Anda di halaman 1dari 11

CYTOPLASMIC INHERITANCE/ EXTRACHROMOSOMAL INHERITANCE:

MATERI GENETIK DILUAR KROMOSOM INTI SEL

RESUME
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Genetika Lanjut
Yang dibina oleh Prof. Dr. Duran Corebima Aloysius, M.Pd

Oleh:
Irma Dahlia Yuliskurniawati 170341864501

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PENDIDIKAN BIOLOGI PROGRAM MAGISTER
MARET 2018
Peneliti pada mulanya menyimpulkan bahwa sebagian besar sifat dikodekan
oleh gen-gen di dalam kromosom atau di dalam inti. Namun seiring perkembangan
jaman dan berkembangnya penelitian banyak bukti yang menunjukan bahwa
pewarisan sifat tidak selamanya dikodekan oleh gen-gen di dalam inti ada beberapa
sifat yang diatur gen di luar inti. Sitoplasma dan beberapa organel terkadang juga
membawa materi genetik yang berperan dalam pewarisan sifat (dengan presentase
yang sangat kecil). Sehingga sifat yang diatur di luar inti dikatakan sebagai
Cytoplasmic Inheritance (pola pewarisaan sitoplasmik). Cytoplasmic Inheritance
juga dikenal dengan pewarisan ekstrakromosomal didefinisikan sebagai pewarisan
non-Mendelian, umumnya melibatkan DNA dalam replikasi sitoplasmik misalnya
mitokondria dan plastid. Sebagian kecil bakteri dan virus juga merupakan agen
pewarisan ekstranuklear.
A. KRITERIA UNTUK POLA PEWARISAN EKSTRANUKLEAT
Ekstrakomosomal inheritance memiliki pola tertentu sehingga dapat ditentukan
suatu sifat apakah dipengaruhi oleh gen di dalam kromosom atau di luar kromosom.
Ada lima kriteria utama yang dapat digunakan untuk membedakan antara sifat yang
dikontrol oleh gen nuclear dan sifat yang dikontrol oleh gen ekstranuklear, yaitu:
1. Perbedaan data anakan dari persilangan resiprok.
Contoh: Betina strain A dikawinkan dengan jantan strain B dan jantan strain A
dikawinkan dengan betina strain B. Jika hasil persilangan berbeda maka sifat
tersebut di atur oleh gen diluar inti.
2. Sel telur memiliki lebih banyak sitoplasma dan organel dibandingkan dengan sel
sperma. Suatu sifat dapat saja di atur oleh gen yang berada di sitoplasma atau
organel sel telur tersebut.
3. Kegagalan dalam memetakan kromosom
Jika memiliki 2 gen atau lebih dan gen tersebut memiliki kromosom yang sama
didalam inti sel bisa dilakukan pemetaan. Kromosom dapat dipetakan dengan
memanfaatkan fenomena pindah silang tetapi menyilangkannya minimal 3 sifat
beda. Hasil penyilangan berupa presentase nantinya akan digunakan sebagai dasar
pemetaan. Pemetaan akan selalu gagal apabila sifat yang dihasilkan berasal dari
ekstrakromosomal karena datanya berubah ubah sehingga kita tidak dapat
memetakan
4. Ketidakhadirannya fenomena segregasi yang dijelaskan oleh mendel serta tidak
terbentuknya rasio mendel.
Rasio persilangan mendel tidak akan muncul apabila sifat yang dibawa berasal
dari ektrakromosomal.
5. Bila dilakukan experiment subtitusi inti sifat yang diamati tetap muncul.
Apabila sifat diturunkan tanpa mentransmisi inti, maka sifat tersebut tidak dibawa
oleh inti. Beberapa bukti ekstrakromosomal dengan cara subtitusi inti yaitu
misalnya dengan menghilangkan inti namun sifat masih tetap ada, atau
memindahkan inti ke organisme lain namun sifat tersebut tidak muncul.

B. ORGANEL SITOPLASMIK DAN SIMBION


a. DNA di Mitokondria
Mitokondria itu selalu tersusun atas dua lapis membrane, membrane luar dan
membrane dalam. Membran dalam mengalami invaginasi (krista). Ada fakta menarik
dari mitokondria:
1) ukuran dari mitokondria hampir sama dengan ukuran bakteri.
2) mitokondria memiliki DNA dan ribosom sehingga dapat melakukan sintesis
protein sendiri.
3) ukuran ribosom mitokondria lebih kecil dari ribosom di sitoplasma dan hampir
sama dengan ribosom milik bakteri.
Sehingga dari ketiga fakta tadi kemudian para peneliti mengasumsikan
bahwasanya mitokondria dulunya adalah bakteri yang bersimbiosis dengan sel
eukariotik purba. Pewarisan sifat yang melibatkan DNA didalam mitokondria
contohnya Ragi (Saccharomyces cerevisiae). Ragi merupakan mikroorganisme yang
sifatnya dipengaruhi DNA mitokondria. 10-20% DNA di sitoplasma berasal dari
mitokondria, secara keseluruhan hanya 1%. Ragi mempunyai strain yang dinamakan
“petite”. Ciri dari petite yaitu ukuran koloninya kecil, tidak mampu menghasilkan
spora, tidak bisa memanfaatkan oksigen ketika metabolisme karbohidrat. Strain
petite tidak bisa memanfaatkan oksigen di karenakan tidak bisa menghasilkan enzim
sitokrom oksidase, enzim yang terlibat dalam respirasi seluler.
Kesimpulannya sel petite gen nya mengalami perubahan sehingga tidak
memproduksi sitokrom oksidase, mereka berkembang biak namun
perkembangbiakannya tidak optimal. Sehingga peneliti menyimpulkan ketika
mitokondria mengalami perubahan maka perubahan tersebut bersifat dapat
diturunkan. Pewarisan tersebut mengubah sifat sel-sel tersebut.
b. Organisasi genom mitokondria
Organisasi genom mitokondria DNA bentuknya sama seperti bakteri yaitu
sirkuler. Nama materi genetik mitokondria yaitu mtDNA. Gen-gen di dalam inti
DNA dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu 2 gen yang mengkode rRNA, 22 gen
yang mengkode tRNA, dan 13 gen yang kemungkinan mengkode protein struktural.
Protein yang dibutuhkan mitokondria sebenarnya tidak semuanya bisa dihasilkan
sendiri namun ada sebagian protein yang berasal dari intinya.
c. DNA plastid
Plastid hanya ditemukan pada sel tanaman yang berfungsi sebagai penghasil
pigmen. Pigmen ini berkaitan dengan fenomena varigasi, yaitu dimana daun tanaman
akan ada garis warna atau titik titik warna. Contohnya pada tanaman
Varigasi/varigata (Mirabilis jalapa) bunga pukul 4 dan (Sanseviera fasciata) lidah
mertua. Plastid tersebut berbeda-beda pigmen yang dibawa, ada yang berwarna, tidak
berwarna, berwarna sebagian dsb sehingga menghasilkan sifat tertentu. Munculnya
sifat hijau ditanaman varigata tersebut bukan di atur di inti tetapi di atur oleh
distribusi plastidnya yang berada di sitoplasma, sehingga ketika pembelahan
terkadang ada sel yang kekurangan plastid.

Gambar. 1 Ilustrasi diagramatik pewarisan pada Mirabilis (Sumber: Gardner, 1991)

Anakan membawa sifat yang berasal dari induk betinanya karena ketika
fertilisasi betina menyumbangkan sitoplasma yang membawa plastid sedangkan
jantan hanya menyumbangkan inti. Hal tersebut membuktikan pewarisan sifat bukan
berasal dari inti.
d. DNA kloroplas dan resistensi terhadap obat
Chlamydomonas pada umunya sensitif terhadap streptomycin (antibiotik).
Chlamydomonas yang ditumbuhkan pada medium yang diberi streptomycin maka
sebagian besar selnya akan mati namun ada satu sel dari satu juta sel yang masih
bertahan artinya 1:1.000.000 yang lainnya mati tetapi ada sedikit sekali sel yang
bertahan sel ini beri nama sel yang resisten terhadap streptomisin, yang mati
namanya sensitive terhadap streptomisin. Dari hasil percobaan tersebut ternyata 90%
penyebab Chlamydomonas resisten terhadap streptomycin adalah akibat gen di dalam
inti, sedangkan 10% sisanya disebabkan diluar inti (diangggap di plastid). Jadi sifat
resisten dapat dikodekan di dalam inti ataupun di luar inti. Chlamydomonas tidak
memiliki jenis kelamin adanya +/- yang dipengaruhi inti.

Gambar. 2 sifat maternal (cytoplasmic) resisten terhadap streptomycin. (Sumber: Gardner, 1991)
Dari data di atas memenuhi kriteria yang pertama ketika melakukan persilangan
resiprok kalau datanya berbeda ada kemungkinan sifat itu diatur di luar inti. Sifat
resistennya itu di atur gen di dalam kloroplas. Kelaminnya diatur oleh inti sel, gen di
dalam inti. Bisa dilihat perbedaannya kalau sifat itu diatur oleh inti resiproknya
hasilnya sama (+) (-) resiproknya sama (+) (-) tetapi kalau sifatnya diluar inti beda
ada yang sr semua ini ss semua. Resisten tidaknya anakan Chlamydomonas terhadap
streptomycin tergantung dari indukan (+) yang membawa sifat resisten. Jika indukan
(+) resisten, otomatis semua anakanya resiten, begitupun sebaliknya jika indukan (+)
tidak membawa sifat resisten maka semua anakanya tidak mempunyai sifat resisten.
sehingga sifat tersebut berasal dari materi genetik di luar inti.
e. Organisasi genom plastid
Genom plastid bentuknya sirkular. Plastid secara garis besar ada 3 macam yaitu:
1) Kloroplas, jika mengandung klorofil
2) Kromoplas, jika mengandung pigmen warna
3) Amilopas, jika fungsinya menyimpan amilum
Materi genetik yang ada di kloroplas disebut cpDNA. Gen-gen didalam cpDNA
dapat dikelompokan menjadi 2; 1) kelompok pertama yaitu kelompok yang
mengkode aparatus biosintesis protein, Biosintesis protein itu transkripsi dan
translasi artinya gen-gen itu yang mengkode tRNA, rRNA, polymerase sehingga
namanya mengkode apparatus biosintesis protein; 2) kelompok kedua yaitu
kelompok yang mengkode komponen fotosintesis (yaitu kelompok yang menyusun
fotosistem 1 dan fotosistem 2)
f. Bakteri Simbion pada Sitoplasma Paramecium
Paramecium memilki dua inti (makro nukeus/ berkaitan dengan sel vegetatif dan
mikronukleus/berkaitan dengan perkembang biakan seksual). Paramecium
mengalami autogami. Hasil dari proses autogami adalah berubanya sel lama
heterozigot menjadi sel baru homozigot.

Gambar. 3 Proses autogami pada Paramecium. (Sumber: Gardner, 1991)


Dua inti mengalami meiosis menjadi 8, 7 melebur jadi hanya 1 haploid.
Melakukan mitosis jadi dua haploid, mengalami fusi menjadi diploid, kemudian
membelah jadi 2 diploid. Membelah lagi jadi 4 kemudian jadi dua organisme dengan
2 diploid. Jika indukan Aa maka anakan akan AA atau aa.
Paramecium dikelompokan menjadi 2, killer dan non killer. Perbedaanya adalah
kalau Paramecium killer menghasilkan zat paramicin yang mampu membunuh
Paramecium non killer, sedangkan Paramecium non killer tidak mengahasilkan zat
paramicin. Ciri dari Paramecium killer morfologinya yaitu adanya bintik-bintik yang
disebut partikel kappa. Partikel kappa tersebut yang mengahasilkan zat paramicin.
Killer dikatakan optimal kalau di dalamnya terdapat 400 partikel kappa. Partikel
kappa merupakan bakteri Caedobacter taeniospiralis (yang bertanggungjawab
menghasilkan zat paramicin). Tidak semua Paramecium dapat menampung
Caedobacter taeniospiralis, tetapi hanya Paramecium yang mempunyai alel K
(besar) di dalam intinya, yang mampu memberikan lingkungan hidup bagi
Caedobacter taeniospiralis.
Gambar. 4 Konjugasi antara Paramecium killer dengan non killer
Perkawinan killer dan non killer. Ada dua kemungkinan, yaitu hanya ditransfer
intinya (tanpa sitoplasma) sehingga anakannya tidak killer dan ada yang
sitoplasmanya ikut tetransfer (dilakukan oleh peneliti).
C. PLASMID DAN TRANSFORMASI TUMOR
Suatu Tanaman bisa terkena penyakit Crown gall disease, Tanaman yang
memiliki penyakit ini dia akan menghasilkan tumor, jadi awalnya tanamannya yang
sehat terus jadi kena tumor didaerah bagian tanaman bawahnya. Cirinya muncul
gelembung-gelembung tumor. Tanaman yang terkena penyakit tersebut karena
terinfeksi oleh bakteri Argobacterium tumefaciens. Argobacterium tumefaciens
penyebab tumor dengan menginfeksi tanaman yang terluka menyerang akar dan
batang. Ketika bakteri tersebut sudah mati, tumor tersebut tetap hidup dan tetap
membesar. Hal tersebut dikarenakan penyebab tumor tersebut bukanlah bakterinya
namun tumor itu dibawa oleh gen yang ada di plasmid dari bakteri tersebut.

D. STERILITAS JANTAN SITOPLASMIK PADA TANAMAN


Tanaman jagung merupakan tanaman monoseus yang mampu menghasilkan
gamet jantan dan gamet betina. Tetapi ada strain yang dikatakan jantan steril artinya
normalnya dia bisa menghasilkan keduanya tetapi strain ini dia bisa menghasilkan
pollen tapi pollennya rusak atau bahkan tidak bisa menghasilkan pollen sama sekali.
Sehingga pollen tidak fertile atau steril tidak bisa membuahi tetapi tetap bisa
menghasilkan sel biji (menghasilkan gamet betina).
Dari percobaan subtitusi inti, tanaman jagung disilangkan dengan metode back
cross. Meskipun inti jantan steril sudah tersubtitusi oleh induk jantan fertil, namun
hasilnya menunjukan sifat steril pada jantan tetap muncul di anakan. Hal tersebut
menunjukan bahwa sifat steril jagung dibawa oleh sitoplasma tampak dari sifat yang
masih ada meskipun intinya sudah tergantikan.

Gambar. 5 Jantan steril maternal pada jagung (Sumber: Gardner, 1991)


E. EFEK MATERNAL
Efek maternal adalah sifat yang muncul bukan genotip dirinya sendiri tetapi
berasal dari genotip induknya.
a. Efek maternal pada arah perputaran cangkang siput
Misalnya pada siput (Limnaea peregra) yang membawa sifat arah melingkar
cangkang/rotasi cangkang. Perputaran arah cangkang siput memiliki 2 arah, ke kanan
dan ke kiri. Arah perputaran kanan disimbolkan (S+) dan arah perputaran kiri (S).
Hasil persilangan menunjukan sifat yang dimunculkan anakan merupakan sifat
induknya. Arah perputaran kanan maupun ke kiri pada cangkang siput ditentukan
oleh genotip induknya, bukan dari genotip dirinya sendiri. Hal tersebut bukan
merupakan sifat yang dibawa oleh gen ekstrakromosomal namun merupakan sifat
yang dipengaruhi oleh gen induknya.
Gambar. 6 Ilustrasi maternal efek pada arah perputaran cangkang siput
b. Efek material pada Drosophila
Ketika menyilangkan strain betina tumor (Tu-h) di silangkan dengan jantan
Normal, maka F1 nya 30% anakannya terkena tumor. Sedangkan di resiprok, betina
Normal di silangkan dengan jantan tumor (Tu-h), maka hasil F1 nya hampir tidak ada
yang terkena tumor atau (0-1% tumor). Hal tersebut dikarenakan betina tumor (Tu-h)
ketika mengandung menghasilkan racun yang meracuni embrio. Jantan tidak
mengandung jadi tidak menghasilkan racun.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Pertanyaan: Apakah mutasi pada DNA mitokondria dapat menimbulkan
gangguan pada manusia? Mengapa hal tersebut dapat terjadi dan gangguan apa
yang ditimbulkan?
Jawaban: Iya, Mutasi pada DNA mitokondria dapat menimbukan gangguan
pada manusia. Hal ini karena produk dari gen mtDNA termasuk 13 dari lebih 70
protein yang diperlukan untuk respirasi sel aerobik. Pasokan energi sel sebagian
besar tergantung pada respirasi sel aerobik untuk menghasilkan ATP, gangguan
dari setiap gen mitokondria oleh mutasi otomatis berpotensi memiliki dampak
yang parah pada organisme itu (dalam hal ini manusia). Mutasi pada DNA
mitokondria dapat terjadi karena (1) mtDNA tidak memiliki perlindungan
struktural dari mutasi yang disediakan oleh protein histon seperti dalam DNA
inti, dan (2) mitokondria berkonsentrasi sangat mutagenik. Contoh gangguan
yang disebabkan oleh adanya mutasi pada DNA Mitokondria yaitu: (1) Penyakit
Myoclonic Epilepsy dan Ragged-Red Fiber Disease (MERRF), (2) Leber’s hereditary
optic neuropathy (LHON) , dan (3)Keams-Sayre Syndrome (KSS).
2. Pertanyaan: Maternal effects dan sel killer paramecium bukanlah sifat yang
muncul dikarenakan gen ekstrakromosomal. Analisislah mengapa kedua sifat
tersebut bukan merupakan pengaruh dari gen ekstrakromosomal!
Jawaban: Maternal effects merupakan suatu sifat yang kemunculannya
dipengaruhi oleh genetik induk, dimana gen induk diekspresikan pada
anakannya. Gen ekstrakromosomal tidak berperan dalam kemunculan sifat pada
maternal effects. Sedangkan sifat killer pada paramecium disebabkan karena
adanya bakteri simbion yang hidup pada sitoplasmanya yang disebut dengan
kappa yang menyebabkan paramecium dapat menghasilkan zat paramecin yang
dapat membunuh paramecium lain yang sensitif terhadap paramecin. Sehingga
gen ekstrakromosomal tidak mempengaruhi sifat
3. Pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan teori endosimbiotik dan mengapa teori
ini relevan dengan studi DNA extranuclear eukariotik?
Jawaban: Teori simbiotik adalah teori yang berkaitan dengan asal usul
mitokondria dan koloroplas pada sel eukariotik. Pada dasarnya, teori ini
menyatakan bahwa mitokondria dan kloroplas muncul secara independen sekitar
2 miliar tahun yang lalu dari protobacteria yang hidup bebas (bakteri primitif)
yang kemudian bersimbiosis pada sel eukariotik. Bakteri simbion yang berada
pada sel eukariotik selanjutnya mengalami evolusi dan kehilangan sebagian gen
nya, sehingga untuk dapat mengaktifkan atau mengkode gen yang tersisa
diperlukannya perintah dari inti sel eukariotik, protein-protein yang dihasilkan
akan dimanfaatkan oleh bakteri simbion untuk meningkatkan jalur-jalur
metabolik yang dapat pula dimafaatkan oleh sel eukariotik, sehingga diperoleh
suatu hubungan atau simbiosis antara bakteri simbion tersebut dengan sel
eukariotik. Kajian selanjutnya menunjukkan bahwa DNA dalam kloroplas dan
DNA dalam mitokondria sangat mirip dengan DNA yang ada pada bakteri.
Berdasarkan kesamaan ini, pengamatan sistem genetik yang unik dimana organel
mampu melakukan transkripsi dan translasi secara spesifik memicu adanya studi
lebih lanjut terkait dengan DNA extranuclear eukariotik (DNA luar inti, dalam
hal ini di DNA pada mitokondria dan kloroplas).

RUJUKAN
Gardner, E.J., dkk. 1991. Principle of Genetic. New York: Chichester-Brisbane-
Toronto-Singapore: John Wiley and Sons Inc.

Anda mungkin juga menyukai