Anda di halaman 1dari 73

ABSTRAK

RESPON HISTOPATOLOGI HEPAR MECIT (Mus musculus)


YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN TERHADAP PEMBERIAN
TAURIN DAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata)

Oleh
Annisa Agata

Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan


dan ketidaknormalan sel dalam mengatur pertumbuhan dan
diferensiasinya. Kanker hati adalah gangguan pada hepar yang berawal
dari tumor hepar. Taurin diketahui sebagai senyawa antioksidan, namun
perannya dalam antikanker perlu dieksplorasi lebih jauh, demikian pula
dengan ekstrak daun sirsak yang telah diminati oleh masyarakat sebagai
bahan antikanker. Untuk itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui peran senyawa taurin dan ekstrak daun sirsak terhadap
gambaran histopatologi hepar mencit (Mus musculus) yang terinduksi
benzo(α)piren secara in vivo. Penelitian ini dilaksanakan dengan
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 kelompok
perlakuan dengan masing-masing memiliki 5 ulangan. Kelompok I diberi
0,2 ml minyak jagung selama 15 hari, kelompok II diinduksi dengan
benzo(α)piren tanpa pemberian bahan uji selama 10 hari, kelompok III
pemberian taurin 7,8 mg/bb/hari (2 kali/hari) sejak 15 hari sebelum induksi
benzo(α)piren), kelompok IV diinduksi benzo(α)piren dan dilanjutkan
dengan pemberian taurin dosis 7,8 mg/bb/hari (2 kali/hari), kelompok V
diinduksi benzo(α)piren, dilanjutkan pemberian esktrak daun sirsak dosis
277,8 mg/bb/hari. Data dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis dan one way
anova serta BNT pada α 5%. Hasil menunjukkan bahwa taurin memiliki
kemampuan memperbaiki kerusakan jaringan hepar yang diinduksi
benzo(α)piren, sebaliknya tidak demikian dengan ekstrak daun sirsak.

Kata kunci : benzo(α)piren, daun sirsak (Annona muricata), hepar,


histopatologi, taurin.
ABSTRACT

HEPAR HISTOPATHOLOGY RESPONSE OF MICE INDUCED


BY BENZO(α)PHYREN TO THE ADMINISTRATION OF
TAURINE AND LEAF SOURSOP EXTRACT (Annona muricata)

By

Annisa Agata

Cancer is a disease that is characterized by the existence of damage and


cell abnormality in growth and differentiation. Liver cancer is a disorder of
hepar tissue derivated from its tumors. Taurine is known as antioxidant but
its role as anticancer needs to be explored more as well the role of Annona
muricata leaf soursop extract which was believed has its role as anticancer
substance. This research, therefore, aimed to explore the effect of taurine
and Annona muricata leaf soursop extract on the hepar histopathology of
male mice (Mus musculus) induced by benzo(α)phyren in vivo. This
research was carried out by using a complete randomized design, which
consisted of 5 treatment groups which was repeated 5 times. Group I was
given 0.2 ml corn oil for 15 days, group II was induced by benzo(α)phyren
without taurine nor A. Muricata leaf soursop extract for 10 days, group III
was given 7.8 mg taurine/bw/day (twice a day) starting from the 15th days
before the induction of benzo(α)phyren, group IV, after induced with
benzo(α)phyren, taurine was given with dosage of 7.8 mg/bw/day, group
V, after induced with benzo(α)phyren, soursop leaf extract was given with
amount of 277,8 mg/bw/day). Data analyzed by Kruskal-Wallis test and
one way ANOVA with Fisher test (p>0.05). The results indicated that
taurine had ability to recover the liver tissue induced by benzo(α)phyren as
(carcinogenic) while, Annona muricata leaf soursop extract had not shown
any recover of tissue damage.

Keywords : benzo(α)phyren, hepar, histopathology, leaf soursop


(Annona muricata), taurine
RESPON HISTOPATOLOGI HEPAR MENCIT (Mus musculus)
YANG DIINDUKSI BENZO(α)PIREN TERHADAP PEMBERIAN
TAURIN DAN EKSTRAK DAUN SIRSAK (Annona muricata)

Oleh

Annisa Agata

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


MAGISTER SAINS

Pada

Program Studi Magister Biologi


Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 25 September 1991 yang

merupakan putri tunggal pasangan Bapak Ujang Rilwadi, SP dan Ibu Sherly

Wenur. Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Taruna

Jaya Bandar Lampung pada tahun 1997. Sekolah Dasar diselesaikan di SD Al-

Azhar 2 Bandar Lampung pada tahun 2003. Sekolah Menengah Pertama

diselesaikan di SMP Negeri 29 Bandar Lampung pada tahun 2006. Sekolah

Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2009.

Sarjana Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lampung yang diselesaikan pada tahun 2013.

Pada tahun 2013 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi Magister

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung,

Bandar Lampung.
SANWACANA

Alhamdulillah puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat

menyelesaikan Tesis yang berjudul “Respon Histopatologi Hepar Mencit

(Mus musculus) Yang Diinduksi Benzo(α)piren Terhadap Pemberian

Taurin Dan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata)”. Ucapan terimakasih

dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis tunjukan kepada semua yang

telah membantu sejak memulai kegiatan sampai terselesaikannya tesis ini,

ucapan tulus penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D., selaku pembimbing I yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, semangat,

ilmu, arahan, ide, saran, dan kritik dengan penuh kesabaran selama

penulisan tesis ini.

2. Bapak Dr. G. Nugroho Susanto, M.Sc., selaku pembimbing II yang telah

banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, ide,

saran, dan kritik dengan penuh kesabaran selama penulisan tesis ini.

3. Bapak Dr. Sutyarso, M. Biomed., selaku pembahas, atas saran, kritik, ilmu

serta dukungan yang telah diberikan sehingga tesis ini terselesaikan.

4. Bapak Dr. Sumardi, M.Si., selaku Ketua Program Studi Magister Biologi

FMIPA Universitas lampung, atas dukungan, saran, kritik serta masukan


yang telah diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan di

Program Studi Magister Biologi FMIPA Universitas Lampung.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Sudjarwo, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana

Universitas Lampung.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

7. Papa dan Mama tersayang, terkasih dan tercinta yang telah memberikan

kasih sayang, restu, do’a, pengertian dan dukungan moril maupun materi

untuk penulis.

8. Bapak dan Ibu dosen, staf beserta laboran Jurusan Biologi FMIPA Unila

atas ilmu dan pengalaman yang telah banyak diberikan kepada penulis.

9. Ibu Endang Linirin Widiastuti, Ph.D., selaku Pembimbing Akademik atas

bimbingannya kepada penulis dalam menempuh pendidikan di Program

Studi Magister Biologi.

10. Teman-teman seperjuangan satu ruang lingkup penelitian, Arini Pradita

Roselyn, S.Si, M.Si., Henny Marlinda, S.Si, M.Si dan Elfa Verda Puspita,

S.Si, M.Si., yang telah menjadi partner selama penelitian berlangsung.

11. Sahabat-sahabat ku tersayang drg. Tri Septi Utami, Nur Wahyu Ningsih,

S.E, M.S, Ak., Arini Pradita Roselyn, S.Si, M.Si., dan Ari Khusuma, S.Si,

M.Biomed yang walau jauh di mata tetapi tetap dekat di hati atas doa,

semangat dan dukungan kepada penulis.

12. Teman–teman angkatan pertama Magister Biologi 2013 FMIPA

Universitas Lampung, Bapak Ir. Salman Alfarisi, M.Si., Rr. Etty

Puspitaningsih, S.Si, M.Si., Henny Marlinda, S.Si, M.Si., Elfa Verda


Puspita, S.Si, M.Si., Alia Larasati Djausal, S.Si, M.Si., Erika, S.Pd, M.Si.,

Arini Pradita Roselyn, S.Si, M.Si terimakasih atas dukungan, kritikan,

canda tawa, dan kebersamannya kepada penulis.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses perkuliahan,

penelitian hingga akhir, yang tidak dapat dituliskan satu persatu di tesis

ini.

14. Almamater tercinta Universitas Lampung.

Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah mereka

berikan. Dan semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amiin Ya Rabbal

Alamin.

Bandar Lampung, Mei 2015


Penulis

Annisa Agata
DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN ........................................................................................ i

ABSTRAK..................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ......................................................................................................... v

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah............................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ................................................................................................ 8
D. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 8
E. Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 9
F. Hipotesis ............................................................................................................. 11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Sel Kanker ............................................................................................. 12


B. Hepar................................................................................................................... 16
C. Kanker Hepar...................................................................................................... 17
D. Definisi Hepatocellular Carsinoma (HCC) ....................................................... 18
E. Patologi Hepatocelluler Carsinoma (HCC) ....................................................... 19
F. Stadium Klinis .................................................................................................... 19
G. Penyebab Kanker Hepar ..................................................................................... 20
H. Patofisiologi Kanker Hepar ................................................................................ 21
I. Karsinogenesis.................................................................................................... 22
J. Mencit (Mus musculus)....................................................................................... 27
K. Sirsak (Annona muricata)................................................................................... 28
L. Taurin.................................................................................................................. 32
M. Benzo(α)piren ..................................................................................................... 34

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat.............................................................................................. 37


B. Alat dan Bahan ................................................................................................... 37
C. Rancangan Percobaan ......................................................................................... 38
D. Parameter ............................................................................................................ 38
E. Alur Penelitian .................................................................................................... 39
F. Pelaksanaan......................................................................................................... 39
1. Hewan Uji ............................................................................................... 39
2. Aklimasi Hewan Uji ............................................................................... 39
3. Makanan dan Minuman Mencit .............................................................. 40
4. Induksi Karsinogenik terhadap Hewan Uji dengan
Benzo(α)piren ........................................................................................ 41
5. Penentuan Dosis dan Pemberian Senyawa Taurin serta Ekstrak
Daun Sirsak............................................................................................. 41
6. Uji Antikanker Taurin terhadap Hewan Uji............................................ 42
7. Preparasi Pembuatan Sediaan Histologis Hepar ..................................... 43
G. Penilaian Histopatologi....................................................................................... 48
H. Prosedur Pengamatan Bobot Hepar Mencit........................................................ 49
I. Analisis Data....................................................................................................... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Berat Badan Mencit yang Terinduksi Benzo(α)piren......................................... 50


B. Bobot Hepar Mencit yang Terinduksi Benzo(α)piren ........................................ 53
C. Histologis Hepar Mencit yang Terinduksi Benzo(α)piren.................................. 55
D. Pengamatan Gambar Histologis Hepar............................................................... 59
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan............................................................................................................. 72
B. Saran .................................................................................................................. 72

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Bahan dan Komposisi Pakan Mencit.............................................................. 40
Tabel 2. Dosis pada Tiap Kelompok Perlakuan ........................................................... 43
Tabel 3. Skor Penilaian Derajat Kerusakan Histopatologi Sel Hepar .......................... 48
Tabel 4. Bobot Hepar Mencit pada Tiap Kelompok Perlakuan ................................... 53
Tabel 5. Analisis Data Kerusakan Hepar dengan Pengujian Kruskal-Wallis............... 55
Tabel 6. BB Hari Perlakuan ke-10............................................................................. 81
Tabel 7. BB Hari Perlakuan ke-20............................................................................. 81
Tabel 8. BB Hari Perlakuan ke-25............................................................................. 81
Tabel 9. Bobot Hepar (g).............................................................................................. 86
Tabel 10. Histopatologi Hati Mencit Dosis Kontrol Normal ......................................... 89
Tabel 11. Histopatologi Hati Mencit Dosis Kontrol Positif ........................................... 89
Tabel 12. Histopatologi Hati Mencit Preventif .............................................................. 89
Tabel 13. Histopatologi Hati Mencit Dosis 2 ................................................................. 90
Tabel 14. Histopatologi Hati Mencit Dosis Ekstrak Daun Sirsak .................................. 90
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Struktur Taurin. ......................................................................................... 6
Gambar 2. Skema Sederhana Dasar Molekuler Kanker .............................................. 13
Gambar 3. Enam Tanda Utama Kanker....................................................................... 15
Gambar 4. Mencit Putih (Mus musculus) .................................................................... 27
Gambar 5. Daun Sirsak (Annona muricata) ................................................................ 30
Gambar 6. Pohon dan Daun Sirsak.............................................................................. 31
Gambar 7. Bagan Alur Pembuatan Ekstak Daun Sirsak ............................................. 42
Gambar 8. Histogram Perubahan Berat Badan Mencit (g) pada Tiap Kelompok
Perlakuan . ................................................................................................ 50
Gambar 9. Struktur Histologis Hepar Kelompok Kontrol Normal. ............................ 59

Gambar 10. Struktur Histologis Hepar Kelompok Kontrol Positif ............................... 60


Gambar 11. Struktur Histologis Hepar Kelompok Preventif ........................................ 64
Gambar 12. Struktur Histologis Hepar Kelompok Taurin Dosis 2. .............................. 65
Gambar 13. Struktur Histologis Hepar KelompokDosis Ekstrak Daun Sirsak ............. 67
Gambar 14. Perbandingan Struktur Histologis Hepar pada Tiap Kelompok
Perlakuan ................................................................................................... 71
Gambar 15. Pemeliharaan Mencit (Mus Musculus) ...................................................... 95
Gambar 16. Larutan Taurin, Ekstrak Daun Sirsak dan Benzo(α)piren ......................... 95
Gambar 17. Ekstrak Daun Sirsak Laruta Taurin ........................................................... 95
Gambar 18. Pemberian Zat Uji, Sonde, Pengukuran BB Mencit .................................. 96
Gambar 19. Pada Saat Penelitian Berlangsung ............................................................. 96
Gambar 20. Sediaan Mikroskopis Dengan Metode Parafin dan Pewarnaan HE........... 97
Gambar 21. Terdapat Nodul di bagian Kepala Mencit.................................................. 98
Gambar 22. Terdapat Nodul di bagian Tengkuk Tubuh Mencit ................................... 98
Gambar 23. Terdapat Nodul di bagian Kiri Tengkuk Tubuh Mencit............................ 98
Gambar 24. Proses Pembedahan Mencit (Mus musculus)............................................. 99
1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Neoplasma (tumor) terutama yang bersifat ganas (kanker), diketahui masih

mempunyai mortalitas yang tinggi, dan pengobatannya saat ini belum

memuaskan. Menurut WHO, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dengan

tingkat kejadian kanker adalah 180 per 100.000 penduduk. Hepatocellular

Cell Carsinoma (HCC) merupakan salah satu dari neoplasma organ dalam

yang paling umum terdapat pada manusia. Kanker merupakan suatu jenis

penyakit berupa pertumbuhan sel yang tidak terkendali secara normal.

Penyakit ini dapat menyerang semua bagian organ tubuh dan dapat

menyebabkan kematian, serta dapat terjadi pada manusia dari semua

kelompok usia dan ras. Diperkirakan kematian akibat kanker di dunia

mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta diantaranya ditemukan di negara

berkembang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru

untuk setiap 100.000 penduduk per tahunnya (Mun’im et al, 2006).

Kanker merupakan penyakit dengan multi faktor penyebab yang terbentuk

dalam jangka waktu yang lama dan mengalami kemajuan melalui stadium

yang berbeda-beda. Kanker dapat terjadi karena adanya perubahan DNA sel

atau disebut juga mutasi, yang dapat terjadi pada sekuens DNA yang

mengatur siklus sel yaitu protoonkogen yang nantinya menjadi onkogen.

Selain itu dapat juga terjadi pada sekuens DNA yang berperan melakukan
2

apoptosis seperti p53. Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan

terjadinya pembentukan jaringan baru yang abnormal dan bersifat ganas serta

tidak terkendali (Zeinab et al, 2012).

Kanker dapat disebabkan oleh faktor endogen maupun eksogen. Faktor

endogen dapat berupa faktor genetik, penyakit, dan hormon. Sedangkan

faktor eksogen dapat berasal dari makanan, virus, senyawa-senyawa

karsinogenik seperti polusi udara, zat warna, logam-logam karsinogen, dan

banyak penyebab lainnya seperti siklofosfamida (Hanahan and Weinberg,

2000).

Zat-zat yang dapat menyebabkan mutasi disebut dengan mutagen. Salah satu

mutagen adalah polisiklik aromatis hidrokarbon (PAH) yang merupakan

kelompok dari senyawa berukuran besar dengan dua atau lebih cincin

aromatik yang umumnya terbuat dari atom karbon dan hidrogen yang bersifat

karsinogen. PAH ditemukan pada saat pembakaran bahan organik yang tidak

sempurna. Benzo(α)piren merupakan salah satu dari tiga produk degradasi

PAH yang berpotensi sebagai bahan sitotoksik, mutagenik, agen

imunosupresif, dan karsinogen. Beberapa penelitian menyatakan bahwa

benzo(α)piren adalah mutagen dan dapat menginduksi pertumbuhan kanker

(Halliwel and Gutteridge, 1998).

Kejadian dan jenis penyakit kanker erat hubungannya dengan berbagai faktor

antara lain adalah jenis kelamin, usia, ras, dan paparan terhadap beberapa zat

yang bersifat karsinogenik (Ngatidjan, 1991). Zat yang bersifat karsinogen ini
3

dapat dibagi dalam beberapa kelompok baik yang sintetik maupun yang

berasal dari alam (Weizman dan Yanif, 1999).

Pengobatan kanker secara medis dilakukan dengan terapi penyinaran,

pembedahan, dan kemoterapi (Cerutti et al, 1994). Obat antikanker yang ideal

seharusnya dapat menghabiskan sel kanker tanpa membahayakan jaringan

sehat. Namun sampai sekarang belum ditemukan obat yang memenuhi

kriteria demikian. Pemakaian sitostatika sebagai antikanker menimbulkan

efek samping yang besar, diantaranya kerusakan pada jaringan dengan laju

proliferasi yang tinggi. Sebagian besar sitostatika juga bersifat karsinogenik

pada dosis tinggi. Oleh karena itulah pengembangan penelitian terus

dilakukan sampai saat ini untuk menemukan obat antikanker yang ideal

(Corwin, 1997).

Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan/ kemoterapi yang sekarang

diterapkan, seperti taxol, klorambusil, alkaloid indo seperti vinblastin, dan

vinkristin, bekerja dengan cara mempengaruhi metabolisme asam nukleat

terutama DNA atau biosintesis protein secara tidak selektif, sehingga bersifat

toksik tidak hanya pada sel kanker tetapi juga pada sel normal, terutama sel

normal yang memiliki kecepatan proliferasi yang tinggi seperti sumsum

tulang belakang (Siswandono, 2000).

Menurut Alberts et al (1994), pengobatan kanker yang aman dan efektif

masih belum ditemukan. Dengan demikian, usaha untuk menemukan obat

kanker perlu terus dilakukan untuk mendapatkan obat yang efektif dengan

efek samping yang kecil. Salah satu usaha yang perlu dicoba adalah dengan
4

menggali sumber alam nabati yang secara empiris telah banyak digunakan

oleh masyarakat untuk mengobati kanker. Mengenai efek suatu bahan sangat

erat kaitannya dengan senyawa kimia yang terkandung dalam bahan tersebut,

salah satunya adalah daun sirsak. Dalam daun sirsak terkandung senyawa

alkaloid, saponin, dan flavonoid (Gotama et al, 1999).

Diantara senyawa-senyawa tersebut, flavonoid mempunyai bermacam-macam

efek, yaitu efek antitumor, anti HIV, immunostimulant, antioksidan,

analgesik, antiradang (anti inflamasi), antivirus, antibakteri, antifungal,

antidiare, antihepatotoksik, antihiperglikermik, dan sebagai vasodilator

(Tjindarbumi dan Mangunkusumo, 2001).

Kanker merupakan penyakit yang menempati peringkat kedua sebagai

penyebab kematian. Hal ini menyebabkan pengembangan penelitian untuk

menemukan obat-obat baru terus berkembang, bahkan dari bahan alampun

kini banyak diteliti untuk pengobatan penyakit kanker ini (Albert et al, 1994).

Salah satu jenis tanaman yang dapat yang memiliki aktivitas sebagai agen

kemopreventif adalah sirsak, terutama pada daunnya. Zat aktif dalam tanaman

sirsak yang mampu berperan sebagai antikanker adalah Annonaceous

acetogenins. Acetogenins merupakan inhibitor kuat dari kompleks I

mitokondria atau NADH dehidrogenase. Zat ini akan mengakibatkan

penurunan produksi ATP yang akan menyebabkan kematian sel kanker, lalu

kemudian memicu terjadinya aktivasi jalur apoptosis serta mengaktifkan p53

yang dapat menghentikan siklus sel untuk mencegah terjadinya proliferasi tak
5

terkendali. Selain itu, senyawa triterpenoid dan flavonoid di dalam daun

sirsak juga memiliki efek antikarsinogenesis (Retnani, 2011).

Pengobatan kanker menggunakan tanaman obat yang di dalamnya terkandung

senyawa flavonoid. Senyawa flavonoid memiliki kemampuan menangkap

radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker. Flavonoid merupakan

senyawa golongan fenol yang pada umumnya banyak terdapat pada tumbuhan

berpembuluh. Sirsak (Annona muricata) merupakan tanaman yang berasal

dari negara Amerika Selatan, yaitu Meksiko. Keberadaan tanaman tersebut

diduga dibawa oleh orang Belanda semasa zaman penjajahan. Tanaman ini

telah menyebar di seluruh pelosok Indonesia, walaupun masih ditanam di

pekarangan rumah. Penyebaran tanaman sirsak di Indonesia dapat dijumpai di

daerah Jawa Barat, terutama Rajamandala dan Bandung Selatan serta Jawa

Tengah di daerah Karanganyar (Mahendra, 2005).

Taurin atau 2-aminoethanesulfonic acid, adalah senyawa yang diproduksi

secara alami dalam tubuh manusia. Taurin ditemukan dalam kadar tinggi di

otot rangka, jantung, serta dalam sel darah putih dan sistem saraf pusat, zat ini

merupakan komponen penting dalam empedu serta membantu pencernaan

lemak dan penyerapan vitamin yang larut dalam lemak. Taurin juga

ditemukan dalam rumput laut, jamur, dan bakteri. Zat ini sering dianggap

sebagai asam amino, meskipun hal ini tidak sepenuhnya benar karena

keduanya memiliki struktur kimia berbeda. Zat ini diduga dapat bertindak

sebagai antioksidan sehingga membantu mencegah kerusakan sel dan

jaringan yang disebabkan oleh oksidasi. Sebagai contoh, proses biokimia


6

dalam tubuh memproduksi asam hipoklorit (HOCl) sebagai produk

sampingan. Bahan kimia ini merupakan oksidan kuat yang memiliki potensi

merusak sel. Taurin bereaksi dengan proses biokimia tersebut untuk

menghasilkan senyawa taurine chloramine yang kurang reaktif (Murray,

1996).

Gambar 1. Struktur Taurin (Murray, 1996)

Arouma et al (1988), berpendapat taurin mampu secara langsung mengikat

spesies oksigen reaktif klasik (ROS) pada antioksidan. Satu-satunya spesies

reaktif yang langsung dinetralkan oleh taurin adalah HOCl, yang diubah

menjadi N chlorotaurine. Dikarenakan N-chlorotaurine kurang beracun dari

HOCl, sehingga netralisasi HOCl oleh taurin mungkin membatasi miokard

kerusakan yang disebabkan oleh neutrofil. Hal ini menyebabkan

pembentukan N-chlorotaurine yang memiliki aktivitas antioksidan yang

paling penting dari taurin.

Studi terbaru telah menemukan bahwa taurin dapat mengatur tingkat ROS

generasi oleh mitokondria. Hal ini penting karena peningkatan superoksida

generasi oleh mitokondria mampu memulai permeabilitas mitokondria

transisi, yang pada gilirannya memicu apoptosis yang rusak. Sebagian besar

studi yang menganggap suatu aktivitas antioksidan untuk taurin


7

memanfaatkan tingkat farmakologi dari b-amino asam untuk meminimalkan

kerusakan oksidatif (Schaffer et al, 2009).

Taurin dapat berfungsi sebagai antikarsinogenik, manfaatnya sebagai

antikarsinogenik yaitu pelindung sel-sel tubuh dari kerusakan yang

disebabkan oleh radikal bebas. Taurin dianggap sebagai faktor penting untuk

mengontrol berbagai perubahan biokimia yang terjadi selama proses penuaan

dan membantu pembuangan radikal bebas (Redmon et al, 1983).

Beberapa studi telah meneliti potensi kerusakan oksidatif oleh taurin. Dalam

satu studi tersebut, Harada et al (1988), menunjukkan bahwa induksi yang

potensial adalah taurin, menunjukkan tekanan oksidatif yang disebabkan

adanya adriamycin dalam hati, suatu efek dianggap memperburuk

cardiotoxicity dari adriamycin. Dalam penelitian terkait, Schaffer et al

(2009), juga menemukan bahwa defisiensi obat induksi taurin meningkatkan

angiotensin II-dimediasi apoptosis yang dapat mencegah kanker. Sejauh ini

belum pernah dilakukan penelitian tentang pemberian senyawa taurin dan

ekstrak daun sirsak (Annona muricata) sebagai anti kanker, oleh karena itu

akan dilakukan penelitian tentang pemberian senyawa taurin dan ekstrak daun

sirsak (Annona muricata) sebagai anti kanker terhadap gambaran

histopatologi hepar mencit putih (Mus musculus) secara in vivo.


8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini yaitu apakah pemberian taurin dan ekstrak daun

sirsak berpengaruh terhadap gambaran histopatologi hepar mencit putih (Mus

musculus) yang diinduksi benzo(α)piren.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian taurin

dan ekstrak daun sirsak terhadap gambaran histopatologi hepar mencit (Mus

musculus) yang terinduksi benzo(α)piren.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan :

1. Dapat berguna bagi pengembangan penelitian dari taurin sebagai

antikanker secara in vivo.

2. Penelitian aktivitas taurin dan daun sirsak diharapkan dapat

dikembangkan sebagai bahan kemopreventif baru dalam pencegahan

kanker hati yang lebih poten dan aman.

3. Dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam

penemuan senyawa obat baru.


9

E. Kerangka Pemikiran

Kanker merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya kerusakan

dan ketidaknormalan gen yang mengatur pertumbuhan dan diferensiasi sel-

sel yang mengakibatkan timbulnya mutasi genetik yang sangat potensial

menghasilkan sel kanker. Di Indonesia, penyakit kanker merupakan

penyebab kematian sekitar 4,3% dan menduduki peringkat keenam dengan

kecenderungan yang semakin meningkat.

Adanya kecenderungan peningkatan jumlah pasien penderita kanker di

Indonesia erat kaitannya dengan perubahan perilaku atau gaya hidup (life

style) masyarakat yang semakin modern antara lain mengkonsumsi bahan

makanan instant atau melalui proses pengolahan yang tidak sehat yang

kemungkinan banyak mengandung karsinogen. Salah satu jenis kanker

berbahaya adalah kanker hati. Kanker hati merupakan gangguan pada hepar

yang berawal dari tumor hepar, kondisi ini dimulai dari sirosis. Kanker

merupakan penyakit yang ditandai dengan terjadinya pembentukan jaringan

baru yang abnormal dan bersifat ganas serta tidak terkendali. Oleh sebab itu

upaya penemuan obat kanker yang efektif dan selektif sebagai usaha

pengobatan kanker secara kemoterapi menjadi sangat penting saat ini

disamping pengobatan secara fisik seperti pembedahan dan radioterapi.

Pada umumnya obat kanker yang berasal dari senyawa kimia sintetik

bekerja tidak selektif karena memiliki mekanisme kerja merusak DNA tidak

hanya pada sel kanker tetapi juga pada sel normal di sekitarnya. Daun sirsak

(Annona muricata) oleh penduduk Asia dan khususnya di Indonesia, telah


10

digunakan secara tradisional sebagai obat dan pencegah penyakit kanker

yang tidak menimbulkan efek toksik yang merugikan. Disamping itu juga

ada senyawa taurin yang berfungsi sebagai antioksidan. Antioksidan

membantu menghentikan proses perusakan sel dengan cara memberikan

elektron kepada radikal bebas. Dengan demikian dapat dikatakan jika suatu

senyawa berfungsi sebagai antioksidan maka dapat berfungsi juga sebagai

anti kanker. Oleh sebab itu perlu diteliti penggunaan senyawa taurin dan

ekstrak daun sirsak sebagai anti kanker pada mencit yang diinduksi zat

karsinogenik yaitu benzo(α)piren.

Belum ada penelitian tentang bagaimana gambaran histopatologi pada sel

hepar yang rusak, yang diberi taurin dan ekstrak daun sirsak, apakah ada

perubahan gambaran histopatologi hepar yang diinduksi zat karsinogenik.

Penelitian ini dilakukan pada mencit putih yang diinduksi dengan

benzo(α)piren selama 10 hari secara subkutan, kemudian dilanjutkan

dengan pemberian zat uji selama 15 hari dan dilihat perubahan organ tubuh

melalui analisis gambaran histopatologi pada hati. Hasil analisis perubahan

gambaran histologis pada hati ini diharapkan dapat dilanjutkan untuk uji

klinik dan dapat disosialisasikan ke masyarakat bahwa taurin dan daun

sirsak dikembangkan sebagai bahan kemopreventif baru dalam pencegahan

kanker hati yang lebih poten dan aman.


11

F. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pemberian taurin dan

ekstrak daun sirsak (Annona muricata) dapat memperbaiki dan melindungi

kerusakan histopatologi hepar mencit (Mus musculus) yang diinduksi

benzo(α)piren.
12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Sel Kanker

Kanker adalah penyakit yang ditandai dengan pembelahan sel yang tidak

terkendali. Sel kanker memiliki kemampuan untuk menyerang jaringan

biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang

bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh

(metastasis). Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan adanya

kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang mengontrol

pembelahan sel. Beberapa buah mutasi dibutuhkan untuk mengubah sel

normal menjadi sel kanker. Mutasi tersebut dapat diakibatkan oleh agen kimia

maupun agen fisik yang disebut karsinogen. Mutasi dapat terjadi secara

spontan ataupun diwariskan (mutasi germline) (Kumar dan Robin, 1995).

Kanker disebabkan adanya genom abnormal, terjadi karena adanya kerusakan

gen yang mengatur pertumbuhan diferensiasi sel. Gen yang mengatur

pertumbuhan dan diferensiasi sel disebut protooncogen dan tumor suppressor

genes, dan terdapat pada semua kromosom dengan jumlah yang banyak.

Protooncogen yang telah mengalami perubahan hingga dapat menimbulkan

kanker disebut onkogen. Suatu pertumbuhan normal diatur oleh kelompok

gen, yaitu growth promoting protooncogenes, growth inhibiting cancer

supresor genes (antioncogenes) dan gen yang berperan pada kematian sel

terprogram (apoptosis). Selain ketiga kelompok gen tersebut, terdapat juga


13

kelompok gen yang berperan pada DNA repair yang berpengaruh pada

proliferasi sel. Ketidakmampuan dalam memperbaiki DNA yang rusak

menyebabkan terjadinya mutasi pada genom dan menyebabkan terjadinya

keganasan. Proses karsinogenesis merupakan suatu proses multi tahapan dan

terjadi baik secara fenotip dan genetik. Pada tingkat molekuler, suatu progresi

merupakan hasil dari sekumpulan lesi genetic (Maramis, 2005).

Gambar 2. Skema sederhana dasar molekuler penyakit kanker (Depkes RI, 2007).
14

The six hallmark of cancer ( enam karakter sel kanker ) adalah kontek enam

perubahan mendasar dalam fisiologi sel yang secara bersama-sama

menentukan fenotipe keganasan (Karsono, 2006) (Gambar 3).

1. Growth signal autonomy: Sel normal memerlukan sinyal eksternal untuk

pertumbuhan dan pembelahannya, sedang sel kanker mampu

memproduksi growth factors dan growth factor receptors sendiri. Dalam

proliferasinya sel kanker tidak tergantung pada sinyal pertumbuhan

normal. Mutasi yang dimilikinya memungkinkan sel kanker untuk

memperpendek growth factor pathways.

2. Evasion Growth inhibitory signal : Sel normal merespon sinyal

penghambatan pertumbuhan untuk mencapai homeostasis. Jadi ada waktu

tertentu bagi sel normal untuk proliferasi dan istirahat. Sel kanker tidak

mengenal dan tidak merespon sinyal penghambatan pertumbuhan, keadaan

ini banyak disebabkan adanya mutasi pada beberapa gen (protoonkogen)

pada sel kanker.

3. Evasion of Apoptosis Signal : Pada sel normal kerusakan DNA akan

dikurangi jumlahnya dengan mekanisme apoptosis, bila ada kerusakan

DNA yang tidak bisa lagi direparasi. Sel kanker tidak memiliki kepekaan

terhadap sinyal apoptosis. Kegagalan sel kanker dalam merespon sinyal

apoptosis lebih disebabkan karena mutasinya gen-gen regulator apoptosis

dan gen-gen sinyal apoptosis.

4. Unlimited replicative potential: Sel normal mengenal dan mampu

menghentikan pembelahan selnya bila sudah mencapai jumlah tertentu dan

mencapai pendewasaan. Penghitungan jumlah sel ini ditentukan oleh


15

pemendekan telomere pada kromosom yang akan berlangsung setiap ada

replikasi DNA. Sel kanker memiliki mekanisme tertentu untuk tetap

menjaga telomere yang panjang, hingga memungkinkan untuk tetap

membelah diri. Kecacatan dalam regulasi pemendekan telomere inilah

yang memungkinkan sel kanker memiliki unlimited replicative potential.

Gambar 3. Enam tanda utama kanker (The Hallmarks of Cancer, Cell). Sebagian
besar kanker memperoleh berbagai kemampuan ini selama perkembangannya
melalui mutasi di gen tertentu (Karsono, 2006).

5. Angiogenesis (formation of blood vessel): sel normal memiliki

ketergantungan terhadap pembuluh darah untuk mendapatkan suplai

oksigen dan nutrient yang diperlukan untuk hidup. Namun bentuk dan

karakter pembuluh darah sel normal lebih sederhana atau konstan sampai

dengan sel dewasa. Sel kanker mampu menginduksi angiogenesis, yaitu

pertumbuhan pembuluh darah baru di sekitar jaringan kanker.

Pembentukan pembuluh darah itu baru diperlukan untuk survival sel


16

kanker dan ekspansi kebagian lain dari tubuh (metastase). Kecacatan pada

pengaturan keseimbangan induser angiogenik dan inhibitornya dapat

mengaktifkan angiogenic switch.

6. Invasion and metastasis: Sel normal berpindah ke lokasi lain di dalam

tubuh. Perpindahan sel kanker dari lokasi primernya ke lokasi sekunder

atau tertiernya merupakan faktor utama adanya kematian yang disebabkan

karena kanker. Mutasi memungkinkan peningkatan aktivitas enzim enzim

yang terlibat invasi sel kanker (MMPs). Mutasi juga memungkinkan

berkurangnya atau hilangnya adhesi antar sel oleh molekul-molekul adhesi

sel, meningkatnya attachment, degradasi membran basal, serta migrasi sel

kanker (Karsono, 2006).

B. Hepar

Hepar merupakan salah satu organ dalam tubuh yang mempunyai berat rata-

rata 1500gr atau 2.5% BB orang dewasa normal, yang terletak pada kavum

abdominalisregio hipokondrium bagian kanan. Terbagi menjadi tiga lobus

yaitu lobus kanan (terbesar), kiri dan kaudal (terkecil). Hepar atau hepar

mendapat darah dari dua sumber, yaitu arteri hepatica dan vena porta. Hepar

penting untuk mempertahankan hidup dan berperan pada hampir setiap fungsi

metabolisme tubuh dan bertanggung jawab lebih dari 500 aktivitas. Seluruh

sel dalam hepar mempunyai kemampuan untuk regenerasi. Sel hepar

tergolong sel yang stabil. Dalam keadaan normal sel hepar tidak mengalami

replikasi, tetapi apabila hepar mengalami cedera sel terangsang untuk

replikasi. Kemampuan regeneratif ini sangat vital bagi penderita pada fase
17

penyembuhan kerusakan hepar akibat infeksi virus, obat atau trauma. Kanker

hepar merupakan salah satu gangguan pada hepar yang berawal dari tumor

hepar (adenoma hepar), kondisi ini dimulai dari sirosis (Weizman and Yanif,

1999).

Hepar (hepar) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Didalam hepar

terjadi proses-proses penting bagi kehidupan, yaitu proses penyimpanan

energi, pembentukan protein dan asam empedu, pengaturan metabolisme

kolesterol, dan penetralan racun yang masuk dalam tubuh, sehingga timbulnya

kerusakan pada hepar akan mengganggu proses penting dalam kehidupan

tersebut (Kumar dan Robin, 1995).

Nekrosis hepar terjadi karena interaksi radikal bebas hasil metabolisme obat

dan metabolisme tubuh dengan biomolekul penyusun membran sel hepar.

Interaksi radikal bebas ini menyebabkan perubahan dan merusak membran sel.

Kerusakan sel hepar menyebabkan meningkatnya lipid peroksida darah karena

lipid peroksida tubuh tidak dapat lagi didetoksifikasi dalam hepar (Weizman

dan Yanif, 1999).

C. Kanker Hepar

Menurut Corwin (1997) kanker merupakan pembelahan dan pertumbuhan sel

secara abnormal yang tidak dapat dikontrol sehingga mengganggu fungsi

organ tubuh yang terkena. Kanker juga disebut dengan neoplasma maligna.

Neoplasma adalah masa yang dibentuk oleh sel-sel kanker, sedangkan

maligna berarti ganas. Kanker hepar merupakan salah satu bentuk gangguan
18

pada hepar, akibat pertumbuhan sel-sel hepar yang tidak terkendali yang

biasanya diawali oleh sirosis yang merupakan kondisi premaligna.

Gambaran klinis dari penyakit ini antara lain (Corwin, 1997) :

1. Pada stadium awal gejala belum jelas

2. Adanya oedema

3. Perasaan penuh pada abdomen

4. Hemoperitoneum, adanya darah pada rongga perut

5. Timbul gejala ikterus merupakan gejala kuning

6. Keluhan berkaitan dengan saluran pencernaan seperti mual dan muntah

D. Definisi Hepatocellular Carcinoma (HCC)

Hepatocellular Carcinoma (HCC) adalah jenis tumor yang ditemukan di

organ hepar yang dikenal sebagai kanker hepar primer atau hepatoma. Setiap

tahun, karsinoma hepatoseluler didiagnosis pada lebih dari setengah juta orang

di seluruh dunia, dimana sekitar tiga per empat kasus-kasus kanker hepar

ditemukan di Asia Tenggara antara lain China, Hong Kong, Taiwan, Korea,

dan Japan. Hepar terbentuk dari tipe-tipe sel yang berbeda, contohnya :

pembuluh-pembuluh empedu, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel

penyimpan lemak. Sel-sel hepar membentuk sampai 80% dari jaringan hepar.

Lebih dari 90% kanker hepar primer timbul dari sel-sel hepar dan disebut

kanker hepatoselular (Parkin et al., 2000).


19

E. Patologi Karsinoma Hepatoseluler (Hepatocellular Carcinoma)

Secara makroskopis karsinoma hepatoseluler dapat muncul sebagai masa

soliter besar, sebagai nodul multipel atau sebagai lesi infiltratif difus. Secara

mikroskopis, neoplasma disusun oleh sel-sel hepar abnormal dengan berbagai

diferensisasi. Tumor dengan diferensiasi yang lebih baik disusun oleh sel-sel

mirip sel hepar yang teratur di dalam pita-pita yang terpisah oleh sinusoid-

sinusoid. Sel-sel ini berinti besar yang memperlihatkan anak inti yang

menonjol dan hiperkromasi dan dapat mengandung empedu di dalam

sitoplasmanya. Tumor–tumor yang kurang berdiferensiasi baik mempunyai

lembaran-lembaran sel-sel anaplastik. Invasi pada radikulus vena hepatika

merupakan gambaran khas yang membedakan dengan adenoma. Sulit

membedakan karsinoma hepatoselular berdiferensiasi buruk dengan

carsinoma metastatic. Pewarnaan imunohistokimia dapat memperlihatkan alfa

–fetoprotein didalam sel neoplasma. Karsinoma hepatoseluler juga mensekresi

peningkatan kadar darah di jumpai pada 90% pasien. Karsinoma hepatoseluler

cenderung bermetastasis dini melalui pembuluh limfa ke kelenjar getah bening

regional dan melalui darah menimbulkan metastasis pada paru. Metastasis ke

tempat lain terjadi pada tahap akhir (Chandrasoma, 2005).

F. Stadium Klinis

Tingkat penyakit (stadium) hepatoma primer terdiri dari :

Ia : Tumor tunggal diameter ≤ 3 cm tanpa emboli tumor, tanpa metastasis

kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh.


20

Ib : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter ≤ 5 cm pada separuh

hepar, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal

ataupun jauh.

IIa : Tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan ≤ 10 cm di

separuh hepar, atau dua tumor dengan gabungan ≤ 5 cm di kedua

belahan hepar kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis

kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIb : Tumor tunggal atau multiple dengan diameter gabungan ≥ 10 cm di

separuh hepar, atau tumor multiple dengan gabungan ≥ 5 cm di kedua

belahan hepar kiri dan kanan tanpa emboli tumor, tanpa metastasis

kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh

IIIa : Tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama

vena porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal

jauh salah satu daripada nya

IIIb : Tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis

IV : Penyebaran kanker melibatkan beberapa situs di seluruh tubuh.

Seringkali, operasi tidak dianjurkan dan kemoterapi merupakan pilihan

terbaik (Desen, 2008).

G. Penyebab Kanker Hepar

Menurut Thompsond (1994) faktor penyebab yang telah diketahui maupun

yang diduga sebagai penyebab karsinoma sel hepar ini ialah :


21

1. Aflatoksin,mikrotoksin karsinogenik yang diproduksi oleh jamur

Aspergillus Flavus,yang mengkontaminasi makanan yang disimpan dalam

keadaan lembab

2. Akibat virus hepatitis B

3. Sirosis sel hepar

4. Mengkonsumsi alkohol

5. Radikal bebas

6. Karsinogen yaitu zat-zat yang dapat menyeabkan pertumbuhan kanker,

misalnya: benzo(α)piren.

7. Zat pengawet makanan seperti formaldehid, sebagai pengawet bakso atau

tahu, zat pewarna tekstil, seperti methany lyellow pada krupuk, tahu dll.

8. Tidur terlalu malam

9. Hal lainyang dapat memicu timbulnya kanker (Kumar dan Robin, 1995).

H. Patofisiologi Kanker Hepar

Suatu jenis karsinoma sel hepar dengan gambaran spesifik adalah varian

fibrolamelar dimana sel hepar neoplastik tersusun dalam pita yang lebar atau

lamella yang dipisahkan oleh jaringan fibrosa padat. Varian ini kebanyakan

timbul pada wanita muda, tanpa sirosis sebagai faktor predisposisi.

Kanker hepar terbagi dua yaitu :

1. Kanker hepar primer

Kanker hepar primer berasal langsung dari hepar (hepatoma) dan dapat

berasal dari hepatosit (karsinoma hepatoselular) atau dari duktus empedu

(kolangio karsinoma).
22

2. Kanker hepar sekunder

Kanker hepar sekunder timbul akibat metastasis kanker dari bagian tubuh

lain, misalnya usus, payudara, kolon, lambung, pankreas,dan lain-lain

yang mengalirkan darahnya ke hepar melalui vena porta.

Kanker hepar primer dan sekunder sering bermetastasis keluar hepar,

terutama jantung dan paru-paru karena aliran darah dari hepar mula-mula

menyerang kedua organ tersebut. Semua jenis kanker hepar memiliki

prognosis yang sangat buruk, dengan angka bertahan hidup 5 tahun sekitar

1% (Corwin, 1997).

I. Karsinogenesis

Menurut Schneider (1997) kanker terjadi karena adanya kerusakan atau

transformasi protoonkogen dan gen penghambat tumor sehingga terjadi

perubahan dalam cetakan protein dari yang telah diprogramkan semula yang

mengakibatkan timbulnya sel kanker. Karena itu terjadi kekeliruan transkripsi

dan translasi gen sehingga terbentuk protein abnormal yang terlepas dari

kendali normal pengaturan dan koordinasi pertumbuhan dan diferensiasi sel.

Pengaturan sifat individu dilakukan oleh gen (DNA) dengan pembentukan

protein melalui proses transkripsi dan translasi.

Karsinogenesis merupakan suatu proses multi tahap, dengan 3 tahapan

(Schneider, 1997), yaitu :

1. Inisiasi (Initiation)

Tahap pertama ialah permulaan atau inisiasi, dimana sel normal berubah

menjadi premaligna. Karsinogen harus merupakan mutagen yaitu zat yang


23

dapat menimbulkan mutasi gen. Pada tahap inisiasi karsinogen bereaksi

dengan DNA, menyebabkan amplifikasi gen dan produksi copy multiple

gen.

2. Promosi (Promotion)

Promoter adalah zat non mutagen tetapi dapat meningkatkan reaksi

karsinogen dan tidak menimbulkan amplifikasi gen. Sifat-sifat promotor

ialah: mengikuti kerja inisiator, perlu paparan berkali-kali, keadaan dapat

reversible, dapat mengubah ekspresi gen seperti: hiperplasia, induksi

enzim, induksi diferensiasi.

3. Progresi (Progression)

Pada progresi ini terjadi aktivasi, mutasi atau hilangnya gen. Pada progresi

ini timbul perubahan benigna menjadi pre-maligna dan maligna.

Dalam karsinogenesis ada 3 mekanisme yang terlibat:

a. Onkogen yang dapat menginduksi timbulnya kanker.

b. Antionkogen atau gen suppressor yang dapat mencegah timbulnya kanker.

c. Gen modulator yang dapat mempengaruhi eksperimen karakteristik gen

yang mempengaruhi penyebaran kanker.

Bila ada kerusakan gen, tubuh berusaha mereparasi atau memperbaiki

transkripsi gen yang rusak (DNA repair). Kerusakan transkripsi ini mungkin

dapat dan mungkin pula tidak dapat diperbaiki lagi. Bila transkripsi gen itu

dapat diperbaiki dengan sempurna, maka pada replikasi sel berikutnya

terbentuklah sel baru yang normal. Tetapi bila tidak dapat diperbaiki dengan

sempurna akan terbentuk sel baru yang defektif. Walaupun sel itu defektif

masih tetap ada usaha mereparasi kerusakan transkripsi. Bila berhasil akan
24

terbentuk sel yang normal dan bila gagal akan terbentuk sel yang abnormal,

yaitu sel yang mengalami mutasi, atau transformasi, yang pada akhirnya dapat

menjadi sel kanker.

Teori karsinogenesis untuk menerangkan bagaimana kanker itu terjadi

didasarkan atas:

1. Mutasi Somatik, yaitu perubahan urutan letak nukleotida dalam asam

amino rantai DNA, yang menyebabkan perubahan kode genetik.

Menghasilkan produksi protein yang abnormal, sehingga regulasi

pertumbuhan dan diferensiasi sel terganggu, sel menjadi otonom dan lepas

dari regulasi normal dan sel dapat tumbuh tanpa batas.

2. Penyimpangan Diferensiasi Sel (Teori Epigenetik), terjadinya gangguan

system atau mekanisme regulasi gen seperti represif, depresi serta ekspresi

regulasi, sehingga timbul gangguan pertumbuhan dan diferensiasi sel.

Defek yang terjadi karena mekanisme regulasi gen yang mengatur

pertumbuhan, dan bukan pada struktur gen itu sendiri, maka teori ini

disebut teori epigenetik.

3. Aktivasi Virus. Virus masuk ke dalam inti sel dan berintegrasi dengan

DNA penderita serta mengubah fenotype sel dengan menyisipkan (insersi)

informasi baru atau mengubah transkripsi dan translasi gen. Virus DNA

dapat secara langsung berintegrasi dengan DNA inang dan ditularkan

secara vertikal kepada anak-anak sel inang, sedang virus RNA dengan

bantuan enzim reverse transkriptase. Menurut teori ini kanker terjadi

karena ada infeksi virus yang menyisipkan gennya ke dalam DNA inang

yang dapat mengaktifkan protoonkogen menjadi onkogen.


25

4. Seleksi Sel. Pada sel tubuh manusia diperkirakan terdapat lebih dari

50.000 gen dan masing-masing gen mempunyai fungsi tersendiri. Di

dalam tubuh setiap saat ada sel yang mati dan ada pula sel baru yang

terbentuk melalui proses mitosis. Karena adanya mutasi maka timbul sel

yang defektif dan akan mati atau tidak dapat mengadakan mitosis lebih

lanjut. Hanya sel-sel yang baik dan memenuhi syarat tertentu yang akan

dapat tetap bertahan hidup. Dalam menyeleksi sel mana yang boleh terus

hidup dan berkembang, terjadi kekeliruan. Di sini ada sel yang mengalami

mutasi atau transformasi yang lepas dari seleksi dan terus berkembang

menjadi sel kanker (King, 2000).

Keganasan pada sel eukariota terjadi akibat adanya perubahan perilaku sel

yang abnormal, yaitu sel mempunyai kemampuan proliferasi dan diferensiasi

yang sangat tinggi. Perubahan perilaku tersebut terjadi karena sel

mengekspresikan berbagai protein yang abnormal. Berbagai protein abnormal

muncul karena sel mengalami mutasi/kecacatan gen, khususnya gen yang

mengkode protein, yang sangat berperan pada pengaturan siklus pembelahan

sel. Contohnya adalah gen yang termasuk kelompok protooncogen atau

kelompok tumor suppressorgene, serta gen yang mengatur dan menghambat

pemendekan telomer pada ujung kromosom.

Pertumbuhan kanker merupakan proses mikroevolusioner yang dapat

berlangsung beberapa bulan atau beberapa tahun (Albert et al., 1994). Proses

pertumbuhan ini dinamakan karsinogenesis, dimulai dari satu sel kanker yang

memperbanyak diri dan membentuk satu koloni kecil dalam jaringan yang
26

sama. Selanjutnya perubahan genetik (misalnya aktivasi onkogen) terjadi

dalam koloni sel yang abnormal dan menjadi tumor ganas (Schneider, 1997).

Proses karsinogenesis terjadi melalui beberapa fase yang meliputi fase

inisiasi, fase promosi, fase progresi, dan metastasis. Inisiasi merupakan fase

pertama dan merupakan akibat adanya perubahan genetik yang menyebabkan

adanya proliferasi abnormal dari satu sel. Promosi merupakan kelanjutan

inisiasi, yaitu adanya pacuan dari faktor promosi tumor yang menyebabkan

pertumbuhan yang cepat dan pembentukan tumor benigna. Progresi

merupakan perubahan genetik semakin bertambah banyak sehingga akan

menambah koloni sel tumor. Tumor pada stadium ini bersifat invasif dan

seringkali diikuti dengan proses pembentukan pembuluh darah baru yang

dinamakan angiogenesis. Fase berikutnya adalah metastasis, yaitu

perkembangan tumor yang bersifat malignan dan terjadinya pelepasan sel-sel

tumor ganas dari koloni primernya. Sel-sel tumor ganas ini dapat memasuki

saluran limfatik, sehingga dapat menyebar ke seluruh tubuh dan berkembang

di tempat yang jauh (Schneider, 1997).

Kemampuan invasi sel kanker dihubungkan dengan banyaknya produksi

protease pada sel kanker ini. Protease akan mempengaruhi interaksi sel dan

memfasilitasi pergerakan sel kanker melalui matriks ekstraseluler. Tahap

metastasis merupakan tahap yang paling kritis yang menyebabkan gejala

klinis dan bahkan kematian (King, 2000).


27

J. Mencit (Mus musculus)

Klasifikasi mencit putih menurut Pramono dan Malole (1989) adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Sub filum : Vertebrata
Class : Mamalia
Sub class : Theria
Ordo : Rodentia
Sub ordo : Myomorpha
Famili : Muridae
Sub family : Murinae
Genus : Mus
Species : Mus musculus

Gambar 4. Mencit putih (Mus musculus) (Pramono dan Malole, 1989).

Mencit (Mus musculus) memiliki beberapa karakteristik umum, yaitu aktif

pada malam hari, berat individu dewasa (jantan: 25-40g, betina 20-40g), dan

suhu basal tubuh 37°C. Selain itu, mencit memiliki laju respirasi 95-165

tarikan nafas/menit dan denyut jantung 325-800 denyut/menit. Hewan

tersebut memiliki lama siklus estrus 4-5 hari dan periode gestasi 19-21 hari.

Lama hidup mencit berkisar antara 1,5 hingga 3 tahun (Suckow, 2006).
28

Mencit merupakan hewan percobaan yang banyak digunakan dalam

penelitian biomedis dan kedokteran. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa

alasan, yaitu mencit memiliki tingkat reproduksi yang tinggi dan periode

gestasi yang pendek. Hewan tersebut juga merupakan model yang cukup

repesentatif untuk berbagai model penyakit kanker dan kelainan manusia.

Selain itu, hewan tersebut mudah untuk ditangani, pemeliharaannya cukup

murah, dan terdapat banyak literatur yang dapat digunakan berkaitan dengan

hewan tersebut (Pramono dan Malole, 1989).

K. Sirsak (Annona muricata)

Tanaman sirsak diklasifikasikan berasal dari kingdom Plantae, dari

superdivisi Spermatophyta, divisi Magnoliophyta. Kelas dari tanaman ini

adalah Magnoliopsida dengan subkelas Magnoliidae. Sirsak berasal dari ordo

Magnoliales, dari famili Annonaceae. Genus dari tanaman ini adalah Annona

dan spesiesnya adalah Annona muricata. Sirsak dapat tumbuh pada daerah

tropis dan subtropis (Albert et al, 1994). Buah sirsak memiliki bentuk hepar

yang dikelilingi oleh sesuatu yang berbentuk seperti duri yang tumpul, kulit

buah sirsak berwarna hijau tua. Sirsak dapat tumbuh pada semua jenis tanah

dengan derajat keasaman (pH) antara 5-7. Tanah yang sesuai adalah tanah

agak asam sampai agak alkalis, namun yang memiliki bahan organik yang

tinggi. Tumbuh subur di ketinggian antara 100-300 mdpl (di atas permukaan

laut). Suhu udara yang sesuai antara 22-32 derajat Celcius dengan curah

hujan antara 1.500-3.000 mm/tahun. Lokasi yang disenangi tanaman sirsak

diantaranya lahan yang terbuka, tidak ada naungan, dan tidak ada kabut.

Tanaman sirsak memerlukan sinar matahari antara 50-70%. Seluruh bagian


29

tanaman sirsak dapat digunakan sebagai obat tradisional, termasuk kulit kayu,

daun, akar, buah, dan biji. Buah sirsak umumnya digunakan untuk mengobati

penyakit yang disebabkan oleh cacing dan parasit, mengobati demam,

meningkatkan produksi ASI pada ibu menyusui, dan untuk diare dan disentri.

Biji yang dihancurkan dapat digunakan sebagai vermifug dan antelmintik

terhadap internal dan eksternal parasit dan cacing (Thompsond, 1994).

Bagian lain pada tanaman sirsak yang terkenal dapat digunakan sebagai obat-

obatan adalah daun. Daun sirsak banyak dimanfaatkan sebagai obat herbal

seperti untuk penyakit kulit, rematik, batuk dan flu, serta antikanker dan

hipertensi. Daun sirsak biasa dikonsumsi dalam bentuk teh. Teh daun sirsak

digunakan sebagai obat radang selaput lendir hidung. Rebusan daun sirsak

juga efektif digunakan untuk kutu rambut dan kutu busuk. Daun segar yang

dihaluskan mampu membantu penyembuhan luka pada kulit. Penduduk di

beberapa negara seperti Brazil dan Peru diketahui menggunakan daun sirsak

sebagai obat diabetes (Mahendra, 2005).

Menurut Retnani (2011), daun sirsak mengandung flavonoid, alkaloid, asam

lemak, fitosterol, mirisil alkohol dan anonol. Senyawa pada daun sirsak yang

diduga memiliki khasiat antidiabetes adalah senyawa alkaloid dan flavonoid.

Senyawa flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan

termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, bunga, buah, dan biji.

Kebanyakan flavonoid berada di dalam tumbuh-tumbuhan kecuali alga.

Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yaitu pada

Angiospermae, klorofita, fungi, bryophyta (Mahendra, 2005).


30

Gambar 5. Daun Sirsak (Annona muricata) (Mahendra, 2005)

Tanaman sirsak (Annona muricata Linn.) berasal dari bahasa Belanda, yakni

zuurzak, berarti kantong asam. Daun sirsak banyak digunakan sebagai obat

herbal untuk mengobati berbagai penyakit, antara lain penyakit asma di

Andes Peru, diabetes dan kejang di Amozania Peru (Dewi, 2007).

Senyawa dalam daun sirsak antara lain steroid/terpenoid, flavonoid, kumarin,

alkaloid, dan tanin. Senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan untuk

penyakit kanker, anti mikroba, anti virus, pengatur fotosintetis, dan pengatur

tumbuh. Masyarakat Indonesia menggunakan daun sirsak sebagai obat herbal

untuk mengobati penyakit kanker, yaitu dengan cara meminum air rebusan

daun sirsak segar. Air rebusan daun sirsak segar dapat menimbulkan efek

panas seperti pada kemoterapi, namun air rebusan daun sirsak ini hanya

membunuh sel-sel yang abnormal (kanker) dan membiarkan sel-sel normal

tetap tumbuh. Hal ini berbeda dengan efek yang ditimbulkan pada pengobatan

kemoterapi, dimana pengobatan kemoterapi ini tidak saja membunuh sel-sel

abnormal (kanker) tetapi sel-sel yang normal pun ikut mati

(Ganiswarna,1995).
31

Klasifikasi tanaman sirsak (Annona muricata) menurut Syamsuhidayat dan

Hutapea (1991) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Orde : Magnoliales
Famili : Annonaceae
Marga : Annona
Species : Annona muricata

Gambar 6. Pohon dan daun sirsak (Annona muricata) (Dalimartha, 2003).

Tumbuhan ini berbentuk pohon, berwarna coklat tua, batang berkayu

(lignosus), silindris, permukaan kasar, percabangan simpodial. Arah tumbuh

batang tegak lurus, arah tumbuh cabang ada yang condong ke atas dan ada

yang mendatar (Dalimartha, 2003).

Memiliki daun berbentuk jorong (ovalis atau ellipticus). Permukaan daun

licin (laevis) dan mengkilat (nitidus), tepi daun rata (integer), daging daun

tebal dan kaku seperti kulit/belulang (coriaceus). Pangkal daun runcing daun

ujung daun tumpul (obtusus) (Triastuti, 2006).


32

L. Taurin

Taurin atau asam 2-aminoethanesulfonik adalah asam organik yang

merupakan kandungan utama empedu, dan dapat ditemukan pada jaringan

tubuh manusia terutama pada otot rangka, jantung, serta dalam sel darah

putih dan sistem saraf pusat. Taurin adalah turunan dari asam amino yang

mengandung belerang (sulfhidril), cysteine. Berbeda dengan asam amino

yang sudah banyak dikenal, taurin, atau L-taurin khususnya, tidak digunakan

sebagai protein blok pembangun. Taurin digunakan untuk membantu

penyerapan lemak dan vitamin yang larut dalam lemak. Taurin juga

membantu mengatur detakan jantung, menstabilkan-membran sel, dan

memelihara kelangsungan sel-sel otak (Arouma et al, 1988).

a. Sumber Taurin

Taurin terdapat dalam daging, ikan, telur dan produk susu. Karena

manusia dewasa mampu memproduksi zat ini sendiri, asupan dari

makanan bisa dijadikan alternative bila kadar produksi taurin dalam tubuh

mulai menurun. Meskipun diet vegetarian tidak mengonsumsi makanan di

atas, namun banyak makanan nabati seperti kacang-kacangan dan

beberapa sayuran, juga mengandung taurin. Senyawa ini juga diproduksi

secara sintetis untuk digunakan dalam minuman berenergi dan suplemen.

Taurin merupakan salah satu nutrisi esensial yang diperlukan tubuh dan

berperan penting dalam membantu perkembangan sel-sel tubuh (terutama

otot), pendistribusian nutrisi ke seluruh tubuh dan mencegah tubuh dari

oksidasi partikel berbahaya yang dapat mengancam kesehatan.


33

b. Fungsi Taurin

1. Taurin untuk meningkatkan performa mental. Seiring dengan proses

penuaan, tingkat konsentrasi taurin di otak akan menurun secara

perlahan. Tingkat taurin yang tinggi dalam tubuh akan membuat

memori dan fungsi mental Anda menjadi lebih baik. Studi ilmiah

menemukan bahwa taurin dapat meningkatkan level kewaspadaan dan

penalaran verbal.

2. Taurin untuk mencegah penuaan dini. Taurin dapat berfungsi sebagai

antioksidan, manfaatnya sebagai antioksidan yaitu pelindung sel-sel

tubuh dari kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas. Taurin

dianggap sebagai faktor penting untuk mengontrol berbagai perubahan

biokimia yang terjadi selama proses penuaan dan membantu

pembuangan radikal bebas.

3. Taurin untuk mencegah gagal jantung. Taurin digunakan untuk

membantu menyerap lemak dan vitamin yang larut dalam lemak serta

untuk mengatur detak jantung, menjaga stabilitas membran sel, dan

mencegah aktivitas berlebih dari sel otak, juga diyakini berguna dalam

melindungi terhadap gagal jantung kongestif.

4. Efektif melawan obesitas. Obesitas atau kelebihan berat badan

merupakan kondisi yang dapat mempengaruhi kesehatan tubuh

keseluruhan, terutama karena obesitas menjadi pemicu terjadinya

peradangan akibat makin bertambahnya kadar lemak di area tertentu

(Redmon et al, 1983).


34

M. Benzo(α)piren

Benzo(α)piren merupakan senyawa hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH)

yang digolongkan sebagai senyawa pro karsinogen kuat. Senyawa ini

dijumpai di lingkungan sebagai hasil pirolisis lemak atau sebagai hasil

proses pembakaran yang tidak sempurna, seperti pada daging panggang,

sate, makanan yang diasap, asap rokok dan asap kendaraan bermotor.

Hingga saat ini masih terus berkembang anggapan benzo(α)piren sebagai

penyebab kanker. Sebagai senyawa karsinogen, benzo(α)piren dapat

menimbulkan mutasi gen yang dapat dimanifestasikan sebagai kerusakan

kromosom, yaitu terjadi aberasi atau terbentuk patahan-patahan

kromosom. Pada tahap telofase, fragmen kromosom dan atau massa

kromatin dalam sel akan tertinggal pada sitoplasma membentuk struktur

menyerupai inti sel dengan diameter antara 1/20 sampai 1/5 diameter inti

yang dinamai mikronukleus (MN). Jadi terbentuknya mikronukleus pada

sel merupakan indikasi terjadinya aktivitas mutagenik yang merusak

kromosom dan akhirnya memicu terjadinya kanker (Sumpena, 2009).

Proses metabolisme dan distribusi benzo(α)piren dalam tubuh terjadi

secara bertahap dan dalam waktu yang relatif berbeda untuk tiap jenis

makhluk hidup. Penelitian pada tikus, benzo(α)piren dapat menginduksi 3

kanker sekaligus antara lain yaitu kanker paru, kanker hepar, kanker darah

dan menunjukkan proses distribusi benzo(α)piren bertahap yang

berlangsung cepat. Benzo(α)piren masuk melalui proses inhalation, dan

secara berurutan ditemukan dalam kadar yang tinggi pada liver,


35

esophagus, usus kecil, dan mencapai darah 30 menit setelah pemaparan

(Faust and Reno, 1994).

Secara detail, dalam 5 menit presentase kandungan benzo(α)piren dalam

tiap organ dan jaringan tubuh tikus adalah paru-paru (59.5%), carcass

(14.4%), liver (12.5%), darah (3.9%), dan usus (1.9%). Pada menit ke 60,

prosentase tersebut menjadi paru-paru (15.4%), carcass (27.1%), liver

(15.8%), darah (1.6%), dan usus (9.9%) (Feust dan Reno, 1994).

Selain dalam organ-organ tersebut, pada tubuh manusia benzo(α)piren

juga ternyata ditemukan di urin pada wanita hamil dan anak-anak, dalam

plasenta, darah pada tali pusat, darah pada ibu hamil, organ reproduksi dan

ASI (EPA, 2006).

Keberadaan benzopiren dalam organ-organ tersebut berikatan dengan

DNA secara kimiawi dan menganggu proses replikasi DNA. Keberadaan

ikatan benzopiren DNA mempengaruhi kinerja sel granulose-lutein (sel

yang berasal dari membran granulosa dari folikel ovarium matang yang

mengeluarkan estrogen dan progesteron, dan merupakan bentuk komponen

utama dari korpus luteum) dalam ovari dan dapat menurunkan jumlah

sperma yang dihasilkan (EPA,2006). Ikatan benzopiren-DNA ini

mempengaruhi jaringan pada masa pembelahan sel, misalnya pada

perkembangan awal embrio, sehingga dapat menyebabkan turunnya berat

badan bayi.
36

Pemaparan benzo(α)piren selama kehamilan juga berimbas pada sistem

imun, yaitu perkembangan T lymphocytes (sel limfosit yang bekerja

sebagai sel perantara imun yang memiliki reseptor khusus pada

permukaan).

Menurut EPA (2006) pada tikus hamil yang dipaksa mengkonsumsi

benzo(α)piren terjadi peningkatan artropi thymus sebagai organ penting

untuk perkembangan T lymphocyte, dan penurunan T lymphocyte pada

organ liver embrio tikus akibat injeksi atau ingesti benzo(α)piren selama

masa kehamilan. Bila tikus mengalami pemaparan benzo(α)piren pada

kulitnya selama kehamilan, terjadi penurunan jumlah reseptor thymic

glucocorticoid (hormon asam nukleat yang terdapat pada kelenjar kecil

yang terletak di bagian belakang tulang dada atas, yang berfungsi dalam

metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan imun), terbentuk ikatan

benzo[a]pyrene-hemoglobin adduct pada eritrosit, meningkatkan

pembentukan mikronuklei (nucleus kecil yang mengindikasikan kerusakan

DNA) pada eritrosit. Peristiwa mutasi pada tingkat DNA yang terjadi pada

tikus hamil tidak jauh berbeda pada manusia.

Rojas et al (2004), menemukan bahwa benzo(a)piren menyebabkan

kerusakan yang sangat parah pada sel epitel bronchia manusia, yaitu

tepatnya pada sel terjadinya permulaan bronchial carcinoma (kanker

bronchus), dan terjadi transversi basa guanine-timine pada DNA.

Kerusakan tersebut sama dengan tingkat kerusakan yang terjadi pada kulit

tikus yang terinsiasi benzo(α)piren.


37

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 - Februari 2015.

Pembuatan larutan taurin, ekstrak daun sirsak dan pengamatan mikroskop

cahaya dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler FMIPAUniversitas

Lampung. Pemeliharaan mencit, menginduksi benzo(α)piren, pemberian

taurin dan ekstrak daun sirsak dilakukan di Laboratorium MIPA Terpadu

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

Pembedahan dan proses mikroteknik dilakukan di Balai Penyidikan dan

Pengujian Veteriner (BPPV) Regional III Bandar Lampung.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : mikroskop, beaker glass,

gelas ukur, tabung reaksi dan raknya, erlenmeyer, corong, pipet volum, pipet

tetes, gunting, pisau, timbangan analitik, alat bedah, kandang tikus,, gelas

objek, spatula, blood counter tabulator, bak pemeliharaan mencit (Mus

musculus) galur ddy , rak preparat, alat bedah, kaca penutup, tempat minum,

jarum suntik, neraca analitik, sentrifugator, corong pisah, pipet plat tetes,
38

kertas saring, blender, corong kecil, rotary evaporator, neraca analitik,

mikroskop cahaya, counter, penggaris, alat tulis dan kamera.

Bahan-bahan yang digunakan adalah : pakan pelet, air minum, mencit jantan

(Mus musculus) galur ddy berumur 5-7 minggu dengan berat badan ±20 gram,

benzo(a)piren, aquades, daun sirsak (Annona muricata),etanol, aquadest 200

mL, corn oil , taurin, eosin, giemsa dan benzo(α)piren.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian yang dilakukan bersifat eksperimental. Oleh karena itu, rancangan

eksperimen yang digunakan adalah rancangan acak lengkap yang terdiri atas

5 kelompok perlakuan, dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 ekor

sebagai ulangan. Kelompok I, diberi 0,2 ml corn oil selama 15 hari ;

Kelompok II, diinduksi dengan benzo(α)piren tanpa pemberian bahan uji

selama 10 hari ; Kelompok III, diberi taurin dengan 7,8 mg/bb/hari, pagi dan

sore = 15,6 mg/bb/hari dimulai sejak 15 hari sebelum induksi benzo(α)piren ;

Kelompok IV, setelah diinduksi benzo(α)piren, daun sirsak dosis 277,8

mg/bb BB mencit ; Kelompok V, setelah diinduksi benzo(α)piren, dilanjutkan

pemberian senyawa taurin dengan dosis 7,8 mg/bb/hari, pagi dan sore

sebanyak 15,6 mg/bb/hari.

D. Parameter

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah gambaran histopatologi

hepar mencit putih (Mus musculus) dan bobot hepar mencit yang terinduksi

benzo(α)piren.
39

E. Alur Penelitian

Mencit putih umur 5-7 minggu, bobot badan ± 20 g

Adaptasi pakan standar (ad libitum) sampai akhir penelitian

Induksi dengan benzo(α)piren dengan dosis 0,3 mg/bb setiap hari


selama 10 hari secara subkutan kemudian dilanjutkan dengan
pemberian zat uji selama 15 hari

Penentuan dosis dan pemberian taurin serta ekstrak daun sirsak


dengan dosis 277,8 mg/bb/hari/mencit.

Pemberian zat uji taurin dengan dosis 7,8 mg/bb/hari (setiap hari pagi dan
sore menjadi 15,6 mg/bb/hari)

Pengambilan sampel, pembuatan histopatologi hepar, dan pemeriksaan


preparat di laboratorium

F.Pelaksanaan

1. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) jantan galur ddy

sebanyak 25 ekor, yang berumur 5-7 minggu, bobot badan ± 20 g. Hewan

tersebut diperoleh dari bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan,

Institut Pertanian Bogor (IPB), Bogor, Jawa Barat.

2. Aklimasi Hewan Uji

Penelitian diawali dengan aklimasi mencit jantan (Mus musculus) galur

ddy selama 15 hari di Laboratorium MIPA Terpadu Universitas Lampung.


40

dikelompokkan dalam 5 kelompok. Selama aklimasi, mencit percobaan

dipelihara dalam kandang secara individu pada kondisi lingkungan yang

homogen.

3. Makanan dan Minuman Mencit (Mus musculus)

Makanan mencit berupa pakan pelet yaitu comfeed BR II yang ditunjukkan

pada Tabel 1.

Tabel 1. Bahan dan Komposisi Pakan Mencit

BAHAN DASAR PAKAN MENCIT


Jagung
Bekatul
Bungkil kedelai
Tepung Daging
Garam
Vitamin
Mineral

ANALISIS PROKSIMAT PRESENTASE SETIAP


PAKAN MENCIT 100 GRAM
KADAR AIR MAX 12,0%
PROTEIN KASAR MIN 19,0%-21,0%
LEMAK KASAR MIN 5,05%
SERAT KASAR MAX 5,0%
ABU MX 7,0%
CALSIUM MIN 0,9%
PHOSPOR MIN 0,6%-0,9%
COCCIDIOSTAT -
ANTIBIOTIKA -

Minuman mencit berupa air mineral yang diberikan melalui botol gelas

minuman. Makanan dan minuman mencit diberikan secara ad libitum

(sampai kenyang atau secukupnya).


41

4. Induksi Karsinogenik Terhadap Hewan Uji Dengan Benzo(a)piren

Induksi karsinogenik dilakukan dengan cara menyuntikkan larutan

benzo(α)piren pada jaringan subkutan mencit di bagian tengkuk. Benzo(α)

piren 0,3 mg dilarutkan dalam 0,2 ml corn oil. Injeksi dilakukan setiap

hari selama 10 hari. Semua kelompok diinduksi dengan benzo(α)piren

selama 10 hari secara subkutan kemudian dilanjutkan dengan pemberian

zat uji selama 15 hari (Sugitha dan Djalil, 1989).

Kemudian ditunggu sampai adanya kanker, yaitu munculnya benjolan

(nodul) di bagian tengkuk. Benzo(α)piren diberikan selama 10 hari karena

sel kanker akan tumbuh setelah terinduksi antara 9-13 hari. Pada periode

ini terlihat dan terasa perubahan pada tengkuk dan kaki mencit (Gustanti,

1999). Untuk kontrol mencit (Mus musculus) tidak diinjeksi

benzo(α)piren.

5. Penentuan Dosis dan Pemberian Senyawa Taurin serta Ekstrak Daun

Sirsak.

Penentuan dosis sediaan senyawa taurin dibuat berdasarkan literatur dari

Shao (2008), yaitu 3 g/70 kg berat badan pada manusia. Dosis taurin pada

mencit dihitung dengan menggunakan tabel konversi manusia ke mencit

ukuran 20 g menurut Nugraha (2011). Nilai konversi dari manusia ke

mencit adalah 0,0026. Sehingga diperoleh dosis senyawa taurin untuk

mencit, yaitu 3000 mg X 0,0026 = 7,8 mg/bb/hari.

Penentuan dosis ekstrak daun sirsak dalam penelitian ini mengacu dosis

yang diberikan pada tikus, yaitu 106,84615 g/bb/hr (Dewi, 2007). Dosis
42

ekstrak daun sirsak pada mencit dihitung dengan menggunakan tabel

konversi manusia ke mencit adalah 0,0026, sehingga diperoleh dosis

seduhan daun sirsak untuk mencit, yaitu 106,84615 x 0,0026 = 0,27779

g/bb/hari sehingga diperoleh 277,8 mg/bb/hari (Ngatidjan, 1991).

Menyiapkan daun sirsak

Dilakukan penyortiran dengan mengambil daun terbaik

Daun sirsak yang telah disortir kemudian dicuci dengan air mengalir

Daun sirsak yang sudah dicuci kemudian dikeringkan pada open


dengan dengan suhu 30◦C-50◦C. Dalam pengeringan ini hendaknya
dihindarkan dari panas matahari langsung.

Daun sirsak yang telah kering kemudian dihancurkan hingga sedikit


halus

Daun sirsak yang telah halus dimaserasi selama 24 jam dengan pelarut
etanol 96%.

Ekstrak yang dihasilkan disaring dengan corong buncher

Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary


evaporator pada suhu 90 derajat Celcius sampai diperoleh ekstrak kental.

Gambar 7. Bagan alur pembuatan ekstrak daun sirsak (Annona muricata)

6. Uji Anti Kanker Taurin Terhadap Hewan Uji

Uji in vivo untuk antikanker dilakukan dengan memberikan taurin pada

mencit yang telah diinduksi benzo(α)piren. Pemberian zat uji taurin


43

diberikan setiap hari (pagi dan sore) secara oral selama 15 hari. Perlakuan

tersebut meliputi:

Tabel 2. Dosis pada tiap kelompok perlakuan


Kelompok Keterangan Jumlah Mencit
I (kontrol normal) Diberi 2ml corn oil selama 15 hari. 5
II (kontrol negatif) Diinduksi dengan benzo(α)piren tanpa 5
pemberian bahan uji selama 10 hari.
III (preventif) Diberi taurin dengan 7,8 mg/bb/hari 5
(pagi&sore = 15,6 mg/bb/hari) dimulai
sejak 15 hari sebelum induksi
benzo(α)piren.
IV Setelah diinduksi benzo(α)piren, 5
dilanjutkan pemberian taurin dengan
dosis 7,8 mg/bb/hari (pagi&sore = 15,6
mg/bb/hari).
V Setelah diinduksi benzo(α)piren, 5
dilanjutkan pemberian ekstrak daun
sirsak dengan dosis 277,8 mg/bb mencit.

Pengamatan terhadap adanya nodul (kanker) dilakukan secara mikroskopik

dengan membuat preparat dari organ yang diambil dan dilakukan

pengamatan secara histopatologi untuk melihat adanya pembentukan

kanker pada organ tersebut.

7. Preparasi Pembuatan Sediaan Histologis Hepar

Pada akhir perlakuan mencit dikorbankan dan diambil hepar untuk dibuat

sediaan mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoxylin

Eosin (HE). Hematoxylin Eosin bersifat pewarna basa, yaitu memulas

jaringan basofilik sedangkan eosin memulas jaringan yang bersifat

asidofilik. Kombinasi ini merupakan pewarnaan yang paling sering

digunakan.

Sampel hepar difiksasi dengan formalin 10% dan dikirim ke laboratorium

patologi anatomi untuk pembuatan sediaan mikroskopis jaringan hepar.


44

Metode teknik histopatologi menurut Ali (2007) dibagi menjadi 10 teknik,

yaitu :

1.Fixation

a) Memfiksasi specimen berupa potongan organ hati yang telah dipilih

segera dengan larutan pengawet formalin 10%.

b) Mencuci dengan air mengalir.

2. Trimming

a) Mengecilkan organ ±3mm

b) Memasukkan potongan organ hati tersebut kedalam embedding

cassette.

3. Dehidrasi

a) Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette pada kertas

tisu

b) Berturut-turut melakukan perendaman organ hati dalam alkohol

bertingkat 80% dan 90% masing-masing selama 2 jam. Selanjutnya

dilakukan perendaman alkohol 95%, absolute I, II, III selama 1 jam.

4. Clearing

Untuk membersihkan sisa alkohol, dilakukan clearing dengan xylol I, II,

III masing-masing selama 1 jam.

5. Impregnasi

Impregnasi degan menggunakan paraffin I, II, III masing-masing selama

2 jam.
45

6. Embedding

a) Membersihkan sisa paraffin yang ada pada pan dengan memanaskan

beberapa saat diatas api dan di usap dengan kapas.

b) Menyiapkan paraffin cair dengan mmasukkan paraffin ke dalam

cangkir logam dan memasukkan ke dalam oven dengan suhu diatas

58 derajat Celcius.

c) Menuangkan paraffin cair ke dalam pan

d) Memindahkan satu-persatu dari embedding cassette ke dasar pan

dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya.

e) Memasukkan pan kedalam air.

f) Melepaskan paraffin yang berisi potongan hati dari pan dengan

memasukkan ke dalam suhu empat derajat Celcius beberapa saat.

g) Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan yang ada dengan

menggunakan scalpel hangat.

h) Meletakkan pada balok kayu, ratakan pinggirnya dan buat ujungnya

sedikit meruncing.

i) Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom.

7. Cutting

a) Melakukan pemotongan pada ruang dingin

b) Sebelum memotong, mendinginkan blok terlebih dahulu

c) Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan pemotongan halus

dengan ketebalan 4-5 mikron.

d) Memilih lembar pemotongan yang paling baik, mengapungkan pda

air dan menghilangkan kerutannya dengan cara menekan salah satu


46

sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan sisi yang lain

ditarik menggunakan kuas runcing.

e) Memindahkan lembaran jaringan kedalam waterbath selama

beberapa detik sampai mengembang sempurna.

f) Dengan gerakan menyendok mengambil lembaran jaringan tersebut

dengan slide bersih dan menempatkan pada sepertiga atas atau

bawah, mencegah jangan sampai ada gelembung udara dibawah

jaringan.

g) Menempatkan slide yang berisi jaringan pada inkubatir (suhu 37

derajat celcius) selama 24 jam sampai jaringan melekat sempurna.

8. Staining (pewarnaan) dengan harris Hematoxylin Eosin.

Setelah jaringan melekat sempurna pada slide, memilih slide yang

terbaik selanjutnya secara berurutan memasukkan ke dalam zat kimia

dibawah ini dengan waktu sebagai berikut:

a) Untuk pewarnaan , zat kimia yang pertama digunakan xylol I, II,

III masing-masing selama 5 menit.

b) Zat kimia yang yang digunakan alcohol absolute I, II, III masing-

masing selama 5 menit.

c) Zat kimia yang ketiga yaitu aquades selama 1 menit.

d) Potongan organ dimasukkan dalm zat warna Harris Hematoxylin

Eosin selama 20 menit.

e) Memasukkan potongan organ hati dalam aquades selama 1 menit

dengan sedikit mengoyang-goyangkan organ.

f) Mencelupkan organ dalam asam alcohol 2-3 celupan.


47

g) Dibersihkan dalam aquades bertingkat masing-masing1 an 15

menit.

h) Memasukkan potonga organ dalan eosin selama 2 menit.

i) Secara berurutan memasukkan potngan organ dalam alcohol 96%

selama 2 menit , alcohol 96%, alcohol III dan IV masing-masing

selama 3 menit.

j) Terakhir memasukkan kedalam xylol IV dan V masing-masing

selama 5 menit.

9. Mounting

Setelah pewarnaan selsai menempatan slide diatas kertas tisu pada

tempat datar, menetesi dengan bahan mounting yaitu kanada balsam

dan ditutup dengan cover glass, cegah jangan sampai terbentuk

gelembung udara.

10. Membaca slide dengan mikroskop

Slide diperiksa di bawah mikrokop sinar dengan pembesaran 400x.

Metode yang digunakan dalam melihat preparat adalah prosedur

double blinded (Ali, 2007).

Pada akhir perlakuan mencit dikorbankan, dilanjutkan dengan isolasi hepar

untuk fiksasi ke dalam formalin 10% selama 4-8 jam. Langkah pertama

pembuatan sediaan histologis hepar, yaitu dehidrasi menggunakan etanol,

dilanjutkan embedding dan pemotongan menggunakan mikrotom dengan

ketebalan 4 µm. Hasil pemotongan kemudian diwarnai menggunakan

hematoksilin-eosin dan diamati dengan mikroskop cahaya (Dimitrios,

2006).
48

G) Penilaian Histopatologi

Skoring derajat histopatologi hepar yang digunakan berdasarkan penelitian

Uji Toksisitas Akut dan Subakut yang dilakukan Maretnowati et al (2005),

yang telah dipublikasikan dalam Majalah Farmasi Airlangga, sebagai

berikut:

Tabel 3. Skor Penilaian Derajat Kerusakan Histopatologi Sel Hepar

Tingkat perubahan Skor

Normal 0

Ringan (mild) 1

Sedang (moderate) 2

Berat (severe) 3

Derajat kerusakan hati terbagi dalam tiga tingkatan, yaitu derajat

kerusakan 1 (kerusakan ringan) yang memiliki kriteria kerusakan sel hepar

mencapai 1-25%, derajat kerusakan 2 (kerusakan sedang) yang memiliki

kriteria kerusakan mencapai 26-50% dan derajat kerusakan 3 (kerusakan

berat) yang memiliki kriteria kerusakan sel hepar mencapai >50%. Data

yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan hasil

pengamatan mikroskopik organ hepar dari setiap kelompok perlakuan

dengan kontrol.
49

H. Prosedur Pengamatan Bobot Hepar Mencit

Prosedur pengamatan berat basah organ hepar dilakukan dengan

menimbang organ hepar yang masih segar menggunakan timbangan digital

dengan 2x ulangan dan dibandingkan dengan perlakuan kontrol (Dewi,

2012).

I. Analisis Data

Data dianalisis dengan metode statistik menggunakan uji anova satu arah

(one way anova) pada taraf 5% (p<0,05), selanjutnya dilanjutkan dengan

uji Fisher. Data yang diperoleh dari pengamatan secara mikroskopis diuji

dengan uji statistik menggunakan uji statistik Kruskal-Wallis, untuk

mengetahui adanya perbedaan dalam seluruh kelompok populasi. Data

diolah dengan menggunakan Komputer Program Minitab 14 (Hanafiah,

2011).
80

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil simpulan

sebagai berikut :

1. Pemberian taurin berpengaruh protektif dan terapeutik terhadap gambaran

histopatologi hepar yang diinduksi benzo(α)piren.

2. Taurin memiliki kemampuan memperbaiki kerusakan jaringan hepar yang

diinduksi zat karsinogenik (benzo(α)piren).

3. Ekstrak daun sirsak tidak dapat memperbaiki kerusakan jaringan hepar

mencit (Mus musculus) yang diinduksi benzo(α)piren secara in vivo.

B. SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan dosis taurin dan ekstrak daun

sirsak yang lebih tinggi, dan juga waktu yang lebih lama untuk proses

penelitian yang berlangsung terhadap mencit yang diinduksi zat karsinogenik.


DAFTAR PUSTAKA

Alberts, B., D. Bray, J. Lewis, K. Roberts, J.D. Watson. 1994, Molecular Biology
of the Cell, Third ed, 1255, 1269, 1270, 1282, 1283, Garland Publ Inc, NY
and London.

Ali, H.T. 2007. Beneficial Efects Of Nigella sativa On The Testis Tissues Of Mice
Exposed to UV Irradiation. Biology Departement/ Educatioan College/ Mosul
University.

Amelia, F., E. Angeline, K. Wahyu. 2012. Tablet salut enterik ekstrak etanol daun
sirsak (Annona muricata) sebagai antikanker kolon yang potensial. Skripsi.
Yogyakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

Atmodjo, A.P. 1990. Album Patologi Umum. Airlangga University Press, Surabaya.
hlm. 19.

Arief, S. 2006. Radikal Bebas. Surabaya: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair/
RS. Dr. Sutomo.

Arouma, O.I., B. Halliwell, B.M. Hoey, J. Butler. 1988. The antioxidant action of
taurine, hypotaurine and their metabolic precursors. Biochem J, 256:251-
255.

Baskar, R., V. Rajeswari, T.S. Kumar. 2007. In vitro antioxidant studies in leaves of
Annona sp. Indian J Exp Biol. 45 (5) :480-5.

Bhattacharya, T., A. Bhakta, and S.K. Ghosh . 2011. Longterm effect of monosodium
glutamate in liver of albino mice after neo-natal exposure. Nepal Med Coll J;
13 (1): 11-16

Bosman, F.T. 1999. Aspek-aspek Fundamental Kanker, in van de Velde, C.J.H,


Bosman, F.T.D.J.Th.onkologi, Diterjemahkan oleh Arjono, Edisi V.
Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP Dr Sardjito
Cerutti, P., R. Ghosh, Y. Oya , and P. Amstad.1994. The Role of the Celluler
Antioxidant Defense in Oxidant Carcinogenesis. Enviromental Health
Perpective. vol. 102. no. 10.

Chandrasoma, P. dan C.R. Taylor. 2005, Ringkasaan Patologi Anatomi. Jakarta


EGC .

Corwin, J. Elizabeth .1997. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta.

Dalimartha, S., 2003, Atlas Tumbuhan Obat Jilid 3, Trubus Agriwidya, Jakarta.

Dellman, H.D. and E.M. Brown. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Ed ke-3. R.
Hartono, penerjemah. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dewi, K. 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L.) terhadap
Penurunan Berat Badan, Kadar Trigeliserida, dan Kolesterol Total Pada
Tikus Jantan Galur Wistar. Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha : Bandung.

Dewi, Sri. 2012. Uji Potensi Hepatoprotektif Senyawa Dimer dari Isoeugenol
terhadap Histologi Hati Mencit (Mus musculus) Jantan Galur DDY. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Departemen Biologi Universitas
Indonesia : Jakarta.

Depkes RI. 2007. Modul TOT Manajemen Pengendalian Penyakit Kanker. Jakarta:
Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal PP &
PL, Depkes RI.

Desen, Wan. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis (2nd ed) (Wilie Japaries,Penerjemah).
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Dimitrios, B. 2006. Sources of natural phenolic antioxidants laboratory of Food


Chemistry and Technology, School of Chemistry, Aristotle University of
Thessa-loniki.

EPA (Environmental Protection Agency). 2006. Benzo(a)pyrene (BaP). TEACH


Chemical Summary.
http://www.epa.gov/teach/chem_summ/BaP_summary.pdf (diakses 5
November 2014).

Fajariyah, S., E. T. Utami dan Y. Arisandi. 2010. Efek pemberian estrogen sintetis
(Diethylstillbestrol) terhadap struktur hepar dan kadar SGOT dan SGPT pada
mencit (Mus musculus) betina strain Balb/C. J Ilmu Dasar 11(1):76-82.
Faust, R. A., dan P. Reno. 1994. Toxicity summary for benzo[a]pyrene. Tennessee,
Oak Ridge Reservation Environmental Restoration Program.

Ganiswarna, S.G. 1995. Farmakologi Dan Terapi. Gaya Baru. Jakarta.

Gotama, I. B. I., S. Sugiarto , M. Nurhadi, Y. Widiyastuti, S.Wahyono, I.J Prapti.


1999. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid V. Jakarta, Departemen Kes.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan: Medan.

Gustanti, Elza. 1999. Uji Efek Anti Kanker Dadih S. lactis Terhadap Mencit yang
Diinduksi dengan Benzopiren. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Andalas. Padang.

Halliwel, B., J.M.C. Gutteridge. 1998. Free Radicals in Biology and Medicine, 3rd ed.
Oxford University Press.

Hanafiah, A.K. 2011. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta

Hanahan, D and R. A. Weinberg . 2000. The Hallmarks of Cancer. Cell. 100 (2):57-
70.

Harada, H., S. Allo, N. Viyuoh, J. Azuma, K. Takahashi, S.W. Schaffer . 1988.


Regulation of calcium transport in drug-induced taurine-depleted hearts.
Biochim Biophys Acta, 944:273-278.

Hariyatmi, 2004. Kemampuan Vitamin E sebagai Antioksidan terhadap Radikal


Bebas pada Usia Lanjut. MIPA 14(1): 54.

Himawan, S.1992. Kumpulan Kuliah Patologi. Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia. Jakarta.

Karsono, B. 2006. Teknik-Teknik Biologi Molekular Dan Selular Pada Kanker. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. (3rd Ed.). Pusat Penerbit Departemen Penyakit
Dalam FKUI. Jakarta.

Katz, B. G. 2002. Basic and clinical pharmacology. alih bahasa : Dripa Sjabana,
Endang Isbianti, Achmad Basori, Moch. Sudjak N, Indriyatni, Ramadhani
RB, Sunarni Zakaria. Salemba Medika. Surabaya.

King, R. J. B., 2000, Cancer Biology, 2nd ed. Pearson Education Limited. London.
Klaassen, C.D. 2001. Casarett and Doull’s Toxicology. The Science of Poison.
McGraw Hill. New York.
Kumar dan Robin.1995. Buku Ajar Patologi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.

Li, K., Q. Li, J.Li, D. Gao, Z. Lin, F. Zheng. 2008. Alkaloid from angelicae
daharaicae inhibits hela cell growth by inducing apoptosis and increasing
cascape-3 activity. Labmedicine. 39 (9): 540-6.

Li, N., Z. Shi, Y. Tang, J. Chen, X. Li. 2008. Recent progress on the total synthesis of
acetogenins from Annonaceae. Beilstein Journal of Organic Chemistry. 4
(48): 4-12.

Lu, F. C. 1994. Toksikologi Dasar. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Mahendra, B. 2005. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh, Penebar Swadaya. Jakarta.


Maramis, W.F. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University Press.
Surabaya.

Maretnowati, N., A. Widyawaruyanti, M.H Santosa. 2005. Uji toksisitas akut dan
subakut ekstrak etanol dan ekstrak air kulit batang Artocarpus champeden
spreng dengan parameter histopatologi hati mencit. Majalah Farmasi
Airlangga; 5(3):91-5.

Muliyah, E. 2013. Struktur Sekretori beberapa tanaman obat. Skripsi. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Murray, R.W. 1996. Biokimia Kedokteran Harper, Edisi 24. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Mun’im, A., R. Andrajati dan H. Susilowati. 2006, Uji Hambatan Tumorigenensis


sari. Buah Merah (Pandanus conoideus Lam.) Merek M terhadap Tikus Putih
Betina yang diinduksi 7,12-dimetilbenz[a]antrasen (DMBA). Majalah Ilmu
Kefarmasian, 3 (3), 153161.

Niendya, W.A., A. D. Muhammad, S. Teguh. 2011. Rasio Hepar Bobot-Tubuh


Mencit (Mus musculus) setelah Pemberian Diazepam, Formalin, dan
Minuman Beralkohol. Buletin Anatomi dan Fisiologi Vol. XIX,No. 1, Maret
2011.

Ngabekti, S dan W. Isnaeni. 2000. Pemanfaatan Kurkumin Untuk Mengeliminir


Pengaruh Diazonin terhadap Kerusakan Hati Mencit (Mus musculus L).
Semarang: Fakultas MIPA Universitas Negeri Semarang.
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium: Metode laboratorium dalam
toksikologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Universitas Gajah Mada.
Yogyakarta.

Nugraha, L.S.A. 2011. Cara dan Rute Pemberian Obat Pada Hewan Percobaan Mencit.
Akademi Farmasi Theresiana. Semarang.

Parkin, D.M, Bray and F.J. Ferlay. 2000. Estimating the world cancer
Burden. GLOBOCAN 2000. Int J Cancer. 2001; 94:153-156.

Pramono dan Malole. 1989. Pengantar Hewan-Hewan Percobaan di Laboratorium.


Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB. Bogor.

Prasetya, G., H. Laksono. 2013. Ekstrak daun sirsak (Annona muricata)


menggunakan pelarut etanol. Jurnal Tekonologi Kimia Industri. 1 (2): 111-5.

Redmon, H., P.Stapkleton, and David. 1983. Immunustrition. The ple of Taurine.
Nutrition14. 559-604.

Ren, W., Z. Qiao, H. Wang, L. Zhu, L. Zhang . 2003. Flavonoids: promising


anticancer agent. Medicinal Research Review. 23 (4): 519-34.

Ressang, A.A. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Percetakan Bali. Denpasar.

Retnani ,V. 2011. Pengaruh suplementasi ekstrak daun Annona muricata terhadap
kejadian displasia epitel kelenjar payudara tikus sprague dawley yang
diinduksi 7,12-dimetilbenz(a)antrasena (DMBA). Skripsi. Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro: Semarang.

Rojas, M., B. Marie, J. M. Vignaud, N. Martinet, J. Siat, G. Grosdidier, I. Cascorbi,


K. Alexandrov. 2004. High DNA damage by benzo[a]pyrene 7,8-diol-9,10-
epoxide in bronchial epithelial cells from patients with lung cancer :
comparison with lung parenchyma. Cancer Letters (207) : 157- 163.

Schaffer, S., K.C. Ramila, C.J. Jong, T. Ito, J. Azuma. 2009. Role of protein
phosphorylation in Tau TKO cardiomyopathy. Int Taurine Symp.

Schneider, K.A. 1997. Cancer Genetics, Encyclopedia of Human Biology, 2 nd ed.


Academic Press.

Shao, A. and J.N. Hathcock. 2008. Risk assessment for the amino acids taurine, l-
glutamine and l-arginine. Regul Toxicol Pharmacol 50(3) : 376-399.

Siswandono, S.B. 2000. Kimia Medisinal, Ed ke-2. Airlangga University.


Smayda, R. 2002. Contemporary review of therapeutic benefits of the amino acid
taurine. The Journal of Biological Chemistry 257(6):2802-2805.

Sreelatha, S., and P.R.Padma. 2009. Antioxidant activity and total phenolic content of
Moringa oleifera leaves in two stages of maturity. Plant foods for human
nutrition. 64 (4): 302-11.

Suckow, M.A., S.H. Weisbroth, and C. I. Franklin. 2006. Rats on laboratory animals.
Elsevier, Inc., London.

Sugitha dan Djalil. 1989. Susu : Pengolahan dan Teknologinya. Teknologi Hasil
Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Andalas. Padang.

Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati.
Jayabadi. Jakarta.

Sumpena, Yana. 2009. Uji Mutagenisitas Benzo (alfa) piren dengan Metode
Mikronukleus pada Sumsum Tulang Mencit Albino (Mus musculus). Cermin
Dunia Kedokteran Vol 36 no. 1/167.

Syahrizal, D. 2008. Pengaruh Proteksi Vitamin C terhadap Enzim Transaminase dan


Gambaran Histopatologis hati Mencit yang Dipapar Plumbum. Tesis. Medan:
Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara

Syamsuhidayat, S.S dan J.R. Hutapea. 1991, Inventaris Tanaman Obat Indonesia,
edisi kedua, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Thompsond, A.D.1994. Catatan Kuliah Patologi. Penerbit Buku Kedokteran


EGC. Jakarta.

Tjindarbumi, D. and R. Mangunkusumo. 2001. Cancer in Indonesia, Present and


Future. Jpn. J. Clin. Oncol. 32: (supplement 1) s17–s21.

Triastuti, A., 2006. Efek Antiangiogenik Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata)
Pada Membran Korio Alantois (CAM) Embrio Ayam Yang Terinduksi bFGF,
Lapen. Prodi Farmasi UII. Yogyakarta.

Trisnowati, D. 2009. Efek Pemberian Jus Buah Jambu Biji Merah (Psidium guajava)
terhadap Kerusakan Sel Hati yang Dipapari dengan Minyak Goreng Bekas.
Skripsi. Surakarta: Fakultas Kedokteran, Universitas Negeri Surakarta.

Waji, R.A dan A. Sugrami. 2009. Makalah kimia organik bahan alam flavonoid
(quercetin).Universitas Hasanuddin. Makasar. Hlm. 8-9.
Weizman, J.B. and M. Yanif. 1999. Rebuilding the Road to Cancer, Nature. The
Journal of Nutritional Biochemistry.

Yuswanto, A. G., dan F. Sinaradi. 2000. Kanker Cetakan 1. Universitas


Sanata Dharma. Yogyakarta.

Zeinab, M. A., El-Gohary, Souad, A. Khalifa, M. Afaf, El-Said Fahmy and M.


Yasmin. 2012. Comparative Studies on the Renal Structural Aspect of the
Mammalian Species Inhabiting Different Habitats. Journal of American
Science.

Zhang, X ., S. Tu, Y. Way, B. Xu and F. Wan. 2014. Mechanisme of Taurin Induced


Apoptosis in Human Colon Cancer Cells. Acta Biochims Biophysic Sni 1-12.

Anda mungkin juga menyukai