Anda di halaman 1dari 64

PENDAHULUAN

Pendekatan bioteknologi modern dapat menjadi solusi alternatif dalam mengatasi


keterbatsan yang ditemui pada persilangan seksual yaitu melalui teknik hibridisasi somatic atau
yang biasa disebut fusi protoplas. Hibridisasi somatik adalah teknik persilangan untuk
menghasilkan hibrida melalui fusi sel. Hibridisasi somatik dapat terjadi secara buatan melalui
dua cara yaitu secara kimiawi seperti perlakuan dengan sodium nitrat, ion kalsium, polietilen
glikol (PEG) atau menggunakan medan listrik seperti mikorofusi dan elekrtofusi dalam
mengatasi hambatan persilangan.
Hibridisasi somatik membuka peluang untuk menciptakan hibrid tanaman yang tidak
mungkin diperoleh melalui persilangan biasa (sebagai akibat adanya halangan taksonomi atau
seksual). Hibridisasi somatik dapat digunakan sebagai teknologi alternatif pengganti perlakuan
kolkisin untuk mendapatkan tanaman tetraploid. Teknologi fusi protoplas berpotensi
memperbaiki sifat-sifat genetik dari tanaman-tanaman yang memiliki arti penting secara
ekonomi. Akan tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa fusi protoplas akan menggantikan teknik
pemuliaan secara konvensional, namun lebih tepat bila dikatakan sebagai pelengkap program
pemuliaan tanaman.
Fusi protoplas memiliki potensi penerapan yang besar dalam pemuliaan tanaman. Akan
tetapi hibridisasi somatik sangat bermanfaat bila diterapkan untuk mengatasi inkompatibilitas
seksual. Hambatan yang utama adalah sulitnya meregenerasikan produk fusi dan seringkali
tanaman yang dihasilkan memiliki tingkat fertilitas yang rendah.
Nama : Istiqomah
NIM : 23020220140135

TEKNIK ISOLASI DAN KULTUR PROTOPLAS TANAMAN PADI

Tujuan : Untuk mendapatkan metode isolasi, kultur dan fusi protoplas antara padi liar (Oryza
officinalis) dan padi budidaya jenis (Oryza sativa)

Pada tabel 1 dapat diketahui bahwa metode isolasi dan purifikasi protoplas padi varietas
IR64 dan padi liar (O. Officinalis) masing-masing bersumber dari jaringan daun dan kalus.
Berdasarkan konsentrasi enzim selulase yang dapat diketahui bahwa protoplas dari jenis O.
Sativa memiliki tingkat keberhasilan dan densitasnya lebih tinggi dibandingkan dengan O.
Officinalis. Pada pemakaian komposisi selulose 2% pada sumber protoplas dari daun maupun
kalus dari jenis padi IR64 tidak menunjukkan perbedaan cukup nyata terhadap densitas
protoplas yang dihasilkan. Penggunaan selulase 1% dari sumber protoplas daun padi liar tidak
menghasilkan protoplas, sedangkan penggunaan selulase 2% hanya menghasilkan densitas
sangat rendah. Penggunaan konsentrasi selulase 3% hanya dicoba pada sumber protoplas kalus
yang menunjukkan pada konsentrasi selulase 3% protoplas mengalami proses plasmolisis
sehingga sel-sel nya pecah.
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa dari beberapa perlakuan yang dicobakan pada
protoplas padi liar dan IR64 dapat bertahan hidup sampai hari ketujuh pada media dasar MS
dengan penambahan sukrosa 1% + manitol 5 M + 2,4-D 0,5 mg/l + kinetin 0,3 mg/l dalam
bentuk fisik cair. Protoplas yang ditanam pada media dasar MS + manitol 0,4 mM + BA 2 mg/l
+ zeatin 0,1-1 mg/l + agarose 0,8 g/l (semi padat) atau 2 g/l (padat) menunjukkan bahwa kedua
jenis protoplas masih utuh sampai hari ke – 3, akan tetapi setelah itu pecah sedikit demi sedikit
hingga pada hari ke-7 semua protoplas pecah. Hal ini diduga karena belum cocoknya komposisi
media dengan protoplas sehingga terjadi plasmolisis. Protoplas yang ditanam pada media dasar
MS dan N6 yang ditambah dengan glukosa 0,3% dan sukrosa 4% dengan kondisi fisik padat
dan cair menunjukkan bahwa setelah dilakukan pengamatan selama satu minggu belum
memberikan respon pertumbuhan protoplas yang dikulturkan, baik IR64 dan padi liar sehingg
belum memberikan hasil yang optimal. Penanaman protoplas yang dilakukan pada media dasar
MS dalam bentuk cair dengan penambahan sukrosa 1% dan manitol 5 M yang ditambah dengan
2,4-D 0,5 mg/l dan kinetin 0,3 mg/l dan AgNO3 3 mg/l . dapat menyebabkan pembelahan sel
terjadi hanya pada varietas IR64 yang ditanam pada media yang mengandung AgNO 3 dengan
intensitas yang rendah. Penambahan AgNO3 dapat menghambat senyawa etilen sehingga dapat
meningkatkan jumlah koloni yang terbentuk dari kultur protoplas.
Nama : Almira Livia
NIM : 23020220130101

ANALISIS POLA SEGREGASI DNA GENOM KLOROPLAS HASIL


HIBRIDISASI SOMATIK TANAMAN KENTANG MENGGUNAKAN TEKNIK
RAPD (RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA)

Pendahuluan

Keragaman fenotipik di lapang terjadi pada tanaman hibrida somatik kentang


hasil hibridisasi somatik antara S. tuberosum cv. BF-15 dan spesies liarnya S.
stenotomum, seperti yang dapat dilihat pada jumlah umbi per tanaman maupun bobot
umbi pertanaman. Untuk mempelajari pola segregasi genom kloroplas dan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara keragaman fenotipik di lapang dengan pola
segregasi kloroplas hasil fusi BF-15 + S.stenotomum, maka dilakukan percobaan untuk
mengidentifikasi tipe kloroplas pada masing-masing tanaman hibrida somatiknya.
Informasi yang diperoleh dari percobaan ini diharapkan dapat digunakan untuk
membantu menyeleksi tanaman hibrida somatik yang memiliki potensi produksi yang
tinggi, serta memiliki sifat ketahanan terhadap hama penyakit. Penelitian ini dilakukan
dengan melakukan amplifikasi PCR mengguna kan primer spesifik untuk bagian
tertentu dari genom kloroplas.

Hasil dan Pembahasan

Hasil amplifikasi PCR dengan primer rbcL dan ORF106 pada DNA tetua fusi
sebagai cetakan (template) menunjukkan bahwa selain fragmen berukuran 3,2 kb yang
dihasilkan oleh primer spesifik tersebut, juga terdapat fragmen berukuran 1,2 kb.
Fragmen dengan ukuran sekitar 3,2 kb muncul pada semua sampel yang dianalisis dan
menunjukkan bahwa tidak terdapat variasi antara setiap tetua fusi, hal ini berarti pula
bahwa bagian tertentu dari DNA kloroplas yang dijadikan target dapat teramplifikasi
secara benar. Sedangkan fragmen dengan ukuran sekitar 1,2 kb hanya muncul pada
sampel BF-15, S.phureja, Aminca, Cardinal, Nicola, tetapi tidak muncul pada S.
stenotomum.
Hasil analisis RAPD genom kloroplas pada tetua fusi dan hasil hibridisasi
somatiknya, menunjukkan bahwa pola segregasi genom kloroplas pada tanaman
kentang hasil hibridisasi somatik bersifat acak, dimana dari 10 tanaman hibrida somatik
antara BF-15 dan S. phureja terdapat dua nomor individu yang identik dengan genom
kloroplas BF-15 dan delapan nomor individu yang identik dengan genom kloroplas S.
phureja. Demikian pula terjadi pada hibridisasi somatik antara BF-15 dan S.
stenotomum, sebagian tanaman hasil hibridisasi somatiknya mengikuti tipe kloroplas
tetua BF-15 dan sebagian lainnya mengikuti tipe kloroplas tetua S. Stenotomum.
Berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tanaman kentang
hasil hibridisasi somatik, hanya satu tipe genom kloroplas tetua yang bartahan dan yang
lainnya akan mengalami kejadian sorting out. Selain itu, diketahui pula bahwa genom
kloroplas tanaman kentang hasil hibridisasi somatik tidak mengalami rekombinasi dan
rearrangement, karena pola pita DNA kloroplas tanaman hasi hibridisasi somatiknya
semuanya identik dengan pola pita DNA kloroplas tetuanya.
Kesimpulan

Amplifikasi genom kloroplas pada semua tetua fusi menggunakan primer rbcL
dan ORF106 dengan PCR menghasilkan fragmen DNA berukuran 3,2 kb.Analisis
RFLP pada fragmen 3,2 kb menggunakan enzim restriksi RsaI dan HhaI pada semua
sampel tetua fusi yang digunakan menghasilkan pola pita yang bersifat monomorfik.
Metode analisis RFLP pada fragmen DNA berukuran 3,2 kb hasil amplifikasi PCR
menggunakan primer rbcL dan ORF106 dari genom kloroplas, tidak dapat digunakan
untuk identifikasi pola segregasi genom kloroplas tanaman hasil hibridisasi somatik
antara BF-15 dan S. stenotomu.
Nama : Donna Nabiela K

NIM : 23020220140131

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS DAN KORELASI ANTAR


KARAKTER KUANTITATIF NILAM (Pogostemon sp.) HASIL FUSI PROTOPLAS

Pendahuluan

Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) merupakan jenis nilam yang banyak
dibudidayakan untuk tujuan produksi minyak. Nilam Jawa (P. heyneanus Benth.) merupakan
nilam jenis lain yang dibudidayakan dalam skala terbatas, kadar minyak < 2%, kualitas rendah,
toleran terhadap nematoda, dan dapat berbunga. teknik in vitro melalui fusi protoplas dilakukan
untuk menggabungkan sifat unggul yang dimiliki nilam Aceh. hibrida somatik hasil fusi
protoplas antara nilam Jawa dengan nilam Aceh secara genetik memiliki kekerabatan yang
lebih dekat dengan nilam Aceh yang memiliki kandungan dan kualitas minyak atsiri yang
tinggi. Genotipe hasil fusi protoplas atau hibrida somatik yang diharapkan selain memiliki
kandungan dan kualitas minyak atsiri yang tinggi juga tahan terhadap nematoda.

Hasil dan Pembahasan

` Analisis korelasi antara karakter kuantitatif dengan produksi terna kering menunjukkan
adanya korelasi fenotipik dan genotipik nyata. Korelasi positif nyata ditunjukkan oleh korelasi
antara produksi terna kering dengan tinggi tanaman, jumlah cabang primer, panjang cabang
sekunder, panjang dan lebar daun, panjang tangkai daun serta produksi terna basah. Hal ini
berarti bahwa semakin tinggi karakter-karakter di atas maka produksi terna kering akan
semakin meningkat. Nilai korelasi fenotipik yang lebih tinggi daripada genotipik terjadi karena
faktor lingkungan dan interaksi genetik x lingkungan mendukung ekspresi gen-gen dalam
pleitropisme (satu gen mengendalikan beberapa karakter) dan linkage (dua atau lebih gen
terletak pada kromosom yang sama dan cenderung diturunkan secara bersama). Korelasi
genotipik nyata yang tidak diikuti oleh korelasi fenotipiknya terjadi antara karakter jumlah
cabang primer dengan jumlah daun cabang primer dan korelasi antara jumlah daun per
cabangprimer dengan panjang daun. Hal tersebut disebabkan faktor lingkungan tidak dapat
mendukung ekspresi gen-gen pengendali dari karakter-karakter tersebut. Sebaliknya
terlihat adanya pasangan karakter yang memiliki koefisien korelasi fenotipik nyata tetapi
koefisien korelasi genotipiknya tidak nyata, korelasi yang terjadi tersebut semata-mata
karena pengaruh lingkungan. Korelasi yang terjadi akibat pengaruh lingkungan dijumpai
pada pasangan antara jumlah cabang primer dengan panjang dan lebar daun; panjang
cabang primer dengan jumlah cabang sekunder, jumlah daun cabang primer, panjang dan
lebar daun, panjang tangkai daun, produksi terna basah dan kering; serta jumlah cabang
sekunder dengan panjang cabang sekunder, jumlah daun cabang primer, lebar daun dan
panjang tangkai daun.
Nama : Muhammad Ariq Nurfalih
Nim : 23020220140123

Studi Karakter Morfologi Daun dan Identifikasi Ploidi Tanaman F1 Jeruk Hasil Fusi Protoplas Jeruk Siam
Madu dengan Mandarin Satsuma

Berdasarkan gambar 1. Diatas diketahui pengamatan kuantitatif daun, parameter yang diamat berupa
panjang daun dan lebar daun. Panjang daun pada asesi berkisar 3,03 cm – 6,53 cm, sedangkan yang
terpanjang ialah FS 56 dengan panjang 6,53 cm. Untuk lebar daun berkisar 1,6 cm – 3, 48 cm. Sedangkan
untuk Siam Madu memiliki panjang 7 cm dan lebar 3,5 cm. Satsuma Mandarin memiliki panjang 9,2 cm
dan lebar daun 4,3 cm. Pada tanaman fusan, memiliki nilai yang lebih rendah dari tetuanya (Satsuma
Mandarin). Secara umum hasil karakter daun tanaman fusan memiliki ukuran panjang dan lebar yang
beragam.
Untuk memperoleh jumlah biji yang sedikit pada jeruk Siam Madu, dibutuhkan teknologi
pemindahan sifat tanpa biji (seedless) dari Mandarin Satsuma dengan fusi protoplas. Fusi protoplas
merupakan penggabungan dua atau lebih protoplas yang bersentuhan dan melekat satu sama lain. Dari fusi
protoplas tersebut, nantinya dapat diketahui tie ploidi dan karakter-karakter daun tanaman hasil fusi.
Tanaman hasil fusi protoplas menimbulkan manipulasi ploidi yaitu allopoliploid. Karakterisasi pada jeruk
dilakukan pada tanaman yang telah berumur tiga tahun. Pada hasil pengamatan, terdapat kelompok yang
memiliki karakter daun kombinasi kedua tetuanya dan dapat diketahui bahwa FS14 dan FS69 memiliki
ploidi tetraploid dan FS31 termasuk diploid.
Nama : Anggit Setya Nugraha
Nim : 23020220140081

PERBAIKAN SIFAT GENOTIPE MELALUI FUSIPROTOPLAS


PADA TANAMAN LADA,
NILAM, DAN TERUNG

Tabel 7. Persentase protoplas terung yang membentuk dinding dan membelah pada satu minggu setelah penaburan
pada berbagai kondisi lingkungan kultur dan jenis media.

Kopek Medan Dourga


Kondisi
lingkungan Jenis Protoplas Protoplas Protopla s
kultur media Sel Sel Sel
dengan dengan dengan
membelah membelah membelah

dinding sel dinding sel dinding sel

Gelap KM8 P 50,67 29 39 14,67 25,67 6,33


VKM 41 18 20,67 9 17,67 0
Terang KM8 P 0 0 0 0 0 0
VKM 0 0 0 0 0 0
Sumber: Husni et al. (2003).

Karakterisasi ketahanan hibrida somatik terhadap penyakit layu bakteri dilakukan di Kebun
Percobaan Pacet (1.000 m dpl) dan Kebun Percobaan Cibadak (1.200 m dpl). Tanaman umur 1
bulan sejak aklimatisasi diinokulasi dengan cara disiram suspensi bakteri R. solanacearum T926 di
sekitar akar tanam- an yang telah dilukai. Selanjutnya tanam- an diinkubasi selama 2 hari lalu
dipindah- kan ke lapangan. Tanaman yang bertahan di lapangan dikarakterisasi pertumbuhan dan
produksinya. Karakterisasi genetisdan molekuler meliputi jumlah kromosom, markah spesifik spesies
dan isoenzim.
Hasil uji ketahanan menunjukkan bahwa hibrida somatik tahan terhadap infeksi R.
solanacearum, bahkan beberapa di antaranya lebih tahan dari kerabat liarnya. Hal ini terjadi karena
hibrida somatik umumnya lebih vigor daripada terung maupun kerabat liarnya, namun potensi
hasilnya lebih rendah dariterung. Ukuran dan bentuk buah hibrida berada antara terung budi daya
dan kerabat liarnya serta rasanya pahit. Hibrida hasil fusi antara terung dan tako- kak tidak
menghasilkan buah karena bunga selalu gugur sebelum mekar. Hal ini diduga karena adanya
ketidaksesuaiansehingga fusi asimetris dirintis untuk diterapkan.
Judul : Isolasi Dan Kultur Protoplas Mesofil Daun Dari Beberapa
Genotip Ubi Kayu (Manihot esculenta crantz)
Nama Jurnal : BIOPROPAL INDUSTRI
Volume dan Halaman : Vol. 10, No. 1, 1-13
Tahun 2019
Penulis : Hani Fitriani, Nurhamidar Rahman, Siti Kurniawati, Pramesti
Dwi Aryaningrum dan N. Sri Hartati
Reviewer : Fathan Oktano Indra Putra
Tanggal Reviewer : 26 November 2021

1. Tujuan
Pada jurnal penelitian dilakukan bertujuan untuk mendapatkan protoplas dari mesofil
daun tiga jenis ubi kayu yaitu Gajah, Mentega 2 dan Ubi Kuning koleksi in vitro dengan
perlakuan komposisi enzim selulase, maserozim dan pektoliase serta media kultur protoplas.

2. Pendahuluan
Bibit ubi kayu dengat sifat unggul dapat diperoleh melalui teknik fusi protoplas.
Teknik fusi protoplas merupakan salah satu metode yang digunakan pada perakitan tanaman
untuk mendapatkan sifat unggul yang diinginkan. Metode fusi protoplas atau hibridisasi
somatik merupakan salah satu metode yang dapat mengatasi permasalahan dalam pemuliaan
tanaman dengan sifat unggul yang disandi oleh banyak gen. Teknik ini diperlukan dalam
pemuliaan tanaman untuk menyeleksi dan merakit varietas hibrida secara lebih cepat.
Isolasi protoplas adalah teknik untuk menghasilkan protoplas yang utuh dan viable
dari jaringan tanaman hidup dengan cara menghilangkan dinding selnya. Teknik ini
merupakan tahap awal dari beberapa tahapan dalam melakukan fusi protoplas atau hibridisasi
somatik untuk merakit bibit unggul. Faktor penentu keberhasilan dalam prosedur isolasi
protoplas tanaman adalah proses penghilangan atau pelisisan dinding sel dan mendapatkan
protoplas yang utuh. Dinding sel yang masih muda biasanya tersusun dari zat pektin dan
selulosa, sehingga untuk melisiskan zat penyusun dinding sel tersebut diperlukan zat yang
dapat menghancurkan atau melarutkannya. Penghilangan dinding sel dapat dilakukan secara
mekanis maupun enzimatis. Beberapa jenis enzim yang biasa digunakan adalah selulase R-
10, pektoliase Y-23, hemiselulose dan maserozim.
3. Hasil dan Pembahasan
Material tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kultur ubi kayu genotip
Mentega 2, Gajah dan Ubi Kuning yang merupakan koleksi Pusat Penelitian Bioteknologi
LIPI. Larutan enzim yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari empat variasi, yaitu
kombinasi dari enzim selulase, maserozim dan pektoliase. Keempat kombinasi larutan enzim
tersebut disterilisasi dengan filter syringe (Millipore) berukuran 0,22 μM.

Berdasarkan Tabel 1, Protoplas telah berhasil diisolasi dari jaringan mesofil daun ubi
kayu genotip Gajah dan Ubi Kuning menggunakan campuran larutan enzim pada perlakuan
LE3, sedangkan perlakuan lainnya (LE1, LE2 dan LE4) sebagian besar belum mampu
menghasilkan protoplas utuh (viable). Protoplas ubi kayu genotip Mentega 2 pada keempat
perlakuan inkubasi larutan enzim banyak mengalami plasmolisis dan hanya sebagian kecil
protoplas utuh yang berhasil diisolasi sehingga kerapatan protoplas tidak terhitung karena
protoplas tidak terdeteksi di hemositometer. Perlakuan LE3 dengan komposisi 2% selulase,
1% maserozim dan 0,1% pektoliase dapat digunakan untuk melisiskan dinding sel mesofil
daun ubi kayu dari genotip Gajah dan Ubi Kuning meskipun pada sebagian kecil masih
terdapat protoplas yang mengalami plasmolisis sedangkan mesofil Mentega 2 memerlukan
komposisi larutan enzim yang lain untuk melisiskan mesofil daunnya.

Berdasarkan tabel 2, menyatakan bahwa perlakuan LE3 dengan penambahan 0,4 M


BH3 (menggunakan manitol sebagai senyawa osmotikum) menghasilkan kerapatan protoplas
yang berbeda pada dua genotip ubi kayu. Kerapatan protoplas tertinggi pada Gajah sekitar 0,6
x 106 protoplas/gram berat bersih mesofil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jenis dan
komposisi enzim berperan penting untuk melisiskan mesofil daun ubi kayu dari ketiga
genotip yang diujikan. Hal ini mengindikasikan bahwa keberhasilan isolasi protoplas
dipengaruhi antara lain komposisi enzim (jenis dan konsentrasi), kondisi jaringan dan genotip
dari tanaman.

4. Kesimpulan
Protoplas utuh dari mesofil ubi kayu genotip Mentega 2, Ubi Kuning dan Gajah telah
diisolasi menggunakan larutan enzim dengan komposisi 2% selulase, 1% maserozim dan
0,1% pektoliase menghasilkan protoplas berkisar antara 0,197-0,6 x 106 protoplas/mL.
Protoplas dapat tumbuh membentuk mikrokalus pada media semipadat MS mengandung 2
μM CuSO4, 2 mg/L BAP, 1 mg/L IAA, 2% sukrosa dan pemadat 1% Phytagel. Mikrokalus
selanjutnya dapat berkembang menjadi kalus pada delapan media perlakuan yang terdiri dari
empat media padat dan empat media cair yaitu media Gresshoff and Doy (GD); MS dan GD
masing-masing dengan konsentrasi setengah; MS dengan penambahan 2,4-D (0,1 dan 0,5
mg/L) dan BAP 2 mg/L. Kedelapan media pertumbuhan kalus dapat membuat mikrokalus
tumbuh dan berkembang secara kuantitas dan ukuran menjadi nodul-nodul menyerupai kalus.
Mikrokalus tumbuh lebih cepat pada media padat dibandingkan pada media cair.
Kesimpulan

Berdasarkan makalah yang telah dibuat dapat disimpulkan bahwa hibridisasi somatik
merupakan teknik persilangan untuk menghasilkan hibrida melalui fusi sel serta dapat
menjadi alternatif dalam mengatasi keterbatasan pada persilangan seksual. Hibridisasi
somatik berperan dalam membuka peluang untuk menciptakan hibrid tanaman yang tidak
mungkin diperoleh melalui persilangan biasa dan dapat digunakan sebagai teknologi
alternatif sebagai pengganti perlakuan kolkisin untuk mendapatkan tanaman tetraploid.
Hibridisasi somatik memiliki manfaat apabila diterapkan untuk mengatasi masalah
inkompatibilitas seksual, namun yang menjadi hambatannya yaitu sulitnya meregenerasikan
produk fusi dan seringkali tanaman yang dihasilkan memiliki tingkat fertilitas yang rendah.
Jurnal AgroBiogen 3(2):60-65

Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi


Deden Sukmadjaja, Novianti Sunarlim, Endang G. Lestari, Ika Roostika, dan Tintin Suhartini
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor 16111

ABSTRACT transformasi hanya dapat dilakukan pada sifat-sifat


genetik yang disandi oleh gen tunggal. Beberapa sifat
Isolation and Culture Techniques of Rice Protoplasts.
Deden Sukmadjaja, Novianti Sunarlim, Endang G. yang disandi oleh banyak gen yang terletak di dalam
Lestari, Ika Roostika, and Tintin Suhartini. Protoplast satu kromosom atau pada beberapa kromosom ta-
fusion or somatic hybridization technology is an alternative naman sangat sulit diidentifikasi dan diisolasi sehingga
technology for production hybrids of plants that are difficult penerapannya menjadi sulit dilakukan (Millam et al.
to be produced by conventional methods due to their sexual 1995, Ramulu et al. 1996). Penggunaan metode fusi
incompatibility. An experiment was conducted to develop protoplas atau hibridisasi somatik merupakan alterna-
techniques for isolation, purification, and culture of rice tif teknologi yang dapat diterapkan untuk mengatasi
protoplasts of cultivar IR64 and a wild rice species (Oryza
masalah tersebut. Selain dapat mentransfer gen-gen
officinalis). Optimization of protoplast isolation and purifica-
tion methods from both rice genotypes were successfully
yang belum teridentifikasi, hibridisasi somatik mampu
done. The highest protoplast density was obtained by memodifikasi dan memperbaiki sifat-sifat yang ditu-
digesting embryonic callus or stems of young seedling in an runkan secara poligenik (Millam et al. 1995, Purwito
enzyme solution containing of 2% cellulose, 0.1% pectolyase, 1999).
0.5% macerozyme, 0.5% driselase, 5 mM ES, and 13% manni- Fusi protoplas dapat dilakukan dengan cara
tol in CPW solution. The protoplast digestion was done for
menggabungkan seluruh genom dari spesies yang sa-
three hours by soaking in the enzyme solution followed by
shaking at 50 rpm under a room temperature. Purification of
ma (intra-spesies), atau antarspesies dari genus yang
the protoplasts were done by separating them from plant sama (inter-spesies), atau antargenus dari satu famili
debris using a 25% sucrose solution. Protoplast regeneration (inter-genus) (Wattimena 1999). Penggunaan fusi pro-
was not successful using although different media compo- toplas memungkinkan diperolehnya hibrida-hibrida
sitions and conditions. Growth process from cell division to dengan tingkat heterosigositas yang tinggi walaupun
cell aggregate was only successful on IR64 protoplast culture tingkat keberhasilannya sangat ditentukan oleh geno-
on a medium that contained AgNO3. tipenya (Mollers et al. 1992). Teknologi fusi protoplas
Key words: Protoplasts, isolation and culture, cultivated juga dapat dilakukan untuk mendapatkan sifat-sifat
and wild rices. tertentu seperti sifat ketahanan terhadap hama dan
penyakit serta cekaman abiotik (Purwito 1999). De-
ngan demikian, tanaman hasil fusi dapat berupa ta-
PENDAHULUAN
naman dengan sifat-sifat gabungan dari kedua tetua-
Salah satu cara untuk mengatasi masalah dalam nya termasuk sifat-sifat yang tidak diharapkan teruta-
pengembangan tanaman padi unggul adalah dengan ma berasal dari spesies liar. Oleh karena itu, untuk
merakit varietas baru yang berproduksi tinggi dan menghilangkan sifat-sifat yang tidak diinginkan terse-
tahan terhadap hama, penyakit serta cekaman abiotik. but maka perlu dilakukan silang balik (back cross)
Beberapa cara yang dapat diterapkan untuk menda- dengan tetua budi daya.
patkan varietas baru antara lain melakukan persilang- Kemajuan pesat dalam penelitian produksi hibri-
an dengan spesies tertentu, melakukan mutasi buatan, da somatik dan sibrida dalam transfer DNA tidak ter-
penerapan metode transformasi atau melakukan fusi lepas dari teknik isolasi, kultur dan regenerasi proto-
protoplas. plas menjadi tanaman. Sejak pertama kali dilaporkan
Penggunaan metode transformasi adalah cara tentang regenerasi protoplas menjadi tanaman leng-
yang paling ideal untuk mentransfer gen yang diingin- kap oleh Takeba et al. (1971), teknik isolasi, kultur ha-
kan secara efisien tanpa dibatasi oleh halangan sek- sil fusi, dan regenerasinya pada berbagai tanaman se-
sual dan hubungan kedekatan taksonomi (Ramulu et perti tembakau, tomat, timun, kentang, slada, terung,
al. 1996). Namun demikian, pelaksanaannya tidak mu- dan nilam telah banyak diketahui (Bradsaw dan
dah dan memerlukan rangkaian kegiatan yang pan- Mackey 1994). Banyak publikasi yang melaporkan bah-
jang seperti rekonstruksi gen, optimasi teknik transfor- wa keberhasilan kultur protoplas dan regenerasinya
masi, regenerasi, dan sebagainya. Selain itu, metode ditentukan oleh beberapa faktor, seperti genotipe dan
jaringan yang digunakan, fisiologi jaringan, jenis dan
Hak Cipta 2007, BB-Biogen konsentrasi enzim, masa inkubasi, media kultur, zat
2007 SUKMADJAJA ET AL.: Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi 61

pengatur tumbuh, dan kondisi inkubasi (Bradsaw dan (1) isolasi dan kultur protoplas dan (2) studi fusi
Mackey 1994). protoplas antara padi liar dengan budi daya.
Pada tanaman padi telah dilaporkan keberhasilan
Sumber Protoplas
regenerasi protoplas menjadi tanaman lengkap
(Abdullah et al. 1986). Regenerasi tanaman hasil fusi Sumber protoplas yang digunakan adalah kalus
protoplas inter-spesies antara padi budi daya subspe- embriogenik atau batang muda hasil perkecambahan
sies Japonica dan beberapa species padi liar telah secara in vitro dari padi varietas IR64 dan O. officinalis
dilaporkan oleh Yan et al. (2004) dan Takamure et al. No. 105365. Untuk mendapatkan kalus yang akan digu-
(1992). nakan sebagai sumber protoplas, embrio dari benih
Sebelum dilakukan fusi maka teknik isolasi proto- (yang telah diberi perlakuan pengeringan pada suhu
plas harus dikuasai terlebih dahulu. Protoplas adalah 50oC selama dua hari) diisolasi dan ditanam pada me-
sel telanjang tanpa dinding yang hanya dilindungi oleh dia induksi kalus, yaitu MS + 0,4 mg/l BAP + 2 mg/l
membran plasma. Isolasi protoplas pertama kali dila- 2,4-dichlorophenoxyacetic acid + 3 g/l casein hydro-
kukan oleh Klercher pada tahun 1892. Protoplas dapat lysate + 2% sukrosa. Sedangkan untuk mendapatkan
diisolasi dari hampir semua bagian tanaman, seperti sumber protoplas yang berasal dari jaringan muda, be-
akar, daun, nodul akar, koleoptil, kultur kalus dan nih dikecambahkan pada media MS tanpa penambah-
daun in vitro (Husni et al. 2003). Isolasi protoplas pada an zat pengatur tumbuh.
umumnya dilakukan secara enzimatis. Jenis dan kon-
Isolasi dan Purifikasi Protoplas
sentrasi enzim sangat bervariasi seperti selulase R-10,
pektiolase Y-23, pektinase, maserosim, dan Sebanyak +1-2 g kalus friable dan jaringan daun
hemiselulosa (Purwito 1999). muda yang telah diiris-iris (+1 mm) masing-masing di-
Fusi protoplas dapat dilakukan secara kimiawi masukkan dalam cawan petri diameter 6 cm. Ke da-
dan fisik. Secara kimiawi, umumnya digunakan poli- lam cawan petri tersebut dimasukkan larutan enzim
etilen glikol (PEG) yang pertama kali dilaporkan oleh digesti. Untuk mendapatkan protoplas yang viabel de-
Kao dan Michayluk (1975). PEG berfungsi sebagai ngan densitas tinggi (105-106/ml) dilakukan beberapa
bulking agent, yaitu sebagai jembatan antar protoplas perlakuan. Perlakuan pertama dilakukan terhadap
yang mirip fungsinya dengan plasmodesmata. Terjadi- komposisi larutan enzim yang digunakan, yaitu selula-
nya fusi semakin besar pada saat proses penghilangan se 1, 2, dan 3% ditambah pektiolase 0,1%, maserozime
PEG, yaitu pada saat pencucian. Dalam hal ini, keber- 0,5% (w/v), driselase 0,5% (w/v), MES 5 mmol, dan
hasilan fusi sangat dipengaruhi oleh konsentrasi PEG manitol 13% yang dilarutkan dalam larutan CPW pada
yang digunakan, masa inkubasi dalam larutan PEG, pH 5,6 (Yan et al. 2004). Inkubasi dilakukan selama 3
dan jumlah kerapatan protoplas yang akan difusikan. jam dalam keadaan gelap pada suhu ruang sambil
Keuntungan fusi protoplas dengan PEG antara lain da- digojok pada kecepatan 50 rpm. Setelah masa inkuba-
pat dilakukan dengan peralatan sederhana. Secara si dilakukan penyaringan dengan saringan nilon dia-
fisik, fusi dilakukan dengan menggunakan aliran listrik meter 60 μm. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam
pada alat yang dilengkapi dengan generator AC dan tabung sentrifus dan disentrifugasi pada kecepatan
DC. Generator AC berfungsi untuk membuat protoplas 1500 rpm selama 10 menit pada suhu 22oC sampai ter-
berjajar membentuk rantai lurus, selanjutnya pulsa DC bentuk pelet protoplas. Supernatan dibuang sehingga
pada tegangan tertentu dapat menginduksi terjadinya hanya tinggal pelet saja. Pencucian dari sisa enzim
fusi karena pulsa DC dapat membuat celah yang dapat dilakukan dengan meresuspensi pelet dengan larutan
balik sehingga protoplas dapat berfusi (Zimmerman CPW + manitol 13%. Larutan suspensi protoplas ke-
dan Scheurich 1981). mudian disentrifugasi seperti tersebut di atas. Pencuci-
an dilakukan sebanyak dua kali. Untuk mendapatkan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan protoplas yang murni dilakukan pengapungan proto-
metode isolasi, kultur dan fusi protoplas antara padi plas menggunakan larutan sukrosa 21% atau 25% se-
liar (Oryza officinalis) dan padi budi daya (O. sativa hingga protoplas yang utuh dan viabel akan terapung
var. IR64). di permukaan sedangkan protoplas yang rusak dan
debris akan mengendap dalam larutan sukrosa. Proto-
BAHAN DAN METODE plas murni dipisahkan secara hati-hati dengan meng-
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Ja- gunakan pipet pasteur, kemudian dilakukan pencuci-
ringan Kelompok Peneliti Biologi Sel dan Jaringan, BB- an dengan larutan pencuci CPW + manitol 13%.
Biogen. Kegiatan ini mencakup dua kegiatan, yaitu Pengamatan dilakukan secara mikroskopis
menggunakan mikroskop inverted (Olympus) terha-
62 JURNAL A GROB IOGEN VOL. 3 NO. 2

dap jumlah protoplas yang dihasilkan dari masing- dari padi liar lebih sukar dan memerlukan waktu (1-2
masing perlakuan yang dicobakan. Jumlah protoplas minggu) yang lebih lama dibandingkan padi budi
dihitung menggunakan haemocytometer. daya. Kalus yang terbentuk bervariasi, baik struktur
maupun warnanya. Warna coklat dan kehitaman se-
Kultur Protoplas ring mendominasi penampakan kalus yang terbentuk.
Hasil isolasi dari padi liar O. officinalis dan padi Tahap awal pembentukan kalus dari embrio padi IR64
budi daya O. sativa (IR64) dikulturkan pada beberapa diperlukan waktu 6 minggu sedangkan untuk padi liar
komposisi media. Sebanyak 0,2 ml larutan suspensi hingga 8 minggu sampai kalus tersebut dapat disubkul-
protoplas dengan densitas 1 x 106 per ml dikulturkan tur pada media dengan komposisi yang sama. Setelah
pada 2 ml media dalam cawan petri ukuran diameter itu, subkultur kalus dengan warna dan tekstur yang
3 cm. Media yang dicoba untuk kultur protoplas baik dapat dilakukan setiap 2 minggu. Kalus yang di-
adalah: gunakan untuk diisolasi protoplasnya adalah kalus
embrionik yang berwarna putih atau putih kekuningan
1. MS + manitol 0,4 mM + BA 2 mg/l + zeatin 0,1-1,0
(Gambar 1a dan 1b). Yan et al. (2004) menyatakan
mg/l + agarose 0,8 g/l
bahwa kalus padi yang terbentuk pada tahap awal
2. MS + manitol 0,4 mM + BA 2 mg/l + zeatin 0,1-1,0
induksi tidak selalu menunjukkan kalus yang embrio-
mg/l + agarose 2 g/l
nik. Setelah melalui beberapa kali subkultur, kalus
3. MS + glukosa 0,3% + sukrosa 4% akan tampak membentuk cluster bulatan-bulatan kecil
4. MS + glukosa 0,3% + sukrosa 4% + agar 2 g/l yang bersifat friable. Proses subkultur kalus harus di-
5. N6 + glukosa 0,3% + sukrosa 4% lakukan paling lama setiap 3-4 minggu, karena kalus
6. N6 + glukosa 0,3% + sukrosa 4% + agar 2 g/l yang terlalu lama disimpan akan menurunkan sifat
7. MS + sukrosa 1% + manitol 5 M + 2,4-D 0,5 mg/l + embrionik dan akan berwarna coklat yang kemudian
kinetin 0,3 mg/l akhirnya akan mati.
8. MS + sukrosa 1% + manitol 5 M + 2,4-D 0,5 mg/l + Benih padi yang dikecambahkan secara in vitro
kinetin 0,3 mg/l + AgNO3 3 mg/l mulai tumbuh pada umur 1-2 minggu. Permasalahan
Mikrokalus yang telah terbentuk kemudian dipin- yang sering timbul dari perkecambahan adalah tingkat
dah ke dalam media dasar MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 2 kontaminasi yang cukup tinggi. Daun yang berasal dari
mg/l + zeatin 0,1 mg/l untuk menginduksi pembentuk- planlet/bibit yang terlalu tua akan sulit untuk diisolasi
an kalus. Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuh- protoplasnya (Gambar 1c dan 1d).
an protoplas membentuk agregat sel atau mikrokalus
secara visual. Isolasi dan Purifikasi Protoplas
Hasil pengamatan dan penghitungan densitas
HASIL DAN PEMBAHASAN protoplas setelah perendaman dalam beberapa kom-
posisi enzim selama 4 jam dapat dilihat pada Tabel 1.
Sumber Protoplas Tabel 1 menunjukkan bahwa penggunaan komposisi
Kalus mulai terinduksi dari embrio padi setelah enzim yang sama terdapat variasi densitas protoplas
berumur 2-4 minggu setelah tanam. Pada tahap awal yang dihasilkan, baik dilihat dari jenis tanaman padi
tidak semua embrio memberikan respon yang sama maupun sumber protoplas yang digunakan. Pemakai-
dalam membentuk kalus. Embrio padi liar mempunyai an komposisi selulase 2% pada sumber protoplas dari
respon yang lebih rendah dibandingkan dengan em- daun maupun kalus dari jenis IR64 tidak menunjukkan
brio padi budi daya. Umumnya pembentukan kalus perbedaan yang nyata terhadap densitas protoplas

a b c d

a = kalus O. officinalis, b = kalus IR64, c = planlet O. officinalis, d = planlet IR64.


Gambar 1. Bahan tanaman padi yang digunakan sebagai sumber untuk isolasi dan kultur protoplas.
2007 SUKMADJAJA ET AL.: Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi 63

Tabel 1. Kerapatan (densitas) protoplas padi IR64 dan O. officinalis dari jaringan daun dan kalus
pada beberapa komposisi enzim.

Komposisi enzim
Jenis padi Sumber protoplas
A B C
IR64 (O. sativa) Daun 1,12 x 104 1,19 x 106 -
Kalus 2,83 x 105 1,24 x 106 Pecah
Liar (O. officinalis) Daun 0 Sedikit -
Kalus 9,87 x 104 1,6 x 105 Pecah
A = selulase 1% RS (w/v), pektoliase 0,1% (w/v), maserozime 0,5% (w/v), driselase 0,5% (w/v);
B = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 0,1% (w/v), maserozime 0,5% (w/v), driselase 0,5% (w/v);
C = selulase 3% RS (w/v), pektoliase 0,1% (w/v), maserozime 0,5% (w/v), driselase 0,5% (w/v).

yang dihasilkan. Penggunaan sumber protoplas yang proses plasmolisis sehingga sel-selnya pecah (over
berasal dari kalus menunjukkan hasil yang lebih baik digestion).
dibandingkan dengan sumber yang berasal dari jaring- Proses purifikasi dengan metode pengapungan
an daun. Hal ini ditunjukkan dengan densitas proto- menggunakan larutan sukrosa 25% menunjukkan hasil
plas yang lebih tinggi. Menurut Kim et al. (2005) dalam yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan
mengisolasi protoplas Alstroemeria, penggunaan kalus sukrosa 21%. Hal ini dapat dilihat dari lapisan proto-
embrionik yang friable sebagai sumber protoplas hasil- plas murni yang terpisah setelah proses sentrifugasi.
nya lebih efektif dibandingkan dengan yang berasal Lapisan protoplas yang terbentuk pada larutan sukrosa
dari jaringan daun atau kalus yang kompak. Sel-sel da- 25% lebih tegas dibandingkan dengan sukrosa 21%
lam jaringan daun mempunyai kandungan pektin yang (Gambar 2). Hasil pengamatan visual protoplas murni
lebih tinggi dibandingkan dari sel-sel dari kalus di bawah mikroskop dapat dilihat pada Gambar 3.
(Babaoglu 2000). Ukuran protoplas yang bersumber dari kalus O.
Keberhasilan isolasi protoplas terutama tergan- officinalis umumnya relatif lebih kecil dibandingkan
tung pada kondisi jaringan dan kombinasi enzim yang dengan protoplas IR64 yang bersumber dari jaringan
digunakan. Tidak ada metode baku dalam isolasi dan daun muda.
kultur protoplas karena setiap individu sel atau jaring-
an yang akan digunakan sebagai sumber protoplas ke- Kultur Protoplas
mungkinan akan memerlukan kondisi yang khusus. Hasil pengamatan terhadap perkembangan pro-
Sebagai contoh kultur suspensi sel merupakan sumber toplas dalam media kultur protoplas yang dicoba da-
yang paling mudah untuk diisolasi protoplasnya, demi- pat dilihat pada Tabel 2. Protoplas yang ditanam pada
kian juga sel-sel dari jaringan mesofil lebih banyak di- media dasar MS + manitol 0,4 mM + BA 2 mg/l +
gunakan dibandingkan sel-sel dari jaringan lain dalam zeatin 0,1-1 mg/l + agarose 0,8 g/l (semi padat) atau 2
tanaman (Gleddie 1995). g/l (padat) menunjukkan bahwa kedua jenis protoplas
Dari konsentrasi enzim selulase yang dicoba masih utuh sampai hari ke-3, tetapi setelah itu pecah
terlihat bahwa protoplas dari jenis O. sativa lebih tinggi sedikit demi sedikit pada hari berikutnya hingga pada
tingkat keberhasilan dan densitasnya dibandingkan hari ke-7 semua protoplas pecah. Keadaan ini diduga
dengan O. officinalis. Bahkan penggunaan selulase 1% oleh belum cocoknya komposisi media yang diguna-
pada sumber protoplas dari daun padi liar tidak meng- kan dan tekanan osmotik antara media dengan proto-
hasilkan protoplas, sedangkan penggunaan selulase plas sehingga terjadi plasmolisis. Pada percobaan lain
2% hanya menghasilkan protoplas dengan densitas menggunakan komposisi media dasar MS dan N6 di-
yang sangat rendah. Mori et al. (1986) menggunakan tambah glukosa 0,3% dan sukrosa 4% dengan kodisi
komposisi enzim driselase 1%, selulase RS 2%, selula- fisik padat dan cair. Hasil yang diperoleh dari percoba-
se R-10 2%, maserozime 2%, hemiselulosa 1%, dan an ini setelah pengamatan umur satu minggu menun-
pektoliase 0,1% untuk mengisolasi protoplas dari ka- jukkan bahwa semua perlakuan yang diberikan masih
lus empat spesies padi yang hasilnya menunjukkan belum memberikan respon terhadap pertumbuhan
bahwa keberhasilan protoplas padi budi daya untuk protoplas yang dikulturkan, baik untuk protoplas IR64
diisolasi lebih tinggi dibandingkan dengan padi liar. maupun padi liar. Percobaan lingkungan tumbuh yang
Mengingat keterbatasan sumber protoplas dari ja- cocok seperti konsentrasi osmotikum, yaitu glukosa
ringan daun maka percobaan penggunaan konsentrasi 0,3% dan sukrosa 4% masih belum memberikan hasil
selulase 3% hanya dicoba pada sumber protoplas dari yang baik. Protoplas masih pecah dan terkontaminasi.
kalus. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada Selanjutnya, penanaman protoplas dilakukan pada
konsentrasi selulase 3% protoplas cepat mengalami media dasar MS dan N6 dalam bentuk cair dengan
64 JURNAL A GROB IOGEN VOL. 3 NO. 2

a b

a = 21% sukrosa, b = 25% sukrosa.

Gambar 2. Penampakan lapisan protoplas murni IR64 pada larutan pengapungan.

a b

Gambar 3. Protoplas padi IR64 (a) dan O. officinalis (b) setelah proses pemurnian (Perbesaran 100x).

Tabel 2. Kondisi protoplas setelah ditanam selam a 3-7 hari pada delapan komposisi m edia dengan tiga kondisi fisik yang berbeda.

Komposisi media Fisik media Kondisi protoplas

MS + m anitol 0,4 m M + BA 2 mg/l + zeatin 0,1 mg/l + Semi padat Protoplas utuh sampai dengan hari ke-3, setelah itu pecah sedikit demi
agarose 0,8 g/l sedikit, hingga hari ke-7 protoplas pecah semua.
MS + m anitol 0,4 m M + BA 2 mg/l + zeatin 0,1 mg/l + Padat Protoplas utuh sampai dengan hari ke-3, setelah itu pecah sedikit demi
agarose 2 g/l sedikit, hingga hari ke-7 protoplas pecah semua.
MS + glukosa 0,3% + sukrosa 4% Cair Protoplas bertahan sampai hari ke-7
MS + glukosa 0,3% + sukrosa 4% + agar 2 g/l Padat Protoplas bertahan sampai hari ke-7
N6 + glukosa 0,3% + sukrosa 4% Cair Protoplas bertahan sampai hari ke-7
N6 + glukosa 0,3% + sukrosa 4% + agar 2 g/l Padat Protoplas bertahan sampai hari ke-7
MS + sukrosa 1% + manitol 5 M + 2,4-D 0,5 mg/l + Cair Protoplas bertahan sampai hari ke-7
kinetin 0,3 mg/l
MS + sukrosa 1% + manitol 5 M + 2,4-D 0,5 mg/l + Cair Protoplas O. officinalis bertahan sampai hari ke-7. Protoplas IR64 mem-
kinetin 0,3 mg/l + AgNO 3 3 mg/l berikan respon pembelahan sel dan m embentuk agregat sel dengan
intensitas yang rendah.

penambahan sukrosa 1% dan manitol 0,5 M diperkaya tanam pada media yang mengandung AgNO 3 dengan
dengan 2,4-D 0,5 mg/l dan kinetin 0,3 mg/l atau kinetin intensitas yang masih rendah (Gambar 4). Pemindah-
0,3 mg/l dan AgNO3 3 mg/l. Percobaan ini dilakukan an agregat sel yang terbentuk pada media induksi ka-
dengan mengadopsi metode yang dilakukan oleh Ishii lus MS + 2,4-D 0,5 mg/l + BA 2 mg/l + zeatin 0,1 mg/l
(1988) dalam mempelajari viabilitas sel-sel pada kultur tidak memperoleh respon pembentukan kalus karena
suspensi sel yang berasal dari protoplas padi. Menurut sel-sel umumnya pecah dan sebagian mengalami kon-
Ishii (1988) penambahan AgNO3, berfungsi sebagai taminasi.
penghamhat senyawa etilen, dapat meningkatkan
jumlah koloni yang terbentuk dari kultur protoplas. Ha- KESIMPULAN
sil pengamatan menunjukkan bahwa sampai minggu
pertama setelah penanaman, baik protoplas padi liar Dari hasil penelitian ini telah diketahui metode
maupun IR64 dapat bertahan hidup (tidak pecah) pa- isolasi dan pemurnian atau purifikasi protoplas padi
da semua media yang dicoba. Pembentukan dinding budi daya var. IR64 dan padi liar (O. officinalis), yang
sel diperkirakan terjadi pada hari ketiga setelah pena- masing-masing bersumber dari jaringan daun muda
naman. Tetapi setelah minggu pertama, respon pem- dan kalus embrionik friable. Dari beberapa perlakuan
belahan sel terjadi hanya pada varietas IR64 yang di- yang dicobakan protoplas padi liar dan IR64 dapat
2007 SUKMADJAJA ET AL.: Teknik Isolasi dan Kultur Protoplas Tanaman Padi 65

a b c

a = protoplas IR64, b = proses pembelahan sel, c = pembentukan agregat sel IR64.

Gambar 4. Pembelahan sel asal protoplas dan pembentukan agregat sel IR64 pada media cair MS + kinetin 0,3 mg/l +
AgNO 3 3 mg/l + sukrosa 1% + m anitol 0,5 M.

bertahan hidup sampai hari ketujuh pada media dasar potato breeding programme: A review of progress and
MS dan N6 dengan penambahan 2,4-D 0,5 mg/l + problems. Euphytica 85:451-455.
kinetin 0,3 mg/l + sukrosa 1% + manitol 0,5 M. Respon Mollers, C.S. Zhang, and G. Wenzil. 1992. The influence of
pembelahan sel hingga menjadi agregat sel hanya ter- silver thiosulfate on potato protoplast culture. Plant
jadi pada kultivar IR64 yang ditanam pada media yang Breed.. 108:12-18.
mengandung AgNO3 3 mg/l. Mori, K.I., N. Oka, T. Kinoshita. 1986. Isolation of protoplast
from Oryza sativa L., and its wild relatives. In Oka, H.I.
and G.S. Khush (Eds.). Rice Genetics Newsletter.
DAFTAR PUSTAKA
Vol. 3. National Institute of Genetics, Misima, Japan.
Abdullah, R., E.C. Cocking, and A. Thompsom. 1986.
Purwito, A. 1999. Fusi protoplas intra dan interspesies pada
Efficient plant regeneration from rice protoplast through
tanaman kentang. Disertasi Program Pascasarjana.
somatic embryogenesis. Bio/Technology 4:1087-1090.
Institut Pertanian Bogor.
Babaoglu, M. 2000. Protoplast isolation in Lupin (Lupinus
Ramulu, K.S., P. Dijkhuis, E. Rutgers, J. Blaas, F.A.
mutabilis Sweet): Determination of optimum explant
Krens, W.H.J. Verbeeh, C.M. Colijn. Hoonymans,
sources and isolation conditions. Turk J. Bot. 24:177-
and H.A. Verhoeven. 1996. Intergenetic transfer of a
185.
partial genome and direct production of monosom e
Bradsaw, J.E. and G.R. Mackey. 1994. Breeding strategies addition plants by microprotoplast fusion. Theor. Appli.
of clonally propagated potatoes. In Bradsaw, J.E. and Genet. 92:316-325.
G.R. Mackey (Eds.). Potato Genetic. CAB International
Takamure, I., H. Fujii, A. Kotani, K. Mori, and T.
Cambridge. 467-498 p.
Kinoshita. 1992. RFLP analysis of rice somatic hybrids
Gleddie, S.C. 1995. Protoplast isolation and culture. In between oryza sativa cv. ‘kitaake’ and wild species (O.
Gamborg, O.L. and G.C. Phillips (Eds.). Plant Cell, punctata, O. minuta, and O. rufipogon). Plant Genome I
Tissue and Organ Culture Fundamental Methods. Conference. November. San Dirgo, CA.
Springer. p. 167-180.
Takeba, I., G. Labib, and G. Melchers. 1971. Regeneration
Husni A., I. Mariska, G.A. Wattimena, dan A. Purwito. of wheat plants from isolated mesophyll protoplast of
2003. Keragaan genetik tanaman terung hasil kultur tobacco. Natur Wissenschaften 58:318-320.
protoplas. Jurnal Bioteknologi Pertanian 8(2):52-59.
Wattimena, G.A. 1999. Application of biotechnology on
Ishii, S. 1988. Factor influencing protoplast viability of horticultural crops production. Proceeding Seminar on
suspension-cultured rice cells during isolation process. Biotechnology: Application of Biotechnology on
Plant Physiol. 88:26-29. Horticultural Production. Bogor Agricultural University -
DFID British Council. Bogor, April 14, 1999.
Kao, K.N. and M.R. Michayluk. 1975. Nutrition
requirements for growth of Vicia hajastana cell and Yan, C-q, K-x, Qian, G-p Xue, Z-c Wu, Y-l Chen, Q-s Qiu,
protoplast at a very low population density in liquid X-q Zhang, and P Wu. 2004. Production of bacterial
media. Planta 125:105-110. blight resistant lines from somatic hybridization between
Oryza sativa L. and Oryza meyeriana L.J. Zhejiang
Kim, J., J. Bergervoet, C. Raemakers, E. Jacobsen, and Univ. SCI 5(10):1199-1205.
R. Visser. 2005. Isolation of protoplasts, and culture
and regeneration into plants in Alstroemeria. In Vitro Zimmerman, U. and P. Scheurich. 1981. High Frequency
Cell. and Develop. Biol. Plant. 41(4):505-510. fusion of plant protoplast by electric field. Planta 151:26-
32.
Millam, S., L.A. Payne, and G.R. Mackay. 1995. The
integration of protoplast fusion, derived material into a
Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

ANALISIS POLA SEGREGASI DNA GENOM KLOROPLAS HASIL


HIBRIDISASI SOMATIK TANAMAN KENTANG MENGGUNAKAN TEKNIK
RAPD (RANDOM AMPLIFIED POLYMORPHIC DNA)

(Analysis of Chloroplast Genome Segregation Pattern in the Somatic Hybridization


Potato Using Rflp Method from Amplified Polymerase Chain Reaction (PCR))

Sudirman Numba*
*)Study Program of Agrotechnology, Agriculture Faculty, UMI Makassar

ABSTRACT
Segregation pattern of the chloroplast genome in somatic hybridization potato between S. tuberosum cv.
BF-15 and the wild species of S. stenotomum was identified through RFLP analysis in 3.2 kb fragment
produced from PCR amplification for specific regions of DNA chloroplast. PCR amplification was
performed by using rbcL primer and ORF106, i.e. specific primer located on konsenrvatiive sequence
which flanking 3.2 kb fragment region of DNA chloroplast. PCR amplification product used two primers,
in conformity with the target region on DNA chloroplast, where generated fragments or DNA bands with
a size of about 3.2 kb. The 3.2 kb fragment produced from amplification was cut by using two kinds of
restriction enzymes HhaI and RSAI. Restriction Enzym treatment with HhaI resulted in four bands each
measuring; those were 2.0 kb, 1.2 kb, 0.8 kb and 0.4 kb. While the treatments by using RSAI restriction
enzymes, also resulted in four bands each measuring, those were 1.6 kb, 0.7 kb, 0.3 kb and 0.2 kb. Band
pattern that produced from restriction enzyme showed that monomorphic nature or not polymorphic at all
elder fusion plant, so this method can not be used to identify the patterns of chloroplast genome
segregation in plant which is produced by somatic hybridization.

Keywords: DNA chloroplast, rbcL (ribulose 1.5-bisphosphate carboxylase gene), Open reading frame 106
(ORF106), PCR, RFLP, S.tuberosum, S. stenoton

PENDAHULUAN Keragaman fenotipik di lapang


terjadi pada tanaman hibrida somatik
Informasi mengenai pola segregasi
kentang hasil hibridisasi somatik antara S.
material genetik organel sel, khususnya
tuberosum cv. BF-15 dan spesies liarnya
genom kloroplas pada tanaman hibrida
S. stenotomum, seperti yang dapat dilihat
somatik sangat diperlukan, karena
pada jumlah umbi per tanaman maupun
beberapa sifat agronomi yang penting
bobot umbi pertanaman (Purwito, 1999).
disandikan oleh genom kloroplas. Selain
Keragaman tersebut mungkin ada
itu genom kloroplas lebih mudah
kaitannya dengan pola segregasi kloroplas
teridentifikasi dibanding genom mitokon
pada tanaman hibrida somatik, karena
dria yang seringkali mengalami rearrange
diketahui bahwa kloroplas merupakan
ment (penyusunan ulang).
organel yang bertanggung jawab terhadap

Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017 75


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

kemampuan tanaman untuk berfoto telah dikembangkan, dan menjadi metode


sintesis. handal dan terbaru yang dapat digunakan
Identifikasi pola segregasi genom untuk mendeteksi variasi DNA kloroplas.
kloroplas kentang hibrida somatik hasil Arnold et al. (1991) melaporkan bahwa
fusi antara BF-15 dan S.phureja dilakukan polimorfisme pola pita DNA yang
oleh Sihachakr et al., (komunikasi dihasilkan dapat digunakan untuk
pribadi) dengan menggunakan metode mengidentifikasi tetua dari biji suatu
RAPD pada DNA genom kloroplas. DNA tanaman.
murni genom kloroplas digunakan sebagai Analisis RFLP terhadap fragmen
DNA cetakan pada analisis RAPD. Hasil hasil amplifikasi PCR dari genom
identifikasi menunjukkan bahwa pola kloroplas memiliki beberapa kelebihan
segregasi kloroplas terjadi secara acak, dibanding analisis RFLP menggunakan
karena dari sepuluh tanaman hibrida DNA pelacak dari DNA kloroplas, karena
somatik terdapat dua tanaman yang prosedurnya lebih sederhana, jumlah
membawa genom kloroplas BF-15 dan DNA yang dibutuhkan lebih sedikit, serta
delapan tanaman yang membawa lebih efisien dari segi waktu dan biaya
kloroplas S. phureja. (Liston, 1992). Oleh karena itu metodeini
Berdasarkan hasil analisis lebih menguntungkan digunakan dalam
keragaman genetik antara tetua fusi mendeteksi variasi DNA kloroplas.
menunjukkan bahwa S. phureja lebih Analisis keragaman DNA kloroplas
sekerabat terhadap BF-15 (tingkat tanaman terong (S. melongena) dan
kesamaan sekitar 70 %) dibanding dengan spesies liarnya telah dilakukan untuk
S. stenotomum terhadap BF-15 (tingkat tujuan studi taksonomi (Sakata et al.,
kesamaan sekitar 60 %), sehingga dengan 1991; Sakata and Lester, 1994), dan untuk
demikian kemungkinan pola segregasi mengidentifikasi pola segregasi DNA
genom kloroplas pada hasil hibridisasi sitoplasmik pada tanaman hibrida somatik
somatik antara BF-15 dan S.phureja (Guri dan Sink, 1988; Daunay et al.,
berbeda dengan BF-15 dan S.stenotomum. 1993), akan tetapi metode yang digunakan
Analisis restriction fragment length pada studi tersebut tidak didasarkan pada
polymorphism (RFLP) terhadap fragmen analisis RFLP pada hasil amplifikasi PCR.
hasil amplifikasi PCR dari DNA kloroplas

76 Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

Penggunaan primer spesifik yang genom kloroplas pada tanaman kentang


dapat mengamplifikasi bagian tertentu hasil hibridisasi somatik.
dari genom kloroplas juga dapat Untuk mempelajari pola segregasi
digunakan untuk mempelajari pola genom kloroplas dan untuk mengetahui
segregasi genom kloroplas. Pola apakah ada hubungan antara keragaman
segregasi dapat dipelajari dengan fenotipik di lapang dengan pola segregasi
melakukan pemotongan menggunakan kloroplas hasil fusi BF-15 + S.steno
enzim restriksi terhadap fragmen hasil tomum, maka dilakukan percobaan untuk
amplifikasi yang dihasilkan. Oghihara et mengidentifikasi tipe kloroplas pada
al., (1991) melaporkan bahwa dengan masing-masing tanaman hibrida soma
menggunakan primer spesifik dari sekuen tiknya.
konservatif antara gen Ribulosa-1,5- Informasi yang diperoleh dari
bisphosphate carboxylase (rbcL) dan open percobaan ini diharapkan dapat digunakan
reading frame 106 (ORF1-6) dapat untuk membantu menyeleksi tanaman
mengamplifikasi daerah yang bervariasi hibrida somatik yang memiliki potensi
dari DNA kloroplas sebesar 3,2 kb. produksi yang tinggi, serta memiliki sifat
Keragaman DNA dari fragmen ketahanan terhadap hama penyakit.
berukuran 3,2 kb tersebut ditemukan
terjadi pada beberapa spesies tanaman BAHAN DAN METODE
(Arnold et al., 1991 ; Liston et al., 1992 ;
Penelitian ini dilakukan di
Badenes dan Parfitt, 1995 ; Yonemori et
Laboratorium Biologi Molekuler dan
al., 1996), seperti pada tanaman terong
Selluler PAU Bioteknologi IPB dan
(Solanum melongena) dilaporkan bahwa
Laboratorium Terpadu Pusat Studi
fragmen ini dapat menunjukkan pola pita
Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya
yang polimorfik bila dipotong
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
menggunakan enzim restriksi seperti TaqI,
Bahan tanaman yang digunakan
AluI, RsaI, StyI, AseI, HinfI dan XbaI
dalam penelitian ini yaitu daun tanaman
(Isshiki et al., 1998). Dengan demikian
kentang yang diambil dari tempat
maka primer spesifik tersebut berpotensi
perbanyakan pada Laboratorium Kultur
untuk digunakan pada studi pola segregasi
Jaringan Kentang Jurusan Budidaya

Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017 77


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

tanaman Fakultas Pertanian IPB Bogor. Jenis enzim restriksi yang


Contoh daun diambil dari tetua fusi yang menghasilkan pola pita DNA yang
digunakan Purwito (1999) yaitu BF-15, menunjukkan polimorfisme dari fragmen
Nicola, Aminca, Cardinal, SpV-10 dan S. berukuran 3,2 kb tersebut, selanjutnya
stenotonum, serta tanaman hasil digunakan untuk mengidentifikasi pola
hibridisasi somatik antara BF-15 dan segregasi kloroplas pada tanaman hasil
S.stenotomum (A-5, A-5A, A-5C, A-10C, hibridisasi somatik.
A-17, A-18A, A-18B1, A-18B3, A-18B4,
A-18C, A-18D, A-18E1, A-18E3, A- 1. Ekstraksi DNA Total Genom
Tanaman dan Analisis PCR
18E4, A-18E5, A-18E6, A-18E8, A-20, A-
20A, A-20B, dan A-20C). Ekstraksi DNA total genom
tanaman yang akan digunakan sebagai
Amplifikasi PCR Menggunkan Primer DNA cetakan dan prosedure analisis PCR
Spesifik
dilakukan seperti pada percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan sebelumya.
melakukan amplifikasi PCR mengguna Campuran reaksi untuk PCR
kan primer spesifik untuk bagian tertentu (Polymerase Chain Reaction) disiapkan
dari genom kloroplas, seperti yang dengan total volume 100 L (Arnold et
dilaporkan oleh Arnold et al. (1991) yaitu al., 1991) yang masing-masing
primer spesifik rbcL (5’- mengandung 250 ng/L DNA cetakan, 10
ATGTCACCACAAACAGAAACTAAA mM dNTP (dATP, dGTP, dTTP dan
GCAAGT-3’) dan primer ORF106 (5’- dCTP), 70 pmol primer, 2,5 unit Taq DNA
ACTACAGATCTCATACTACCCC-3’) polymerase dan 1,5 M Buffer+MgCl2.
yang digunakan mengamplifikasi Amplifikasi dilakukan dengan menempat-
beberapa DNA total genom tetua fusi. kan campuran reaksi pada blok, dimana
Fragmen DNA hasil Amplifikasi PCR suhu pra amplifikasi 94C selama 1 menit
berukuran 3,2 kb seperti yang dilaporkan
untuk terjadinya denaturasi DNA.
Oghihara et.al (1991) kemudian dipotong
Selanjutnya mengatur reaksi siklus dengan
menggunakan dua macam enzim restriksi
program step cycle (DNA Thermal Cycler)
yaitu RsaI, dan HhaI.
sampai mencapai 30 siklus yang masing-
masing siklus terdiri dari 3 tahap yaitu

78 Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

tahap 1 untuk denaturasi dengan menit, lalu dibilas dengan aquades. Gel
pemanasan 94C selama 1 menit, tahap 2 kemudian diamati dengan menggunakan
untuk pelekatan primer pada suhu 55C UV transilluminator, dan pola pita
selama 1 menit dan tahap 3 untuk (profil) DNA hasil amplifikasi diamati

perpanjangan pada suhu 72C selama 4 dan difoto menggunakan kamera

menit. Setelah 30 siklus ditambahkan polaroid.

waktu inkubasi pada suhu 72C selama 5


menit untuk memastikan bahwa DNA 3. Analisis Pola Segregasi Genom
Kloroplas
yang diamplifikasi telah mengalami
renaturasi, untuk keperluan tersebut Enzim restriksi dengan hasil

digunakan program thermal delay yaitu pemotongan yang menunjukkan pola pita
yang polimorfik antara dua tetua yang
inkubasi pada suhu 72C selama 5 menit,
difusikan yaitu BF-15 dan S. stenotomum,
kemudian diikuti pendinginan (4C).
selanjutnya digunakan untuk menguji pola
pita DNA kloroplas terhadap semua
2. Pemotongan Fragmen DNA 3,2 kb
dengan Enzim Restriksi tanaman hasil fusi dari kedua tetua
tersebut. Pola segregasi DNA kloroplas
Sebanyak 10 l aliquots hasil
pada tanaman hasil hibridisasi somatik
amplifikasi PCR dari DNA tetua dan hasil
ditentukan dengan membandingkan pola
hibridisasi somatik antara BF-15 dan S.
pita DNA atau tipe kloroplas kedua
stenotomum selanjutnya dipotong dengan
tetuanya.
masing-masing enzim restriksi (HhaI, dan
RsaI). Fragmen DNA hasil pemotongan
HASIL DAN PEMBAHASAN
enzim restriksi tersebut selanjutnya
1. Ekstraksi DNA Total Genom
ditambahkan dengan 3 L buffer loading
Tanaman dan Analisis PC
(mengandung bromo fenol blue dan
Hasil amplifikasi PCR dengan
sukrosa), kemudian dimigrasikan pada
primer rbcL dan ORF106 pada DNA tetua
elektroforesis gel agarosa (1,8 %) dengan
fusi sebagai cetakan (template) menunjuk-
tegangan 45 volt selama 2 jam. Gel hasil
kan bahwa selain fragmen berukuran 3,2
elektroforesis selanjutnya direndam pada
kb yang dihasilkan oleh primer spesifik
larutan etidium bromida selama lima
tersebut, juga terdapat fragmen berukuran

Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017 79


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

1,2 kb. Fragmen dengan ukuran sekitar 1,2 kb hanya muncul pada sampel BF-15,
3,2 kb muncul pada semua sampel yang S.phureja, Aminca, Cardinal, Nicola,
dianalisis dan menunjukkan bahwa tidak tetapi tidak muncul pada S. stenotomum.
terdapat variasi antara setiap tetua fusi, Data mengenai hasil amplifikasi PCR
hal ini berarti pula bahwa bagian tertentu menggunakan primer rbcL dan ORF106
dari DNA kloroplas yang dijadikan target pada tetua fusi dan beberapa hibrida
dapat teramplifikasi secara benar. somatik disajikan pada Gambar 1.
Sedangkan fragmen dengan ukuran sekitar

M 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

3,2 kb

1,2 kb

Gambar 1. Profil DNA Hasil ampilfikasi PCR dengan Menggunakan Primer rbcL dan ORF 106.1-
kb ladder (M), BF-15 (1), S.stenotonum (2), S.phureja (3), Aminca (4), Cardinal (5),
Nicola (6), SpV-10 (7), BFP-56 (8), A.5A (9), Amcar.33 (10), BF-15.P10 (11).

Pada tanaman terong (S. melongena) 2. Pemotongan DNA Hasil Amplifikasi


dengan Enzim Restriksi
dan beberapa spesies liarnya dilaporkan
bahwa amplifikasi dengan menggunakan Fragmen DNA yang merupakan
primer rbcL dan ORF106 hanya hasil amplifikasi PCR kemudian dipotong
menghasilkan fragmen tunggal berukuran dengan menggunakan enzim restriksi RsaI
sekitar 3,2 kb (Isshiki et al, 1998), dan HhaI. Hasil pemotongan
sedangkan fragmen dengan ukuran sekitar menunjukkan bahwa fragmen 3,2 kb dan
1,2 kb tidak ditemukan. Fragmen 1,2 kb bila dipotong dengan enzim
berukuran sekitar 1,2 kb ini kemungkinan restriksi HhaI menghasilkan empat
tidak spesifik terdapat pada kloroplas fragmen dengan ukuran masing-masing
karena DNA cetakan yang digunakan 0,4 kb, 0,8 kb, 1,2 kb dan 2,0 kb.
adalah DNA total genom tanaman. Demikian pula bila dipotong dengan

80 Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

enzim restriksi RsaI juga menghasilkan lain, ternyata dapat menunjukkan variasi
empat fragmen dengan ukuran masing- pada daerah amplifikasi yaitu AluI, AseI,
masing 0,2 kb., 0,3 kb, 0,7 kb dan 1,6 kb. BamHI, HinfI, MspI, ScrFI, StyI, TaqI,
Data hasil pemotongan fragmen DNA 3,2 dan XbaI. Kemungkinan lain dari hasil
kb dan 1,2 kb menggunakan enzim yang monomorfik tersebut disebabkan
restriksi HhaI dan RsaI disajikan pada karena memang tidak ada variasi pada
Gambar 2. daerah yang teramplifikasi.
Gambar 2 menunjukkan bahwa pola Pada waktu yang hampir bersamaan,
pita hasil pemotongan dari kedua enzim studi tentang pola segregasi kloroplas
restriksi yang digunakan (RsaI dan HhaI) pada tanaman hasil hibridisasi somatik
pada semua sampel masih bersifat antara BF-15 dan S. phureja serta BF-15
monomorfik, sehingga metode analisis dan S. stenotomum, juga dilakukan oleh
RFLP dari fragmen 3,2 kb tersebut tidak Sihachackr et.al. (2000). Pendekatan
dapat digunakan untuk identifikasi pola yang digunakan adalah dengan
segregasi genom kloroplas pada tanaman melakukan analisis RAPD pada genom
hasil hibridisasi somatik antara BF-15 dan kloroplas. Analisis RAPD dilakukan
S. stenotomum. Dengan demikian masih dengan cara mengisolasi organel kloroplas
harus dicari enzim lain yang dan memisahkannya dengan organel
memungkinkan memberikan hasil mitokondria dan inti sebelum kegiatan
pemotongan yang bersifat polimorfik. ekstraksi DNA kloroplas, sehingga
Hasil penelitian sebelumnya pada diperoleh total DNA kloroplas yang
Solanum melongena (Isshiki et al., 1998) murni tanpa terkontaminasi dengan DNA
menggunakan beberapa enzim restriksi mitokondria dan inti.

Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017 81


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

M 1 2 3 4 5 M 1 2 3 M 4 5 6

(B)

1,6 kb
2,0
kb 0,7 kb
1,2
kb 0,3 kb
0,8
0,2 kb
kb

(B)
(A)
Gambar 2. Profil DNA Hasil ampilfikasi PCR yang dipotong dengan enzim restriksi HhaI (A),
RsaI dan HhaI (B). 1-kb ladder (M), BF-15 (1), S. stenotonum (2), S. phureja (3),
Aminca (4), Cardinal (5), Nicola (6), 1-kb ladder (M), BF-15 (1), S. phureja (2), D.25
A (3) dengan RsaI, 100 bp ladder (M), B-15 (4), S.phureja (5), D.25 A (6) dengan
HhaI

Hasil penelitian sebelumnya pada yang digunakan adalah dengan


Solanum melongena (Isshiki et al., 1998 melakukan analisis RAPD pada genom
dan Ames et al., 2008) menggunakan kloroplas. Analisis RAPD dilakukan
beberapa enzim restriksi lain, ternyata dengan cara mengisolasi organel kloroplas
dapat menunjukkan variasi pada daerah dan memisahkannya dengan organel
amplifikasi yaitu AluI, AseI, BamHI, mitokondria dan inti sebelum kegiatan
HinfI, MspI, ScrFI, StyI, TaqI, dan XbaI. ekstraksi DNA kloroplas, sehingga
Kemungkinan lain dari hasil yang diperoleh total DNA kloroplas yang
monomorfik tersebut disebabkan karena murni tanpa terkontaminasi dengan DNA
memang tidak ada variasi pada daerah mitokondria dan inti.
yang teramplifikasi. Selanjutnya dilaporkan bahwa hasil
Pada waktu yang hampir bersamaan, analisis RAPD genom kloroplas pada
studi tentang pola segregasi kloroplas tetua fusi dan hasil hibridisasi somatiknya,
pada tanaman hasil hibridisasi somatik menunjukkan bahwa pola segregasi
antara BF-15 dan S. phureja serta BF-15 genom kloroplas pada tanaman kentang
dan S. stenotomum, juga dilakukan oleh hasil hibridisasi somatik bersifat acak,
Sihachackr et.al. (2000). Pendekatan dimana dari 10 tanaman hibrida somatik

82 Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

antara BF-15 dan S. phureja terdapat dua Informasi tersebut menunjukkan


nomor individu yang identik dengan pula bahwa pada tanaman kentang hasil
genom kloroplas BF-15 dan delapan hibridisasi somatik, hanya satu tipe genom
nomor individu yang identik dengan kloroplas tetua yang bartahan dan yang
genom kloroplas S. phureja. Demikian lainnya akan mengalami kejadian sorting
pula terjadi pada hibridisasi somatik out. Selain itu, diketahui pula bahwa
antara BF-15 dan S. stenotomum, sebagian genom kloroplas tanaman kentang hasil
tanaman hasil hibridisasi somatiknya hibridisasi somatik tidak mengalami
mengikuti tipe kloroplas tetua BF-15 dan rekombinasi dan rearrangement, karena
sebagian lainnya mengikuti tipe kloroplas pola pita DNA kloroplas tanaman hasi
tetua S. stenotomum (sihachakr, 2000) hibridisasi somatiknya semuanya identik
(komunikasi pribadi). dengan pola pita DNA kloroplas tetuanya.
Dengan demikian maka analisis
segregasi genom kloroplas lebih KESIMPULAN
memungkinkan dilakukan dengan 1. Amplifikasi genom kloroplas pada
menggunakan metode RAPD pada genom semua tetua fusi menggunakan primer
kloroplas murni, dibanding menggunakan rbcL dan ORF106 dengan PCR
metode RFLP hasil amplifikasi PCR menghasilkan fragmen DNA berukuran
daerah tertentu dari DNA kloroplas. Hal 3,2 kb.Analisis RFLP pada fragmen 3,2
yang penting diperhatikan pada analisis kb menggunakan enzim restriksi RsaI
RAPD genom kloroplas adalah kemampu- dan HhaI pada semua sampel tetua fusi
an untuk memisahkan dan memurnikan yang digunakan menghasilkan
organel kloroplas dari organel mitokond- pola pita yang bersifat monomorfik.
ria dan inti. Perbedaan hasil yang 2. Metode analisis RFLP pada fragmen
diperoleh dari analisis RFLP DNA DNA berukuran 3,2 kb hasil
kloroplas antara kentang (Solanum amplifikasi PCR menggunakan primer
tuberosum L) dan terong (Solanum rbcL dan ORF106 dari genom
melongena L) dengan spesies liarnya, kloroplas, tidak dapat digunakan untuk
adalah kemungkinan fragmen 3,2 kb dari identifikasi pola segregasi genom
DNA kloroplas kentang lebih konservatif. kloroplas tanaman hasil hibridisasi

Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017 83


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

somatik antara BF-15 dan S. hybrids of eggplant (Solanum


melongena L.) with Solanum
stenotomu.
aethiopicum L. Theor Appl Genet
85: 841-850.
DAFTAR PUSTAKA
Furini A, Wunder J. 2004. Analysis of
Ames, M., and Spooner, M,.D. 2008. eggplant (Solanum melongena)-
DNA from herbarium specimens related germplasm: morphological
settles a controversy about origins of and AFLP data contribute to
the European potato. American. phylogenetic interpretations and
Journal. Botanic. 95 (2) 252-257 germplasm utilization. Theor Appl
Genet. 108:107–208.
Arnold, M.L., C.M. Buckner and J.J.
Robinson, 1991. Polen mediated Guri, A. and K.C. Sink, 1988.
introgression and hybrid speciation Interspesific somatic hybrid plants
in Lousiana irises. Proc. Natt. Acad between eggplant (Solanum
Sci USA 88: 1398-1402. melongena) and Solanum torvum.
Theor Appl Genet 76: 321-326.
Badenes, M.L. and D.E. Parfitt, 1995.
Phylogenetic relationships of Isshiki, S., T. Uchiyama, Y. Tashiro and
cultivated Prunus species from an S. Miyazaki, 1998. FRLP analysis
analysis of chloroplast DNA of PCR amplified region of
variation. Theor Appl Genet. 90: chloroplast DNA in eggplant ang
1035-1041. related Solanum species. Euphytica
102: 295-299.
Barone A, Li J, Sebastiano A, Cardi T,
Frusciante L. 2002. Evidence for Isshiki S, Okubo H, Fujieda K. 2000.
tetrasomic inheritance in a tetraploid Segregation of isozymes in selfed
Solanum commersonii (+) S. progenies of a synthetic
tuberosum somatic hybrid through amphidiploid between Solanum
the use of molecular markers. Theor integrifolium and S. melongena.
Appl Genet. 104:539–546 Euphytica 112:9–14.

Behera TK, Singh N. 2002. Inter-specific Isshiki S, Suzuki S, Yamashita K. 2003.


crosses between eggplant (Solanum RFLP analysis of mitochondrial
melongena L.) with related Solanum DNA in eggplant and related
species. Sci Hortic 95:165–172. Solanum species. Genet Resour
Crop Evol. (2003) 50:133–137.
Chen ZJ, Ni Z. 2006. Mechanism of
genomic rearrangements and gene
expression change in plant
polyploids. Bioessay 28:240–252

Daunay, M.C., M.H. Chaput, D.


Sihachakr, M. Allot, F. Vedel And
D. Ducreux, 1993. Production and
characterization of fertile somatic

84 Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017


Sudirman Numba : Analisis Pola Segregasi DNA Genom Kloroplas Hasil Hibridasi Somatik Tanaman
Kentang Menggunakan Teknik RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA)

Liston, A., I.H. Rieseberg and M.A. National Academy of Sciences of


Hanson, 1992. Variation in the the USA.
chloroplast genes rpoC1 and rpoC2
of the genus Astragulus (Fabaceae); Resistance to bacterial wilt in somatic
evidence from restriction site hybrids between Solanum
mapping of a PCR amplified frag- tuberosum and S. phureja. Plant
ment. Amer J. Bot 79: 953-961. Sci. (accepted)
Ogihara.Y.T.Terachi and T.
Sasamuka. 1991. Molecular analy- Yonemori, K., D. E. Parfitt, S. Kanzaki,
sis of the hot spot region related to A. Sugiura, N. Utsunomiya and S.
length mutations in wheat chloroplat Subhandrabandu, 1996. RFLP
DNAs. 1 nucleotide divergence of analysis of an amplified region of
genes and intergenic spacer regions CpDNA for phylogeny of the genus
located in the hot spot region. Diospyras, J Jpn.Soc.Hor.Sci. 64:
Genetics 129: 873-884 771-777.

Purwito, A. 1999. Fusi protoplas Intra


dan inter spesifik pada tanaman
kentang. Disertasi Doktor pada
Program Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor (tidak dipublikasi).

Sakata, Y., T. Nishio and P.J. Matthews,


1991. Chloroplast DNA analysis of
eggplant (Solanum melongena)
related species for their taxonomic
affinity. Euphytica 55: 21-26.

Sakata, Y. and R.N. Lester, 1994.


Chloroplast DNA diversity in
eggplant (Solanum melongena) and
its related species S. incanum and S.
marginatum. Euphytica 80: 1-4.

Sihachakr, D., Fock, C. Collonier, A.


Purwito,J. Luisetti, V.
Souvannavong, F. Vedel, A.
Servaes, A. Ambroise, H. Kodja and
G. Ducreux, 2000.

Spooner, M.D.,Jorge Núñez,J., and


Trujillo, G. 2007. Extensive simple
sequence repeat genotyping of
potato landraces supports a major
reevaluation of their gene pool
structure and classification. The

Jurnal Agrotek Vol. 1 No. 2 September-2017 85


Jurnal Littri 15(1), Maret 2009. Hlm. 9 – 15
ISSN 0853-8212

KERAGAMAN GENETIK, HERITABILITAS DAN KORELASI ANTAR KARAKTER


KUANTITATIF NILAM (Pogostemon sp.) HASIL FUSI PROTOPLAS

BUDI MARTONO

Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Aneka Tanaman Industri


Jl. Raya Pakuwon KM 2, Parungkuda, Sukabumi, Telp/Faz. : (0266) 533283
email:balittri@gmail

(Terima tgl. 3/8/2007 - Terbit tgl. 11/3/2009)

ABSTRAK Plant height, length of primary branches, number and length of secondary
branches, length and width of leaves, leaf petioles length, fresh and dry
leaves production showed high heritability values. Meanwhile, the
Fusi protoplas merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan characters of number of primary and secondary branches, number of
untuk meningkatkan keragaman genetik pada tanaman nilam. Pendugaan leaves on primary branches and thick of leaves showed moderate to low
parameter genetik nilam hasil fusi protoplas nilam Jawa (Girilaya) dengan heritability values. Most characters observed showed wide genetic
nilam Aceh (Sidikalang dan TT 75) adalah penting dalam program variability and high heritability, except for number of primary branches,
pemuliaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik, number of leaves on primary branches, and thick of leaf. Phenotypic and
heritabilitas, korelasi fenotipik dan genotipik beberapa karakter kuantitatif genotypic correlations between plant height, number of primary branches,
hibrida somatik nilam hasil fusi protoplas. Penelitian dilakukan di KP. length of secondary branches, length and width of leaves, leaf petiole
Cimanggu Balittro dari bulan Juli-Desember 2004. Rancangan percobaan length and fresh leaves production with dry leaves production were
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok dengan 33 genotipe positive and significant.
yang terdiri dari 3 tetua dan 30 klon hibrida somatik sebagai perlakuan dan
diulang dua kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah cabang Key words: Pogostemon sp., protoplast fussion, genetic parameters
primer, jumlah daun per cabang primer dan tebal daun mempunyai
keragaman genetik yang sempit, sedangkan tinggi tanaman, panjang
cabang primer, jumlah dan panjang cabang sekunder, panjang dan lebar
daun, panjang tangkai daun, produksi terna basah dan kering keragaman PENDAHULUAN
genetiknya luas. Heritabilitas tinggi tanaman, panjang cabang primer,
panjang cabang sekunder, panjang dan lebar daun, panjang tangkai daun,
produksi terna basah dan kering bernilai tinggi. Sedangkan karakter jumlah Nilam Aceh (Pogostemon cablin Benth.) merupakan
cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun per cabang primer
dan tebal daun bernilai heritabilitas rendah sampai sedang. Sebagian besar
jenis nilam yang banyak dibudidayakan untuk tujuan
karakter yang diamati memiliki keragaman genetik luas dan heritabilitas produksi minyak. Jenis ini mempunyai kadar minyak tinggi
tinggi, kecuali jumlah cabang primer, jumlah daun per cabang primer dan yaitu 2,5%, kualitas minyak memenuhi standar mutu
tebal daun. Korelasi fenotipik dan genotipik positif dan nyata terhadap perdagangan yang dicirikan dengan kadar patchouli alkohol
produksi terna kering ditunjukkan oleh karakter tinggi tanaman, jumlah
cabang primer, panjang cabang sekunder, panjang dan lebar daun, panjang
yang tinggi, rentan terhadap nematoda, dan tidak berbunga
tangkai daun serta produksi terna basah. (NURYANI dan HADIPOENTYANTI, 1994). Nilam Jawa (P.
heyneanus Benth.) merupakan nilam jenis lain yang
Kata kunci: Pogostemon sp., fusi protoplas, parameter genetik dibudidayakan dalam skala terbatas, kadar minyak  2%,
ABSTRACT
kualitas rendah, toleran terhadap nematoda, dan dapat
berbunga. Untuk perbaikan sifat genetik nilam, terutama
Genetic variability, heritability, and correlation among quantitative meningkatkan sifat ketahanan nilam terhadap nematoda,
characters of patchouli (Pogostemon sp.) derived from protoplast kedua jenis nilam tersebut dapat disilangkan tetapi
fussion
persilangan secara konvensional tidak dapat dilakukan.
Protoplast fussion is one of the alternatives for increasing genetic Sehubungan dengan itu, teknik in vitro melalui fusi
variability of patchouli. Study to estimate genetic parameters of somatic protoplas dilakukan untuk menggabungkan sifat unggul
hybrids of Pogostemon heyneaneus (cv. Girilaya) x P. cablin (cv. yang dimiliki nilam Aceh (kadar dan kualitas minyak
Sidikalang and TT 75) is important in breeding program. Study on genetic
tinggi) dengan sifat tahan terhadap nematoda pada nilam
variability, heritability, phenotypic and genetic correlation for some
quantitative characters of somatic hybrids of patchouli derived from Jawa (NURYANI et al., 2001a dan 2001b). NURYANI et al.
protoplast fussion was conducted in Cimanggu Experimental Garden from (2001b) melaporkan bahwa hibrida somatik hasil fusi
July to December 2004. The experiment was arranged in a randomized protoplas antara nilam Jawa dengan nilam Aceh secara
complete block design with two replications using 33 genotypes consisting
of three parents and 30 somatic hybrids as treatments. Results of this
genetik memiliki kekerabatan yang lebih dekat dengan
experiment showed that number of primary branches, number of leaves on nilam Aceh yang memiliki kandungan dan kualitas minyak
primary branches, and thickness of leaves indicated narrow genetic atsiri yang tinggi.
variability, while plant height, length of primary branches, number and Usaha perbaikan genetik tanaman nilam
length of secondary branches, length and width of leaves, leaf petiole
length, fresh and dry leaves production indicated wide genetic variability.
memerlukan adanya plasma nutfah dengan keragaman

9
JURNAL LITTRI VOL. 15 NO. 1, MARET 2009 : 9 - 15

genetik yang luas. BHOJWANI dan RAZDAN (1996) menyata- nomor terdiri dari 3 tetua yaitu nilam Jawa (Girilaya) dan
kan bahwa variasi rekombinan karakter genetik di dalam nilam Aceh (Sidikalang dan TT75). TT75 merupakan
tanaman hasil fusi akan sangat beragam dalam frequensi somaklon yang dihasilkan dari induksi keragaman nilam
yang berbeda. Keragaman hibrida somatik dapat merupakan Aceh melalui radiasi kalus yang menghasilkan penampilan
hasil dari satu atau ketiga mekanisme berikut (1) baru nilam Aceh yang berbunga setelah mengalami
keragaman genetik akibat sub kultur kalus yang dilakukan subkultur berulang (NURYANI et al., 2002) dan 30 genotipe
terus menerus yang mengakibatkan suatu variasi nilam hasil fusi protoplas antara nilam Jawa dan nilam
somaklonal, (2) ketidak-stabilan dari kombinasi inti sel Aceh, yaitu 2 IV 1-0.6, 2 IV 2-0.1, 2 IV 3-0.7, 2 IV 4-0.1, 2
yang mengakibatkan hilangnya ekspresi gen atau hilangnya IV 5-0.1, 2 IV 6-0.8, 2 IV 8-0.2, 9 II 2-0.7, 9 II 3-0.1, 9 II
bagian dari informasi genetik, (3) adanya segregasi dari 4-0.1, 9 II 7-0.2, 9 II 8-1.2, 9 II 10-0.1, 9 II 10-0.2, 9 II
sitoplasma atau inti setelah fusi sehingga menghasilkan 16-0.1, 9 II 20-0.4, 9 II 21-0.2, 9 II 33, 9 II 34-0.1, 9 IV
suatu kombinasi yang unik antara informasi genetik pada 1-0.8, 9 IV 2-0.2, 9 IV 3-0.1, 9 IV 4-0.5, 9 IV 5-0.4, 9 IV 6-
sitoplasma dan inti. 0.1, 9 IV 9-0.1, 9 IV 13-0.1, 9 IV 14-0.1, 9 IV 16-0.9, dan 9
Genotipe hasil fusi protoplas atau hibrida somatik IV 19-0.1.
yang diharapkan selain memiliki kandungan dan kualitas Penelitian disusun dengan rancangan acak kelompok
minyak atsiri yang tinggi juga tahan terhadap nematoda. (RAK), ulangan dua kali, jumlah tanaman per petak 10
Informasi lain yang juga penting diperhatikan dalam tanaman, dan jarak tanam 1 m x 1 m. Nilam ditanam dalam
pengembangan varietas baru adalah perilaku pewarisan polybag (50 cm x 50 cm) yang berisi tanah dan pupuk
berbagai karakter agronomis tanaman hasil fusi protoplas kandang (perbandingan 2:1), jenis tanah yang dipergunakan
tersebut. Informasi ini sangat diperlukan untuk menetapkan adalah Latosol dari Bogor.
apakah karakter-karakter yang diamati tersebut dapat Pengamatan dilakukan sebelum panen pada umur 5
dijadikan sebagai kriteria seleksi dalam memilih genotipe- bulan. Karakter kuantitatif yang diamati meliputi tinggi
genotipe baru yang diinginkan. Beberapa parameter genetik
tanaman (cm), jumlah cabang primer, panjang cabang
yang dapat digunakan sebagai pertimbangan agar seleksi
primer (cm), jumlah cabang sekunder, panjang cabang
efektif dan efisien adalah keragaman genetik, heritabilitas,
sekunder (cm), jumlah daun per cabang primer, panjang
korelasi dan pengaruh dari karakter-karakter yang erat
hubungannya dengan hasil (BOROJEVIC, 1990). Adanya dan lebar daun (cm), tebal daun (mm), panjang tangkai
keragaman genetik, yang berarti terdapat perbedaan nilai daun (cm), produksi terna basah dan kering (g).
antar individu genotipe dalam populasi merupakan syarat Model linier aditif yang digunakan untuk
keberhasilan seleksi terhadap karakter yang diinginkan. menganalisis data hasil pengamatan dari setiap karakter
FEHR (1987) menyebutkan bahwa heritabilitas adalah salah adalah sebagai berikut (MATTJIK dan SUMERTAJAYA, 2002):
satu alat ukur dalam sistem seleksi yang efisien yang dapat Yij    i   j  ij
menggambarkan efektivitas seleksi genotipe berdasarkan dimana:
penampilan fenotipenya. Sedangkan korelasi antar karakter Yij = Nilai pengamatan suatu karakter pada genotipe
fenotipe diperlukan dalam seleksi tanaman, untuk menge- ke-i dan ulangan ke-j
tahui karakter yang dapat dijadikan petunjuk seleksi  = Nilai tengah umum
terhadap produktivitas yang tinggi (SUHARSONO et al., i = Pengaruh aditif dari genotipe ke-i
2006; WIRNAS et al., 2006). j = Pengaruh aditif ulangan ke-j
Sampai saat ini belum diketahui seberapa besar ij = Pengaruh galat percobaan dari genotipe ke-i
keragaman genetik, heritabilitas, korelasi genetik dan pada ulangan ke-j.
fenotipik hibrida somatik nilam antara nilam Jawa dengan
nilam Aceh. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian Berdasarkan model linier tersebut maka dapat
yang bertujuan untuk mengetahui keragaman genetik, disusun daftar analisis ragam (Tabel 1). Pendugaan
heritabilitas, korelasi fenotipik dan genotipik beberapa komponen ragam genetik dan ragam fenotipik berdasarkan
karakter komponen produksi terna kering guna menunjang Tabel 1 adalah sebagai berikut:
program perakitan genotipe dengan produksi minyak yang
tinggi. Ragam genetik  
2 KT genotipe  KT galat
g  Ulangan r 

BAHAN DAN METODE Ragam fenotipik    


2
p
2
g   2e

Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan
 
berdasarkan ragam genetik  2 dan standar deviasi ragam
Cimanggu Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(Balittro), ketinggian tempat 240 m di atas permukaan laut g
 g
genetik  2 menurut rumus sebagai berikut:
2  KT 2 KT32 
(dpl), bertipe curah hujan A dari bulan Juli sampai   
2
 2  
Desember 2004. Bahan tanaman yang digunakan adalah 33 r  g  1 gr  g  r  3 
g 2

10
Tabel 1. Analisis ragam dan harapan kuadrat tengah dari RAK untuk suatu genetik beberapa karakter kuantitatif nilam hasil fusi
karakter
Table1. Analysis of variance and expected mean squares of RBD protoplas. Nilai koefisien keragaman genetik (KKG)
experiment for a character berkisar antara 0,001 sampai 197,51%. Nilai KKG tertinggi
Sumber keragaman Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai harapan sebesar 197,51% terdapat pada karakter produksi terna
Source of variance df MS kudrat tengah basah dan nilai terendah sebesar 0,001% terdapat pada
EMS karakter tebal daun. Berdasarkan klasifikasi dari PINARIA et
Ulangan r-1 KT1  2  g 2 al. (1995) terlihat bahwa semua karakter yang diamati
e r
mempunyai keragaman genetik luas kecuali jumlah cabang
Genotipe g-1 KT2  2  r 2 primer, jumlah daun per cabang primer dan tebal daun.
e g
Karakter tersebut merupakan karakter vegetatif yang
cenderung dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Karakter
Galat (r-1)(g-1) KT3  e
2
dengan ragam sempit tersebut bersifat kuantitatif yang
dikendalikan oleh banyak gen (poligen). Sifat kuantitatif
yang dikendalikan oleh banyak gen diartikan sebagai hasil
akhir dari suatu proses pertumbuhan yang berkaitan dengan
(ANDERSON dan BANCROFT, 1952) dalam DARADJAT (1987). sifat morfologi dan fisiologi. Untuk lebih meningkatkan
Apabila:  2  g keragaman genetiknya luas, sedang-
2

kan jika g 2  22  : keragaman genetiknya sempit keragaman genetik pada nilam maka perlu dilakukan fusi
g g 2 protoplas dengan menggunakan populasi lain yang
(PINARIA et al., 1995). 2 mempunyai hubungan genetik berbeda dengan populasi
2
 dugaan heritabilitas h dalam arti luas
 Nilai 2 adalah yang diuji.
h  
2 g
x100 % . Kriteria dugaan heritabilitas (h ) menurut
 2

  Seleksi terhadap karakter tinggi tanaman, panjang


STANSFIELD (1991), yaitu: tinggi jika h250, sedang jika 20
p

 h2  50, dan rendah jika h2 20. cabang primer, jumlah cabang sekunder, panjang cabang
Koefisien korelasi fenotipik (rp(xy)) dan koefisien sekunder, panjang dan lebar daun, panjang tangkai daun,
korelasi genotipik (rg(xy)) antara sembarang karakter ke-x produksi terna basah dan kering yang diuji pada populasi
dan y diduga dengan rumus : ini efektif, seleksi tidak efektif jika dilakukan terhadap
jumlah cabang primer, jumlah daun per cabang primer dan
kov p xy  tebal daun. Keragaman genetik yang luas menunjukkan
r p xy  

 
2
p.x
2
p .. y
 adanya pengaruh genetik yang lebih dominan daripada
pengaruh lingkungan. Luasnya keragaman genetik dari
 r kov g xy  karakter tinggi tanaman, panjang cabang primer, jumlah

  

g xy  2 2 cabang sekunder, panjang cabang sekunder, panjang dan
g.x g .y
dimana: lebar daun, panjang tangkai daun, produksi terna basah dan
kov.p(xy) = kovarians fenotipik antara x dan y kering dalam populasi ini karena populasi yang dievaluasi
kov.g(xy) = kovarians genetik antara x dan y terdiri dari genotipe-genotipe yang berbeda, yaitu hasil fusi
2p . x = ragam fenotipik x dan  p.y = ragam fenotipik y
2
protoplas antara nilam Jawa (Girilaya) dengan nilam Aceh
= ragam genetik x dan  g.y = ragam genetik y.
2 (Sidikalang dan TT75) yang berbeda susunan genetiknya.
2
g .x
WENZEL (1980) menyatakan bahwa populasi dari tanaman
Untuk uji signifikansi koefisien korelasi fenotipik yang diregenerasikan dari fusi protoplas mengandung
dan genotipik antara dua karakter digunakan uji t. keragaman yang lebih tinggi dibandingkan keragaman dari
populasi tanaman yang dihasilkan dari hibridisasi seksual.
Keragaman diamati pada bagian yang berbeda dari karakter
HASIL DAN PEMBAHASAN fenotipik seperti tinggi tanaman, bentuk daun, ukuran daun,
ukuran tangkai daun, panjang daun, warna bunga, dan
Keragaman Genetik viabilitas serbuk sari (DUDITS et al., 1991; GURI dan SINK,
1988; NYMAN dan WAARA, 1997; SIHACHAKR et al., 1989).
Seleksi merupakan dasar dari seluruh perbaikan
tanaman untuk mendapatkan varietas unggul baru. Dalam
Heritabilitas
perakitan varietas unggul, keragaman genetik memegang
peranan yang sangat penting karena semakin tinggi
keragaman genetik semakin tinggi pula peluang untuk Nilai dugaan heritabilitas suatu karakter perlu
mendapatkan sumber gen bagi karakter yang akan diketahui untuk menduga kemajuan dari suatu seleksi,
diperbaiki. Tabel 2 menyajikan nilai koefisien keragaman apakah karakter tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor

11
JURNAL LITTRI VOL. 15 NO. 1, MARET 2009 : 9 - 15


 

Tabel 2. Koefisien keragaman genetik (KKG), ragam genetik  2 g dan
standar deviasi ragam genetik beberapa karakter kuantitatif
nilam hasil fusi prot oplas dan tetuag nya
77,12%, 60,00%, 68,45%, 92,55%, dan 91,18%. Nilai
heritabilitas tinggi untuk karakter tersebut yang diikuti
 
 
Table 2. Coefficient of genetic variability (CGV), genetic variance  2 g keragaman genetik luas menunjukkan bahwa karakter
and standard deviation of genetic 2 variance  2 of some tersebut penampilannya lebih ditentukan oleh faktor genetik
quantitative characters of patchouli derived fromg protoplast
fussion and the parents sehingga seleksi pada populasi ini akan efisien dan efektif
Karakter KKG
 g2  2 2 2 Kriteria karena akan memberikan harapan kemajuan genetik yang
Character g Criterion
g besar. Dengan demikian sesuai dengan pendapat FEHR
Tinggi tanaman 1,61 106,45 9,59 19,18 luas
Plant height
(1987), seleksi terhadap karakter tersebut dapat dimulai
Jumlah cabang primer 0,06 0,14 0,1 0,20 sempit pada generasi awal karena karakter tersebut akan mudah
Number of primer branch diwariskan. Sedangkan KOJIMA dan KELLEHER (1963)
Panjang cabang primer 0,93 40,49 14,58 29,16 luas
Length of primer branch mengemukakan jika suatu populasi memiliki nilai
Jumlah cabang sekunder 0,43 10,22 4,55 9,10 luas heritabilitas tinggi untuk suatu karakter maka seleksi massa
Number of secondary
branch
akan lebih efisien dalam memperbaiki karakter tersebut.
Panjang cabang sekunder 0,79 21,35 6,63 13,26 luas
Length of secondary
branch Korelasi Fenotipik dan Genotipik
Jumlah daun per cabang 3,46 652,47 353,66 707,32 sempit
primer
Number of leaf/primer
branch
Pada tanaman nilam, produksi terna kering
Panjang daun 0,25 1,96 0,55 1,10 luas merupakan salah satu karakter yang menentukan produksi
Leaf length minyak. Pewarisan karakter tersebut merupakan sesuatu
Lebar daun 0,09 0,60 0,2 0,40 luas
Leaf width yang kompleks dan dapat melibatkan sejumlah karakter
Tebal daun 0,001 0,00 0,00 0,00 sempit lain, oleh karena itu pada seleksi yang ditujukan untuk
Leaf thickness perbaikan produksi terna kering perlu mempertimbangkan
Panjang tangkai daun 0,06 0,22 0,07 0,14 luas
Leaf petiole length
karakter-karakter lain.

 2 ,  2 ,
Produksi terna basah 197,51 166.431,21 41.417,52 82.835,04 luas
Fresh leaves
Produksi production
terna kering 28,16 4.553,13 1.142,25 2.284,50 luas Tabel 3. Ragam genetik ragam lingkungan ragam fenotip

Dry leaves production  2   


 dan heritabilitas h 2 beberapa karakteer kuantitatif nilam
g

hasilp fusi
 environment variance  2 , phenotypic
   
Table3. Genetic protoplas da2n ,tetuanya
variance
variance  2 and he ritability  h 2  of some
g e
e charac-
p
quantitativ
genetik atau lingkungan karena heritabilitas dalam arti luas ters of patch ouli derived from protoplast fussion and the parents
Karakter Kriteria
merupakan proporsi ragam genetik terhadap ragam
 g
2
e 
Character 2 2 Criterion
fenotipiknya. Dalam hal ini, ragam genetik merupakan P h2
ragam genetik total yang mencakup ragam dominan Tinggi tanaman 106,45 37,99 144,44 73,70 Tinggi

 , ragam aditif  , dan ragam epistasis  


Plant height
2 2 2
D A I Jumlah cabang primer 0,14 0,55 0,69 20,29 Sedang
Number of primer branch
(FEHR, 1987; ROY, 2000). Ragam genetik, ragam Panjang cabang primer 40,49 35,65 76,14 53,18 Tinggi
lingkungan, ragam fenotipik dan heritabilitas masing- Length of primer branch
Jumlah cabang sekunder 10,22 14,65 24,87 41,09 Sedang
masing karakter disajikan pada Tabel 3. Ragam genetik dan Number of secondary
lingkungan berimplikasi pada penampilan fenotipik tanam- branch
an yang diekspresikan pada masing-masing karakternya. Panjang cabang sekunder 21,35 11,58 32,93 64,83 Tinggi
Length of secondary
Berdasarkan Tabel 3, maka karakter jumlah cabang primer, branch
jumlah cabang sekunder, jumlah daun per cabang primer Jumlah daun per cabang 652,47 1335,50 1987,97 32,82 Sedang
primer
dan tebal daun mempunyai nilai heritabilitas rendah sampai Number of leaf/primer
sedang (berkisar antara 0 sampai 41,09%), yang berarti branch
bahwa faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya daripada Panjang daun 1,96 0,58 2,54 77,12 Tinggi
Leaf length
faktor genetik. Program seleksi dari suatu karakter kurang Lebar daun 0,60 0,40 1,00 60,00 Tinggi
efektif apabila pendugaan heritabilitasnya rendah Leaf width
Tebal daun 0,00 0,00 0,00 0,00 Rendah
(MARQUEZ-ORTIZ et al., 1999). Sementara karakter lainnya, Leaf thickness
yaitu tinggi tanaman, panjang cabang primer, panjang Panjang tangkai daun 0,22 0,10 0,33 68,45 Tinggi
cabang sekunder, panjang dan lebar daun, panjang tangkai Leaf petiole length
Produksi terna basah 16.643,21 13.402,15 17.9833,36 92,55 Tinggi
daun, produksi terna basah dan kering mempunyai nilai Fresh leaves production
heritabilitas yang tinggi menurut klasifikasi STANSFIELD Produksi terna kering 4.553,13 440,31 4.993,44 91,18 Tinggi
(1991), berturut-turut adalah 73,70%, 53,18%, 64,83%, Dry leaves production

12
Korelasi fenotipik dan genotipik antar karakter Karakter-karakter jumlah cabang primer, jumlah
arahnya sama, kecuali pasangan antara jumlah cabang cabang sekunder, jumlah daun per cabang primer dan tebal
primer dengan jumlah cabang sekunder, panjang cabang daun mempunyai nilai heritabilitas rendah sampai sedang.
primer dengan panjang tangkai daun dan jumlah cabang Sementara itu, tinggi tanaman, panjang cabang primer,
sekunder dengan panjang daun, hal ini berarti bahwa seleksi panjang cabang sekunder, panjang dan lebar daun, panjang
untuk satu karakter sekaligus dapat memperbaiki karakter tangkai daun, produksi terna basah dan kering mempunyai
lain. nilai heritabilitas tinggi.
Analisis korelasi antara karakter kuantitatif dengan Keragaman genetik luas dan heritabilitas tinggi
produksi terna kering menunjukkan adanya korelasi ditunjukkan oleh sebagian besar karakter yang diamati,
fenotipik dan genotipik nyata (Tabel 4). Korelasi positif kecuali jumlah cabang primer, jumlah daun per cabang
nyata ditunjukkan oleh korelasi antara produksi terna kering primer dan tebal daun menunjukkan keragaman genetik
dengan tinggi tanaman, jumlah cabang primer, panjang sempit dengan heritabilitas rendah sampai sedang.
cabang sekunder, panjang dan lebar daun, panjang tangkai Korelasi fenotipik dan genotipik searah dan nyata
daun serta produksi terna basah. Hal ini berarti bahwa terdapat antara produksi terna kering dengan tinggi
semakin tinggi karakter-karakter di atas maka produksi tanaman, jumlah cabang primer, panjang cabang sekunder,
terna kering akan semakin meningkat. panjang dan lebar daun, panjang tangkai daun serta
Pada umumnya korelasi fenotipik lebih tinggi produksi terna basah.
daripada korelasi genotipik, kecuali korelasi antara
produksi terna kering dengan jumlah cabang primer di
mana korelasi fenotipiknya lebih rendah. Nilai korelasi UCAPAN TERIMA KASIH
fenotipik yang lebih tinggi daripada genotipik terjadi karena
faktor lingkungan dan interaksi genetik x lingkungan Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ir. Yang
mendukung ekspresi gen-gen dalam pleitropisme (satu gen Nuryani, atas bantuan dan sarannya sehingga penulisan ini
mengendalikan beberapa karakter) dan linkage (dua atau dapat terlaksana.
lebih gen terletak pada kromosom yang sama dan
cenderung diturunkan secara bersama).
Korelasi genotipik nyata yang tidak diikuti oleh DAFTAR PUSTAKA
korelasi fenotipiknya terjadi antara karakter jumlah cabang
primer dengan jumlah daun cabang primer dan korelasi
antara jumlah daun per cabang primer dengan panjang BOROJEVIC, S. 1990. Principles and Methods of Plant
daun. Hal tersebut disebabkan faktor lingkungan tidak Breeding. Elsevier Sci. Pub. Co. Inc., New York.
dapat mendukung ekspresi gen-gen pengendali dari 368p.
karakter-karakter tersebut. Sebaliknya terlihat adanya BHOJWANI and RAZDAN. 1996. Plant tissue culture: Theory
pasangan karakter yang memiliki koefisien korelasi feno- and Practice. A Revised Edition. Elsevier Pub. Co.,
tipik nyata tetapi koefisien korelasi genotipiknya tidak London. 373-405.
nyata, korelasi yang terjadi tersebut semata-mata karena DARADJAT, A.A. 1987. Variabilitas dan Adaptasi Genotip
pengaruh lingkungan. Korelasi yang terjadi akibat pengaruh Terigu (Triticum aestivum L.) pada Beberapa
lingkungan dijumpai pada pasangan antara jumlah cabang Lingkungan Tumbuh di Indonesia. Disertasi.
primer dengan panjang dan lebar daun; panjang cabang Universitas Padjadjaran, Bandung. 98p.
primer dengan jumlah cabang sekunder, jumlah daun DUDITS, D., G. HADLACZKY, E. LEVI, O. FEJER, Z. HAYDU, and
cabang primer, panjang dan lebar daun, panjang tangkai G. LAZAR. 1991. Somatic hybridization of Daucus
daun, produksi terna basah dan kering; serta jumlah cabang carota and D. Capilifolius by protoplast fusion.
sekunder dengan panjang cabang sekunder, jumlah daun Theor. Appl. Genet. 51: 127-132.
cabang primer, lebar daun dan panjang tangkai daun. FEHR, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development.
Theory and Technique. Vol. I. MacMillan Pub. Co.,
New York. 536 p.
KESIMPULAN GURI, A. and K.C. SINK. 1988. Interspecific somatic hybrid
plants between eggplant (Solanum melongena) and
Solanum torvum. Theor. Appl. Genet. 76: 490-496.
Jumlah cabang primer, jumlah daun per cabang KOJIMA, K. and T. KELLEHER. 1963. Selection studies of
primer dan tebal daun mempunyai keragaman genetik yang quantitative traits with laboratory animals. In:
sempit, sedangkan tinggi tanaman, panjang cabang primer, Hanson, W.D. and H.F. Robinson. Statistical
jumlah dan panjang cabang sekunder, panjang dan lebar Genetics and Plant Breeding. NAS-NRC,
daun, panjang tangkai daun, produksi terna basah dan Washington D.C. pp. 395-422.
kering keragaman genetiknya luas.

13
JURNAL LITTRI VOL. 15 NO. 1, MARET 2009 : 9 - 15

Tabel 4. Korelasi fenotipik (atas) dan korelasi genotipik (bawah) antar karakter pada tanaman nilam hasil fusi protoplas dan tetuanya
Table 4 Phenotypic (upper) and genotypic (lower) correlations among characters of patchouli derived from protoplast fussion and the parents
No. Karakter Tinggi Jumlah Panjang Jumlah Panjang Jumlah Panjang Lebar Tebal Panjang Produksi Produksi
tanaman cabang cabang cabang cabang daun daun daun daun tangkai terna terna
No Character Plant primer primer sekunder sekunder cabang Leaf Leaf Leaf daun basah kering
height Number Length of Number of Length of primer length width thickness Leaf Fresh Dry
of primary primary secondary secondary Number petiole leaves leaves
branch branch branch branch of leaf length production production
primary
branch
1. Tinggi tanaman P 1,00 0,72** 0,95** 0,88** 0,92** 0,90** 0,96** 0,93** 0,00 1,00** 0,95** 0,94**
Plant height G 1,00 0,70** 0,92** 0,62** 0,84** 0,72** 0,59** 0,68** 0,00 0,73** 0,63** 0,66**
2. Jumlah cabang primer P 1,00 0,74** -0,02 0,72** 0,19 0,36* 0,52** 0,00 0,62** 0,90** 0,81**
Number of primer branch G 1,00 0,63** 0,10 0,76** 0,80* 0,17 0,08 0,01 1,00** 0,95** 0,89**
3. Panjang cabang primer P 1,00 0,93** 0,21 0,95** 0,93** 0,94** 0,00 0,87** 0,92** 0,90**
Length of primer branch G 1,00 0,11 0,15 0,08 0,08 0,13 0,00 -0,01 0,02 0,02
4. Jumlah cabang sekunder P 1,00 0,93** 0,87** 0,29 0,48** 0,00 0,68* 0,05 0,05
Number of secondary branch G 1,00 0,03 0,32 -0,02 0,03 0,00 0,00 0,04 0,04
5. Panjang cabang sekunder P 1,00 0,80** 0,92** 0,91** 0,00 0,87** 0,87** 0,90**
Length of secondary branch G 1,00 0,67** 0,57** 0,74** 0,00 0,72** 0,49** 0,51**
6. Jumlah daun per cabang primer P 1,00 0,29 0,38* 0,00 0,41* 0,31 0,35
Number of leaf / primer branch G 1,00 0,44* 0,51** 0,00 0,41* 0,27 0,29
7. Panjang daun P 1,00 0,95** 0,00 0,91** 0,92** 0,93**
Leaf length G 1,00 0,93** 0,00 0,64** 0,55** 0,67**
8. Lebar daun P 1,00 0,00 0,97** 0,67** 0,86**
Leaf width G 1,00 0,00 0,73** 0,41* 0,54**
9. Tebal daun P 1,00 0,00 0,00 0,00
Leaf thickness G 1,00 0,00 0,00 0,00
10. Panjang tangkai daun P 1,00 0,76** 0,81**
Leaf petiole length G 1,00 0,47** 0,50**
11. Produksi terna basah P 1,00 0,97**
Fresh leaves production G 1,00 0,96**
12. Produksi terna kering P 1,00
Dry leaves production G 1,00

Keterangan: * = Nyata pada taraf 5%


** = Nyata pada taraf 1%
Note : * = Significant at 5%
** = Significant at 1%

16
MARQUEZ-ORTIZ, J.J., J.F.S. LAMB, L.D. JOHNSON, D.K. BARNES, PINARIA, S., A. BAIHAKI, R. SETIAMIHARDJA, dan A.A.
and R.E. STUCKER. 1999. Heritability of crown traits DARADJAT. 1995. Variabilitas genetik dan herita-
in alfalfa. Crops Sci. 39: 38-43. bilitas karakter-karakter biomassa 53 genotipe
MATTJIK, A.A. dan M. SUMERTAJAYA. 2002. Perancangan kedelai. Zuriat 6 (2): 88-92.
Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. ROY, D. 2000. Plant Breeding. Analysis and Exploitation of
IPB Press. 282p. Variation. Narosa Publishing House. New Delhi.
NURYANI, Y. dan E. HADIPOENTYANTI. 1994. Koleksi, 701p.
konservasi, karakterisasi dan evaluasi plasma nutfah SIHACHAKR, D., R. HAICOUR, M.H. CHAPUT, E. BARIENTOS, G.
tanaman atsiri. Review Hasil dan Program Penelitian DUCREUX, and L. ROSSIGNOL. 1989. Somatic hybrid
Plasma Nutfah Pertanian. Badan Litbang Pert. 209- plants produced by electrofusion between Solanum
219. melongena L. and Solanum torvum Sw. Theor. Appl.
NURYANI, Y., I. MARISKA, C. SYUKUR, A. HUSNI, dan S.
Genet. 77: 1-6.
UTAMI. 2001a. Peningkatan keragaman genetik
STANSFIELD, W.D. 1991. Teori dan Soal-Soal Genetika
nilam (Pogostemon sp.) melalui fusi protoplas.
(Terjemahan M. Apandi dan L.T. Hardy). Penerbit
Makalah disampaikan pada Seminar Nasional XV
dan Kongres IX Perhimpunan Biokimia dan Biologi Erlangga, Jakarta. 417p.
Molekuler Indonesia, tanggal 4-5 Juli 2001, Cisarua, SUHARSONO, M. JUSUF, dan A.P. PASERANG. 2006. Analisis

Bogor. 12p. ragam, heritabilitas, dan pendugaan kemajuan


NURYANI, Y., I. MUSTIKA, dan C. SYUKUR. 2001b. seleksi populasi F2 dari persilangan kedelai kultivar
Kandungan fenol dan lignin tanaman nilam hibrida Slamet x Nokonsawon. Jurnal Tanaman Tropika. 9
(Pogostemon sp.) hasil fusi protoplas. Jurnal (2): 86-93.
Penelitian Tanaman Industri. 7 (4): 104-108. WENZEL, G. 1980. Protoplast techniques incorporated in
NURYANI, Y., O. ROSTIANA, dan C. SYUKUR. 2002. Penetapan applied breeding program. In: L. FERENCZYL and G.L.
keragaman genetik nilam (Pogostemon sp.) hasil fusi FARKAS, (eds). Advances in Protoplast Research.
protoplas dengan teknik RAPD. Jurnal Penelitian Pergamon Press, Oxford. pp. 327-340.
Tanaman Industri. 8 (2): 39-44. WIRNAS, D., I. WIDODO, SOBIR, TRIKOESOEMANINGTYAS, dan
NYMAN, M. and S. WAARA. 1997. Characterization of D. SOPANDIE. 2006. Pemilihan karakter agronomi
somatic hybrids between Solanum tuberosum and its untuk menyusun indeks seleksi pada 11 populasi
frost-tolerant relative Solanum commersonii. Theor. kedelai generasi F6. Bul. Agron. (34) (1): 19-24.
Appl. Genet. 95: 1127-1132.

19
PERBAIKAN SIFAT GENOTIPE MELALUI FUSI
PROTOPLAS PADA TANAMAN LADA,
NILAM, DAN TERUNG

Ika Mariska dan Ali Husni

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian,
]alan Tentara Pelajar No.3A Bogor 16111

ABSTRAK
Fusi protoplas dapat digunakan untuk mengatasi masalah dalam persilangan secara seksual, terutama inkompatibilitas
dan sterilitas pada turunan F1. Masalah ini umumnya muncul pada persilangan antargenotipe berkerabat jauh,
seperti pada tanaman lada, nilam, dan terung untuk memperoleh tanaman yang tahan terhadap penyakit yang
disebabkan oleh Phytophthora capsici pada lada, Ralstonia solanacearum pada terung, dan nematoda Pratylenchus
brachyurus pada nilam. Sifat ketahanan terhadap penyakit tersebut terdapat pada kerabat liarnya, tetapi persilangan
secara seksual sering menghadapi hambatan genetik. Hibridisasi juga tidak dapat dilakukan pada tanaman nilam
karena tanaman tersebut tidak berbunga. Isolasi protoplas dengan menggunakan kombinasi selulase 2% + macerozim
0,50% (untuk lada) dan selulase 0,50% + pektinase 0,50% (untuk terung dan nilam) menghasilkan protoplas
dengan densitas yang tinggi. Fusi protoplas dapat dilakukan dengan menggunakan PEG 6000 konsentrasi 30%
selama 2025 menit untuk menyatukan dua protoplas tanaman budi daya dan kerabat liarnya dalam upaya
membentuk hibrida somatik. Mikrokalus lada belum dapat diregenerasikan menjadi tunas adventif, sedangkan
untuk nilam telah diperoleh beberapa nomor hibrida somatik dengan kadar fenol dan lignin yang tinggi seperti
kerabat liarnya. Pada terung, telah diperoleh beberapa hibrida somatik yang tahan terhadap penyakit layu R.
solanacearum. Kultur anther dari tanaman hasil fusi dapat diperoleh tanaman dihaploid yang selanjutnya disilang
balik dengan tetua hibridanya. Hasil silang balik (back cross 2) mempunyai struktur dan warna buah yang sama
dengan terung budi daya.

Kata kunci: Fusi protoplas, Piper nigrum, Pogostemon cablin, Solanum melongena

ABSTRACT
Genetic improvement through protoplast fusion on black pepper, patchouli, and eggplant

Protoplast fusion was conducted to overcome genetic barrier arised in sexual crossing and sterility of F1 hybrid.
This generally occurred in interspecific and intergeneric hybridization, such as black pepper (Piper nigrum),
patchouli (Pogostemon cablin), and eggplant (Solanum melongena spp.). On those crops, the main problem is
disease infection, caused by Phytophthora capsici in pepper, Ralstonia solanacearum in eggplant, and nematodes
in patchouli. The resistance genes against those diseases were existed in wild species of the respective crops, so that
producing a resistant variety through conventional breeding is almost imposible. Hybridization is also not applicable
for patchouli because the plant does not produce flower. The protoplast could be isolated with a combination of
cellulase 2% + macerozyme 0.50% (for black pepper) and cellulase 0.50% + pectinase 0.50% (for eggplant and
patchouli) which produce high density of protoplast. Protoplast fusion may be conducted by the application of
PEG 6000 at a concentration of 30% for 2025 minutes. By this treatment, the protoplast from cultivated crop
could be fused into their wild species. Microcallus of pepper could not be regenerated, therefore somatic hybrids
failed to be produced. Meanwhile somatic hybrids of patchouli were produced with high lignin and phenol content,
same as wild species. In eggplant, different hybrids were produced and some of which were resistant to R. solanacearum.
Anther culture of the hybrids produced dihaploid plant. The haploid plant was back crossed to their parent and the
back cross (BC2) had fruit structure and color similar to cultivated eggplant.

Keywords: Protoplast fusion, Piper nigrum, Pogostemon cablin, Solanum melongena

A plikasi bioteknologi diharapkan


dapat mengatasi berbagai kendala
dalam berproduksi yang tidak dapat diatasi
tanaman serta ketahanan terhadap hama,
penyakit, dan cekaman lingkungan.
Bioteknologi tanaman pada dasarnya
in vitro dapat dilakukan melalui beberapa
cara, antara lain peningkatan keragam-
an somaklonal, penyelamatan embrio,
melalui cara konvensional. Peningkatan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu fertilisasi in vitro, kultur haploid, dan fusi
produktivitas, misalnya, dapat dicapai kultur in vitro dan rekombinasi DNA. protoplas (hibridisasi somatik). Dalam
melalui peningkatan potensi genetik Perbaikan genetik tanaman melalui kultur hibridisasi seksual terdapat hambatan

Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006 55


apabila kedua tetua yang disilangkan Indonesia merupakan pemasok lada banyak, baik untuk lada liar maupun lada
mempunyai hubungan kekerabatan terbesar kedua di dunia setelah India. budi daya (Tabel 1). Untuk fusi digunakan
yang jauh serta sitoplasma hanya berasal Salah satu masalah dalam pengem- PEG 6000 konsentrasi 30% selama 25
dari tetua betina. Salah satu alternatif bangan lada adalah serangan penyakit menit. Protoplas yang telah mengalami fusi
untuk mengatasi hambatan tersebut yang disebabkan oleh Phytophthora ditunjukkan dengan volume protoplas
adalah melalui fusi protoplas yang dapat capsici, sementara varietas lada yang yang makin besar. Keberhasilan protoplas
memindahkan gen yang belum ter- tahan penyakit tersebut belum ditemukan. yang mengalami fusi masih rendah, yaitu
identifikasi dan sifat yang diwariskan Sifat ketahanan terhadap penyakit 20%.
secara poligenik (Millam et al. 1995). terdapat pada lada liar, seperti Piper Setelah fusi, sel hibrida dikulturkan
Keragaman tanaman yang dihasil- colibrinum, P. hirsutum, P. aurifolium, pada beberapa formulasi media. Koloni
kan melalui fusi protoplas lebih tinggi dan P. cubeba (Kasim 1997). Pemindahan mikrokalus dapat diperoleh dengan me-
dibandingkan melalui persilangan seksual sifat ketahanan terhadap penyakit dari nambahkan sukrosa 3% pada media 1/2
karena: 1) terjadinya segregasi inti dan lada liar ke lada budi daya secara seksual LV + ABA 0,01 mg/l + casein hidrolisat 50
sitoplasma yang menghasilkan kombinasi sulit dilakukan. Untuk mengatasi masalah mg/l + BA (4,50 mg/l). Koloni sel tidak
unik antara informasi genetik pada inti tersebut telah dilakukan fusi protoplas. terbentuk pada media dengan sukrosa 2%
dan sitoplasma, 2) instabilitas kombinasi Melalui fusi protoplas, sel hibrida dapat (Tabel 2).
inti sel yang menyebabkan hilangnya memanfaatkan gabungan sitoplasma dari Untuk mendorong pertumbuhan
beberapa informasi genetik, dan 3) kedua tetuanya. Di samping itu, sifat mikrokalus dan regenerasinya maka mikro-
variabilitas akibat subkultur relatif tinggi lainnya yang berasal dari sitoplasma tetua kalus disubkultur pada media baru (Tabel
sehingga dapat membentuk keragaman jantan ikut diperoleh. 3). Pada media baru tersebut, mikrokalus
somaklonal (Ammirato et al. 1983). Fusi Langkah awal yang menentukan berhasil tumbuh dan berwarna hijau.
protoplas dapat dilakukan secara simetris keberhasilan fusi protoplas adalah men- Perubahan warna dari putih menjadi hijau
dan asimetris. Fusi simetris didapat dapatkan protoplas kedua tetua dengan menandakan klorofil mulai terbentuk yang
dengan menggabungkan dua jenis genom densitas yang tinggi. Penghancuran dibutuhkan untuk regenerasi koloni
sehingga diperoleh hasil yang bersifat dinding sel dengan menggunakan enzim mikrokalus. Untuk lebih memacu per-
antara (intermediate). Fusi asimetris selulase dikombinasikan dengan mace- tumbuhan, di atas media padat dapat
didapat dengan cara genom inti salah satu rozim dapat menghasilkan protoplas diberi selapis tipis media cair MS + 2,4 D 2
tetua dihilangkan (melalui iradiasi) dan dengan struktur yang sempurna dan mg/l + thidiazuron 0,10 mg/l (Tabel 4).
tetua yang lain dihilangkan sitoplasma- densitas yang tinggi. Setelah pemberian media tersebut, koloni
nya dengan iodoasetomide. Hasil fusi Kombinasi selulase R-10 2% dan baru mulai terbentuk dan kalus tumbuh
asimetris umumnya disebut dengan nama macerozim 0,50% dalam larutan CPW dengan cepat yang ditandai dengan
cybrid. menghasilkan protoplas yang paling penambahan ukuran koloni.
Penelitian fusi protoplas telah meng-
hasilkan hibrida-hibrida somatik yang
mempunyai sifat-sifat seperti yang diha-
rapkan, antara lain tahan terhadap hama Tabel 1. Isolasi protoplas lada liar dengan lada budi daya pada berbagai
dan penyakit, produktivitas tinggi, dan komposisi media dengan masa inkubasi 16 jam.
sifat-sifat kualitatif yang lebih baik, seperti
kandungan minyak tinggi. Fusi simetris Densitas protoplas
Larutan enzim
dapat menghasilkan keragaman genetik Lada budi daya Lada liar
yang tinggi yang bermanfaat dalam
program pemuliaan. Melalui beberapa kali Selulase R-10 2% + macerozim R-10 0,50%1) 5,80 x 105 6,10 x 105
silang balik (back cross) dilanjutkan Selulase R-10 2% + macerozim R-10 0,50%1) 5,40 x 105 5,70 x 105
+ 2,4 D 2 mg/l + thidiazuron 0,10 mg/l1)
dengan seleksi dapat dihasilkan kultivar Selulase R-10 0,80% + macerozim R-10 0,10%2) 1,20 x 103 1,30 x 105
baru (Serraf 1991; Millam et al. 1995;
1)Dalam larutan CPW, 2)Dalam larutan MS.
Nyman dan Waara 1997; Mariska et al.
2002). Tulisan ini menyajikan hasil-hasil Sumber: Husni et al. (1997).
penelitian fusi protoplas pada tanaman
lada, nilam, dan terung. Tabel 2. Pertumbuhan sel lada hasil fusi pada penambahan sukrosa dan BA
pada media kultur.

Sukrosa Komposisi media Jumlah koloni Warna


FUSI PROTOPLAS (%) mikrokalus koloni
TANAMAN LADA 2 1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + CH 50 mg/l 0 -
1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + CH 50 mg/l + BA 4,50 mg/l 0 -
Lada merupakan komoditas ekspor yang 3 1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + CH 50 mg/l 4 Hijau
cukup penting untuk dikembangkan 1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + CH 50 mg/l + BA 4,50 mg/l 6 Putih
dengan nilai devisa yang diperoleh CH = casein hidrolisat.
sebesar US$89,197 juta (Direktorat Sumber: Husni et al. (1997).
Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2004).

56 Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006


Aceh (budi daya) yang kadar minyaknya
Tabel 3. Pertumbuhan mikrokalus lada yang disubkultur pada berbagai tinggi.
media. Isolasi protoplas menggunakan kom-
binasi pektinase 0,50% dengan selulase
Media subkultur Warna koloni Keterangan 0,50% dan 1% selama 16 jam (Tabel 5).
1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + CH 50 mg/l + sukrosa 3% Hijau Tumbuh Penggunaan selulosa 0,50% dan kom-
1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + CH 50 mg/l + BA 4,50 mg/l + Hijau Tumbuh binasi macerozim 0,50% menghasilkan
sukrosa 3% protoplas dengan densitas yang tinggi.
1/2 LV + ABA 40 M + CH 50 mg/l + sukrosa 3% Hijau Tumbuh Peningkatan konsentrasi selulosa umum-
1/2 LV + 2,4 D 9 M + CH 50 mg/l + BA 4,50 mg/l + sukrosa 3% Hijau Tumbuh nya menurunkan densitas protoplas.
Sumber: Husni et al. (1997). Densitas protoplas paling tinggi terdapat
pada nilam Girilaya dengan selulosa 2%
(Tabel 5).
Fusi protoplas antara dua tetua nilam
Tabel 4. Pembentukan mikrokalus dan kalus dari protoplas lada dengan
dengan menggunakan PEG 6000 dengan
penambahan selapis tipis media cair.
konsentrasi 30% memberikan persentase
keberhasilan 5,60% per bidang pandang
Media cair dan Jumlah Jumlah
Media padat
media padat mikrokalus
Warna
kalus untuk fusi biner dan 10% untuk multifusi.
Untuk PEG 50%, keberhasilan pada fusi
1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + MS + 2,4 D 2 mg/l + thidiazuron 48 Hijau 2 biner lebih tinggi yaitu 16,70% dan untuk
BA 4,50 mg/l + CH 50 mg/l 0,10 mg/l multifusi 17,60% (Nuryani et al. 1999).
+ sukrosa 3%
Protoplas hasil fusi kemudian dicuci 23
1/2 LV + ABA 0,01 mg/l + MS + 2,4 D 2 mg/l + thidiazuron 68 Hijau 0
CH 50 mg/l + sukrosa 3% 0,10 mg/l kali dan dikulturkan dalam media KM8P
1/2 LV + ABA 40 M + CH MS + 2,4 D 2 mg/l + thidiazuron 92 Hijau 0 dan VKM yang diberi 2,4 D 0,30 mg/l +
50 mg/l + sukrosa 3% 0,10 mg/l NAA 1 mg/l. Dari fusi protoplas tersebut
1/2 LV + 2,4 D 9 M + BA MS + 2,4 D 2 mg/l + thidiazuron 45 Putih 0 diperoleh 30 genotipe baru. Setiap geno-
4,50 mg/l + CH 50 mg/l + 0,10 mg/l
tipe selanjutnya dianalisis kandungan
sukrosa 3%
lignin total dan fenol pada akar.
Sumber: Husni et al. (1997). Menurut Dalmaso et al. (1992),
mekanisme ketahanan terhadap nema-
toda dapat terjadi secara fisik dan
kimiawi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa tanaman yang tahan nematoda
FUSI PROTOPLAS Tanaman nilam yang dibudidayakan mempunyai kandungan fenol dan lignin
TANAMAN NILAM di Indonesia tidak berbunga sehingga yang lebih tinggi daripada tanaman yang
sulit mendapatkan genotipe baru me- rentan. Pada tanaman pisang senyawa
Nilam (Pogostemon cablin) merupakan lalui persilangan seksual. Selain itu, fenol dan lignin memiliki hubungan yang
tanaman penghasil minyak atsiri yang pengembangan nilam menghadapi ma- sangat erat dengan ketahanan terhadap
mempunyai nilai ekonomi tinggi. Indo- salah serangan nematoda Pratylenchus nematoda R. similis (Volette et al. 1998).
nesia merupakan pemasok minyak nilam brachyurus. Sifat ketahanan terhadap Untuk itu, nomor-nomor baru hasil fusi
terbesar di pasaran dunia. Ekspor minyak nematoda tersebut terdapat pada nilam perlu dilakukan analisis kandungan fenol
nilam Indonesia pada tahun 2002 sebesar Jawa (Girilaya) yang produksi minyaknya dan lignin serta dibandingkan dengan
1.295 ton dengan nilai US$22 juta (Direk- rendah. Untuk memindahkan sifat ke- nilam Jawa yang tahan dan nilam Aceh
torat Jenderal Bina Produksi Perkebunan tahanan tersebut maka dilakukan fusi yang rentan. Kandungan fenol yang
2004). protoplas antara nilam Jawa dan nilam tinggi diperoleh dari nomor 9 II 340,10
sebesar 97,40 ppm, lebih besar dari
tetuanya nilam Jawa. Untuk lignin,
terdapat 10 nomor hasil fusi dengan
kandungan lignin hampir sama dengan
nilam Jawa.
Tabel 5. Densitas protoplas pada nilam pada konsentrasi enzim pektinase Di samping kandungan fenol dan
0,50% dan berbagai konsentrasi selulase. lignin yang beragam, tanaman hasil fusi
juga memperlihatkan keragaman fenotipik
Densitas protoplas terutama nomor 2 IV dan 9 IV yang mem-
Jenis nilam
Selulase 0,50% Selulase 1% Selulase 2% punyai ukuran daun lebih besar dan
jumlah daun lebih banyak dibanding-
Girilaya 3 x 106 1,20 x 106 2,10 x 105
TT 75 4,40 x 105 1,90 x 105 1,40 x 105 kan kedua tetuanya (Nuryani et al. 2001).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa fusi
Sumber: Nuryani et al. (1999). protoplas dapat digunakan untuk me-
ningkatkan keragaman genetik pada

Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006 57


tanaman nilam. Berdasarkan keragaman Tabel 6. Rata-rata jumlah protoplas bentuk koloni sel, penambahan 2,4 D 0,10
yang ditimbulkan tersebut kemudian terung dari setiap gram da- mg/l + BAP 2 mg/l pada media pengen-
dilakukan uji ketahanan terhadap un setelah inkubasi 16 jam ceran dapat meningkatkan kemampuan
nematoda. dalam larutan selulosa protoplas membentuk kalus. Regenerasi
0,50% macerozim 0,50%. kalus membentuk tunas adventif dapat
terjadi pada media MS + vitamin Morel
FUSI PROTOPLAS Kultivar Densitas protoplas (105) Vettmore + IAA 0,10 mg/l + zeatin 2 mg/l.
TANAMAN TERUNG Kopek 14,27 + 6,34
Hibrida somatik yang terbentuk kemudian
Medan 12,91 + 2,04 dikarakterisasi ketahanannya terhadap
Terung (Solanum melongena L.) meru- Dourga 14,07 + 3,89 penyakit.
pakan salah satu jenis sayuran penting di Sumber: Husni et al. (2003).
Karakterisasi ketahanan hibrida
daerah tropis dan subtropis. Salah satu somatik terhadap penyakit layu bakteri
kendala dalam pengembangan terung dilakukan di Kebun Percobaan Pacet
adalah serangan penyakit layu bakteri 105) (Tabel 6). Jumlah protoplas yang (1.000 m dpl) dan Kebun Percobaan
yang disebabkan oleh Ralstonia solana- dihasilkan kultivar Kopek dan Dourga Cibadak (1.200 m dpl). Tanaman umur 1
cearum, jamur Fusarium oxysporum dan tidak terlalu berbeda, sedangkan rata-rata bulan sejak aklimatisasi diinokulasi
F. melongena, serta nematoda Meloi- jumlah protoplas kultivar Medan lebih dengan cara disiram suspensi bakteri R.
dogyne sp. Serangan penyakit layu bakteri sedikit dibanding kultivar Kopek dan solanacearum T926 di sekitar akar tanam-
di Jawa, Sumatera, Bali, Lombok, dan Dourga. an yang telah dilukai. Selanjutnya tanam-
Sulawesi menyebabkan kehilangan hasil Protoplas hanya dapat membentuk an diinkubasi selama 2 hari lalu dipindah-
1595%. dinding sel pada media yang diinkubasi kan ke lapangan. Tanaman yang bertahan
Sumber ketahanan terhadap penyakit dalam keadaan tanpa cahaya, baik pada di lapangan dikarakterisasi pertumbuhan
layu pada terung terdapat pada kerabat media KM8P maupun VKM dengan dan produksinya. Karakterisasi genetis
liarnya, seperti Solanum sanitwongsai, S. penambahan 2,4 D 0,20 mg/l + zeatin 0,50 dan molekuler meliputi jumlah kromosom,
torvum (takokak), S. sysimbrifolium, dan mg/l + NAA 1 mg/l. Kultur protoplas markah spesifik spesies dan isoenzim.
S. aethiopicum (Mariska et al. 2002). yang disimpan dengan pemberian cahaya Hasil uji ketahanan menunjukkan
Persilangan seksual antara terung budi 1.000 lux selama 12 jam/hari tidak dapat bahwa hibrida somatik tahan terhadap
daya dan kerabat liarnya sering mengalami membentuk dinding sel (Tabel 7). infeksi R. solanacearum, bahkan bebe-
kegagalan karena adanya ketidaksesuaian Perkembangan protoplas semua rapa di antaranya lebih tahan dari kerabat
(incompatibility) atau F1 yang dihasilkan kultivar pada media dasar KM8P lebih baik liarnya (Tabel 8). Hal ini terjadi karena
sering steril. Untuk mengatasi masalah dibanding pada media VKM. Persentase hibrida somatik umumnya lebih vigor
tersebut dapat digunakan fusi protoplas protoplas yang dapat membentuk dinding daripada terung maupun kerabat liarnya,
antara S. melongena dan S. torvum atau sel dan melakukan pembelahan tertinggi namun potensi hasilnya lebih rendah dari
S. aethiopicum dilanjutkan dengan kultur terdapat pada kultivar Kopek, diikuti oleh terung. Ukuran dan bentuk buah hibrida
anther dan hibridisasi silang balik. Proto- kultivar Medan dan Dourga. berada antara terung budi daya dan
plas diisolasi dari daun secara in vitro Fusi protoplas dilakukan dengan kerabat liarnya serta rasanya pahit.
dengan menggunakan enzim selulase dan menggunakan PEG 6000 konsentrasi 30% Hibrida hasil fusi antara terung dan tako-
pektinase. selama 20 menit untuk mendorong pertum- kak tidak menghasilkan buah karena
Jumlah protoplas paling banyak buhan dan perkembangan protoplas bunga selalu gugur sebelum mekar. Hal
dihasilkan oleh kultivar Kopek (14,27 x 105 membentuk koloni sel. Media KM8P + 2,4 ini diduga karena adanya ketidaksesuaian
protoplas/g daun), diikuti oleh kultivar D 0,20 mg/l + zeatin 0,50 mg/l + NAA 1 sehingga fusi asimetris dirintis untuk
Dourga (14,07 x 105) dan Medan (12,91 x mg/l memberikan hasil terbaik. Setelah ter- diterapkan.

Tabel 7. Persentase protoplas terung yang membentuk dinding dan membelah pada satu minggu setelah penaburan
pada berbagai kondisi lingkungan kultur dan jenis media.

Kopek Medan Dourga


Kondisi
lingkungan Jenis Protopla s Protoplas Protoplas
media Sel Sel Sel
kultur dengan dengan dengan
membelah membelah membelah
dinding sel dinding sel dinding sel

Gelap KM8 P 50,67 29 39 14,67 25,67 6,33


VKM 41 18 20,67 9 17,67 0
Terang KM8 P 0 0 0 0 0 0
VKM 0 0 0 0 0 0

Sumber: Husni et al. (2003).

58 Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006


Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-
Tabel 8. Indeks penyakit layu bakteri pada tanaman terung kultivar Dourga, Biogen).
Solanum aethiopicum, dan hibridanya. Galur-galur dihaploid yang diper-
oleh diuji ketahanannya terhadap R.
Potensi hasil1) solanacearum. Beberapa galur seperti Pol.
Galur Indeks penyakit
(g/pohon) 5A, Pol 5B, dan Pol II 6A menunjukkan
ketahanan terhadap penyakit layu bakteri
Terung cv Dourga 100 1.500 dan dapat memproduksi buah (Tabel 9).
S. aethiopicum gr aculeatum 51,80 500
S. aethiopicum gr gilo 51,90 500
Hibridisasi silang balik pertama (BC1)
S. torvum CN2 6 nd4)
antara dihaploid dan terung budi daya
Dsa 172) 23,30 1.000 menghasilkan 16 individu dari tetua jantan
Dsa 1102) 26,40 1.250 Pol 5A, sedangkan persilangan antara Pol
Dsa 233) 35,70 600 5B, dan Pol II 6A dengan tetua terung cv
Dsa 223) 39,60 800
Dsti 1b 21,70
Dourga belum mendapatkan hasil. Empat
05)
Dst 3p 18 0 tanaman, yaitu nomor BC1-Pol 5A-1, BC1-
Pol 5A-2, BC1-Pol 5A-5, dan BC1-Pol 5A-6
1)Dari tiga kali panen, 2)donor kerabat liar S. aethiopicum gr aculeatum, 3)donor kerabat liar terbukti tahan terhadap penyakit layu
S. aethiopicum gr gilo, 4)tidak diamati, 5)bunga gugur. Dsa = hibrida somatik.
bakteri. Dengan demikian keempat ta-
Sumber: Nuryani et al. (1999).
naman BC1 tersebut dapat digunakan
untuk mendapatkan nomor-nomor silang
Tabel 9. Ketahanan galur dihaploid terung terhadap penyakit layu bakteri.
balik kedua (BC2). Morfologi warna buah
yang berasal dari BC2 - Pol 5A menyerupai
Galur Indeks penyakit Jumlah buah
tetuanya yaitu terung cv Dourga.
Tetua tahan
S. aethiopicum Sa1 64 34
Hibrida somatik pembanding KESIMPULAN
Dsa 110 72 13
Galur dihaploid Fusi protoplas dapat memindahkan sifat
Pol 5A 50 481) ketahanan dari kerabat liar ke dalam terung
Pol 5B 50 21
Pol II 6A 22 37,50
budi daya. Pada tanaman nilam, fusi pro-
Dsa E4 2 0 toplas dapat meningkatkan kandungan
Dsa E5 6,67 0 fenol dan lignin pada beberapa hibrida
1)
somatik seperti halnya kerabat liarnya.
Ukuran buah jauh lebih kecil dari tetua tahan.
Sumber: Mariska et al. (2002).
Hibrida somatik tanaman terung yang
dihasilkan toleran terhadap penyakit layu
bakteri, bahkan beberapa di antaranya
lebih tahan dibandingkan kerabat liarnya.
Melalui silang balik antara tanaman
Produksi galur dihaploid dari hasil melongenis dilakukan oleh ISO dan dihaploid dengan terung dapat dihasilkan
fusi protoplas antara S. melongena dan S. Universitas Paris. Teknik ini sedang genotipe baru dengan morfologi warna
aethiopicum yang tahan terhadap R. dikembangkan oleh Balai Besar Penelitian dan struktur buah yang menyerupai tetua
solanacearum dan F. oxysporum f.sp. dan Pengembangan Bioteknologi dan hibridanya.

DAFTAR PUSTAKA
Ammirato, P.V., D.A. Evans, W.R. Sharp, and budi daya. Prosiding Seminar Perhimpunan wilt resistance of eggplant through protoplast
Y. Yamada. 1983. Handbook of Plant Cell Bioteknologi Pertanian Indonesia, Surabaya, fusion. Jurnal Penelitian dan Pengembangan
Culture. MacMillan Publ. Co., New York and 1214 Maret 1997. Pertanian 20(1): 2531.
London. Husni, A., G.A. Wattimena, I. Mariska, dan A. Millam, S., L.A. Payne, and G.R. Mackay. 1995.
Dalmaso, A., P. Castajonom-Sereno, and P. Ahad. Purwito. 2003. Keragaman genetik tanaman The integration of protoplast fusion-derived
1992. Tolerance and resistance of plants to terung hasil regenerasi protoplas. Jurnal material into a potato breeding programme:
nematodes, knowledge needs and prospect. Bioteknologi Pertanian 8(2): 5259. a review of progress and problem. Euphytica
Seminar Nematologica 38: 466472. 85: 451455.
Kasim, R. 1997. Ketahanan tujuh spesies lada
Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. terhadap penyakit Phytophthora. Pem- Nuryani, Y., I. Mariska, A. Husni, dan C. Syukur.
2004. Statistik Perkebunan Indonesia 2000 beritaan Penelitian Tanaman Rempah dan 1999. Fusi protoplas nilam Jawa dan nilam
2003: Nilam. Direktorat Jenderal Bina Obat (39): 3438. Aceh. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian
Produksi Perkebunan, Jakarta. 23 hlm. Bioteknologi Pertanian, Jakarta 31 Agustus
Mariska, I., R. Purnamaningsih, Hobir, K. Mulya,
1 September 1999. Perhimpunan Bio-
Husni, A., I. Mariska, dan S. Rahayu. 1997. A. Husni, S. Rahayu, M. Kosmiatin, and D.
teknologi Pertanian.
Hibridisasi somatik lada liar dengan lada Sihachakr. 2002. Improvement of bacterial

Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006 59


Nuryani, Y., I. Mariska, C. Syukur, A. Husni, dan tuberosum and its frost-tolerant relative These Universite de Paris Sud. Centre d’Ousay.
S. Utami. 2001. Peningkatan keragaman Solanum commersonii. Theor. App. Gen. France.
genetik nilam (Pogostemon sp.) melalui fusi 95: 1.1271.132.
Volette, C., C. Andary, J.P. Geiger, J.L. Sarah.
protoplas. Edisi khusus Acta Biochemical
Indonesia. Prosiding Seminar Nasional. Per- Serraf, I. 1991. Evaluation des combination and M. Nicole. 1998. Histochemical and
himpunan Biokimia dan Biologi Molekuler, genomiques obtenues por hybridization cytochemical investigations on phenols in
somatique entre la pomme de terre (Solanum roots of banana infected by the burraucing
Cisarua Bogor 45 Juli 2001.
tuberosum L.) et des Solanaceae de plus ou nematod Randopholis sinilis. The American
Nyman, M. and S. Waara. 1997. Characteri- moins grandes affinities phytogenetiques. Phytophatological Society.
zation of somatic hybrids between Solanum

60 Jurnal Litbang Pertanian, 25(2), 2006


Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)

ISOLASI DAN KULTUR PROTOPLAS MESOFIL DAUN DARI


BEBERAPA GENOTIP UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz)
(Isolation and Protoplas Culture of Leaf Mesophyll from Some Genotypes of
Cassava (Manihot Esculenta Crantz))

Hani Fitriani, Nurhamidar Rahman, Siti Kurniawati, Pramesti Dwi


Aryaningrum dan N. Sri Hartati
Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI, Jl. Raya Bogor KM 46, Cibinong 16911, Bogor, Indonesia
e-mail: hfitriani76@yahoo.com
Naskah diterima 29 Agustus 2018, revisi akhir 12 November 2018, setuju diterbitkan 15 Februari 2019

ABSTRAK. Bibit ubi kayu unggul sangat dibutuhkan oleh petani atau penggiat ubi
kayu dan dapat diperoleh melalui teknik fusi protoplas. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan protoplas dari mesofil daun tiga jenis ubi kayu yaitu Gajah, Mentega 2
dan Ubi Kuning koleksi in vitro dengan perlakuan komposisi enzim selulase, maserozim
dan pektoliase serta media kultur protoplas. Isolasi protoplas dilakukan dengan
menginkubasi daun ubi kayu in vitro dari genotip Mentega 2, Ubi Kuning dan Gajah
pada media cair yang terdiri dari beberapa campuran enzim. Protoplas berhasil
diperoleh dari ketiga genotip ubi kayu setelah inkubasi pra-plasmolisis sel pada larutan
campuran enzim perlakuan LE3 yaitu 0,4 M manitol, 2% selulase, 1% maserozim dan
0,1% pektoliase selama 18 jam. Protoplas berhasil membentuk mikrokalus pada media
semi padat Murashige & Skoog (MS) dengan penambahan vitamin Kao & Michayluk
(KM) dan bahan organik KM serta diperkaya dengan 2 µM CuSO4, 2 mg/L BAP, 1
mg/L IAA, 2% sukrosa dengan variasi agar Phytagel 0,5% (M1) dan 1% (M2).
Pembentukan kalus dari mikrokalus terjadi pada semua media perlakuan. Secara
keseluruhan, perlakuan terbaik ditunjukkan pada media P4, yaitu media MS yang
mengandung 1,0 mg/L 2,4-D dan 2 mg/L BAP, dimana kalus yang diperoleh berukuran
lebih besar dibanding media lainnya.
Kata kunci: mikrokalus, protoplas, selulase, ubi kayu

ABSTRACT. Superior cassava seedlings can be obtained through protoplast fusion


techniques. This study aimed to obtain protoplasts from leaf mesophyll of three types of
cassava namely Mentega 2, Ubi Kuning and Gajah. Protoplast was successfully
obtained from three cassava genotypes after incubation of pre-plasmolysis cells in a
mixture of LE3 treatment enzymes, i.e 0.4 M mannitol, 2% cellulase, 1% maserozyme
and 0.1% pectoliase for 18 hours. Protoplast succeeded in forming microcaluses in
Murashige & Skoog (MS) semi-solid media with the addition of vitamin Kao &
Michayluk (KM) and KM organic matter and enriched with 2 µM CuSO4, 2 mg/L BAP,
1 mg/L IAA, 2% sucrose with Phytagel agar variations were 0.5% (M1) and 1% (M2).
Callus from microcalus occurred in all treatment media. The best treatment was shown
on P4 media, namely MS media containing 1.0 mg/L 2,4-D and 2 mg/L BAP, where the
callus obtained was larger than other media.
Keywords: cassava, cellulase, microcalus, protoplast

1. PENDAHULUAN lama atau tahan terhadap pembusukan


Bibit ubi kayu dengan sifat unggul yang dikenal dengan istilah PPD
yaitu produktivitas tinggi, kaya nutrisi, (postharvest physiological deterioration)
tahan terhadap cekaman abiotik (terutama sangat dibutuhkan oleh petani atau
kekeringan) dan cekaman biotik (hama dan penggiat ubi kayu. Bibit ubi kayu dengat
penyakit), serta umbi dengan daya simpan sifat unggul dapat diperoleh melalui teknik

1
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13

fusi protoplas. Teknik fusi protoplas mendapatkan kondisi morfogenesis in-


merupakan salah satu metode yang vitro yang efisien (Shahin & Shepard,
digunakan pada perakitan tanaman untuk 1980).
mendapatkan sifat unggul yang diinginkan. Menurut Suryowinoto (1996),
Metode fusi protoplas atau hibridisasi isolasi protoplas adalah teknik untuk
somatik merupakan salah satu metode menghasilkan protoplas yang utuh dan
yang dapat mengatasi permasalahan dalam viable dari jaringan tanaman hidup dengan
pemuliaan tanaman dengan sifat unggul cara menghilangkan dinding selnya.
yang disandi oleh banyak gen (Milliam et Teknik ini merupakan tahap awal dari
al., 1995). beberapa tahapan dalam melakukan fusi
Mariska & Husni (2006) protoplas atau hibridisasi somatik untuk
melaporkan bahwa beberapa hasil merakit bibit unggul (Suryowinoto, 1989;
penelitian dengan fusi protoplas telah Kanchanapoom et al., 2001). Kultur
berhasil meningkatkan keragaman genetik protoplas telah dimanfaatkan untuk
tanaman, produktivitas, perbaikan sifat memanipulasi genetik tanaman melalui
ketahanan terhadap hama, penyakit dan fusi protoplas, transformasi protoplas dan
nematoda, serta perbaikan sifat-sifat variasi somaklonal/protoklonal pada
kualitatif seperti kandungan minyak yang tingkat protoplas.
tinggi. Teknik ini diperlukan dalam Faktor penentu keberhasilan dalam
pemuliaan tanaman untuk menyeleksi dan prosedur isolasi protoplas tanaman adalah
merakit varietas hibrida secara lebih cepat. proses penghilangan atau pelisisan dinding
Kemajuan pesat dalam penelitian produksi sel dan mendapatkan protoplas yang utuh.
hibrida somatik dan sibrida dalam transfer Dinding sel yang masih muda biasanya
DNA tidak terlepas dari keberhasilan tersusun dari zat pektin dan selulosa,
teknik isolasi, kultur dan regenerasi sehingga untuk melisiskan zat penyusun
protoplas menjadi tanaman (Riyadi, 2010). dinding sel tersebut diperlukan zat yang
Protoplas dapat diisolasi dari hampir dapat menghancurkan atau melarutkannya.
semua bagian tanaman seperti akar, daun, Penghilangan dinding sel dapat dilakukan
nodul akar, koleoptil, kultur kalus dan secara mekanis maupun enzimatis (Tomar
mesofil daun asal tanaman in-vitro (Husni & Dantu, 2010). Secara enzimatis, jenis
et al., 2003). Mesofil daun tanaman yang dan konsentrasi enzim yang digunakan
dikulturkan secara in-vitro paling banyak sangat mempengaruhi perolehan protoplas
digunakan sebagai sumber protoplas (Riyadi, 2006). Umumnya, untuk
karena kondisi fisiologis daun tanaman melisiskan zat penyusun dinding sel pada
dari kultur in-vitro lebih konstan teknik isolasi protoplas dilakukan secara
dibandingkan daun tanaman di rumah enzimatis dengan jenis dan konsentrasi
kaca. Jaringan mesofil pada daun enzim yang digunakan bervariasi.
merupakan jaringan yang paling mudah Beberapa jenis enzim yang biasa
diisolasi karena sel-selnya tersusun secara digunakan adalah selulase R-10, pektoliase
renggang sehingga enzim-enzim mudah Y-23, hemiselulose dan maserozim. Sejak
mencapai dinding sel. Selain itu, ditemukan oleh Cocking pada tahun 1960,
keseragaman daun in-vitro yang lebih isolasi protoplas secara enzimatik hampir
tinggi dan dapat tersedia setiap saat serta selalu digunakan untuk setiap jenis
produksi protoplas yang dihasilkan lebih tanaman sampai sekarang. Pemakaian
tinggi jika menggunakan mesofil daun enzim pektoliase dan selulase telah
Musa sp. (Khatri et al., 2010); berhasil dilakukan untuk mengisolasi
Dendrobium crumenatum (Tee et al., protoplas tanaman Solanum sp. (Tan,
2010); dan Brachypodium distachyon 1987), Dendrobium pompadoum
(Hong et al., 2012) sebagai sumber (Kanchanapoom et al., 2001), Arabidopsis
protoplas. Isolasi protoplas dari mesofil ubi thaliana (Sheen, 2002) dan Panicum
kayu kultivar Mexico No. 35 juga telah virgatum L. (Mazarei et al., 2008).
dilakukan dan dilaporkan berhasil Populasi protoplas yang dihasilkan melalui
membentuk tunas namun belum teknik ini memiliki kerapatan yang tinggi

2
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)

(2,5 x 106 protoplas/gram jaringan daun).


Isolasi protoplas jenis tanaman asal Eksplan Sebagai Sumber Protoplas
Indonesia telah berhasil dilakukan Material tanaman yang digunakan
diantaranya anggrek (Utami & Hariyanto, dalam penelitian ini adalah kultur ubi kayu
2015), kacang panjang dan kecipir (Riyadi, genotip Mentega 2, Gajah dan Ubi Kuning
2006; 2010), kentang (Purwito, dkk., yang merupakan koleksi Pusat Penelitian
1999), talas (Martin dkk., 2015), pegagan Bioteknologi LIPI (Gambar 1). Ketiga
(Prihastanti dkk., 2001) dan padi genotip ubi kayu tersebut memiliki
(Sukmadjaja dkk., 2007). keunggulan yaitu kaya kandungan beta
Isolasi dan kultur protoplas jenis ubi karoten (Mentega 2 dan Ubi Kuning) serta
kayu lokal Indonesia sampai saat ini belum daya hasil tinggi (genotip Gajah). Kultur
ada dilaporkan, sehingga optimasi metode ubi kayu pada media MS (Murashige &
isolasi dan regenerasi protoplas ubi kayu Skoog, 1962) tanpa hormon atau MS-0
sangat penting untuk dilakukan. Penelitian yang mengandung 40 g/L sukrosa dan 8
ini bertujuan untuk mendapatkan protoplas g/L pemadat dipelihara hingga menjadi
dari mesofil daun tiga jenis ubi kayu yaitu plantlet yang memiliki daun lengkap dan
Gajah, Mentega 2 dan Ubi Kuning koleksi siap digunakan sebagai bahan isolasi
in-vitro dengan perlakuan komposisi enzim protoplas. Kultur diinkubasi di ruang
selulase, maserozim dan pektoliase serta kultur pada temperatur 25-27 oC dengan
media kultur protoplas. Metode isolasi penyinaran 1000 lux selama 24 jam.
protoplas mesofil yang diperoleh dari Plantlet berumur 1-1,5 bulan sementara
penelitian ini diharapkan dapat digunakan daunnya digunakan sebagai sumber
untuk penelitian lebih lanjut yaitu fusi protoplas.
protoplas antara ketiga jenis ubi kayu
tersebut. Larutan Enzim dan Media Kultur
Protoplas
2. METODE PENELITIAN Larutan enzim yang digunakan pada
Jenis ubi kayu yang digunakan penelitian ini terdiri dari empat variasi,
dipilih berdasarkan keunggulan- yaitu kombinasi dari enzim selulase,
keunggulan karakteristik genetik yang maserozim dan pektoliase (Tabel 1).
diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya Keempat kombinasi larutan enzim tersebut
yaitu seleksi kandidat ubi kayu unggul disterilisasi dengan filter syringe
yang terdapat di Kebun Plasma Nutfah ubi (Millipore) berukuran 0,22 µM (Gorsser et
kayu Puslit Bioteknologi LIPI. Tahap awal al., 2010). Media dasar yang digunakan
penelitian adalah memilih enzim yang untuk kultur protoplas ubi kayu adalah
paling sesuai untuk melisis sel ubi kayu, media 0,4 M BH3 (Grosser et al., 2010)
serta media kultur yang tepat pada isolasi yang telah dimodifikasi.
dan kultur protoplas ubi kayu di
laboratorium.
A B C

Gambar 1. Tanaman kultur in vitro ubi kayu sebagai sumber eksplan untuk isolasi protoplas; A. Ubi
Kuning, B. Mentega 2 dan C. Gajah

3
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13

Tabel 1. Komposisi larutan enzim sebagai perlakuan


Jenis Bahan LE1 LE2 LE3 LE4
Sellulase Onozuka RS (Phytotech) 0,8 g 0,8 g 0,8 g 0,8 g
Macerozyme R-10 (Phytotech) 0,8 g 0,8 g 0,4 g 0,4 g
Pectolyase y-23 (Phytotech) - 0,04 g 0,04 g 0,08 g
Mannitol 0,5 M 0,5 M 0,5 M 0,5 M
NaH2PO4 37 mM 37 mM 37 mM 37 mM
CaCl2.2H2O 1M 1M 1M 1M
MES 0,246 M 0,246 M 0,246 M 0,246 M
Aquadestilata 40 mL 40 mL 40 mL 40 mL
pH 5,6 5,6 5,6 5,6

Isolasi Protoplas hati-hati agar homogen kemudian


Mesofil daun ubi kayu diambil dari ditambahkan 2 mL larutan 13% manitol
koleksi kultur in-vitro (plantlet) dan dengan nutrien CPW ke atas larutan
disayat hingga kecil dengan jarak irisan sukrosa. Pada tahapan ini, kedua larutan
0,1-0,3 cm. Daun ubi kayu dengan total diusahakan agar tidak bercampur satu
ukuran ± 100 cm2 yang telah diiris-iris lalu dengan lainnya, sehingga terbentuk dua
dimasukkan ke dalam erlenmeyer fase larutan pada tabung. Larutan
berukuran 100 mL yang berisi 12 mL kemudian disentrifugasi dengan kecepatan
campuran larutan enzim dan media BH3 600 rpm selama 5 menit.
dengan perbandingan 1:1 (Grosser et al., Protoplas yang viable membentuk
2010). Campuran diinkubasi selama 18 fase diantara larutan sukrosa dan larutan
jam di ruang gelap pada suhu 28 oC dan manitol. Protoplas pada fase antara
dikocok dengan kecepatan 50 rpm untuk tersebut diambil dengan cara dipipet
membantu agar protoplas terlepas selama menggunakan pipet pasteur dan
tahap inkubasi. dimasukkan ke dalam larutan pemurnian
0,4 M BH3 sebanyak 10 kali ukuran pelet
Purifikasi Protoplas (Khentry et al., 2006) kemudian
Protoplas hasil isolasi selanjutnya kerapatannya diukur menggunakan
dipurifikasi pada gradien sukrosa/manitol hemositometer.
(Grosser et al., 2010). Setelah inkubasi, Pada pengukuran kerapatan,
campuran dilewatkan pada filter nilon protoplas diambil menggunakan
berukuran 100 µM untuk menyaring debris mikropipet kemudian diletakkan di atas
atau sisa jaringan hasil inkubasi dan hemositometer dan ditutup dengan gelas
ditempatkan pada tabung erlenmeyer 25 penutup. Jumlah protoplas dihitung di
mL. Campuran protoplas selanjutnya bawah mikroskop inverted pada
kembali disaring dengan filter nilon pembesaran 10×10 (Tee et al., 2010).
CellTrics® (Partec) berukuran 30 µM Densitas protoplas ditentukan dengan
untuk menyeragamkan ukuran protoplas menggunakan Persamaan 1 (Marienfield
dan disimpan pada tabung sentrifus laboratory glassware, Germany) yang
Corning® ukuran 15 mL. Campuran mana S = jumlah protoplas, X = rata-rata
kemudian disentrifugasi pada kecepatan jumlah protoplas dari bilik yang diamati, L
600 rpm selama 6 menit hingga = 1 mm2 (luas haemocytometer 1 mm2/25
membentuk pelet. Supernatan selanjutnya bilik hitung × 25 bilik yang dihitung), t =
dibuang dan protoplas diresuspensi dengan 0,1 mm (tinggi haemocytometer), P =
7 mL larutan 25% sukrosa dengan pengenceran dan 103 = konstanta
penambahan nutrien CPW (Frearson et al., perubahan dari mm3 menjadi mL.
1973). Larutan CPW terdiri dari 27,2 mg/L
KH2PO4; 100 mg/L KNO3; 150 mg/L X
S ………….…………… (1)
CaCl2; 250 mg/L MgSO4; 0,16 mg/L KI; L t P
dan 0,00025 mg/L CuSO4 (pH 5,8). Setelah
itu, campuran protoplas dipipet dengan

4
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)

Kultur Protoplas memerlukan komposisi larutan enzim yang


Media dasar yang digunakan adalah lain untuk melisiskan mesofil daunnya.
media dasar MS dengan penambahan Pektin dan selulosa merupakan
vitamin KM (Kao & Michayluk, 1975), komponen penyusun dinding sel mesofil
bahan organik KM serta diperkaya dengan daun muda. Oleh karena itu, enzim yang
zat pengatur tumbuh (ZPT), 2 mg/L BAP, paling cocok digunakan untuk melisiskan
1 mg/L IAA, 2 µM CuSO4, 2% sukrosa dinding sel mesofil daun ubi kayu dari tiga
dengan variasi agar Phytagel 0,5% (M1) genotip ubi kayu yang digunakan adalah
dan 1% (M2). Kedua media tersebut diatur pektinase atau maserozim dan selulase.
hingga memiliki osmolaritas 0,4 M dan pH Enzim pektinase atau maserozim berfungsi
5,8. Media disterilisasi dengan filter untuk menghancurkan lamela tengah yang
ukuran 0,22 µM. Masing-masing medium tersusun dan zat pektin, sehingga sel satu
(M1 dan M2) diambil dengan mikropipet dengan sel lainnya terpisah (Riyadi, 2006).
dan dicampurkan dengan larutan protoplas Perlakuan LE3 dengan penambahan
hasil purifikasi. Kultur protoplas disimpan 0,4 M BH3 (menggunakan manitol sebagai
pada cawan petri plastik steril (Corning®) senyawa osmotikum) menghasilkan
ukuran 60 mm x 15 mm dan diinkubasi kerapatan protoplas yang berbeda pada dua
pada keadaan gelap dengan suhu 25 oC. genotip ubi kayu. Kerapatan protoplas
tertinggi pada Gajah sekitar 0,6 x 106
Pengolahan Data protoplas/gram berat bersih mesofil (Tabel
Data hasil isolasi, purifikasi dan 2). Kerapatan yang diperoleh masih lebih
kultur protoplas dianalisis dengan sedikit jika dibandingkan hasil isolasi Wu
membandingkan jumlah dan kondisi et al. (2017) terhadap mesofil ubi kayu
protoplas yang berhasil diisolasi dan SC8 asal China Selatan dengan
dikultur untuk mengetahui komposisi menggunakan komposisi enzim selulase
larutan enzim dan media kultur protoplas 1,6% dan maserozim 0,8% tanpa
yang paling tepat. pektoliase yang memperoleh protoplas
dengan kerapatan tinggi yaitu mencapai
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 4,4 x 107 protoplas/gram berat bersih
Isolasi dan Purifikasi Protoplas mesofil dengan viabilitas sekitar 92,6%.
Protoplas telah berhasil diisolasi dari Demikian pula hasil penelitian yang
jaringan mesofil daun ubi kayu genotip dilaporkan oleh Shahin & Shepard (1980)
Gajah dan Ubi Kuning menggunakan menggunakan komposisi larutan enzim
campuran larutan enzim pada perlakuan selulase 1% dan maserozim 0,5% tanpa
LE3, sedangkan perlakuan lainnya (LE1, pektoliase berhasil melisiskan dinding sel
LE2 dan LE4) sebagian besar belum mesofil daun ubi kayu Mexico No. 35 dan
mampu menghasilkan protoplas utuh CMC 76 milik CIAT yang diperoleh
(viable). Protoplas ubi kayu genotip kerapatan protoplas relatif tinggi yaitu
Mentega 2 pada keempat perlakuan sekitar 5,6 x 106 protoplas/gram berat
inkubasi larutan enzim banyak mengalami bersih mesofil ubi kayu.
plasmolisis dan hanya sebagian kecil Hasil penelitian ini menunjukkan
protoplas utuh yang berhasil diisolasi bahwa jenis dan komposisi enzim berperan
sehingga kerapatan protoplas tidak penting untuk melisiskan mesofil daun ubi
terhitung karena protoplas tidak terdeteksi kayu dari ketiga genotip yang diujikan. Hal
di hemositometer. Perlakuan LE3 dengan ini mengindikasikan bahwa keberhasilan
komposisi 2% selulase, 1% maserozim dan isolasi protoplas dipengaruhi antara lain
0,1% pektoliase dapat digunakan untuk komposisi enzim (jenis dan konsentrasi),
melisiskan dinding sel mesofil daun ubi kondisi jaringan dan genotip dari tanaman.
kayu dari genotip Gajah dan Ubi Kuning Komposisi perlakuan enzim LE3 dengan
meskipun pada sebagian kecil masih penambahan 0,4 M BH3 pada proses
terdapat protoplas yang mengalami purifikasi menghasilkan fase lapisan
plasmolisis sedangkan mesofil Mentega 2 protoplas murni berwarna hijau
membentuk pita yang terpisah diantara dua

5
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019: 1-13

larutan sukrosa dan Mannitol setelah yang diuji yaitu Mentega 2, Gajah dan Ubi
disentrifugasi pada ketiga genotip ubi kayu Kuning.

Tabel 2. Kerapatan (densitas) protoplas asal jaringan mesofil daun ubi kayu genotip Gajah dan Ubi
Kuning pada empat perlakuan komposisi enzim
Komposisi enzim
Jenis ubi kayu
LE1 LE2 LE3 LE4
Gajah 0 0 6
0,6 x 10 protoplas/mL 0
Ubi Kuning 0 0 0,197 x 106 protoplas/mL 0
Mentega 2 0 0 0 0
Ket.: LE1 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 0% (w/v), maserozim 2% (w/v);
LE2 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 0,1% (w/v), maserozim 2% (w/v);
LE3 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 0,1% (w/v), maserozim 1% (w/v);
LE4 = selulase 2% RS (w/v), pektoliase 1% (w/v), maserozim 0.2% (w/v).

A B

C D

Gambar 2. Protoplas dari mesofil daun ubi kayu genotip Gajah (A) dan Ubi Kuning (B) sebelum
proses pemurnian dan genotip; Gajah (C) dan Ubi Kuning (D) setelah proses pemurnian
(Perbesaran 40x)

6
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)

Berdasarkan hasil pengamatan Protoplas disebut viable apabila ukuran


mikroskopis terhadap protoplas hasil protoplasnya seragam dan bentuknya bulat
isolasi dari ketiga genotip ubi kayu, terlihat sempurna serta tidak mengalami
bahwa protoplas yang terisolasi umumnya plasmolisis atau pecah karena over
berbentuk intact atau bulat, utuh dan viable digestion (Gambar 2D). Tahapan purifikasi
dengan membran plasma yang tipis, dalam penelitian ini menggunakan larutan
transparan dan berbentuk cincin sehingga sukrosa 25% dan manitol 13% (Grosser et
organela atau bagian dalam sel terlihat al., 2010).
jelas. Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel
telah kehilangan dinding selnya. Organel Kultur Protoplas
yang terlihat paling jelas adalah klorofil Setelah protoplas genotip Mentega
yang menampakkan butiran warna hijau 2, Ubi Kuning dan Gajah diinkubasi tanpa
dengan jumlah relatif banyak dan pencahayaan di ruang dengan suhu 25±2
o
berukuran relatif besar (Gambar 2C). Oleh C selama 4 minggu pada larutan 0,4 M
karena itu, klorofil dapat dijadikan sebagai BH3 dengan perbandingan 1:1 antara
marker atau penanda dalam identifikasi komposisi protoplas dan larutan BH3,
penghitungan rendemen protoplas hasil protoplas menunjukkan pertumbuhan dan
isolasi (Patnaik & Cocking, 1982 dan mengalami proses mitosis beragregasi
Suryowinoto, 1989). (Gambar 3A-B) sehingga terdapat
Proses selanjutnya setelah isolasi penambahan jumlah protoplas. Sementara
protoplas adalah purifikasi. Purifikasi itu, protoplas dari Mentega 2 tidak
diperlukan untuk mendapatkan protoplas berkembang sehingga tidak dilanjutkan ke
yang viable tanpa adanya sisa jaringan tahap selanjutnya.
setelah isolasi dilakukan di tahap awal.

A B

C D

Gambar 3. Agregasi koloni protoplas pada media semi solid M2 umur 4 minggu setelah tanam
(MST) (A-B) dan pertambahan ukuran mikrokalus ubi kayu genotip Ubi Kuning hingga
18 minggu setelah tanam (MST) (C-D) (perbesaran 20x)

7
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019 : 1-13

Protoplas dari mesofil daun ubi kayu pemadat Phytagel 1% mampu membentuk
Mentega 2 tidak berkembang, koloni protoplas menjadi bentuk
kemungkinan dikarenakan viabilitas mikrokalus yang kompak padat berwarna
protoplas rendah atau mengalami lisis putih seperti kapas (Tabel 3; Gambar 3C).
selama masa inkubasi pada media kultur. Mikrokalus semakin menunjukkan
Masa inkubasi yang lama dapat pertumbuhan yang baik hingga 18 MST
menyebabkan terjadinya kerusakan pada dan mengalami penambahan ukuran
membran protoplas. Ling et al. (2009) (Gambar 3D).
menyatakan bahwa waktu inkubasi Waktu pertumbuhan dan
merupakan faktor yang menentukan perkembangan mikrokalus pada dua
keberhasilan isolasi protoplas. Viabilitas genotip ubi kayu yang diuji menunjukkan
protoplas mengalami penurunan seiring perbedaan. Respon genotip sangat
dengan semakin lamanya waktu inkubasi. berpengaruh terhadap media tumbuh yang
Hasil yang sama pada isolasi protoplas dari digunakan. Mikrokalus genotip Gajah
Lotus corniculatus untuk perlakuan waktu berkembang menjadi kalus berwarna
inkubasi 8 jam menunjukkan penurunan kuning dan membentuk nodul-nodul pada
protoplas viable dibanding waktu inkubasi media kultur semipadat (Gambar 4A).
6 jam (Raiker et al., 2008). Mikrokalus dari protoplas ubi kayu genotip
Berdasarkan Hendaryono & Gajah mengalami perkembangan mulai
Wijayani (1994), medium pertumbuhan dari bentuk seperti selaput putih hingga
protoplas yang mengandung BH3 tanpa adanya bentuk yang menyerupai nodul-
adanya penambahan ZPT menyebabkan nodul berwarna kuning bening pada 8 HST
protoplas tidak tumbuh sama sekali. (hari setelah tanam) dan jumlah nodul-
Pengaruh ZPT terutama akusin terhadap nodul ini semakin bertambah pada 10
pertumbuhan protoplas menunjukkan minggu setelah tanam (MST). Nodul kalus
adanya indikasi tekanan osmotik, hanya mengalami proliferasi yang semakin
meningkatkan sintesa protein, bertambah namun tidak mengalami
meningkatkan permeabilitas sel terhadap perkembangan bentuk yang mengarah ke
air dan melunakkan dinding sel yang organogenesis tunas hingga 12 MST
diikuti dengan menurunnya tekanan pada (Gambar 4B). Pengamatan pertumbuhan
dinding sel sehingga air dapat masuk ke mikrokalus yang semakin membesar pada
dalam sel dan meningkatkan volume sel. genotip Gajah hanya dapat dilakukan
Mikro koloni protoplas Ubi Kuning hingga 20 MST (Gambar 4C). Pada 28
dan Gajah berubah bentuk menjadi MST, kalus dari genotip Gajah yang
mikrokalus pada media kultur semi padat dihasilkan mengalami kontaminasi bakteri.
perlakuan M2 pada hari ke-4 (Ubi Kuning) Semakin lama periode subkultur,
dan minggu ke-6 (Gajah). Media semi akumulasi nutrisi pada eksplan menjadi
padat perlakuan M2 yaitu media MS yang tinggi sehingga bakteri tumbuh dengan
mengandung 2 µM CuSO4, 2 mg/L BAP, 1 lebih cepat.
mg/L NAA dan larutan 0,4 M BH3 serta

Tabel 3. Kondisi protoplas ubi kayu genotip Gajah dan Ubi Kuning 18 minggu setelah tanam (MST)
pada media perlakuan semi padat
Perlakuan
Genotip M1 M2

Gajah Tidak berkembang Utuh dan membentuk mikrokalus yang berwarna putih
seperti kapas
Ubi Kuning Tidak berkembang Utuh dan membentuk mikrokalus yang berwarna putih
seperti kapas
Ket.: M1 = Media MS + 2 µM CuSO4 + 2 mg/L BAP +1 mg/L NAA + 0,4 M BH3 + 0,5% Phytagel
M2 = Media MS + 2 µM CuSO4 + 2 mg/L BAP +1 mg/L NAA + 0,4 M BH3 + 1% Phytagel

8
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)

A B C

D E F

Gambar 4. Perkembangan protoplas asal mesofil daun menjadi mikrokalus ubi kayu genotip Gajah
umur 20 minggu setelah tanam (MST) (A-C); dan genotip Ubi Kuning umur 4 hingga 6
minggu setelah tanam (MST) (D-E) pada media semipadat MS + 2 µM CuSO4 + 2 mg/L
BAP + 1 mg/L NAA + 0,4 M BH3 + 1% Phytagel (perbesaran 8x)

Leifert & Cassel (2001) menyatakan Sebanyak 1-2 µL mikrokalus dipindahkan


bahwa kontaminasi oleh mikroba ke delapan jenis media perlakuan induksi
merupakan salah satu masalah serius kalus. Setelah berumur 4 MST di media
dalam kultur in vitro tanaman. Sinta dkk. perlakuan, terjadi perubahan bentuk dari
(2014) menyatakan bahwa kontaminasi mikrokalus menjadi nodul-nodul
menjadi penyebab utama hilangnya kultur menyerupai kalus. Pembentukan kalus
tanaman. Berdasarkan Kristina (2017), pada media perlakuan (P1 hingga P4) yaitu
setiap kondisi kultur yang terkontaminasi media perlakuan dengan pemadat terjadi
dipengaruhi oleh banyak faktor, lebih cepat dibandingkan pembentukan
diantaranya kebersihan lingkungan kerja, kalus pada media perlakuan C1 hingga C4
jenis eksplan, cara sterilisasi, serta kondisi yaitu media perlakuan tanpa pemadat
suhu dan iklim pada saat kultur. Kondisi (cair). Mikrokalus pada media perlakuan
aseptik diperoleh melalui pemanasan alat- P1, P2, P3 dan P4 mengalami perubahan
alat tanam dan media dengan autoklaf, bentuk menjadi nodul-nodul menyerupai
desinfektan atau lampu ultraviolet kalus berwarna kuning (Gambar 5A-D
sehingga mikroba-mikroba pengganggu atas) sedangkan kalus pada media
dapat dimatikan. perlakuan C1, C2, C3 dan C4 bentuknya
Pertumbuhan dan perkembangan belum berupa nodul-nodul sempurna yang
protoplas Ubi Kuning lebih lambat jika menyerupai kalus dan masih berwarna
dibandingkan dengan genotip Gajah. putih seperti mikrokalus pada media
Mikrokalus genotip Ubi Kuning yang semipadat sebelumnya dengan ukuran
terbentuk di media kultur protoplas yang lebih kecil (Gambar 5A-D bawah).
semipadat masih tetap berbentuk mikro Setelah 8 MST, mikrokalus tampak
kalus dan bersih dari kontaminan. berproliferasi membentuk kalus pada
Mikrokalus Ubi Kuning tidak berkembang semua jenis media (Tabel 4). Kalus yang
dan tidak menunjukkan perubahan baik terbentuk pada 8 MST secara visual
bentuk maupun ukuran (Gambar 4D-F). terlihat perbedaan yang nyata dari bentuk
Pada 16 MST, mikrokalus Ubi dan warna kalus pada media perlakuan
Kuning disubkultur dari media semipadat padat (P1, P2, P3 dan P4) dengan media
ke media perlakuan pembentukan kalus. perlakuan cair (C1, C2, C3 dan C4).

9
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019: 1-13

Bentuk dan ukuran kalus antar media perlakuan padat P1, P2, P3 dan P4 terlihat
A B C D

Media padat
A B C D

Media cair
Gambar 5. Bentuk kalus asal protoplas ubi kayu genotip Ubi Kuning umur 4 minggu setelah tanam
(MST) di media perlakuan padat (atas) dan media cair (bawah); Gresshoff & Doy (GD)
(A), 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine (B), MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BAP 2 mg/L (C), dan MS
+ 2,4-D 1,0 mg/L + BA 2 mg/L (D)

Tabel 4. Bentuk mikrokalus genotip Ubi Kuning pada 8 minggu setelah tanam (MST) di media
perlakuan induksi kalus
No. Perlakuan Komposisi media Kondisi protoplas
Media Padat
1. P1 Gresshoff & Doy (GD) Nodul menyerupai kalus
2. P2 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine Nodul menyerupai kalus
3. P3 MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BA 2 mg/L Nodul menyerupai kalus
4. P4 MS + 2,4-D 0,1 mg/L + BAP 2 Nodul membentuk kalus
mg/L
Media Cair
5. C1 Gresshoff & Doy (GD) Kontaminasi
6. C2 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine Nodul menyerupai kalus dengan ukuran
lebih kecil
7. C3 MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BAP 2 Kontaminasi
mg/L
8. C4 MS + 2,4-D 0,1 mg/L + BAP 2 Nodul menyerupai kalus dengan ukuran
mg/L lebih kecil

sama pada 4 MST dengan 8 MST. Kalus (Martin dkk., 2015). Selain itu, koloni
yang terbentuk pada media perlakuan P4 mikrokalus ubi kayu yang dihasilkan dapat
tampak pertambahan diameter kalus jika berkembang lebih lanjut menyerupai kalus
dibandingkan dengan media perlakuan fase nodular berwarna putih susu. Ubi
padat lainnya seperti P1, P2 dan P3 kayu merupakan salah satu tanaman yang
(Gambar 6A-D). Kalus pada media sulit dalam hal kultur protoplas dan
perlakuan P4 menyerupai bentuk nodular regenerasinya. Berdasarkan Wu et al.
kalus embriogenik pada tahapan somatic (2017), saat ini hanya ada dua laporan
embryogenesis. Kalus yang berkembang mengenai kultur protoplas dan
pada media cair C1 dan C3 mengalami regenerasinya yang telah dipublikasikan.
kontaminasi bakteri (Gambar tidak Shahin & Shepard (1980) melaporkan hasil
ditampilkan). penelitiannya tentang regenerasi tunas
Protoplas hasil isolasi pada hasil isolasi protoplas asal mesofil daun
penelitian ini dapat berkembang menjadi ubi kayu. Sofiari et al.(1998)
mikro kalus seperti halnya isolasi protoplas mempublikasikan tentang regenerasi tunas
dari jenis tanaman umbi lainnya yaitu talas hasil isolasi protoplas asal friabe

10
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)

embryogenic callus. Anthony et al.(1995) mengindikasikan bahwa diperlukan


mengembangkan protokol mengenai kultur optimasi jenis media untuk proliferasi
protoplas dari daun ubi kayu. kalus. Media proliferasi kalus yang tepat
Kalus berumur 48 minggu dan dari protoplas ubi kayu dari genotip lokal
mengalami 3-4 subkultur, bentuk kalus belum diperoleh. Masih diperlukan
masih sama dan belum menunjukkan ke percobaan lebih lanjut untuk mendapatkan
arah perbanyakan kalus. Hal ini media proliferasi kalus yang optimal.

Media padat
A B C D

Media cair
B D
Gambar 6. Bentuk kalus asal protoplas ubi kayu genotip Ubi Kuning pada 8 minggu setelah tanam
(MST) di media perlakuan Gresshoff & Doy (GD) (A), 1/2MS + 1/2GD + L-tyrosine (B),
MS + 2,4-D 0,5 mg/L + BAP 2 mg/L (C), dan MS + 2,4-D 1,0 mg/L + BAP 2 mg/L (D)

4. KESIMPULAN Media perlakuan P4 yang mengandung


Protoplas utuh dari mesofil ubi kayu media dasar MS dengan penambahan 1,0
genotip Mentega 2, Ubi Kuning dan Gajah mg/L 2,4-D dan 2,0 mg/L BAP
telah diisolasi menggunakan larutan enzim menunjukkan pertumbuhan kalus yang
dengan komposisi 2% selulase, 1% lebih baik dimana kalus yang diperoleh
maserozim dan 0,1% pektoliase terlihat berukuran lebih besar dibanding
menghasilkan protoplas berkisar antara media lainnya. Perkembangan
0,197-0,6 x 106 protoplas/mL. Protoplas pembentukan mikrokalus yang berasal dari
dapat tumbuh membentuk mikrokalus pada mesofil daun ubi kayu ke tahap selanjutnya
media semipadat MS mengandung 2 µM merupakan suatu kemajuan yang sangat
CuSO4, 2 mg/L BAP, 1 mg/L IAA, 2% penting bagi penelitian protoplas ubi kayu
sukrosa dan pemadat 1% Phytagel. terutama genotip lokal Indonesia.
Mikrokalus selanjutnya dapat berkembang
menjadi kalus pada delapan media UCAPAN TERIMA KASIH
perlakuan yang terdiri dari empat media Penulis mengucapkan terima kasih
padat dan empat media cair yaitu media kepada Andri Fadhillah Martin, M.Si
Gresshoff and Doy (GD); MS dan GD untuk diskusi perihal jenis media dan
masing-masing dengan konsentrasi teknis isolasi protoplas, Suwinaryani untuk
setengah; MS dengan penambahan 2,4-D pemeliharaan kultur ubi kayu dan M. Usen
(0,1 dan 0,5 mg/L) dan BAP 2 mg/L. untuk bantuan teknis di laboratorium.
Kedelapan media pertumbuhan kalus dapat Penelitian ini merupakan bagian dari
membuat mikrokalus tumbuh dan kegiatan DIPA Tematik Puslit
berkembang secara kuantitas dan ukuran Bioteknologi LIPI Tahun Anggaran 2015-
menjadi nodul-nodul menyerupai kalus. 2016.
Mikrokalus tumbuh lebih cepat pada media
padat dibandingkan pada media cair.

11
BIOPROPAL INDUSTRI Vol.10 No.1, Juni 2019: 1-13

DAFTAR PUSTAKA Catharanthus roseus (L.) G. Don.


Anthony, P., Davey, M.R., Power, J.B. & Jurnal Mipa Unsrat Online, 6(1), 47-
Lowe, K.C. (1995). An improved 52.
protocol for the culture of cassava leaf Leifert, C. & Cassells, A.C. (2001). Microbial
protoplasts. Plant Cell, Tissue and hazards in plant tissue and cell cultures.
Organ Culture, 42, 229-302. In Vitro Cell Dev Biol-Plant, 37, 133-
Frearson, E.M., Power, J.B. & Cocking, E.C. 138.
(1973). The isolation, culture and Mariska, I. & Husni, A. (2006). Perbaikan sifat
regeneration of Petunia leaf protoplast. genotip melalui fusi protoplas pada
Dev. Biol, 33, 1130-1137. tanaman lada, nila dan terung. Jurnal
Grosser, J.W., Calovic, M. & Louzada, E.S. Penelitian dan pengembangan
(2010). Protoplast fusion technology. In Pertanian, 25(2), 55-60.
Davey, M.R. and Anthony, P. (Ed), Martin, A.F., Wulansari, A., Hapsari, B.W. &
Plant Cell Culture: Essential Methods. Ermayanti, T.M. (2015). Isolasi,
(pp. 175–198). Chichester: John Wiley purifikasi dan kultur protoplas mesofil
& Sons. Ltd. daun talas (Colocasia esculenta (L.)
Hendaryono, D.P.S. & Wijayani, A. (1994). Shott.). Prosiding Seminar Nasional
Teknik kultur jaringan pengenalan dan Bioteknologi III.UGM (pp. 1-17).
petunjuk perbanyakan tanaman secara Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
vegetatif modern. Yogyakarta: Kanisius. Mazarei, M., Al-Ahmad, H., Rudis, M.R. &
Hong, S.Y., Seo, P.J., Cho, S.H. & Park, C.M. Stewart, C.N.Jr., (2008). Protoplast
(2012). Preparation of leaf mesophyll isolation and transient gene expression
protoplasts for transient gene expression in switchgrass, Panicum virgatum L.
in Brachypodium distachyon. Journal of Biotechnology Journal, 3(3), 354-359.
Plant Biology, 55(5), 390-397. Milliam, S., Payne, L.A. & Mackay, G.R.
Husni, A., Mariska, I., Wattimena, G.A. & (1995). The integration of protoplast
Purwito, A. (2003). Keragaman genetik fusion, derived material into a potato
tanaman terung hasil kultur protoplas. breeding programme. A review progress
Jurnal Bioteknologi Pertanian, 8(2), 52- and problems. Euphytica, 85, 451-455.
59. Murashige, T. & Skoog, F. (1962). A revised
Kanchanapoom, K., Jantaro, S. & Rakchad, D. medium for rapid growth and bio assays
(2001). Isolation and fusion of with tobacco tissue cultures.
protoplasts from mesophyll cells of Physiologia plantarum, 15(3), 473-497.
Dendrobium pompadour. Sci. Asia, 27, Patnaik, G. & Cocking, E.C. (1982). A new
29-34. enzyme mixture for the isolation of leaf
Kao, K.N. & Michayluk, M.R. (1975). protoplasts.Z. Pflanzen-physiol. Bd.,
Nutritional requirements for growth of 107(5), 41-45.
Vicia hajastana cells and protoplasts at a Prihastanti, E., Soegihardjo, C.J. &
very low population density in liquid Purbaningsih, S. (2001). Kultur suspensi
media. Planta, 126(2), 105-110. sel mesofil daun pegagan (Centella
Khatri, A., Dahot, M.A., Khan, I.A. & asiatica (L.) urban) dan analisis
Nizamani, G.S. (2010). An efficient kualitatif senyawa asiatikosida. Majalah
method of protoplast isolation in Farmasi Indonesia, 12(1), 10-19.
Banana (Musa spp). Pakistan Journal Purwito, A., Wattimena, G.A. & Suwanto, A.
Botany, 42(2), 1267-1271. (1999). Isolasi dan regenerasi protoplas
Khentry, Y., Paradornuvat, A., Tantiwiwat, S., dari mesofil daun kentang (Solanum
Phansiri, S. & Thaveechai, N. (2006). tuberosum L.) dihaploid. Buletin
Protoplast isolation and culture of Agronomi, 27(1), 1-9.
Dendrobium Sonia “Bom 17”. Kasetsart Riyadi, I. (2006). Isolasi protoplas tanaman
Journal (Natural Science), 40, 361-369. kacang panjang secara enzimatis.
Kristina, M., Oratmangun, Dingse, P., & Buletin Plasma Nutfah, 12(2), 62-68.
Febby, K. 2017. Deskripsi jenis-jenis
kontaminan dari kultur kalus

12
Isolasi dan Kultur Protoplas Mesofil…… (H. Fitriani, dkk.)

Riyadi, I. (2010). Isolasi Protoplas secara Tan, M.L.M., Boerrigter, H.S. & Kool, A.J.
Enzimatis pada Tanaman Kecipir. (1987). A rapid procedure for plant
Buletin Plasma Nutfah, 16(1), 57-63. regeneration from protoplasts isolated
from suspension cultures and leaf
Shahin, E.A. & Shepard, J.F. (1980). Cassava
mesophyll cells of wild Solanum species
Mesophyll Protoplasts: Isolation,
and Lycopersicon pennellii. Plant
Proliferation, and Shoot Formation.
Science, 49(1), 63-72.
Plant Science Letters, 17, 459-465. doi:
10.1016/0304-4211(80) 90133-9. Tee, C.S., Lee, P.S., Kiong, A.L.P. &
Mahmood, M. (2010). Optimisation of
Sinta, M.M., Riyadi, I. & Sumaryono. 2014.
protoplasts isolation protocols using in
Identifikasi dan pencegahan
vitro leaves of Dendrobium crumenatum
kontaminasi pada kultur cair sistem
(pigeon orchid). African Journal of
perendaman sesaat. Menara
Agricultural Research, 5(19), 2685-
Perkebunan. 82(2), 64-69.
2693.
Sofiari, E., Raemakers, C.J.J.M., Bergervoet,
Tomar, U.K. & Dantu, P.K. (2010). Protoplast
J.E.M., Jacobsen, E. & Visser, R.G.F.
Culture and Somatic Hybridization. In:
(1998). Plant regeneration from
Tripathi. G. (ed) Cellular and
protoplasts isolated from
Biochemical Science. (pp. 876-891).
friableembroygenic callus of cassava.
New Delhi: I.K. International House Pvt
Plant Cell Reports, 18, 159-165.
Ltd.
Sukmadjaja, D., Sunarlim, N., Lestari, E.G.,
Utami, E.S.W. & Hariyanto, S. (2015).
Roostika, I. & Suhartini, T.
Optimasi Isolasi Protoplas Mesofil
(2007).Teknik Isolasi dan Kultur
Daun Anggrek Paraphalaenopsis
Protoplas Tanaman Padi. Jurnal
laycockii. AGROTROP, 5(1), 21–29.
AgroBiogen, 3(2), 60-65.
Wu, J.Z., Liu, Q., Geng, X.S., Li, K.M., Luo,
Suryowinoto, M. (1989). Fusi protoplas. PAU
L.J. & Liu, J.P. (2017). Highly efficient
Bioteknologi. Yogyakarta: Universitas
mesophyl protoplast isolation and PEG-
Gadjah Mada.
mediated transient gene expression for
Suryowinoto, M. (1996). Prospek kultur rapid and large-scale gene
jaringan dalam perkembangan characterization in cassava (Manihot
pertanian modern. Yogyakarta: esculenta Crantz). BMC biotechnology,
Universitas Gadjah Mada. 17(1), 29.

13
141

PLANTROPICA Journal of Agricultural Science. 2017. 2(2): 141-147

STUDI KARAKTER MORFOLOGI DAUN DAN IDENTIFIKASI PLOIDI TANAMAN


F1 JERUK HASIL FUSI PROTOPLAS JERUK SIAM MADU DENGAN MANDARIN
SATSUMA
STUDY OF LEAF CHARACTER AND PLOIDY IDENTIFICATION OF F1
RESULTED FROM PROTOPLAST FUSION “SIAM MADU AND SATSUMA
MAN`DARIN”
Lailil Fitra Annisa*1), Chaireni Martasari2) Lita Soetopo, Sri Lestari Purnamaningsih 1)
1)
Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145 JawaTimur, Indonesia
2)
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub toprik
Jl. Raya Tlekung No.1 Junrejo Kota Batu 65301, Indonesia
*)
E-mail : laililfitra14@gmail.com

ABSTRAK tanaman jeruk yang telah berumur tiga


tahun.
Jeruk merupakan tanaman hortikultura yang Pada hasil pengamatan, terdapat kelompok
banyak dibudidayakan di Indonesia. Salah yang memiliki karakter daun kombinasi
satu jenis jeruk lokal yang potensial untuk kedua tetuanya dan dapat diketahui bahwa
dikembangkan ialah Siam Madu. Siam FS14 dan FS69 memiliki ploidi tetraploid.
Madu memiliki kulit yang tipis sekitar 2 mm, Sedangkan pada FS31 termasuk diploid.
permukaannya halus dan licin, serta
memiliki rasa yang manis, bentuk daun Kata kunci : Jeruk Siam Madu, Satsuma
memanjang. Jumlah biji pada jeruk Siam Mandarin, Fusi Protoplas, Ploidi
Madu cukup tinggi antara 10-15 biji per buah
(Sukarmin, 2008). Untuk memperoleh ABSTRACT
jumlah biji yang sedikit pada jeruk Siam
Madu, dibutuhkan teknologi pemindahan Citrus is horticulture plant widely cultivated
sifat tanpa biji (seedless) dari Mandarin in Indonesia. One of the potential local citrus
Satsuma yang memilikisifat male streril. to develop is siam Madu. Siam Madu has a
Salah satunya dengan fusi protoplas. Fusi thin skin about 2 mm, the surface smooth
protoplas ialah penggabungan dua atau and slippery, having a sweet taste, and a
lebih protoplas yang bersentuhan dan lengthwise leaf shape. The number of seeds
melekat satu sama lain. (Mollers et al., on Siam Madu is about 10-15 seeds per
1992). Dari fusi protoplas tersebut, dapat piece (Sukarmin, 2008). To obtain a
diketahui tipe ploidi dan karakter-karakter minimum seeds on Siam Madu, needed
daun tanaman hasil fusi. Sel dari jaringan transfer technology of seedless by Mandarin
daun muda digunakan untuk fusi protoplas. Satsuma which have male streril
Tanaman hasil fusi protoplas menimbulkan characteristic. One of them is using
manipulasi ploidi yaitu allopoliploid. protoplast fusion. Protoplast fusion is the
Allopoliploid ialah keadaan dimana yang merger of two or more protoplas that touch
terlibat ialah set-set kromosom non-homolog and attached each other (Mollers et al.,
(Elord et al., 2002). Pengamatan ploidi 1992). From the protoplast fusion, it can be
dilakukan menggunakan alat flowcitometry. seen type of the ploidy and characters of
Penelitian dilaksanakan pada bulan April leaves as fusion result. Cells from young
sampai dengan bulan September 2013. leaf used for protoplast fusion. Protoplast
Tempat di Balai Penelitian Tanaman Jeruk fusion had resulted plants which inflict polidy
dan Buah Subtropik (BALITJESTRO). manipulation called Allopolyployd.
Karakterisasi pada jeruk dilakukan pada Allopolyployd is condition where involved
142

Lailil Fitra Annisa, et.al.,: Studi Karakter Morfologi Dau dan Identifikasi Ploidi Tanaman...

sets of non-homolog chromosomes (Elord et Tanaman hasil fusi protoplas menimbulkan


al., 2002). Ploidy observed using manipulasi ploidi yaitu allopoliploid.
flowcitometry tools. Research was Allopoliploid ialah keadaan dimana yang
conducted from April to September 2013 in terlibat ialah set-set kromosom non-homolog
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah (Elord et al., 2002).
Subtropik (BALITJESTRO). Characterization Kondisi sitogenetik tanaman hasil fusi
of citrus carried on citrus plants that has protoplas jeruk Siam Madu dengan
been three years old. On the results, there Mandarin Satsuma belum diketahui
are groups that have combination character sehingga perlu adanya pengamatan
leaves from two parental and it can be seen perubahan sitologi sebagai indikasi
that FS14 and FS69 having ploidi tetraploid. keberhasilan pemuliaan. Pengamatan
While in FS31 including diploid. sitologi dilakukan pada tingkat ploidi yang
dimiliki oleh setiap individu tanaman melalui
Keyword : Siam Madu, Satsuma Mandarin, flowcytometry. Data yang didapatkan berupa
Protoplast Fusion, Ploidy histogram.
Tujuan penelitian ini untuk
PENDAHULUAN mengetahui karakte rmorfologi fisik daun
tanaman hasil fusi (fusan) dan untuk
Jeruk merupakan tanaman mengidentifikasi ploidi yang ada dalam
hortikultura yang banyak dibudidayakan di tanaman fusan. Hipotesis yang diajukan
Indonesia. Potensi pengembangan usaha ialah terdapat morfologi daun yang berbeda
tani jeruk dapat memberikan keuntungan dari induknya dan terdapat tipe ploidi yang
maksimal bagi petani karena jeruk memiliki berbeda pada tanaman fusan dengan
nilai ekonomis tinggi serta kaya manfaat tetuanya.
diantaranya dapat meningkatkan kekebalan
tubuh, mencegah tubuh dari serangan BAHAN DAN METODE
penyakit flu. Salah satu jenis jeruk lokal
yang potensial untuk dikembangkan ialah Penelitian dilaksanakan pada bulan
Siam Madu. Siam Madu memiliki kulit yang April sampai dengan bulan September 2013.
tipis sekitar 2 mm, permukaannya halus dan Tempat di Balai Penelitian Tanaman Jeruk
licin, serta memiliki rasa yang manis, bentuk dan Buah Subtropik (BALITJESTRO).
daun memanjang. Namun kendala Karakterisasi pada jeruk dilakukan pada
pengembangan jeruk Siam Madu ialah tanaman jeruk yang telah berumur tiga
jumlah biji pada jeruk Siam Madu cukup tahun. Peralatan yang digunakan yaitu
tinggi antara 10-15 biji per buah (Sukarmin, penggaris, timbangan analitik, cawan petri,
2008). pipet, gelas ukur dan flowcytometer (alat
Untuk memperoleh jumlah biji yang untuk menganalisis ploidi). Secara kimia
sedikit pada jeruk Siam Madu, dibutuhkan dapat diinduksi menggunakan larutan garam
teknologi pemindahan sifat tanpa biji tertentu (NaNO3, NaCl, KNO3, dan KCl),
(seedless) dari Mandarin Satsuma yang PEG (Poli Etilen Glikol) sebagai bahan
memilikisifat male streril. Fusi protoplas penginduksi terjadinya fusi protoplas
merupakan teknik penggabungan inti dan (Grosser and Gmitter, 1990). Bahan yang
atau sitoplasma antara dua genotipe yang digunakan ialah 46 fusan dan induk jeruk
berbeda secara in vitro untuk mendapatkan Siam Madu serta Satsuma Mandarin, daun
hibrida dengan sifat-sifat yang diinginkan. muda, buffer ekstraksi (Tris-MgCl2 buffer),
Fusip rotoplas memberi peluang produksi larutan pewarna 4,6-Diamidino-2-
hibrida interspesifik maupun intergenerik phenylindol (DAPI). Kegiatan pelaksanaan
yang secara konvensional melalui penelitian meliputi karakterisasi dan
persilangan seksual tidak bisa berlangsung. identifikasi ploidi. Karakterisasi dilakukan
Dari fusi protoplas tersebut, dapat diketahui dengan mengamati karakter kualitatif dan
tipe ploidi dan karakter-karakter daun kuantitatifdaun.
tanaman hasil fusi. Sel dari jaringan daun Karakter kualitatif pada daun ialah
muda digunakan untuk fusi protoplas. warna daun, tipe daun, sayap daun, bentuk
143

Lailil Fitra Annisa, et.al.,: Studi Karakter Morfologi Dau dan Identifikasi Ploidi Tanaman...

sayap, tepi daun dan bentuk anak tulang kekerabatan tanaman fusan dengan
daun. Pengamatan karakter kuantitatif ialah parentalnya. Selanjutnya karakter yang telah
panjang daun, lebar daun. Hasil analisa data di clusterkan tersebut dianalisa dengan
kualitatatif menggunakan sistem skoring menggunakan program Numerical
dalam bentuk biner dan hasilnya berupa Taxonomy and Multivariate Analysis System
dendogram yang dibuat dengan software (NTSYS 2.1). Hasil dari clustering tersebut
NTSYS 2.1. Hasil analisa flowcitometry ditampilkan dalam bentuk dendogram.
berupa histogram yang menunjukkan Dendogram untuk 46 tanaman fusan
adanya perubahan sel atau tingkat ploidi. dengan karakter daun dilihat pada gambar
2.
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis
dendogram, pengamatan karakter daun
Karakter Kuantitatif Daun Jeruk Hasil tidak memiliki banyak variasi. Pada
Fusi Protoplas dendogram karakter daun (gambar 2) terdiri
Pada gambar 1 pengamatan dari 2 cluster. Cluster tersebut terdiri dari
kuantitatif daun, parameter yang diamati cluster A dan B.Anggota cluster dapat di
ialah panjang dan lebar daun. Panjang daun lihat pada tabel 1. Cluster A memiliki jarak
pada asesi berkisar antara 3.03cm - koefisien kemiripan 0,75. Sedangkan cluster
6.53cm. sedangkan yang terpanjang ialah B memiliki jarak koefisien kemiripan 0,74.
FS 56 (6.53 cm). Untuk lebar daun berkisar Pada dendogram karakter daun terdiri dari 2
antara nilai 1.6cm – 3.48cm. Sedangkan cluster. Cluster tersebut terdiri dari cluster A
untuk Siam Madu memiliki panjang 7 cm dan B. Cluster A memiliki jarak koefisien
dan lebar 3.5 cm. sedangkan untuk kemiripan 0.75. Sedangkan cluster B
Satsuma Mandarin memiliki 9.2 cm dan memiliki jarak koefisien kemiripan 0.74.
lebar daun 4.3 cm. Pada tanaman fusan, Pada umumnya karakter daun tanaman
memiliki nilai yang lebih rendah dari fusan lebih mirip seperti Siam Madu.
tetuanya (Satsuma Mandarin). Secara Pada hasil pengamatan karakter
umum hasil karakter daun tanaman fusan morfologi daun, dapat digolongkan dalam
memiliki ukuran panjang dan lebar yang kelompok yang identik dengan Siam Madu
beragam. dan kombinasi antara Siam Madu dengan
Satsuma Mandarin. Karakter tersebut tersaji
Analisis Karakter Kualitatif Daun Jeruk dalam tabel
Hasil Fusi Protoplas Menurut Husni (2010), kebanyakan
Pengamatan karakter kualitatif varietas jeruk Siam memiliki bentuk dan
menggunakan dendogram dengan system ukuran daun yangbisa di bedakan dari jenis
Clustering. Hal ini bertujuan untuk jeruk lainnya.
mempermudah melihat hubungan

Gambar 1 Panjang dan Lebar Daun Tanaman Fusan beserta Tetuanya


144

Lailil Fitra Annisa, et.al.,: Studi Karakter Morfologi Dau dan Identifikasi Ploidi Tanaman...

Bentuk daunnya oval dan berukuran sedikit yaitu menghasilkan hibrid atau kombinasi
lebih besar dari jeruk keprok Garut. Ukuran dua genom lengkap, menghasilkan
daunnya sekitar 7.5 cm x 3.9 cm dan asymmetric hybrid atau partial hybrid
memiliki sayap daun kecil yang berukuran sebagian inti dari salah satu tetua
0.8 x 0.2 cm. Ujung daunnya agak terbelah, bergabung, dan menghasilkan sibrid. Oleh
sedangkan bagian pangkalnya meruncing. karena itu, variasi rekombinan sifat genetik
Urat daunnya menyebar sekitar 0,1 cm dari di dalam tanaman hasil fusi akan sangat
tepi daun. beragam dalam frekuensi yang berbeda.
Pada pengamatan, ditemui kombinasi Menurut Cheng et al., (2003) fusi protoplas
antara Siam Madu dengan Satsuma memungkinkan penggabungan ciri-ciri
Mandarin (tabel 2). Kombinasi tersebut sitoplasma pada tanaman yang telah
dapat diakibatkan dari sifat tanaman hasil diketahui bahwa kloroplas dan mitikondria
fusi protoplas yang beragam. Menurut diwariskan secara maternal pada hibridisasi
Mariska dkk, (2006) hasil dari fusi protoplas seksual.
secara umum terdiri dari 3 kemungkinan

Gambar 2 Dendogram Karakter Daun Tanaman Fusan beserta Tetuanya

Tabel 1 Anggota Cluster dari Dendogram Daun


No Cluster Asesi
1 A FS1, FS2, FS4, FS6, FS 7, FSI2, FS101, FS107, FS84, FS76, FS64, FS58, FS56,
FS57, FS32, FS31, FS27, FS24, FS22, FS20, FS23, FS17, FS14, FS29, FS26, FS10,
FS9, FS8, FS80, Satsuma
2 B FS5, FS11, Siam,FS112, FS 103, FS97, FS87, FS83, FS96, FS71, FS69, FS12, FS49,
FS41, FS30, FS18, FS19, FS 21
145

Lailil Fitra Annisa, et.al.,: Studi Karakter Morfologi Dau dan Identifikasi Ploidi Tanaman...

Tabel 2 Karakter Morfologi Daun Berdasarkan Karakter Kualitatif


Asesi Warna Tipe Sayap Bentuk Ket
daun daun daun anak tulang
daun
Satsuma Mandarin Hijau tua Daun Bersayap Melengkung Tetua
tunggal
Siam Madu Hijau tua Daun Tanpa Lurus Tetua
tunggal sayap
FS1, FS2, FS4, FS6, FS 7, FSI2, Hijau tua Daun Tanpa Melengkung Kombinasi
FS101, FS107, FS84, FS76, FS64, tunggal sayap kedua
FS58, FS56, FS57, FS32, FS31, tetua
FS27, FS24, FS22, FS20, FS23,
FS17, FS14, FS29, FS26, FS10,
FS9, FS8, FS80
FS5, FS11, FS112, FS 103, FS97, Hijau tua Daun Tanpa Lurus Identik
FS87, FS83, FS96, FS71, FS69, tunggal sayap Siam
FS12, FS49, FS41, FS30, FS18, Madu
FS19, FS 21

Karakter Ploidi Berdasarkan (keragaman) hibrida somatik dapat


Flowcitometry merupakan hasil dari satu atau ketiga
Jaringan tanaman yang digunakan mekanisme berikut: 1. Keragaman genetic
untuk isolasi protoplas bervariasi. Umumnya akibat sub kultur kalus yang dilakukan terus
jaringan muda dari tanaman yang menerus yang mengakibatkan suatu variasi
mempunyai umur fisiologis yang muda somaklonal. 2. Ketidakstabilan dari
seperti pucuk muda (dari kecambah, bibit, kombinasi inti sel yang mengakibatkan
planlet). Protoplas dari jaringan dinding hilangnya ekspresi gen atau hilangnya
selnya masih sederhana yang terdiri dari sel bagian dari informasi genetik. 3. Terjadinya
primer atau belum berlignin. segregasi dari inti atau sitoplasma setelah
Langkah awal untuk menentukan fusi yang menghasilkan kombinasi unik
tanaman fusan mengalami fusi atau tidak, antara informasi genetik pada inti dan
dapat diketahui dengan menggunakan sitoplasma.
flowcitometry. Menurut Xu et al (2006), Variasi atau keragaman juga dapat
untuk mengidentifikasi hibrida somatik pada terjadi karena pada tanaman hasil fusi
tahap awal dapat dilakukan dengan protoplas kemungkinan ploidi yang terjadi
menentukan tingkat ploidi secara cepat ialah allopoliploid. Menurut Vandepoel et al
dengan Flowcytometry. Pada kontrol 2n (2003), allopoliplod segmental (sebagian
memiliki peak 90 dan berada di gate 200 kromosom homolog) menyebabkan steril
sehingga tergolong diploid. FS31 berada sebagian, dan allopoliploid (semua
pada gate 200 disebut diploid, sedangkan kromosom tidak homolog) menyebabkan
FS69 dan FS14 tetraploid karena berada steril penuh. Allopoliploid segmental
pada gate 400. Dapat dilihat pada tabel 3. memiliki segmen kromosom homologous
Namun demikian perlu diuji lebih lanjut pada dan homoeologus (homolog parsial) yang
pengamatan jumlah kromosom. Sehingga selama miosis dapat terjadi bivalen dan
dapat diketahui jumlah kromosom tanaman multivalen, sehingga pewarisannya
tersebut. Histogram dapat dilihat pada campuran disomik-polisomik. Menurut
gambar 3 dan gambar 4. Sparrow et al (1976), tujuan induksi
Menurut Bhojwani dan Razdan allopolyploid ialah mengkombinasikan sifat-
(1996) dalam Martono (2009) bahwa variasi sifat yang diinginkan dari tetuan diploid
rekombinan karakter genetik di dalam kedalam satu tanaman.
tanaman hasil fusi akan sangat beragam
dalam frekuensi yang berbeda. Variasi
146

Lailil Fitra Annisa, et.al.,: Studi Karakter Morfologi Dau dan Identifikasi Ploidi Tanaman...

Gambar 3 Hasil Flowcitometry


Keterangan : a) Hasil flow citometry diploid FS 31 b) Hasil flow citometrykontrol 2n

a b
. .

c d
. .

Gambar 4 Flowcitometry dan Daun Tanaman Fusan


Keterangan a) Hasil Flowcitometry FS 14 Ploidi Tetraploid b) Flowcitometry FS 69 Ploidi
Tetraploid c) Daun Jeruk Fusan FS14 d) Daun Jeruk Fusan FS 69

Tabel 3 Ploidi pada Tanaman Fusan


Asesi Tipe ploidi
FS31, FS58, FS11, FS30, FS19, FS41, FS15, FS101, FS24,FS1, FS112, FS97, Diploid (2n)
FS9, FS10, FS26, FS80, FS84, FS4, FS12, FS2, FS21, FS32, FS27, FS13,
FS49, FS96, FS87, FS107, FS56, FS71, FSI2, FS83
FS69, FS14 Tetraploid (4n)
147

Lailil Fitra Annisa, et.al.,: Studi Karakter Morfologi Dau dan Identifikasi Ploidi Tanaman...

KESIMPULAN Sparrow and Nauman. 1976. Evolution of


Genome Size by DNA Doublings.
Pada hasil penelitian, menunjukkan Science. 192(4239): 524-529.
bahwa berdasarkan karakter morflogi daun, Sukarmin dan F. Ihsan. 2008. Teknik
kombinasi antara Siam Madu dan Satsuma Persilangan Jeruk (Citrus sp.) untuk
Mandarin FS1, FS2, FS4, FS6, FS 7, FSI2, perakitan varietas unggul baru.
FS101, FS107, FS84, FS76, FS64, FS58, Bulletin teknik pertanian 13(1):12-15.
FS56, FS57, FS32, FS31, FS27, FS24, Vandepoel, K. C., Simillion and Y. Van de
FS22, FS20, FS23, FS17, FS14, FS29, Peer. 2003. Evidence That Rice and
FS26, FS10, FS9, FS8, FS80. Berdasarkan Other Cereals Are Ancient
ploidi, FS69 dan FS14 tergolong tetraploid. Aneuploids. Plant Cell. 15(9):2192-
2202.
DAFTAR PUSTAKA Xu, X. Y., Liu, J. H., and Deng Xiuxin.
2006. Isolation of Cytoplasts from
Cheng, Y. J., Guo, Wen, W., and Deng, Satsuma Mandarin (Citrus unshiu
X.X. 2003. Molecular characterization Marc) and production of alloplasmic
of cytoplasmic and nuclear genomes hybrid calluse via cytoplastprotoplast
in phenotypically abnormal Valencia male sterility. Plant Cell 25(6):533-
orange (Citrus sinensis) + Meiwa 539.
kumquat (Fortunellacrassifolia)
intergeneric somatic hybrids. Plant
Cell. 21(5): 445-451.
Elord, Susan, D. and Standsfield, Wiliam.
2002. Schaums genetika. Erlangga.
Jakarta.
Grosser, Jude, W and Gmitter, Freed, G.
1990. Protoplast fusion and citrus
improvement. Plant Breeding
Reviews. 10(8):339-374.
Husni, Ali. 2010. Fusi Protoplas
Interspesies Antara Jeruk Siam
Simadu (Citrus NobilisLour.) dengan
Mandarin Satsuma (C. Unshiu Marc.)
[online]. Available at
http://repository.ipb.ac.id/handle/1234
56789/55022. Verified 18 Juli 2016.
Martono, B. 2009. Keragaman Genetik,
Heritabilitas dan Korelasi antara
Karakter Kuantitatif Nilam
(Pogostemon sp) Hasil Fusi
Protoplas. Jurnal Penelitian Tanaman
Industri. 15(1):9 – 15.
Mollers, C. S. Zhang, and G. Wenzil.
1992. The influence of silver
thiosulfate on potato protoplast
culture. Plant Breed. 108 (1):12-18.
Mariska I., dan Husni, A. 2006. Perbaikan
Sifat Genotipe Melalui Fusi Protoplas
pada Tanaman Lada, Nilam dan
Terung. Jurnal Litbang Pertanian. 25
(2):55-60

Anda mungkin juga menyukai