Anda di halaman 1dari 10

PENDAHULUAN Ilmu genetika khususnya genetika pada organisme eukariot selain biasanya memfokuskan pada kromosom-kromosom dan gen-gen

yang terdapat di dalamnya. Namun demikian masih terdapat organel-organel sel lain yang berada d i luar inti sel yang juga mengandung bahan genetik. Beberapa percobaan pewarisan menunjukkan bahwa bahan di luar inti atau elemenelemen sitoplasmik juga merupakan pembawa sifat keturunan. Benda-benda di luar inti mungkin merupakan bahan dari DNA yang terletak dalam mitokondria dari sel-sel tanaman dan hewan, dan plastida dari sel tanaman. Karena itu pewarisan karakter dari tetua kepada zuriat dapat dibedakan menjadi dua mekanisme yaitu pewarisan kromosomal (kromosom inti) dan pewarisan ektrakrom osomal (kromosom sitoplasma). Keunikan pola pewarisan sitoplasma (mitokondria dan kloroplas pada tanaman) menyebabkan DNA ini dapat digunakan sebagai penanda untuk mengidentifikasi hubungan kekerabatan secara maternal/garis ibu. Dalam keadaan tertentu pewarisan dari tetua betina diatur oleh gen- gen dalam inti yang menyebabkan efek maternal segera terlihat pada keturunannya. Sifat-sifat lain ada hubungannya dengan bahan-bahan bakteri atau virus yang sukar dibedakan dari gen-gen di luar kromosom. Pewarisan Mendel biasanya dikenal sebagai genetika klasik. Sifat turun temurun ada hubungannya dengan bahan DNA dalam inti (gen-gen). Dari persilangan yang telah diketahui dapat diduga nisbah segregasi keturunan, termasuk nisbah penyimpangannya. Sedangkan pada pewarisan ekstrakromosomal terjadi perbedaan kriteria antara lain (1) Perbedaan dalam persilangan resiprok (tidak termasuk tautan seks); sifat-sifat diwariskan melalui jenis betina, (2) Pewarisan melalui induk (maternal/uniparental inheritance); keturunan memperlihatkan sifatsifat dari orang tua betina; gamet betina (sel telur) memberikan sejumlah sitoplasma dan bendabenda dalam sitoplasma untuk diwariskan kepada zigote, (3) Gagal memperlihatkan segregasi yang sesuai dengan pola Mendel maupun penyimpangannya, (4) Sifat-sifat itu tidak dapat dipetakan pada salah satu dari kelompok tautan, misalnya terletak pada satu kromosom dengan lokus yang telah diketahui, (5) Pemisahan inti (apabila mungkin) yang diketahui mengatur bentuk lain dari sifat tersebut tidak akan mengubah penampilan dan (6) Terdapat DNA yang bukan DNA kromosom. Pewarisan ekstrakromosomal/sitoplasma terjadi karena pewarisan partikel sitoplasma yang memiliki kelangsungan hidup. Benda-benda yang berpotensi sebagai pembawa faktor pewarisan sitoplasmik antara lain (1) Kloroplas, berhubungan dengan fotosintesis dalam tanaman, mengandung DNA telanjang dan ribosom, (2) Mitokondria, berperan penting dalam mekanisme pernapasan pada tanaman dan hewan, mengandung DNA telanjang dan ribosom, (3) Sentriol, ikut dalam pembentukan aster dan kemungkinan benang gelendong pada hewan, mungkin mengandung DNA, (4) Retikulum endoplasma, susunan selaput dalam sitoplasma tanaman dan hewan, tempat ak tifitas ribosom, (5) Kinetoplas, terjadi dalam Tripanosoma dan beberapa Protosoalain, mengandung DNA dan (6) Plasma gen, elemen yang mengganda (disebut gen-gen sitoplasmik) yang diduga ada karena adanya suatu pengaruh pada penampakan fenotipe, tetap i tidak pernah terlihat, misalnya faktor mandul jantan pada beberapa tanaman. GENOM ORGANEL (KLOROPLAS & MITOKONDRIA) Secara konvensional gen-gen yang ada pa da genom inti diwariskan dari generasi ke generasi mengikuti pola penurunan Mendel sedangkan sifat-sifat yang dikendalikan oleh gen yang ada pada genom kloroplas (juga genom mitokondria) diwariskan dengan pola pewarisan cytoplasmic atau uniparental atau pola pewarisan maternal. Gen-gen pada genom ini diwariskan melalui tetua

betina. Kedua genom (genom inti dan plastom) bisa mengkode protein yang berbeda menjadi sub unit dari satu enzim yang sama. Sebagai contoh adalah enzim Rubisco (ribulose 1,5biphosphate car boxylase-oxygenase) yang berfungsi dalam fiksasi karbon dan mengkontribus i sampai 50% dari total protein dapat larut yang ada di daun. Subunit terkecilnya dikode oleh gen yang ada di genom inti, se dangkan sub unit besarnya dikode oleh gen yang ada di plastom. Di kloroplas terdapat DNA, RNA, ribosom dan berbagai enzim. Semua molekul ini sebagian besar terdapat di stroma, tempat berlangsungnya transkripsi dan translasi. Klorop las mengandung peralatan biokimia lengkap yang diperlukan dalam reflikasi dan ekspresi dari plastom, termasuk DNA dan RNA polim erase, ribosom, tRNA dan rRNA sintase. Namun ukuran plastom tidak cukup besar untuk mengkode semua protein yang diketa hui ada pada klor oplas. Hal ini membuktikan bahwa organel masih tetap tergantung dari genom inti untuk bisa menjalankan fungsinya. Pada tanaman tingkat tinggi, DNA klor oplas berbentuk molekul melingkar tertutup ( close circular DNA ) berutas ganda. DNA kloroplas (genom) terdapat dalam 50 atau lebih lingkaran jalur-ganda melilit dalam tiap plastid. Pada keadaan yang lebih komplek s, genom kloroplas akan membentuk Supercoiled Close Circular DNA. Genom kloroplas memiliki ukuran paling kecil di antara DNA tanaman. Kelebihan dari genom kloroplas adalah sangat efisien dalam memanfaatkan DNA. Hal ini dikarenakan hampir semua DNA merupakan bagian dari gen tertentu sehingga mempunya i fungsi tertentu. Total nukleotida dibandingkan dengan nukleotida ya ng menj adi bagian dari gen sekitar 90% sehingga hampir tidak terdapat DNA berulang pada genom kloroplas. Genom kloroplas te rdiri dari dua gen, pada setiap kloroplas terdapat RNA ribosom (16 S; 23 S; 4,5 S; 5 S). Be rbeda dengan DNA mitokondria yang hanya memiliki satu tiruan gen. Genom juga terdiri dari gen untuk RNA transfer, dan gen untuk yang lainnya, tetapi bukan semua nya. Susunan protein untuk transkripsi dan translasi dari gen yang sudah ditandai pada kloroplas (seperti protein ribosom, sub unit RNA polimerase, dan faktor-fak tor translasi) atau untuk proses fotosintesis. Intron ditemukan pada bebe rapa daerah peng kodean protein dan gen RNA transfer pada DNA kloroplas.Plastid (juga mitokondria) mempunyai al at produksi ribosomal sendiri . Di dalam jagung, gen RNA disalin menjad i bagian dari suatu 20000 nukleotida pasangan membalikkan pengulangan, denga n 5S rD NA berbatasan sampai 23S rDNA, karena itu adanya di dalam E. coli dan dengan pemisahan keduanya dari 16 r DNA oleh alat pengatur dasar. Dalam sel eukariot kadang-kadang perbandingannya rangkaian 28S dan 18S rDNA yang bersebelahan s atu sama lainnya, sedangkan rangkaian 5S rDNA ditempatkan di mana saja di dalam gen. Mitokondria merupakan organel yang j ug a terdapat di dalam sitoplasma dari semua hewan aerob dan sel tana man. Fungsi utama mitokondria adalah sebagai sumber energi di dalam sel. Mitokondria mengandung enzim untuk siklus Kreb, melakukan fosforilasi oksidatif dan juga terlibat dala m biosin tesa asam lemak. Struktur DNA mitokondria ditemuka n dalam keadaaan rantai ganda dan melingkar tertutup ( Close Circular DN A ), linear DNA dan keadaan linearcircular DNA . Pada genom ini banyak terj adi sekuen berulang sehingga rekombinasi sel pada genom mitokondria tinggi. Organisasi genom mitokondria lebih kompleks daripada genom kloropl as. Dengan terdapatnya banyak se kuen DNA berulang menyebabkan pemanfaatan DNA di dalam mitokondria tidak seefisien genom kloroplas. Seperti halnya DNA klor oplas, ge nom mitokondria juga berasosiasi dengan protein histon. Mitokondria da ri semua organisme mengandung gen fungsional atau DNA kopi tunggal yang sama jumlahnya. Pada tanaman, ukuran genomnya besar di samping DNA kopi tunggal, diketahui genom mi tokondria mengandung pula sekuen DNA yang tidak mengkode protein. Genom mitokondria merupakan poliploid dengan jumlah sampai r atusan

kopi sel. Studi mengenai genom mitokondria da pat digunakan untuk pengembangan varietasvarietas hibrida melalui pe m bentukan mandul jantan sitoplasma (cytoplasmatic male sterility CMS). CMS merupakan pe ristiwa gagalnya organ bunga jantan me nghasilkan serbuk sari kare na interaksi gen yang ada pada genom inti dengan gen pada sitoplasma yang berada pada mit okondria . Sterilitas diwariskan secara maternal. PEWARISAN SITOPLASMIK PADA WARNA DAUN VARIEGATA Mirabilis jalapa Pada tahun 1909, Correns, salah satu dari penemu kembali hukum-hukum Mendel, melihat perbedaan-perbedaan dalam persilangan res iprok dari bunga pukul empat ( Mirabilis jalapa var. Albomaculata ). Pada tanaman variegata terdapat tiga tipe cabang, yaitu cabang berdaun hijau, cabang berdaun variegata, dan cabang berdaun putih. Correns mela kukan persilangan antar bunga dari caban g yang berbeda, hasilnya fenotipe zuriat tergantung pada fenotipe tetua betinanya. Semua macam cabang dapat membentuk bunga. Biji yang berasal dari cabang berd aun putih menghasilkan tanaman berdaun putih, yang tidak dapat bertahan hidup karena tidak mampu melakukan fotosintesis. Biji yang berasal dari cabang berdaun hijau hanya menghasilkan tanaman berdaun hijau. B iji yan g berasal dari cabang yang berdaun variegata menghasilkan tanaman yang berdaun putih, tanaman yang berdaun hijau dan tanaman yang berdaun variegata, dengan nisbah yang tidak sama dengan nisbah Mendel. Set elah membuat persilangan, ia mengamati bahwa bunga pada cabang putih dari tanaman itu hanya menghasilk an keturunan putih tidak peduli tipe tepungsari yang digunakan. Dengan kata lain diketahui bahwa fenotipe dari keturunan tergantu ng dari fenotipe induk betinanya. Induk jantan (yang memberi polen) sama sekali tidak berpengaruh. Berkaitan dengan hal tersebut, pe rsilangan resiprok menghasilkan keturunan yang berlainan fenotipnya. Sebagai contoh adalah: a. sel telur pada cabang hijau x pollen pada cabang putih menghasilkan keturunan yang semu anya berdaun hijau. b. sel telur pada cabang putih x polle n pada cabang hijau menghasilkan keturunan yang semuanya berdaun puti h. Tanaman yang hanya berdaun putih akan segera mati setelah bijinya berkecambah karena tidak memliki klorofil sehingga tidak dapat berasimilasi. Pada mekanisme pembentukan warna pada pewarisan ektrakromosomal bunga pukul empat , tip e tepungsari tidak pent ing, tetapi kontribusi induknya menentukan macam keturunannya. Biji yang tumbuh pada cabang putih han ya menghasilkan tanaman putih, pa da cabang hijau hanya menghasilkan tanaman hijau, pada cabang belang putih-h ijau menghasilka n nisbah dari tanaman putih, hijau dan hijau-putih yang tidak tent u. Tipe plastida yang diwariskan oleh induknya menentukan t ipe tanaman. PEWARISAN SITOPLASMIK PADA PEWARISAN PLASTIDA JAGUNG-IOJAP Penyerbukan sendiri pada tanaman jagung Iodent ya itu varietas jagung bersari bebas yang ditanam Jenkins di Io wa, menimbulkan garis-garis putih pada daunnya. Ini disebut Iojap kare na berasal dari varietas Iodent dan mirip dengan mutan lain yaitu Japonica. Jenkins melakukan penyerbuka sendiri pada t anaman Iojap dan hanya mendapatkan tanaman yang bergaris-garis. Ia berpendapat bahwa keadaan homozigot resesif menghasilkan f enotipe Iojap dan ia telah melakukan penyerbukan pada tanaman heterozigot. Ja di keadaan homozigot itu kemudian diberi simbol ijij.Beberapa tahun kemudian, M. McR hoades mempelajari pola pewarisan Iojap dan mendapatkan adanya pola pewarisan di luar in ti. Pola garis-garis putih yang dihasilkan oleh homozigot resesif itu disebabkan oleh perubahan tetap yang terpisah dari g en-gen dalam inti.

Apabila tanaman Iojap dig unakan sebagai tetua jantan untuk menyerbuki tanaman hijau normal, maka keturunan F1 semua hijau. Tetapi apabila tanaman iojap digunakan se bagai tetua betina, maka menghasilkan keturunan yang bergaris-gari s. Garis-gari s putih ini diduga te rjadi sesuatu pada kloroplas. Pemeriksaan sel-sel pada daerah yang puti h menunjukkan adanya plastida yang abnormal. Pada beberapa sel terdapat plastida normal dan abnormal bersamasama. Plastid a mutan mempunyai beberapa bulatan-bulatan yang berwarna gelap. Bulatanbulatan ini mungkin suatu timbunan lipida karena tida k ada protein yang biasanya terdapat bersama-sama dengan lipida dalam pembentukan selaput dalam dari kloroplas. Diduga dalam mutan Io jap, DNA dari plastida normal telah berubah sehingga robosom dan selaput yang membawa hijau daun normal tidak terbent uk. Plastida mutan tidak berhen ti membelah dan sintesis DNA tidak terhambat. PEWARISAN SITOPLASMIK PADA PEWARISAN PLASTIDA TEMBAKAU Penyebaran mitotik plastida tanaman tembakau normal dan mutan secara rambang mengakibatkan pola belang-belang pada daun. Belang-belang dapat meluas sampai bunga dan polong. Polong pada cabang putih menghasilkan bibit putih dan pada cabang berbelangbelang menghasilkan bibit yang juga berbelangbelang, sedangkan cabang hijau menghasilkan bibit hijau. Pengamatan plastida dalam sel menunjukkan campuran tipe normal dan mutan pada jaringan yang berbelang. Pola belang-belang pada jagung dan tembakau berbeda, meskipun keduanya akibat dari penyebaran plastida mutan yang tidak membentuk kloroplas normal. Jagung mempunyai garis memanjang pada daunnya karena sel-sel yang membentuk daun timbul dari pangkal daun. Kumpulan sel-sel yang membelah ditemukan pada pangkal daun dan menyebabkan daun mamanjang. Apabila satu atau beberapa sel yang membelah itu hanya mempunyai plastida mutan yang diperoleh secara acak, maka semua sel anak akan mempunyai plastida mutan dan berwarna putih. Garis putih yang dibentuk oleh selsel ini akan berjalan sepanjang daun. Sebaliknya, daun tembakau Dpl mempunyai sel-sel dasar putih. Daun tembakau berasal dari sel-sel yang membelah pada bagian atas daun (apex). Apabila sel-sel ujung dari lapisan luar mengandung kloroplas mutan, maka sel epidermis daun akan kekurangan plastida normal. Apabila sel-sel ujung dari lapisan dalam mempunyai plastida mutan, sel-sel palisade atau sel-sel mesofil spons (spongy mesophyl) berwarna putih. MANDUL JANTAN STERIL / CYTOPLASMIC MALE STERILITY (CMS) Adanya faktor mandul jantan sitoplas ma telah mulai diketahui sejak lebih dari 100 tahun. Pada 1921, Bateson dan Gairdner melaporkan bahwa mandul jantan pada rami diwariskan melalui tetua betina. Chittenden dan Pellow pada 1927 mengamati bahwa mandul jantan pada rami disebabkan oleh adanya interaksi antara sitoplasma dan inti. In 1943, Jones dan Clarke menyatakan bahwa mandul jantan pada bawang didukung oleh interaksi antara sitoplasma mandul jantan (S) dengan genotipe homozigot re sesif pada lokus pemelihara (restoration lokus) kesuburan singel jantan di inti.Mandul jantan sitopalsmik-genik (CMS) digunakan secara luas dalam proses produksi benih hibrida pada berbagai tanaman. Penerapan CMS pertama kali pada bioteknologi organ yang cukup banyak berkontribusi dalam Revolusi Hijau (Green Revolution). Pemakaian CM S pada produksi benih hibrida terbaru dilaporkan oleh Havey (2004 ). Pada beberapa spesies tanaman gen-gen sitoplasmik menyebabkan sterilitas pada tepung sari (gugur). Tanaman-tanaman ini merupakan mandul jantan ( male sterile ). Penggunaan CMS dapat mempermudah dalam produksi benih hibrida karena persilangan dalam spesies-spesies ini dapat dilakukan tanpa menggunakan pekerja untuk kastrasi dan hibridisasi. Apabila tanaman mandul jantan tidak tersedia perlu dilakukan kastrasi yaitu membuang bagian tanaman yang

menghasilkan tepungsari. Mandul jantan mempunyai arti penting dalam praktek persilangan yang dibuat besar-besaran dalam usaha memperoleh biji hibrida seperti pada produksi jagung dan padi hibrida. Terdapat dua macam mandul jantan yaitu mandul jantan genik dan mandul jantan sitoplasmik. Mandul jantan sitoplasmik disebabkan oleh genom ekstranuklear (mitokondria dan kloroplas ) dan diperlihatkan pada pewarisan maternal. Pewarisan tipe ini di atur oleh faktor sitoplasma dan juga oleh interaksi antara sitoplasma dengan faktor-faktor yang terdapat di dalam inti. Mandul jantan sitoplasmik dikendalikan hanya oleh sitoplasma maternal, sehingga sterilitas ini hanya ditemukan pada zuriat tanaman dari induk yang mandul jantan saja. Sistem mandul jantan ini stabil. Hasil penelitian menunjukkan pada jagung dan petunia terdapat sifat mandul jantan yang semula sitoplasmik, menjadi mandul jantan sitoplasmik- genik. Pada mandul jantan sitoplasmik kubis ( Brassica oleracea ), belum ditemukan gen pemulihnya Mandul jantan sitoplasm k sesuai artinya berada di bawah kontrol gen luar inti sel. Pewarisan dengan menggunakan mandul jantan sitoplasmik menunjukkan pola pewarisan non-Mendelian dan dipengaruhi oleh regulasi faktor sitoplasmik. Pada mandul jantan tipe ini, sterilitas jantan diwariskan secara maternal. Pada tanaman hanya terdapat beberapa spesies yang memiliki tipe mandul jantan sitoplasmik. Se ara umum terdapat dua tipe sitoplasma yaitu normal (N) dan steril (S). Juga terdapat gen pemulih kesuburan (Rf). Selain itu juga terdapat istilah mandul jantan sitoplasmik-genik yang merupakan sifat mandul jantan yg dikendalikan oleh interaksi sitoplasma (penyebab mandul), dan gen pemulih fertilitas dalam inti. Sterilitas akan terjadi jika dalam sitoplasma steril, dan gen pemulih tidak ada. Sterilitas terjadi karena ketidak-setimbangan nukleus dan sitoplasma , akibat terjadi persilangan antar spesies. Kesetimbangan akan pulih pada generasi berikutnya jika terjadi mutasi pada nukleus yang menghasilkan alel pemulih. Pemulia tanaman telah berhasil memindahkan sterilitas antar spesies dengan cara persilangan interspesifik. Dalam persilangan antar spesies, alel (gen) pemulih bisa dipindahkan atau mungkin tidak bisa dipindahkan dari spesies donor ke spesies penerima. Di alam banyak ditemui mandul jantan sitoplasmik-genik. Yang berhubungan dengan sistem fenotipe polen: sporofitik (ber kaitan dengan tetua polen) dan gametofitik (berkaitan dengan genotipe polen). APLIKASI CMS PADA PEMULIAAN BAWANG MERAH Bawang merah dapat digunakan se bagai tanaman contoh dalam mempelajari mandul jantan sitoplasmik genik. Sporof itik, yaitu fenotipe polen ditentukan oleh genotipe tetua polen. Tanaman S Rr (fertil) menghasilkan polen S R dan S r, yang k eduanya fertil. Sementara itu, tanaman S rr (steril) menghasilkan polen S r yang steril. Jadi polen S r bisa fertil atau ster il, tergantung pada genotipe tanaman yang menghasilkan polen. Saat ge n inti untuk pemulih kesubura n (Rf) tersedia untuk sistem CMS tanaman, maka disebut Cytoplamic Genetic Male Sterility (CGMS) . Tipe sistem CGMS terjadi pada banyak spesies tanaman. Sterilitas tersebut terlihat pada pengaruhnya terhadap gen inti dan g en si toplasmik. Gen Rf tidak terekspresi jika sitoplasma sel tersebut steril (S). Namun gen Rf mampu memulihkan kembali kesu buran pada sitoplasma S yang me nyebabkan steril. Terdapat kombinasi sitoplasma N dengan rfrf dan sitoplasma dengan Rf- yang m enghasilkan fertilitas, sedangkan sitoplasma S dengan rfrf hanya menghasilkan jantan steril. APLIKASI CMS PADA PEMULIAAN TANAMAN JAGUNG Pewarisan jantan mandul pada jagung Genotipe tertentu pada jagung telah telah ditemukan mempunyai gen sitoplasmik yang menyebabkan kemandul an. Gen-gen ini diberi simbol ms (male sterile). Alel sitoplasmik yang normal, Ms menyebabkan tepung sari fertil. Gen-gen

tertentu dalam inti dapat mengatasi mandul jantan sitoplasmik dan dapat memulihkan fertilitas bil a dala m keadaan dominan. Gen-gen ini disebut gen pemulih kesuburan ( restorer genes ) dan diberi simbol R f . Alel resesif, rf, membiarkan gen steril sitoplasmik dapa t tampak bila gen dalam inti homozigot resesif. Jadi tanaman mandul jantan harus mempunyai gen sitoplasmik resesif dan gen dalam inti juga resesif. Tanaman fertil jantan ada dua bentuk yai tu gen sitoplasmik fertil jantan yang dominan menyebabkan tepung sari fertil meskipun gen pemulih kesuburan dalam keadaan hom ozigot resesif. Apab ila ada gen pemulih fertilitas dominan dalam inti (heterozigot atau homozigot), tanamannya fertil jantan meskipun gen sitoplasmiknya resesif. Pelestarian tanaman jagung mandul jantan Jagung adalah spesies tanaman bersari bebas (menyerbuk silang) sehingga tiap tanaman bersari bebas merupakan keturunan hibrid a yang timbul dari persilangan dua genotipe yang berbeda. Telah ditemukan bahwa hasil biji dapat dinaikkan dengan mengembangka n galur inbred jagung ( inbred lines ) dan kemudian menyilangkan galur inbred te rsebut untuk menghasilka n hibrida khusus. Inbred dihasilkan dengan menggunaka n tepung sari dari tanaman tertentu untuk membuahi sel telur dari tanam an itu sendiri. Pada jagung dapat dikerjakan dengan menutup malai jantan dengan ka ntong sebelum kepala sari terbuka dan menu tup tongkol dengan kantong sebelum ke luar rambut tongkolnya. Tepung sari yang dikumpulkan itu untuk menyerbuki putik (rambut- rambut) pada tongkol dari tanaman yang sama. Dengan manipulasi yang sesuai dari gen-gen dalam inti dan gen-gen sitoplasmik dapat dikembangkan galur in bred isogenik mandul jantan dan fertil jantan. Galur isogenik mempunyai genotipe id entik (atau ha mpir identik) kecuali gen pemulih kesuburan dan gen mandul ja ntan sitoplasmik. Ini adalah tipe-tipe seperti disebutkan di atas. Jadi dengan menyilangkan tanaman mandul dan pasangannya yang fertil, galur mandul jantan dapat dilestarikan. Menghasilkan jagung hibrida Serangkaian galur inbred jagung yang berbeda dapat dikembangkan dengan melakukan pembuahan sendiri (selfing) berulang-ulang pada genotipe yang terpilih, misalnya inbred A, B, C, D dan seterusnya. Misalkan inbred A mandul jantan dan i nbred B fertil tetapi keduanya mempunyai gen restorer resesif. Keduanya dapat disilangkan untuk menghasilkan silang tunggal (si ngle cross) AB. Tetua betina A ditanam dua atau tiga bari s dan tetua jantan B pada baris ketiga dan keempat. Tepungsari dari B akan membua hi putik dari A. Biji-biji dari silang tunggal AB dipanen dari tetua betina menghasilkan AB yang mandul jantan . Misalkan inbred A yang mandul jant an dengan gen rest orer yang resesif dan inbred C fertil jantan dengan gen re storer do minan. Kedua inbred ini dapat disilangkan untuk menghasilkan silang t unggal AC. Tetua betina A ditanam dalam baris-baris berg antian dengan tetua jantan C dan biji fertil jantan dipanen dari tanaman betina A. Pemulia tanaman atau pengusaha beni h hi brida dapat menghasilkan biji hibrida silang ganda ( double crossess) dengan menanam secara bergantian barisbaris AB dan AC. Biji yang dipanen dari AB adalah AB dan AC, 1/2 akan mempunyai gen restorer Rf dan fertil, 1/2 mempunyai gen rf steril. APLIKASI CMS PADA PEMULIAAN TANAMAN PADI Padi merupakan tanaman menyer buk sendiri yang sangat kuat dengan persentase menyerbuk silang sangat re ndah, sehingga diper lukan galur mandul jantan untuk memproduksi benih padi hi brida secara komersial. Ada beberapa macam mandul jantan yang dapat digun akan untuk memproduksi benih padi hibrida, yaitu mandul jant an sitoplasmik genetik ( cytoplasmic-genetic male sterility , CMS), sterilitas jantan genetik peka lingkungan ( environment-sensitivegenetic male sterililty , EGMS) dan sterilitas jantan yang diinduksi dengan bahan kimia. 1. Mandul Jantan Sitoplasmik Genetik

Mandul jantan sitoplamik-genetik dise babkan oleh in teraksi antara faktor genetik yang terdapat di dalam sitoplas ma dan nukleus. Sterilitas jantan terjadi a pabila di dalam sitoplasma terdapat fakt or steril (S) dan di dalam nukleus tidak terdapat gen yang memulihkan fertilitas (rest oring fertility gene, RF). Terdapatnya gen dominal Rf di dalam nukleus menyebabkan tanaman menjadi fertil. Sebagian besar var ietas padi hibr ida yang sekarang digunakan secara komersial menggunakan sitoplasma yang me ngandung faktor steril berasal dari padi liar (CMS-WA). Keseragaman pengguna an sitoplasma ini dapat berbahaya terutama bila terkait denga n kepekaan terhadap ha ma atau penyakit tertentu. Untuk mengantisipasi masalah ini, pengguna kan sitoplasma steril dari sumber yang beragam sangat di perlukan. Meskipun sejumlah sumber sitoplasma steril telah diidentifikasi nam un tidak semuanya dapat digunakan untuk membuat varietas padi hibrida. Beberapa syarat agar sitoplasma st eril dapat digunakan untuk membuat varietas padi hibrida antara lai n: (1) mempunyai sterilitas sempurna dan stabil pada berbagai kondisi lingkungan, (2) m udah dipertahankan sehingga berbagai genotipe dapat dibuat menjadi galur mandul jantan, (3) mudah dipulihkan sehingga berbagai genotipe da pat digunakan sebagai te tua jantan, (4) tidak terpengaruh negatif terhadap sifat ag ronomis. Di antara sumber sitoplasma steril yang banyak digunakan dalam program pemuliaan untuk pembuatan varietas padi hibrida adalah WA, BT, DI, DA dan IP. Galur yang mengandung gen dominan Rf mempunyai kemampuan untuk memulihkan fertilitas galur murni jantan dan disebut sebagai galur pemulih (restorer, R). Sitop lasma steril yang berbeda memerlukan gen pemulih kesuburan yang berbeda. Sifat pemulih kesuburan untuk sitoplasma steril CMS-B oro dikendalikan oleh gen dominan Rf1. untuk CMS-WA, pemulih kesuburannya dikendalikan oleh dua gen domonan yang masing-masi ng terdapat pada kromosom 7 dan 10 (Bharaj et al, 1995). 2. Mandul Jantan Genetik Peka Lingkungan Sterilitas jantan jenis ini disebabkan oleh faktor genetik dalam nukleus dan ekspresinya dipengaruhi oleh kondisi li ngkungan. Ada dua macam mandul jantan genetik peka lingkungan ( environment-sensitive genetic male sterility , EGMS) yang digunakan dalam pembuatan padi hibr ida y aitu mandul jantan genetik peka fotoperiode (photoperiod-sensitive genic male sterility, PGMS) dan mandul jantan genetik peka temperatur (termosensitive genic male sterility, TGMS). Sterilitas polen pada galur PGMS dipengaruhi ole h fotoperiode atau panjang hari. Pada umumnya galur PGMS bersifat mandul jantan pada kondisi hari yang panjang (siang ha ri l ebih dari 13.75 jam) dan menjadi fertil pada hari yang pendek (siang hari kurang adri 13,75 jam). Beberapa galur PGMS yang tel ah diidentifikasi antara lain: Nongken 58 S (Cina), EG MS (USA), 201 (USA), CIS 28-10S (Cina), X88 (Jepang) dan Peiai S (Cina ). Pada galur TGMS, ekspresi sterilitas polen dipengaruhi oleh temperatur. Pada umumnya galur TGMS akan tetap st eril pada kondisi pa nas, suhu harian maksimum lebih dari 30 oC dan akan berubah menjadi fertil bila suhu harian maksimum kurang dari 3 0 oC. Suhu kritis untuk sterilita sfertilitas tersebut dapat berbeda antar varietas, sedangkan stadia kr itisnya adalah pada 1 5-25 hari sebelum berbunga atau 5-15 hari setelah masa premordia bunga. Beberapa galur TGMS yang telah diidentifikasi antara lain Annong 810 S (Cina), Hennong S (Cina), Norin PL 12 (Jepang) dan IR32364 (IRRI). Untuk daerah yang dekat dengan gari s khatulistiwa seperti Indonesia, panjang hari tidak berubah sepanjang tahun, sehingga penggunaan galur TGMS lebih potensial un tuk pembentukan padi hibrida. Di dataran rendah biasanya temperatir maksimum lebih dari 30 oC, sedangkan di dataran tinggi ku ang dari 30oC. Mandul Jantan yang Diinduksi secara Kimiawi Induksi sterilitas polen dapat dilakukan dengan penyemprotan gametosida, senyawa kimia yang dapat membunuh polen. Beberapa jenis gametosida yang efektif untuk tanaman padi antara lain

3.

ethrel dan monosodium methyl arsenate. Induksi sterilitas jantan dengan menggunakan gametosida tersebut tidak banyak digunakan dalam pembuatan varietas padi hibrida. Hal ini disebabkan oleh tidak tersedianya bahan kimia yang aman dan telah tersedianya galur TGMS dan PGMS. Teknologi padi hibrida diklasifikasikan berdasarkan jumlah galur tetua yang ditentukan oleh jenis sterilitas jantan yang digunakan yaitu menjadi padi hibrida tiga galur dan padi hibrida dua galur. 1. Padi Hibrida Tiga Galur Padi hibrida ini diproduksi dengan menggunakan tiga galur yaitu galur mandul jantan (CMS atau A), galur pelestari (m aintainer atau B) dan galur pemulih (restorer atau R). Produksi be nih galur A selalu dilakukan dengan menyilangkan A dengan g alur B. Kedua galur tersebut mempunyai genotipe sama, sedangkan sitoplasmanya berbeda, galur A mempunyai sitoplasma steril dan galur B mempunyai sitoplasma normal atau fert il. Fenotipe kedua ga lur tersebut juga serupa kecuali bahwa galur A mandul jantan sedangkan galur B normal. Kadangkadang morfologi kedua galur tersebut berbeda karena adanya pengaruh sitoplasma. Perbedaan yang sering dijumpai antara lain galur A berumur 2-3 hari lebih lambat dan pemunculan malai le bih pendek (kurang sempurna). B enih hibrida diproduksi melalui persilangan antara galur A dengan galur R. Padi hibrida yang dibudidayakan s ecara komersial sebagian besar menggunakan sistem tiga galur. Set elah dite mukan sifat polen abortif pada padi liar pada tahun 1970, peneliti Cina berhasil membuat padi hibrida dengan sistem tiga galur pada tahun 1974 dan mulai menggunakannya secara komersial pada tahun 1976 (Yuan, 1994). Divers ifikasi sumber sito plasma steril juga telah dilakukan dan galur-galur CMS dengan sumber sitoplasma steril yang beragam telah berhasil dikembangk an. Padi Hibrida Dua Galur Padi hibrida ini diproduksi denga n menggunakan galur mandul jantan jenis PGMS atau TGMS, sehing ga hanya memerlukan dua galur tetua. Di Cina, varietas padi hibrida dua galur telah digunakan seca ra komersial dan areal pe rtanamannya meningkat dari sekitar 60000 ha pada tahun 1994 menjadi sekitar 120000 pada tahun 1996 (Yuan, 1998) Untuk daera h tropis, karena variasi panjang hari tidak besar, penggunaan galur TGMS lebih sesuai untuk membuat va rietas padi hibrida den gan sistem dua galur. Di IRRI telah diperoleh gen mutan TGMS pada galur IR32364 TGMS. Gen mutan tersebut tidak alelik dengan gen TGMS yang d iidentifikasikan di Cina (tms1) dan di Jepang (tms2). Beberapa galur TGMS dan varieta hibrida dengan dua galu r telah dibuat di IRRI dan di evaluasi di beberapa negara. Untuk Indonesia, hingga sekarang belum diperoleh galur TGMS yang stabil. EFEK MATERNAL Pada saat Mendel melakukan penelitian pewarisan sifat kualitatif, zuriat hasil persilangannya sama denga n zuriat hasil persilangan resiprokalnya. Tetua betina memberikan sitoplasma dan setenga h genomnya ke zuri at hasil zigot. Ha l ini disebut dengan efek maternal yaitu pe warisan sifat yang dikendalikan oleh gen yang ada di luar inti atau gen maternal . Pewarisan sifat ini disebut juga dengan pewarisan ekstrakromosomal. Pewarisan maternal terdapat apab ila faktor yang menen tukan sifat keturunan terdapat di luar nukleus dan pemindahan faktor ini hanya berlangsung melalui sitop lasma; sedangkan pengaruh maternal terdapat apabila genotipe nukleair dari induk betina menentukan fenot ip dari keturunan. Fak tor-faktor keturunan berupa

2.

gen-gen nukleair yang dipindahkan ol eh kedua jenis kelamin, dan dalam persilangan-persil angan tertentu sifat-sifat keturunan itu mengalami segregasi mengikuti pola Mendel. EFEK MATERNAL PADA ULIR CANGKANG Limnaea peregra Melingkarnya rumah beberapa siput air tawar (Limnaea peregra) ada yang mengikuti arah jalannya jarum jam (disebut arah lingk aran ke kanan atau dekstral) dan ada yang berlawanan arah dengan ar ah jalannya jarum jam (disebut arah lingkaran ke kiri atau sinistral). Arah lingkaran rumah siput in i ditentukan oleh sepasang gen tunggal, yaitu oleh gen D untuk melingkar ke kanan d an alel d untuk melingkar ke kiri. D dominan terhadap d. Siput ini hermaprodit sehingga dapat melakukan perkawinan silang maup un perkawinan sendiri. Yang paling menarik perhatian ialah ba hwa pada persilangan antara siputsiput ini, arah melingkarnya rumah siput dari keturunan sela lu ditentukan oleh geno tipe dari rumah siput maternal (i nduk betina) walaupun ini berbeda sama sekali dari genotipe keturunan. P erkawinan antara siput jantan sinistral (dd) dengan siput betina homozigot dekstral ( DD) menghasilkan siput-siput F1 berupa siput dekstral heterozigot (Dd). Perkawinan sendiri dari siput F1 ini menghasilkan siputsiput F2 dengan perbandingan genotipe 1/4 DD : 1/2 Dd : 1/4 dd, namun semuanya mempunyai fenotipe dekstral. Sama halnya perkawinan resiprok (jantan dekstral homozi got DD x betina sinistral dd) menghasilkan siput-siput F1 sinistral heterozigot Dd. Perkawinan sendiri dari siput F1 ini mengh asilk an siput-siput F2 yang juga menunjukkan perbandingan genotipe 1/4 DD : 1/2 Dd : 1/4 dd, namun semuanya mempunyai fenoti pe dekstral walaupun ada siput yang mempunyai genotipe dd. Ini disebabkan karena F1 betinanya mempunyai genotipe Dd, walaupun fenotipenya sinistral. Namun de mikian, pengaruh maternal ini hanya bertahan satu generasi saja, sebab pa da generasi-generasi selanjutnya siput sinistral dihasilkan oleh parental dd meskipun ia sendiri dekstral. Cenklin menyatakan bahwa berdasarka n penelitiannya secara embriologis, arah melingkarnya rumah siput Limnaea peregra ini terletak pada pola arah pemisahan awal p embelahan sel dari sel telur yang telah dibuahi. Seperti halnya pada mollusca dan beberapa avertebrata la in, pola pemisahan s el-sel itu spiral, berarti bahwa arah spindel selama pembel ahan sel berpindah terhadap poros dari sel telur. Diduga bahwa ber alihnya arah pene mpatan spindel ke kanan atau ke kiri itu ditentukan oleh genotip e induk betina. Oleh karena itu kejadian de mikian menunjukkan pengaruh maternal yang diteru skan melalui sitoplasma sel telur hanya untuk satu generasi saja sebab dalam generasi berikutnya akan dibentuk sitoplasma sel telur baru berdasarkan genotipe induk betina yang baru. EFEK MATERNAL PADA KECAMBAH LUPIN Contoh efek maternal pada tanaman di pelajari pada rasa pahit kecambah pada tanaman lupin. Kecambah adalah b agian dari jaringan maternal, dan menampakkan sifat tetua betinanya. Pewarisan sifat pahit pada daun lupin dikendalikan oleh s atu ge n (alel dominan). Fenotipe biji sama dengan induk yang menghasilkan. Karena bagian dari biji berasal dari jaringan induk .Biji F1 (dari tanaman P1), rasa nya manis (tidak mengandung senyawa penyebab rasa pahit). Tanaman F1 me nghasilkan senyawa tsb. Tetapi pada kecambah F1 tidak mengandung senyawa tsb, sehingga rasanya manis. Biji F1 yang dipanen d ari tanaman P2 rasanya pahit, karena tetua betinanya (P2) menghasilkan senyawa pahit. Senyawa yang dihasilkan tetua betina ter bawa dalam biji, dan akan tetap ada dalam kecambah sehingga rasa kecambah pahit . DAFTAR PUSTAKA

Aswidinnor H. 2003. Genetika Molekuler, Organisasi Genom, Reflikasi DNA dan Ekspresi Gen pada Tanaman. Makalah Pelatihan Marka G enetik dalam Pengujian Kebenaran Varietas dan Mutu Benih. Bogor: PSPT IPB. 8-18 Juli 2003. Bharaj TS, Virmani SS and Gs Khush . 1995. Chromosomal locat ion of fertility restoring genes for wild abortive cytoplasmic male sterility using primary trisom ic in rice. Euphytica 83:169173. Burnham, C. R. 1964. Discussions in Cytogenetics. Burgess Oublishing Company. Minnesota. 375 p. Crowder, L. V. 1993. Plant Genetics (Genetika Tumbuhan, alih bahasa Lilik Kusdiarti). Gadjah Mada University Press. Yogyaka rta. 499p. Gardner E J, Simmons M J and Snustad D P. 1991. Principles of Genetic. Eight Edition. John Wiley and Sons, Inc. Ca nada. 649pp. IRRI. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual. Inte rnational Rice Research Institute. Los Banos. Philippines. 151p. Jusuf M. 2001. Genetika I, Struktur dan Ekspresi Gen. Instit ut Pertanian Bogor. Bogor. 300hal. Rusell P J. 1986. Genetics. Litt le Brown and Company. Boston. Suryo. 1995. Sitogenetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 446p Suwarno, 2004. Prospek Pemanfaatan Padi Hibrida dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan Nasional. Makalah Seminar Nasional Padi Hibrida. Bogor: Auditori um Toyib Hadiwidjaya. 9 Oktober 2004. Swanson C.P, Webster. 1989. The Cell. Fourth Edition. Prentice-hallJnc. Of Modem Bi ology Series. Yunianti R dan Sriani S. 2006. Pewarisan Ekstrakromosomal. Di dalam Sarsidi S (Ed). Sitogenetika Tanaman. Insti tut Pertanian Bogor. Hal179-194.

Anda mungkin juga menyukai