Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA


Disusun oleh :
LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA
JURUSAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
1. Lestari Wevriandini (PN/12277)
2. Aninda Sidar (PN/12372)
3. Desiani Rizky (PN/12393)
4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590)
5. Muhammad Farmawy (PN/12556)
Asisten : 1. Rosyidah Ismi B.
2. Maghfirotul Amaniyah
3. Dewi Fitriani
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA
ACARA I
ISOLASI GENOM BAKTERI
Disusun oleh :
LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA
JURUSAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
1. Lestari Wevriandini (PN/12277)
2. Aninda Sidar (PN/12372)
3. Desiani Rizky (PN/12393)
4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590)
5. Muhammad Farmawy (PN/12556)
Asisten : 1. Rosyidah Ismi B.
2. Maghfirotul Amaniyah
3. Dewi Fitriani
ACARA I
ISOLASI GENOM BAKTERI
I. TUJUAN
1. Mengetahui metode isolasi genom bakteri.
2. Mengetahui metode pengecekan kemurnian DNA genom hasil isolasi.
3. Mengetahui kemurnian dan ukuran DNA genom hasil isolasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Deoxyribonucleic acid (DNA) merupakan senyawa kimia yang paling penting dalam
makhluk hidup. DNA merupakan senyawa yang mengandung informasi genetik makhluk
hidup dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Suryo, 2004). Keseluruhan DNA dalam
suatu sel akan membentuk genom. Genom meliputi bagian gen yang fungsional maupun non-
fungsional dalam sel organisme. DNA genom meliputi gen dan intergen (Campbell, 2000).
Genom adalah keseluruhan yang melengkapi informasi genetik, termasuk gen, susunan
regulator dan noncoding DNA. Pengetahuan tentang genom dari organisme tidak hanya akan
menjeaskan mengenai gen, namun juga menunjukkan bagaimana fungsi organisme dan
sejarah evolusionernya. Analisis genom membentuk bidang genomik, mencakup studi
ekspresi gen, transkripsi dan translasi dari informasi genetik pada tingkat genom. Sekuensing
genom kini telah menjadi suatu hal yang sering digunakan dalam penelitian bidang kesehatan
dan bioteknologi. Dalam beberapa hal, genom dari strain bakteri yang berbeda telah
diurutkan, sehingga dapat dilihat keragaman genetik dalam suatu spesies (Madigan et al.,
2011).
Secara umum, berbagai metode dapat digunakan untuk isolasi DNA dari bahan biologis
yang berbeda, dari mendidihkan sampel dalam air distilasi, autoklaf, gangguan sonikasi
untuk penggunaan enzim yang berbeda dan berbagai surfaktan . Namun, isolasi asam nukleat
dari mycobacteria lebih sulit dibandingkan dari mikroorganisme lain karena dari karakteristik
lapisan peptidoglikan tebal dinding sel mikobakteri, sehingga membuatnya tahan terhadap
sejumlah buffer lisis (Hosek et al., 2006). Isolasi DNA genom berkualitas tinggi merupakan
langkah penting dalam mempelajari perbandingan genom bakteri menggunakan microarrays.
Banyak prosedur yang digunakan secara fisik atau deterjen/enzim, berdasarkan sel yang lisis
diikuti ekstraksi fenol, chaotropic berbasis fraksinasi atau ukuran kolom pemurnian eksklusi
yang digunakan (Zhang et al., 2005).
Isolasi DNA merupakan langkah yang tepat untuk mempelajari DNA. Prinsipnya ada
dua, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan
campuran berdasarkan berat molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul
besar akan berada di bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas
tabung. Hasil sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu
supernatan pada bagian atas dan pelet pada bagian bawah. Presipitasi merupakan langkah
yang dilakukan untuk mengendapkan suatu komponen dari campuran (Campbell, 2000).
Banyak metode sekuensing dan deteksi genomik membutuhkan mikrogram dari
template DNA. Bahkan metode analisis yang sensitifitasnya tinggi seperti PCR sering
dibatasi oleh jumlah template DNA ketika besarnya jumlah dari lokus genetik yang berbeda
harus diuji dari sampel tunggal. Pada saat yang sama, berbagai kesulitan dari lingkungan dan
sampel klinis yang diselidiki telah berkembang pesat (Lasken, 2009).
Analisis genom yang termasuk dalam analisis molekuler banyak memberikan kelebihan
dibanding analisis secara morfologi. Salah satu identifikasi genom yang dilakukan adalah
pada genom mikobakteria. Sekuensing dan penjelasan dari beberapa genom mikobakteria
telah membantu untuk mengidentifikasi sekuens besar polimorfisme (LSPs) yang
didefinisikan sebagai insersi atau delesi yang setidaknya terdiri dari satu ORF. Pola bervariasi
LSP menawarkan metode alternatif dalam mengidentifikasi mikobakteria dengan PCR secara
cepat. LSP dianggap relatif stabil dan telah digunakan untuk mengidentifikasi tautan genetik
dalam dan antara spesies mikobakterium (Horan et al., 2006).
Hasil identifikasi genom lain adalah pada Leptospirilium grup III. Hasil yang didapat
menunjukkan bahwa fragmen genom Leptospirillum grup III menyandikan sejumlah gen lain
yang terlibat dalam fiksasi nitrogen. Ini termasuk ke dalam operon nifSU - hesB - hscBA yang
diperlukan untuk perakitan Fe-S pada kompleks nitrogenase, berbagai gen pengatur ; ntrBC (
sistem pengaturan dua komponen), nifA (aktivator spesifik gen nif), nifL (sensor oksigen/
redoks) dan gen glnB, gen transporter pengkodean molibdat ABC (modA dan modB ) dan
amonium transporter (amtB). Beberapa ortholog gen ini telah di identifikasi dalam L.
Ferrooxidans dengan pengecualian dari ntrB dan ntrC. Menariknya, beberapa gen yang
terlibat dalam jalur asimilasi nitrogen melalui glutamin/glutamat sintetase (GS/GOGAT)
yang biasa digunakan dalam bakteri tampaknya menghilang pada Leptospirillum (glnE dan
gltBD ). Hal ini menunjukkan bahwa genus ini dapat mengasimilasi amonia melalui jalur GS
sama dengan yang diusulkan untuk A. ferrooxidans. Namun, kesimpulan ini masih bersifat
tentatif karena analisis genom tidak selesai (Tyson et al., 2005).
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifuge, mikropipet,
seperangkat alat elektroforesis dan sinar UV. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum,
antara lain kultur bakteri gram positif dan gram negatif, agarose, buffer TE, lisozim 60
mg/ml, SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol etanol 70% dan RNAse.
B. Cara Kerja
No Proses Hasil Pengamatan Keterangan
1. Memasukkan kultur bakteri
gram (+) dan gram (-) ke
dalam eppendorf sebanyak 3
ml
- -
2. Mensentrifugasi kedua
kultur pada kecepatan 6000
rpm selama 5 menit
Terbentuk endapan
3. Menambahkan 410 l buffer
TE pada kedua kultur
bakteri dan menambahkan
50 l lisozim 60 mg/ml
untuk bakteri gram positif
-
4. Menambahkan 30 l SDS
10%, 100 l NaCl 5 M dan
100 l CTAB 10% pada
kedua kultur, lalu inverting
Cairan mengental
yang menunjukkan
terjadinya lisis
5. Menginkubasi kedua kultur
pada suhu 65
o
selama 10-15
menit, lalu inverting
Cairan mengental
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifuge, mikropipet,
seperangkat alat elektroforesis dan sinar UV. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum,
antara lain kultur bakteri gram positif dan gram negatif, agarose, buffer TE, lisozim 60
mg/ml, SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol etanol 70% dan RNAse.
B. Cara Kerja
No Proses Hasil Pengamatan Keterangan
1. Memasukkan kultur bakteri
gram (+) dan gram (-) ke
dalam eppendorf sebanyak 3
ml
- -
2. Mensentrifugasi kedua
kultur pada kecepatan 6000
rpm selama 5 menit
Terbentuk endapan
3. Menambahkan 410 l buffer
TE pada kedua kultur
bakteri dan menambahkan
50 l lisozim 60 mg/ml
untuk bakteri gram positif
-
4. Menambahkan 30 l SDS
10%, 100 l NaCl 5 M dan
100 l CTAB 10% pada
kedua kultur, lalu inverting
Cairan mengental
yang menunjukkan
terjadinya lisis
5. Menginkubasi kedua kultur
pada suhu 65
o
selama 10-15
menit, lalu inverting
Cairan mengental
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifuge, mikropipet,
seperangkat alat elektroforesis dan sinar UV. Adapun bahan yang digunakan pada praktikum,
antara lain kultur bakteri gram positif dan gram negatif, agarose, buffer TE, lisozim 60
mg/ml, SDS 10%, NaCl 5M, CTAB 10%, kloroform, isopropanol etanol 70% dan RNAse.
B. Cara Kerja
No Proses Hasil Pengamatan Keterangan
1. Memasukkan kultur bakteri
gram (+) dan gram (-) ke
dalam eppendorf sebanyak 3
ml
- -
2. Mensentrifugasi kedua
kultur pada kecepatan 6000
rpm selama 5 menit
Terbentuk endapan
3. Menambahkan 410 l buffer
TE pada kedua kultur
bakteri dan menambahkan
50 l lisozim 60 mg/ml
untuk bakteri gram positif
-
4. Menambahkan 30 l SDS
10%, 100 l NaCl 5 M dan
100 l CTAB 10% pada
kedua kultur, lalu inverting
Cairan mengental
yang menunjukkan
terjadinya lisis
5. Menginkubasi kedua kultur
pada suhu 65
o
selama 10-15
menit, lalu inverting
Cairan mengental
6. Menambahkan 690 l
kloroform ke dalam kedua
kultur, lalu inverting
- -
7. Mensentrifugasi kedua
kultur pada kecepatan 12000
rpm kultur selama 10 menit
Terbentuk lapisan
atas (upper
aqueous), tengah
(padat) dan bawah
(kloroform). Pada
bagian atas
diperkirakan
terdapat DNA
8. Mengambil lapisan atas dan
memasukkannya ke dalam
eppendorf baru, lalu
menambahkan 500 l
isopropanol ke dalam kedua
kultur, lalu inverting
- -
9. Menginkubasi larutan pada
eppendorf baru selama satu
jam di dalam kulkas, lalu
mensentrifugasi pada
kecepatan 12000 rpm
selama 10 menit dan
membuang supernatan
- Terbentuk endapan
10. Menambahkan 1 ml etanol
70% dan mensentrifugasi
pada kecepatan 12000 rpm
selama 10 menit, lalu
membuang cairan.
Terbentuk endapan
11. Mengkeringanginkan
endapan
DNA kering :
bening
DNA basah : putih
12. Menambahkan 50 l RNAse
dan menginkubasi pada
suhu 37
o
C selama 30 menit
- -
6. Menambahkan 690 l
kloroform ke dalam kedua
kultur, lalu inverting
- -
7. Mensentrifugasi kedua
kultur pada kecepatan 12000
rpm kultur selama 10 menit
Terbentuk lapisan
atas (upper
aqueous), tengah
(padat) dan bawah
(kloroform). Pada
bagian atas
diperkirakan
terdapat DNA
8. Mengambil lapisan atas dan
memasukkannya ke dalam
eppendorf baru, lalu
menambahkan 500 l
isopropanol ke dalam kedua
kultur, lalu inverting
- -
9. Menginkubasi larutan pada
eppendorf baru selama satu
jam di dalam kulkas, lalu
mensentrifugasi pada
kecepatan 12000 rpm
selama 10 menit dan
membuang supernatan
- Terbentuk endapan
10. Menambahkan 1 ml etanol
70% dan mensentrifugasi
pada kecepatan 12000 rpm
selama 10 menit, lalu
membuang cairan.
Terbentuk endapan
11. Mengkeringanginkan
endapan
DNA kering :
bening
DNA basah : putih
12. Menambahkan 50 l RNAse
dan menginkubasi pada
suhu 37
o
C selama 30 menit
- -
6. Menambahkan 690 l
kloroform ke dalam kedua
kultur, lalu inverting
- -
7. Mensentrifugasi kedua
kultur pada kecepatan 12000
rpm kultur selama 10 menit
Terbentuk lapisan
atas (upper
aqueous), tengah
(padat) dan bawah
(kloroform). Pada
bagian atas
diperkirakan
terdapat DNA
8. Mengambil lapisan atas dan
memasukkannya ke dalam
eppendorf baru, lalu
menambahkan 500 l
isopropanol ke dalam kedua
kultur, lalu inverting
- -
9. Menginkubasi larutan pada
eppendorf baru selama satu
jam di dalam kulkas, lalu
mensentrifugasi pada
kecepatan 12000 rpm
selama 10 menit dan
membuang supernatan
- Terbentuk endapan
10. Menambahkan 1 ml etanol
70% dan mensentrifugasi
pada kecepatan 12000 rpm
selama 10 menit, lalu
membuang cairan.
Terbentuk endapan
11. Mengkeringanginkan
endapan
DNA kering :
bening
DNA basah : putih
12. Menambahkan 50 l RNAse
dan menginkubasi pada
suhu 37
o
C selama 30 menit
- -
13. Melihat kemurnian DNA
pada spektrofotometri
Mendapat nilai
absorbansi untuk
kemurnian DNA
14. Running pada elektroforesis -
Tabel 1. Cara kerja isolasi genom bakteri di laboratorium
13. Melihat kemurnian DNA
pada spektrofotometri
Mendapat nilai
absorbansi untuk
kemurnian DNA
14. Running pada elektroforesis -
Tabel 1. Cara kerja isolasi genom bakteri di laboratorium
13. Melihat kemurnian DNA
pada spektrofotometri
Mendapat nilai
absorbansi untuk
kemurnian DNA
14. Running pada elektroforesis -
Tabel 1. Cara kerja isolasi genom bakteri di laboratorium
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara keseluruhan kumpulan gen-gen yang terdapat di dalam setiap sel individu
organisme disebut sebagai genom atau dapat dikatakan bahwa genom suatu organisme adalah
kumpulan semua gen yang dimiliki oleh organisme tersebut pada setiap selnya. Genom
organisme prokariot seperti bakteri diketahui hanya mempunyai sebuah kromosom yang tidak
dikemas di dalam suatu nukleus sejati. Kromosom ini berbentuk lingkaran (sirkuler) dan
semua gen tersusun di sepanjang lingkaran tersebut. Genom prokariot umumnya berukuran
kurang dari 5 Mb walaupun beberapa melebihi ukuran ini. B. Megaterium misalnya
berukuran kira2 30 Mb. Pandangan tradisional meyakini genom prokariot tipikal berupa
molekul DNA tunggal berbentuk sirkuler. DNA dikemas didalam nukleoid dalam bentuk
supercoil. Model untuk genom E. coli digambarkan dengan 40-50 loop superkoil DNA yang
terikat pada sebuah sumbu protein. Setiap loop berukuran sekitar 100 kb.
Isolasi genom sama dengan isolasi DNA, prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat
molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian
bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung. Hasil sentrifugasi
akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada bagian atas dan
pelet pada bagian bawah.
Pada praktikum, untuk mengisolasi genom bakteri E. coli yang memiliki komponen-
komponen lengkap, seperti dinding sel bakteri atau peptidoglikan pada bakteri gram positif,
membran sel dan sebagainya perlu dihancurkan terlebih dahulu dengan beberapa senyawa
atau larutan. Pada bakteri gram positif awalnya ditambahkan larutan buffer TE, kemudian
ditambahkan enzim lisozim untuk melisiskan dinding sel bakteri gram positif yang tebal,
namun pada bakteri gram negatif pemberian enzim lisozim tidak dilakukan dikarenakan
bakteri gram negatif E. coli tidak mempunyai dinding sel yang tebal seperti bakteri gram
positif, karenanya pada bakteri gram negatif hanya ditambahkan larutan buffer TE. Buffer
TE merupakan salah satu larutan pelisis sel yang merupakan larutan hipotonis. Karena larutan
tersebut hipotonis, maka akan terjadi hemolisis. Setelah penambahan buffer TE dan lisozim
ditambahkan SDS, NaCl dan CTAB. Sodium dodecyl sulphate (SDS) sebagai tahap pelisisan
membran sel. Detergen berperan dalam melisiskan membran sel juga dapat berperan dalam
mengurangi aktivitas enzim nuklease yang merupakan enzim pendegradasi DNA. Cetyl
trimethylammonium bromide (CTAB) juga digunakan untuk melisiskan membran sel bakteri.
NaCl merupakan bahan tambahan yang digunakan untuk keberhasilan pelisisan. Menurut
(Surzycki, 2003), parameter keberhasilan dalam penggunaan CTAB bergantung pada
beberapa hal, yaitu konsentrasi NaCl harus di atas 1.0 M untuk mencegah terbentuknya
kompleks CTAB-DNA. Karena jumlah air dalam pelet sel sulit diprediksi, maka penggunaan
CTAB sebagai pemecah larutan harus dengan NaCl dengan konsentrasi minimal 1.4 M.
Kedua, ekstrak dan larutan sel yang mengandung CTAB harus disimpan pada suhu ruang
karena kompleks CTAB-DNA bersifat insoluble pada suhu di bawah 15C. Ketiga,
penggunaan CTAB dengan kemurnian yang baik akan menentukan kemurnian DNA yang
didapatkan dan dengan sedikit sekali kontaminasi polisakarida. Setelah ditambahkan CTAB,
sampel diinkubasikan pada suhu kamar. Tujuan inkubasi ini adalah untuk mencegah
pengendapan CTAB karena CTAB akan mengendap pada suhu 15C.
Setelah ditambahkan beberapa larutan untuk pelisisan sel, maka dilakukan inverting
yang berfungsi menghomogenkan semua larutan agar proses pelisisan terjadi dengan
sempurna. Setelah inverting suspensi di dalam eppendorf akan mengental yang menunjukkan
bahwa proses lisis sedang terjadi. Setelah itu ditambahkan kloroform sebagai pelarut organik
yang dapat memisahkan senyawa yang terdapat pada eppendorf. Untuk mempercepat
terjadinya pemisahan atau presipitasi, maka dilakukan sentrifugasi. Prinsip utama sentrifugasi
adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul. Dengan menjalankan prosedur
dengan benar akan diperoleh DNA dengan kemurniannya cukup tinggi, dapat dilihat dari
penampakan hasil elektroforesis yang baik. Sehingga yang tertinggal hanya molekul
nukleotida (DNA dan RNA). Hasil yang didapat dari sentrifugasi adalah terbentuk lapisan
atas (upper aqueous), tengah (padat) dan bawah (kloroform). Pada bagian atas diperkirakan
terdapat DNA. Setelah terbentuk lapisan pada eppendorf, maka lapisan atas diambil dan
dipindahkan pada eppendorf baru, kemudian ditambahkan isopropanol sebagai salah satu cara
dalam proses ekstrasi dan purifikasi, pada tahap ini bertujuan untuk membersihkan DNA
genom dari zat-zat lainnya. Proses ekstraksi dan purifikasi diakhiri dengan adanya proses
pengendapan DNA menggunakan etanol. Penambahan etanol berfungsi untuk memekatkan,
memisahkan DNA dari larutan dan mengendapkan DNA sehingga larutan DNA
terkonsentrasi dan ketika disentrifugasi DNA akan mengendap. Setelah dilakukan proses
presipitasi dan dilakukan pencucian dengan etanol, maka etanol kemudian dibuang dan pellet
dikeringanginkan, perlakuan tersebut bertujuan untuk menghilangkan residu etanol dari pelet
DNA. Penghilangan residu etanol dilakukan dengan cara evaporasi karena etanol mudah
menguap. Terakhir ditambahkan RNA-se untuk lebih memurnikan DNA, sehingga jika
terdapat RNA di dalam larutan maka RNA akan hancur.
Sebelum dilakukan elektroforesis, dilakukan pengecekan konsentrasi atau kemurnian
DNA dengan spektrofotometri. Prinsip dasar pada spektrofotometri adalah sampel harus
jernih dan larut sempurna. Tidak ada partikel koloid apalagi suspensi. DNA yang
mengandung basa-basa purin dan pirimidin dapat menyerap cahaya UV. Pita ganda DNA
dapat menyerap cahaya UV pada 260 nm, sedang kontaminan protein atau phenol dapat
menyerap cahaya pada 280 nm. Dengan adanya perbedaan penyerapan cahaya UV ini,
sehingga kemurnian DNA dapat diukur dengan menghitung nilai absorbansi 260 nm dibagi
dengan nilai absorbansi 280 (260/280), dan nilai kemurnian DNA berkisar antara 1.8-2.0.
Kelompok 260 280 260/ 280 Konsentrasi DNA g/mL
I 0,046 0,102 0,45 23
II 0,118 0,184 0,64 59
III 0,082 0,086 0,95 41
IV 0,323 0,286 1,12 161,5
V 0,224 0,346 0,64 112
Tabel 2. Nilai kemurnian DNA berdasarkan hasil spektrofotometri
Berdasarkan hasil yang diperoleh (Tabel 2), makan kemurnian DNA tertinggi adalah pada
kelompok IV, yaitu 161,5 g/mL. Kemurnian DNA tersebut dapat lebih dibuktikan atau
dilihat dengan cara elektroforesis, sehingga dapat dilihat dengan jelas jumlah pasang basa
DNA genom yang diisolasi.
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan
perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Medan listrik dialirkan pada suatu
medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan
memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan
negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium, kemudian
dialiri arus listrik dari suatu kutub ke kutub yang berlawanan muatannya maka molekul
tersebut akan bergerak dari kutub negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut
tergantung pada nisbah muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk
molekulnya. Analisis dengan elektroforesis menggunakan gel agarose dan dengan DNA
penanda kuantitas (marker). Marker yang digunakan dalam praktikum ini adalah KAPA
Universal DNA Ladder Kit. KAPA Universal Ladder Kit dirancang untuk menentukan
perkiraan ukuran dan jumlah DNA double helix pada gel agarose . KAPA Universal Ladder
Kit berisi 18 fragmen DNA (pasangan basa): 100, 150, 200, 300, 400, 500, 600, 800, 1000,
1200, 1600, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 8000, dan 10000. Serta berisi empat referensi
band (500, 1000, 1600 dan 4000) untuk orientasi/perbandingan. Hasil elektroforesis dapat
dilihat dibawah sinar UV yang akan menunjukkan pergerakkan DNA yang diuji.
bp
10000 -
8000 -
6000 -
5000 -
4000 -
3000 -
2000 -
1600 -
1200 -
1000 -
800 -
600 -
500 -
Gambar 1. Hasil elektroforesis isolasi DNA genom bakteri
Keterangan :
1. Marker KAPA Universal Ladder
2. DNA bakteri gram (+) 1
3. DNA bakteri gram (+) 2
4. DNA bakteri gram (-) 1
5. DNA bakteri gram (-) 2
6. DNA bakteri gram (-) 3
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari elektroforesis (Gambar 1) DNA yang tampak
hanya pada kelompok 1 (DNA bakteri gram negatif 1) dan 2 (DNA bakteri gram negatif 2),
padahal kemurnian DNA kelompok 1 dan 2 dari hasil spektofotometri rendah. Molekul DNA
genom yang tampak diperkirakan mempunyai jumlah pasang basa berkisar antara 5000-6000
bp yang menunjukkan bahwa kemurnian DNA genom hasil isolasi baik karena memang
ukuran genom prokariot berdasarkan teori adalah sekitar 5000 bp. Hasil kemurnian tertinggi
pada kelompok 4 (DNA bakteri gram negatif 2) justru tidak tampak dibawah sinar UV. Hal
tersebut terjadi dapat disebabkan oleh tidak akuratnya alat spektofotometri yang digunakan
di awal yang menyebabkan absorbansi yang dilakukan tidak hanya pada molekul DNA
namun juga pada molekul lain, sehingga nilai kemurnian DNA tinggi pada spektrofotometri
tidak dapat dibuktikan melalui elektroforesis. Selain itu, ketidaksesuain data yang diperoleh
juga dapat disebabkan karena memang proses isolasi genom dari awal tidak dilakukan dengan
benar dan teliti yang berdampak pada tidak sempurnanya proses pelisisan sel, pengendapan
hingga pengambilan DNA yang akan diuji, sehingga kemurnian DNA menjadi rendah.
1
2 6 5 4 3
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Isolasi genom sama dengan isolasi DNA, prinsipnya ada dua, yaitu sentrifugasi dan
presipitasi. Sentrifugasi merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat
molekul komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di
bagian bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung. Hasil
sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan pada
bagian atas dan pelet pada bagian bawah.
2. Metode pengecekan kemurnian DNA genom hasil isolasi dapat menggunakan
spektrofotometri dan elektroforesis.
3. Hasil yang diperoleh dari elektroforesis menunjukkan bahwa ukuran genom bakteri yang
diisolasi berkisar antara 5000-6000 bp yang menunjukkan bahwa kemurnian DNA genom
hasil isolasi baik karena memang ukuran genom prokariot berdasarkan teori adalah sekitar
5000bp.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N. A. 2000. Biology, 5
th
Edition. The Benjamin Cummings Publishing Company
Inc., California.
Horan, K. L., R. Freeman, K. Weigel, M. Semret, S. Pfaller, C. Terry, Covert, D. V.
Soolingen, S. C. Leao, M. A. Behr and G. A. Cangelosi. 2006. Isolation of the Genome
Sequence Strain Mycobacterium avium 104 from Multiple Patients over a 17-Year
Period. Journal Of Clinical Microbiology 3 44 : 783789.
Hosek, J., P. Svastova, M. Moravkova, I. Pavlik and M. Bartos. 2006. Methods of
mycobacterial DNA isolation from different biological material : a review. Veterinarni
Medicina 51 5: 180192.
Lasken, R. S. 2009. Genomic DNA amplification by the multiple displacement amplification
(MDA) method. Biochemical Society Transactions 37 2 : 450453.
Madigan, M. T., J. M. Martinko, D. A. Stahl, and D. P. Clark. 2011. Brock Biology of
Microorganisms, 13
th
Edition. Benjamin Cummings, San Fransisco.
Suryo. 2004. Genetika. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Surzycki, S. 2003. Human Molecular Biology Laboratory Manual. Blackwell Publishing,
United State.
Tyson, G. W., I. Lo, B. J. Baker, E. E. Allen, P. Hugenholtz and J. F. Banfield. 2005.
Genome-directed isolation of the key nitrogen fixer Leptospirillum ferrodiazotrophum
sp. nov. from an acidophilic microbial community. Appl. Environ. Microbiol., 71 10 :
6319-6324.
Zhang, L., B. Foxman, R. Janet, Gilsdorf and C. F. Marrs. 2005. Bacterial genomic DNA
isolation using sonication for microarray analysis. BioTechniques 39 : 640-644.
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA
ACARA II
AMPLIFIKASI GEN 16S rRNA
Disusun oleh :
LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA
JURUSAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
1. Lestari Wevriandini (PN/12277)
2. Aninda Sidar (PN/12372)
3. Desiani Rizky (PN/12393)
4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590)
5. Muhammad Farmawy (PN/12556)
Asisten : 1. Rosyidah Ismi B.
2. Maghfirotul Amaniyah
3. Dewi Fitriani
ACARA II
AMPLIFIKASI GENA 16S rRNA
I. TUJUAN
1. Melakukan amplifikasi gena 16S rRNA
2. Mengetahui prinsip kerja PCR
II. TINJAUAN PUSTAKA
Banyak bakteri yang berada dalam satu genus yang hanya dideskripsikan berdasarkan
habitatnya, patogenitasnya terhadap mamalia atau serangga, dan karakteristik morfologi dan
anatominya. Akan tetapi, hubungan taksonomi dari beberapa spesies dari genus yang sama ini
menjadi samar-samar. Ini disebabkan karena identifikasi konvensional saat ini tidak dapat
menyelidiki secara spesifik dari spesies yang ada (Ash, 1991).
Walaupun identifikasi secara konvensional dapat dengan cepat didapatkan hasilnya dan
lebih murah. Tetapi terdapat beberapa kekurangan pada identifikasi konvensional. Yaitu pada
identifikasi secara konvensional, diperlukan waktu untuk beberapa bakteri yang tumbuh lama
seperti Mycobacterium spp. yang memerlukan waktu 6 sampai 8 minggu untuk tumbuh pada
kultur. Selain itu identifikasi secara konvensional juga sulit dilakukan pada bakteri yang baru
karena chronometer yang dipakai tidak spesifik dan universal. Oleh karena itu diperlukan
chronometer yang spesifik sehingga dapat mengidentifikasi sampai spesies dan universal
dimiliki oleh semua organisme (Devereux, 1995).
Ada beberapa alasan mengapa gena 16S rRNA begitu penting sebagai alat filogenetik
dan sangat berguna untuk identifikasi. Pertama karena gena ini ada pada semua bakteria
sehingga gena ini menjadi target yang universal pada identifikasi bakteri. Kedua adalah
karena fungsi 16S rRNA pada bakteri tetap sama sejak dahulu kala. Walaupun pada evolusi
terjadi perubahan sekuen, tetapi perubahan yang terjadi adalah perubahan sekuen acak tanpa
perubahan fungsi. Dan yang terakhir adalah gena 16S rRNA adalah gena yang cukup besar
(kurang lebih 1500 pasang basa) untuk menampung informasi yang valid secara statistik. Dan
ini membuat gena 16Sr RNA menjadi molecular chronometer yang akurat (Patel, 2001).
Di dalam dunia genetikan mikrobia ada cara untuk memperbanyak gen tertentu. Ini
dinamakan amplifikasi DNA. Amplifikasi DNA ini dilakukan secara in vitro dengan
menggunakan alat PCR (Polymeare Chain Reaction). Pada alat ini gen yang tadinya satu
direplikasi dan salinannya direplikasi kembali secara terus menerus sehingga didapat banyak
salinan gen tertentu pada akhir PCR (Hyndman dan Mitsuhashi, 2003).
Cara kerja PCR melibatkan ulangan-ulangan siklus yang terdapat tahapan berupa
denaturasi, hibridisasi atau annealing, dan elongasi polimerase menghasilkan dua salinan dari
setiap satu untai ganda. Tahapan denaturasi dilakukan untuk memisahkan untai ganda dengan
prinsip bahwa DNA akan memisah menjadi untai tunggal pada suhu tinggi. Kemudian tahap
annealing adalah tahapan saat primer akan menempel pada template membentuk ikatan
hidrogen, lalu DNA polimerase akan menempel pada ikatan tersebut dan memulai
pembentukan DNA. Setelah itu dilakukan tahap elongasi dengan membuat kondisi suhu yang
optimal bagi DNA polimerase untuk memulai sintesis untai baru DNA, membentuk salinan
baru pada masing-masing untai tunggal. Tahap-tahap tersebut kemudian dilakukan kembali
untuk membentuk salinan yang lebih banyak (Gibbs, 1990).
Setiap siklus PCR melibatkan interaksi antara dua primer oligonukleotida dengan DNA
polimerase. Primer yang digunakan utuk PCR harus memenuhi beberapa persyaratan.
Panjang primer yang dianggap optimal untuk PCR yaitu sekitar 18-24 basa, panjang ini sudah
cukup panjang untuk menjadi spesifik dan cukup pendek untuk dapat menempel pada suhu
Tm (Temperatur leleh primer). Primer yang optimal biasanya memiliki Tm sekitar 52-58
o
C
dan suhu diatas 65
o
C umumnya perlu dilakukan dua kali annealing. Suhu Tm ditentukan
oleh kadar GC pada primer (Dieffenbach et al, 1993). DNA polimerase yang digunakan pada
PCR biasanya didapatkan dari bakteri termofilik karena dalam proses PCR akan melibatkan
suhu tinggi sehingga dibutuhkan DNA polimerase yang tahan suhu tinggi. Sumber DNA
polimerase yang sering digunakan adalah dari Thermus aquaticus dan DNA polimerasenya
sering disingkat menjadi Taq Polimerase. Meski tahan suhu tinggi Taq memiliki kekurangan
yaitu ketelitianya yang kurang karena tidak mempunyai mekanisme proofreading sehingga
mengakibatkan rendahnya ketelitian, karena itu biasanya ditambahkan enzim untuk
mekanisme proofreading (Pavlov et al., 2004).
Pemilihan primer yang baik dapat menentukan efisiensi dan spesifitas dari PCR.
Walaupun pada banyak kasus primer PCR dapat dipilih dengan berdasarkan pemahaman
yang sedikit, tetapi seringkali pemilihan primer ini lebih baik menggunakan primer yang
didesain secara bagus. Salah satu sapek yang menentukan apakah sebuah primer itu baik atau
buruk adalah kadar G/C. primer yang baik biasanya mengandung kadar G/C 40% sampai
60%. Walaupun begitu, tidak ada alasan yang pasti untuk ini, akan tetapi ini menjadi
pertimbangan yang baik untuk digunakan (Dveksler, 1995).
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakandalampraktikuminiadalaheppendorf, pipet lengkapdengan tip,
alatelektroforesis, UV iluminatordanalat PCR.Bahan yang digunakanadalah 1 L template
kultur, 9 L PCR grade water, 1.25 L Primer Forward, 1.25 L Primer Reverse, dan 12.5
L Gotaq Green Master Mix 2x.
B. Cara Kerja
Proses Keterangan
PCR grade water 9 L
Primer Forward 1.25 L
Primer Reverse 1.25 L
Template 1 L
Gotaq Green Master Mix 2x 12.5 L
PCR
1. Pre-denaturasi: 95
o
C, 2 menit
2. Denaturasi: 95
o
C, 30 detik
3. Annealing: 52
o
C, 30 detik
4. Extension: 72
o
C, 1 menit
5. Final Extension: 72
o
C, 5 menit
Elektroforesis Hasil PCR dielektroforesisbersamadengan marker
Proses Keterangan
PCR grade water 9 L
Primer Forward 1.25 L
Primer Reverse 1.25 L
Template 1 L
Gotaq Green Master Mix 2x 12.5 L
PCR
Temperaturdisesuaikandengan yang ada di
bukupetunjuk
Elektroforesis Hasil PCR dielektroforesis bersama dengan
marker
Tabel 1. Cara kerja amplifikasi 16s Rrna di laboratorium
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada amplifikasi gena 16S rRNAdigunakan PCR untuk amplifikasinya. PCR ini cara
kerjanya berupa siklus replikasi yang berulang-ulang. Gena 16S rRNA yang tadinya hanya
satu berubah menjadi dua lalu empat dan akan terus bertambah secara eksponensial. Siklus
yang terjadipada PCR adalahsebagaiberikut:
1. Pre-denaturasi :padatahapan ini dibutuhkan suhu yang tinggi yaitu 95
o
C dan waktu yang
lama yaitu 2 menit. Karena ini dibutuhkan agar DNA yang akan diamplifikasi menjadi
terdenaturasi dan menjadi kompatibel untuk diamplifikasi.
2. Denaturasi : setelah pre-denatrasi baru masuk siklus PCR. Tahapan pertama PCR ini
dinamakan denaturasi. Pada tahap ini DNA yang akan diamplifikasi didenaturasi sehingga
DNA yang tadinya duoble stranded putus ikatannya menjadi single stranded.
3. Annealing: pada tahap ini primer forward maupun primer reverse menempel pada ujung 3
gen yang akan kita amplifikasi. Sehigga pada tahap ini suhu diturunkan menjadi 52
o
C
selama 30 detik
4. Extension: pada tahap ini terjadi sintesis DNA pada primer oleh DNA polimerase
sehingga terjadi pemanjangan primer. Pada tahap ini suhu diubah menjadi 72
o
C selama 1
menit karena ini merupakan keadaan yang paling optimal bagi DNA polimerase.
5. Final extension: setelah melalui siklus sebanyak 30 kali, maka tahapan yang palingakhir
adalah final extension. Pada tahap ini terjadi penyempuraan DNA yang diamplifikasi
sehingga hasil amplifikasi merupakan DNA yang fungsional.
Kemudian pada PCR ini terdapat beberapa bahan yang diberikan yaitu:
1. PCR grade water: ini adalah cairan tambahan yang membuat volume cairan pada eppedrof
menjadi pas. Cairan ini tidak ikut berpengaruh pada proses PCR.
2. Primer F dan R: ini merupakan primer yang menjadi awalan pada amplifikasi DNA
3. Template: cairan ini mengandung gena yang akan diamplifikasi
4. Gotaq Green Master Mix: cairan ini mengandung semua yang dibutuhkan untuk sintesis
DNA. Bahan yang dibutuhkan adalah DNTP sebagai bahan baku DNA, MgCl2 sebagai
buffer dan DNA polimerase sebagai enzim untuk sintesis DNA
Lalu setelah PCR, hasil PCR dielektroforesis untuk melihat apakah gen 16S rRNA
yang kita amplifikasi berhasil atau tidak. Elektroforesis ini merupakan proses pemisahan gen
dengan melewatkan gen yang akan kita identifikasi melalui gel agarosa menuju kutub positif
karena DNA bermuatan negatif. Semakin kecil ukuran gen maka akan semakin jauh tertarik
di kutub positif.
Gambar 1. Elektroforesis gen 16s rRNA
Gambar di atas adalah hasil elektroforesis yang telah dilakukan. Pada gambar di atas terdapat
penebalan pada daerah dengan marker 1500 pasang basa. Ini bisa dipastikan bahwa daerah
yang mengalami penebalan merupakan kumpulan gena 16S rRNA karena gena 16S rRNA
juga memiliki sekitar 1500 pasang basa. Dengan begini dapat disimpulkan bahwa amplifikasi
gena 16S rRNA berhasil.
V. KESIMPULAN
1. Amplifikasi gena 16S rRNA berhasil dilakukan.
2. Mekanisme kerja PCR pertama adalah pre-denaturasi, lalu denaturasi, lalu annealing, lalu
extension, dan yang terakhir adalah final extension.
Kelompok 5
Marker 1500 bp
Gena 16S rRNA
DAFTAR PUSTAKA
Ash, C., Farrow, J. A., Dorsch, M., Stackebrandt, E., & Collins, M. D. 1991. Comparative
analysis of Bacillus anthracis, Bacillus cereus, and related species on the basis of
reverse transcriptase sequencing of 16S rRNA. International journal of systematic
bacteriology, 41(3), 343-346.
Devereux, R. and Willis, S. G. 1995. Amplification of ribosomal RNA sequences. In
Molecular microbial ecology manual (pp. 277-287). Springer, Netherlands.
Dveksler, G. S. 1995. PCR primer. C. W. Dieffenbach (Ed.). Cold Spring Harbor Laboratory
Press.
Gibbs, R. A. 1990. DNA amplification by the polymerase chain reaction. Analytical
Chemistry 62 : 1202-1214.
Hyndman, D. L. And M. Mitsuhashi. 2003. PCR primer design. In PCR protocols, Humana
Press.
Patel, J. B. 2001. 16S rRNA gene sequencing for bacterial pathogen identification in the
clinical laboratory. Molecular Diagnosis, 6 : 313-322.
Pavlov, A. R., Pavlova, N. V., Kozyavkin, S.A. and Slesarev, A.I. 2004. Recent
developments in the optimization of thermostable DNA polymerase for efficient
applications. Trends in Biotechnology 22 : 253-260.
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA
ACARA III
ISOLASI DNA PLASMID DAN ENZIM RESTRIKSI
Disusun oleh :
LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA
JURUSAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
1. Lestari Wevriandini (PN/12277)
2. Aninda Sidar (PN/12372)
3. Desiani Rizky (PN/12393)
4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590)
5. Muhammad Farmawy (PN/12556)
Asisten : 1. Rosyidah Ismi B.
2. Maghfirotul Amaniyah
3. Dewi Fitriani
ACARA III
ISOLASI DNA PLASMID DAN ENZIM RESTRIKSI
I. TUJUAN
1. Mengetahui cara isolasi DNA plasmid
2. Mengetahui fungsi enzim restriksi
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Suharsono dan Widyastuti (2006) plasmid adalah molekul DNA utas ganda
sirkuler (tidak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di dalam sitoplasma dan dapat
melakukan replikasi secara autonom. Beberapa hal penting yang dapat menyebabkan plasmid
dapat digunakan sebagai wahana (vektor) kloning, antara lain: a). plasmid mempunyai ukuran
molekul yang kecil sehingga DNA nya lebih mudah diisolasi dan dimanipulasi; b). DNA nya
berbentuk sirkuler sehingga DNA akan lebih stabil selama diisolasi secara kimia; c).
mempunyai titik ori (origin of replication) sehingga dapat memperbanyak diri (bereplikasi)
di dalam sel inang secara otonomi; d). mempunyai jumlah kopi yang banyak (multiple copy)
sehingga terdapat di dalam sel dalam jumlah banyak dan membuat DNA lebih mudah
diamplifikasi; e). mempunyai penanda seleksi, yakni gen ketahanan terhadap antibiotik
tertentu sehingga lebih memudahkan dalam mendeteksi plasmid yang membawa gen tertentu
(Brock et al., 1994).
Secara garis besar isolasi plasmid terdiri dari tiga tahapan kegiatan, yaitu tahap
kultivasi dan harvesting, tahap lisis dan tahap pemurnian DNA plasmid. Kultivasi yaitu
memberikam kesempatan bagi bakteri untuk memperbanyak diri sehingga pada saat
pemanenan didapatkan plasmid dalam jumlah yang banyak. Lisis (pemecahan dinding sel),
membran sel bakteri tersusun atas membran luar dan membran dalam, membran luar terdiri
atas lipopolisakarida, protein, fosfolipid, lipoprotein, dan peptidoglikan sedangkan membran
dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang juga terintegrasi protein di dalamnya
(Saunders dan Parkers, 1999). Secara kimia lisis dinding sel dapat dilakukan dengan
menambahkan senyawa kimia seperti lisozim, EDTA (ethilendiamin tetraasetat) dan SDS
(sodium dodesil sulfat). Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara
mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun
mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Adapun SDS yang
merupakan sejenis deterjen dapat digunakan untuk merusak membran sel. Ini semua
menyebabkan sel menjadi lisis. Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA
dan SDS dibersihkan dengan cara sentrifugasi, sehingga yang tertinggal hanya molekul
nukleotida (DNA dan RNA). Untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan phenol
(mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform (membersihkan protein dan
polisakarida dari larutan). Etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari
larutan dan mengendapkan DNA (Muladno, 2002).
Isolasi DNA/RNA merupakan langkah awal yang harus dikerjakan dalam proses
rekayasa genetika sebelum melangkah ke proses selanjutnya. Prinsip dasar isolasi total
DNA/RNA dari jaringan adalah dengan memecah dan mengekstraksi jaringan tersebut
sehingga akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri DNA, RNA dan substansi dasar lainnya.
Ekstrak sel kemudian dipurifikasi sehingga dihasilkan pelet sel yang mengandung DNA/RNA
total. Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu: (1) Isolasi sel; (2) Lisis dinding dan
membran sel; (3) Ekstraksi dalam larutan; (4) Purifikasi; dan (5) Presipitasi. Prinsip-prinsip
dalam melakukan isolasi DNA ada 2, yaitu sentrifugasi dan presipitasi. Prinsip utama
sentrifugasi adalah memisahkan substansi berdasarkan berat jenis molekul. Dengan
menjalankan prosedur dengan benar akan diperoleh DNA kromosom dan plasmid dengan
kemurniannya cukup tinggi, dapat dilihat dari penampakan hasil elektroforesis yang baik.
Ketelitian dan kecermatan dalam pelaksanaan penelitian, sangat menentukan hasil kemurnian
DNA kromosom dan plasmid (Faatih, 2009).
Langkah pertama untuk mendapatkan DNA plasmid adalah dengan menumbuhkan sel-
sel bakteri yang mengandung plasmid rekombinan. Setelah itu sel dipanen, dinding serta
membran sel dipecah sehingga isi sel (ekstrak sel) keluar. Ekstrak sel ini kemudian
dipurifikasi dengan serangkaian perlakuan sehingga diperoleh DNA plasmid yang murni.
Homogenisasi sel dengan prosedur sentrifugasi akan menghasilkan DNA utuh karena proses
ini menyebabkan disrupsi sel dan tercucinya komponen-komponen sel lain selain DNA.
Penambahan kloroform setelah sentrifugasi memisahkan larutan menjadi fase cair dan padat
dimana fase cair merupakan DNA dan fase padat adalah campuran protein dan DNA (Faatih,
2009).
Ekstraksi DNA dilakukan berdasarkan metode dari Doyle dan Doyle (1987) dalam
Ardiana (2009) yang dimodifikasi. Pada metode itu, sebanyak 200 mg sampel tanpa tulang
daun ditambah PVP 0,02 g digerus dengan nitrogen cair hingga halus (tepung). Selanjutnya
hasil gerusan dipindahkan ke dalam tabung eppendorf ukuran 1,5 ml, lalu ditambah 0,5 ml
bufer ekstraksi CTAB (1,4 M NaCl, 2% CTAB, 50 mM EDTA, 1 M Tris-HCl pH 8,0 dan
0,2% -mercaptoetanol). Proses lisis dinding sel dilakukan dengan menginkubasi tabung
berisi sampel daun ke dalamwaterbath suhu 65oC selama 60 menit. Pellet DNA yang
terbentuk di dasar tabung kemudian dikering udarakan. Setelah itu ditambahkan 100 l
ddH2O dan disimpan dalam lemari pendingin (-4
0
C) (Pharmawati, 2009).
KAPA Universal Ladder Kit dirancang untuk menentukan perkiraan ukuran dan jumlah
DNA double helix pada gel agarose. KAPA Universal Ladder Kit berisi 18 fragmen DNA
(pasangan basa): 100, 150, 200, 300, 400, 500, 600, 800, 1000, 1200, 1600, 2000, 3000,
4000, 5000, 6000, 8000, dan 10000. Serta berisi empat referensi band (500, 1000, 1600 dan
4000) untuk orientasi/ perbandingan. Kit juga diformulasikan dengan loading dye DNA
untuk dimuat langsung pada gel agarose (Anonim, 2013).
Menurut Brown (1991) dan Glick and Pasternak (1994), dalam menyusun peta restriksi
harus dilakukan suatu rangkaian digesti restriksi. Jumlah dan ukuran fragmen yang dihasilkan
oleh tiap-tiap endonuklease restriksi harus ditentukan dengan elektroforesis gel, kemudian
dibandingkan dengan ukuran marka. Hasil yang didapat harus didukung oleh hasil rangkaian
digesti ganda, yaitu DNA dipotong dengan dua enzim restriksi secara bersamaan.
Pembandingan hasil digesti tunggal dan digesti ganda akan memungkinkan pemetaan banyak
tempat restriksi.
Plasmid dapat dipotong oleh enzim restriksi karena adanya bermacam situs pengenalan
dalam suatu plasmid. Dalam perkembangannya, plasmid direkayasa secara genetik agar
memiliki berbagai situs pengenalan oleh enzim restriksi untuk menfasilitasi kebutuhan
kloning (Brown, 1990). Terdapatnya berbagai situs pengenalan dalam plasmid dapat
digunakan untuk mendeteksi aktivitas pemotongan dari ekstrak enzim restriksi.
Umumnya plasmid berbentuk molekul DNA sirkuler berutas ganda. Apabila kedua utas
berupa lingkaran utuh, molekulnya digambarkan sebagai CCC (Covalently Closed Circular)
DNA yang berarti lingkaran tertutup kovalen. Apabila hanya satu utas yang utuh molekulnya
digambarkan sebagai OC DNA atau lingkaran terbuka (Open Circular). Ketika diisolasi dari
sel, CCC memiliki defisiensi lengkungan pada heliks rangkap, sehingga terbentuk konfigurasi
kumparan terpilin (superkoil) (Old dan Primrose, 1989).
Perbedaan konfigurasi struktural menyebabkan DNA superkoil dan OC DNA terpisah
pada elektroforesis dengan gel agarosa. Bentuk DNA superkoil memiliki pergerakan yang
tercepat. Plasmid yang mempunyai satu situs pemotongan akan mengalami perubahan bentuk
menjadi linier jika terpotong. Jika pemotongan berjalan kurang sempurna, dapat pula
dihasilkan bentuk OC yang menyertai bentuk linier (Roberts dan Halford, 1993). Pada hasil
elektroforesis, plasmid OC memiliki pergerakan yang lebih lambat dibandingkan plasmid
linier, sehingga bila ketiga konfigurasi plasmid dielektroforesis bersama, plasmid superkoil
memiliki pergerakan tercepat, diikuti plasmid linier dan plasmid OC (Brown, 1990).
III. METODOLOGI
A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum adalah eppendorf, pipet lengkap dengan tip,
vortex, sentrifuge, UV iluminator dan waterbath. Bahan yang digunakan adalah 3 ml kultur
E.coli pET, solution I 100 l, solution II 200 l, solution III 150 l, 750 l etanol pekat,
etanol 70 % 1 ml, 10 M TE 50 l, plasmid pET-25b hasil isolasi 0,5 ml, enzim restriksi
HindIII 0,5 ml, buffer HindIII 0,5 ml dan air 0,5 ml.
B. Cara Kerja
Proses Hasil
Pengamatan
Keterangan
Sentrifugasi kultur E.coli pET 6000
rpm selama 5 min.
Peletakkan eppendorf harus
seimbang agar hasilnya
optimal
Supernatan dibuang Diperlukan kehati-hatian agar
sel pelet tidak ikut terbuang
Sel pelet ditambah solution I 100
l lalu divortex
Soluton I ditambahkan
melalui dinding eppendorf
Inkubasi dalam lemari es selama 5
menit
Inkubasi dilakukan untuk
mereaksikan senyawa-
senyawa kimia dalam
solution I
Ditambahkan 200 l solution II ,
lalu di inverting
Diinkubasi dalam lemari es selama
5 menit
Inkubasi dilakukan untuk
mereaksikan senyawa-
senyawa kimia dalam
solution II
Ditambah 150 l solution III lalu di
inverting
Diinkubasi dalam lemari es selama
5 menit
Inkubasi dilakukan untuk
mereaksikan senyawa-
senyawa kimia dalam
solution III
Sentrifugasi 12000 rpm selama 10
menit
Peletakan eppendorf harus
seimbang agar hasilnya
optimal
Supernatan diambil dan dipindah
ke eppendorf baru
Pengambilan harus dilakukan
dengan hati-hati
Ditambah etanol pekat 750 l Penambahan etanol untuk
memekatkan dan
memisahkan DNA dari
larutan
Diinkubasi -20
0
C (overnight)
Sentrifugasi 12000 rpm selama 10
menit
Peletakan eppendorf harus
seimbang agar hasilnya
optimal
Supernatan dibuang Diperlukan kehati-hatian agar
DNA tidak ikut terbuang
Pelet ditambah etanol 70 % 1 ml
lalu di inverting
Penambahan etanol untuk
mengendapkan DNA
sehingga larutan DNA
terkonsentrasi dan ketika
disentrifugasi DNA akan
mengendap
Sentrifugasi 12000 rpm selama 10
menit
Peletakan eppendorf harus
seimbang agar hasilnya
optimal
Supernatan dibuang Diperlukan kehati-hatian agar
DNA tidak ikut terbuang
Pelet dikeringkan Pelet yang sudah kering
diindikasikan dengan warna
bening (DNA tidak terlihat)
Ditambah 10 M TE 50 l Penambahan 10 M TE
kedalam eppendorf harus
sangat diperhatikan karena
jumlah yang dimasukan
sangat sedikit
Tabel 1. Cara kerja isolasi DNA plasmid dan enzim restriksi di laboratorium
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Plasmid adalah DNA ekstrakromosomal yang umumnya berbentuk sirkular dan secara
alami dapat dijumpai pada bakteri dan beberapa jenis yeast uniselular seperti Saccharomyces
cereviseae. Plasmid dapat berukuram mulai dari 1000 base pair (bp) sampai 1000 kilo base
pair (Kbp), dengan jumlah per sel bervariasi dari satu sampai ribuan salinan (copy) molekul.
Dalam rekayasa genetika, plasmid memiliki peran yang sentral sebagai vektor untuk
pengklonan dan ekspresi gen. Sebagai vektor yang ideal, plasmid memiliki ori (origin of
replication) sebagai titik awal replikasi untuk perbanyakannya di dalam sel inang; multiple
cloning sites (MCS) sebagai tempat penyisipan segmen DNA atau gen yang akan diklon atau
diekspresikan; dan gen penanda seleksi, misalnya gen resistensi antibiotik yang berguna
untuk seleksi klon. Isolasi plasmid adalah salah satu aktivitas yang rutin dilakukan di
laboratorium-laboratorium biologi molekular yang melakukan aktivitas pengklonan gen.
Secara umum, isolasi plasmid bertujuan mengekstrak plasmid dan memisahkannya dari
berbagai komponen selular bakteri lainnya, seperti protein, lemak, RNA, dan DNA
kromosomal.
Dalam isolasi DNA plasmid, dilakukan 5 tahap utama yaitu : isolasi sel, pelisisan
dinding dan membran sel, pengekstraksian dalam larutan, purifikasi, dan presipitasi. Tahap
pertama yang dilakukan yaitu mengisolasi genom sel E.coli. Tahap selanjutnya yaitu
melisiskan dinding dan membran sel. Membran sel bakteri tersusun atas membran luar dan
membran dalam, membran luar terdiri atas lipopolisakarida, protein, fosfolipid, lipoprotein,
dan peptidoglikan, sedangkan membran dalam tersusun atas membran fosfolipid bilayer yang
juga terintegrasi protein di dalamnya (Saunders and Parkers, 1999). Pelisisan dinding dan
membran sel dilakukan dengan cara menambahkan solution I yang terdiri dari ETDA, larutan
Tris pH 8 dan glukosa. Dalam hal ini fungsi EDTA adalah sebagai perusak sel dengan cara
mengikat magnesium. Ion ini berfungsi untuk mempertahankan integritas sel maupun
mempertahankan aktivitas enzim nuklease yang merusak asam nukleat. Penambahan larutan
Tris berfungsi untuk membersihkan sel dari media dan bahan lain yang tidak diinginkan.
Sedangkan penambahan glukosa akan mencegah buffer Tris merusak sel yang diinginkan dan
membuat lingkungan hiperosmotik. Selanjutya ditambahkan solution II yang terdiri dari SDS
dan NaOH. SDS (sodium dodesil sulphate) merupakan deterjen yang berperan untuk melisis
dinding atau membran sel yang terdiri dari lipid (fosfolipid). NaOH berperan sebagai larutan
basa yang berfungsi untuk denaturasi protein atau DNA dari double strain menjadi single
strain. Selanjutnya ditambahkan solution III yang terdiri dari KOAc, asam asetat dan H
2
O.
Terjadinya proses lisis ditandai dengan terbentuknya lendir.
Kotoran sel yang ditimbulkan akibat perusakan oleh EDTA dan SDS dibersihkan
dengan cara sentrifugasi, prinsip utama sentrifugasi adalah memisahkan substansi
berdasarkan berat jenis molekul. Dengan menjalankan prosedur dengan benar akan diperoleh
DNA kromosom dan plasmid dengan kemurniannya cukup tinggi, dapat dilihat dari
penampakan hasil elektroforesis yang baik. Sehingga yang tertinggal hanya molekul
nukleotida (DNA dan RNA). Selain itu, untuk menghilangkan protein dari larutan, digunakan
phenol (mengikat protein dan sebagian kecil RNA) dan chloroform (membersihkan protein
dan polisakarida dari larutan). Phenol-Chloroform berfungsi sebagai pelarut dari senyawa
organik dan komponen lipid. Dengan dilakukannya ekstraksi menggunakan PCl maka setelah
disentrifugasi terbentuklah 3 fase dimana terdiri dari fase air yang ada di paling atas, protein
yang terkoagulasi di fase yang ada di tengah dan fase Phenol-Chloroform yang ada di paling
bawah karena sifat chloroform yang berat jenisnya besar. Tahap berikutnya adalah purifikasi,
pada tahap ini bertujuan untuk membersihkan nukleus sel dari zat-zat lainnya. Proses
ekstraksi dan purifikasi diakhiri dengan adanya proses pengendapan DNA menggunakan
etanol. Penambahan etanol berfungsi untuk memekatkan, memisahkan DNA dari larutan dan
mengendapkan DNA sehingga larutan DNA terkonsentrasi dan ketika disentrifugasi DNA
akan mengendap (Muladno, 2002). Adapun hasil kemurnian DNA kromosom dan plasmid,
sangat ditentukan oleh ketelitian dan kecermatan dalam pelaksanaan penelitian.
DNA yang telah diperoleh dianalisis dengan gel agarose. Analisis menggunakan gel
agarose dilakukan dengan melakukan elektroforesis DNA sampel bersama dengan DNA
penanda kuantitas (marker). Marker yang digunakan dalam praktikum ini adalah KAPA
Universal DNA Ladder Kit. KAPA Universal Ladder Kit dirancang untuk menentukan
perkiraan ukuran dan jumlah DNA double helix pada gel agarose . KAPA Universal Ladder
Kit berisi 18 fragmen DNA (pasangan basa): 100, 150, 200, 300, 400, 500, 600, 800, 1000,
1200, 1600, 2000, 3000, 4000, 5000, 6000, 8000, dan 10000. Serta berisi empat referensi
band (500, 1000, 1600 dan 4000) untuk orientasi/perbandingan.
Dalam kegiatan biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk
memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR. DNA dapat dilihat secara
langsung dan dapat ditentukan ukurannya berdasarkan migrasinya pada gel agarose maupun
gel poliakrilamid. Elektroforesis adalah migrasi DNA di dalam gel. Untuk dapat
divisualisasikan, maka DNA yang terdapat di gel diwarnai dengan ethidium bromida (EtBr),
kemudian dilihat di atas sinar ultra violet. Ethidium bromida dapat menangkap sinar ultra
violet sehingga pendaran sinar UV ini dapat terlihat.
Berikut adalah foto hasil elektroforesis yang di lakukan:
bp
10000 -
8000 -
6000 -
5000 -
4000 -
3000 -
2000 -
1600 -
1200 -
1000 -
800 -
600 -
500 -
400 -
300 -
200 -
150 -
100 -
Gambar 1. Hasil isolasi DNA plasmid
Keterangan :
a : marker KAPA Universal Ladder Kit
1 : DNA kelompok 1 dengan penambahan enzim restriksi
2 : DNA kelompok 1
3 : DNA kelompok 2 dengan penambahan enzim restriksi
4 : DNA kelompok 2
5 : DNA kelompok 3 dengan penambahan enzim restriksi
6 : DNA kelompok 3
7 : DNA kelompok 4 dengan penambahan enzim restriksi
8 : DNA kelompok 4
9 : DNA kelompok 5 dengan penambahan enzim restriksi
10 : DNA kelompok 5
Pada gambar diatas terlihat bahwa pada masing masing kelompok diberi 2 perlakuan
yaitu: DNA tanpa penambahan enzim restriksi dan DNA yang diberi penambahan enzim
restriksi. Secara umum, enzim restriksi dapat dibedakan ke dalam 3 tipe yaitu enzim tipe I,
enzim tipe II dan enzim tipe III, pengelompokan tersebut berdasarkan pada komposisi sub
unit, posisi pemotongan, spesifisitas sekuen DNA, dan perlu tidaknya kofaktor. Pada
praktikum ini digunakan enzim tipe III, yaitu Enzim Restriksi HindIII. Enzim tipe III
merupakan kombinasi restriksi dan enzim pemodifikasi. Enzim ini memotong DNA di luar
sekuen yang dikenal dan memerlukan 2 sekuen yang sama pada orientasi yang berlawanan
pada untai DNA yang sama untuk dapat memotong. Menurut Pingoud et.al (2006) enzim
restriksi HindIII dihasilkan dari bakteri Haemophilus influenzae R4 dengan situs
pemotongan AAGCTT, suhu optimum 37
0
C dan pH optimum 8,0. Selain itu enzim ini
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
0
a
a
bereaksi optimum pada jenis garam NaCl 50 mM dengan konsentrasi garam <50 mM dan
>100 mM menurunkan dapat menurunkan aktivitas enzim.
Hasil pemotongan DNA plasmid dengan enzim restriksi menghasilkan pita dengan
ukuran basa yang berbeda dan unik sesuai dengan enzim restriksinya. Pada praktikum,
dibandingkan pita-pita hasil elektroforesis DNA plasmid yang telah direstriksi dan yang tidak
direstriksi. Dari gambar diatas, terlihat bahwa hasil dari semua kelompok menunjukan letak
DNA palsmid yang bermigrasi lebih jauh adalah DNA yang telah diberi penambahan enzim
restriksi. Menurut Roberts dan Halford (1993) plasmid yang mempunyai satu situs
pemotongan akan mengalami perubahan bentuk menjadi linier jika terpotong.
Pada hasil elektroforesis, plasmid sirkular memiliki pergerakan yang lebih lambat
dibandingkan plasmid linier, sehingga bila kedua konfigurasi plasmid dielektroforesis
bersama, plasmid linier memiliki pergerakan lebih cepat dibandingkan plasmid sirkular
(Brown, 1990). Sehingga bentuk linear tersebut dijadikan acuan untuk menunjukan ukuran
DNA yang sebenarnya. Sementara DNA tanpa penambahan enzim restriksi masih berbentuk
sirkular dan belum bisa menunjukan ukuran yang sebenarnya. Dari gambar terlihat ukuran
DNA plasmid E. coli yang diisolasi berkisar dari 2000 sampai 5000 bp ( 2-5 Kbp).
V. KESIMPULAN
1. Isolasi DNA plasmid dilakukan dengan menggunakan prosedur isolasi sel; lisis dinding
dan membran sel; ekstraksi dalam larutan; purifikasi; dan presipitasi. Tingkat kemurnian
DNA plasmid dilihat dari hasil elektroforesis. Ketelitian dan kecermatan dalam
pelaksanaan penelitian, sangat menentukan hasil kemurnian DNA plasmid.
2. Fungsi enzim restriksi adalah memotong plasmid pada suatu situs pengenalan tertentu
sehingga plasmid yang terpotong akan mengalami perubahan bentuk menjadi linier.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Kappa Universal Ladder. <www.kapabiosystems.com/public>. Diakses pada
tanggal 18 Desember 2013.
Ardiana, D.W. 2009. Teknik isolasi DNA genom tanaman pepaya dan jeruk dengan
menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian 14 : 12-16.
Brock, T. D., T. M. Madigan, M. John, Martinko and Paker. 1994. Biology of
Microorganisms. Prentice Hall.
Brown, T. A. 1991. Pengantar Kloning Gena (terjemahan). Yayasan Essentia Medica.
Brown, T. A. 1990. Gene Cloning: An Introduction, 2nd Edition. Chapman and Hall,
London.
Faatih, M. 2009. Isolasi dan digesti DNA kromosom. Jurnal Penelitian Sains dan Tekhnologi
10 : 61-67.
Glick, Z. R. and J. J. Pasternak. 1994. Molekuler Biotechnology, Principles and applications
of Recombinan DNA. ASM Press, Washinton D.C.
Muladno, 2002. Teknik Rekayasa Genetika. Pustaka Wirausaha Muda, Bogor.
Old, R.W. and S. B. Primrose. 1989. Principles of Gene Manipulation, 4th Edition. Blackwell
Scientific Publisher, Oxford.
Pingoud, A., dan A. Jeltsch. 2006. Structure and function of type II restriction endonucleases.
Nucleic Acid Research 29 : 3706-3727.
Pharmawati, M. 2009. Optimalisasi ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada grevillea spp.
(Proteaceae). Jurnal Biologi 13 : 12-16.
Suharsono dan U. Widyastuti. 2006. Penuntun Praktikum Pelatihan Teknik Pengklonan Gen.
Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi, IPB.
Roberts, R. J. dan S. E. Halford. 1993. Type II restriction enzymes. Di dalam: Nucleases, 2nd
Edition. Cold Spring Harbor Laboratory Press, New York.
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA
ACARA IV
PENYIAPAN SEL KOMPETEN
Disusun oleh :
LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA
JURUSAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
1. Lestari Wevriandini (PN/12277)
2. Aninda Sidar (PN/12372)
3. Desiani Rizky (PN/12393)
4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590)
5. Muhammad Farmawy (PN/12556)
Asisten : 1. Rosyidah Ismi B.
2. Maghfirotul Amaniyah
3. Dewi Fitriani
ACARA IV
PENYIAPAN SEL KOMPETEN
I. TUJUAN
1. Mengetahui proses atau penyiapan sel kompeten buatan secara manual
2. Mengetahui fungsi dan prinsip dari sel kompeten.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bakteri merupakan salah satu organisme yang termasuk dalam kelompok organisme
prokariotik sehingga memiliki DNA kromosom yang berbentuk sirkuler dan terletak di
sitoplasma. Selain memiliki DNA kromosom, bakteri ternyata juga memiliki DNA sirkuler
lain yang kemudian dikenal dengan sebutan plasmid. Plasmid merupakan molekul DNA untai
ganda berbentuk sirkuler yang terpisah dari DNA kromosom dengan ukuran mulai dari
beberapa ribu pasang basa sampai dengan 100 kilobasa (Alper et al., 2005).
Penyiapan sel kompeten merupakan proses yang harus dilakukan sebelum proses
transformasi. Sel kompeten merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA
dari luar. Sel yang biasa digunakan adalah sel E. coli sebagai sel kompeten. Sel tersebut
kemudian digunakan untuk transformasi yaitu disisipkannya plasmid ke dalam sel tersebut.
Sel yang telah ditransformasi disebut transforman (Lodish et al., 2000). Kemampuan sel
dalam menyerap DNA dapat ditingkatkan dengan perlakuan khusus, sehingga sel tersebut
menjadi kompeten. Sel kompeten adalah sel yang dapat menyerap DNA karena telah
mendapat perlakuan fisik maupun kimia. Sel dapat dibuat kompeten melalui perlakuan
dengan garam kalsium klorida (CaCl
2
) atau rubidium klorida (RbCl) (Primrose dan Twyman,
2006).
Sel kompeten alami adalah kemampuan sel untuk mengambil DNA ekstraseluler dan
mekanisme yang penting untuk transfer genetik secara horizontal. Keuntungan yang lain dari
sel kompeten alami adalah DNA yang diserap dari luat dapat berperan sebagai nutrisi untuk
sel tetap bertahan hidup di kondisi lingkungan dengan keterbatasan nutrisi. Hal tersebut
daoat meminimalisir kompetisi antar sel. Ada 3 peran sel kompeten, antara lain sebagai bahan
untuk transformasi genetik, perbaikan DNA dan persediaan nutrien (Palchevskiy dan Steven,
2006).
Isolasi plasmid dari bakteri E.coli biasanya disebut dengan istilah Miniprep,
kependekan dari Mini-Preparation. Sesuai dengan istilahnya, pekerjaan ini tidak banyak
memakan waktu dan tidak pula berat untuk dilakukan. Bakteri E. Coli yang digunakan dalam
transformasi gen atau lebih dikenal dengan istilah kloning gen, pada awalnya hanya
mempunyai satu macam untaian DNA atau kromosom (kromosom genomik atau kromosom
utama). Setelah ditransformasi dengan DNA plasmid rekombinan , maka bakteri tersebut
mempunyai dua macam DNA yaitu kromosm genomik dan ekstra kromosom (DNA plasmid)
yang mempunyai karakter yang berbeda. Untuk dapat mengisolasi kedua macam DNA
tersebut digunakan metode yang berbeda. Bakteri inang biasanya merupakan suatu galur khas
E.coli yang tidak mampu memperbanyak diri tanpa kondisi biakan yang khusus (Elleuche et
al., 2010).
Trasformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri
misalnya bakteri E.coli. Fenotif strain E.coli hasil transformasi akan berubah karena
mendapatkan gen- gen penyandi baru yang di bawa oleh molekul DNA tersebut. Molekul
DNA ini biasanya di kemas dalam suatu vector, misalnya plasmid (Dressen et al,. 2006).
Peningkatan efisiensi transformasi dapat dilakukan dengan modifikasi metode standar
CaCl
2
. Konsentrasi optimum CaCl
2
adalah 75 mM. Sel kompeten yang disimpan dalan -20
o
C
dapat bertahan hingga 7 hari, sementara penyimpanan pada -70
o
C dapat bertahan hingga 15
hari. Media LB dapat diganti dengan media SOC yang berisi tripton, ekstrak ragi, NaCl,
MgCl
2
, MgSO
4
, dan glukosa. Media ini mendukung pertumbuhan transforman yang lebih
cepat. Sementara itu, pada saat transformasi dengan plasmid ditambahkan DMSO dan
PEG
8000
. Penambahan ini mampu meningkatkan efisiensi transformasi antara 100-300 kali
lipat (Tu, 2005).
III. METODOLOGI
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain eppendorf, sentrifus, mikro pipet dan
lain-lain. Adapun bahan yang digunakan, antara lain kultur Escherichia coli DH5, 50mM
CaCl
2,
media LB cair dan lain-lain.
C. Cara Kerja
Proses Hasil Pengamatan Keterangan
1. E.coli OD600~0,4-
0,5
E.coli berumur 24
jamdimasukkan
(3ml) ke medium
LBOD600
2. Dimasukkan ke
dalam eppedorf 3 ml
Tahap ini dilakukan
sebanyak 2x karena
volume eppendorf
terbatas.
3. Sentrifuse 6000 rpm
selama 5 menit
Sampai terbentuk
endapan putih (pellet)
4. Supernatant dibuang Jangan sampai pellet
ikut terbuang
5. Ditambah 1,5 ml
CaCl
2
50 Mm
resuspensi di dalam
es 30 menit
CaCl
2
akan
melemahkan dinding
sel
6. Sentrifuse 6000 rpm
selama 5 menit
Endapan putih (pellet)
merupakan lapisan
pelindung sel yang
rontok
7. Supernatan dibuang
ditambah 300 l
CaCl
2
Merupakan tahap akhir
pelunakan dinding sel
8. Sel kompeten siap
pakai
Untuk digunakan pada
proses transformasi
Tabel 1. Cara kerja penyiapan sel E. coli kompeten di laboratorium
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar di samping merupakan hasil dari praktikum
yang telah dilakukan, yaitu penyiapan sel kompeten. Sel
kompeten yang telah siap ini akan digunakan dalam proses
transformasi. Seperti yang kita ketahui bahwa sel kompeten
merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA
dari luar, maka metode penyiapan sel kompeten ini merupakan
upaya untuk membuat dinding selnya menjadi lemah sehingga
mudah ditembus oleh DNA ekstraseluler.
Sel yang digunakan pada praktikum adalah sel E.coli
yang berumur 24 jam dalam inkubasi 37
o
C dan dengan OD600~0,4-0,5 karena pada masa itu
sel sudah mengalami fase eksponensial sehingga dinding sel sudah lunak. Selain itu juga,
jumlah bakteri yang terisolasi lebih optimal. Medium LB (Lactose Broth) berperan sebagai
sumber karbohidrat untuk metabolisme sel bakteri E.coli. Selain itu, digunakan E.coli sebagai
sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel ini
memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah. Kemampuan sel dalam
menyerap DNA dapat ditingkatkan dengan perlakuan khusus, sehingga sel tersebut menjadi
kompeten. Setelah itu, sel sebanyak 3 ml dipindahkan ke dalam eppendorf dan disentrifugasi
dengan tujuan untuk memisahkan antara pellet dengan supernatan. Semakin banyak volume
kultur yang disentrifugasi, semakin banyak pula pellet yang diperoleh. Setelah supernatan
dibuang, pellet diresuspensi menggunakan CaCl
2
dingin, lalu diinkubasi di dalam es. Proses
pendinginan akan membuat CaCl
2
mampu melemahkan dinding sel menjadi semakin mudah
untuk ditembus plasmid. Kemudian disentrifugasi untuk memisahkan antara pellet dengan
kotoran yang ada dalam supernatan. Setelah itu, supernatant dibuang dan ditambahkan CaCl
2
lagi sebagai tahap akhir pelunakan dinding sel. Sel ini sudah siap untuk proses transformasi.
Sel kompeten harus tetap dijaga dalam kondisi dingin agar komponen sel tidak berubah
karena perubahan suhu, terutama suhu tinggi.
Selain metode manual dengan menggunakan CaCl
2,
ada metode lain yaitu dengan
menggunakan TSS (Transformation and Storage Solution). Metode ini di katakan sederhana
karena langkah yang digunakan tidak sebanyak langkah yang di perlukan metode CaCl
2
maupun metode elektroporasi (Chung et al., 1989).
V. KESIMPULAN
1. Sel kompeten adalah sel yang memiliki kemampuan untuk disisipi DNA dari luar, maka
metode penyiapan sel kompeten ini merupakan upaya untuk membuat dinding selnya
menjadi lemah sehingga mudah ditembus oleh DNA ekstraseluler.
2. Metode penyiapan sel kompeten manual menggunakan CaCl
2.
Prinsip kerja CaCl
2
adalah
melunakkan dinding sel agar mudah ditembus oleh plasmid.
DAFTAR PUSTAKA
Alper, H, C. Fischer, E. Nevoigt and G. Stephanopoulos. 2005. Turning genetic control
through promoter engineering. Proc Natl Acad Sci USA 102 : 12678-12683.
Chung, C. T., S. L. Niemela and R. H. Miller. 1989. One-step preparation of competent
Escherichia coli: Transformation and storage of bacterial cells in the same solution.
Proc. Natl. Acad. Sci. USA. 86 : 2172-2175.
Driessen, A. J. M. and N. Nouwen. 2006. Protein translocation across the bacterial
cytoplasmic membrane. Annu Rev Biochem 77 : 643-667.
Elleuche, S and S. Poggeler. 2010. Inteins, valuable genetic elements in molecular biology
and biotechnology. Appl Microbiol Biotechnol 87 479-489.
Lodish, B., Matsudaira, Kaiser, Kriege, Scott, Zipursky and Darnell. 2000. Molecular Cell
Biology fifth Edition. Freeman and Company, New York.
Palchevskiy, V. and S. Finkel. 2006. Eschericia coli competence gene homologs are essential
for competitive fitness and the use of DNA nutrients. Journal of Bacteriology 11 3902-
3910.
Primrose S. B. and R. M. Twyman. 2006. Principles of Gene Manipulation and Genomics,
Ed.7. Blackwell Publishing, Oxford.
Tu. 2005. An improved system for competent cell preparation and high efficency plasmid
transformation using different Escherichia coli strains. Electronic Journal of
Biotechnology 8.
LAPORAN RESMI
PRAKTIKUM GENETIKA MIKROBIA
ACARA V
TRANSFORMASI
Disusun oleh :
LABORATORIUM GENETIKA MIKROBIA
JURUSAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2013
1. Lestari Wevriandini (PN/12277)
2. Aninda Sidar (PN/12372)
3. Desiani Rizky (PN/12393)
4. Ayu Ashari Achmad (PN/12590)
5. Muhammad Farmawy (PN/12556)
Asisten : 1. Rosyidah Ismi B.
2. Maghfirotul Amaniyah
3. Dewi Fitriani
ACARA V
TRANSFORMASI
I. TUJUAN
1. Mengetahui proses transformasi DNA plasmid.
2. Mengetahui cara pengecekan hasil transformasi plasmid ke dalam sel kompeten.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Transformasi adalah salah satu teknik dalam bidang biologi molekuler untuk
mengintroduksi atau menyisipkan fragmen DNA ke sel inang yang sesuai. Fragmen DNA
yang telah dikloning disisipkan ke dalam vector lain,kemudian diintroduksikan ke dalam sel
inang sehingga terbentuk DNA rekombinan.DNA rekombinan tersebut dapat digunakan
untuk perbanyakan dan mempelajari kerja ekspresi dari gen yang terkandung di dalam DNA
rekombinan (Wong, 2006).
Trasformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri
misalnya bakteri E.coli. Fenotif strain E.coli hasil transformasi akan berubah karena
mendapatkan gen- gen penyandi baru yang di bawa oleh molekul DNA tersebut. Molekul
DNA ini biasanya di kemas dalam suatu vector, misalnya plasmid (Dressen et al,. 2006).
Transformasi DNA merupakan salah satu metode untuk memasukkan DNA ke dalam
sel bakteri. Metode transformasi ini pertama kali dikembangkan untuk memindahkan sifat-
sifat genetika yang membawa kenyataan bahwa DNA adalah bahan genetika. Meskipun
transformasi telah dieksploitasi untuk mempelajari pautan gen pada berbagai organisme,
metode ini sekarang secara luas dipakai untuk mentransfer plasmid-plasmid kecil dari satu
galur bakteri ke galur lainnya. Prinsip dari transformasi adalah dengan ekstraksi DNA dari sel
donor, kemudian dicampur dengan sel resipien yang telah dibuat rentan terhadap masuknya
molekul DNA melalui pori atau saluran dalam dinding dan membran sel (Hiei et al, 1994)
Proses transformasi dapat digunakan dengan berbagai cara tergantung kepada jenis
inang dan objek yang akan di transformasi.Transformasi genetic pada tumbuhan telah banyak
dilakukan.Metode transfer gen pada tumbuhan secara garis besar dibagi menjadi dua sistem
yaitu sistem transformasi langsung dan sistem transformasi tidak langsung. Sistem
transformasi langsung meliputi kejutan panas (heat shock), particle bombardment,transfer
dengan poliethylen glycol (PEG) dan elektroporasi sedangkan sistem transformasi tidak
langsung dapat dilakukan dengan menggunakan perantara berupa A. tumifaciens (Sharma et
al., 2005).
Sebelum proses transformasi dimulai, yaitu terlebih dahulu membuat sel hidup (bakteri)
menjadi kompeten. Jadi pembuatan sel kompeten ini dimaksudkan untuk mengefisienkan
pengikatan dan pengambilan molekul DNA yang akan diintroduksikan ke dalam sel. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan fisik dan atau kimia pada sel sesuai dengan
prosedur. Dalam proses transformasi, sel kompeten yang dicampur dengan molekul DNA
hasil penggabungan akan mengalami tiga kemungkinan, yaitu: (1) sel kompeten tidak
kemasukan molekul DNA apapun, (2) sel kompeten kemasukan DNA vektor yang membawa
gen target, dan (3) sel kompeten kemasukan DNA vektor yang membawa gen target (yaitu
DNA rekombinan) (Aachmann dan Aune, 2009).
Keberhasilan proses transformasi dipengaruhi oleh sifat kompeten bakteri dalam
pengambilan molekul DNA asing. Sifat kompeten dapat terjadi secara alami pada beberapa
bakteri, seperti pada genus Bacillus atau Streptococcus yang mempunyai mekanisme
pengikatan dan pengambilan molekul DNA secara. Sifat kompeten tidak dimiliki oleh E. coli,
sehingga perlu dilakukan induksi dengan beberapa bahan kimia dan kejutan suhu (Erik dan
Finn, 2010).
Peningkatan efisiensi transformasi dapat dilakukan dengan modifikasi metode standar
CaCl
2
. Konsentrasi optimum CaCl
2
adalah 75 mM. Sel kompeten yang disimpan dalan -20
o
C
dapat bertahan hingga 7 hari, sementara penyimpanan pada -70
o
C dapat bertahan hingga 15
hari. Media LB dapat diganti dengan media SOC yang berisi tripton, ekstrak ragi, NaCl,
MgCl
2
, MgSO
4
, dan glukosa. Media ini mendukung pertumbuhan transforman yang lebih
cepat. Sementara itu, pada saat transformasi dengan plasmid ditambahkan DMSO dan
PEG
8000
. Penambahan ini mampu meningkatkan efisiensi transformasi antara 100-300 kali
lipat (Tu et al. 2005).
Vektor merupakan molekul DNA yang berperan dalam membawa gen target kedalam
sel inang dan berintegrasi dalam genom sel inang. Vektor berfungsi sebagai molekul
pembawa fragmen DNA yang akan dimasukkan ke dalam sel inang (Nicholl,2002). Vektor
mememiliki beberapa karakteristik yang khas diantaranya adalah memiliki titik Origin of
Replication (ORI), penanda selektif dan satu atau lebih situs restriksi agar fragmen DNA
dapat disisipkan kedalam vektor. Beberapa jenis vektor yang umum digunakan adalah
plasmid,cosmid dan bacteriophage (Primrose et al, 2001).
Plasmid adalah salah satu vektor yang biasa digunakan dalam proses pengklonan gen.
Vektor adalah pembawa molekul DNA di dalam proses pengklonan gen. Plasmid adalah
molekul DNA utas ganda sirkuler (tak berujung) yang berukuran kecil yang terdapat di dalam
sitoplasma, dan dapat melakukan replikasi secara autonom. Karakteristik yang penting dari
plasmid adalah dapat melakukan replikasi, terdapat di luar kromosom, dan secara genetik
dapat ditransfer dengan stabil. Plasmid ini terdapat baik secara alami, maupun sudah
mengalami modifikasi yang disesuaikan dengan keperluan di dalam manipulasi genetik. Satu
sel dapat mengandung lebih dari satu kopi plasmid (Primrose et al, 2001).
III. METODOLOGI
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum, antara lain mikro pipet, waterbath, sentrifus dan
lain-lain. Adapun bahan yang digunakan, antara lain kompeten sel (E.coli DH 5 ), DNA
plasmid (pET-25b, Tns-GFP-Kan), medium LB cair dan LB agar dan antibiotik (Ampisilin)
(Konsentrasi 100g/ml).
b. Cara Kerja
Proses Hasil Pengamatan Keterangan
1. Sel kompeten E-coli
DH 5 + DNA plasmid
Sel kompeten E-coli DH
5 (150 l) dicampurkan
dengan DNA plasmid (1-
2 ng/l). Dicampur
dengan hati-hati.
2. Inkubasi 30 menit
dalam es
Dingin membrane sel
akan mengkerut
3. Inkubasi di Waterbath
42
o
C selama 60 detik
Proses Heat shock
4. Inkubasi 3 menit
dalam es
Dipindahkan dengan
cepat proses Heat shock
5. Ditambah 1 ml
medium LB cair
Inkubasi 37
o
C ; 1 jam
Sumber nutrisi untuk
metabolism sel bakteri
E.coli dan perbanyakan
sel E-coli
6. Inokulasi 100l kultur
ke LB agar + ampisilin
Ampisilin digunakan
untuk menguji hasil
transformasi
7. Inkubasi 37
o
C ; 24 jam Sel yang tumbuh hanya
sel yang resisten
(tersisipi DNA plasmid)
Tabel 1. Cara kerja transformasi plasmid ke dalam sel kompeten di laboratorium
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Pertumbuhan sel pada medium LB agar
Transformasi ke Escherichia coli dilakukan untuk memperbanyak DNA plasmid
rekombinan. Transformasi dilakukan menggunakan metode heat shock yaitu dengan
pemberian kejut panas pada suhu 42
o
C selama 60 detik. Prinsip dari proses tersebut adalah
terjadi lonjakan suhu dari 0
o
C ke 42
o
C terhadap sel yang telah diberi perlakuan CaCl
2
.
Perlakuan CaCl
2
ini dilakukan dalam pembuatan sel kompeten. Medium LB (Lactose Broth)
berperan sebagai sumber karbohidrat untuk metabolism sel bakteri E.coli. E.coli digunakan
sebagai sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel
ini memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah E. coli dapat memasukkan
DNA ekstra sel jika dinding selnya diubah sehingga DNA dapat melewatinya dengan mudah.
Sel dalam keadaan demikian disebut sel yang kompeten. Sel dibuat kompeten dengan suatu
proses yang menggunakan kalsium klorida dan heat shock (kejutan panas). Sel yang berada
pada tahap perumbuhan logaritmik lebih mudah untuk dibuat kompeten daripada sel yang
berada pada tahap pertumbuhan yang lain. Laju pertumbuhan pada kultur bakteri tidaklah
konstan. Pada beberapa jam pertama (lag phase), laju pertumbuhan sangat lambat karena
sedikitnya jumlah bakteri awal yang membelah. Fase ini diikuti fase pertumbuhan logaritmik
dimana terjadi laju pertumbuhan yang tinggi.Sehingga sel yang di gunakan lebih baik sel
yang berada pada fase logaritmik.
Sel inang yang membawa DNA palsmid sisipan dapat diietahui dengan penanda
seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotik. Bakteri yang membawa plasmid
rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tertentu dan yang
bukan plasmid rekombinan akan mati. Sel inang yang tersisipi plasmid tersebut akan resisten
terhadap antibiotik ampisilin.
Dari hasil transformasi dapat dilihat dengan munculnya koloni pada media LB yang
telah ditambah ampisilin. Sel yang kompetan dan telah disisipin gen resisten terhadap
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Pertumbuhan sel pada medium LB agar
Transformasi ke Escherichia coli dilakukan untuk memperbanyak DNA plasmid
rekombinan. Transformasi dilakukan menggunakan metode heat shock yaitu dengan
pemberian kejut panas pada suhu 42
o
C selama 60 detik. Prinsip dari proses tersebut adalah
terjadi lonjakan suhu dari 0
o
C ke 42
o
C terhadap sel yang telah diberi perlakuan CaCl
2
.
Perlakuan CaCl
2
ini dilakukan dalam pembuatan sel kompeten. Medium LB (Lactose Broth)
berperan sebagai sumber karbohidrat untuk metabolism sel bakteri E.coli. E.coli digunakan
sebagai sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel
ini memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah E. coli dapat memasukkan
DNA ekstra sel jika dinding selnya diubah sehingga DNA dapat melewatinya dengan mudah.
Sel dalam keadaan demikian disebut sel yang kompeten. Sel dibuat kompeten dengan suatu
proses yang menggunakan kalsium klorida dan heat shock (kejutan panas). Sel yang berada
pada tahap perumbuhan logaritmik lebih mudah untuk dibuat kompeten daripada sel yang
berada pada tahap pertumbuhan yang lain. Laju pertumbuhan pada kultur bakteri tidaklah
konstan. Pada beberapa jam pertama (lag phase), laju pertumbuhan sangat lambat karena
sedikitnya jumlah bakteri awal yang membelah. Fase ini diikuti fase pertumbuhan logaritmik
dimana terjadi laju pertumbuhan yang tinggi.Sehingga sel yang di gunakan lebih baik sel
yang berada pada fase logaritmik.
Sel inang yang membawa DNA palsmid sisipan dapat diietahui dengan penanda
seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotik. Bakteri yang membawa plasmid
rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tertentu dan yang
bukan plasmid rekombinan akan mati. Sel inang yang tersisipi plasmid tersebut akan resisten
terhadap antibiotik ampisilin.
Dari hasil transformasi dapat dilihat dengan munculnya koloni pada media LB yang
telah ditambah ampisilin. Sel yang kompetan dan telah disisipin gen resisten terhadap
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1. Pertumbuhan sel pada medium LB agar
Transformasi ke Escherichia coli dilakukan untuk memperbanyak DNA plasmid
rekombinan. Transformasi dilakukan menggunakan metode heat shock yaitu dengan
pemberian kejut panas pada suhu 42
o
C selama 60 detik. Prinsip dari proses tersebut adalah
terjadi lonjakan suhu dari 0
o
C ke 42
o
C terhadap sel yang telah diberi perlakuan CaCl
2
.
Perlakuan CaCl
2
ini dilakukan dalam pembuatan sel kompeten. Medium LB (Lactose Broth)
berperan sebagai sumber karbohidrat untuk metabolism sel bakteri E.coli. E.coli digunakan
sebagai sel inang karena sel dalam E.coli tidak tergolong efisien dalam menyerap DNA. Sel
ini memiliki kemampuan alami menyerap DNA asing yang rendah E. coli dapat memasukkan
DNA ekstra sel jika dinding selnya diubah sehingga DNA dapat melewatinya dengan mudah.
Sel dalam keadaan demikian disebut sel yang kompeten. Sel dibuat kompeten dengan suatu
proses yang menggunakan kalsium klorida dan heat shock (kejutan panas). Sel yang berada
pada tahap perumbuhan logaritmik lebih mudah untuk dibuat kompeten daripada sel yang
berada pada tahap pertumbuhan yang lain. Laju pertumbuhan pada kultur bakteri tidaklah
konstan. Pada beberapa jam pertama (lag phase), laju pertumbuhan sangat lambat karena
sedikitnya jumlah bakteri awal yang membelah. Fase ini diikuti fase pertumbuhan logaritmik
dimana terjadi laju pertumbuhan yang tinggi.Sehingga sel yang di gunakan lebih baik sel
yang berada pada fase logaritmik.
Sel inang yang membawa DNA palsmid sisipan dapat diietahui dengan penanda
seleksi, yaitu berupa sifat ketahanan terhadap antibiotik. Bakteri yang membawa plasmid
rekombinan (mengandung DNA sisipan) akan resisten terhadap antibiotik tertentu dan yang
bukan plasmid rekombinan akan mati. Sel inang yang tersisipi plasmid tersebut akan resisten
terhadap antibiotik ampisilin.
Dari hasil transformasi dapat dilihat dengan munculnya koloni pada media LB yang
telah ditambah ampisilin. Sel yang kompetan dan telah disisipin gen resisten terhadap
ampisilin akan mampu tumbuh di dalam medium yang mengandung ampisilin. Namun dalam
praktikum ini dalam media tersebut tidak ditumbuhi E-coli, sehingga menunjukkan bahwa sel
kompeten tersebut belum tersisispin DNA plasmid yang resisten terhadap ampisilin sehingga
tidak mampu tumbuh pada media yang mengandung ampisilin. Hal ini karena E-coli yang
digunakan sebagai vector tersebut tipe aslinya tidak mempunyai gen resisten terhadap
ampisilin dan hanya E-coli yang sudah tersisipi DNA plasmid yang resisten terhadap
ampisilin yang dapat hidup pada media LB + ampisilin.
V. KESIMPULAN
1. Trasformasi merupakan teknik transfer molekul DNA ke dalam sel inang bakteri misalnya
bakteri E.coli. Teknik transformasi yang dapat digunakan salah satunya adalah teknik Heat
shock.
2. Sel yang kompeten dan telah disisipi DNA plasmid yang membawa gen resisten terhadap
ampisilin akan mampu tumbuh di dalam media LB yang sudah ditambah dengan
ampisilin.
DAFTAR PUSTAKA
Aachmann. F. L. and T. E. V. Aune. 2009. Use of cyclodextrin and its derivatives for
increased transformation efficiency of competent bacterial cells. App Microbiol
Biotech 83 : 589596.
Driessen, A. J. M. and N. Nouwen. 2006. Protein translocation across the bacterial
cytoplasmic membrane. Annu Rev Biochem 77 : 643-667.
Erik.T. A. V and L. A. Finn. 2010. Methodologies to increase the transformation efficiencies
and the range of bacteria that can be transformed.Appl Microbiol Biotechnol 85 : 1301
-1313.
Hiei. Y, S. Ohta, T. Komari and T. Kumashiro. 1994. Efficient transformation of rice
mediated by Agrobacterium and sequence analysis of the boundaries of the T-DNA.
The Plant Journal 001-011.
Nicholl, D. S. T. 2002. An introduction to genetic engineering, 2
nd
ed. Cambridge University
Press, New York.
Primrose, S. B., R. M. Twyman and R. W. Old. 2001. Principles of Gene Manipulation, 6
th
ed. Blackwell Publishing Company, Oxford.
Sharma, K. K., P. B. Mathur and T. A. Thropr. 2005. Genetic transformation technology :
Status and problems.In Vitro Cell Development Biology Plant 41 : 102-112.
Tu. 2005. An improved system for competent cell preparation and high efficency plasmid
transformation using different Escherichia coli strains. Electronic Journal of
Biotechnology 8.
Wong, D. W. S. 2006. The ABC of gene cloning.International Thomson Publishing, New
York.

Anda mungkin juga menyukai