada sampel pertama, yang merupakan campuran dari minyak
dan aquadest yang tidak saling bercampur ini membentuk 2 fase atau lapisan.Pada
lapisan bawah terdapat air, sedangkan pada bagian atas minyak. Kedua lapisan ini
sangat jelas terlihat. Hal ini disebabkan karena adanya gaya kohesi antara molekul
tiap cairan yang memisah lebih besar daripada gaya adhesi antara kedua cairan
tersebut.
Langkah awal yakni spindle dipasang pada gantungan spindle untuk mengukur
kecepatan geser (shearing stress) dari suatu larutan. Larutan yang akan diukur
ditempatkan pada gelas beker. Turunkan spindle sedemikian rupa pada cairan tadi
sehingga batas spindle tercelup ke dalam cairan tanpa menyentuh dasar maupun
dinding dari gelas beker karena jika spindel menyentuh dasar akan terjadi gesekan
yang akan memberi gaya yang menghambat perputaran spindle dan dapat merusak
alat. Hal ini menyebabkan pengukuran menjadi kurang tepat. Kontrol kecepatan pada
alat diatur mulai dari kecepatan terendah yaitu 20 rpm, pengujian dilakukan sebanyak
3 kali putaran. Viskositas dapat diukur pada saat spindle mulai berputar, maka pada
penampang alat akan terlihat harga viskositas zat dalam cP (centipoises). Harga dari
viskositas akan muncul jika persentase skala yang muncul ≥ 0. Jika skala tidak
menunjukkan angka atau menampilkan angka negatif berarti alat tersebut tidak
mampu mengukur viskositas sampel pada kecepatan yang telah ditentukan karena
viakositas terlalu besar atau kecepatan gerak spindle terlalu kecil.
Pengukuran dengan viskometer ini menggunakan spindle 7. Berdasarkan
percobaan yang telah dilakukan pada spindle 7 pada kecepatan (rpm) 20 diperoleh
hasil 41.000 cP; 22.000 cP ; 24.000 cP; 94.000 cP; 93.000 cP, dan 172.000 cP.
Adapun faktor kesalahan dalam percobaan ini yaitu karena kurang teliti dalam
mengukur sampel, kurang sterilnya alat yang digunakan, penggunaan spindle yang
tidak sesuai dengan tingkat viskositas sampel.
Pembuatan suspensi dibuat dengan menggunakan emulgator berupa CMC-Na
yang dikembangakan dengan metode gom kering, yaitu dengan menaburkan CMC-Na
pada aquades yang telah dipanaskan, kemudian digerus ambil ditambahakan
parasetamol sedikit demi sedikit hingga 200ml.
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang suka air
(hidrofilik) dan gugus non polar (lipofilik). Dari kedua sifat yang dimiliki surfaktan
ini, maka surfaktan dapat meurunkan tegangan permukaan antar keduanya sehingga
dapat mempersatukan kedua senyawa tersebut.
Fenomena sedimentasi ini terjadi karena partikel-partikel di dalam suspensi ini
memiliki kecenderungan untuk bergabung (bersatu). Kecenderungan ini disebabkan
karena gaya van der Waals yang lemah membentuk suatu gumpalan yang lunak dan
ringan. Dalam mengamati proses ini, diketahui bahwa flokulat cenderung unutk jatuh
bersama-sama, menghasilkan suatu batas yang nyata antara endapan dan cairan.
Selain pengukuran viskositas menggunakan viskometer Brookfield, selanjutnya
mengamati sedimentasi yaitu dengan memasukkan suspensi ke dalam gelas ukur
hingga 60 ml. Kemudian dengan menggunakan stopwatch dihitung waktu yang
diperlukan sampel suspensi untuk mencapai dasar gelas ukur. Dari percobaan yang
telah dilakukan, suspensi sama sekali tdak turun yang waktu redispersibilitas suspensi
tidak dapat diketahui.
Dalam pembentukan sedimentasi, ada parameter seperti derajat flolukasi dan
nilai sedimentasi. Nilai sedimentasi ini merupakan perbandingan antara volume akhir
endapan terhadap volume awal suspensi. Nilai sedimentasi ini berada pada rentang 0,
dan lebih dari 0.
Apabila nilai sedimentasi adalah sama dengan 0 maka produk emulsi atau
suspesi tersebut berada dalam kesetimbangan flokulasi dan menunjukkan tidak
adanya supernata jernih pada pendiaman. Oleh karena itu secara farmasetis dapat
diterima.
Apabila nilai sedimentasi lebih dari 0 berarti volume akhir dari endapan lebih
besar dari volume suspensi awal. Hal ini terjadi karena flokulat yang terbentuk dalam
suspense adalah sebegitu longgar dan lunak sehingga volume yang dapat dicapai lebih
besar dari volume suspensi awal.
Sedimentasi yang baik adalah sedimentasi dimana nilai sedimentasi tersebut
mendekati 0. Dengan membandingkan antara literatur dengan nilai sedimentasi yang
didapatkan dari hasil percobaan yaitu ada yang 1 ml dan 0,9 ml, maka suspensi yang
terbentuk jauh dari kata baik dan cenderung tidak stabil. Hal ini dilihat dari
pembentukkan sedimen yang kurang constant.
VII. KESIMPULAN
1. Hasil viskositas yang di dapat adalah 41.000 cP; 22.000 cP ; 24.000 cP;
94.000 cP; 93.000 cP, dan 172.000 cP.
2. Volume stabilitas pada :
0 menit adalah 1 ml
15 menit adalah 1 ml dan 0,9 ml
30 menit adalah 1 ml
DAFTAR PUSTAKA
Lachman, Leon. 1994.Teori dan Praktek Farmasi Industri. Jilid III.Edisi III. Jakarta:
Penerbit Universitas Indonesia.
Ditjen POM . 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI,.
Roth, Hermann, J . 1988 . Analisis Farmasi . Yogyakarta : UGM-Press
Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 2008. Farmasi Fisika 2 Edisi Ketiga .
Jakarta : UIPress.
Basri, S.2003. “Kamus Lengkap Kimia”. Jakarta:Rineka Cipta.
Bird, T. 1994. Kimia Fisik untuk Universitas”. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama..
Daintith, J.1994.” Kamus Lengkap Kimia”. Edisi Baru. Alih Bahasa : Suminar
Achmadi, Ph.D. Jakarta : Erlangga..
Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Jakarta : Gaya Baru.
Shargel, Leon, dan Andrew B.C.Y.U. 1988. Biofarmasi dan Farmakokinetika Terapan.
Edisi II. Penerjemah Dr. Fasich, Apt. dan Dra. Siti Sjamsiah, Apt. Surabaya :
Airlangga University Press..
Voigt, 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada Press. .
Gennaro, A. R., et all., 1990, Remingto’s Pharmaceutical Sciensces, Edisi 18th, Marck
Publishing Company, Easton, Pensylvania
Ansel., 1989., “Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi”., UI Press., Jakarta.
Atkins., 1997., “Kimia Fisika”., Erlangga., Jakarta.
Kosman, R., 2005 “ Farmasi Fisika”., UMI., Makassar
Martin et al. 2009. Farmasi Fisik Edisi Ketiga Jilid II. Jakarta: UI Press
Martin et al. 1990. Farmasi Fisika : Dasar-dasar Kimia Fisik dalam ilmu Farmasetik.
Jakarta : Universitas Indonesia
Sumardjo, D. 2009. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran.
Jakarta: EGC
Sutresna, N. 2007.Cerdas Belajar Kimia. Bandung: Grafindo Media Pratama
Syamsuni, H. A.. 2007. Ilmu Resep. Jakarta: EGC
LAMPIRAN