Disusun oleh : LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA JURUSAN MIKROBIOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 1. Lestari Wevriandini (PN/12277) 2. Aninda Sidar (PN/12372) 3. Desiani Rizky (PN/12393) 4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590) 5. Muhammad Farmawy (PN/12556) Asisten : 1. Rosyidah Ismi B. 2. Maghfirotul Amaniyah 3. Dewi Fitriani LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA ACARA I ISOLASI GENOM BAKTERI Disusun oleh : LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA JURUSAN MIKROBIOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 1. Lestari Wevriandini (PN/12277) 2. Aninda Sidar (PN/12372) 3. Desiani Rizky (PN/12393) 4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590) 5. Muhammad Farmawy (PN/12556) Asisten : 1. Rosyidah Ismi B. 2. Maghfirotul Amaniyah 3. Dewi Fitriani ACARA I ISOLASI GENOM BAKTERI I. TUJUAN 1. Mengetahui metode isolasi genom bakteri. 2. Mengetahui metode pengecekan kemurnian DNA genom hasil isolasi. 3. Mengetahui kemurnian dan ukuran DNA genom hasil isolasi. II. TINJAUAN PUSTAKA Deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan senyawa kimia yang paling penting dalam makhluk hidup. DNA merupakan senyawa yang mengandung informasi genetik makhluk hidup dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Suryo, 2004). Keseluruhan DNA dalam suatu sel akan membentuk genom. Genom meliputi bagian gen yang fungsional maupun non- fungsional dalam sel organisme. DNA genom meliputi gen dan intergen (Campbell, 2000). Genom adalah keseluruhan yang melengkapi informasi genetik, termasuk gen, susunan regulator dan noncoding DNA. Pengetahuan tentang genom dari organisme tidak hanya akan menjeaskan mengenai gen, namun juga menunjukkan bagaimana fungsi organisme dan sejarah evolusionernya. Analisis genom membentuk bidang genomik, mencakup studi ekspresi gen, transkripsi dan translasi dari informasi genetik pada tingkat genom. Sekuensing genom kini telah menjadi suatu hal yang sering digunakan dalam penelitian bidang kesehatan dan bioteknologi. Dalam beberapa hal, genom dari strain bakteri yang berbeda telah diurutkan, sehingga dapat dilihat keragaman genetik dalam suatu spesies (Madigan et al., 2011). Secara umum, berbagai metode dapat digunakan untuk isolasi DNA dari bahan biologis yang berbeda, dari mendidihkan sampel dalam air distilasi, autoklaf, gangguan sonikasi untuk penggunaan enzim yang berbeda dan berbagai surfaktan . Namun, isolasi asam nukleat dari mycobacteria lebih sulit dibandingkan dari mikroorganisme lain karena dari karakteristik lapisan peptidoglikan tebal dinding sel mikobakteri, sehingga membuatnya tahan terhadap sejumlah buffer lisis (Hosek et al., 2006). Isolasi DNA genom berkualitas tinggi merupakan langkah penting dalam mempelajari perbandingan genom bakteri menggunakan microarrays. Banyak prosedur yang digunakan secara fisik atau deterjen/enzim, berdasarkan sel yang lisis diikuti ekstraksi fenol, chaotropic berbasis fraksinasi atau ukuran kolom pemurnian eksklusi yang digunakan (Zhang et al., 2005). Isolasi DNA merupakan langkah yang tepat untuk mempelajari DNA. Prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung. Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian bawah. Presipitasi merupakan langkah yang dilakukan untuk mengendapkan suatu komponen dari campuran (Campbell, 2000). Banyak metode sekuensing dan deteksi genomik membutuhkan mikrogram dari template DNA. Bahkan metode analisis yang sensitifitasnya tinggi seperti PCR sering dibatasi oleh jumlah template DNA ketika besarnya jumlah dari lokus genetik yang berbeda harus diuji dari sampel tunggal. Pada saat yang sama, berbagai kesulitan dari lingkungan dan sampel klinis yang diselidiki telah berkembang pesat (Lasken, 2009). Analisis genom yang termasuk dalam analisis molekuler banyak memberikan kelebihan dibanding analisis secara morfologi. Salah satu identifikasi genom yang dilakukan adalah pada genom mikobakteria. Sekuensing dan penjelasan dari beberapa genom mikobakteria telah membantu untuk mengidentifikasi sekuens besar polimorfisme (LSPs) yang didefinisikan sebagai insersi atau delesi yang setidaknya terdiri dari satu ORF. Pola bervariasi LSP menawarkan metode alternatif dalam mengidentifikasi mikobakteria dengan PCR secara cepat. LSP dianggap relatif stabil dan telah digunakan untuk mengidentifikasi tautan genetik dalam dan antara spesies mikobakterium (Horan et al., 2006). Hasil identifikasi genom lain adalah pada Leptospirilium grup III. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa fragmen genom Leptospirillum grup III menyandikan sejumlah gen lain yang terlibat dalam fiksasi nitrogen. Ini termasuk ke dalam operon nifSU - hesB - hscBA yang diperlukan untuk perakitan Fe-S pada kompleks nitrogenase, berbagai gen pengatur ; ntrBC ( sistem pengaturan dua komponen), nifA (aktivator spesifik gen nif), nifL (sensor oksigen/ redoks) dan gen glnB, gen transporter pengkodean molibdat ABC (modA dan modB ) dan amonium transporter (amtB). Beberapa ortholog gen ini telah di identifikasi dalam L. Ferrooxidans dengan pengecualian dari ntrB dan ntrC. Menariknya, beberapa gen yang terlibat dalam jalur asimilasi nitrogen melalui glutamin/glutamat sintetase (GS/GOGAT) yang biasa digunakan dalam bakteri tampaknya menghilang pada Leptospirillum (glnE dan gltBD ). Hal ini menunjukkan bahwa genus ini dapat mengasimilasi amonia melalui jalur GS sama dengan yang diusulkan untuk A. ferrooxidans. Namun, kesimpulan ini masih bersifat tentatif karena analisis genom tidak selesai (Tyson et al., 2005). III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifuge, mikropipet, seperangkat alat elektroforesis dan sinar UV. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum, antara lain kultur bakteri gram positif dan gram negatif, agarose, buffer TE, lisozim 60 mg/ml, SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol etanol 70% dan RNAse. B. Cara Kerja No Proses Hasil Pengamatan Keterangan 1. Memasukkan kultur bakteri gram (+) dan gram (-) ke dalam eppendorf sebanyak 3 ml - - 2. Mensentrifugasi kedua kultur pada kecepatan 6000 rpm selama 5 menit Terbentuk endapan 3. Menambahkan 410 l buffer TE pada kedua kultur bakteri dan menambahkan 50 l lisozim 60 mg/ml untuk bakteri gram positif - 4. Menambahkan 30 l SDS 10%, 100 l NaCl 5 M dan 100 l CTAB 10% pada kedua kultur, lalu inverting Cairan mengental yang menunjukkan terjadinya lisis 5. Menginkubasi kedua kultur pada suhu 65 o selama 10-15 menit, lalu inverting Cairan mengental III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifuge, mikropipet, seperangkat alat elektroforesis dan sinar UV. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum, antara lain kultur bakteri gram positif dan gram negatif, agarose, buffer TE, lisozim 60 mg/ml, SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol etanol 70% dan RNAse. B. Cara Kerja No Proses Hasil Pengamatan Keterangan 1. Memasukkan kultur bakteri gram (+) dan gram (-) ke dalam eppendorf sebanyak 3 ml - - 2. Mensentrifugasi kedua kultur pada kecepatan 6000 rpm selama 5 menit Terbentuk endapan 3. Menambahkan 410 l buffer TE pada kedua kultur bakteri dan menambahkan 50 l lisozim 60 mg/ml untuk bakteri gram positif - 4. Menambahkan 30 l SDS 10%, 100 l NaCl 5 M dan 100 l CTAB 10% pada kedua kultur, lalu inverting Cairan mengental yang menunjukkan terjadinya lisis 5. Menginkubasi kedua kultur pada suhu 65 o selama 10-15 menit, lalu inverting Cairan mengental III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifuge, mikropipet, seperangkat alat elektroforesis dan sinar UV. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum, antara lain kultur bakteri gram positif dan gram negatif, agarose, buffer TE, lisozim 60 mg/ml, SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol etanol 70% dan RNAse. B. Cara Kerja No Proses Hasil Pengamatan Keterangan 1. Memasukkan kultur bakteri gram (+) dan gram (-) ke dalam eppendorf sebanyak 3 ml - - 2. Mensentrifugasi kedua kultur pada kecepatan 6000 rpm selama 5 menit Terbentuk endapan 3. Menambahkan 410 l buffer TE pada kedua kultur bakteri dan menambahkan 50 l lisozim 60 mg/ml untuk bakteri gram positif - 4. Menambahkan 30 l SDS 10%, 100 l NaCl 5 M dan 100 l CTAB 10% pada kedua kultur, lalu inverting Cairan mengental yang menunjukkan terjadinya lisis 5. Menginkubasi kedua kultur pada suhu 65 o selama 10-15 menit, lalu inverting Cairan mengental 6. Menambahkan 690 l kloroform ke dalam kedua kultur, lalu inverting - - 7. Mensentrifugasi kedua kultur pada kecepatan 12000 rpm kultur selama 10 menit Terbentuk lapisan atas (upper aqueous), tengah (padat) dan bawah (kloroform). Pada bagian atas diperkirakan terdapat DNA 8. Mengambil lapisan atas dan memasukkannya ke dalam eppendorf baru, lalu menambahkan 500 l isopropanol ke dalam kedua kultur, lalu inverting - - 9. Menginkubasi larutan pada eppendorf baru selama satu jam di dalam kulkas, lalu mensentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit dan membuang supernatan - Terbentuk endapan 10. Menambahkan 1 ml etanol 70% dan mensentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit, lalu membuang cairan. Terbentuk endapan 11. Mengkeringanginkan endapan DNA kering : bening DNA basah : putih 12. Menambahkan 50 l RNAse dan menginkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit - - 6. Menambahkan 690 l kloroform ke dalam kedua kultur, lalu inverting - - 7. Mensentrifugasi kedua kultur pada kecepatan 12000 rpm kultur selama 10 menit Terbentuk lapisan atas (upper aqueous), tengah (padat) dan bawah (kloroform). Pada bagian atas diperkirakan terdapat DNA 8. Mengambil lapisan atas dan memasukkannya ke dalam eppendorf baru, lalu menambahkan 500 l isopropanol ke dalam kedua kultur, lalu inverting - - 9. Menginkubasi larutan pada eppendorf baru selama satu jam di dalam kulkas, lalu mensentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit dan membuang supernatan - Terbentuk endapan 10. Menambahkan 1 ml etanol 70% dan mensentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit, lalu membuang cairan. Terbentuk endapan 11. Mengkeringanginkan endapan DNA kering : bening DNA basah : putih 12. Menambahkan 50 l RNAse dan menginkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit - - 6. Menambahkan 690 l kloroform ke dalam kedua kultur, lalu inverting - - 7. Mensentrifugasi kedua kultur pada kecepatan 12000 rpm kultur selama 10 menit Terbentuk lapisan atas (upper aqueous), tengah (padat) dan bawah (kloroform). Pada bagian atas diperkirakan terdapat DNA 8. Mengambil lapisan atas dan memasukkannya ke dalam eppendorf baru, lalu menambahkan 500 l isopropanol ke dalam kedua kultur, lalu inverting - - 9. Menginkubasi larutan pada eppendorf baru selama satu jam di dalam kulkas, lalu mensentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit dan membuang supernatan - Terbentuk endapan 10. Menambahkan 1 ml etanol 70% dan mensentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit, lalu membuang cairan. Terbentuk endapan 11. Mengkeringanginkan endapan DNA kering : bening DNA basah : putih 12. Menambahkan 50 l RNAse dan menginkubasi pada suhu 37 o C selama 30 menit - - 13. Melihat kemurnian DNA pada spektrofotometri Mendapat nilai absorbansi untuk kemurnian DNA 14. Running pada elektroforesis - Tabel 1. Cara kerja isolasi genom bakteri di laboratorium 13. Melihat kemurnian DNA pada spektrofotometri Mendapat nilai absorbansi untuk kemurnian DNA 14. Running pada elektroforesis - Tabel 1. Cara kerja isolasi genom bakteri di laboratorium 13. Melihat kemurnian DNA pada spektrofotometri Mendapat nilai absorbansi untuk kemurnian DNA 14. Running pada elektroforesis - Tabel 1. Cara kerja isolasi genom bakteri di laboratorium IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Secara keseluruhan kumpulan gen-gen yang terdapat di dalam setiap sel individu organisme disebut sebagai genom atau dapat dikatakan bahwa genom suatu organisme adalah kumpulan semua gen yang dimiliki oleh organisme tersebut pada setiap selnya. Genom organisme prokariot seperti bakteri diketahui hanya mempunyai sebuah kromosom yang tidak dikemas di dalam suatu nukleus sejati. Kromosom ini berbentuk lingkaran (sirkuler) dan semua gen tersusun di sepanjang lingkaran tersebut. Genom prokariot umumnya berukuran kurang dari 5 Mb walaupun beberapa melebihi ukuran ini. B. Megaterium misalnya berukuran kira2 30 Mb. Pandangan tradisional meyakini genom prokariot tipikal berupa molekul DNA tunggal berbentuk sirkuler. DNA dikemas didalam nukleoid dalam bentuk supercoil. Model untuk genom E. coli digambarkan dengan 40-50 loop superkoil DNA yang terikat pada sebuah sumbu protein. Setiap loop berukuran sekitar 100 kb. Isolasi genom sama dengan isolasi DNA, prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung. Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian bawah. Pada praktikum, untuk mengisolasi genom bakteri E. coli yang memiliki komponen- komponen lengkap, seperti dinding sel bakteri atau peptidoglikan pada bakteri gram positif, membran sel dan sebagainya perlu dihancurkan terlebih dahulu dengan beberapa senyawa atau larutan. Pada bakteri gram positif awalnya ditambahkan larutan buffer TE, kemudian ditambahkan enzim lisozim untuk melisiskan dinding sel bakteri gram positif yang tebal, namun pada bakteri gram negatif pemberian enzim lisozim tidak dilakukan dikarenakan bakteri gram negatif E. coli tidak mempunyai dinding sel yang tebal seperti bakteri gram positif, karenanya pada bakteri gram negatif hanya ditambahkan larutan buffer TE. Buffer TE merupakan salah satu larutan pelisis sel yang merupakan larutan hipotonis. Karena larutan tersebut hipotonis, maka akan terjadi hemolisis. Setelah penambahan buffer TE dan lisozim ditambahkan SDS, NaCl dan CTAB. Sodium dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan membran sel. Detergen berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA. Cetyl trimethylammonium bromide (CTAB) juga digunakan untuk melisiskan membran sel bakteri. NaCl merupakan bahan tambahan yang digunakan untuk keberhasilan pelisisan. Menurut (Surzycki, 2003), parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada beberapa hal, yaitu konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka penggunaan CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4 M. Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan pada suhu ruang karena kompleks CTAB-DNA bersifat insoluble pada suhu di bawah 15C. Ketiga, penggunaan CTAB dengan kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang didapatkan dan dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB, sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk mencegah pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15C. Setelah ditambahkan beberapa larutan untuk pelisisan sel, maka dilakukan inverting yang berfungsi menghomogenkan semua larutan agar proses pelisisan terjadi dengan sempurna. Setelah inverting suspensi di dalam eppendorf akan mengental yang menunjukkan bahwa proses lisis sedang terjadi. Setelah itu ditambahkan kloroform sebagai pelarut organik yang dapat memisahkan senyawa yang terdapat pada eppendorf. Untuk mempercepat terjadinya pemisahan atau presipitasi, maka dilakukan sentrifugasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul. Dengan menjalankan prosedur dengan benar akan diperoleh DNA dengan kemurniannya cukup tinggi, dapat dilihat dari penampakan hasil elektroforesis yang baik. Sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Hasil yang didapat dari sentrifugasi adalah terbentuk lapisan atas (upper aqueous), tengah (padat) dan bawah (kloroform). Pada bagian atas diperkirakan terdapat DNA. Setelah terbentuk lapisan pada eppendorf, maka lapisan atas diambil dan dipindahkan pada eppendorf baru, kemudian ditambahkan isopropanol sebagai salah satu cara dalam proses ekstrasi dan purifikasi, pada tahap ini bertujuan untuk membersihkan DNA genom dari zat-zat lainnya. Proses ekstraksi dan purifikasi diakhiri dengan adanya proses pengendapan DNA menggunakan etanol. Penambahan etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA sehingga larutan DNA terkonsentrasi dan ketika disentrifugasi DNA akan mengendap. Setelah dilakukan proses presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol, maka etanol kemudian dibuang dan pellet dikeringanginkan, perlakuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet DNA. Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah menguap. Terakhir ditambahkan RNA-se untuk lebih memurnikan DNA, sehingga jika terdapat RNA di dalam larutan maka RNA akan hancur. Sebelum dilakukan elektroforesis, dilakukan pengecekan konsentrasi atau kemurnian DNA dengan spektrofotometri. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi. DNA yang mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedang kontaminan protein atau phenol dapat menyerap cahaya pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan cahaya UV ini, sehingga kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi dengan nilai absorbansi 280 (260/280), dan nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0. Kelompok 260 280 260/ 280 Konsentrasi DNA g/mL I 0,046 0,102 0,45 23 II 0,118 0,184 0,64 59 III 0,082 0,086 0,95 41 IV 0,323 0,286 1,12 161,5 V 0,224 0,346 0,64 112 Tabel 2. Nilai kemurnian DNA berdasarkan hasil spektrofotometri Berdasarkan hasil yang diperoleh (Tabel 2), makan kemurnian DNA tertinggi adalah pada kelompok IV, yaitu 161,5 g/mL. Kemurnian DNA tersebut dapat lebih dibuktikan atau dilihat dengan cara elektroforesis, sehingga dapat dilihat dengan jelas jumlah pasang basa DNA genom yang diisolasi. Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Medan listrik dialirkan pada suatu medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya. Analisis dengan elektroforesis menggunakan gel agarose dan dengan DNA penanda kuantitas (marker). Marker yang digunakan dalam praktikum ini adalah KAPA Universal DNA Ladder Kit. KAPA Universal Ladder Kit dirancang untuk menentukan perkiraan ukuran dan jumlah DNA double helix pada gel agarose . KAPA Universal Ladder Kit berisi 18 fragmen DNA (pasangan basa): 100, 150, 200, 300, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1600, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 8000, dan 10000. Serta berisi empat referensi band (500, 1000, 1600 dan 4000) untuk orientasi/perbandingan. Hasil elektroforesis dapat dilihat dibawah sinar UV yang akan menunjukkan pergerakkan DNA yang diuji. bp 10000 - 8000 - 6000 - 5000 - 4000 - 3000 - 2000 - 1600 - 1200 - 1000 - 800 - 600 - 500 - Gambar 1. Hasil elektroforesis isolasi DNA genom bakteri Keterangan : 1. Marker KAPA Universal Ladder 2. DNA bakteri gram (+) 1 3. DNA bakteri gram (+) 2 4. DNA bakteri gram (-) 1 5. DNA bakteri gram (-) 2 6. DNA bakteri gram (-) 3 Berdasarkan hasil yang diperoleh dari elektroforesis (Gambar 1) DNA yang tampak hanya pada kelompok 1 (DNA bakteri gram negatif 1) dan 2 (DNA bakteri gram negatif 2), padahal kemurnian DNA kelompok 1 dan 2 dari hasil spektofotometri rendah. Molekul DNA genom yang tampak diperkirakan mempunyai jumlah pasang basa berkisar antara 5000-6000 bp yang menunjukkan bahwa kemurnian DNA genom hasil isolasi baik karena memang ukuran genom prokariot berdasarkan teori adalah sekitar 5000 bp. Hasil kemurnian tertinggi pada kelompok 4 (DNA bakteri gram negatif 2) justru tidak tampak dibawah sinar UV. Hal tersebut terjadi dapat disebabkan oleh tidak akuratnya alat spektofotometri yang digunakan di awal yang menyebabkan absorbansi yang dilakukan tidak hanya pada molekul DNA namun juga pada molekul lain, sehingga nilai kemurnian DNA tinggi pada spektrofotometri tidak dapat dibuktikan melalui elektroforesis. Selain itu, ketidaksesuain data yang diperoleh juga dapat disebabkan karena memang proses isolasi genom dari awal tidak dilakukan dengan benar dan teliti yang berdampak pada tidak sempurnanya proses pelisisan sel, pengendapan hingga pengambilan DNA yang akan diuji, sehingga kemurnian DNA menjadi rendah. 1 2 6 5 4 3 V. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Isolasi genom sama dengan isolasi DNA, prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung. Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian bawah. 2. Metode pengecekan kemurnian DNA genom hasil isolasi dapat menggunakan spektrofotometri dan elektroforesis. 3. Hasil yang diperoleh dari elektroforesis menunjukkan bahwa ukuran genom bakteri yang diisolasi berkisar antara 5000-6000 bp yang menunjukkan bahwa kemurnian DNA genom hasil isolasi baik karena memang ukuran genom prokariot berdasarkan teori adalah sekitar 5000bp. DAFTAR PUSTAKA Campbell, N. A. 2000. Biology, 5 th Edition. The Benjamin Cummings Publishing Company Inc., California. Horan, K. L., R. Freeman, K. Weigel, M. Semret, S. Pfaller, C. Terry, Covert, D. V. Soolingen, S. C. Leao, M. A. Behr and G. A. Cangelosi. 2006. Isolation of the Genome Sequence Strain Mycobacterium avium 104 from Multiple Patients over a 17-Year Period. Journal Of Clinical Microbiology 3 44 : 783789. Hosek, J., P. Svastova, M. Moravkova, I. Pavlik and M. Bartos. 2006. Methods of mycobacterial DNA isolation from different biological material : a review. Veterinarni Medicina 51 5: 180192. Lasken, R. S. 2009. Genomic DNA amplification by the multiple displacement amplification (MDA) method. Biochemical Society Transactions 37 2 : 450453. Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A. Stahl, and D. P. Clark. 2011. Brock Biology of Microorganisms, 13 th Edition. Benjamin Cummings, San Fransisco. Suryo. 2004. Genetika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Surzycki, S. 2003. Human Molecular Biology Laboratory Manual. Blackwell Publishing, United State. Tyson, G. W., I. Lo, B. J. Baker, E. E. Allen, P. Hugenholtz and J. F. Banfield. 2005. Genome-directed isolation of the key nitrogen fixer Leptospirillum ferrodiazotrophum sp. nov. from an acidophilic microbial community. Appl. Environ. Microbiol., 71 10 : 6319-6324. Zhang, L., B. Foxman, R. Janet, Gilsdorf and C. F. Marrs. 2005. Bacterial genomic DNA isolation using sonication for microarray analysis. BioTechniques 39 : 640-644. LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA ACARA II AMPLIFIKASI GEN 16S rRNA Disusun oleh : LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA JURUSAN MIKROBIOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 1. Lestari Wevriandini (PN/12277) 2. Aninda Sidar (PN/12372) 3. Desiani Rizky (PN/12393) 4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590) 5. Muhammad Farmawy (PN/12556) Asisten : 1. Rosyidah Ismi B. 2. Maghfirotul Amaniyah 3. Dewi Fitriani ACARA II AMPLIFIKASI GENA 16S rRNA I. TUJUAN 1. Melakukan amplifikasi gena 16S rRNA 2. Mengetahui prinsip kerja PCR II. TINJAUAN PUSTAKA Banyak bakteri yang berada dalam satu genus yang hanya dideskripsikan berdasarkan habitatnya, patogenitasnya terhadap mamalia atau serangga, dan karakteristik morfologi dan anatominya. Akan tetapi, hubungan taksonomi dari beberapa spesies dari genus yang sama ini menjadi samar-samar. Ini disebabkan karena identifikasi konvensional saat ini tidak dapat menyelidiki secara spesifik dari spesies yang ada (Ash, 1991). Walaupun identifikasi secara konvensional dapat dengan cepat didapatkan hasilnya dan lebih murah. Tetapi terdapat beberapa kekurangan pada identifikasi konvensional. Yaitu pada identifikasi secara konvensional, diperlukan waktu untuk beberapa bakteri yang tumbuh lama seperti Mycobacterium spp. yang memerlukan waktu 6 sampai 8 minggu untuk tumbuh pada kultur. Selain itu identifikasi secara konvensional juga sulit dilakukan pada bakteri yang baru karena chronometer yang dipakai tidak spesifik dan universal. Oleh karena itu diperlukan chronometer yang spesifik sehingga dapat mengidentifikasi sampai spesies dan universal dimiliki oleh semua organisme (Devereux, 1995). Ada beberapa alasan mengapa gena 16S rRNA begitu penting sebagai alat filogenetik dan sangat berguna untuk identifikasi. Pertama karena gena ini ada pada semua bakteria sehingga gena ini menjadi target yang universal pada identifikasi bakteri. Kedua adalah karena fungsi 16S rRNA pada bakteri tetap sama sejak dahulu kala. Walaupun pada evolusi terjadi perubahan sekuen, tetapi perubahan yang terjadi adalah perubahan sekuen acak tanpa perubahan fungsi. Dan yang terakhir adalah gena 16S rRNA adalah gena yang cukup besar (kurang lebih 1500 pasang basa) untuk menampung informasi yang valid secara statistik. Dan ini membuat gena 16Sr RNA menjadi molecular chronometer yang akurat (Patel, 2001). Di dalam dunia genetikan mikrobia ada cara untuk memperbanyak gen tertentu. Ini dinamakan amplifikasi DNA. Amplifikasi DNA ini dilakukan secara in vitro dengan menggunakan alat PCR (Polymeare Chain Reaction). Pada alat ini gen yang tadinya satu direplikasi dan salinannya direplikasi kembali secara terus menerus sehingga didapat banyak salinan gen tertentu pada akhir PCR (Hyndman dan Mitsuhashi, 2003). Cara kerja PCR melibatkan ulangan-ulangan siklus yang terdapat tahapan berupa denaturasi, hibridisasi atau annealing, dan elongasi polimerase menghasilkan dua salinan dari setiap satu untai ganda. Tahapan denaturasi dilakukan untuk memisahkan untai ganda dengan prinsip bahwa DNA akan memisah menjadi untai tunggal pada suhu tinggi. Kemudian tahap annealing adalah tahapan saat primer akan menempel pada template membentuk ikatan hidrogen, lalu DNA polimerase akan menempel pada ikatan tersebut dan memulai pembentukan DNA. Setelah itu dilakukan tahap elongasi dengan membuat kondisi suhu yang optimal bagi DNA polimerase untuk memulai sintesis untai baru DNA, membentuk salinan baru pada masing-masing untai tunggal. Tahap-tahap tersebut kemudian dilakukan kembali untuk membentuk salinan yang lebih banyak (Gibbs, 1990). Setiap siklus PCR melibatkan interaksi antara dua primer oligonukleotida dengan DNA polimerase. Primer yang digunakan utuk PCR harus memenuhi beberapa persyaratan. Panjang primer yang dianggap optimal untuk PCR yaitu sekitar 18-24 basa, panjang ini sudah cukup panjang untuk menjadi spesifik dan cukup pendek untuk dapat menempel pada suhu Tm (Temperatur leleh primer). Primer yang optimal biasanya memiliki Tm sekitar 52-58 o C dan suhu diatas 65 o C umumnya perlu dilakukan dua kali annealing. Suhu Tm ditentukan oleh kadar GC pada primer (Dieffenbach et al, 1993). DNA polimerase yang digunakan pada PCR biasanya didapatkan dari bakteri termofilik karena dalam proses PCR akan melibatkan suhu tinggi sehingga dibutuhkan DNA polimerase yang tahan suhu tinggi. Sumber DNA polimerase yang sering digunakan adalah dari Thermus aquaticus dan DNA polimerasenya sering disingkat menjadi Taq Polimerase. Meski tahan suhu tinggi Taq memiliki kekurangan yaitu ketelitianya yang kurang karena tidak mempunyai mekanisme proofreading sehingga mengakibatkan rendahnya ketelitian, karena itu biasanya ditambahkan enzim untuk mekanisme proofreading (Pavlov et al., 2004). Pemilihan primer yang baik dapat menentukan efisiensi dan spesifitas dari PCR. Walaupun pada banyak kasus primer PCR dapat dipilih dengan berdasarkan pemahaman yang sedikit, tetapi seringkali pemilihan primer ini lebih baik menggunakan primer yang didesain secara bagus. Salah satu sapek yang menentukan apakah sebuah primer itu baik atau buruk adalah kadar G/C. primer yang baik biasanya mengandung kadar G/C 40% sampai 60%. Walaupun begitu, tidak ada alasan yang pasti untuk ini, akan tetapi ini menjadi pertimbangan yang baik untuk digunakan (Dveksler, 1995). III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat yang digunakandalampraktikuminiadalaheppendorf, pipet lengkapdengan tip, alatelektroforesis, UV iluminatordanalat PCR.Bahan yang digunakanadalah 1 L template kultur, 9 L PCR grade water, 1.25 L Primer Forward, 1.25 L Primer Reverse, dan 12.5 L Gotaq Green Master Mix 2x. B. Cara Kerja Proses Keterangan PCR grade water 9 L Primer Forward 1.25 L Primer Reverse 1.25 L Template 1 L Gotaq Green Master Mix 2x 12.5 L PCR 1. Pre-denaturasi: 95 o C, 2 menit 2. Denaturasi: 95 o C, 30 detik 3. Annealing: 52 o C, 30 detik 4. Extension: 72 o C, 1 menit 5. Final Extension: 72 o C, 5 menit Elektroforesis Hasil PCR dielektroforesisbersamadengan marker Proses Keterangan PCR grade water 9 L Primer Forward 1.25 L Primer Reverse 1.25 L Template 1 L Gotaq Green Master Mix 2x 12.5 L PCR Temperaturdisesuaikandengan yang ada di bukupetunjuk Elektroforesis Hasil PCR dielektroforesis bersama dengan marker Tabel 1. Cara kerja amplifikasi 16s Rrna di laboratorium IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada amplifikasi gena 16S rRNAdigunakan PCR untuk amplifikasinya. PCR ini cara kerjanya berupa siklus replikasi yang berulang-ulang. Gena 16S rRNA yang tadinya hanya satu berubah menjadi dua lalu empat dan akan terus bertambah secara eksponensial. Siklus yang terjadipada PCR adalahsebagaiberikut: 1. Pre-denaturasi :padatahapan ini dibutuhkan suhu yang tinggi yaitu 95 o C dan waktu yang lama yaitu 2 menit. Karena ini dibutuhkan agar DNA yang akan diamplifikasi menjadi terdenaturasi dan menjadi kompatibel untuk diamplifikasi. 2. Denaturasi : setelah pre-denatrasi baru masuk siklus PCR. Tahapan pertama PCR ini dinamakan denaturasi. Pada tahap ini DNA yang akan diamplifikasi didenaturasi sehingga DNA yang tadinya duoble stranded putus ikatannya menjadi single stranded. 3. Annealing: pada tahap ini primer forward maupun primer reverse menempel pada ujung 3 gen yang akan kita amplifikasi. Sehigga pada tahap ini suhu diturunkan menjadi 52 o C selama 30 detik 4. Extension: pada tahap ini terjadi sintesis DNA pada primer oleh DNA polimerase sehingga terjadi pemanjangan primer. Pada tahap ini suhu diubah menjadi 72 o C selama 1 menit karena ini merupakan keadaan yang paling optimal bagi DNA polimerase. 5. Final extension: setelah melalui siklus sebanyak 30 kali, maka tahapan yang palingakhir adalah final extension. Pada tahap ini terjadi penyempuraan DNA yang diamplifikasi sehingga hasil amplifikasi merupakan DNA yang fungsional. Kemudian pada PCR ini terdapat beberapa bahan yang diberikan yaitu: 1. PCR grade water: ini adalah cairan tambahan yang membuat volume cairan pada eppedrof menjadi pas. Cairan ini tidak ikut berpengaruh pada proses PCR. 2. Primer F dan R: ini merupakan primer yang menjadi awalan pada amplifikasi DNA 3. Template: cairan ini mengandung gena yang akan diamplifikasi 4. Gotaq Green Master Mix: cairan ini mengandung semua yang dibutuhkan untuk sintesis DNA. Bahan yang dibutuhkan adalah DNTP sebagai bahan baku DNA, MgCl2 sebagai buffer dan DNA polimerase sebagai enzim untuk sintesis DNA Lalu setelah PCR, hasil PCR dielektroforesis untuk melihat apakah gen 16S rRNA yang kita amplifikasi berhasil atau tidak. Elektroforesis ini merupakan proses pemisahan gen dengan melewatkan gen yang akan kita identifikasi melalui gel agarosa menuju kutub positif karena DNA bermuatan negatif. Semakin kecil ukuran gen maka akan semakin jauh tertarik di kutub positif. Gambar 1. Elektroforesis gen 16s rRNA Gambar di atas adalah hasil elektroforesis yang telah dilakukan. Pada gambar di atas terdapat penebalan pada daerah dengan marker 1500 pasang basa. Ini bisa dipastikan bahwa daerah yang mengalami penebalan merupakan kumpulan gena 16S rRNA karena gena 16S rRNA juga memiliki sekitar 1500 pasang basa. Dengan begini dapat disimpulkan bahwa amplifikasi gena 16S rRNA berhasil. V. KESIMPULAN 1. Amplifikasi gena 16S rRNA berhasil dilakukan. 2. Mekanisme kerja PCR pertama adalah pre-denaturasi, lalu denaturasi, lalu annealing, lalu extension, dan yang terakhir adalah final extension. Kelompok 5 Marker 1500 bp Gena 16S rRNA DAFTAR PUSTAKA Ash, C., Farrow, J. A., Dorsch, M., Stackebrandt, E., & Collins, M. D. 1991. Comparative analysis of Bacillus anthracis, Bacillus cereus, and related species on the basis of reverse transcriptase sequencing of 16S rRNA. International journal of systematic bacteriology, 41(3), 343-346. Devereux, R. and Willis, S. G. 1995. Amplification of ribosomal RNA sequences. In Molecular microbial ecology manual (pp. 277-287). Springer, Netherlands. Dveksler, G. S. 1995. PCR primer. C. W. Dieffenbach (Ed.). Cold Spring Harbor Laboratory Press. Gibbs, R. A. 1990. DNA amplification by the polymerase chain reaction. Analytical Chemistry 62 : 1202-1214. Hyndman, D. L. And M. Mitsuhashi. 2003. PCR primer design. In PCR protocols, Humana Press. Patel, J. B. 2001. 16S rRNA gene sequencing for bacterial pathogen identification in the clinical laboratory. Molecular Diagnosis, 6 : 313-322. Pavlov, A. R., Pavlova, N. V., Kozyavkin, S.A. and Slesarev, A.I. 2004. Recent developments in the optimization of thermostable DNA polymerase for efficient applications. Trends in Biotechnology 22 : 253-260. LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA ACARA III ISOLASI DNA PLASMID DAN ENZIM RESTRIKSI Disusun oleh : LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA JURUSAN MIKROBIOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 1. Lestari Wevriandini (PN/12277) 2. Aninda Sidar (PN/12372) 3. Desiani Rizky (PN/12393) 4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590) 5. Muhammad Farmawy (PN/12556) Asisten : 1. Rosyidah Ismi B. 2. Maghfirotul Amaniyah 3. Dewi Fitriani ACARA III ISOLASI DNA PLASMID DAN ENZIM RESTRIKSI I. TUJUAN 1. Mengetahui cara isolasi DNA plasmid 2. Mengetahui fungsi enzim restriksi II. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Suharsono dan Widyastuti (2006) plasmid adalah molekul DNA utas ganda sirkuler (tidak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di dalam sitoplasma dan dapat melakukan replikasi secara autonom. Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan plasmid dapat digunakan sebagai wahana (vektor) kloning, antara lain: a). plasmid mempunyai ukuran molekul yang kecil sehingga DNA nya lebih mudah diisolasi dan dimanipulasi; b). DNA nya berbentuk sirkuler sehingga DNA akan lebih stabil selama diisolasi secara kimia; c). mempunyai titik ori (origin of replication) sehingga dapat memperbanyak diri (bereplikasi) di dalam sel inang secara otonomi; d). mempunyai jumlah kopi yang banyak (multiple copy) sehingga terdapat di dalam sel dalam jumlah banyak dan membuat DNA lebih mudah diamplifikasi; e). mempunyai penanda seleksi, yakni gen ketahanan terhadap antibiotik tertentu sehingga lebih memudahkan dalam mendeteksi plasmid yang membawa gen tertentu (Brock et al., 1994). Secara garis besar isolasi plasmid terdiri dari tiga tahapan kegiatan, yaitu tahap kultivasi dan harvesting, tahap lisis dan tahap pemurnian DNA plasmid. Kultivasi yaitu memberikam kesempatan bagi bakteri untuk memperbanyak diri sehingga pada saat pemanenan didapatkan plasmid dalam jumlah yang banyak. Lisis (pemecahan dinding sel), membran sel bakteri tersusun atas membran luar dan membran dalam, membran luar terdiri atas lipopolisakarida, protein, fosfolipid, lipoprotein, dan peptidoglikan sedangkan membran dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang juga terintegrasi protein di dalamnya (Saunders dan Parkers, 1999). Secara kimia lisis dinding sel dapat dilakukan dengan menambahkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (ethilendiamin tetraasetat) dan SDS (sodium dodesil sulfat). Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang merupakan sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Ini semua menyebabkan sel menjadi lisis. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA (Muladno, 2002). Isolasi DNA/RNA merupakan langkah awal yang harus dikerjakan dalam proses rekayasa genetika sebelum melangkah ke proses selanjutnya. Prinsip dasar isolasi total DNA/RNA dari jaringan adalah dengan memecah dan mengekstraksi jaringan tersebut sehingga akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri DNA, RNA dan substansi dasar lainnya. Ekstrak sel kemudian dipurifikasi sehingga dihasilkan pelet sel yang mengandung DNA/RNA total. Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu: (1) Isolasi sel; (2) Lisis dinding dan membran sel; (3) Ekstraksi dalam larutan; (4) Purifikasi; dan (5) Presipitasi. Prinsip-prinsip dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul. Dengan menjalankan prosedur dengan benar akan diperoleh DNA kromosom dan plasmid dengan kemurniannya cukup tinggi, dapat dilihat dari penampakan hasil elektroforesis yang baik. Ketelitian dan kecermatan dalam pelaksanaan penelitian, sangat menentukan hasil kemurnian DNA kromosom dan plasmid (Faatih, 2009). Langkah pertama untuk mendapatkan DNA plasmid adalah dengan menumbuhkan sel- sel bakteri yang mengandung plasmid rekombinan. Setelah itu sel dipanen, dinding serta membran sel dipecah sehingga isi sel (ekstrak sel) keluar. Ekstrak sel ini kemudian dipurifikasi dengan serangkaian perlakuan sehingga diperoleh DNA plasmid yang murni. Homogenisasi sel dengan prosedur sentrifugasi akan menghasilkan DNA utuh karena proses ini menyebabkan disrupsi sel dan tercucinya komponen-komponen sel lain selain DNA. Penambahan kloroform setelah sentrifugasi memisahkan larutan menjadi fase cair dan padat dimana fase cair merupakan DNA dan fase padat adalah campuran protein dan DNA (Faatih, 2009). Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan metode dari Doyle dan Doyle (1987) dalam Ardiana (2009) yang dimodifikasi. Pada metode itu, sebanyak 200 mg sampel tanpa tulang daun ditambah PVP 0,02 g digerus dengan nitrogen cair hingga halus (tepung). Selanjutnya hasil gerusan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf ukuran 1,5 ml, lalu ditambah 0,5 ml bufer ekstraksi CTAB (1,4 M NaCl, 2% CTAB, 50 mM EDTA, 1 M Tris-HCl pH 8,0 dan 0,2% -mercaptoetanol). Proses lisis dinding sel dilakukan dengan menginkubasi tabung berisi sampel daun ke dalamwaterbath suhu 65oC selama 60 menit. Pellet DNA yang terbentuk di dasar tabung kemudian dikering udarakan. Setelah itu ditambahkan 100 l ddH2O dan disimpan dalam lemari pendingin (-4 0 C) (Pharmawati, 2009). KAPA Universal Ladder Kit dirancang untuk menentukan perkiraan ukuran dan jumlah DNA double helix pada gel agarose. KAPA Universal Ladder Kit berisi 18 fragmen DNA (pasangan basa): 100, 150, 200, 300, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1600, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 8000, dan 10000. Serta berisi empat referensi band (500, 1000, 1600 dan 4000) untuk orientasi/ perbandingan. Kit juga diformulasikan dengan loading dye DNA untuk dimuat langsung pada gel agarose (Anonim, 2013). Menurut Brown (1991) dan Glick and Pasternak (1994), dalam menyusun peta restriksi harus dilakukan suatu rangkaian digesti restriksi. Jumlah dan ukuran fragmen yang dihasilkan oleh tiap-tiap endonuklease restriksi harus ditentukan dengan elektroforesis gel, kemudian dibandingkan dengan ukuran marka. Hasil yang didapat harus didukung oleh hasil rangkaian digesti ganda, yaitu DNA dipotong dengan dua enzim restriksi secara bersamaan. Pembandingan hasil digesti tunggal dan digesti ganda akan memungkinkan pemetaan banyak tempat restriksi. Plasmid dapat dipotong oleh enzim restriksi karena adanya bermacam situs pengenalan dalam suatu plasmid. Dalam perkembangannya, plasmid direkayasa secara genetik agar memiliki berbagai situs pengenalan oleh enzim restriksi untuk menfasilitasi kebutuhan kloning (Brown, 1990). Terdapatnya berbagai situs pengenalan dalam plasmid dapat digunakan untuk mendeteksi aktivitas pemotongan dari ekstrak enzim restriksi. Umumnya plasmid berbentuk molekul DNA sirkuler berutas ganda. Apabila kedua utas berupa lingkaran utuh, molekulnya digambarkan sebagai CCC (Covalently Closed Circular) DNA yang berarti lingkaran tertutup kovalen. Apabila hanya satu utas yang utuh molekulnya digambarkan sebagai OC DNA atau lingkaran terbuka (Open Circular). Ketika diisolasi dari sel, CCC memiliki defisiensi lengkungan pada heliks rangkap, sehingga terbentuk konfigurasi kumparan terpilin (superkoil) (Old dan Primrose, 1989). Perbedaan konfigurasi struktural menyebabkan DNA superkoil dan OC DNA terpisah pada elektroforesis dengan gel agarosa. Bentuk DNA superkoil memiliki pergerakan yang tercepat. Plasmid yang mempunyai satu situs pemotongan akan mengalami perubahan bentuk menjadi linier jika terpotong. Jika pemotongan berjalan kurang sempurna, dapat pula dihasilkan bentuk OC yang menyertai bentuk linier (Roberts dan Halford, 1993). Pada hasil elektroforesis, plasmid OC memiliki pergerakan yang lebih lambat dibandingkan plasmid linier, sehingga bila ketiga konfigurasi plasmid dielektroforesis bersama, plasmid superkoil memiliki pergerakan tercepat, diikuti plasmid linier dan plasmid OC (Brown, 1990). III. METODOLOGI A. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum adalah eppendorf, pipet lengkap dengan tip, vortex, sentrifuge, UV iluminator dan waterbath. Bahan yang digunakan adalah 3 ml kultur E.coli pET, solution I 100 l, solution II 200 l, solution III 150 l, 750 l etanol pekat, etanol 70 % 1 ml, 10 M TE 50 l, plasmid pET-25b hasil isolasi 0,5 ml, enzim restriksi HindIII 0,5 ml, buffer HindIII 0,5 ml dan air 0,5 ml. B. Cara Kerja Proses Hasil Pengamatan Keterangan Sentrifugasi kultur E.coli pET 6000 rpm selama 5 min. Peletakkan eppendorf harus seimbang agar hasilnya optimal Supernatan dibuang Diperlukan kehati-hatian agar sel pelet tidak ikut terbuang Sel pelet ditambah solution I 100 l lalu divortex Soluton I ditambahkan melalui dinding eppendorf Inkubasi dalam lemari es selama 5 menit Inkubasi dilakukan untuk mereaksikan senyawa- senyawa kimia dalam solution I Ditambahkan 200 l solution II , lalu di inverting Diinkubasi dalam lemari es selama 5 menit Inkubasi dilakukan untuk mereaksikan senyawa- senyawa kimia dalam solution II Ditambah 150 l solution III lalu di inverting Diinkubasi dalam lemari es selama 5 menit Inkubasi dilakukan untuk mereaksikan senyawa- senyawa kimia dalam solution III Sentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit Peletakan eppendorf harus seimbang agar hasilnya optimal Supernatan diambil dan dipindah ke eppendorf baru Pengambilan harus dilakukan dengan hati-hati Ditambah etanol pekat 750 l Penambahan etanol untuk memekatkan dan memisahkan DNA dari larutan Diinkubasi -20 0 C (overnight) Sentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit Peletakan eppendorf harus seimbang agar hasilnya optimal Supernatan dibuang Diperlukan kehati-hatian agar DNA tidak ikut terbuang Pelet ditambah etanol 70 % 1 ml lalu di inverting Penambahan etanol untuk mengendapkan DNA sehingga larutan DNA terkonsentrasi dan ketika disentrifugasi DNA akan mengendap Sentrifugasi 12000 rpm selama 10 menit Peletakan eppendorf harus seimbang agar hasilnya optimal Supernatan dibuang Diperlukan kehati-hatian agar DNA tidak ikut terbuang Pelet dikeringkan Pelet yang sudah kering diindikasikan dengan warna bening (DNA tidak terlihat) Ditambah 10 M TE 50 l Penambahan 10 M TE kedalam eppendorf harus sangat diperhatikan karena jumlah yang dimasukan sangat sedikit Tabel 1. Cara kerja isolasi DNA plasmid dan enzim restriksi di laboratorium IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang umumnya berbentuk sirkular dan secara alami dapat dijumpai pada bakteri dan beberapa jenis yeast uniselular seperti Saccharomyces cereviseae. Plasmid dapat berukuram mulai dari 1000 base pair (bp) sampai 1000 kilo base pair (Kbp), dengan jumlah per sel bervariasi dari satu sampai ribuan salinan (copy) molekul. Dalam rekayasa genetika, plasmid memiliki peran yang sentral sebagai vektor untuk pengklonan dan ekspresi gen. Sebagai vektor yang ideal, plasmid memiliki ori (origin of replication) sebagai titik awal replikasi untuk perbanyakannya di dalam sel inang; multiple cloning sites (MCS) sebagai tempat penyisipan segmen DNA atau gen yang akan diklon atau diekspresikan; dan gen penanda seleksi, misalnya gen resistensi antibiotik yang berguna untuk seleksi klon. Isolasi plasmid adalah salah satu aktivitas yang rutin dilakukan di laboratorium-laboratorium biologi molekular yang melakukan aktivitas pengklonan gen. Secara umum, isolasi plasmid bertujuan mengekstrak plasmid dan memisahkannya dari berbagai komponen selular bakteri lainnya, seperti protein, lemak, RNA, dan DNA kromosomal. Dalam isolasi DNA plasmid, dilakukan 5 tahap utama yaitu : isolasi sel, pelisisan dinding dan membran sel, pengekstraksian dalam larutan, purifikasi, dan presipitasi. Tahap pertama yang dilakukan yaitu mengisolasi genom sel E.coli. Tahap selanjutnya yaitu melisiskan dinding dan membran sel. Membran sel bakteri tersusun atas membran luar dan membran dalam, membran luar terdiri atas lipopolisakarida, protein, fosfolipid, lipoprotein, dan peptidoglikan, sedangkan membran dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang juga terintegrasi protein di dalamnya (Saunders and Parkers, 1999). Pelisisan dinding dan membran sel dilakukan dengan cara menambahkan solution I yang terdiri dari ETDA, larutan Tris pH 8 dan glukosa. Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Penambahan larutan Tris berfungsi untuk membersihkan sel dari media dan bahan lain yang tidak diinginkan. Sedangkan penambahan glukosa akan mencegah buffer Tris merusak sel yang diinginkan dan membuat lingkungan hiperosmotik. Selanjutya ditambahkan solution II yang terdiri dari SDS dan NaOH. SDS (sodium dodesil sulphate) merupakan deterjen yang berperan untuk melisis dinding atau membran sel yang terdiri dari lipid (fosfolipid). NaOH berperan sebagai larutan basa yang berfungsi untuk denaturasi protein atau DNA dari double strain menjadi single strain. Selanjutnya ditambahkan solution III yang terdiri dari KOAc, asam asetat dan H 2 O. Terjadinya proses lisis ditandai dengan terbentuknya lendir. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul. Dengan menjalankan prosedur dengan benar akan diperoleh DNA kromosom dan plasmid dengan kemurniannya cukup tinggi, dapat dilihat dari penampakan hasil elektroforesis yang baik. Sehingga yang tertinggal hanya molekul nukleotida (DNA dan RNA). Selain itu, untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform (membersihkan protein dan polisakarida dari larutan). Phenol-Chloroform berfungsi sebagai pelarut dari senyawa organik dan komponen lipid. Dengan dilakukannya ekstraksi menggunakan PCl maka setelah disentrifugasi terbentuklah 3 fase dimana terdiri dari fase air yang ada di paling atas, protein yang terkoagulasi di fase yang ada di tengah dan fase Phenol-Chloroform yang ada di paling bawah karena sifat chloroform yang berat jenisnya besar. Tahap berikutnya adalah purifikasi, pada tahap ini bertujuan untuk membersihkan nukleus sel dari zat-zat lainnya. Proses ekstraksi dan purifikasi diakhiri dengan adanya proses pengendapan DNA menggunakan etanol. Penambahan etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA sehingga larutan DNA terkonsentrasi dan ketika disentrifugasi DNA akan mengendap (Muladno, 2002). Adapun hasil kemurnian DNA kromosom dan plasmid, sangat ditentukan oleh ketelitian dan kecermatan dalam pelaksanaan penelitian. DNA yang telah diperoleh dianalisis dengan gel agarose. Analisis menggunakan gel agarose dilakukan dengan melakukan elektroforesis DNA sampel bersama dengan DNA penanda kuantitas (marker). Marker yang digunakan dalam praktikum ini adalah KAPA Universal DNA Ladder Kit. KAPA Universal Ladder Kit dirancang untuk menentukan perkiraan ukuran dan jumlah DNA double helix pada gel agarose . KAPA Universal Ladder Kit berisi 18 fragmen DNA (pasangan basa): 100, 150, 200, 300, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1600, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 8000, dan 10000. Serta berisi empat referensi band (500, 1000, 1600 dan 4000) untuk orientasi/perbandingan. Dalam kegiatan biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR. DNA dapat dilihat secara langsung dan dapat ditentukan ukurannya berdasarkan migrasinya pada gel agarose maupun gel poliakrilamid. Elektroforesis adalah migrasi DNA di dalam gel. Untuk dapat divisualisasikan, maka DNA yang terdapat di gel diwarnai dengan ethidium bromida (EtBr), kemudian dilihat di atas sinar ultra violet. Ethidium bromida dapat menangkap sinar ultra violet sehingga pendaran sinar UV ini dapat terlihat. Berikut adalah foto hasil elektroforesis yang di lakukan: bp 10000 - 8000 - 6000 - 5000 - 4000 - 3000 - 2000 - 1600 - 1200 - 1000 - 800 - 600 - 500 - 400 - 300 - 200 - 150 - 100 - Gambar 1. Hasil isolasi DNA plasmid Keterangan : a : marker KAPA Universal Ladder Kit 1 : DNA kelompok 1 dengan penambahan enzim restriksi 2 : DNA kelompok 1 3 : DNA kelompok 2 dengan penambahan enzim restriksi 4 : DNA kelompok 2 5 : DNA kelompok 3 dengan penambahan enzim restriksi 6 : DNA kelompok 3 7 : DNA kelompok 4 dengan penambahan enzim restriksi 8 : DNA kelompok 4 9 : DNA kelompok 5 dengan penambahan enzim restriksi 10 : DNA kelompok 5 Pada gambar diatas terlihat bahwa pada masing masing kelompok diberi 2 perlakuan yaitu: DNA tanpa penambahan enzim restriksi dan DNA yang diberi penambahan enzim restriksi. Secara umum, enzim restriksi dapat dibedakan ke dalam 3 tipe yaitu enzim tipe I, enzim tipe II dan enzim tipe III, pengelompokan tersebut berdasarkan pada komposisi sub unit, posisi pemotongan, spesifisitas sekuen DNA, dan perlu tidaknya kofaktor. Pada praktikum ini digunakan enzim tipe III, yaitu Enzim Restriksi HindIII. Enzim tipe III merupakan kombinasi restriksi dan enzim pemodifikasi. Enzim ini memotong DNA di luar sekuen yang dikenal dan memerlukan 2 sekuen yang sama pada orientasi yang berlawanan pada untai DNA yang sama untuk dapat memotong. Menurut Pingoud et.al (2006) enzim restriksi HindIII dihasilkan dari bakteri Haemophilus influenzae R4 dengan situs pemotongan AAGCTT, suhu optimum 37 0 C dan pH optimum 8,0. Selain itu enzim ini 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 0 a a bereaksi optimum pada jenis garam NaCl 50 mM dengan konsentrasi garam <50 mM dan >100 mM menurunkan dapat menurunkan aktivitas enzim. Hasil pemotongan DNA plasmid dengan enzim restriksi menghasilkan pita dengan ukuran basa yang berbeda dan unik sesuai dengan enzim restriksinya. Pada praktikum, dibandingkan pita-pita hasil elektroforesis DNA plasmid yang telah direstriksi dan yang tidak direstriksi. Dari gambar diatas, terlihat bahwa hasil dari semua kelompok menunjukan letak DNA palsmid yang bermigrasi lebih jauh adalah DNA yang telah diberi penambahan enzim restriksi. Menurut Roberts dan Halford (1993) plasmid yang mempunyai satu situs pemotongan akan mengalami perubahan bentuk menjadi linier jika terpotong. Pada hasil elektroforesis, plasmid sirkular memiliki pergerakan yang lebih lambat dibandingkan plasmid linier, sehingga bila kedua konfigurasi plasmid dielektroforesis bersama, plasmid linier memiliki pergerakan lebih cepat dibandingkan plasmid sirkular (Brown, 1990). Sehingga bentuk linear tersebut dijadikan acuan untuk menunjukan ukuran DNA yang sebenarnya. Sementara DNA tanpa penambahan enzim restriksi masih berbentuk sirkular dan belum bisa menunjukan ukuran yang sebenarnya. Dari gambar terlihat ukuran DNA plasmid E. coli yang diisolasi berkisar dari 2000 sampai 5000 bp ( 2-5 Kbp). V. KESIMPULAN 1. Isolasi DNA plasmid dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi sel; lisis dinding dan membran sel; ekstraksi dalam larutan; purifikasi; dan presipitasi. Tingkat kemurnian DNA plasmid dilihat dari hasil elektroforesis. Ketelitian dan kecermatan dalam pelaksanaan penelitian, sangat menentukan hasil kemurnian DNA plasmid. 2. Fungsi enzim restriksi adalah memotong plasmid pada suatu situs pengenalan tertentu sehingga plasmid yang terpotong akan mengalami perubahan bentuk menjadi linier. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2013. Kappa Universal Ladder. <www.kapabiosystems.com/public>. Diakses pada tanggal 18 Desember 2013. Ardiana, D.W. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 14 : 12-16. Brock, T. D., T. M. Madigan, M. John, Martinko and Paker. 1994. Biology of Microorganisms. Prentice Hall. Brown, T. A. 1991. Pengantar Kloning Gena (terjemahan). Yayasan Essentia Medica. Brown, T. A. 1990. Gene Cloning: An Introduction, 2nd Edition. Chapman and Hall, London. Faatih, M. 2009. Isolasi dan digesti DNA kromosom. Jurnal Penelitian Sains dan Tekhnologi 10 : 61-67. Glick, Z. R. and J. J. Pasternak. 1994. Molekuler Biotechnology, Principles and applications of Recombinan DNA. ASM Press, Washinton D.C. Muladno, 2002. Teknik Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor. Old, R.W. and S. B. Primrose. 1989. Principles of Gene Manipulation, 4th Edition. Blackwell Scientific Publisher, Oxford. Pingoud, A., dan A. Jeltsch. 2006. Structure and function of type II restriction endonucleases. Nucleic Acid Research 29 : 3706-3727. Pharmawati, M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada grevillea spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi 13 : 12-16. Suharsono dan U. Widyastuti. 2006. Penuntun Praktikum Pelatihan Teknik Pengklonan Gen. Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB. Roberts, R. J. dan S. E. Halford. 1993. Type II restriction enzymes. Di dalam: Nucleases, 2nd Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York. LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA ACARA IV PENYIAPAN SEL KOMPETEN Disusun oleh : LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA JURUSAN MIKROBIOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 1. Lestari Wevriandini (PN/12277) 2. Aninda Sidar (PN/12372) 3. Desiani Rizky (PN/12393) 4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590) 5. Muhammad Farmawy (PN/12556) Asisten : 1. Rosyidah Ismi B. 2. Maghfirotul Amaniyah 3. Dewi Fitriani ACARA IV PENYIAPAN SEL KOMPETEN I. TUJUAN 1. Mengetahui proses atau penyiapan sel kompeten buatan secara manual 2. Mengetahui fungsi dan prinsip dari sel kompeten. II. TINJAUAN PUSTAKA Bakteri merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam kelompok organisme prokariotik sehingga memiliki DNA kromosom yang berbentuk sirkuler dan terletak di sitoplasma. Selain memiliki DNA kromosom, bakteri ternyata juga memiliki DNA sirkuler lain yang kemudian dikenal dengan sebutan plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA untai ganda berbentuk sirkuler yang terpisah dari DNA kromosom dengan ukuran mulai dari beberapa ribu pasang basa sampai dengan 100 kilobasa (Alper et al., 2005). Penyiapan sel kompeten merupakan proses yang harus dilakukan sebelum proses transformasi. Sel kompeten merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar. Sel yang biasa digunakan adalah sel E. coli sebagai sel kompeten. Sel tersebut kemudian digunakan untuk transformasi yaitu disisipkannya plasmid ke dalam sel tersebut. Sel yang telah ditransformasi disebut transforman (Lodish et al., 2000). Kemampuan sel dalam menyerap DNA dapat ditingkatkan dengan perlakuan khusus, sehingga sel tersebut menjadi kompeten. Sel kompeten adalah sel yang dapat menyerap DNA karena telah mendapat perlakuan fisik maupun kimia. Sel dapat dibuat kompeten melalui perlakuan dengan garam kalsium klorida (CaCl 2 ) atau rubidium klorida (RbCl) (Primrose dan Twyman, 2006). Sel kompeten alami adalah kemampuan sel untuk mengambil DNA ekstraseluler dan mekanisme yang penting untuk transfer genetik secara horizontal. Keuntungan yang lain dari sel kompeten alami adalah DNA yang diserap dari luat dapat berperan sebagai nutrisi untuk sel tetap bertahan hidup di kondisi lingkungan dengan keterbatasan nutrisi. Hal tersebut daoat meminimalisir kompetisi antar sel. Ada 3 peran sel kompeten, antara lain sebagai bahan untuk transformasi genetik, perbaikan DNA dan persediaan nutrien (Palchevskiy dan Steven, 2006). Isolasi plasmid dari bakteri E.coli biasanya disebut dengan istilah Miniprep, kependekan dari Mini-Preparation. Sesuai dengan istilahnya, pekerjaan ini tidak banyak memakan waktu dan tidak pula berat untuk dilakukan. Bakteri E. Coli yang digunakan dalam transformasi gen atau lebih dikenal dengan istilah kloning gen, pada awalnya hanya mempunyai satu macam untaian DNA atau kromosom (kromosom genomik atau kromosom utama). Setelah ditransformasi dengan DNA plasmid rekombinan , maka bakteri tersebut mempunyai dua macam DNA yaitu kromosm genomik dan ekstra kromosom (DNA plasmid) yang mempunyai karakter yang berbeda. Untuk dapat mengisolasi kedua macam DNA tersebut digunakan metode yang berbeda. Bakteri inang biasanya merupakan suatu galur khas E.coli yang tidak mampu memperbanyak diri tanpa kondisi biakan yang khusus (Elleuche et al., 2010). Trasformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri misalnya bakteri E.coli. Fenotif strain E.coli hasil transformasi akan berubah karena mendapatkan gen- gen penyandi baru yang di bawa oleh molekul DNA tersebut. Molekul DNA ini biasanya di kemas dalam suatu vector, misalnya plasmid (Dressen et al,. 2006). Peningkatan efisiensi transformasi dapat dilakukan dengan modifikasi metode standar CaCl 2 . Konsentrasi optimum CaCl 2 adalah 75 mM. Sel kompeten yang disimpan dalan -20 o C dapat bertahan hingga 7 hari, sementara penyimpanan pada -70 o C dapat bertahan hingga 15 hari. Media LB dapat diganti dengan media SOC yang berisi tripton, ekstrak ragi, NaCl, MgCl 2 , MgSO 4 , dan glukosa. Media ini mendukung pertumbuhan transforman yang lebih cepat. Sementara itu, pada saat transformasi dengan plasmid ditambahkan DMSO dan PEG 8000 . Penambahan ini mampu meningkatkan efisiensi transformasi antara 100-300 kali lipat (Tu, 2005). III. METODOLOGI B. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifus, mikro pipet dan lain-lain. Adapun bahan yang digunakan, antara lain kultur Escherichia coli DH5, 50mM CaCl 2, media LB cair dan lain-lain. C. Cara Kerja Proses Hasil Pengamatan Keterangan 1. E.coli OD600~0,4- 0,5 E.coli berumur 24 jamdimasukkan (3ml) ke medium LBOD600 2. Dimasukkan ke dalam eppedorf 3 ml Tahap ini dilakukan sebanyak 2x karena volume eppendorf terbatas. 3. Sentrifuse 6000 rpm selama 5 menit Sampai terbentuk endapan putih (pellet) 4. Supernatant dibuang Jangan sampai pellet ikut terbuang 5. Ditambah 1,5 ml CaCl 2 50 Mm resuspensi di dalam es 30 menit CaCl 2 akan melemahkan dinding sel 6. Sentrifuse 6000 rpm selama 5 menit Endapan putih (pellet) merupakan lapisan pelindung sel yang rontok 7. Supernatan dibuang ditambah 300 l CaCl 2 Merupakan tahap akhir pelunakan dinding sel 8. Sel kompeten siap pakai Untuk digunakan pada proses transformasi Tabel 1. Cara kerja penyiapan sel E. coli kompeten di laboratorium IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar di samping merupakan hasil dari praktikum yang telah dilakukan, yaitu penyiapan sel kompeten. Sel kompeten yang telah siap ini akan digunakan dalam proses transformasi. Seperti yang kita ketahui bahwa sel kompeten merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar, maka metode penyiapan sel kompeten ini merupakan upaya untuk membuat dinding selnya menjadi lemah sehingga mudah ditembus oleh DNA ekstraseluler. Sel yang digunakan pada praktikum adalah sel E.coli yang berumur 24 jam dalam inkubasi 37 o C dan dengan OD600~0,4-0,5 karena pada masa itu sel sudah mengalami fase eksponensial sehingga dinding sel sudah lunak. Selain itu juga, jumlah bakteri yang terisolasi lebih optimal. Medium LB (Lactose Broth) berperan sebagai sumber karbohidrat untuk metabolisme sel bakteri E.coli. Selain itu, digunakan E.coli sebagai sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel ini memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah. Kemampuan sel dalam menyerap DNA dapat ditingkatkan dengan perlakuan khusus, sehingga sel tersebut menjadi kompeten. Setelah itu, sel sebanyak 3 ml dipindahkan ke dalam eppendorf dan disentrifugasi dengan tujuan untuk memisahkan antara pellet dengan supernatan. Semakin banyak volume kultur yang disentrifugasi, semakin banyak pula pellet yang diperoleh. Setelah supernatan dibuang, pellet diresuspensi menggunakan CaCl 2 dingin, lalu diinkubasi di dalam es. Proses pendinginan akan membuat CaCl 2 mampu melemahkan dinding sel menjadi semakin mudah untuk ditembus plasmid. Kemudian disentrifugasi untuk memisahkan antara pellet dengan kotoran yang ada dalam supernatan. Setelah itu, supernatant dibuang dan ditambahkan CaCl 2 lagi sebagai tahap akhir pelunakan dinding sel. Sel ini sudah siap untuk proses transformasi. Sel kompeten harus tetap dijaga dalam kondisi dingin agar komponen sel tidak berubah karena perubahan suhu, terutama suhu tinggi. Selain metode manual dengan menggunakan CaCl 2, ada metode lain yaitu dengan menggunakan TSS (Transformation and Storage Solution). Metode ini di katakan sederhana karena langkah yang digunakan tidak sebanyak langkah yang di perlukan metode CaCl 2 maupun metode elektroporasi (Chung et al., 1989). V. KESIMPULAN 1. Sel kompeten adalah sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar, maka metode penyiapan sel kompeten ini merupakan upaya untuk membuat dinding selnya menjadi lemah sehingga mudah ditembus oleh DNA ekstraseluler. 2. Metode penyiapan sel kompeten manual menggunakan CaCl 2. Prinsip kerja CaCl 2 adalah melunakkan dinding sel agar mudah ditembus oleh plasmid. DAFTAR PUSTAKA Alper, H, C. Fischer, E. Nevoigt and G. Stephanopoulos. 2005. Turning genetic control through promoter engineering. Proc Natl Acad Sci USA 102 : 12678-12683. Chung, C. T., S. L. Niemela and R. H. Miller. 1989. One-step preparation of competent Escherichia coli: Transformation and storage of bacterial cells in the same solution. Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 86 : 2172-2175. Driessen, A. J. M. and N. Nouwen. 2006. Protein translocation across the bacterial cytoplasmic membrane. Annu Rev Biochem 77 : 643-667. Elleuche, S and S. Poggeler. 2010. Inteins, valuable genetic elements in molecular biology and biotechnology. Appl Microbiol Biotechnol 87 479-489. Lodish, B., Matsudaira, Kaiser, Kriege, Scott, Zipursky and Darnell. 2000. Molecular Cell Biology fifth Edition. Freeman and Company, New York. Palchevskiy, V. and S. Finkel. 2006. Eschericia coli competence gene homologs are essential for competitive fitness and the use of DNA nutrients. Journal of Bacteriology 11 3902- 3910. Primrose S. B. and R. M. Twyman. 2006. Principles of Gene Manipulation and Genomics, Ed.7. Blackwell Publishing, Oxford. Tu. 2005. An improved system for competent cell preparation and high efficency plasmid transformation using different Escherichia coli strains. Electronic Journal of Biotechnology 8. LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA ACARA V TRANSFORMASI Disusun oleh : LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA JURUSAN MIKROBIOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013 1. Lestari Wevriandini (PN/12277) 2. Aninda Sidar (PN/12372) 3. Desiani Rizky (PN/12393) 4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590) 5. Muhammad Farmawy (PN/12556) Asisten : 1. Rosyidah Ismi B. 2. Maghfirotul Amaniyah 3. Dewi Fitriani ACARA V TRANSFORMASI I. TUJUAN 1. Mengetahui proses transformasi DNA plasmid. 2. Mengetahui cara pengecekan hasil transformasi plasmid ke dalam sel kompeten. II. TINJAUAN PUSTAKA Transformasi adalah salah satu teknik dalam bidang biologi molekuler untuk mengintroduksi atau menyisipkan fragmen DNA ke sel inang yang sesuai. Fragmen DNA yang telah dikloning disisipkan ke dalam vector lain,kemudian diintroduksikan ke dalam sel inang sehingga terbentuk DNA rekombinan.DNA rekombinan tersebut dapat digunakan untuk perbanyakan dan mempelajari kerja ekspresi dari gen yang terkandung di dalam DNA rekombinan (Wong, 2006). Trasformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri misalnya bakteri E.coli. Fenotif strain E.coli hasil transformasi akan berubah karena mendapatkan gen- gen penyandi baru yang di bawa oleh molekul DNA tersebut. Molekul DNA ini biasanya di kemas dalam suatu vector, misalnya plasmid (Dressen et al,. 2006). Transformasi DNA merupakan salah satu metode untuk memasukkan DNA ke dalam sel bakteri. Metode transformasi ini pertama kali dikembangkan untuk memindahkan sifat- sifat genetika yang membawa kenyataan bahwa DNA adalah bahan genetika. Meskipun transformasi telah dieksploitasi untuk mempelajari pautan gen pada berbagai organisme, metode ini sekarang secara luas dipakai untuk mentransfer plasmid-plasmid kecil dari satu galur bakteri ke galur lainnya. Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel donor, kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentan terhadap masuknya molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding dan membran sel (Hiei et al, 1994) Proses transformasi dapat digunakan dengan berbagai cara tergantung kepada jenis inang dan objek yang akan di transformasi.Transformasi genetic pada tumbuhan telah banyak dilakukan.Metode transfer gen pada tumbuhan secara garis besar dibagi menjadi dua sistem yaitu sistem transformasi langsung dan sistem transformasi tidak langsung. Sistem transformasi langsung meliputi kejutan panas (heat shock), particle bombardment,transfer dengan poliethylen glycol (PEG) dan elektroporasi sedangkan sistem transformasi tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan perantara berupa A. tumifaciens (Sharma et al., 2005). Sebelum proses transformasi dimulai, yaitu terlebih dahulu membuat sel hidup (bakteri) menjadi kompeten. Jadi pembuatan sel kompeten ini dimaksudkan untuk mengefisienkan pengikatan dan pengambilan molekul DNA yang akan diintroduksikan ke dalam sel. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan fisik dan atau kimia pada sel sesuai dengan prosedur. Dalam proses transformasi, sel kompeten yang dicampur dengan molekul DNA hasil penggabungan akan mengalami tiga kemungkinan, yaitu: (1) sel kompeten tidak kemasukan molekul DNA apapun, (2) sel kompeten kemasukan DNA vektor yang membawa gen target, dan (3) sel kompeten kemasukan DNA vektor yang membawa gen target (yaitu DNA rekombinan) (Aachmann dan Aune, 2009). Keberhasilan proses transformasi dipengaruhi oleh sifat kompeten bakteri dalam pengambilan molekul DNA asing. Sifat kompeten dapat terjadi secara alami pada beberapa bakteri, seperti pada genus Bacillus atau Streptococcus yang mempunyai mekanisme pengikatan dan pengambilan molekul DNA secara. Sifat kompeten tidak dimiliki oleh E. coli, sehingga perlu dilakukan induksi dengan beberapa bahan kimia dan kejutan suhu (Erik dan Finn, 2010). Peningkatan efisiensi transformasi dapat dilakukan dengan modifikasi metode standar CaCl 2 . Konsentrasi optimum CaCl 2 adalah 75 mM. Sel kompeten yang disimpan dalan -20 o C dapat bertahan hingga 7 hari, sementara penyimpanan pada -70 o C dapat bertahan hingga 15 hari. Media LB dapat diganti dengan media SOC yang berisi tripton, ekstrak ragi, NaCl, MgCl 2 , MgSO 4 , dan glukosa. Media ini mendukung pertumbuhan transforman yang lebih cepat. Sementara itu, pada saat transformasi dengan plasmid ditambahkan DMSO dan PEG 8000 . Penambahan ini mampu meningkatkan efisiensi transformasi antara 100-300 kali lipat (Tu et al. 2005). Vektor merupakan molekul DNA yang berperan dalam membawa gen target kedalam sel inang dan berintegrasi dalam genom sel inang. Vektor berfungsi sebagai molekul pembawa fragmen DNA yang akan dimasukkan ke dalam sel inang (Nicholl,2002). Vektor mememiliki beberapa karakteristik yang khas diantaranya adalah memiliki titik Origin of Replication (ORI), penanda selektif dan satu atau lebih situs restriksi agar fragmen DNA dapat disisipkan kedalam vektor. Beberapa jenis vektor yang umum digunakan adalah plasmid,cosmid dan bacteriophage (Primrose et al, 2001). Plasmid adalah salah satu vektor yang biasa digunakan dalam proses pengklonan gen. Vektor adalah pembawa molekul DNA di dalam proses pengklonan gen. Plasmid adalah molekul DNA utas ganda sirkuler (tak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di dalam sitoplasma, dan dapat melakukan replikasi secara autonom. Karakteristik yang penting dari plasmid adalah dapat melakukan replikasi, terdapat di luar kromosom, dan secara genetik dapat ditransfer dengan stabil. Plasmid ini terdapat baik secara alami, maupun sudah mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan keperluan di dalam manipulasi genetik. Satu sel dapat mengandung lebih dari satu kopi plasmid (Primrose et al, 2001). III. METODOLOGI a. Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain mikro pipet, waterbath, sentrifus dan lain-lain. Adapun bahan yang digunakan, antara lain kompeten sel (E.coli DH 5 ), DNA plasmid (pET-25b, Tns-GFP-Kan), medium LB cair dan LB agar dan antibiotik (Ampisilin) (Konsentrasi 100g/ml). b. Cara Kerja Proses Hasil Pengamatan Keterangan 1. Sel kompeten E-coli DH 5 + DNA plasmid Sel kompeten E-coli DH 5 (150 l) dicampurkan dengan DNA plasmid (1- 2 ng/l). Dicampur dengan hati-hati. 2. Inkubasi 30 menit dalam es Dingin membrane sel akan mengkerut 3. Inkubasi di Waterbath 42 o C selama 60 detik Proses Heat shock 4. Inkubasi 3 menit dalam es Dipindahkan dengan cepat proses Heat shock 5. Ditambah 1 ml medium LB cair Inkubasi 37 o C ; 1 jam Sumber nutrisi untuk metabolism sel bakteri E.coli dan perbanyakan sel E-coli 6. Inokulasi 100l kultur ke LB agar + ampisilin Ampisilin digunakan untuk menguji hasil transformasi 7. Inkubasi 37 o C ; 24 jam Sel yang tumbuh hanya sel yang resisten (tersisipi DNA plasmid) Tabel 1. Cara kerja transformasi plasmid ke dalam sel kompeten di laboratorium IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Pertumbuhan sel pada medium LB agar Transformasi ke Escherichia coli dilakukan untuk memperbanyak DNA plasmid rekombinan. Transformasi dilakukan menggunakan metode heat shock yaitu dengan pemberian kejut panas pada suhu 42 o C selama 60 detik. Prinsip dari proses tersebut adalah terjadi lonjakan suhu dari 0 o C ke 42 o C terhadap sel yang telah diberi perlakuan CaCl 2 . Perlakuan CaCl 2 ini dilakukan dalam pembuatan sel kompeten. Medium LB (Lactose Broth) berperan sebagai sumber karbohidrat untuk metabolism sel bakteri E.coli. E.coli digunakan sebagai sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel ini memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah E. coli dapat memasukkan DNA ekstra sel jika dinding selnya diubah sehingga DNA dapat melewatinya dengan mudah. Sel dalam keadaan demikian disebut sel yang kompeten. Sel dibuat kompeten dengan suatu proses yang menggunakan kalsium klorida dan heat shock (kejutan panas). Sel yang berada pada tahap perumbuhan logaritmik lebih mudah untuk dibuat kompeten daripada sel yang berada pada tahap pertumbuhan yang lain. Laju pertumbuhan pada kultur bakteri tidaklah konstan. Pada beberapa jam pertama (lag phase), laju pertumbuhan sangat lambat karena sedikitnya jumlah bakteri awal yang membelah. Fase ini diikuti fase pertumbuhan logaritmik dimana terjadi laju pertumbuhan yang tinggi.Sehingga sel yang di gunakan lebih baik sel yang berada pada fase logaritmik. Sel inang yang membawa DNA palsmid sisipan dapat diietahui dengan penanda seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotik. Bakteri yang membawa plasmid rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tertentu dan yang bukan plasmid rekombinan akan mati. Sel inang yang tersisipi plasmid tersebut akan resisten terhadap antibiotik ampisilin. Dari hasil transformasi dapat dilihat dengan munculnya koloni pada media LB yang telah ditambah ampisilin. Sel yang kompetan dan telah disisipin gen resisten terhadap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Pertumbuhan sel pada medium LB agar Transformasi ke Escherichia coli dilakukan untuk memperbanyak DNA plasmid rekombinan. Transformasi dilakukan menggunakan metode heat shock yaitu dengan pemberian kejut panas pada suhu 42 o C selama 60 detik. Prinsip dari proses tersebut adalah terjadi lonjakan suhu dari 0 o C ke 42 o C terhadap sel yang telah diberi perlakuan CaCl 2 . Perlakuan CaCl 2 ini dilakukan dalam pembuatan sel kompeten. Medium LB (Lactose Broth) berperan sebagai sumber karbohidrat untuk metabolism sel bakteri E.coli. E.coli digunakan sebagai sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel ini memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah E. coli dapat memasukkan DNA ekstra sel jika dinding selnya diubah sehingga DNA dapat melewatinya dengan mudah. Sel dalam keadaan demikian disebut sel yang kompeten. Sel dibuat kompeten dengan suatu proses yang menggunakan kalsium klorida dan heat shock (kejutan panas). Sel yang berada pada tahap perumbuhan logaritmik lebih mudah untuk dibuat kompeten daripada sel yang berada pada tahap pertumbuhan yang lain. Laju pertumbuhan pada kultur bakteri tidaklah konstan. Pada beberapa jam pertama (lag phase), laju pertumbuhan sangat lambat karena sedikitnya jumlah bakteri awal yang membelah. Fase ini diikuti fase pertumbuhan logaritmik dimana terjadi laju pertumbuhan yang tinggi.Sehingga sel yang di gunakan lebih baik sel yang berada pada fase logaritmik. Sel inang yang membawa DNA palsmid sisipan dapat diietahui dengan penanda seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotik. Bakteri yang membawa plasmid rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tertentu dan yang bukan plasmid rekombinan akan mati. Sel inang yang tersisipi plasmid tersebut akan resisten terhadap antibiotik ampisilin. Dari hasil transformasi dapat dilihat dengan munculnya koloni pada media LB yang telah ditambah ampisilin. Sel yang kompetan dan telah disisipin gen resisten terhadap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1. Pertumbuhan sel pada medium LB agar Transformasi ke Escherichia coli dilakukan untuk memperbanyak DNA plasmid rekombinan. Transformasi dilakukan menggunakan metode heat shock yaitu dengan pemberian kejut panas pada suhu 42 o C selama 60 detik. Prinsip dari proses tersebut adalah terjadi lonjakan suhu dari 0 o C ke 42 o C terhadap sel yang telah diberi perlakuan CaCl 2 . Perlakuan CaCl 2 ini dilakukan dalam pembuatan sel kompeten. Medium LB (Lactose Broth) berperan sebagai sumber karbohidrat untuk metabolism sel bakteri E.coli. E.coli digunakan sebagai sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel ini memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah E. coli dapat memasukkan DNA ekstra sel jika dinding selnya diubah sehingga DNA dapat melewatinya dengan mudah. Sel dalam keadaan demikian disebut sel yang kompeten. Sel dibuat kompeten dengan suatu proses yang menggunakan kalsium klorida dan heat shock (kejutan panas). Sel yang berada pada tahap perumbuhan logaritmik lebih mudah untuk dibuat kompeten daripada sel yang berada pada tahap pertumbuhan yang lain. Laju pertumbuhan pada kultur bakteri tidaklah konstan. Pada beberapa jam pertama (lag phase), laju pertumbuhan sangat lambat karena sedikitnya jumlah bakteri awal yang membelah. Fase ini diikuti fase pertumbuhan logaritmik dimana terjadi laju pertumbuhan yang tinggi.Sehingga sel yang di gunakan lebih baik sel yang berada pada fase logaritmik. Sel inang yang membawa DNA palsmid sisipan dapat diietahui dengan penanda seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotik. Bakteri yang membawa plasmid rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tertentu dan yang bukan plasmid rekombinan akan mati. Sel inang yang tersisipi plasmid tersebut akan resisten terhadap antibiotik ampisilin. Dari hasil transformasi dapat dilihat dengan munculnya koloni pada media LB yang telah ditambah ampisilin. Sel yang kompetan dan telah disisipin gen resisten terhadap ampisilin akan mampu tumbuh di dalam medium yang mengandung ampisilin. Namun dalam praktikum ini dalam media tersebut tidak ditumbuhi E-coli, sehingga menunjukkan bahwa sel kompeten tersebut belum tersisispin DNA plasmid yang resisten terhadap ampisilin sehingga tidak mampu tumbuh pada media yang mengandung ampisilin. Hal ini karena E-coli yang digunakan sebagai vector tersebut tipe aslinya tidak mempunyai gen resisten terhadap ampisilin dan hanya E-coli yang sudah tersisipi DNA plasmid yang resisten terhadap ampisilin yang dapat hidup pada media LB + ampisilin. V. KESIMPULAN 1. Trasformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri misalnya bakteri E.coli. Teknik transformasi yang dapat digunakan salah satunya adalah teknik Heat shock. 2. Sel yang kompeten dan telah disisipi DNA plasmid yang membawa gen resisten terhadap ampisilin akan mampu tumbuh di dalam media LB yang sudah ditambah dengan ampisilin. DAFTAR PUSTAKA Aachmann. F. L. and T. E. V. Aune. 2009. Use of cyclodextrin and its derivatives for increased transformation efficiency of competent bacterial cells. App Microbiol Biotech 83 : 589596. Driessen, A. J. M. and N. Nouwen. 2006. Protein translocation across the bacterial cytoplasmic membrane. Annu Rev Biochem 77 : 643-667. Erik.T. A. V and L. A. Finn. 2010. Methodologies to increase the transformation efficiencies and the range of bacteria that can be transformed.Appl Microbiol Biotechnol 85 : 1301 -1313. Hiei. Y, S. Ohta, T. Komari and T. Kumashiro. 1994. Efficient transformation of rice mediated by Agrobacterium and sequence analysis of the boundaries of the T-DNA. The Plant Journal 001-011. Nicholl, D. S. T. 2002. An introduction to genetic engineering, 2 nd ed. Cambridge University Press, New York. Primrose, S. B., R. M. Twyman and R. W. Old. 2001. Principles of Gene Manipulation, 6 th ed. Blackwell Publishing Company, Oxford. Sharma, K. K., P. B. Mathur and T. A. Thropr. 2005. Genetic transformation technology : Status and problems.In Vitro Cell Development Biology Plant 41 : 102-112. Tu. 2005. An improved system for competent cell preparation and high efficency plasmid transformation using different Escherichia coli strains. Electronic Journal of Biotechnology 8. Wong, D. W. S. 2006. The ABC of gene cloning.International Thomson Publishing, New York.